Anda di halaman 1dari 38

CASE STUDY

INSTALASI FARMASI
“MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA (SDM) DI INSTALASI
FARMASI RSOMH BUKITTINGGI”

PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER (PKPA)


DI RUMAH SAKIT OTAK DR. Drs. M. HATTA BUKITTINGGI

Periode 6 Juni – 29 Juli 2022

Disusun oleh :

NOLA AYUNDA PUTRI, S. Farm 2102088

SHAFIRA DIO AMANDA, S. Farm 2102106

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU
PEKANBARU
2021
BAB I

PENDAHULUAN

Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan

rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat (Permenkes, 2020). Standar pelayanan

kefarmasian adalah tolok ukur yang dipergunakan sebagai pedoman bagi tenaga

kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan kefarmasian. Pelayanan

kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada

pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil

yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien (Permenkes RI, 2016).

Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung

jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud

mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien

(Kemenkes,2014)

Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) adalah suatu unit di rumah sakit

tempat penyelenggaraan semua kegiatan pekerjaan kefarmasian yang ditujukan

untuk keperluan rumah sakit dan pasien. Pekerjaan kefarmasian yang dimaksud

adalah kegiatan yang menyangkut pembuatan, pengendalian mutu sediaan

farmasi, pengelolaan perbekalan farmasi (perencanaan, pengadaan, penerimaan,

penyimpanan, distribusi, pencatatan, pelaporan, pemusnahan/penghapusan),

pelayanan resep, pelayanan informasi obat, konseling, farmasi klinik di ruangan.

IFRS merupakan suatu organisasi pelayanan di rumah sakit yang habis pakai serta

pelayanan jasa yaitu farmasi klinik (PIO, Konseling, Meso, Monitoring Terapi

Obat, Reaksi Merugikan Obat) bagi pasien atau keluarga pasien (Rusli, 2016).
Perencanaan sumber daya manusia adalah suatu proses sistematis yang

digunakan untuk memprediksi permintaan dan penyediaan SDM di masa datang.

Melalui program perencanaan SDM yang sistematis dapat diperkirakan jumlah

dan jenis tenaga kerja yang dibutuhkan pada setiap periode tertentu sehingga

dapat membantu bagian SDM dalam perencanaan rekrutmen, seleksi, serta

pendidikan dan pelatihan (Rachmawati, 2008).

Salah satu metode perencanaan kebutuhan SDM adalah Workload

Indicator Of Staffing Need (WISN), yaitu metode perhitungan kebutuhan SDM

kesehatan berdasarkan pada beban pekerjaan nyata yang dilaksanakan oleh tiap

kategori SDM kesehatan pada tiap unit kerja di fasilitas pelayanan kesehatan.

Kelebihan metode ini mudah dioperasikan, mudah digunakan, secara teknis

mudah diterapkan, komprehensif dan realistis (Depkes RI, 2004).


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rumah Sakit (PERMENKES No. 56 Tahun 2014)

2.1.1 Defenisi Rumah Sakit

Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan

rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.

Rumah Sakit Umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan

kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit. Rumah Sakit Khusus adalah

rumah sakit yang memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis

penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit

atau kekhususan lainnya.

2.1.2 Klasifikasi Rumah Sakit

Berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, Rumah Sakit dikategorikan

dalam Rumah Sakit Umum dan Rumah Sakit Khusus.

 Rumah Sakit Umum diklasifikasikan menjadi :

1. Rumah Sakit Umum Kelas A

2. Rumah Sakit Umum Kelas B

3. Rumah Sakit Umum Kelas C

4. Rumah Sakit Umum Kelas D

5. Rumah Sakit Umum Kelas E

 Rumah Sakit Khusus diklasifikasikan menjadi :

1. Rumah Sakit Khusus Kelas A

2. Rumah Sakit Khusus Kelas B


3. Rumah Sakit Khusus Kelas C

Penetapan klasifikasi Rumah Sakit didasarkan pada :

1. Pelayanan

2. Sumber daya manusia

3. Peralatan

4. Bangunan dan prasarana.

Sumber daya manusia Rumah Sakit Umum kelas B terdiri atas:

1. Tenaga medis

2. Tenaga kefarmasian

3. Tenaga keperawatan

4. Tenaga kesehatan

5. Tenaga nonkesehatan

Tenaga kefarmasian di rumah sakit kelas B terdiri dari :

1. 1 (satu) orang apoteker sebagai kepala instalasi farmasi Rumah Sakit;

2. 4 (empat) apoteker yang bertugas di rawat jalan yang dibantu oleh paling

sedikit 8 (delapan) orang tenaga teknis kefarmasian;

3. 4 (empat) orang apoteker di rawat inap yang dibantu oleh paling sedikit 8

(delapan) orang tenaga teknis kefarmasian;

4. 1 (satu) orang apoteker di instalasi gawat darurat yang dibantu oleh

minimal 2 (dua) orang tenaga teknis kefarmasian;

5. 1 (satu) orang apoteker di ruang ICU yang dibantu oleh paling sedikit 2

(dua) orang tenaga teknis kefarmasian;


6. 1 (satu) orang apoteker sebagai koordinator penerimaan dan distribusi

yang dapat merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik di rawat inap

atau rawat jalan dan dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian yang

jumlahnya disesuaikan dengan beban kerja pelayanan kefarmasian Rumah

Sakit; dan

7. 1 (satu) orang apoteker sebagai koordinator produksi yang dapat

merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik di rawat inap atau rawat

jalan dan dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian yang jumlahnya

disesuaikan dengan beban kerja pelayanan kefarmasian Rumah Sakit.

2.2 Instalasi Farmasi Rumah Sakit

2.2.1 Defenisi IFRS

Instalasi Farmasi Rumah Sakit secara umum dapat diartikan sebagai suatu

departemen atau unit atau bagian dari suatu rumah sakit dibawah pimpinan

seorang apoteker dan dibantu oleh beberapa orang apoteker yang memenuhi

persyaratan perundang-undangan yang berlaku dan bertanggung jawab atas

seluruh pekerjaan kefarmasian, yang terdiri dari pelayanan paripurna mencakup

perencanaan, pengadaan, produksi, penyimpanan perbekalan kesehatan atau

sediaan farmasi, dispensing obat berdasarkan resep bagi penderita saat tinggal

maupun rawat jalan, pengendalian mutu dan pengendalian distribusi dan

penggunaan seluruh perbekalan kesehatan di rumah sakit (Permenkes, 2016)

Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) adalah suatu unit di rumah sakit

tempat penyelenggaraan semua kegiatan pekerjaan kefarmasian yang ditujukan

untuk keperluan rumah sakit dan pasien. Pekerjaan kefarmasian yang dimaksud

adalah kegiatan yang menyangkut pembuatan, pengendalian mutu sediaan


farmasi, pengelolaan perbekalan farmasi (perencanaan, pengadaan, penerimaan,

penyimpanan, distribusi, pencatatan, pelaporan, pemusnahan/penghapusan),

pelayanan resep, pelayanan informasi obat, konseling, farmasi klinik di ruangan.

