Anda di halaman 1dari 24

Modul

Bedah Onkologi
PRINSIP DIAGNOSIS KANKER PAYUDARA

1. TUJUAN
1.1. Tujuan pembelajaran umum
Setelah mengikuti sesi ini peserta didik memahami dan mengerti tentang prinsip diagnosis
kanker payudara meliputi pemeriksaan klinis, radiologi, patologi sebagai modalitas diagnostik
kanker payudara.
1.2. Tujuan pembelajaran khusus
Setelah mengikuti sesi ini peserta latih akan memiliki kemampuan untuk:
1. Mampu menjelaskan prinsip diagnosis kanker payudara
2. Mampu menjelaskan pemeriksaan klinis pada pasien kanker payudara
3. Mampu menjelaskan pemeriksaan radiologi pada kanker payudara
4. Mampu menjelaskan pemeriksaan patologi pada kanker payudara
2. POKOK BAHASAN/SUB POKOK BAHASAN
1. Pemeriksaan klinis pada pasien kanker payudara
2. Pemeriksaan radiologi pada kanker payudara meliputi USG mamma, mammografi, MRI, CT
Scan, Bone Scan, PET Scan
3. Pemeriksaan patologi pada kanker payudara meliputi FNAB, biopsi, immunohistokimia
3. WAKTU
METODE A. Proses pembelajaran dilaksanakan
melalui metode:
1) small group discussion
2) peer assisted learning (PAL)
3) bedside teaching
4) task-based medical education
B. Peserta didik paling tidak sudah
harus mempelajari:
1) bahan acuan (references)
2) ilmu dasar yang berkaitan
dengan topik pembelajaran
3) ilmu klinis dasar
C. Penuntun belajar (learning guide)
terlampir
D. Tempat belajar (training setting):
bangsal kemoterapi dan ruang
perawatan bedah, kamar operasi
dan poliklinik bedah onkologi

4. MEDIA 1. Workshop / Pelatihan


2. Belajar mandiri
3. Kuliah
4. Group diskusi
5. Visite, bed site teaching
6. Bimbingan Operasi dan asistensi
7. Kasus morbiditas dan mortalitas
8. Continuing Profesional
Development (P2B2)

1
5. ALAT BANTU PEMBELAJARAN
Internet, telekonferens, dll.

6. EVALUASI
1. Pada awal pertemuan dilaksanakan pre-test dalam bentuk MCQ, essay dan oral
sesuai dengan tingkat masa pendidikan, yang bertujuan untuk menilai kinerja awal
yang dimiliki peserta didik dan untuk mengidentifikasi kekurangan yang ada.
Materi pre-test terdiri atas:
1) Prinsip diagnosis kanker payudara
2) Pemeriksaan klinis pada pasien kanker payudara
3) Pemeriksaan radiologi pada kanker payudara
4) Pemeriksaan patologi pada kanker payudara
2. Selanjutnya dilakukan “small group discussion” bersama dengan fasilitator untuk
membahas kekurangan yang teridentifikasi, membahas isi dan hal-hal yang
berkenaan dengan penuntun belajar, kesempatan yang akan diperoleh pada saat
bedside teaching dan proses penilaian.
3. Setelah mempelajari penuntun belajar ini, peserta didik diwajibkan untuk
mengaplikasikan langkah-langkah yang tertera dalam penuntun belajar dalam
bentuk role-play dengan teman-temannya (peer assisted learning) atau kepada SP
(standardized patient). Pada saat tersebut, yang bersangkutan tidak diperkenankan
membawa penuntun belajar, penuntun belajar dipegang oleh teman-temannya untuk
melakukan evaluasi (peer assisted evaluation). Setelah dianggap memadai, melalui
metoda bedside teaching di bawah pengawasan fasilitator, peserta didik
mengaplikasikan penuntun belajar kepada nodel anatomik dan setelah kompetensi
tercapai peserta didik akan diberikan kesempatan untuk melakukannya pada pasien
sesungguhnya. Pada saat pelaksanaan, evaluator melakukan pengawasan langsung
(direct observation), dan mengisi formulir penilaian sebagai berikut:
 Perlu perbaikan: pelaksanaan belum benar atau sebagian langkah tidak
dilaksanakan
 Cukup: pelaksanaan sudah benar tetapi tidak efisien, misal pemeriksaan terlalu
lama atau kurang memberi kenyamanan kepada pasien
 Baik: pelaksanaan benar dan baik (efisien)
4. Setelah selesai bedside teaching, dilakukan kembali diskusi untuk mendapatkan
penjelasan dari berbagai hal yang tidak memungkinkan dibicarakan di depan
pasien, dan memberi masukan untuk memperbaiki kekurangan yang ditemukan.
5. Self assessment dan Peer Assisted Evaluation dengan mempergunakan penuntun
belajar
6. Pendidik/fasilitas:
 Pengamatan langsung dengan memakai evaluation checklist form / daftar tilik
(terlampir)
 Penjelasan lisan dari peserta didik/ diskusi
 Kriteria penilaian keseluruhan: cakap/ tidak cakap/ lalai.
7. Di akhir penilaian peserta didik diberi masukan dan bila diperlukan diberi tugas
yang dapat memperbaiki kinerja (task-based medical education)
8. Pencapaian pembelajaran:
Pre test
Isi pre test
1) Prinsip diagnosis kanker payudara

