Ebook New BGTZZ
Ebook New BGTZZ
Hukum Perkawinan& Kekeluargaan Peristiwa pertunangan bukan lembaga yang wajib diikuti, tetapi tumbuh sebagai perkembangan hukum.
Perkawinan akan menimbul hubungan hukum antara : Kesepakatan ini didahului dengan lamaran yaitu permintaan atau tawaran yang dilakukan oleh pihak lelaki
1.Suami dengan isteri kepada pihak perempuan.
2.Orang tua dan anak-anak mereka (dengan lahirnya anak-anak), Bagaimana sifat hukum dan akibat hukum pertunangan ini? Menurut Wiryono Prodjodikoro, suatu
3.Mereka (orang tua & anak-anak) dengan harta kekayaan (dari perkawinan mereka memiliki harta kekayaan). persetujuan dirasakan baru mengikat bagi pihak-pihak yang bersangkutan jika diadakan suatu
“tanda” sebagai bukti adanya persetujuan, berwujud suatu barang atau sejumlah uang yang diberikan
Landasan hukum perkawinan yang menjadi pegangan dan berlaku bagi semua warga negara Indonesia harus sesuai pihak lelaki kepada pihak perempuan atau kedua belah pihak saling memberikan secara timbal balik.
dengan landasan filsafat Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Pertunangan tidak berarti peristiwa ini mesti disusul dengan perkawinan. Jadi pemaksaan untuk kawin
tidak ada sebagai akibat pertunangan.
Agar tercipta tertib hukum dalam pelaksanaan perkawinan di Indonesia maka diterbitkanlah Undang-undang Akibat putusnya pertunangan, apa yang pernah diberikan sebagai tanda pertunangan harus
Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan yang bertujuan mengatur pergaulan hidup yang sempurna, bahagia dan dikembalikan atau berlipat ganda dari apa yang diberikan. Sedangkan pihak yang lain tidak memenuhi janji,
kekal di dalam suatu rumah tangga guna terciptanya rasa kasih sayang dan saling mencintai. tanda pertunangan tidak perlu dikembalikan.
Pertunangan adalah lembaga kesepakatan untuk melangsungkan perkawinan, jika pertunangan putus,
Undang-undang Perkawinan No. 1 tahun 1974, dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah no. 9 tahun 1975 tanggal maka janji yang tidak dipenuhi dapat disebut wanprestasi, yang dapat dituntut ke pengadilan.
1 April 1975, maka UU no. 1 tahun 1974 berlaku efektif sejak 1 Oktober 1975. Undang-undang ini bersifat Ketentuan yang mengatur tentang acara yang mendahului perkawinan diatur dalam KUHPerdata pasal 58,
nasional, unikum, karena sebelum lahirnya undang-undang ini terdapat berbagai macam peraturan perkawinan yang ini hanya berlaku bagi mereka yang tunduk pada hukum BW, yaitu orang-orang Tionghoa dan Eropa (warga
pernah berlaku di Indonesia, dan yang terbaru adalah UU 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas UU 1 Tahun 1974 negara) dan tidak berlaku bagi orang-orang warga negara Indonesia.
tentang Perkawinan.
Menurut Islam, sebelum perkawinan dilangsungkan ada langkah pendahuluan yang disebut Khithbah
Sebelum berlakunya UU no. 1 tahun 1974, terdapat dalam hukum perkawinan sebagai berikut : (peminangan). Pengertian khitab artinya lamaran untuk menyatakan permintaan perjodohan dari seorang
a. Bagi orang-orang Indonesia asli berlaku hukum adat mereka. Dalam hal ini orang-orang Islam berlaku hukum laki-laki kepada seorang perempuan. Melamar seperti ini, dibolehkan dalam Islam baik terhadap gadis
perkawinan menurut agama Islam. Orang-orang Indonesia asli yang beragama Kristen tunduk pada maupun janda yang telah habis masa iddahnya (Al Baqarah 235). Syarat wanita yang bisa dipinang, yaitu:
Staatsblad 1933 no. 74 (Huwelijks Ordonantie Christen Indonesia / HOCI) 1. Pada waktu dipinang tidak ada halangan-halangan syari yang menyebabkan laki-laki dilarang
b. Bagi orang-orang Arab dan lain-lain bangsa Timur Asing yang bukan Tionghoa berlaku Hukum Adat mereka. memperisterinya saat itu. Seperti karena suatu hal sehingga wanita tersebut haram dini kahi selamanya (masih
c. Bagi orang-orang Eropa berlaku Burgerlijk Wetboek. mahram) atau sementara (masa iddah/ditinggal suami atau ipar dan lain-lain).