IFRS merupakan suatu organisasi pelayanan di rumah sakit yang memberikan

pelayanan produk yaitu sediaan farmasi, perbekalan kesehatan dan bahan medis

habis pakai serta pelayanan jasa yaitu farmasi klinik (PIO, Konseling, Meso,

Monitoring Terapi Obat, Reaksi Merugikan Obat) bagi pasien atau keluarga

pasien (Rusli, 2016).

2.1.2 Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit (PERMENKES No. 72 Tahun

2016)

a) Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis

Habis Pakai

- Memilih Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis

Pakai sesuai kebutuhan pelayanan rumah sakit.

- Merencanakan kebutuhan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan

Bahan Medis Habis Pakai secara efektif, efisien dan optimal

- Mengadakan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis

Habis Pakai berpedoman pada perencanaan yang telah dibuat

sesuai ketentuan yang berlaku

- Memproduksi Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis

Habis Pakai untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di

Rumah Sakit
- Menerima Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis

Habis Pakai sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan yang berlaku

- Menyimpan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis

Habis Pakai sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan kefarmasian

- Mendistribusikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan

Medis Habis Pakai ke unit-unit pelayanan di Rumah Sakit

- Melaksanakan pelayanan farmasi satu pintu;

- Melaksanakan pelayanan Obat “unit dose”/dosis sehari

- Melaksanakan komputerisasi pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat

Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai (apabila sudah

memungkinkan)

- Mengidentifikasi, mencegah dan mengatasi masalah yang terkait

dengan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis

Pakai

- Melakukan pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi, Alat

Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang sudah tidak dapat

digunakan

- Mengendalikan persediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan

Bahan Medis Habis Pakai

- Melakukan administrasi pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat

Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai

b) Pelayanan farmasi klinik

- Mengkaji dan melaksanakan pelayanan Resep atau permintaan

Obat
- Melaksanakan penelusuran riwayat penggunaan Obat

- Melaksanakan rekonsiliasi Obat

- Memberikan informasi dan edukasi penggunaan Obat baik

berdasarkan Resep maupun Obat non Resep kepada

pasien/keluarga pasien

- Mengidentifikasi, mencegah dan mengatasi masalah yang terkait

dengan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis

Pakai

- Melaksanakan visite mandiri maupun bersama tenaga kesehatan

lain:

 Memberikan konseling pada pasien dan/atau keluarganya

 Melaksanakan Pemantauan Terapi Obat (PTO) :

pemantauan efek terapi Obat, pemantauan efek samping

Obat dan pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD)

 Melaksanakan Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)

- Melaksanakan dispensing sediaan steril :

 Melakukan pencampuran Obat suntik

 Menyiapkan nutrisi parenteral

 Melaksanakan penanganan sediaan sitotoksik

 Melaksanakan pengemasan ulang sediaan steril yang tidak

stabil

- Melaksanakan Pelayanan Informasi Obat (PIO) kepada tenaga

kesehatan lain, pasien/keluarga, masyarakat dan institusi di luar

Rumah Sakit
- Melaksanakan Penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit (PKRS).

2.3 Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit

Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung

jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud

mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.

 Pengaturan Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit bertujuan

untuk:

a) meningkatkan mutu Pelayanan Kefarmasian

b) menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian

c) melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan Obat yang

tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety).

 Fungsi Pengelolan Perbekalan Farmasi

a) Pemilihan

b) Perencanaan kebutuhan

c) Penerimaan

d) Pendistribusian

e) Pemusnahan dan penarikan

f) Pengendalian

g) Administrasi

 Pelayanan Farmasi Klinik meliputi:

a) Pengkajian dan Pelayanan Resep

b) Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat

c) Rekonsiliasi Obat

d) Pelayanan Informasi Obat (PIO)


e) Konseling

f) Visite

g) Pemantauan Terapi Obat (PTO)

h) Monitoring Efek Samping Obat (MESO)

i) Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)

j) Dispensing Sediaan Steril

k) Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD)

Kegiatan pelayanan kefarmasian harus didukung oleh sumber daya

manusia, sarana dan perlatan yang memadai (Permenkes RI,2016). Berdasarkan

Kemenkes No. 129 tahun 2008 tentang standar minimal pelayanan rumah sakit,

standar minimal pelayanan farmasi di Rumah Sakit yaitu:

a. Waktu tunggu pelayanan

 Obat jadi = < 30 menit

 Racikan = < 60 menit

b. Tidak adanya kejadiaan kesalahan pemberian obat 100%

c. Kepuasan pelanggan 80%

d. Penulisan resep sesuai 100%

2.4 Alur Pelayanan Resep di Apotek Rawat Inap

Pelayanan rawat inap merupakan suatu kegiatan dalam rangka

menyalurkan atau menyerahkan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan

Medis Habis Pakai dari tempat penyimpanan sampai kepada unit

pelayanan/pasien dengan tetap menjamin mutu, stabilitas, jenis, jumlah, dan

ketepatan waktu.
Pelayanan rawat inap merupakan pelayanan terhadap pasien masuk rumah

sakit yang menempati tempat tidur perawatan untuk keperluan observasi,

diagnosa, terapi, rehabilitasi medik,dan atau pelayanan medik lainnya. Apotek

rawat inap merupakan sub unit Instalasi Farmasi yang melaksanakan pelayanan

penunjang. Apotek rawat inap khusus menangani pendistribusian obat pada

pasien rawat inap, baik pasien umum maupun pasien BPJS.