2
2) Pemeriksaan klinis pada pasien kanker payudara
3) Pemeriksaan radiologi pada kanker payudara
4) Pemeriksaan patologi pada kanker payudara
Bentuk pre test
MCQ, Essay dan oral sesuai dengan tingkat masa pendidikan
Bentuk Ujian / test latihan
 Ujian OSCA (K, P, A), dilakukan pada tahapan bedah dasar oleh Divisi
bedah Onkologi
 Ujian akhir stase oleh divisi

7. REFERENSI
1. Buku teks Ilmu bedah (diagnosis) Hamillton Bailey 13th ed. 2000
2. Buku teks Principle of Surgery Schwartz 8th ed. 2005
3. Buku teks Surgery, Basic Science and Clinical Evidence Norton 2001
4. Atlas Teknik Operasi Zollinger 8th ed 2003
5. Buku ajar Ilmu Bedah Indonesia, De Jong, Sjamsuhidajat 2nd ed. 2005
6. Diseases of the breast (Harris)
7. Clinical Oncology (De Vita)
8. Evidence Based in Oncology
9. MD Anderson Surgical Oncology HandbookProtokol PERABOI 2003
10. Ikeda DM, Miyake KK. The Requisites: Breast Imaging. Elsevier. 2017. 1689–1699 hal.

8. URAIAN: PEMERIKSAAN KLINIS PADA PASIEN KANKER PAYUDARA,


PEMERIKSAAN RADIOLOGI PADA KANKER PAYUDARA, DAN PEMERIKSAAN
PATOLOGI PADA KANKER PAYUDARA

PEMERIKSAAN KLINIS PADA PASIEN KANKER PAYUDARA


 Inspeksi
 Lihatlah bentuk dan ukuran payudara (Gambar 1). Perhatikan apakah ada perbedaan bentuk,
ukuran, puting atau kerutan atau lekukan pada kulit (Gambar 2). Walaupun beberapa perbedaan
dalam ukuran payudara bersifat normal, ketidakberaturan atau perbedaan ukuran dan bentuk
dapat mengindikasikan adanya massa. Pembengkakan, kehangatan, atau nyeri yang meningkat
pada salah satu atau kedua payudara dapat berarti adanya infeksi, khususnya jika si perempuan
tersebut sedang menyusui.

 Lihat puting susu dan perhatikan ukuran dan bentuknya serta arah jatuhnya (misalnya apakah
kedua payudara menggantung secara seimbang?). Periksa juga apakah terdapat ruam atau nyeri

3
pada kulit dan apakah keluar cairan dari puting
 Minta ibu/klien untuk mengangkat kedua tangan ke atas kepala (Gambar 3a) kemudian
menekan kedua tangan di pinggang untuk mengencangkan otot dadanya (m.pectoral/otot
pektoralis) (Gambar 3b). Pada setiap posisi, periksa ukuran, bentuk dan simetri, lekukan puting
atau kulit payudara dan lihat apakah ada kelainan. (Kedua posisi tersebut juga dapat terlihat
jeruk atau lekukan pada kulit jika ada.) Kemudian minta klien untuk membungkukkan
badannya ke depan untuk melihat apakah kedua payudara tergantung secara seimbang (Gambar
3c).

Gambar 3
 Palpasi
 Minta pasien untuk berbaring di meja periksa.
 Dengan meletakkan sebuah bantal di bawah punggung pada sisi yang akan diperiksa akan
membuat jaringan ikat payudara menyebar, sehingga dapat membantu pemeriksaan payudara
 Letakkan kain bersih di atas perut ibu/klien
 Letakkan lengan kiri ibu ke atas kepala. Perhatikan payudaranya untuk melihat apakah tampak
sama dengan payudara sebelah kanan dan apakah terdapat lipatan atau lekukan.
 Gunakan permukaan tiga jari tengah Anda (Gambar 4a), lakukan palpasi payudara dengan
menggunakan teknik spiral. Mulai pada sisi terluar payudara. Tekan jaringan ikat payudara
dengan kuat pada tulang rusuk setelah selesai tiap satu putaran dan secara bertahap pindahkan
jari-jari Anda menuju areola. Lanjutkan sampai semua bagian selesai diperiksa. Perhatikan
apakah terdapat benjolan atau

 Dengan menggunakan ibu jari dan jari telunjuk, tekan puting payudara dengan lembut (Gambar

4
5). Lihat apakah keluar cairan: bening, keruh, atau berdarah. Cairan keruh atau berdarah yang
keluar dari puting harus ditulis dalam catatan ibu/klien. Walaupun cairan keruh dari salah satu
atau kedua payudara dianggap normal sampai selama 1 tahun setelah melahirkan atau berhenti
menyusui, hal tersebut jarang disebabkan karena kanker, infeksi, tumor, atau kista jinak nyeri
(tenderness)

 Ulangi langkah tersebut pada payudara kiri


 Jika ada keraguan tentang temuan (misalnya apakah terdapat benjolan) ulangi langkah-langkah,
ibu duduk dengan kedua lengan di sisi badannya.
 Untuk mempalpasi bagian pangkal payudara, minta ibu duduk dan mengangkat lengan kirinya
setinggi bahu. Bila perlu, minta ibu meletakkan tangannya di bahu Anda. Tekan sisi luar dari
otot pektoralis sambil bertahap menggerakkan jari-jari ke pangkal ketiak untuk memeriksa
apakah terdapat pembesaran kelenjar getah bening (lymph nodes) atau kekenyalan (Gambar 6).
Penting untuk melakukan palpasi pada pangkal payudara karena disini biasanya terdapat
kanker.

