Anda di halaman 1dari 46

EXPERIENTIAL

LEARNING
METHOD


 
Penyusun
Hari Setyowibowo

Pengkaji Pustaka
Ufiya Azka Safitri

Penata Letak
Ufiya Azka Safitri

Diterbitkan oleh:

CV. Performa Prima Mitratama


Jl. Sanggar Kencana XIV No.1
Bandung-Indonesia

Copyright  2020, PartnerInc. All Rights Reserved.

ii
DAFTAR ISI

Pengantar ........................................................................................................ v

Part 1. Experiential Learning: Fundamental Concept ...................................... 1


1.1 What is experiential learning? ................................................................... 3
1.2 Characteristic of experiential learning ...................................................... 5
1.2 Experiential learning cycles ........................................................................ 7

Part 2. Experiential Learning: Major Methods ................................................. 15


2.1 Game ........................................................................................................... 17
2.2 Role Play ..................................................................................................... 19
2.3 Simulation .................................................................................................. 21
2.4 Observation ............................................................................................... 23
2.5 Mental Imagery .......................................................................................... 25
2.6 Writing Task .............................................................................................. 27
2.7 Action Learning .......................................................................................... 29

Referensi ......................................................................................................... 31
Penyusun ......................................................................................................... 33

iii
“ Action and thought are not
two discrete aspects of experience.
It is not to undertake an activity
and then at its end to contemplate
the results. What is stressed is that
the two must not be separated,
for each informs the other.


 Currafo

iv
PENGANTAR

Material pembelajaran ini disusun untuk menginspirasi para perancang


pelatihan dalam mengembangkan pengalaman belajar yang selaras dengan
sasaran pembelajaran dan sumber daya yang tersedia. Materi yang
terkandung dalam tulisan ini diolah dari kajian pustaka yang dipilih oleh tim
penyusun.

Di bagian pertama kami rangkumkan tiga konsep dasar dalam experiential


learning untuk penyegaran pemahaman sekaligus penguatan pijakan
konseptual. Sedangkan di bagian kedua, kami sajikan tujuh metode yang
sering dipilih para perancang pelatihan saat menyusun rencana fasilitasi
dengan pendekatan experiential learning.

Terima Kasih kepada semua pihak yang telah membantu hadirnya material
pembelajaran ini. Tentunya buku panduan ini masih jauh dari sempurna, baik
dari tata cara penulisan maupun materi yang terkandung di dalamnya. Umpan
balik konstruktif sangat kami harapkan untuk pengembangan selanjutnya.

Mitra belajar anda,

Hari Setyowibowo

v
“ When learning is active,
learners do most of the work.


 Mel Silberman

vi
1
Pada bagian ini kita akan mempelajari:

➔ What is experiential learning?


➔ Characteristic of experiential learning
➔ Experiential learning cycles

2
What is Experiential Learning?

“a process by which participants learn inductively, that is, discover for


themselves the intended learnings through direct experience during an activity.”
 Karen Lawson, 2016

“refers to (a) the involvement of learners in concrete activities that enable them
to “experience” what they are learning about and (b) the opportunity to reflect
on those activities.”
 Mel Silberman, 2007

“the process whereby knowledge is created through the transformation of


experience. Knowledge results from the combination of grasping and
transforming experience.”
 David Kolb, 1984

3
Personal Development

Experiential
Learning

Education Work
(David Kolb, 2015)

Experiential learning …

➔ menyediakan framework untuk memperkuat keterkaitan antara


education, job, dan pengembangan diri.

➔ menekankan pentingnya keterkaitan antara yang dipelajari dalam


pelatihan dan “real world”.

➔ menggambarkan tempat kerja sebagai lingkungan belajar yang dapat


meningkatkan dan melengkapi pendidikan formal, serta dapat
mendorong pengembangan diri melalui pekerjaan yang bermakna dan
peluang pengembangan karir.

➔ menekankan peran pendidikan formal dalam pembelajaran seumur


hidup dan pengembangan individu.

4
Characteristics of Experiential Learning
(Walter & Marks, 1981)

Involvement

Relevance

Responsibility

Flexible

Personal Growth

5
The experiential learning principles
(Association for Experiential Education, 2011)

1. Experiential learning terjadi ketika pengalaman yang dipilih dengan cermat


didukung oleh refleksi, analisis kritis dan sintesis.