Sistem distribusi pelayanan obat untuk pasien rawat inap yaitu :

1. Sistem Distribusi Obat Dosis Unit

Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis

Pakai berdasarkan Resep perorangan yang disiapkan dalam unit dosis tunggal atau

ganda, untuk penggunaan satu kali dosis/pasien. Sistem unit dosis ini digunakan

untuk pasien rawat inap.

a. Unit Dose Dispensing (UDD)

Adalah suatu sistem distribusi obat kepada pasien rawat inap disiapkan

dalam bentuk dosis satu kali pemakaian. Sistem distribusi obat UDD merupakan

tanggung jawab farmasis, juga terkait dengan staf medis, perawat, dan

administrasi.Istilah dosis unit yang digunakan di Rumah Sakit menyatakan jenis

pengemasan dan juga sistem distribusi pengemasan.Obat-obatan dosis unit

didefenisikan sebagai obat-obatan yang dipesan, dikerjakan, diberikan dan dibayar

dalam bentuk satuan unit dosis yang terdiri dari obat-obatan dalam jumlah yang

telah ditentukan atau penyediaan yang efisien untuk satu kali penggunaan untuk

dosis yang biasa.

Keuntungan sistem distribusi obat dosis unit :


1. Pasien mendapat pelayanan farmasi yang lebih baik selama 24 jam sehari dan

hanya membayar untuk obat-obat yang digunakan saja.

2. Semua obat yang dibutuhkan dibagian perawatan dipersiapkan oleh petugas

farmasi sehingga dengan demikian perawat dapat mempunyai lebih banyak

waktu untuk merawat pasien.

3. Menciptakan pemeriksaan ganda/ double check dengan memberi kesempatan

kepada petugas farmasi untuk mengintepretasikan dan memeriksa kopi

pesanan obat yang asli dari dokter sebelum pemberian obat; dan bagi perawat

ada kesempatan untuk memeriksa obat-obat yang akan diberikan kepada

pasien sehingga dapat mengurangi kesalahan obat.

4. Meniadakan duplikasi pesanan obat dan kertas kerja yang berlebihan dibagian

perawatan farmasi.

5. Meningkatkan pemanfaatan tenaga profesional dan non-profesional yang

lebih efisien.

6. Menghemat uang dipos-pos perawatan dengan meniadakan persediaan obat

yang sangat banyak.

7. Meniadakan kemungkinan terjadinya pencurian dan pemborosan obat.

8. Memperluas ruang lingkup dan pengawasan farmasi diseluruh rumah sakit

dari saat dokter menulis pesanan obat sampai saat pasien menerima dosis

unit/UDD.

9. Kemasan dosis unit masing-masing diberi label, dengan nama obat, kekuatan

daya obat, nomor kontrol, dan kemasan tetap utuh sampai obat tersebut siap

diberikan kepada pasien. Hal ini mengurangi kemungkinan kesalahan obat


dan juga membantu menarik kembali kemasan pada saat obat itu ditarik dari

peredaran.

10. Meningkatkan kemampuan komunikasi dalam hal pemberian informasi obat.

11. Farmasis dapat keluar dari apotek dan mengunjungi pos-pos perawatan untuk

menjalankan tugasnya yang diperluas sebagai konsultan obat-obatan dan

memberikan bantuan tenaga yang dibutuhkan untuk perawatan yang lebih

baik kepada pasien.

b. One Day Dispensing (ODD)

ODD merupakan sistem distribusiperbekalanfarmasiuntukkebutuhansehari.

c. Individual Dose Dispensing (IDD)

Individual dose dispensing adalah resep yang ditulis dokter untuk tiap

pasien untuk beberapa hari. Dimana setiap pasien langsung bisa menebus

resepnya sekaligus, tanpa harus sering-sering ke apotek.

Keuntungan :

a. Semua resep dikaji langsung oleh apoteker, yang kemudian memberikan

informasi kepada pasien secara langsung.

b. Memberi kesempatan interaksi personal antara dokter, apoteker, perawat,

dan pasien.

c. Memungkinkan pengendalian yang lebih dekat.

d. Mempermudah penagihan biaya bagi pasien.

Kerugian :

a. Memerlukan waktu yang lebih lama.

b. Pasien membayar obat yang kemungkinan tidak digunakan.

Pasien yang berada di rawat inap, terbagi menjadi dua kelompok, yaitu :
1. Pasien BPJS

Sistem distribusi obat adalah unit dose dispensing yang dikombinasikan

dengan one day dose dispensing yaitu ada pasien yang mendapatkan obat

langsung untuk sekali pakai, dan dikombinasikan dengan obat-obat yang bisa

dipakai untuk sehari. Sehingga pasien BPJS selalu mendapatkan obat langsung

dari apotek setiap harinya.

2. Pasien non BPJS (Umum)

Sistem distribusi obat adalah gabungan unit dose dispensing dan

individual dose dispensing, yaitu pasien non BPJS diberikan obat untuk

pemakaian beberapa hari sekaligus, namun pemberian obat untuk dimakan ada

yang langsung diberikan untuk beberapa hari, dan ada juga yang pemberiannya

dibantu oleh petugas dengan memberikannya per unit atau pemberian sekali

pakai.

Prosedur pelayanan farmasi di apotek rawat inap di RSOMH

Pasien masuk Pasien dan keluarga Pasien dirawat


kerumah sakit pasien menandatangani
persyaratan kesediaan
pembayaran obat

Dibuat konsultasi
Keluarga pasien
pembayaran oleh petugas
memberikan Keluarga pasien di
rawat rawat inap
kwitansi ke kasir informasikan untuk
dan perawat mengambil obat
Petugas apotek rawat inap membagi
obat dalam kemasan 1 x hari
Obat diambil ke apotek, diserahkan ke pemakaian sesuai dengan KIO
petugas rawat inap
2.5 Alur Pelayanan Resep di Apotek Rawat Jalan

Apotek Rawat jalan adalah sub unit dari instalasi farmasi yang merupakan

pelayanan penunjang yang melayani resep pasien umum, dan BPJS.

Tugas pokok apotek rawat jalan :

a. Melaksanakan pelayanan farmasi untuk pasien umum dan BPJS rawat

jalan sesuai dengan protap pelayanan.

b. Mencatat obat dan alkes habis pakai yang hampir habis dalam buku

tersendiri.

c. Merapikan penyimpanan obat dan alkes habis pakai sebelum dan sesudah

pelayanan.

d. Membuat laporan mutasi obat apotek rawat jalan setiap bulan.

e. Menerima dan memeriksa obat dan alkes habis pakai askes rumah sakit

(RS) yang masuk dan didistribusikan serta menyerahkan faktur yang

diterima ke petugas logistic atau gudang farmasi.

f. Mencatat pemakaian obat dan alkes habis pakai umum dan BPJS dari

rawat inap sore dan malam hari dalam buku tersendiri.