 Catat temuan
1. Temuan yang didapatkan
 Bentuk : apakah terdapat perbedaan bentuk payudara
 Kulit : seperti apa tampak kulitnya? Apakah halus, berkerut, atau berlesung
 Cairan puting : apakah ada cairan abnormal yang keluar dari puting? Cairan dijelaskan
berdasarkan urutan warna, kekentalan, jumlah, dan bau
 Massa : Sekelompok sel yang saling menempel. Dapat diakibatkan oleh abses, kista, tumor
jinak, atau tumor ganas
 Ukuran : Seberapa besar massanya? Jika bulat, berapa diameternya?
 Konsistensi : S eperti apa massa atau benjolan tersebut? Apakah keras, lunak,
 berisi cairan, atau mengeras?
 Mobilitas : Saat dipalpasi, apakah massa tersebut dapat bergerak atau tetap di tempat?
Mobilitas biasanya menggunakan istilah seperti tetap (tidak bergerak saat dipalpasi), bergerak
bebas (bergerak saat palpasi) dan bergerak terbatas (beberapa gerakan saat dipalpasi).

5
PEMERIKSAAN RADIOLOGI PADA KANKER PAYUDARA
MAMMOGRAFI
Mamografi merupakan modalitas pencitraan diagnostic menggunakan sinar X untuk
menggambarkan payudara. Modalitas ini dapat digunakan untuk mendeteksi adanya kanker bahkan
pada pasien yang tidak menunjukkan tanda dan gejala. Pada kondisi normal, payudara memiliki
kelenjar payudara yang dikelilingi oleh lemak dan stroma payudara serta struktur fibrosa berbentuk
sarang lebah yang disebut ligament Cooper. Kelenjar tersebut terdiri dari ductus lactiferous yang
berujung pada nipple dan bercabang menjadi ductus ekskretori, ductus interlobular, dan ductus
terminalis yang berujung pada asini yang memproduksi susu.4

Gambar 1. Struktur payudara normal.


Sumber: Ikeda, 2016.

Mammografi memanfaatkan sinar X yang dapat menembus jaringan tubuh dengan densitas
berbeda tergantung pada struktur tubuh yang dilaluinya baik lemak, jaringan fibroglandular, dan
karsinoma. Gambaran karsinoma akan menunjukkan densitas yang lebih tinggi diikuti dengan
jaringan fibroglandular dan jaringan lemak. Pada penampang mediolateral oblique (MLO), otot
pektoralis akan tampak sebagai struktur putih konkaf di posterior lemak retroglandular dekat
dinding dada. Kelenjar getah bening juga dapat tergambarkan berbentuk bulat berbatas tegas
dengan densitas tinggi. Pada penampang craniocaudal (CC), otot pektoralis mayor tergambarkan
dengan bentuk bulan sabit dekat dinding dada.4

Gambar 2. Anatomi payudara normal (A) gambaran skematik, dan (B) gambaran mammogram
Sumber: Ikeda, 2016.

6
Gambar 3. Mammogram kraniokaudal paydara normal (A) gambaran skematik dan (B) gambaran
mammogram
Sumber: Ikeda, 2016.

Densitas payudara dalam pemeriksaan mamografi dapat bervariase tergantung pada seberapa
banyak payudara tersebut terisi oleh jaringan glandular. Payudara yang memiliki banyak kelenjar
akan memiliki densitas yang tinggi yang tergabarkan Sebagian besar berwarna putih dalam
mammogram sementara payudara dengan jaringan lemak yang banyak akan memiliki densitas yang
rendah yang tergambarkan Sebagian besar berwarna hitam. Variasi densitas payudara normal tersaji
dalam gambar 4.

Gambar 4. Gambaran payudara normal dengan densitas yang bervariasi dalam mammogram.
Level 1 merupakan payudara dengan Sebagian besar jaringan lemak, level 2 terdapat Sebagian
densitas fibroglandular, level 3 dengan densitas heterogeny, dan level4 dengan densitas tinggi.
Sumber: Nazari, 2017.

7
Gambar 5. Gambaran kanker payudara dengan progresivitas lambat (A) 4 tahun sebelum, (B) 2
tahun sebelum, (C) 1 tahun sebelum, dan (D) mammogram terkini
Sumber: Ikeda, 2016.

Dalam menginterpretasikan mammogram, klinisi pertama-tama mengidentifikasi kondisi klinis


pasien mulai dari anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk menilai probabilitas keganasan. Klinisi
kemudian akan melihat gambar mammogram dan menilai apakah foto layak baca atau tidak dengan
menilai posisi gambar, kontras, dan kompresi payudara. Simetrisitas densitas antara payudara kanan
dan kiri juga dinilai karena seharusnya densitas yang dimiliki simetris. Densitas yang ditemukan
lebih tinggi perlu ditentukan apakah merupakan keganasan atau hanya distorsi. Penilaian
selanjutnya adalah jaringan glandular, kulit, nipple, serta bagian retroglandular seperti axilla, serta
jaringan lemak. Perbandingan dengan gambaran mammogram sebelumnya apabila tersedia juga
dapat dilakukan untuk menilai adanya progresivitas.

Tabel 1. Pendekatan sistematis pembacaan mammogram

Sumber: Ikeda, 2016.