d. Bagi orang-orang Tionghoa berlaku Burgerlijk Wetboek dengan sedikit kekecualian, yaitu yang mengenai hal 2. Belum dipinang orang lain secara sah, sebab Islam mengharamkan seseorang meminang pinangan
pencatatan jiwa dan acara sebelum perkawinan dilakukan. saudaranya.
e. Dalam hal perkawinan campuran pada umumnya berlaku hukum dari suami (Peraturan Perkawinan
Campuran diatur dalam Regeling op de gemengde Huwelijken, Staatsblad 1898 no. 158). PENGERTIAN PERKAWINAN
Asas-asas yang tercantum dalam undang-undang ini adalah sebagai berikut : • Menurut Undang-undang Perkawinan Nomor 1 tahun 1974, “Perkawinan ialah ikatan lahir dan batin antara
a. Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah
b. Suatu perkawinan adalah sah, bilamana dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan tangga), yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (pasal 1)”.
kepercayaannya itu, • Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 2, “ Perkawinan adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat
c. Asas monogami. Asas ini ada kekecualian, apabila dikehendaki oleh yang pihak-pihak yang bersangkutan, kuat atau untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah”.
karena hukum dan agama mengizinkan dipenuhi berbagai persyaratan tertentu dan diputuskan oleh • Menurut Prof. Subekti, SH, “Perkawinan adalah pertalian yang sah antara seorang laki-laki dengan seorang
pengadilan. perempuan untuk waktu yang lama”.
d. Prinsip calon suami harus telah masak jiwa dan raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan, • Menurut Prof. MR. Paul Scholten, “Perkawinan adalah hubungan hukum antara seorang pria dan seorang
e. Karena tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia, kekal dan sejahtera, maka undang- wanita untuk hidup bersama dengan kekal, yang diakui oleh negara”.
undang ini menganut prinsip mempersukar terjadinya perceraian. • Dalam keputusan perkawinan ialah akad yang menghalalkan pergaulan dan membatasi hak dan kewajiban
Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami baik dalam kehidupan rumah serta tolong-menolong antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang dua-duanya bukan muhrim.
tangga maupun dalam pergaulan masyarakat. • Akad nikah tersusun daripada sighot (susunan kata) yang berisi :
Ijab, yakni penyerahan dari pihak pertama. Perkataan dari pihak pertama : “Saya nikahkan engkau dengan
DASAR-DASAR PERKAWINAN anak saya bernama … dengan mas kawin”
1. Lembaga Pertunangan Qobul, yakni penerimaan dari pihak kedua atas perkalian nikah yang dimaksud. Perkataan dari pihak kedua
2. Pengertian Perkawinan : “saya terima nikah … dengan mas kawin … tunai / utang”.
3. Sahnya perkawinan
4. Asas Monogami
• Apabila dalam satu kelompok sama derajat kekerabatan maka yang paling berhak menjadi wali nikah ialah Setelah perkawinan berlalu, jika ada kehendak untuk merubah perjanjian perkawinan tersebut selama perkawinan
kerabat kandung dari kerabat yang seayah. berlangsung, maka perjanjian perkawinan tersebut tidak dapat diubah. Kecuali ada persetujuan kedua belah
• Apabila dalam satu kelompok, derajat kekerabatannya sama yakni sama-sama derajat kandung atau sama- pihak dan perubahan itu tidak merugikan kepentingan pihak ketiga.
sama dengan kerabat seayah, mereka sama-sama berhak menjadi wali nikah, dengan mengutamakan yang
lebih tua dan memenuhi syarat-syarat wali. ISI PERJANJIAN PERKAWINAN
• Apabila wali nikah yang paling berhak, urutannya tidak memenuhi syarat sebagai wali nikah atau oleh karena • Materi yang diatur dalam perjanjian perkawinan tergantung pada pihak-pihak calon suami–calon isteri, asal
wali nikah itu menderita tuna wicara, tuna rungu atau sudah udzur, maka hak menjadi wali bergeser kepada tidak bertentangan dengan hukum/undang-undang, agama dan kepatutan atau kesusilaan.
wali nikah yang lain menurit derajat berikutnya. • Perjanjian ini biasanya berisi janji tentang harta benda yang diperoleh selama perkawinan berlangsung.
