LANDASAN TEORI
4
Universitas Kristen Petra
5
Glaze Material
Hard Material (Kwarsa &Feldspar)
Larutan Pengencer
Air
O-3
Milling (Ball Mill)
I-1
O-4
Penampungan (Slurry)
I-2
O-5
Spray Drying
I-3
O-8
Drying (mesin drying)
I-5
O-11
Glaze Application
I-6
O-13
Firing (Kiln)
I-7
Tinta Coretan
O-14 Sorting
Karton
Palet
Lem
Strapping Band
O-15 Packing
S-1 Storage
Keterangan:
O-1 : Proses Crushing yaitu proses menghancurkan hard material menjadi
butiran batuan dengan ukuran sekitar 6 mm. Hard material di sini
berupa batuan kwarsa (sebagai kerangka ubin), feldspar (untuk memberi
kekuatan setelah pembakaran) dan kapur.
O-2 : Proses Weighing yaitu proses penimbangan hard material dan clay
material sesuai dengan jumlah komposisi yang telah ditentukan. Clay
material yang dimaksud di sini yaitu tanah liat yang digunakan khusus
untuk membuat keramik. Tanah liat ini berfungsi sebagai pemberi sifat
plastis dan kekuatan sebelum pembakaran yang dalam beberapa
prosesnya terdapat beberapa warna pada campuran seperti agak merah
(banyak kandungan besi), hijau (banyak kandungan kompos), serta putih
(banyak kandungan aluminium) yang merupakan bahan pengikat.
O-3, I-1: Proses Milling yaitu mencampur hard material, clay material, larutan
pengencer dan air menjadi satu dan menggilingnya dengan
menggunakan ball mill. Campuran yang dihasilkan dari penggilingan ini
dinamakan slip. Pada mesin ball mill, terdapat batuan khusus untuk
membantu penggilingan tadi. Batu yang terdapat dalam ball mill akan
habis dalam jangka waktu tertentu dan diganti lagi. Pada proses ini
dilakukan pengendalian kualitas terhadap komposisi campuran.
Adapun beberapa kriteria yang digunakan dalam pengendalian kualitas
yang dimaksud yaitu:
• Berat jenis/densitas slip.
• Viskositas (° E, derajat Engler) slip.
• Residu slip.
Yaitu penimbangan jumlah butiran dari slip yang dihasilkan dengan
menggunakan saringan. Penimbangan residu ini dilakukan dengan
menggunakan menggunakan saringan 230 (230 mesh) dengan standar
63 (mikron).
O-4, I-2: Proses penampungan dan homogenitas slip tadi dalam suatu wadah
yang dinamakan sumur slurry. Pada proses ini juga dilakukan
pengendalian kualitas. Adapun beberapa kriteria yang digunakan
dalam pengendalian kualitas yang dimaksud yaitu:
• Berat jenis slip.
• Viskositas slip.
• Residu slip.
O-5, I-3: Proses Spray Drying yaitu proses menyemprotkan slip yang telah
ditampung tadi untuk kemudian dialirkan uap panas. Proses ini
dilakukan untuk memisahkan tanah liat dari kandungan air menjadi
bubuk (powder) yang memiliki kandungan air 1% - 5 %. Pada proses
ini juga dilakukan pengendalian kualitas, beberapa kriteria yang ada
yaitu:
• Kadar air
Yaitu pengecekan kandungan air agar tidak melebihi 6%. Hal ini
dilakukan untuk memudahkan dalam pembentukan keramik.
Powder yang terlalu besar kadar airnya akan membuat powder
tersebut lengket pada mesin press ketika proses pengepresan,
sedangkan powder yang terlalu kecil kandungan airnya tidak akan
mempunyai kerekatan ketika dibentuk menjadi keramik.
• Granulasi
Pada proses ini juga dilakukan pengecekan ukuran dari partikel
powder yang ada.
O-6 : Proses penampungan powder dalam silo. Hal ini dilakukan agar
powder menjadi homogen (kandungan airnya sama). Biasanya
powder tersebut diendapkan rata-rata 1 hari untuk kemudian masuk
ke proses selanjutnya.
O-15: Proses Packing yaitu proses pengepakan keramik dalam kardus dengan
dicantumkan keterangan berdasarkan kualitas keramik tersebut. Proses
pengepakan ini biasa dilakukan oleh robot dan manusia. Untuk proses ini,
keramik dengan kualitas A, B, dan C akan dipacking dengan
menggunakan robot/manusia dengan kardus bercorak sesuai dengan jenis
keramik itu sendiri sedangkan keramik dengan kualitas D akan diambil
manual oleh operator dan menggunakan kardus coklat dan stempel.
