Anda di halaman 1dari 13

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ........................................................................................................................................i

DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................................................ii

DAFTAR TABEL................................................................................................................................ii

BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................................................1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................................2

2.1 Kelenjar Lakrimal ...................................................................................................................2

2.2 Dakrioadenitis ..........................................................................................................................3

BAB 3 KESIMPULAN ......................................................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................10



DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1.1 Anatomi Kelenjar Lakrimal………………………………………………………..2


Gambar 2.1.2 Anatomi Sistem Ekskresi Kelenjar Lakrimal……………………………………..3
Gambar 2.2.3 Tanda dan Gejala Dakrioadenitis Akut……………………………………………4

DAFTAR TABEL

Tabel 2.2.4 Perbedaan Dakrioadenitis Akut dan Kronis ................................................................5


Tabel 2.2.6 Pemeriksaan Penunjang Dakrioadenitis dan Indikasinya ..........................................6

ii

BAB 1
PENDAHULUAN

Sistem lakrimal memiliki peran penting bagi mata karena memiliki fungsi utama yaitu untuk
memelihara permukaan bola mata.1 Sistem lakrimal memelihara permukaan bola mata dengan
menjadi kontributor utama dalam sekresi protein, elektrolit, dan air pada lapisan akueous yang
terkandung dalam air mata. Peradangan pada kelenjar lakrimal dapat mengakibatkan sekresi air
mata menjadi berkurang dan komposisi air mata terganggu, sehingga dapat menyebabkan iritasi
pada permukaan bola mata dan mata kering.2,3 Air mata memiliki tiga lapisan yaitu lapisan minyak
yang diproduksi oleh kelenjar Meibomian, akueous yang diproduksi oleh kelenjar lakrimal, dan
mukosa yang diproduksi oleh sel goblet di konjungtiva dan merupakan lapisan yang paling dalam.4
Selain berperan dalam produksi air mata, kelenjar lakrimal juga berperan dalam drainase air mata.3
Sistem drainase air mata terdiri dari puncta, kanalikuli, kantung lakrimal, dan duktus nasolakrimal.
Air mata didrainase ketika mata berkedip, sehingga dapat masuk ke puncta. Selain itu, air mata juga
dapat menghilang karena evaporasi.5 Drainase air mata yaitu memindahkan air mata dari
permukaan mata ke rongga hidung. Apabila terdapat obstruksi pada sistem duktus lakrimal dapat
menyebabkan epifora atau air mata yang terlalu banyak.6 Obstruksi pada duktus nasolakrimal dapat
menyebabkan inflamasi pada kantung lakrimal karena air mata yang didrainase tidak dapat mengalir
dan mengumpul di kantung lakrimal. Peradangan yang terjadi pada kantung lakrimal disebut
dengan dakriosistitis.7 Sedangkan peradangan yang terjadi pada kelenjar lakrimal disebut dengan
dakrioadenitis.8
Dakrioadenitis merupakan peradangan pada kelenjar lakrimal yang bersifat akut ataupun
kronis. Hal ini dapat disebabkan oleh virus, bakteri, jamur, maupun idiopatik atau sarkoid.8 Etiologi
dakrioadenitis juga dapat dibagi menjadi infeksius dan noninfeksius, dan dapat terjadi pada seluruh
golongan usia, dengan puncak kejadian pada usia 50 tahun.9 Prevalensi dakrioadenitis tidak
dilaporkan, namun lebih jarang terjadi daripada dakriosistitis. Dakrioadenitis akut lebih sering
terjadi pada anak-anak dan usia dewasa muda, sedangkan dakrioadenitis noninfeksius lebih sering
terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki.10 Dakrioadenitis akut lebih jarang terjadi
dibandingkan dengan dakrioadenitis kronis.9

1




BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelenjar Lakrimal


2.1.1 Anatomi dan Fisiologi Kelenjar Lakrimal

Gambar 2.1.1 Anatomi Kelenjar Lakrimal11

Tubuh manusia memiliki 2 kelenjar lakrimal yang terletak di anterior supratemporal


orbit di dalam lacrimal fossa di tulang temporal dan berbentuk seperti air mata.1 Kelenjar
lakrimal memiliki 2 lobus yaitu lobus orbital dan lobus palpebral, di mana pada lobus
palpebral terdapat duktus eksrektori lakrimal.11 Kedua lobus ini dipisahkan oleh otot
levator palpebrae superior. Fungsi kelenjar lakrimal yaitu untuk memproduksi air mata di
lapisan akueous air mata. Air mata yang diproduksi oleh kelenjar lakrimal akan melewati
duktus ekskretori dan masuk ke mata melalui upper conjunctival fornix.1