2. Pengalaman disusun untuk menuntut partisipan mengambil inisiatif,


membuat keputusan, dan bertanggung jawab atas hasil.

3. Selama proses experiential learning, partisipan secara aktif terlibat dalam


mengajukan pertanyaan, menyelidiki, bereksperimen, mencari tahu,
memecahkan masalah, memikul tanggung jawab, menjadi kreatif dan
membangun makna.

4. Partisipan terlibat secara intelektual, emosional, sosial, penuh perasaan


dan / atau fisik. Keterlibatan ini menghasilkan persepsi bahwa tugas belajar
itu otentik.

5. Hasil pembelajaran bersifat pribadi dan membentuk dasar untuk


pengalaman dan pembelajaran di masa depan.

6. Hubungan dikembangkan dan dipelihara partisipan untuk diri sendiri,


peserta untuk orang lain dan peserta untuk dunia pada umumnya.

7. Fasilitator dan partisipan dapat mengalami kesuksesan, kegagalan,


petualangan, risk-taking dan ketidakpastian, karena hasil dari pengalaman
tidak dapat sepenuhnya diprediksi.

8. Peluang terpelihara (nurtured) bagi peserta dan fasilitator untuk


mengeksplorasi dan memeriksa nilai-nilai diri sendiri.

9. Peran utama fasilitator mencakup mengatur pengalaman yang sesuai,


menimbulkan masalah, menetapkan batas, mendukung partisipan,
memastikan keamanan fisik dan emosional, serta memfasilitasi proses
pembelajaran.

10. Fasilitator mengenali dan mendorong peluang spontan untuk belajar.

11. Fasilitator berusaha menyadari bias, penilaian, dan prasangka mereka,


serta bagaimana hal tersebut mempengaruhi peserta.

12. Desain pengalaman pembelajaran mencakup kemungkinan belajar dari


konsekuensi alami, kesalahan, dan keberhasilan.

6
Experiential Learning Cycles

EXPERIENCING
The Activity
Phase

APPLYING PUBLISHING
Planning Sharing
Effective Use Reactions and
of Learning Observations

GENERALIZING PROCESSING
Developing Discussing
Real Worlds Patterns and
Principles Dynamics

(Sumber: Introduction to Reference Guide to Handbooks and Annuals (1999 ed.). San Fransisco: Pfeiffer)

7
Experiencing

Tahap awal yang menghasilkan data dari structured experiences. Prosesnya


dimulai dari partisipan mengalami atau terlibat dalam kegiatan tertentu. Pada
dasarnya, kegiatan atau pengalaman tersebut menuntut peserta untuk
bertindak, mengatakan, mendengar, mengamati, dan sebagainya.

Berbagai pengalaman belajar yang sering digunakan dalam experiential


learning kami sajikan di bagian kedua (lihat halaman 15).

Sebagai perancang pembelajaran, Anda perlu memperhatikan karakteristik


structured experiences sebagai berikut (Karen Lawson, 2016; Pfeiffer & Jones,
1985):

1) Melibatkan aktivitas melakukan sesuatu, dapat berupa pengalaman


individu atau kelompok;

2) Aktivitas yang kemungkinan besar tidak familiar atau baru dilakukan


pertama kali bagi partisipan;

3) Mendorong partisipan melampaui tingkat performa sebelumnya;

8
Publishing

Partisipan difasilitasi agar bersedia secara terbuka berbagi hasil, reaksi, dan
observasinya. Tahap ini bertujuan untuk memberikan pengalaman setiap
partisipan kepada kelompok.

Publishing dapat dilakukan melalui diskusi tidak terstruktur tetapi fasilitator


perlu memiliki pemahaman yang mumpuni tentang siklus experiential learning.
Alternatif lain, beberapa teknik fasilitasi berikut ini dapat dimanfaatkan
(Pfeiffer & Jones, 1998; Karen Lawson, 2016)

➔ Recording Data

➔ Whips

➔ Subgroup sharing

➔ Posting

➔ Ratings

➔ Reporting

➔ Nominations

➔ Interviewing Pairs

9
Processing

Tahap “dinamika kelompok”, partisipan difasilitasi untuk merekonstruksi pola


dan interaksi kegiatan dari pengalaman masing-masing yang sudah
disampaikan pada tahap publishing.