8
USG MAMMA
Ultrasonografi (USG) merupakan modalitas diagnostic radiologis yang memanfaatkan
gelombang suara dan pemantulannya dalam menggambarkan struktur jaringan dalam tubuh.
Pemeriksaan USG tidak hanya mampu menilai struktur jaringan di dalam payudara namun juga
menilai vaskularisasi melalui fitur Doppler yang dimilikinya. Vaskularisasi yang meningkat pada
suatu struktur sugestif massa dapat mengindikasikan massa tersebut sugestif karsinoma. Pada
pemeriksaan ini, pelaporan menggunakan istilah anekoik (hitam), hipoekoik (hitam ke-abu-abu-an),
isoekhoik (abu-abu), hiperekoik (putih).4

Gambar 6. Skema anatomi payudara (A) posisi pasien supinasi, dan (B) penampang korona.
Sumber: Ikeda, 2016.

Gambar 7. Gambaran USG payudara normal.


Sumber: Ikeda, 2016.

9
Gambar 8. Gambaran USG kelenjar getah bening dan axilla normal. (A) penampang transversal, (B)
longitudinal dari kelenjar getah bening axillari dengan ukuran normal ketebalan koteks dan
ekogenisitas normal seperti gambaran ginjal kecil. (C) gambaran axilla normal.
Sumber: Ikeda, 2016.

Dalam menilai USG payudara, apabila ditemukan suatu temuan, penting untuk memperhatikan
ekogenisitas (hipoekoik, isoekoik, hiperekoik), bentuk (bulat, oval, tidak berarturan), batas tepi
(batas tegas, batas tidak tegas), orientasi (parallel, tidak parallel), serta fitur tambahan lainnya
(shadow, enhancement, kombinasi, kalsifikasi). Seluruh informasi ini disertai keterangan klinis
pasien mampu memberikan petunjuk kepada radiologis apakah massa yang ditemukan sugestif
kelainan payudara berupa kista, massa jinak, atau keganasan.

Gambar 9. Gambaran USG kista payudara dengan gambaran anekoik dengan acoustic shadow.
Sumber: Ikeda, 2016.

10
Gambar 10. Gambaran USG fibroadenoma besar berbentuk oval, berbatas tegas.
Sumber: Ikeda, 2016.

Gambar 11. Gambaran USG kanker payudara menyerupai fibroadenima atipikal berbentuk ireguler,
berbatas tegas.
Sumber: Ikeda, 2016.

Gambar 12. Gambaran USG kanker payudara padat berbentuk ireguler, dengan tepian tajam, dan
massa nyeri di axilla kanan.
Sumber: Ikeda, 2016.4

CT SCAN
Diagnosis kanker payudara pada CT dada dapat dianalogikan dengan skrining kanker paru-
paru dengan CT dada; Henschke melaporkan bahwa nodul non-kalsifikasi terdeteksi pada 23%
peserta dengan CT dibandingkan dengan 7% dengan radiografi dada. CT mendiagnosis kanker
paru-paru pada 2,7%, sedangkan X-ray dada didiagnosis hanya 0,7%. Kemampuan tiga dimensi CT
lebih unggul dibanding sinar-X dada dua dimensi untuk deteksi kanker paru-paru, dan karena itu
mungkin lebih berharga untuk deteksi kanker payudara
Kontur konvensional dapat diambil dari dinding dada. Volume tumor dan struktur normal
dapat digambar pada kontur seperti yang dijelaskan sebelumnya. Namun, CT scan yang diambil
melalui bidang yang sama (Gambar 13) memungkinkan identifikasi payudara, struktur tulang, dan
jaringan paru di bawahnya.

11
Gambar 13. CT scan transversal pasien kanker payudara. Struktur anatomi dapat dengan mudah
ditunjukkan. B = payudara, L = paru-paru, tanda panah = struktur tulang.

Hal ini memungkinkan untuk merencanakan volume perawatan yang menghemat jaringan normal
maksimal. Gambar 14 adalah rencana isodose yang dikembangkan setelah menelusuri struktur
normal dari gambar CT yang ditumpangkan ke kontur pasien.

Gambar 14. Rencana isodosis konvensional menggunakan kontur pasien dan informasi anatomi CT
yang ditumpangkan.

MRI
Magnetic resonance imaging (MRI) merupakan modalitas pencitraan diagnostic menggunakan
medan magnet yang ditembakkan ke payudara sehingga muncul pencitraan payudara dan struktur
jaringan dibawahnya. Modalitas ini dapat memberikan gambaran jaringan lunak yang lebih baik.
Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan maupun tanpa bantuan kontras. Pemeriksaan ini akan
menghasilkan beberapa potongan gambaran 2D yang apabila digabungkan dapat menghasilkan
pencitraan 3D. Penggunaan MRI dalam mendeteksi kanker payudara dapat pula digunakan dalam
mendeteksi metastasis pulmonal akibat gambaran yang didapatkan meliputi regio torakalis.4

12
Penggunaan MRI juga dikatakan memiliki kelebihan dibandingkan mamografi dan USG terutama
dalam Wanita dengan risiko sedang kanker payudara. Penggunaan MRI dalam skrining kanker
payudara biasanya dilakukan pada pasien risiko sedang tinggi, risiko keturunan, riwayat radiasi
dada sebelumnya.6