Protap pelayanan farmasi untuk pasien rawat jalan

1. Dokter menulis resep individual pada lembar resep rumah sakit.

2. Pasien membawa resep tersebut ke apotek rawat jalan.

3. Resep akan dientri oleh petugas sekaligus diverifikasi dan diberi nomor urut.

4. Selanjutnya, apoteker akan melakukan skrinning resep lalu AA akan

menyiapkan obat sesuai dengan resep.

5. AA memeriksa ulang nama obat, jumlah obat, jenis obat, aturan pakai, dan

biaya obat.
Setelah obat selesai disiapkan dan dicek ulang, obat diserahkan kepada

pasien disertai dengan penjelasan cara pakai, cara penyimpanan dan informasi

lainnya

Prosedur pelayanan farmasi di apotek rawat jalan di RSOMH

Resep masuk Periksa kelengkapan resep Pengentrian dan petugas


memberikan kwitansi kepada
keluarga pasien untuk dibayar
di kasir

Obat pasien Pasien/keluarga pasien Pasien/keluarga


disiapkan menyerahkan kwitansi pasien membayar ke
kasir

Pemberian etiket Penyerahan kepada pasien


pemeriksaan

Pasien menerima obat

2.6 Sumber Daya Manusia

Sumber Daya Manusia merupakan aset rumah sakit yang penting dan

merupakan sumber daya yang berperan besar dalam pelayanan rumah sakit.

Penanganan Sumber Daya Manusia Penting karena mutu pelayanan rumah sakit

sangat tergantung dari perilaku Sumber Daya Manusia, kemajuan ilmu dan

teknologi memerlukan tenaga yang professional dan spesialitis (Sabarguna, 2009).

SDM kesehatan adalah tatanan yang menghimpun berbagai upaya

perencanaan, pendidikan dan pelatihan serta terpadu dan saling mendukung, guna
menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya

(Adisasmito, 2007)

Instalasi Farmasi harus memiliki Apoteker dan tenaga teknis kefarmasian

yang sesuai dengan beban kerja dan petugas penunjang lain agar tercapai sasaran

dan tujuan Instalasi Farmasi. Ketersediaan jumlah tenaga Apoteker dan Tenaga

Teknis Kefarmasian di Rumah Sakit dipenuhi sesuai dengan ketentuan klasifikasi

dan perizinan Rumah Sakit yang ditetapkan oleh Menteri. (Permenkes RI,2016).

2.6.1 Kualifikasi Sumber Daya Manusia (SDM)

Berdasarkan pekerjaan yang dilakukan, kualifikasi SDM Instalasi Farmasi

diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Untuk pekerjaan kefarmasian terdiri dari:

- Apoteker

- Tenaga Teknis Kefarmasian

b. Untuk pekerjaan penunjang terdiri dari:

- Operator Komputer/Teknisi yang memahami kefarmasian

- Tenaga Administrasi

- Pekarya/Pembantu pelaksana

Untuk menghasilkan mutu pelayanan yang baik dan aman, maka dalam

penentuan kebutuhan tenaga harus mempertimbangkan kompetensi yang

disesuaikan dengan jenis pelayanan, tugas, fungsi, wewenang dan tanggung

jawabnya.

2.6.2 Persyaratan SDM

Pelayanan Kefarmasian harus dilakukan oleh Apoteker dan Tenaga Teknis

Kefarmasian. Tenaga Teknis Kefarmasian yang melakukan Pelayanan


Kefarmasian harus di bawah supervisi Apoteker. Apoteker dan Tenaga Teknis

Kefarmasian harus memenuhi persyaratan administrasi seperti yang telah

ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ketentuan terkait

jabatan fungsional di Instalasi Farmasi diatur menurut kebutuhan organisasi dan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Instalasi Farmasi harus dikepalai oleh seorang Apoteker yang merupakan

Apoteker penanggung jawab seluruh Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit.

Kepala Instalasi Farmasi diutamakan telah memiliki pengalaman bekerja di

Instalasi Farmasi minimal 3 (tiga) tahun.

Personalia Pelayanan Farmasi Rumah Sakit adalah sumber daya manusia

yang melakukan pekerjaan kefarmasian di rumah sakit yang termasuk dalam

bagan organisasi rumah sakit dengan persyaratan

- Terdaftar di Departeman Kesehatan

- Terdaftar di Asosiasi Profesi

- Mempunyai izin kerja

- Mempunyai SK penempatan

2.7 Beban Kerja dan Kebutuhan

a. Beban Kerja

Dalam perhitungan beban kerja perlu diperhatikan faktor-faktor yang

berpengaruh pada kegiatan yang dilakukan, yaitu:

 kapasitas tempat tidur dan Bed Occupancy Rate (BOR)

 jumlah dan jenis kegiatan farmasi yang dilakukan (manajemen, klinik dan

produksi)

 jumlah Resep atau formulir permintaan Obat (floor stock) per hari
 volume Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.

b. Penghitungan Beban Kerja

Penghitungan kebutuhan Apoteker berdasarkan beban kerja pada

Pelayanan Kefarmasian di rawat inap yang meliputi pelayanan farmasi

manajerial dan pelayanan farmasi klinik dengan aktivitas pengkajian resep,

penelusuran riwayat penggunaan Obat, rekonsiliasi Obat, pemantauan terapi

Obat, pemberian informasi Obat, konseling, edukasi dan visite, idealnya

dibutuhkan tenaga Apoteker dengan rasio 1 Apoteker untuk 30 pasien.

Penghitungan kebutuhan Apoteker berdasarkan beban kerja pada

Pelayanan Kefarmasian di rawat jalan yang meliputi pelayanan farmasi

menajerial dan pelayanan farmasi klinik dengan aktivitas pengkajian Resep,

penyerahan Obat, Pencatatan Penggunaan Obat (PPP) dan konseling, idealnya

dibutuhkan tenaga Apoteker dengan rasio 1 Apoteker untuk 50 pasien.

Selain kebutuhan Apoteker untuk Pelayanan Kefarmasian rawat inap dan

rawat jalan, maka kebutuhan tenaga Apoteker juga diperlukan untuk pelayanan

farmasi yang lain seperti di unit logistik medik/distribusi, unit produksi

steril/aseptic dispensing, unit pelayanan informasi Obat dan lainlain tergantung

pada jenis aktivitas dan tingkat cakupan pelayanan yang dilakukan oleh

Instalasi Farmasi.