I-8 : Inspeksi Akhir yaitu proses sampling penerimaan yang dilakukan oleh
bagian QA (Quality Assurance) dan untuk meminimalkan jumlah keramik
yang tidak sesuai dengan kualitasnya sebelum dikirim ke konsumen.
S-1 : Proses penyimpanan keramik yang telah lolos inspeksi akhir ke dalam
gudang untuk kemudian dikirimkan ke konsumen.
100
90
80
80
70
Percent
60 60
Count
50
40 40
30
20 20
10
0 0
R R
Defect PD K BP PB
Count 73 9 8 5
Percent 76.8 9.5 8.4 5.3
Cum % 76.8 86.3 94.7 100.0
dari suatu masalah. Ada lima faktor utama yang mempengaruhi adalah metode
(misalnya salah dalam menerapkan metode), material, mesin (misalnya mesin
tidak berfungsi lagi dengan baik karena umurnya sudah tua), orang (misalnya
kecerobohan operator, tidak disiplin), dan lingkungan (misalnya suara yang
bising).
Diagram sebab-akibat juga disebut “diagram tulang ikan atau fishbone
diagram” karena seolah olah seperti kerangka ikan, yang ditunjukkan seperti
Gambar 2.3. Atau kadang-kadang juga disebut “diagram pohon” atau “diagram
sungai”, tetapi nama “diagram tulang ikan” yang paling sering digunakan.
Langkah-langkah membuat diagram Sebab-akibat untuk
mengidentifikasikan sebab adalah:
a. Menentukan karakteristik mutu.
b. Memilih satu karakteristik mutu dan menulis pada sisi kanan, kemudian
menggambar tulang belakang dari kiri ke kanan dan memberi kotak pada
karakteristik mutu. Selanjutnya, menulis sebab utama yang mempengaruhi
karakteristik mutu sebagai tulang yang besar dan juga diberi kotak.
c. Menulis sebab lanjutan (sebab kedua) yang mempengaruhi tulang besar (sebab
utama) sebagai tulang ukuran sedang, dan menulis sebab berikutnya (sebab
ketiga) yang mempengaruhi tulang sedang sebagai tulang kecil.
d. Menentukan kepentingan setiap faktor dan menandai faktor yang kelihatannya
mempunyai pengaruh besar pada karakteristik mutu.
e. Mencatat informasi yang diperlukan.
Cara membuat diagram Sebab-akibat oleh sebab yang terdaftar sistematik
adalah:
a. Menentukan karakteristik mutu.
b. Menemukan sebanyak mungkin sebab yang mempengaruhi karakteristik mutu.
c. Mencari hubungan diantara sebab dan membuat diagram sebab-akibat dengan
menghubungkan elemen-elemen tersebut dengan karakteristik mutu dengan
hubungan sebab-akibat.
d. Menentukan kepentingan pada setiap faktor, dan menandai faktor yang
penting yang kelihatan mempunyai pengaruh jelas pada karakteristik mutu.
e. Menulis informasi-informasi yang diperlukan.
Contoh diagram Cause and Effect dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Supplier
Saat di truk
Cacat awal
Bentuk
Penyok
Letak
Penyusun
an
ergonomi lainnya yang tidak kalah pentingnya adalah untuk desain dan evaluasi
produk. Produk-produk ini haruslah dapat dengan mudah diterapkan (dimengerti
dan digunakan) pada sejumlah populasi masyarakat tertentu tanpa mengakibatkan
bahaya dalam penggunaannya.
2.5. Antropometri
Antropometri adalah studi tentang tubuh manusia yang digunakan dalam
mendesain suatu sistem. Suatu desain yang digunakan untuk kepentingan manusia
harus melibatkan dimensi tubuh manusia baik dalam hal lingkungan/tempat kerja
maupun produk/alat. Antropometri menurut Stevenson (1989) yang dikutip
Nurmianto (1991) merupakan kumpulan data numerik yang berhubungan dengan
karakteristik fisik manusia baik bentuk, ukuran, dan kekuatan serta penerapan data
tersebut untuk penanganan masalah desain.
1. Jenis kelamin
Secara umum, dimensi tubuh pria lebih besar bila dibandingkan dengan
dimensi tubuh wanita kecuali panggul, paha, dan ketebalan lipatan kulit. Oleh
karenanya data antropometri untuk kedua jenis kelamin tersebut harus dipisah.