Gambar 15. Gambaran MRI payudara normal dengan konstras


Sumber: Martaindale, 2018.7

Gambar 16. Normal breast on magnetic resonance imaging (MRI). (A) Axial 3D fast spoiled
gradient-echo T1-weighted image reveals high-signal fat within the breast and axilla. Soft tissues,
including skin, fibroglandular tissue, lymph nodes, and muscles are dark. (B) Fat-saturated, T2-
weighted fast spin-echo images reveal dark signal within fat and moderately low signal within the
pectoralis muscle. Glandular tissue has mixed T2-weighted signal intensity and is symmetric. (C)
Diffusion-weighted image shows moderately high signal within fibroglandular tissue. (D)
Precontrast 3D water-specific T1-weighted gradient-echo image reveals dark fat and moderately
low fibroglandular and muscle tissue signal. (E) Early postcontrast 3D water-specific T1-weighted
image reveals enhancing vascular vessels (arrows) and mild nipple enhancement. (F) Subtraction
processing of early postcontrast images (E) minus precontrast baseline images (D) reveals diffuse
low-level fibroglandular and muscle enhancement. (G and H) Dynamic contrastenhancement curves

13
obtained using regions of interest shown in G revealed mild (<50%) gradual enhancement in the
fibroglandular tissue, mild to moderate (around 50%) gradual enhancement in the nipple, and mild
(<50% ) fast enhancement in the pectoralis muscle. (I) Three-color map shows the most parts of the
fibroglandular tissue, the nipple and the muscle is colored in blue, representing persistent dynamic
kinetics (red, washout; green, plateau).
Sumber: Ikeda, 2016.

Gambar 17. Normal variants: a case with multiple cysts. (A) Benign cysts cause focal, well-
circumscribed high signal (bottom arrow) on noncontrast T2-weighted images. (B) On unenhanced
T1-weighted images, normal cysts appear dark with low signal intensity (bottom arrow); however,
some benign cysts may appear bright (top arrow) because of the signal intensity of internal debris.
This precontrast intrinsic high signal should not be mistaken for contrast enhancement on
postcontrast scans. Some facilities use subtraction postprocessing to avoid this problem. (C)
Postcontrast magnetic resonance imaging. Normal benign cysts do not enhance, but they may be
surrounded by a faint rim of gradual enhancement (bottom arrow).
Sumber: Ikeda, 2016.

Tabel 2. Temuan MRI pada payudara normal dan lesi jinak

Sumber: Ikeda, 2016.

14
BONE SCAN
Bone Scan, juga disebut skintigrafi tulang, adalah tes pencitraan yang digunakan untuk menentukan
apakah kanker payudara telah menyebar ke tulang. Selama dan setelah perawatan, jika mengalami
nyeri tulang dan sendi yang terus-menerus, atau jika tes darah menunjukkan kemungkinan bahwa
kanker payudara telah menyebar ke tulang.
Pemindaian tulang (Bone Scan) dimulai dengan injeksi bahan radioaktif ke lengan, yang akan
diambil oleh sel pembuat tulang tubuh selama beberapa jam ke depan. Sel-sel pembuat tulang ini
kebanyakan ditemukan di daerah yang rusak akibat penyakit, di mana mereka sibuk membuat
tulang baru untuk menambal lubang. Setelah menunggu 2 hingga 4 jam agar zat radioaktif terserap,
menggunakan kamera khusus untuk memindai tubuh. Area aktivitas tulang ekstra (umum pada
kanker dan radang sendi) akan terlihat pada pemindaian karena zat radioaktif terkumpul di area
pembentukan tulang baru. Area ini muncul sebagai bercak gelap pada film. Setiap bagian tulang
dapat terkena kanker.
Kecuali jarum suntik untuk memberikan suntikan, pemindaian tulang tidak menimbulkan rasa
sakit, meskipun mungkin mengharuskan Anda untuk berbaring diam hingga satu jam saat
pemindaian selesai. Tes ini melibatkan paparan radiasi yang sangat sedikit dan tidak menimbulkan
risiko yang lebih besar daripada sinar-X standar.
Banyak perubahan yang muncul pada pemindaian tulang bukanlah kanker. Dengan radang
sendi, bahan radioaktif cenderung muncul di permukaan tulang sendi, bukan di dalam tulang. Tetapi
sulit membedakan antara radang sendi dan kanker - terutama di tulang belakang. Itu karena tulang
belakang terdiri dari begitu banyak tulang dan persendian kecil. Perubahan pada tulang belakang
mungkin memerlukan evaluasi tambahan.
Jika telah didiagnosis menderita kanker payudara bentuk non-invasif, seperti karsinoma duktal
in situ (DCIS). Biasanya tidak perlu melakukan pemindaian tulang lanjutan tahunan jika tidak
mengalami gejala yang tidak biasa, seperti nyeri terus-menerus. Bone Scan in mahal dan memakan
waktu, dan penelitian telah menunjukkan bahwa ini tidak akan meningkatkan kualitas hidup atau
kelangsungan hidup pasien. Namun jika mengalami nyeri punggung atau kaki yang terus-menerus,
pemindaian tulang berulang yang tidak menunjukkan perubahan dari studi dasar biasanya dapat
meyakinkan. Pemindaian tulang adalah tes yang berbeda dari studi kepadatan tulang (seperti
DEXA), yang mengevaluasi kekuatan tulang dan risiko osteoporosis (penipisan tulang).