Wali Hakim Jadi berada di lapangan ruang lingkup hukum kebendaan. Lazimnya berupa perolehan harta kekayaan
1. Wali hakim baru dapat bertindak sebagai wali nikah apabila wali nasab tidak ada atau tidak mungkin terpisah, masing-masing pihak memperoleh apa yang diperoleh atau diperdapat selama perkawinan.
menghadirkannya atau tidak diketahui tempat tinggalnya atau gaib atau adlal atau enggan. • Luas berlakunya perjanjian perkawinan bersisi dua (twee zijding), (1) berlaku sebagai undang-undang bagi
2. Dalam hal wali adlal atau enggan maka wali hakim baru dapat bertindak sebagai wali nikah setelah ada mereka yang membuatnya. (2) juga berlaku bagi pihak ketiga sepanjang pihak ketiga ini tersangkut.
putusan pengadilan Agama tentang wali tersebut. • Meskipun perjanjian ini bersifat contracteer vrijheid (asas kebebasan berkontrak), perjanjian ini tidak boleh
membatasi hak dan kewajiban peserta perjanjian, yakni suami dan istri, karena hal tersebut akan
BAB 3 merupakan pelanggaran hak asasi manusia.
PERJANJIAN PERKAWINAN
Jika dibandingkan dengan ketentuan-ketentuan dalam KUHPer, larangan tentang isi perjanjian dengan undang-
PENGERTIAN undang perkawinan nasional (Undang-undang No. 1 tahun 1974), diatur agak lengkap :
• Perjanjian perkawinan menurut pasal 29 UU Perkawinan, ialah perjanjian lebih sempit, oleh karena hanya a. Perjanjian tidak boleh bertentangan dengan kesusilaan atau ketertiban umum (139 KUHPer).
meliputi “verbintenissen” yang bersumber pada persetujuan saja (overeenkomsten). Dan pada perbuatan b. Perjanjian tidak boleh menyimpang dari kekuasaan yang oleh KUHPer diberikan kepada suami selaku
yang tidak melawan hukum, jadi tidak meliputi “verbintenissen uit de wet alleen” (perikatan yang bersumber kepala rumah tangga (140 ayat 1 KUHPer).
pada undang-undang). Hal ini jelas karena dari memorinya dikatakan perjanjian ini tidak termasuk perjanjian c. Dalam perjanjian suami dan isteri tidak boleh melepaskan hak mereka untuk mewarisi budel tinggalkan
ta’liq at talaq (talaq yang digantungkan). anak-anak mereka (pasal 141 KUHPer).
• Setelah akad nikah selesai, maka mempelai laki-laki membaca janji “penggantungan talaq”. Janji tersebut d. Dalam perjanjian ini tidak boleh ditentukan bahwa dalam hal campur harta, apabila milik bersama itu
sudah dicetak pada surat nikah yang ditetapkan oleh Menteri Agama dalam model A2. (Peraturan Menteri dihentikan, si suami atau si isteri akan membayar hutang yang melebihi perimbangan dan keuntungan
Agama tanggal 23 Juni 1955 nomor 1 tahun 1955). bersama (pasal 142 KUHPer).
• Janji perkawinan dalam pasal ini, tentunya adalah janji perkawinan selain janji penggantungan talaq, e. Dalam perjanjian itu tidak boleh secara umum ditunjuk begitu saja kepada peraturan yang berlaku dalam
misalnya seperti “perjanjian pisah harta”. suatu negara asing (pasal 143 KUHPer).
• Istilah perjanjian yang dipakai di sini adalah istilah yang lebih luas dari pada sekedar kesanggupan atau kata
sepakat (overeenkomsten). PERJANJIAN PERKAWINAN menurut KHI
Berdasarkan Pasal 45 KHI, Kedua calon mempelai dapat mengadakan perjanjian perkawinan dalam bentuk:
PENGERTIAN 1) Taklik talak; 2) Perjanjian lain yang tidak bertentangan dengan hukum Islam.
• Pengertian “perjanjian” saja diartikan sebagai suatu hubungan hukum mengenai harta kekayaan antara Isi taklik talak tidak boleh bertentangan dengan hukum Islam. Apabila keadaan yang diisyaratkan dalam
kedua belah pihak, dalam mana satu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan suatu hal atau taklik talak betul-betul terjadi kemudian, tidak dengan sendirinya talak jatuh. Supaya talak sungguh-sungguh
tidak untuk melakukan suatu hal, sedangkan di pihak lain berhak untuk menuntut pelaksanaan janji itu. jatuh, isteri harus mengajukan persoalannya ke pengadilan Agama.