Jika ingin pelatihan lebih efektif, tahap ini tidak boleh diabaikan atau dirancang
secara spontan. Perancang pelatihan perlu merencanakan dengan hati-hati
proses fasilitasinya untuk mengantarkan pada tahap generalizing.

Beberapa teknik fasilitasi yang dapat digunakan pada tahap processing antara
lain (Pfeiffer & Jones, 1998; Karen Lawson, 2016)

➔ Process Observers

➔ Thematic Discussion

➔ Sentence Completion

➔ Questionnaires

➔ Data Analysis

➔ Key Terms

➔ Interpersonal Feedback

10
Generalizing

Pada tahap ke tempat, partisipan diarahkan untuk fokus menyadari situasi


pada kehidupan personal atau pekerjaan yang serupa dengan yang terjadi pada
aktivitas yang mereka alami.

Tugas partisipan adalah mengabstraksikan dari tahap processing beberapa


prinsip yang dapat diaplikasikan “di luar”. Tahap ini membuat structured
experiences menjadi praktis, dan jika dihilangkan atau ditutup-tutupi,
pembelajaran yang diperoleh cenderung dangkal.

Jika belajar ditujukan untuk mentransfer ke “dunia nyata”, maka penting bagi
partisipan untuk dapat memperkirakan pengalaman dari kegiatan yang
dilakukan ke dunia luar. Pertanyaan kunci di sini adalah “So What?”

(Pfeiffer & Jones, 1998)

11
Berikut adalah beberapa cara untuk mengembangkan generalisasi dari tahap
processing:

● Guided imagery

● Truth with a little “t”

● Individual analysis

● Key terms

● Sentence completion

12
Applying

Tahap akhir dari siklus experiential learning merupakan tujuan dimana seluruh
structured experience dirancang. Pertanyaan utama pada tahap ini adalah
“Now what?”

Fasilitator membantu partisipan untuk mengaplikasikan generalisasi ke dalam


situasi aktual masing-masing partisipan. Mengabaikan tahap ini
membahayakan kemungkinan pembelajaran akan dimanfaatkan nantinya.
Sangat penting memberikan perhatian ketika merancang cara bagi
individu/kelompok untuk menggunakan pembelajaran yang dihasilkan selama
structured experience ke dalam rencana perilaku yang lebih efektif.

Beberapa praktik dapat digunakan pada tahap ini (Pfeiffer & Jones, 1998):

● Consulting dyads or triads

● Goal setting

● Contracting

● Subgrouping

● Practice session

13
Penting untuk dicatat!

Dalam siklus experiential learning terdapat panah dari applying ke


experiencing. Hal ini menunjukkan bahwa applying menjadi pengalaman
yang baru bagi partisipan, yang akan dikaji secara induktif. Structured
experiences mengajarkan cara menggunakan pengalaman sehari-hari
sebagai data berharga untuk pembelajaran mengenai interaksi
manusia. Terkadang ini disebut sebagai “relearning how to learn”.

(Pfeiffer & Jones, 1998)

14
15
Pada bagian ini kami sajikan 7 metode pembelajaran yang sering
menjadi pilihan perancang pelatihan:

➔ Game
➔ Role Play
➔ Simulation
➔ Observation
➔ Mental Imagery
➔ Writing Task
➔ Action Learning

16
Game

Game merupakan aktivitas bersifat kompetitif dan memiliki aturan yang


didasarkan pada serangkaian tujuan yang ditentukan (Lawson, 2016).