2. Usia
Secara umum, dimensi tubuh manusia tumbuh mulai bayi sampai kira-kira
berumur 20 tahun. Setelah itu, pertumbuhan akan berhenti atau malah
berkurang terutama setelah berumur 40 tahun, tinggi manusia mempunyai
kecenderungan untuk menurun yang antara lain disebabkan oleh berkurangnya
elastisitas tulang belakang (intervertebral discs). Selain itu juga berkurangnya
dinamika gerakan tangan dan kaki.
3. Posisi tubuh
Posisi tubuh yang berbeda akan menghasilkan dimensi yang berbeda pula.
Karena itu, suatu standar harus digunakan untuk menghasilkan dimensi yang
berlaku secara universal.
4. Jenis pekerjaan
Beberapa jenis pekerjaan menuntut adanya persyaratan dalam seleksi
karyawan/stafnya. Seperti misalnya buruh dermaga/pelabuhan harus
mempunyai postur tubuh yang relatif lebih besar dibandingkan dengan
karyawan perkantoran pada umumnya.
5. Pakaian
Ketebalan pakaian yang digunakan pada saat pengukuran akan menambah
ukuran dimensi tubuh sehingga akan berpengaruh pada hasil pengukuran
dimensi tubuh manusia. Selain itu pakaian juga akan berpengaruh terhadap
keleluasaan gerak.
6. Faktor kehamilan pada wanita
Faktor kehamilan juga akan berpengaruh pada pengukuran dimensi tubuh.
Faktor ini sudah jelas akan mempunyai pengaruh perbedaan yang berarti jika
dibandingkan dengan wanita yang tidak hamil. Oleh karena itu perancangan
alat kerja harus dapat disesuaikan juga untuk wanita hamil.
Posisi berdiri:
1. Tinggi badan
2. Tinggi mata
3. Tinggi bahu
4. Tinggi siku
5. Tinggi pinggang
6. Tinggi tulang pinggul
7. Tinggi kepalan tangan posisi siap
8. Tinggi jangkauan atas
9. Panjang depa
10. Panjang lengan
11. Panjang lengan atas
12. Panjang lengan bawah
13. Lebar bahu
14. Lebar dada
Posisi duduk:
1. Tinggi kepala
2. Tinggi mata
3. Tinggi bahu
4. Tinggi siku
5. Tinggi pinggang
6. Tinggi tulang pinggul
7. Panjang butoock-lutut
8. Panjang butoock-popliteal (lekuk lutut)
9. Tinggi telapak kaki-lutut
10. Tinggi telapak kaki-popliteal (lekuk lutut)
11. Panjang kaki (tungkai-ujung jari kaki)
12. Tebal paha
Gambar 2.6. Dimensi Standar Daerah Normal dan Maksimum Area Kerja
Bidang Horisontal untuk Operator Laki-laki
Sumber: Sritomo Wignjosoebroto (2003, halaman 79)
Gambar 2.7. Dimensi Standar Daerah Normal dan Maksimum Area Kerja
Bidang Horisontal untuk Operator Wanita
Sumber: Sritomo Wignjosoebroto (2003, halaman 79)
Pada pekerjaan yang dilakukan dengan posisi duduk, tempat duduk yang
dipakai harus memungkinkan untuk melakukan variasi perubahan posisi. Ukuran
tempat duduk disesuaikan dengan dimensi ukuran antropometri pemakainya.
Fleksi lutut membentuk sudut 90° dengan telapak kaki bertumpu pada lantai atau
injakan kaki. Jika landasan kerja terlalu rendah, tulang belakang akan
membungkuk ke depan, dan jika terlalu tinggi bahu akan terangkat dari posisi
rileks, sehingga menyebabkan bahu dan leher menjadi tidak nyaman. Menurut
Sanders dan Mc Cormick (1987) yang dikutip oleh Tarwaka (2004), memberikan
pedoman untuk mengatur ketinggian landasan kerja pada posisi duduk sebagai
berikut:
1. Jika memungkinkan menyediakan meja yang dapat diatur turun dan naik.
2. Landasan kerja harus memungkinkan lengan menggantung pada posisi rileks
dari bahu, dengan lengan bawah mendekati posisi horisontal atau sedikit
menurun.