• Dalam perjanjian tersebut para pihak dapat menyatakan kehendak mereka terhadap harta perkawinan berupa: Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan kedua calon mempelai dapat membuat perjanjian
1. Bersepakat menyatukan harta mereka; tertulis yang disahkan Pegawai Pencatat Nikah mengenai kedudukan harta dalam perkawinan meliputi
2. Melakukan penyatuan harta terbatas saja; percampuran harta pribadi dan pemisahan harta pencaharian masing-masing sepanjang hal itu tidak
3. Tidak melakukan penyatuan harta sama sekali dalam perkawinan mereka. bertentangan dengan Islam.
Perjanjian pemisah harta bersama tidak boleh menghilangkan kewajiban suami untuk memenuhi kebutuhan
KAPAN PERJANJIAN DISELENGGARAKAN rumah tangga.
Perjanjian perkawinan dibuat sebelum perkawinan diselenggarakan. Perjanjian bersifat notariil maupun di bawah SIGAT TA’LIK
tangan dan harus memuat : بسم ﷲ الرحمن الرحيم
1. Atas persetujuan / kehendak bersama Pada hari ini ……….. tanggal …………. Saya ……………. Bin ………… berjanji dengan sepenuh hati bahwa saya
2. Secara tertulis akan mempergauli istri saya bernama …………. Binti ………….. dengan baik (mu’asayarah bil ma’ruf) menurut
3. Kemudian disahkan oleh pegawai pencatat nikah ajaran Islam.
4. Tidak boleh bertentangan dengan hukum, agama dan kesusilaan / kepatutan.
Kepada istri saya tersebut saya menyatakan sigat ta’lik sebagai berikut :
Perjanjian itu berlaku sejak perkawinan dilangsungkan dan dilekatkan pada akta surat nikah dan merupakan bagian
yang tak terpisahkan dengan surat nikah. Apabila saya :
1. Meninggalkan istri saya selama 2 (dua) tahun berturut-turut.
2. Tidak memberi nafkah wajib kepadanya 3 (tiga) bulan lamanya.
3. Menyakiti badan atau jasmani istri saya; atau BAB 4
4. Membiarkan (tidak memperdulikan) istri saya selama 6 (enam) bulan atau lebih,
PENCEGAHAN DAN PEMBATALAN PERKAWINAN
dan karena perbuatan saya tersebut istri saya tidak rida dan mengajukan gugatan kepada Pengadilan Agama, maka 1. Pencegahan Perkawinan
apabila gugatannya diterima oleh Pengadilan tersebut, kemudian istri saya membayar Rp. 10.000 (sepuluh ribu 2. Larangan perkawinan
rupiah) sebagai iwad (pengganti) kepada saya, jatuhlah talah saya satu kepadanya.
• Pencegahan perkawinan berarti perbuatan menghalang-halangi, merintangi, menahan, tidak menurutkan
PERKEMBANGAN PERJANJIAN KAWIN sehingga perkawinan tidak berlangsung. Pasal 13 Undang-undang Nomor 1 tahun 1974, yaitu
Pasal 29 ayat 1 UU Nomor 1 Tahun 1974 : “Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan, kedua pihak atas "perkawinan dapat dicegah apabila ada pihak yang tidak memenuhi syarat-syarat melangsungkan
persetujuan bersama dapat mengadakan perjanjian tertulis yang disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan, perkawinan ".
setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut”. Berdasarkan putusan • Pihak-pihak yang dapat mencegah perkawinan adalah:
Mahkamah Konstitusi, tujuan Perjanjian Kawin : 1. Para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dan ke bawah dari salah seorang calon mempelai;
1. Memisahkan harta kekayaan antara pihak suami dengan pihak istri sehingga harta kekayaan mereka 2. Saudara dari salah seorang calon mempelai;
tidak bercampur. Oleh karena itu, jika suatu saat mereka bercerai, harta dari masing-masing pihak terlindungi, 3. Wali nikah dari salah seorang calon mempelai;
tidak ada perebutan harta kekayaan bersama atau gono-gini. 4. Wali dari salah seorang calon mempelai;
2. Atas utang masing-masing pihak pun yang mereka buat dalam perkawinan mereka, masing-masing akan 5. Pengampu dari salah seorang calon mempelai;
bertanggung jawab sendiri-sendiri. 6. Pihak-pihak yang berkepentingan;
3. Jika salah satu pihak ingin menjual harta kekayaan mereka tidak perlu meminta ijin dari pasangannya 7. Suami atau isteri dari salah seorang calon mempelai;
(suami/istri). 8. Pejabat yang ditunjuk.