Perancang memilih game sebagai pengalaman belajar karena beberapa alasan,


antara lain:

1. Menstimulasi partisipasi aktif partisipan

2. Menyediakan umpan balik dengan cepat

3. Membangkitkan semangat

4. Memudahkan partisipan mengingat materi

5. Memberikan “sentuhan” kompetisi dalam pembelajaran

6. Membantu menghadirkan pembelajaran yang menarik, terutama untuk


materi yang “kering”

17
Ketika merancang game, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan:

1. Relevance

2. Duration

3. Control

4. Risk and Safety

5. Redesign

6. Instruction

7. Debriefing

18
Role Play

Role play merupakan pengalaman belajar yang meminta partisipan


mengadopsi suatu peran tertentu dan bertindak sesuai peran tersebut.
Partisipan disajikan kasus atau skenario, kemudian mereka diminta untuk
memainkan peran agar partisipan mengalami pengalaman belajar yang selaras
dengan sasaran pembelajaran. Pengalaman belajar ini lazim dimanfaatkan
untuk memfasilitasi peserta mengembangkan keterampilan relasi antar
pribadi.

Role play dipilih oleh perancang pelatihan sebagai pengalaman belajar karena
beberapa alasan, antara lain untuk:

1. Menyediakan kesempatan pada partisipan berlatih atau menerapkan


perilaku yang direkomendasikan;

2. Mempraktikkan perilaku dalam rangka mempersiapkan peran baru atau


situasi yang akan dihadapi;

3. Memeriksa atau menguji skenario penanganan suatu masalah;

4. Menghadirkan insight terkait perilaku dan proses psikologis yang


melatari berbagai pihak yang terlibat dalam interaksi;

5. Mengkaji ulang rangkain materi yang telah dipelajari

19
Berikut merupakan hal-hal yang perlu dipertimbangkan ketika
mengembangkan role play (Pfeiffer & Jones, 1998):

Problem Situation
➔ Apakah situasi masalah berkaitan dengan kebutuhan belajar partisipan
dan sasaran pembelajaran?
➔ Apakah pemain role play memiliki kesempatan untuk berperilaku
efektif?

Structure
➔ Tingkat keterlibatan aktif
➔ Tingkat situational structure
➔ Jumlah keragaman peran
➔ Tingkat penekanan nonverbal

Materials for Facilitator


➔ Catatan untuk fasilitator
➔ Pengantar role play
➔ Instruksi atau deskripsi peran
➔ Lembar data latar belakang untuk pemain role play dan/atau observer
➔ Instruksi atau panduan untuk observer
➔ Handouts (materi pembelajaran)

Materials for Participants


➔ Pengantar role play
➔ Deskripsi peran pada lembar yang terpisah untuk setiap pemain
➔ Lembar data latar belakang untuk pemain role play dan/atau observer
➔ Panduan untuk observer
➔ Handouts (materi pembelajaran)

20
Simulation

Simulasi merupakan pengalaman belajar yang dirancang dengan membuat


situasi yang sedekat mungkin mirip dengan situasi nyata. Dalam simulasi,
partisipan dituntut untuk “memainkan” peran sehingga menghasilkan perilaku
tertentu yang dapat dibandingkan dengan perilaku di situasi nyata. Simulasi
juga mendorong partisipan untuk belajar secara nyata bagaimana perilaku
mereka mempengaruhi orang lain (Garry Shirts in Silberman, 2007).

Beberapa alasan perancang pelatihan memilih pengalaman belajar simulasi,


antara lain untuk:

1. Menilai tingkat keterampilan yang dimiliki

2. Mendorong untuk mencoba keterampilan baru

3. Mengilustrasikan hubungan antara orang dan tindakan

4. Menguji pengambilan keputusan

21
Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan ketika mengembangkan simulasi
antara lain (Julius, 2014).

1. Fidelity atau Validity

2. Peran setiap partisipan

3. Sumber Daya

4. Umpan Balik

22
Observation

Observasi merupakan pengalaman belajar dengan mengamati suatu hal tanpa


berpartisipasi langsung. Partisipan mengamati peristiwa, kegiatan, atau
simulasi yang sedang berlangsung. Mengamati perilaku orang lain tanpa
terlibat secara langsung dapat menjadi salah satu pengalaman belajar yang
efektif bila dirancang agar partisipan menjadi aktif (Silberman & Biech, 2015).
Oleh karena itu, saat observasi partisipan sebaiknya diberi panduan perilaku
selama observasi (misalnya: mencatat) dan setelah observasi (misalnya:
memberikan umpan balik yang konstruktif).