2.1.2 Air Mata


Air mata diproduksi oleh kelenjar lakrimal dalam membentuk lapisan akueous.1
Lapisan air mata terdiri dari 3 lapisan (tear film) yaitu lapisan minyak yang merupakan
lapisan paling luar dan diproduksi oleh kelenjar Meibomian, lapisan akueous yang
merupakan lapisan di tengah dan diproduksi oleh kelenjar lakrimal, dan lapisan mukosa
yang merupakan lapisan paling dalam dan diproduksi oleh sel goblet dan sel skuamosa
bertingkat di konjungtiva dan epitel kornea.1,4 Fungsi air mata yaitu sebagai pelindung
permukaan bola mata, menjadikan permukaan bola mata halus, dan membersihkan mata

2



dari debris atau kotoran.1 Adanya perubahan komposisi air mata akibat terganggunya
produksi atau adanya obstruksi pada sistem eksresi air mata dapat menyebabkan iritasi
pada mata dan mata kering.3
Gambar 2.1.2 Anatomi Sistem Eksresi Kelenjar Lakrimal3

Sedangkan untuk drainase air mata diatur oleh sistem ekskresi kelenjar lakrimal yang
terdiri dari puncta, kanalikuli, kantung lakrimal, dan duktus nasolakrimal.5 Ekskresi air
mata memindahkan air mata dari permukaan mata ke rongga hidung. Apabila terdapat
obstruksi pada sistem duktus lakrimal dapat menyebabkan epifora atau air mata yang
terlalu banyak.6

2.2 Dakrioadenitis
2.2.1 Definisi
Dakrioadenitis merupakan peradangan yang terjadi pada kelenjar lakrimal, dan dapat
bersifat akut maupun kronis.8 Peradangan terjadi karena adanya obstruksi di antara
konjungtiva hingga duktus lakrimal.12 Inflamasi dapat terjadi pada satu kelenjar lakrimal
maupun kedua kelenjar lakrimal.10 Dakrioadenitis seringkali ditemukan pada penyakit
inflamasi dan terkadang sebagai akibat dari keganasan.13

2.2.2 Etiologi
Infeksi akut maupun kronis pada dakrioadenitis dapat disebabkan oleh:8,10,14
• Virus: paling sering karena Epstein-Barr Virus (EBV). Dapat juga diakibatkan oleh
adenovirus, herpes zoster, herpes simpleks, virus sitomegali
• Bakteri: Staphylococcus aureus, infeksi retrograd konjungtivitis, infeksi tuberkulosis
• Jamur: jarang ditemukan dan diakibatkan oleh histoplasmosis, blastomikosis, nokardiosis
• Idiopatik atau sarkoid

Penyebab yang paling sering pada dakrioadenitis yaitu virus dan bakteri. Penyakit
autoimun seperti penyakit Graves dan sindrom Sjorgen juga dapat menyebabkan inflamasi
yang terjadi pada dakrioadenitis kronis.14 Pada anak-anak dapat terlihat sebagai komplikasi
parotitis, influenza, dan campak.8 Pada penelitian yang dilakukan oleh Madge, et al. di
Amerika menyatakan bahwa infeksi Mycobacterium tuberculosis berkaitan dengan

dakrioadenitis kronis.15 Dakrioadenitis kronis biasanya terjadi karena inflamasi dan juga
dapat disebabkan oleh sarkoidosis dan penyakit Crohn.10

2.2.3 Tanda-tanda dan Gejala


Tanda dan gejala dakrioadenitis yang menjadi karakteristiknya yaitu adanya ptosis
berbentuk huruf S karena adanya pembengkakan pada kelopak mata bagian lateral, dan
apabila pembesaran kelenjar lakrimal sangat signifikan dapat menyebabkan distopia bola
mata ke arah infero-medial. Terkadang dapat juga ditemukan proptosis. Pada eversi
kelopak mata bagian atas, dapat ditemukan pembengkakan kelenjar lakrimal dan injeksi
konjungtiva. Dapat ditemukan juga pembesaran kelenjar getah bening lokal misalnya pada
preaurikular.5,16