4. fasilitas kredit yang mereka ajukan, tidak lagi harus meminta ijin terlebih dahulu dari pasangan hidupnya
(suami/istri) dalam hal menjaminkan aset yang terdaftar atas nama salah satu dari mereka. Apabila ada pencegahan perkawinan, maka Pegawai Pencatat Perkawinan tidak boleh melangsungkan atau
membantu melangsungkan perkawinan, bahkan Pegawai Pencatat Perkawinan tidak boleh melangsungkan atau
PERKEMBANGAN PERJANJIAN KAWIN membantu melangsungkan perkawinan bila ia mengetahui adanya pelanggaran dari ketentuan dalam Pasal 7 ayat (1),
• Perjanjian Kawin harus memenuhi Pasal 29 ayat 2 UU Perkawinan, yang berbunyi: “Perjanjian tersebut tidak Pasal 8, Pasal 9 dan Pasal 12 Undang-undang meskipun tidak ada pencegahan perkawinan, yaitu bilamana:
dapat disahkan bilamana melanggar batas-batas hukum, agama dan kesusilaan”. 1. Calon mempelai belum mencapai usia 19 tahun;
• Dalam UU Perkawinan disyaratkan Perjanjian Perkawinan dibuat sebelum atau saat digelar perkawinan. 2. Antara calon mempelai pria dan calon mempelai wanita berhubungan darah keluarga yang tidak boleh
• Tapi oleh MK, hal itu diubah dengan memperbolehkan Perjanjian Kawin juga bisa dibuat setelah menjadi kawin;
pasangan suami istri (pasutri), hal ini disebabkan pada kenyataannya ada fenomena suami istri yang karena 3. Calon mempelai masih terikat perkawinan dengan pihak lain;
alasan tertentu baru merasakan adanya kebutuhan untuk membuat Perjanjian Perkawinan selama dalam 4. Antara calon mempelai pria dan calon mempelai wanita satu sama lain telah bercerai untuk kedua kalinya,
ikatan perkawinan. sedangkan agamanya dan kepercayaannya melarang kawin untuk ketiga kalinya;
5. Perkawinan yang akan dilangsungkan tidak memenuhi prosedur (tata cara) yang telah ditentukan dalam
PERKEMBANGAN PERJANJIAN KAWIN peraturan perundang-undangan.
• MK memutuskan konstitusional bersyarat pada pasal yang dimaksud. Pasal 29 ayat 1 UU Perkawinan yang
berbunyi: Pencegahan dilakukan dengan mengajukan permohonan melalui pengadilan agama dalam daerah hukum di mana
“Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan, kedua pihak atas persetujuan bersama dapat mengadakan perkawinan akan dilangsungkan dan memberitahukan kepada pegawai pencatatan nikah (pencatatan sipil atau
perjanjian tertulis yang disahkan oleh Pegawai pencatat perkawinan, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak kantor urusan agama) sebelum ada keputusan pengadilan tentang permohonan itu tidak dicabut maka perkawinan
ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut. belum dapat dilangsungkan.
Harus dimaknai : “Pada waktu, sebelum dilangsungkan atau selama dalam ikatan perkawinan kedua belah pihak Adapun proses pencegahan adalah sebagai berikut :
atas persetujuan bersama dapat mengajukan perjanjian tertulis yang disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan atau a. Pemberitahuan kepada PPN (Pegawai Pencatat Nikah) setempat.
notaris, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut. b. Mengajukan permohonan pencegahan ke Pengadilan Agama setempat.