Gambar 18. (A,B) Pemindaian tulang seorang pasien wanita dengan kanker payudara dan (C,D)
hasil dari segmentasi berbasis atlas. Lesi patologis secara otomatis tersegmentasi (diberi label

15
dengan warna biru) dan dinilai dengan benar sebagai jinak (BSI = 0,0%); (A,C: proyeksi anterior;
B,D: proyeksi posterior)

PET SCAN
Pencitraan tomografi emisi positron (PET) telah diadopsi secara luas sebagai modalitas klinis
penting untuk onkologi. Meskipun banyak jenis radiotracer PET telah dikembangkan untuk
menginterogasi metabolisme tumor in vivo secara non-invasif, 2-deoxy-2-(18F)fluoro-D-glucose
(FDG) adalah radiotracer PET yang disetujui FDA AS yang paling banyak digunakan yang
mengambil keuntungan peningkatan metabolisme glukosa sel kanker. Sel kanker sangat proliferatif
dan memiliki tingkat metabolisme glukosa yang lebih tinggi daripada sel normal. Pelacak radio
FDG PET memasuki sel melalui transporter glukosa dan, dengan demikian, diambil dalam jumlah
yang lebih besar oleh sel tumor daripada oleh sel sehat. Penyerapan FDG berkorelasi terbalik
dengan prognosis.
PET-CT adalah kombinasi PET (teknik kedokteran nuklir) dan CT yang menghasilkan
tampilan tubuh yang sangat detail. Resolusi spasial yang ditingkatkan dan sensitivitas pemindai
PET yang didedikasikan untuk payudara (mamografi emisi positron) telah memungkinkan
penerapan klinisnya dalam studi tumor primer. Sejumlah penelitian telah menunjukkan bahwa
pencitraan hibrid dengan PET/CT 18F-FDG memberikan informasi tentang serapan glukosa seluler,
yang meningkat pada lesi ganas. Jørgensen et al. diamati secara signifikan mengurangi serapan 18F-
FDG oleh sel tumor setelah terapi fototermal berbantuan nanopartikel, menunjukkan bahwa itu
dapat digunakan secara efektif sebagai penanda untuk menilai respons pengobatan. Dokter
menggunakan studi PET-CT untuk mendiagnosis dan menentukan stadium kanker, merencanakan
pengobatan, mengevaluasi keefektifan pengobatan, dan mengelola perawatan berkelanjutan.

Gambar 19. Pemindaian PET/CT pada pasien dengan kanker payudara. Sejumlah kecil glukosa
berlabel radioaktif (18 F-Fluorodeoxyglucose) disuntikkan secara intravena 1 jam sebelum
pemindaian. CT scan memungkinkan visualisasi struktur anatomi seperti tulang dalam skala abu-
abu. Gambar berkode warna mewakili distribusi pelacak molekuler di dalam tubuh. Glukosa
radiolabeled menunjukkan serapan normal di otak dan eliminasi melalui ginjal ke dalam kandung
kemih. Pada tingkat payudara kiri terdapat sinyal kuat yang menandakan adanya sel hipermetabolik
pada kanker payudara. Di sebelah kiri ( a ) adalah tampilan anterior dan di sebelah kanan ( b )
adalah tampilan miring kanan dari gambar rekonstruksi 3D.

16
17
PEMERIKSAAN PATOLOGI PADA KANKER PAYUDARA
FNAB (Fine Needle Aspiration Biopsy)
a. Definisi
Fine Needle Aspirasi (FNA) atau aspirasi jarum halus adalah pemeriksaan langsung pada benjolan
penderita tumor menggunakan jarum kecil, mulai ukuran 23 sampai dengan 27 tergantung pada
ukuran, lokasi serta sifat tumor. Syarat dari pemeriksaan FNA ini adalah tumor harus teraba dan
dapat dijangkau jarum. Apabila tumor terlalu dalam atau tidak terlihat dari luar, sebagai contoh
tumor paru, maka dapat dilakukan FNA dengan tuntunan CT scan atau USG.
b. Tujuan FNA :
1. Mengetahu morfologi tumor
a) Tipe histologic tumor
b) Subtipe tumor
c) Grading sel
2. Radikalitas operasi
3. Staging tumor
a) Besar specimen dan tumor dalam centimeter
b) Luas ekstensi tumor
c) Bentuk tumor
d) Nodus regional
 Banyak kelenjar limfe yang ditemukan
 Banyak kelenjar limfe yang mengandung metastasis
 Adanya invasi kapsuler
 Metastase ekstranodal
c. Syarat FNA
a) Tidak boleh membuat flap
b) Dilakukan secara tajam
c) Tidak boleh memasang drain
d) Letaknya dibagian tumor yang dicurigai
d. Indikasi operasi
Tumor harus teraba dan dapat dijangkau jarum
e. Kontra indikasi operasi
 Aspirasi insisional pada tumor kecil yang dapat diangkat secara keseluruhan
 Infeksi pada lokasi yang akan diaspirasi (relatif)
 Gangguan faal hemostasis berat (relatif)
 Aspirasi diluar daerah yang direncanakan akan dieksisi saat operasi
f. Teknik Operasi
a) Pasien berbaring diatas meja operasi sesuai dengan posisi tumor.
b) Dilakukan pemeriksaan dan target yan akan ditusuk / puncture
c) Dilakukan puncture dan aspirasi sampel benjolan.
d) Kemudian dibuat hapusan di obyek glass dari sampel tersebut,
e) Dilakukan pengecatan, dan diperiksa di bawah mikroskop.
f) Sel-sel yang terambil dari massa tumor kemudian dicat dengan cat giemsa atau cat yang lain
sesuai kebutuhan,dan diperiksa di bawah mikroskop untuk menentukan ganas atau tidaknya
tumor dan jenis tumor apabila memungkinkan. Hasil dari pemeriksaan FNA cukup akurat
dalam penegakkan diagnosa, namun pada tumor yang kistik, maupun terlalu besar terkadang
sulit untuk didapatkan sel yang representatif , sehingga tetap perlu dilakukan pemeriksaan
histopatologi jaringan dari bahan operasi.