Selain kebutuhan Apoteker untuk Pelayanan Kefarmasian di rawat inap

dan rawat jalan, diperlukan juga masing-masing 1 (satu) orang Apoteker untuk

kegiatan Pelayanan Kefarmasian di ruang tertentu, yaitu:

 Unit Gawat Darurat;


 Intensive Care Unit (ICU)/Intensive Cardiac Care Unit (ICCU)/Neonatus

Intensive Care Unit (NICU)/Pediatric Intensive Care Unit (PICU);

 Pelayanan Informasi Obat;

Mengingat kekhususan Pelayanan Kefarmasian pada unit rawat intensif dan

unit gawat darurat, maka diperlukan pedoman teknis mengenai Pelayanan

Kefarmasian pada unit rawat intensif dan unit rawat darurat yang akan diatur

lebih lanjut oleh Direktur Jenderal.

c. Pengembangan Staf dan Program Pendidikan

Setiap staf di rumah sakit harus diberi kesempatan untuk

meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya. Peran kepala instalasi

farmasi dalam pengembangan staf dan program pendidikan meliputi

(Menkes RI, 2016):

1. Menyusun program orientasi staf baru, pendidikan dan pelatihan

berdasarkan kebutuhan pengembangan kompetensi SDM

2. Menentukan dan mengirim staf sesuai dengan spesifikasi pekerjaan

(tugas dan tanggung jawabnya) untuk meningkatkan kompetensi

yang diperlukan.

3. Menentukan staf sebagai narasumber/pelatih/fasilitator sesuai

dengan kompetensinya.

d. Penelitian dan Pengembangan

Apoteker harus didorong untuk melakukan penelitian mandiri atau

berkontribusi dalam tim penelitian mengembangkan praktik Pelayanan

Kefarmasian di Rumah Sakit. Apoteker yang terlibat dalam penelitian harus

mentaati prinsip dan prosedur yang ditetapkan dan sesuai dengan kaidah-
kaidah penelitian yang berlaku. Instalasi Farmasi harus melakukan

pengembangan Pelayanan Kefarmasian sesuai dengan situasi perkembangan

kefarmasian terkini.

Apoteker juga dapat berperan dalam Uji Klinik Obat yang dilakukan di

Rumah Sakit dengan mengelola Obat-Obat yang diteliti sampai dipergunakan

oleh subyek penelitian dan mencatat Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki

(ROTD) yang terjadi selama penelitian.

2.8 Uraian Tugas Instalasi Farmasi RSO Bukittinggi

2.8.1 Kepala ruangan apotek rawat inap

1. Mengawasi pelaksanaan Pelayanan Farmasi di Apotik Rawat Inap

2. Mengawasi Kegiatan Pencatatan dan Pelaporan Apotik Rawat Inap

3. Memantau persediaan obat dan alat kesehatan habis pakai di apotek

rawat inap setiap hari

4. Menyusun laporan bulanan persediaan dan kegiatan pelayanan di apotek

rawat inap

5. Membuat daftar dinas petugas Apotik Rawat Inap

6. Melakukan kegiatan pelayanan farmasi klinik sesuai uraian jabatan

apoteker madya

2.8.2 Kepala ruangan apotek rawat jalan

1. Mengawasi dan melaksanakan pelayanan Farmasi di Apotik Rawat

Jalan

2. Mengawasi Kegiatan Pencatatan dan Pelaporan Apotik Rawat Jalan

3. Memantau Persediaan Obat dan Alat kesehatan Habis Pakai Umum dan

BPJSApotik Rawat Jalan setiap hari melalui SIM RS.


4. Membuat daftar dinas petugas Apotik Rawat Jalan.

5. Menyusun laporan bulanan persediaan dan kegiatan pelayanan di Apotek

Rawat Jalan

6. Melakukan kegiatan pelayanan kefarmasian sesuai uraian jabatan

apoteker muda

2.8.3 Kepala ruangan produksi, sterilisasi dan gudang farmasi

1. Menyusun Rencana Kebutuhan Produksi Obat Steril dan Non steril

Untuk Rumah Sakit

2. Mengawasi Kegiatan Produksi Obat Steril dan Non Steril dan Bahan

Habis Pakai

3. Menetapkan formula obat dan teknik pembuatan sediaan obat jadi yang

akan diproduksi

4. Mengevaluasi dan Menyiapkan Laporan Kegiatan Produksi Obat Steril

dan Non steril.

5. Memeriksa dan menyetujui permintaan hasil produksi dari apotek dan

ruangan.

6. Mengawasi pemeriksaan verifikasi faktur-faktur, Obat dan Alat

KesehatanHabis Pakai di gudang Farmasi

7. Menyiapkan data Obat dan Alat Kesehatan Habis Pakai BPJS dan

Umumyang akan dipesan sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat

8. Mengawasi pelaksanaan penerimaan, penyimpanan dan pendistribusian

obat, alkes habis pakai di gudang farmasi.

9. Mengawasi Pelaksanaan Sterilisasi di Ruang Sterilisasi


10. Melakukan kegiatan pelayanan kefarmasian sesuai uraian jabatan

apoteker madya

11. Menyusun laporan bulanan persediaan dan kegiatan pelayanan di gudang

farmasiproduksi dan sterilisasi

2.9 Metode WISN (Workload Indicator Staff Needs)

2.9.1 Pengertian Metode WISN

WISN merupakan metode perhitungan kebutuhan SDM yang tertera dalam

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :

81/MENKES/SK/I/2004 Tentang Pedoman Penyusunan Perencanaan Sumber

Daya Manusia Kesehatan di Tingkat Propinsi, Kabupaten/Kota serta Rumah

Sakit. Metode WISN adalah alat manajemen sumber daya manusia yang

digunakan untuk menentukan berapa banyak tenaga kesehatan jenis tertentu yang

diperlukan untuk mengatasi beban kerja yang diberikan, dan menilai tekanan

beban kerja tenaga kesehatan di fasilitas tersebut (WHO, 2010).

2.9.2 Langkah-Langkah Metode WISN

Menggunakan metode WISN suatu fasilitas kesehatan dapat menghitung

jumlah staf yang dibutuhkan berdasarkan beban kerja mereka. Terdapat langkah

dalam penerapan metode WISN, yaitu menentukan kader yang prioritaskan dan

jenis fasilitas kesehatan, memperkirakan alokasi waktu kerja yang tersedia,

menentukan komponen beban kerja, menetapkan standar aktivitas, menetapkan

beban kerja standar, menghitung faktor penyisihan, menentukan persyaratan staf

berdasarkan WISN , menganalisis dan menafsirkan hasil WISN (WHO, 2010).