Gambar 2.2.3 Tanda dan Gejala Dakrioadenitis Akut9

2.2.4 Klasifikasi

Dakrioadenitis dibagi menjadi dua, yaitu akut dan kronis. Perbedaan keduanya akan
dijelaskan pada tabel di bawah.9,10,12,16

Akut Kronis
Unilateral Bilateral
Gejala muncul dalam hitungan jam-hari Gejala muncul secara insidious
Disebabkan oleh penyakit sistemik dan
Paling sering disebabkan oleh infeksi virus
autoimun
Kemerahan, nyeri pada superotemporal Seringkali pembengkakan kelenjar lakrimal
orbit, pembesaran kelenjar lakrimal tidak disertai rasa nyeri, gejala okular
membentuk huruf S, kemosis konjungtiva minimal
Dapat ditemukan demam, rasa tidak
nyaman, discharge dari duktus kelenjar
lakrimal, pembesaran kelenjar getah bening
preaurikular dan servikal, pergerakan bola
mata terbatas

Tabel 2.2.4 Perbedaan Dakrioadenitis Akut dan Kronis

Pada dakrioadenitis idiopatik, tidak ditemukan demam atau rasa tidak nyaman,
namun manifestasi utamanya yaitu rasa nyeri yang hebat dan seringkali ditemukan
pembesaran kelenjar lakrimal bilateral. Pada gambaran Computerized Tomography Scan
(CT scan) juga bervariasi, dapat ditemukan massa berbatas jelas hingga lesi infiltrasi difus
sehingga menyerupai keganasan.9

2.2.5 Patofisiologi
Dakrioadenitis akut seringkali disebabkan oleh infeksi virus, terutama virus EBV.
Infeksi dari luar yang terjadi biasanya dimulai dari konjungtiva atau kulit, hal ini dapat
disebabkan karena trauma yang menembus sehingga bakteri dapat berkembang biak,
hingga akhirnya naik dan menginfeksi kelenjar lakrimal.9,10
Dakrioadenitis dengan etiologi noninfeksius, termasuk dalam etiologi tidak spesifik
atau Idiopathic Orbital Inflammation (IOI) yang dulu disebut dengan pseudotumor, dengan
manifestasi akut. Dakrioadenitis noninfeksius sering dikaitkan dengan penyakit sistemik
seperti sarkoidosis, sindrom Sjogrens, Systemic Lupus Erymathous (SLE), Granulomatosis
with polyangiitis (GPA), penyakit yang berhubungan dengan IgG4, penyakit Graves, dan
penyakit autoimun lainnya.9

2.2.6 Pemeriksaan
Untuk mengetahui penyebab utama dari inflamasi kelenjar lakrimal dapat dilakukan
pemeriksaan laboratorium yang sesuai dengan indikasinya, seperti yang tertera pada tabel
di bawah.17

Pemeriksaan Indikasi
Pemeriksaan darah lengkap dan pulasan
Inflamasi akut/kronis, leukemia, limfoma
darah
Pewarnaan gram dan kultur discharge dari
Identifikasi bakteri
kelopak mata/konjungtiva
Virus spesifik: EBV, HIV, herpes simpleks,
Titer imunoglobulin
herpes zoster, dll.
X-ray toraks, Mantoux test Tuberkulosis
X-ray, serum angiotensin-converting-
enzyme, serum kalsium, level kalsium di Sarkoidosis
urin 24 jam
Untuk memperjelas keterlibatan jaringan.
CT Scan orbit dengan kontras dan Dilakukan pada pasien dengan gejala
Magnetic Resonance Imaging (MRI) proptosis, restriksi pergerakan mata,
penurunan pengelihatan
Biopsi kelenjar lakrimal Untuk memastikan histopatologi/diagnosis

Tabel 2.2.6 Pemeriksaan Penunjang Dakrioadenitis dan Indikasinya

Pada pemeriksaan CT Scan dakrioadenitis dapat ditemukan pembesaran kelenjar


lakrimal dengan batas tidak jelas dan tanpa erosi tulang. Visualisasi sinus, jaringan orbital,
dan tulang-tulang di sekitarnya harus tidak terlibat dalam dakrioadenitis.9