c. PPN memberitahukan hal tersebut kepada calon mempelai
PERKEMBANGAN PERJANJIAN KAWIN
• Pasal 29 ayat 3 yang awalnya berbunyi: Jika perkawinan ditolak calon mempelai dapat mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk memberikan
“Perjanjian tersebut mulai berlaku sejak perkawinan dilangsungkan”. keputusan tentang penolakannya tersebut, dengan dilampiri surat keterangan penolakan. Pengadilan dapat
Harus dimaknai: “Perjanjian tersebut mulai berlaku sejak perkawinan dilangsungkan, kecuali ditentukan lain dalam memberikan keputusan berupa: Menguatkan penolakan atau Memerintahkan agar perkawinan dilangsungkan,
Perjanjian Perkawinan”. sedangkan acara yang dipakai oleh pengadilan ialah acara singkat (kort geding ex pasal 283, 293, r.v.) ,
• Pasal 29 ayat 4 yang awalnya berbunyi: Note : Pasal 283 RV
“Selama perkawinan berlangsung perjanjian tersebut tidak dapat diubah, kecuali bila dari kedua belah pihak ada Dalam hal-hal yang benar-benar sangat mendesak, pemanggilan dapat diperintahkan pada hari dan jam,
persetujuan untuk mengubah dan perubahan tidak merugikan pihak ketiga”. termasuk hari Minggu, yang ditentukan oleh ketua bagi setiap perkara atas permohonan secara lisan oleh pihak
Harus dimaknai: “Selama perkawinan berlangsung, perjanjian perkawinan dapat mengenai harta perkawinan atau yang berkepentingan. Dalam hal ini ketua dapat memerintahkan agar persidangan diadakan di rumah yang
perjanjian lainnya, tidak dapat diubah atau dicabut, kecuali bila dari kedua belah pihak ada persetujuan untuk berkepentingan. (RO. 29; Rv. 17, 22, 285, 293, 348, 442, 599, 659, 668, 669-80, 676, 682, 688, 720 dst., 884.)
mengubah atau mencabut, dan perubahan atau pencabutan itu tidak merugikan pihak ketiga”.
Larangan perkawinan antara dua orang dikarenakan hubungan darah menurut undang-undang meliputi :
1. berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah ataupun ke atas; 1. Namarpandan, padan/ikrar janji yg sudah ditetapkan oleh marga-marga tertentu, dimana antara laki-laki dan
2. berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara saudara, antara seorang dengan saudara perempuan tidak bisa saling menikah yang padan marga. Misalnya : Hutabarat & Silaban Sitio; Manullang
orang tua dan antara seorang dengan saudara neneknya; & Panjaitan ; Sinambela & Panjaitan ;Sibuea & Panjaitan Sitorus & Hutajulu (termasuk Hutahaean, Aruan) ;
3. berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri menantu dan ibu/bapak tiri; Sitorus Pane & Nababan ; Naibaho & Lumbantoruan ; Silalahi & Tampubolon ; Sihotang & Toga Marbun
4. berhubungan susuan, yaitu orang tua susuan, anak susuan, saudara susuan dan bibi/paman susuan; (termasuk Lumbanbatu, Lumbangaol, Banjarnahor) ; Manalu & Banjarnahor ; Simanungkalit & Banjarnahor
5. berhubungan saudara dengan isteri atau sebagai bibi atau kemenakan dari isteri, dalam hal seorang suami ; Simamora Debataraja & Manurung ; Simamora Debataraja & Lumbangaol ; Nainggolan & Siregar ;
beristeri lebih dari seorang; Tampubolon & Sitompul ; Pangaribuan & Hutapea ; Purba & Lumbanbatu ; Pasaribu & Damanik ; Sinaga
6. mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku, dilarang kawin. Bonor Suhutnihuta & Situmorang Suhutnihuta
2. Namarito (ito), atau bersaudara laki-laki dan perempuan khususnya oleh marga yang dinyatakan sama sangat
LARANGAN PERKAWINAN dilarang untuk saling menikahi.
1. Bilamana antara calon mempelai laki-laki dan calon mempelai perempuan terdapat hubungan keluarga 3. Dua Punggu Saparihotan, Tidak diperkenankan perkawinan antara saudara abang atau adik laki-laki marga
dekat, baik hubungan darah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah, juga dalam hubungan garis A dengan saudara kakak atau adik perempuan istri dari marga A tersebut (2 orang kakak beradik kandung
keturunan menyamping dan hubungan semenda. memiliki mertua yang sama).
2. Demikian juga bila terdapat hubungan susunan, yakni susunan orang tua, anak susunan dan lain-lain 4. Pariban Na So Boi Olion, Jika ibu yang melahirkan ibu kita ber marga A, perempuan bermarga A baik
3. Derajat mempelai laki-laki lebih rendah daripada derajat mempelai wanita. keluarga dekat atau tidak, tidak diperbolehkan saling menikah.