Observasi dipilih oleh perancang pelatihannya, umumnya karena alasan


berikut:

1. Membangkitkan ketertarikan

2. Lebih tidak “mengancam” bila dibandingkan metode yang lain

3. Memfasilitasi proses berbagi gagasan dan pengamatan

4. Mempresentasikan prosedur melakukan aktivitas spesifik dan atau


serangkaian aktivitas yang direkomendasikan

5. Mendemonstrasikan suatu perilaku spesifik yang dijadikan sebagai


acuan

6. Meningkatkan keterampilan peserta dalam mengamati, meninjau dan


memberikan umpan balik

23
Ketika merancang pengalaman belajar observasi, beberapa hal yang perlu
dipertimbangkan antara lain (Silberman & Biech, 2015):

1. Perangkat Observasi

2. Panduan Observasi

3. Pertanyaan Kunci

4. Umpan Balik

5. Vicarious Experiences

24
Mental Imagery

Mental imagery merupakan kemampuan untuk memvisualisasikan objek,


orang, tempat, atau tindakan yang tidak benar-benar ada (Silberman & Biech,
2015). Pengalaman belajar ini melibatkan aktivitas memvisualisasikan situasi
untuk memfasilitasi peserta meningkatkan pemahaman, memperoleh
wawasan, dan menyiapkan partisipan menghadapi situasi yang akan dihadapi.

Terdapat 6 bentuk pengalaman imagery:


1. Visual Imagery
2. Tactile Imagery
3. Olfactory Imagery
4. Kinesthetic Imagery
5. Taste Imagery
6. Auditory Imagery

Beberapa alasan perancang pelatihan memilih aktivitas mental imagery antara


lain (Silberman & Biech, 2015):

1. Digunakan untuk menggantikan role play.

2. Semua partisipan bisa terlibat, dan karena bersifat individual, maka


partisipan yang cenderung malu menjadi tidak begitu cemas.

3. Menstimulasi pemikiran, imajinasi

4. Menggugah pembelajaran secara afektif

25
Hal-hal yang perlu dipertimbangkan ketika merancang mental imagery antara
lain (Silberman & Biech, 2015):

1) Alat Bantu untuk Visualisasi (musik, cahaya yang redup, latihan


pernapasan)

2) Panduan atau Instruksi

3) Nada Suara dan Kelancaran Penyampaian Instruksi

4) Observasi Perilaku Peserta

5) Sharing Session

26
Writing Task

Writing task merupakan aktivitas yang bersifat individual dan dapat membuat
partisipan merefleksikan pemahaman dan respon terhadap input pelatihan
(Silberman & Biech, 2015).

Writing task dapat berupa 2 bentuk, yaitu:

1. Short Writing

2. Long Writing

Beberapa alasan yang mendorong perancang pelatihan memilih writing task,


antara lain (Silberman & Biech, 2015):

1. Membantu partisipan membedakan perilaku dari perasaan menyertai


mereka

2. Akan lebih bermanfaat jika keterampilan menulis sudah diajarkan atau


dikuasai sebelumnya oleh partisipan

27
Hal-hal yang perlu dipertimbangkan ketika membuat writing task, antara lain
(Silberman & Biech, 2015):

1. Merancang aktivitas lain untuk mendapatkan mood menulis

2. Instruksi

3. Lingkungan Tempat Menulis

4. Media Menulis

5. Waktu Menulis

6. Umpan Balik

7. Sharing Session

28
Action Learning

Action learning merupakan aktivitas dengan melibatkan kelompok kecil yang


bekerja dengan masalah nyata, mengambil tindakan, dan memperoleh
pembelajaran ketika melakukan aktivitasnya (Michael Marquardt in Silberman,
2007).

Dalam action learning, masalah atau proyek menjadi pusat dari pengalaman
pembelajaran. Partisipan didorong untuk belajar dari usahanya menyelesaikan
masalah dan kemudian merefleksikan keputusan dan perilaku selama proses
action learning. Seringkali tugas dari aktivitas seperti ini berlanjut lama setelah
program pelatihan selesai (Lawson, 2016).