3. Ketinggian landasan kerja tidak memerlukan fleksi tulang belakang yang
berlebihan.
pertimbangan tentang pekerjaan yang paling baik dilakukan dengan posisi berdiri
adalah sebagai berikut:
1. Tidak tersedia tempat untuk kaki dan lutut.
2. Harus memegang objek yang berat (lebih dari 4,5 kg).
3. Sering menjangkau ke atas, ke bawah, dan ke samping.
4. Sering dilakukan pekerjaan dengan menekan ke bawah.
5. Diperlukan mobilitas tinggi.
Gambar 2.8. Stasiun Kerja dan Sikap Kerja Dinamis sesuai Keinginan Pekerja
Sumber: Tarwaka (1994, halaman 26)
Sedangkan Das (1991) dan Pulat (1992) yang dikutip oleh Tarwaka
(2004), menyatakan bahwa posisi duduk-berdiri merupakan posisi terbaik dan
lebih dikehendaki daripada hanya posisi duduk saja dan berdiri saja. Hal tersebut
disebabkan karena memungkinkan pekerja berganti posisi kerja untuk mengurangi
kelelahan otot karena sikap paksa dalam satu posisi kerja.
Tarwaka (1995) memberikan batasan ukuran ketinggian landasan kerja
untuk pekerjaan yang memerlukan sedikit penekanan yaitu 15 cm di bawah tinggi
siku untuk ke dua posisi kerja. Selanjutnya dibuat kursi tinggi yang menyesuaikan
ketinggian landasan kerja posisi berdiri dengan dilengkapi sandaran kaki agar
posisi kaki tidak menggantung. Sedangkan pemilihan posisi kerja harus sesuai
dengan jenis pekerjaan yang dilakukan, seperti pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Pemilihan Sikap Kerja terhadap Jenis Pekerjaan yang Berbeda-beda
Sikap kerja yang dipilih
Jenis Pekerjaan
Pilihan Pertama Pilihan Kedua
Mengangkat > 5 kg Berdiri Duduk - berdiri
Bekerja di bawah tinggi siku Berdiri Duduk - berdiri
Menjangkau horisontal di luar Berdiri Duduk - berdiri
daerah jangkauan optimum
Pekerjaan ringan dengan Duduk Duduk - berdiri
pergerakan berulang
Pekerjaan perlu ketelitian Duduk Duduk - berdiri
Inspeksi dan monitoring Duduk Duduk - berdiri
Sering berpindah-pindah duduk - berdiri Berdiri
disediakan penerangan buatan yang memadai. Hal ini untuk menanggulangi jika
dalam keadaan mendung atau kerja di malam hari. Perlu diingat bahwa
penggunaan penerangan buatan harus selalu diadakan perawatan yang baik oleh
karena lampu yang kotor akan menurunkan intensitas penerangan sampai dengan
30%. Tingkat penerangan pada tiap-tiap pekerjaan berbeda tergantung sifat dan
jenis pekerjaannya. Sebagai contoh gudang memerlukan intensitas penerangan
yang lebih rendah dari tempat kerja administrasi, dimana diperlukan ketelitian
yang lebih tinggi.
Menurut Grandjean (1993) yang dikutip oleh Tarwaka (2004),
penerangan yang tidak didesain dengan baik akan menimbulkan gangguan atau
kelelahan penglihatan selama kerja. Pengaruh dari penerangan yang kurang
memenuhi syarat akan mengakibatkan:
• Kelelahan mata sehingga berkurangnya daya dan efisiensi kerja.
• Kelelahan mental.
• Keluhan pegal di daerah mata dan sakit kepala di sekitar mata.
• Kerusakan indra mata dan lain-lain.
Selanjutnya pengaruh kelelahan pada mata tersebut akan bermuara
kepada penurunan performansi kerja, termasuk:
• Kehilangan produktivitas.
• Kualitas kerja rendah.
• Banyak terjadi kesalahan.
• Kecelakaan kerja meningkat.
A B C
Tampak samping
D B E
Tampak depan
• Untuk menghindari efek silau pada mata maka semua permukaan benda
kerja dan sekitarnya yang masih termasuk dalam daerah pandang harus
memiliki intensitas cahaya yang sama.
• Tingkat penerangan tidak boleh berubah-ubah dengan cepat sehingga tidak
akan mempengaruhi penglihatan karena reaksi pupil untuk beradaptasi
terhadap kondisi tersebut tidak terlalu cepat.
2.7.2. Temperatur
Tubuh manusia akan selalu berusaha mempertahankan keadaan normal
dengan suatu sistem tubuh yang sempurna sehingga dapat menyesuaikan diri
dengan perubahan-perubahan yang terjadi di luar tubuh tersebut. Tetapi
kemampuan untuk menyesuaikan dirinya dengan temperatur luar adalah jika
perubahan temperatur luar tubuh tersebut tidak melebihi 20% untuk kondisi panas
dan 35% untuk kondisi dingin. Semuanya ini dari keadaan normal tubuh. Dalam
keadaan normal tiap anggota tubuh manusia mempunyai temperatur berbeda-beda
seperti bagian mulut sekitar lebih kurang 37° C, bagian dada lebih kurang 35° C
dan bagian kaki lebih kurang 28° C. Tubuh manusia bisa menyesuaikan diri
karena kemampuannya untuk melakukan proses konveksi, radiasi, dan penguapan
jika terjadi kekurangan atau kelebihan panas yang membebaninya.