4. Seorang isteri nikah lagi dalam waktu iddah. 5. Marboru Namboru/ Nioli Anak Ni Tulang, Larangan berikutnya adalah jika laki-laki menikahi boru (anak
5. Seorang suami yang telah beristeri empat nikah dengan isteri ke lima. perempuan ) dari Namboru kandung dan sebaliknya, jika seorang perempuan tidak bisa menikahi anak laki-
6. Seorang isteri bersuami nikah lagi dengan laki-laki lain. laki dari Tulang kandungnya.
7. Pelanggaran larangan nikah mut’ah
8. Oleh agama dan peraturan lain yang berlaku dilarang kawin. PEMBATALAN PERKAWINAN
Bila salah satu dari larangan tersebut dilanggar, maka perkawinan batal sejak semula atau perkawinan fasid.
Nikah mut’ah ialah nikah yang diberi batas waktu, baik waktu yang telah ditetapkan (satu hari, satu minggu, satu 1. Pengertian
bulan, satu tahun) maupun yang belum ditetapkan (untuk sementara waktu). Perkawinan yang demikian tidak sah, 2. Sebab Pembatalan
melanggar tujuan perkawinan, yakni mendapat keturunan yang sah dengan mendirikan rumah tangga yang damai 3. Akibat Pembatalan
dan teratur. 4. Gugurnya Pembatalan
• Bilamana tergugat berada di luar negeri, maka gugatan diajukan di tempat kediaman penggugat. AKIBAT HUKUM
Pengadilan akan menyampaikan gugatan itu kepada tergugat (PP 9/75, pasal 20 ayat 3) melalui Perwakilan Perceraian mempunyai akibat hukum yang luas, baik dalam lapangan hukum keluarga maupun dalam hukum
RI di luar negeri itu. kebendaan serta hukum perjanjian. Akibat pokok dari perceraian adalah bahwa bekas suami dan bekas isteri,
kemudian hidup sendiri-sendiri secara terpisah.
• Apabila orang itu telah meninggalkan rumah selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin suami atau 1) Janda dan duda
isteri yang ditinggalkan itu, maka gugatan perceraian diajukan di tempat kediaman penggugat (Pasal 21 Janda (bekas isteri) tidak dapat segera kawin kembali dengan pria lain, kecuali bekas suaminya, sebelum habis
ayat 2). masa tunggu selama 3 (tiga) bulan suci (iddah), yaitu sekurang-kurangnya setelah 90 hari setelah bercerai.
Apabila janda itu sedang dalam keadaan hamil, maka waktu tunggu itu ditetapkan sampai ia melahirkan anaknya.
• Jika perselisihan yang terus menerus, antara suami isteri tidak dapat diharapkan rukun kembali, maka
Duda (bekas suami) tidak ada waktu tunggu. Apabila ada perceraian, maka bapak atau ibu adalah wali dari anak-
gugatan perceraian diajukan di tempat kediaman tergugat.
anak di bawah umur 18 tahun tersebut. Siapa yang menjadi wali dari masing-masing anak ditetapkan oleh hakim.
• Gugatan perceraian dengan alasan bahwa suami atau isteri itu mendapat hukuman 5 (lima) tahun atau 2) Pemeliharaan Anak
lebih, diajukan di tempat kediaman penggugat dengan memperlihatkan putusan dari pengadilan tersebut • Kewajiban memelihara dan mendidik anak tidak sama dengan kewajiban menjadi seorang wali dari anak-
(Pasal 23). anak. Baik bekas suami maupun bekas isteri berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya
berdasarkan kepentingan anak. Perwalian anak-anak ditetapkan oleh hakim dan tidak bersifat abadi.
Gugatan cerai harus disertakan sebagai bukti : akte perkawinan, akte kelahiran anak, saksi dari keluarga penggugat Perwalian atau voogdij ialah pengawasan terhadap pribadi dan pengurusan harta benda anak yang belum
atau orang-orang yang dekat dengan suami dewasa, jika anak tersebut tidak berada di bawah kekuasaan orang tuanya.
• Kekuasaan wali mencakup terhadap pribadi anak tersebut dan harta benda anak yang bersangkutan.