Terdapat lima langkah perhitungan SDM menurut WISN yaitu

menetapkan waktu tersedia, menetapkan unit kerja tersedia, dan kategori SDM,
menyusun standar beban kerja, menyusun standar kelonggaran, dan melakukan

perhitungan kebutuhan tenaga per unit kerja (Shipp, 1998) (Depkes RI,2004).

1. Menetapkan waktu kerja tersedia

Bertujuan untuk mendapatkan waktu kerja tersedia di masing – masing

kategori SDM yang bekerja di RS selama satu tahun. Data yang diperlukan adalah

sebagai berikut:

a. Hari kerja sesuai ketentuan yang berlaku di RS atau Peraturan Daerah.

b. Cuti tahunan sesuai ketentuan tiap SDM.

c. Pendidikan dan pelatihan sesuai ketentuan yang berlaku di RS yang

bertujuan untuk meningkatkan kompetensi dan professionalism, setiap

kategori SDM memiliki hak untuk mengikuti pelatihan, kursus, seminar

atau lokakarya.

d. Hari libur nasional, sesuai dengan Keputusan Bersama Menteri terkait

tentang hari libur nasional dan cuti bersama.

e. Ketidak hadiran kerja sesuai data rata – rata ketidak hadiran kerja

selama satu tahun.

f. Waktu kerja sesuai ketentuan yang berlaku dii RS atau peraturan.

Berdasarkan data tersebut kemudian dilakukan perhitungan untuk

menentukan waktu kerja tersedia dengan formula sebagai berikut :

Waktu Kerja Tersedia = {A-(B+C+D+E)} X F

Keterangan : A : Hari kerja D : Hari libur nasional

B : Cuti tahunan E : Ketidakhadiran kerja

C : Pendidikan dan pelatihan F : Waktu kerja

2. Menetapkan Unit kerja dan Kategori SDM


Bertujuan untuk diperolehnya unit kerja dan kategori SDM yang

bertanggung jawab dalam menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan.

Data informasi yang diperlukan untuk penetapan unit kerja dan kategri

SDM adalah :

a. Bagan struktur organisasi RS dengan uraian tugas pkk dan fungsinya.

b. Keputusan direktur RS tentang pembentukan unit kerja struktural dan

fungsinal.

c. Data pegawai berdasar pendidikan yang bekerja pada tiap unit kerja di

RS.

d. PP nmor 32 tahun 1996 tentang SDM kesehatan.

e. Peraturan perundangan berkaitan dengan jabatan fungsional SDM

kesehatan.

f. Standar profesi, setandar pelayanan dan standar operasional prosedur

(SOP) pada tiap unit kerja RS.

3. Menyusun Standar Beban Kerja Standar

Beban kerja adalah kuantitas beban kerja selama 1 tahun setiap kategori

SDM. Standar beban kerja disusun berdasarkan waktu yang dibutuhkan untuk

menyelesaikan (rata-rata waktu) dan waktu yang tersedia per tahun yang

dimiliki oleh setiap kategori tenaga menyelesaikan tiap kegiatan pokok oleh

masing – masing kategori SDM. Standar beban kerja disusun berdasarkan

waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikannya dan waktu kerja tersedia

yang dimiliki oleh masing – masing kategori SDM.

Rumus untuk perhitungan standar beban kerja adalah sebagai berikut:

𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎 𝑡𝑒𝑟𝑠𝑒𝑑𝑖𝑎


𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 𝑏𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎 =
𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑝𝑒𝑟𝑎𝑡𝑢𝑟𝑎𝑛 𝑘𝑒𝑔𝑖𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑝𝑜𝑘𝑜𝑘
4. Menyusun standar kelonggaran

Bertujuan untuk diperolehnya faktor kelonggaran pada tiap kategori SDM.

Penyusunan faktor kelonggaran dapat dilakukan wawancara dan pengamatan

langsung untuk mendapatkan datanya :

a) Kegiatan yang tidak terkait langsung dengan pelayanan ke pasien

b) Frekuensi kegiatan dalam hari, minggu, dan bulan.

c) Waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan kegiatan.

Setelah faktor kelonggaran tiap kategori diperoleh langkah selanjutnya

adalah menyusun standar kelonggaran dengan rumus dibawah ini:

𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑝𝑒𝑟 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑘𝑒𝑙𝑜𝑛𝑔𝑔𝑎𝑟𝑎𝑛


𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 𝑘𝑒𝑙𝑜𝑛𝑔𝑔𝑎𝑟𝑎𝑛 =
𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎 𝑡𝑒𝑟𝑠𝑒𝑑𝑖𝑎

5. Perhitungan kebutuhan SDM

a) Bertujuan untuk diperolehnya jumlah SDM sesuai beban kerja selama 1

tahun. Sumber data yang diperlukan untuk menentukan jumlah

kebutuhan SDM per unit kerja meliputi: Data yang diperleh dari

langkah sebelumnya diantaranya waktu kerja tersedia, standar beban

kerja dan standar kelonggaran masing-masing kategori SDM.

b) Kuantitas kegiatan pokok tiap unit kerja selama kurun waktu satu

tahuan. Kuantitas kegiatan pokok disusun berdasarkan berbagai data

kegiatan pelayanan yang telah dilaksanakan di tiap unit kerja RS selama

kurun waktu satu tahun. Kebutuhan jumlah SDM disetiap unit kerja

dengan menggunakan rumus sebagai berikut :


𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑝𝑒𝑟 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑘𝑒𝑙𝑜𝑛𝑔𝑔𝑎𝑟𝑎𝑛
𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 𝑘𝑒𝑙𝑜𝑛𝑔𝑔𝑎𝑟𝑎𝑛 =
𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎 𝑡𝑒𝑟𝑠𝑒𝑑𝑖𝑎
Berdasarkan rumus perhitungan tersebut, kebutuhan SDM untuk tiap

kegiatan pokok terlebih dahulu di jumlahkan sebelum di tambahkan dengan

Standar Kelonggaran masing-masing kategori SDM. Berdasarkan WISN oleh

Shipp (1998) langkah terakhir dalam perhitungan WISN dan berhubungan dengan

pengambilan keputusan yaitu rasio. Rasio antara kenyataan dan kebutuhan, inilah

yang dimaksud dengan worklad indicator staffing needs (WISN) dengan

ketentuan:

a) Rasio WISN = 1 berarti jumlah SDM sesuai dengan beban kerja

berdasar SOP yang telah ditetapkan.

b) Rasio WISN < 1 berarti jumlah SDM yang ada belum sesuai dengan

beban kerja.

c) Rasio WISN > 1 berarti SDM berlebihan.


