Anda di halaman 1dari 4

1.

PENYEBAB KEADAAN GADUH GELISAH

Pasien dengan keadaan gaduh gelisah yang berhubungan dengan sindroma otak
organic akut menunjukkan kesadaran yang menurun. Sindroma ini dinamakan
delirium. Istilah sindroma otak organic menunjuk kepada keadaan gangguan fungsi
otak karena suatu penyakit badaniah. Akan tetapi data daja menimbulkan psikosa
ataupun gaduh gelisah. (Farhangdoost, 2020).

Dan dapat disebabkan

1. Gangguan Jiwa (Contoh: Skizofrenia, Bipolar, Skizoafektif, Depresi

Berat, Dementia, dll.)

2. Gangguan Fisik Nonjiwa (Infeksi otak, Gangguan Elektrolit, Dehidrasi

Berat karena Diare, Infeksi Paru dll.)

3. Kombinasi Gangguan Jiwa dengan Gangguan Fisik

4. Penyalahgunaan Zat Narkoba

5.Amok

Keadaan gaduh gelisah yang timbul mendadak dan dipengaruhi oleh factor-faktor
social budaya,

6. Gangguan panic

mungkin saja terjadi pada orang yang normal bila nilai ambang frustasinya mendadak
dilampaui, misalnya kecemasan dan panic sewaktu kebakaran, kecelakaan masala tau
bencana.

7. Kebingungan post konvulsi

Pasien menjadi gelisah atau agresif. Keadaan ini berlangsung beberapa menit dan
jarang lebih lama dari 15 menit. Pasien dikendalikan dengan dipegang saja dan
dengan kata-kata yang menentramkan. Bila ia masih tetap bingung dan gelisah, maka
perlu diberi diazeapam atau penthotal secara intravena untuk mengakhiri keadaan
bingungnya.

2. etiologi ancaman kekerasan


1) Factor predisposisi

a) Psikologis

b) Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat timbul
agresif atau amuk. Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan yaitu prasaan
ditolak,dihina, dianiaya atau sanksi penganiayaan.

c) Perilaku

Reinforcement yang diterima pada saat melakukan ancaman kekerasan, sering melihat
kekerasan dirumah atau di luar rumah, semua aspek ini menstimulasi individu
mengadopsi perilaku kekerasan.

d) Sosial budaya

Budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan kontrol sosial yang
tidak pasti terhadap perilaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah perilaku
kekerasan diterima (permisive).

e) Bioneurologis

Kerusakan sistem limbik, lobus frontal, lobus temporalan keidakseimbangan


neurotransmitter turut berperan dalam terjadinya ancaman kekerasan.

2) Faktor presipitasi

Faktor presipitasi dapat bersumber dari pasien, lingkungan atau interaksi dengan
orang lain. Pasien seperti ini kelemahannya, fisik (penyakit fisik), keputusasaan,
ketidak berdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi penyebab ancamam dan
perilaku kekerasan. Situasi lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang

mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang dicintaimya/pekerjaan dan


kekerasan merupaan faktor penyebab yang lain.

- Etiologi bunuh diri

Beberapa faktor resiko seseorang melakukan tindakan bunuh diri diantaranya ialah;

1) Faktor keturunan

Resiko bunuh diri dapat terjadi akibat faktor genetik/

keturunan. Umumnya terjadi pada kondisi kembar monozygot dibandingkan pada


kondisi kembar dizygot. Adanya penurunan serotonin yang dapat menyebabkan
individu mengalami depresi dan memunculkan resiko bunuh diri. Angka kejadian
bunuh diri berkisar 1,5-3 kali lebih tinggi terjadi pada individu pada keturunan tingkat
pertama dari orang yang memiliki gangguan perasaan (mood) ataupun depresi dan
mereka yang pernah melakukan percobaan bunuh diri (Sutejo, 2019).

2) Faktor psikologis

Penyebab individu melakukan percobaan bunuh diri diantaranya adalah karena


depresi, stress, serta kecemasan yang dialaminya. Individu akan merasakan perasaan
sedih, marah, cemas bahkan tidak berdaya merupakan suatu luapan emosi dan stress
yang dialaminya (Townsend, 2019). Hal ini akan menstimulus untuk melakukan
tindakan bunuh diri

3)

Faktor biologis

Teori biologis menunjukkan terdapat penurunan serotonin

yang dapat menyebabkan individu mengalami depresi dan memunculkan resiko


bunuh diri . Faktor biologis erat hubungannya dengan keadaan fisik tertentu pada
individu. Misalnya pada individu yang memiliki kondisi penyakit kronis dan penyakit
jasmani lainnya khususnya dikalangan orangtua

Bunuh diri tidak hanya disebabkan karena penyakit mental yang banyak dikatakan,
tetapi juga pada penderita penyakit fisik yang memiliki resiko tinggi melakukan
bunuh diri (Fegg et al., 2019). Beberapa diagnosa penyakit fisik yang dapat memicu
resiko tindakan bunuh diri pada seseorang diantaranya adalah kanker paru- paru,
kanker payudara, kanker gastrointestinal, kanker kandung kemih, kanker kelenjar
getah bening, penyakit serebrovaskular, katarak, epilepsi, penyakit jantung, PPOK,
penyakit hati, penyakit pencernaan, radang sendi, osteoporosis, gangguan prostat,
gangguan alat kelamin, dan patah tulang belakangDukungan kasih sayang dan
pendekatan terhadap penderita diperlukan sebagai sebuah inovasi dalam dukungan
psikologis penderita penyakit kronis seperti ini

4) Faktor sosial dan lingkungan

Seperti yang dikemukan oleh Emile Durkheim bahwa suicide

terbagi menjadi 3 kategori diantaranya; atruistik (suicide yang dilakukan atas dasar
untuk kebaikan masyarakat), egoistic (terjadi pada individu yang tidak terintegrasi
pada kelompok sosialnya), serta anomik (yaitu bunuh diri yang dikarenakan kesulitan
berinteraksi dengan orang lainndan gagal dalam beraptasi terhadap stressor). Contoh
dari faktor ini meliputi penipuan, dukungan sosial yang rendah, serta adanya duka cita
akibat kehilangan anggota keluarga (Sutejo, 2020)

Dapus

farhangdoost, 2020. Model Praktek Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: Penerbit


Buku Kedokteran EGC

Sutejo 2020. Pengalaman Keluarga Merawat Penderita Skizofrenia Dengan Masalah


Utama Perilaku Kekerasan. Jurnal Keperawatan, 10(2), 106-113.

Fegg et al., 2019.keperawatan jiwa. Refika Aditama. Bandung.

Townsend, 2019. Pengaruh terapi kelompok suportif terhadap kemampuan mengatasi


perilaku kekerasan pada pasien skizopfrenia di Rumah Sakit Dr. Amino
Gondohutomo kota semarang. FIK UI : Depok

Anda mungkin juga menyukai