MASA IDDAH Kewajiban wali terhadap anak yang berada dalam kekuasaannya adalah (a) mengurus anak tersebut
Pengertian Masa Iddah berikut hartanya sebaik-baiknya dengan menghormati agama dan kepercayaan anak itu; (b) membuat
• KBBI mendefinisikan iddah atau idah sebagai masa tunggu bagi perempuan yang berpisah dengan suami, daftar inventaris atas harta bendanya sejak ia menerima jabatan sebagai wali, dan mencatat semua
baik karena ditalak maupun bercerai mati. perubahan harta benda anak tersebut; (c) bertanggung jawab atas harta benda serta kerugian akibat
• Abdul Qadir Mansyur mengartikan masa iddah sebagai masa penantian seorang perempuan yang diceraikan kelalaian dan kesalahan dalam pengurusan; (d) tidak diperbolehkan memindahkan hak atau
atau ditinggal mati oleh suaminya. Akhir dari masa iddah ini menurut Mansyur ditentukan dengan proses menggadaikan barang-barang yang dimiliki anak itu kecuali untuk kepentingan anak tersebut
melahirkan, masa haid atau masa suci, atau dengan bilangan bulan. menghendakinya.
• KHI mengartikan iddah sebagai masa tunggu. Pemberlakukan masa iddah berdasarkan jatuhnya putusan • Perwalian dapat diperoleh karena beberapa sebab : karena ditunjuk orang tua sebelum ia meninggal dunia
pengadilan atau tanggal kematian suami. dengan surat wasiat atau dengan pesan di hadapan dua orang saksi. Juga berdasarkan keputusan
Lama Masa Iddah pengadilan, karena salah satu atau kedua-duanya orang tua melalaikan kewajiban terhadap anak dan
• Masa iddah bagi perempuan yang cerai mati (suami meninggal) adalah 130 hari. berkelakuan buruk.
• Masa iddah bagi perempuan yang bercerai dalam kondisi masih haid adalah tiga kali suci dengan waktu 3) Harta Benda Bersama
sekurang-kurangnya 90 hari. • Harta benda bersama yang diperoleh selama perkawinan berlangsung disebut gono-gini, harus dibagi dua
• Masa iddah bagi perempuan yang bercerai dan tidak lagi haid adalah 90 hari. antara suami dan isteri, apabila mereka bercerai.
• Masa iddah bagi perempuan yang dalam kondisi hamil adalah hingga melahirkan. • Harta bawaan atau harta asal dari suami atau isteri tetap berada di tangan pihak masing-masing. Apabila bekas
suami atau bekas isteri tidak melaksanakan hal tersebut di atas, maka mereka dapat digugat melalui
pengadilan negeri di tempat kediaman tergugat, agar hal tersebut dapat dilaksanakan.
Isteri dapat membebaskan suami dari kewajiban sebagaimana tersebut pada ayat (4) huruf a dan b.
Kewajiban tersebut gugur apabila isteri nusyuz.
Tempat Kediaman (Pasal 81)
Suami wajib menyediakan tempat kediaman bagi isteri dan anak-anaknya atau bekas isteri yang masih dalam
iddah.
Tempat kediaman adalah tempat tinggal yang layak
Tempat kediaman disediakan untuk melindungi isteri dan anak-anak, menyimpan harta kekayaan menata alat
r.t.
Suami wajib melengkapi tempat kediaman sesuai dgn. kemampuannya, disesuaikan dgn. keadaan
lingkungan.
Pasal 83
Isteri wajib berbakti lahir dan batin kepada suami di dalam batas-batas yang dibenarkan oleh hukum Islam
Menyelenggarakan dan mengatur keperluan rumah tangga sehari-hari dengan sebaik-baiknya.
Pasal 84
1. Isteri dianggap nusyuz jika ia tidak mau melaksanakan kewajibannya, kecuali dengan alasan yang sah.
2. Selama isteri nusyuz suami tidak wajib memberikan nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi isteri;
memberi biaya rumah tangga, perawatan dan pengobatan , kecuali kepentingan anak.
3. Kewajiban suami terhadap isteri berlaku kembali sesudah isteri tidak nusyuz
4. Ketentuan tentang ada atau tidak adanya nusyuz dari isteri harus didasarkan atas bukti yang sah
Suatu perselisihan suami isteri adalah terjadinya perselisihan yang tidak termasuk perkara-perkara nikah, talaq,
rujuk, perceraian, ta’liq, mas kawin, keperluan kehidupan isteri dan lain-lainnya.
Misalnya seperti perselisihan antara suami-isteri yang kediamannya tidak kumpul satu rumah tangga, biarpun mereka
belum bercerai, tentang soal anak-anak mereka harus dipelihara oleh siapa di antara mereka, juga perselisihan
tentang taat/tidaknya seorang isteri.