BAB III

DISKUSI KASUS

3.1 Hasil dan Pembahasan

Waktu kerja adalah jumlah jam kerja dalam satu hari yang disediakan oleh

pihak rumah sakit kepada setiap pegawainya untuk dapat bekerja atau melakukan

tugas yang menjadi tanggung jawabnya sebagai seorang pegawai. Berdasarkan

Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, disebutkan bahwa

untuk pembagian masing-masing waktu kerja tiap shift, tidak diatur secara

spesifik mengenai berapa jam seharusnya satu shift itu dilakukan. Namun,

pengaturan itu harus disesuaikan dengan ketentuan 8 jam/hari dengan 5 hari kerja

dan 6 jam/hari dengan 6 hari kerja. Setiap pekerja yang bekerja melebihi waktu

tersebut, harus sepengetahuan dan dengan surat perintah dari pimpinan

perusahaan. Oleh karena itu pimpinan (manajemen) perusahaan dapat mengatur

jam kerja baik melalui Peraturan Perusahaan, Perjanjian Kerja, maupun Perjanjian

Kerja Bersama.

Depo farmasi rawat inap merupakan sub unit instalasi farmasi rumah sakit

yang melaksanakan pelayanan penunjang di instalasi rawat inap. Instalasi rawat

inap memberikan pelayanan rawat inap bagi pasien yang sedang menderita sakit

dan diharuskan menjalani rawat inap di RS OTAK DR. Drs. M. Hatta Bukittinggi

disesuaikan dengan kebutuhan pasien. Instalasi Rawat Inap memberikan

pelayanan rawat inap bagi pasien yang sedang menderita sakit dan diharuskan

menjalani rawat inap di RSOHM Bukittinggi disesuaikan dengan kebutuhan

pasien, yang meliputi ruang kelas I, II, III dan ruang kelas utama (VIP).

Apotek rawat inap merupakan sub unit Instalasi Farmasi yang

melaksanakan pelayanan penunjang. Apotek rawat inap khusus menangani

pendistribusian obat pada pasien rawat inap, baik pasien umum maupun pasien
BPJS. Apotek rawat inap mempunyai satu orang apoteker penanggung jawab dan

empat orang asisten apoteker.

Apotek rawat jalan RS Otak Dr. Drs. M. Hatta Bukittinggi memiliki 1

orang apoteker penanggung jawab, 1 orang apoteker pendamping, 10 tenaga

teknis kefarmasian dan 1 orang tenaga administrasi. Berdasarkan perhitungan

analisis WISN didapatkan 2 orang apoteker, 10 orang tenaga teknis kefarmasian

dan 1 orang tenaga administrasi. Sehingga, jumlah apoteker dan asisten apoteker

sudah sesuai dengan perhitungan analisis WISN. Tugas seorang apoteker instalasi

rawat jalan yaitu pelayanan farmasi manajerial dan klinik dengan aktivitas

pengkajian resep (administrasi, klinis dan farmasetik), penyerahan obat,

Pencatatan Penggunaan Obat (PPP) dan konseling. Sehingga ketika jumlah

apotekernya kurang, pelayanan kefarmasian tidak dapat dijalankan secara optimal

terutama dalam pelayanan farmasi klinik. Dimana tujuan pelayanan farmasi klinik

adalah untuk penggunaan obat yang benar dan rasional, meningkatkan outcome

terapi dan meminimalkan risiko terjadinya efek samping karena obat (medication

error). Selain itu, juga efektif untuk mengurangi biaya pelayanan kesehatan dan

meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Pada perhitungan WISN juga

ditemukan untuk apoteker penanggung jawab di ruang produksi, steril, dan

gudang farmasi sudah sesuai dengan ketersediaan SDM yang ada di RSOMH.

Apoteker berkewajiban mengawasi ketepatan dosis, ketepatan pemilihan

obat, aturan pemakaian, cara pemberian obat dan mengatur sistem manajerial

apotek rawat inap. Asisten apoteker bertugas sebagai penanggung jawab bangsal

neurologi yang dibagi tiga orang bertanggung jawab pada shift pagi dan satu

orang bertanggung jawab pada shift sore. Asisten apoteker merangkap sebagai

petugas entry data yang tertulis dalam Kartu Instruksi Obat (KIO). KIO

merupakan rekapitulasi obat-obat yang diberikan kepada pasien selama dirawat di

Rumah Sakit
Untuk menghitung tenaga kerja yang dibutuhkan, kita terlebih dahulu harus

mengetahui :

1. Menentukan jabatan

2. Uraian apa saja pekerjaan yang dilakukan


3. Waktu kerja perhari atau pertahun

Cuti tahunan = 12 hari


Pendidikan/pelatihan/izin/ = 10 hari
sakit = 21 hari
Hari libur nasional = 6 jam/hari (Asisten Apoteker)
Waktu kerja/hari = 8 jam/hari (Apoteker)
= 6 hari/minggu
30 hari – 4 hari= 26 hari/bulan
26 hari x 12 bulan = 312 hari /tahun
Waktu Kerja
= 5 hari/minggu
30 hari – 8 hari = 22 hari/bulan
22 hari x 12 bulan = 264 hari/tahun
(6 hari/ minggu)
= hari kerja – (Cuti tahunan/bersama +
pendidikan/pelatihan/izin/sakit + libur nasional)
= 312 hari - (12 hari +10 hari +21 hari)
= 269 hari/tahun
Hari kerja tersedia
(5 hari/minggu)
= hari kerja – (Cuti tahunan/bersama +
pendidikan/pelatihan/izin/sakit + libur nasional)
= 264 hari - (12 hari +10 hari +21 hari)
= 221 hari/tahun
(6 hari/minggu)
= waktu kerja tersedia – waktu istirahat
= 6 jam – 1 jam
= 5 jam/hari atau 300 menit/hari
Waktu kerja efektif
(5 hari/minggu)
= waktu kerja tersedia – waktu istirahat
= 8 jam – 1 jam
= 7 jam/hari atau 420 menit/hari
Waktu kerja tersedia (6 hari/minggu)
= hari kerja tersedia x waktu kerja efektif
= 269 hari x 5 jam
= 1345 jam/tahun
= 80.700 menit/tahun
(5 hari/minggu)
= hari kerja tersedia x waktu kerja efektif
= 221 hari x 7 jam
= 1547 jam/tahun
= 92.820 menit/tahun