Menurut penyelidikan untuk berbagai tingkat temperatur akan
memberikan pengaruh yang berbeda-beda seperti berikut:
• ± 49° C à Temperatur yang dapat ditahan sekitar 1 jam, tetapi jauh di atas
tingkat kemampuan fisik dan mental.
• ± 30° C à Aktivitas mental dan daya tanggap mulai menurun dan cenderung
untuk membuat kesalahan dalam pekerjaan, timbul kelelahan fisik.
• ± 24° C à Kondisi optimum.
• ± 10 °C à Kelakuan fisik yang ekstrim mulai muncul.
Dari suatu penyelidikan pula dapat diperoleh hasil bahwa produktivitas
kerja manusia akan mencapai tingkat yang paling tinggi pada temperatur sekitar
24° C sampai 27° C.
bersumber dari dalam bangunan itu sendiri seperti: pembakaran akibat proses
masak-memasak, merokok dalam ruang kerja. Timbal (Pb) merupakan bahan
pencemar yang potensial yang sering ditemukan dalam kadar cukup tinggi di
ruangan kerja dekat dengan parkir. CO yang terikat dalam darah terutama
haemoglobin akan menghambat fungsi oksigen dalam sirkulasi. Pada
konsentrasi tinggi CO dapat menyebabkan kematian, sedangkan NO dapat
menyebabkan iritasi mata dan gangguan saluran pernafasan. standar untuk
kadar gas CO di ruang kerja perkantoran adalah 10 ppm untuk 8 jam kerja
(WHO, 1976; SAA, 1980).
3. Formaldehid
Formaldehid merupakan gas yang tidak berwarna dengan bau yang cukup
tajam. Formaldehid biasanya dihasilkan dari bahan-bahan bangunan seperti
plywood, karpet, furniture, dan lain-lain. Formaldehid pada kadar yang cukup
rendah 0,05-0,5 ppm dapat menyebabkan mata terbakar, iritasi pada saluran
nafas bagian atas.
4. Ozon (O3)
Berbagai proses kegiatan dan peralatan yang menggunakan sinar ultra violet
(UV) atau menyebabkan ionisasi udara mungkin menghasilkan ozon.
Peralatan kerja yang dapat mengeluarkan ozon antara lain: printer laser, lampu
UV, mesin photo copy, dan ionizer. Ozon merupakan gas yang sangat beracun
dan memepunyai efek pada konsentrasi rendah. Menurut WHS (1992) yang
dikutip oleh Tarwaka (2004), bahwa ozon dapat menyebabkan iritasi pada
mata dan saluran pernafasan. Oleh karena ozon merupakan gas yang sangat
mudah bereaksi, pada umumnya hanya dapat dijumpai dekat dengan
sumbernya dan hanya mempunyai pengaruh yang kecil pada lingkungan udara
dalam ruang kerja.
Oksigen merupakan gas yang sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup
terutama untuk menjaga kelangsungan hidup yaitu untuk proses metabolisme.
Udara di sekitar kita dikatakan kotor apabila kadar oksigen dalam udara tersebut
telah berkurang dan terus bercampur dengan gas-gas atau bau-bauan yang
berbahaya bagi kesehatan tubuh. Kotornya udara di sekitar kita dapat dirasakan
dengan sesaknya pernafasan kita dan ini tidak boleh dibiarkan berlangsung terlalu
2.7.5. Kelembaban
Kelembaban adalah banyaknya air yang terkandung dalam udara.
Kelembaban ini sangat berhubungan atau dipengaruhi oleh temperatur udaranya.
Suatu keadaan dimana udara sangat panas dan kelembaban tinggi akan
menimbulkan pengurangan panas dari tubuh secara besar-besaran (karena sistem
penguapan). Pengaruh lainnya adalah semakin cepatnya denyut jantung karena
makin aktifnya peredaran darah untuk memenuhi kebutuhan akan oksigen.
masih efisien adalah 30 menit. Sedangkan di antara waktu kerja harus disediakan
waktu istirahat yang jumlahnya antaranya 15-30% dari seluruh waktu kerja.
Apabila jam kerja melebihi dari ketentuan tersebut akan ditemukan hal-hal seperti
penurunan kecepatan kerja, gangguan kesehatan, angka absensi karena sakit
meningkat, yang semuanya akan berpengaruh pada produktivitas kerja.