18
BIOPSI
a. Definisi
Biopsi adalah pengambilan sejumlah kecil jaringan dari tubuh manusia untuk
pemeriksaan patologis mikroskopik. Dari bahasa latin bios:hidup dan opsi: tampilan
b. Tujuan biopsi :
1. Mengetahui morfologi tumor (Tipe histologic tumor,Subtipe tumor, dan Grading sel)
2. Radikalitas operasi
3. Staging tumor
a) Besar specimen dan tumor dalam centimeter
b) Luas ekstensi tumor
c) Bentuk tumor
d) Nodus regional
 Banyak kelenjar limfe yang ditemukan
 Banyak kelenjar limfe yang mengandung metastasis
 Adanya invasi kapsuler
 Metastase ekstranodal
c. Syarat Biopsi
a) Tidak boleh membuat flap
b) Dilakukan secara tajam
c) Tidak boleh memasang drain
d) Letaknya dibagian tumor yang dicurigai
e) Garis insisi harus memperhatikan rencana terapi definitif (diletakkan dibagian yang akan
diangkat saat operasi definitif)
d. Ruang lingkup
Biopsi insisional biobsi eksisional
e. Indikasi operasi
Neoplasms yang ganas atau dicurigai ganas
f. Kontra indikasi operasi:
 Biopsi insisional pada tumor kecil yang dapat diangkat secara keseluruhan
 Infeksi pada lokasi yang akan dibiopsi (relatif)
 Gangguan faal hemostasis berat (relatif)
 Biopsi diluar daerah yang direncanakan akan dieksisi saat operasi
Bentuk yang paling sederhana dari biopsi adalah pengambilan sebagian potongan tumor
yang viable seperti pads kulit atau permukaan lain yang mudah dijangkau dengan tang pemotong
yang sesuai. Prosedur semacam im umumnya tidak menimbulkan rasa sakit dan biasanya dilakukan
tanpa pemberian Novocain selama kanker tidak disuplai oleh saraf. Namun, kadang diperlukan
biopsi yang melibatkan jaringan sehat serta yang dicurigai sakit untuk mendapatkan sel yang
hidup. Dalam hal ini , tentu diperlukan anastesi lokal.
Ada dua macam bentuk biopsi bedah, yaitu biopsi insisional dan biopsi eksisional. Biopsi
insisional adalah pengambilan sebagian jaringan yang sakit. Biopsi ini dilakukan bila jaringan yang
sakit terlalu besar (ukuran lebih dari 2 cm), sehingga tidak dapat dilakukan pengangkatan seluruh
jaringan yang sakit tanpa tindakan rekonstruksi untuk menutup defeknya. Biopsi eksisional adalah
pengangkatan seluruh jaringan yang sakit sampai tepi yang sehat. Biopsi ini bias dilakukan bila
jaringan yang sakit kecil (kurang dari 2 cm), sehingga defek masih bisa ditutup primer. Salah
satu syarat biopsi adalah tidak boleh dilakukan undermining atau pembuatan flap,
karena berpotensi menyebabkan penyebaran jaringan ganas.
Jaringan yang diperoleh dari hasil biopsy difiksasi, dan dikirim untuk pemeriksaan patologi
dan atau imunohistokimia. Tujuan pemeriksaan patologi ini adalah untuk menentukan apakah lesi
tersebut ganas atau jinak, dan membedakan jenis histologisnya. Pada beberapa keadaan, biopsi dari
kelenjar getah bening menentukan staging dari keganasan. Tepi dari specimen (pada biopsi

19
eksisional) juga diperiksa untuk mengetahui apakah seluruh lesi sudah terangkat (tepi bebas dari
infiltrasi tumor)
Satu jenis biopsi khusus yang dapat mengetahui sitologi dari lesi adalah FNAB (fine needle
aspiration biopsy). Untuk beberapa jenis keganasan, sensitifitas dan spesifisitas FNAB sama atau
lebih balk dari biopsi konvensional