A. Perhitungan Jumlah Kebutuhan SDM Apotek Rawat Jalan

a. Perhitungan Jumlah Apoteker Apotek Rawat Jalan

Tabel 1. Perhitungan Jumlah Apoteker Apotek Rawat Jalan

Beban
No Uraian Kegiatan SKR WPT
Tugas
1. Mengawasi dan melaksanakan 17 pasien / 1 menit / 17 menit
pelayanan Farmasi di Apotik hari pasien
Rawat Jalan
2. Mengawasi Kegiatan Pencatatan 17 pasien 1 menit 17 menit
dan Pelaporan Apotik Rawat Jalan / hari
3. Memantau Persediaan Obat dan 30 menit
Alat kesehatan Habis Pakai Umum
dan BPJS Rawat Jalan setiap hari
melalui SIM RS.
4. Membuat daftar dinas petugas 20 menit
Apotek Rawat Jalan.
5. Menyusun laporan bulanan 30 menit
persediaan dan kegiatan pelayanan
di apotek rawat jalan
6. Mengkaji resep dimulai dari seleksi 17 4 menit /
persyaratan administrasi, farmasetik pasien/hari pasien 58 menit
dan klinis
7. Menyerahkan perbekalan farmasi 17 3 51
kepada pasien disertai dengan pasien/hari menit/pasien menit
pemberian informasi pasif
8. Memberikan solusi atas keluhan 3 pasien 5 menit 15 menit
yang berkaitan dengan penggunaan
Kebutuhan

Jumlah Apoteker yang dibutuhkan =

x 1 Orang
𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎 𝑒𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑓/ℎ𝑎𝑟𝑖

255 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
x 1 orang = 0,85 orang
300 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
(Dibulatkan menjadi 1 orang)

Berdasarkan waktu 1 tahun = 255 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑒𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑓 𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎 /𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛


𝑥
300 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑒𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑓 𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎 /𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 𝑥 1 𝑜𝑟𝑎𝑛𝑔

255 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 269 ℎ𝑎𝑟𝑖


𝑥
300 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 269/ℎ𝑎𝑟𝑖 𝑥 1 𝑜𝑟𝑎𝑛𝑔

= 0,85 orang

(Dibulatkan menjadi 1 orang)

b. Perhitungan Jumlah Kebutuhan SDM Asisten Apoteker BPJS dan Umum Rawat

Jalan

Tabel 2. Perhitungan Jumlah Kebutuhan SDM Asisten Apoteker BPJS dan Umum

Rawat Jalan

Beban
No Uraian tugas SKR WPT
tugas
1 Melaksanakan pelayanan 17 resep 5 menit/ resep Resep non
farmasi untuk pasien BPJS non racikan dan racikan 14 x
poliklinik pada pagi hari, 41 menit untuk 5 menit =
IGD sesuai dengan protap resep racikan 70 menit
pelayanan sedangkan
resep racikan 3
x 41
2 Mengawasi stok harian serta 30 menit 30 menit
menyusun permintaan obat
umum dan BPJS habis pakai
ke gudang farmasi
3 Merapikan penyimpanan 30 menit 30 menit
Obat dan Alkes habis pakai
sebelum dan setelah
pelayanan

4 Mengkoordinir dan 50 1 menit/kartu stok 50 menit


melaksanakan pengisian
kartu stok

∑WPT 191 menit

Kebutuhan :

Jumlah Apoteker yang dibutuhkan =

x 1 Orang
𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎 𝑒𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑓/ℎ𝑎𝑟𝑖

x 1 orang = 0,63 orang


191 menit
300 menit
(Dibulatkan menjadi 1 orang)

Berdasarkan waktu 1 tahun = 191 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑒𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑓 𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎 /𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛


𝑥
𝑥 1 𝑜𝑟𝑎𝑛𝑔
300 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑒𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑓 𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎 /𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛

191 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 269 ℎ𝑎𝑟𝑖


300 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡𝑥269/ℎ𝑎𝑟𝑖 𝑥 1 𝑜𝑟𝑎𝑛𝑔

=
0,63 orang

(Dibulatkan menjadi 1 orang)


BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan analisis kebutuhan tenaga kefarmasian dengan metode WISN
di Instalasi Farmasi di Rumah Sakit Otak DR.Drs. M.Hatta Bukittinggi diketahui
data sebagai berikut:

No Jabatan Standar SDM SDM yang ada di


. (Metode RS OTAK
WISN) Bukittinggi
1 Apoteker Rawat Jalan 1 2
3 Asisten Apoteker Rawat 1 11
Inap Rawat Jalan

Dari data pada tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa kebutuhan SDM di
Rumah Sakit Otak DR.Drs. M.Hatta Bukittinggi sebagian besar telah sesuai.

5.2 Saran
Dari perhitungan metode WISN Rumah Sakit Otak DR.Drs. M.Hatta

Bukittinggi terdapat kekurangan Apoteker di Apotek Rawat jalan, maka

diharapkan kepada pimpinan di Rumah Sakit Otak DR.Drs. M.Hatta Bukittinggi

untuk menambah Apoteker pada posisi tersebut. Hal ini, sesuai dengan Permenkes

No 3 Tahun 2020 mengenai kebutuhan apoteker dan tenaga teknis kefarmasian di

Rumah Sakit.
DAFTAR PUSTAKA

Adisasmito, W. (2007). Sistem kesehatan. PT. Raja grafindo persada. Jakarta.

Departemen Kesehatan RI, 2004. Keputusan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia Nomor1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan
Farmasi di Rumah Sakit.Jakarta : Kementerian Kesehatan RI.

Kemenkes RI. 2014. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2014.


Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (RI).

Mentri Kesehatan Republik Indonesia,2020, Nomor 3, Klasifikasi dan


Perizinan Rumah Sakit,Jakarta.

Permenkes, 2016. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


72 Tahun 2016Tentang Standar Pelayanan kefarmasian di
Rumah Sakit. Jakarta : Kementrian Kesehatan Republik Indonesia

Rachmawati, Ike Kusdyah. 2008. Manajemen Sumber Daya


Manusia. Yogyakarta: ANDI.

Rusli. 2016. Farmasi Rumah Sakit dan Klinik. Jakarta : Kementerian


Kesehatan Republik Indonesia;

Sabarguna, B. S. dan Sumarni. 2004. Sumber Daya Manusia Rumah Sakit.


Yogyakarta: Konsorsium Rumah Sakit Islam Jateng

Sabarguna BS. 2009. Manajemen Rumah Sakit. Jakarta: Sagung Seto

Anda mungkin juga menyukai