2.2.7 Tatalaksana
Penatalaksanaan pada dakrioadenitis akut yang disebabkan oleh virus, biasanya
hanya dirawat berdasarkan gejala yang ada seperti kompres air hangat dan pemberian obat-
obatan non-steroidal anti-inflammatory (NSAIDs).12
Sedangkan pada dakrioadenitis yang disebabkan oleh bakteri, dapat dimulai dengan
pemberian antibiotik spektrum luas melalui intravena seperti cefazoline atau ticarcillin/

clavulanate kemudian antibiotik dapat diganti apabila bakteri penyebab telah diketahui
dengan menggunakan pemeriksaan gram dan kultur. Pada lokasi yang memiliki
methicillin-resistant S. aureus (MRSA) dapat diberikan vancomycin 40 mg/kg dalam 3-4
kali pemberian. Untuk antibiotik oral dapat diberikan dicloxacillin 100 mg/kg/hari dalam 4
kali pemberian, cephalexin, dan cefadroxil 50 atau 100 mg/kg/hari pemberian dibagi setiap
6-12 jam, sedangkan pada lokasi dengan MRSA dapat diberikan sulfamethoxazole-
trimethroprim 40 mg/kg/hari dibagi menjadi dua dosis, clindamycin 40 mg/kg/hari
pemberian dibagi setiap 6 jam, atau linezolid 20 mg/kg/hari pemberian dibagi setiap 12
jam.19 Respon dari pemerian antibiotik biasanya terlihat pada 24-48 jam pertama, dan
sembuh total dalam 1 minggu.9 Apabila setelah 2 minggu tidak ada perbaikan gejala, dapat
dilakukan biopsi kelenjar lakrimal.12
Untuk tatalaksana dakrioadenitis noninfeksius dapat dilakukan berdasarkan
diagnosis histopatologinya. Obat lini utama yang digunakan yaitu steroid dosis tinggi, bisa
diberikan prednisone 1 mg/kg dan diturunkan 5 mg setiap 5 hari. Respon yang muncul
dalam 24 jam dapat membantu mengkonfirmasi diagnosis dakrioadenitis inflamasi
nonspesifik. Dakrioadenitis noninfeksius akut dapat merespon obat dalam beberapa
minggu, sedangkan dakrioadenitis noninfeksius dengan etiologi GPA, penyakit yang
berhubungan dengan IgG4 akan membutuhkan waktu pengobatan yang lebih lama dengan
kortikosteroid dosis rendah dan dikombinasi dengan terapi imunosupresi.9 Dakrioadenitis
idiopatik yang disebabkan oleh penyakit autoimun memerlukan pengobatan dalam jangka
waktu yang cukup lama dan memiliki resiko rekurisasi. Ketika dilakukan biopsi insisi,
dapat juga dilakukan eksisi massa. Pada penelitian yang dilakukan oleh Mombaerts, et al.
pada tahun 2014 menyatakan bahwa rekurisasi setelah eksisi massa kelenjar lakrimal
menjadi 8% dengan 88% kasus sukses. Sedangkan pengobatan hanya dengan
menggunakan kortikosteroid memiliki tingkat rekurisasi 74% dan 26% menjadi
ketergantungan.18 Mekanisme penyembuhan pada eksisi masa kelenjar lakrimal masih
belum diketahui, namun disebutkan adanya kemungkinan produksi sitokin proinflamatori
pada area eksisi sehingga menyebabkan inflamasi akut sehingga menyebabkan
peningkatan permeabilitas mikrovaskular sebagai permulaan dalam penyembuhan luka
serta mengurangi inflamasi pada orbit. Selain itu, eksisi massa kelenjar lakrimal secara
langsung mengurangi volume dari massa yang meradang sehingga menjadi self-limited.9

2.2.8 Komplikasi dan Prognosis


7

Prognosis dakrioadenitis akut sangat baik, sedangkan pada dakrioadenitis kronis


prognosisnya berdasarkan kontrol pada penyebab utamanya.16 Bila tidak diobati dengan
baik, dakrioadenitis dapat menyebabkan abses orbital, abses kelenjar lakrimal, selulitis,
ptosis, dan perlekatan.12 Jika ditemukan abses pada kelenjar lakrimal dapat dilakukan insisi
dan drainase abses.9
Pada dakrioadenitis idiopatik apabila terjadi inflamasi berat yang memanjang dapat
menyebabkan fibrosis progresif pada jaringan orbital sehingga dapat menyebabkan “frozen
orbit” atau oftalmoplegia sehingga dapat menyebabkan ptosis dan kelainan visual akibat
adanya gangguan pada sistem persarafan mata.5