IMMUNOHISTOKIMIA (IHC)
Pemeriksaan immunohistokimia atau lebih dikenal dengan IHC (Immunohistochemistry),
merupakan suatu cara pemeriksaan untuk mengukur derajat imunitas atau kadar antibodi dan
antigen suatu jaringan yang bertujuan untuk mengidentifikasi ciri tertentu dalam jaringan dengan
menggunakan interaksi antara antigen target dan antibodi spesifik dari suatu jaringan tersebut.
Prinsip yang digunakan dalam pemeriksaan ini adalah pengikatan antara antibodi (Ab) spesifik dan
antigen (Ag) pada jaringan tersebut.
Prinsip dari immunohistokimia adalah identifikasi dari pengikatan antara antigen dengan antibodi
spesifik yang dapat diidentifikasi oleh marker yang melekat pada antibodi, serta divisualisasikan
secara langsung ataupun dengan reaksi untuk mengidentifikasi marker tersebut. Kemudian reaksi ini
dilihat dengan mikroskop bright field. Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan di dunia
biologi molekuler, teknik imunohistokimia dapat langsung diamati dengan lebih cepat
menggunakan mikroskop fluoroscence. Prosedur melakukan pemeriksaan immunihistokimia pada
prinsipnya tidak berbeda dengan pemeriksaan histopatologi, yaitu dengan melakukan preparasi
sampek dan labelling. Preparasi sampel dilakukan pada jaringan yang masih segar dengan
mengambil jaringan tersebut, melakukan fiksasi jaringan menggunakan larutan formaldehyde 10%,
embedding jaringan dengan parafin, pemotongan jaringan menggunakan mikrotom, kemudian
dilakukan deparafinisasi dan peletakan sampel pada preparat untuk kemudian dilakukan labelling.
Teknik pengambilan sampel yang representatif pada prosedur pemeriksaan immunohistokimia
sudah dimulai ketika prosedur biopsi dilakukan. Setelah sampel diperoleh, maka proses selanjutnya
adalah melakukan proses pemotongan jaringan menggunakan microtome, khusus pada prosedur
IHC, jaringan umumnya ditanam terlebih dahulu pada media sebelum dipotong, yaitu parrafin wax
atau cryomedia. Perlu diperhatikan bahwa parrafin merupakan media yang tidak larut air, maka
jaringan perlu untuk di dehidrasi terlebih dahulu dengan merendam dalam larutan alkohol dengan
konsentrasi yang ditingkatkan secara bertahap dari 50% hingga 100%, proses ini bertujuan untuk
meminimalisir kerusakan sel dan memuat sel menjadi hidrofobik agar dapat ditanam pada parrafin
blok. Setelah proses dehidrasi dilakukan proses pencucian menggunakan larutan xylene untuk
membersihkan sisa alkohol pada jaringan, kemudian jaringan siap ditanam pada parrafin blok.

20
Proses selanjutnya adalah menghangatkan paraffin blok pada suhu 60 derajat untuk mengeraskan
preparat, jaringan kemudian dipotong dengan ketebalan antara 3 µm - 5µm menggunakan
microtome. Setelah jaringan selesai dipotong, jaringan diletakkan pada object glass untuk diperiksa
di mikroskop. Labelling adalah proses pemberian bahan-bahan untuk mewarnai preparat dan
tindakan imunodeteksi menggunakan antibodi primer dan sekunder. Antibodi adalah imunoglobulin
yang dihasilkan oleh sistem imun tubuh manusia dalam merespon antigen tertentu. Beberapa
antibodi yang telah teridentifikasi adalah IgA, IgD, IgE, IgG, dan IgM. Antigen adalah substansi
yang dapat menstimulasi sistem imun dan bereaksi spesifik dengan antibodi membentuk kompleks
antigenantibodi. IHC memberikan keuntungan yang sangat krusial dan spesifik terhadap protein
yang terdapat dalam jaringan tersebut. Teknik IHC sudah sering digunakan dalam berbagai bidang
patologi bedah seperti kanker, tumor, dan bedah saraf. Marker yang sudah ditemukan dan rutin
digunakan pada IHC ditunjukkan pada table

21
Tabel 3. Marker yang Rutin Digunakan Pada Identifikasi Jenis dan Etiologi Tumor (Diambil dari:
National Cancer Institute. Tumor Markers. NCI. 2019. Downloaded from:
https://www.cancer.gov/about-cancer/diagnosisstaging/diagnosis/tumor

22
9. DAFTAR CEK PENUNTUN BELAJAR

Sudah Belum
No Daftar cek penuntun belajar prosedur operasi dikerjakan dikerjakan
PRINSIP DIAGNOSIS KANKER PAYUDARA
1 Melakukan pemeriksaan Klinis Kanker Payudara

2 Pemeriksaan Radiologi pada Kanker Payudara


Mammografi
USG Mamma
CT Scan
MRI
Bone Scan
PET Scan

3 Pemeriksaan Patologi pada Kanker Payudara


FNAB
BIOPSI
Immunohistokimia (IHC)

Catatan: Sudah / Belum dikerjakan beri tanda 

23
10. DAFTAR TILIK

Berikan tanda  dalam kotak yang tersedia bila keterampilan/tugas telah dikerjakan dengan
memuaskan (1); tidak memuaskan (2) dan tidak diamati (3)

1. Memuaskan Langkah/ tugas dikerjakan sesuai dengan prosedur standar atau


penuntun
2. Tidak Tidak mampu untuk mengerjakan langkah/ tugas sesuai dengan
memuaskan prosedur standar atau penuntun
3. Tidak Langkah, tugas atau ketrampilan tidak dilakukan oleh peserta latih
diamati selama penilaian oleh pelatih

Nama peserta didik Tanggal


Nama pasien No Rekam Medis

DAFTAR TILIK
Penilaian
No Kegiatan / langkah klinik
1 2 3
1 Prinsip Diagnosis Kanker Payudara

2 Pemeriksaan Radiologi pada Kanker Payudara

3 Pemeriksaan Patologi pada Kanker Payudara

Peserta dinyatakan : Tanda tangan pelatih


 Layak
 Tidak layak
melakukan prosedur

Tanda tangan dan nama terang

24

Anda mungkin juga menyukai