Action learning dipilih oleh perancang pelatihan sebagai pengalaman belajar


karena beberapa alasan, antara lain:

1. Menyelesaikan masalah nyata secara real-time

2. Mengembangkan pemimpin

3. Membangun tim

4. Membuat learning organization

5. Meningkatkan keterampilan profesional individu

29
Beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika merancang action learning, antara
lain (Michael Marquardt in Silberman, 2007):

1. A Problem

2. An Action Learning Group or Team

3. A Process That Emphasizes Insightful Questioning and Reflective Listening

4. Taking Action on the Problem

5. A Commitment to Learning

6. An Action Learning Coach

30
Referensi
Julius, A. A. (2014). Games And Simulations, Drills And Exercise: Inbasket
Exercise, Table-Top Exercise, Monodrama, Role Playing And Role Reversal.
Retrieved from https://www.researchgate.net/publication/327861197

Kolb, D. A. (2015). Experiential Learning: Experiences as the source of learning


and development (2nd ed.). New Jersey: Pearson Education.

Lawson, K. (2016). The Trainer’s Book. New Jersey: John Wiley & Sons., Inc.

Pfeiffer & Jones. (1998). Structured Experiences, Role Plays, Case Studies,
Simulations And Games At Pfeiffer & Company (2nd ed). Jossey-Bass/Pfeiffer.

Pfeiffer & Jones. (1985). Understanding the Experiential Learning Cycle.


Retrieved from http://www.experientiallearning.ucdavis.edu/module1/el1_40-
5step-definitions.pdf

Silberman, M. (2007). The Handbook of Experiential Learning. New Jersey: John


Wiley & Sons., Inc.

Silberman, M., & Beich, E. (2015). Active Training: A Handbook of Techniques,


Designs, Case Examples, and Tips (4th ed). New Jersey: John Wiley & Sons., Inc.

Walter, G. A. & Marks, S. E. (1981). Experiential Learning and Change: Theory


Design and Practice. New York: Wiley

31

The only source of knowledge


is experience.

 Albert Einstein

32
HARI SETYOWIBOWO
Psychologist, Co-Founder PartnerInc

Saat ini masih tercatat sebagai peneliti di Vrije Universiteit Amsterdam dalam
bidang kajian Health Behavior Change Intervention. Selain itu, juga masih aktif
sebagai psikolog, peneliti, dan pendidik di Fakultas Psikologi Universitas
Padjadjaran dalam bidang Psikologi Pendidikan, Psikologi Kesehatan, dan
Intervensi Psikologi.

Berpengalaman dalam merancang dan memfasilitasi pelatihan sejak tahun


1998, dan telah bermitra dengan beragam organisasi, antara lain: Lembaga
Pertahanan Nasional, Kantor Kementerian (Pemuda dan Olahraga, Bappenas,
Lingkungan Hidup, Keuangan, Perindustrian, Perhubungan), Badan Pemeriksa
Keuangan, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Lembaga
Administrasi Negara, Dinas Kesehatan Prop. Jabar, PUSDIK Ajudan Jenderal
TNI AD, Astra International Group (Serasi Autoraya, Astra Daihatsu Motor,
Daihatsu Sales Operation, Asuransi Astra Buana, United Tractors, PAMA
Persada Nusantara, Astra Honda Motor, Showa Indonesia, Dana Pensiun Astra,
Astra Credit Company) Bank Indonesia, Bank Mandiri, Bank Rakyat Indonesia,
Bursa Efek Indonesia, BP Migas, IFC-World Bank, MNC Group (RCTI,
Indovision), KOMPAS Group, Kalla Group, PERTAMINA, Samudera Indonesia
Group, Telkom Group (Telkom Indonesia, Telkomsel, Yakes Telkom), Xtremax,
Ericsson Indonesia, ITB, UNAIR, Telkom University, Universitas Andalas, IAIN
Ambon, SMA Taruna Nusantara, Surveyor Indonesia, Lingkaran Survey
Indonesia, RS Hasan Sadikin, RS Kanker Dharmais, Kimia Farma, AstraZeneca,
Novo Nordisk, dll.

33
Catatan:

34
Catatan:

35
Catatan:

36
Catatan:

37
Catatan:

38
Performa
Prima
Mitratama

@partnerinc.id
partnerinc.id@gmail.com
contact@partnerinc.id
www.partnerinc.id

Anda mungkin juga menyukai