8




BAB 3
KESIMPULAN

Kelenjar lakrimal merupakan bagian penting pada mata karena memiliki fungsi utama yaitu
untuk memproduksi air mata. Kelenjar lakrimal memproduksi air mata lapisan akueous, sehingga
apabila produksinya terganggu dapat menyebabkan mata kering dan iritasi. Selain produksi air
mata, kelenjar lakrimal juga berperan dalam drainase air mata yang terdiri dari puncta, kanalikuli,
kantung lakrimal, dan duktus nasolakrimal. Jika terdapat obstruksi pada sistem drainase dapat
menyebabkan epifora atau air mata yang terlalu banyak.
Peradangan pada kelenjar lakrimal disebut dakrioadenitis. Etiologinya dibagi menjadi virus,
bakteri, jamur, dan idiopatik atau sakroid. Virus dan bakteri merupakan penyebab paling sering
ditemui. Pada anak-anak dapat timbul sebagai komplikasi parotitis, influenza, dan campak.
Dakrioadenitis juga dibedakan menjadi infeksius dan noninfeksius. Dakrioadenitis noninfeksius
dapat disebabkan oleh penyakit-penyakit sistemik dan autoimun, dan juga dapat ditemukan pada
kondisi keganasan. Gejala yang menjadi ciri khas pada dakrioadenitis yaitu adanya ptosis berbentuk
huruf S. Apabila terjadi pembesaran yang signifikan dapat menyebabkan distopia bola mata ke arah
infero-medial. Perbedaan antara dakrioadenitis akut dan kronis tertera pada Tabel 2.2.4.
Dakrioadenitis dapat terjadi akibat infeksi dari konjungtiva atau kulit, atau juga dapat disebabkan
karena trauma yang menembus sehingga bakteri berkembang biak dan naik menginfeksi kelenjar
lakrimal. Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk mencari penyebab utama dakrioadenitis. Macam-
macam pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan sesuai dengan indikasinya seperti pada yang
tertera di Tabel 2.2.6. Penatalaksanaan dakrioadenitis harus berdasarkan penyebab, misalnya pada
dakrioadenitis virus dapat diberikan kompres hangat dan NSAIDs. Sedangkan pada dakrioadenitis
kronis yang disebabkan oleh bakteri, dapat diberikan antibiotik spektrum luas sebagai pemberian
awal sambil menunggu hasil pemeriksaan pewarnaan gram atau kultur discharge. Respon dari
pemberian antibiotik terlihat pada 24-48 jam pertama dan dapat membaik dalam 1 minggu. Apabila
setelah 2 minggu tidak ada perbaikan gejala, dapat dilakukan biopsi kelenjar lakrimal. Sedangkan
pada dakrioadenitis noninfeksius dapat dilakukan berdasarkan diagnosis histopatologinya.
Dakrioadenitis noninfeksius dengan etiologi yang lebih sulit untuk sembuh akan membutuhkan
waktu pengobatan yang lebih lama dengan kortikosteroid dosis rendah dan dikombinasikan dengan
terapi imunosupresi. Dakrioadenitis yang disebabkan penyakit autoimun memiliki resiko rekurisasi
yang tinggi dan konsumsi obat dalam jangka waktu yang panjang, sehingga ketika dilakukan biopsi
dapat juga dilakukan eksisi kelenjar lakrimal sebagai terapinya.
9




DAFTAR PUSTAKA

1. Machiele R, Lopez M, Czyz C. Anatomy, Head and Neck, Eye Lacrimal Gland [Internet].
Ncbi.nlm.nih.gov. 2020 [cited 26 February 2021]. Available from: https://
www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK532914/
2. Zoukhri D. Effect of inflammation on lacrimal gland function. Experimental Eye Research
[Internet]. 2006 [cited 26 February 2021];82(5):885-898. Available from: https://
www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1361268/
3. Allen R, Harper R. Basic ophthalmology. 10th ed. San Francisco, Calif: American Academy of
Ophthalmology; 2016.
4. Boyd K, Turbert D. Parts of the Eye [Internet]. American Academy of Ophthalmology. 2021
[cited 26 February 2021]. Available from: https://www.aao.org/eye-health/anatomy/parts-of-eye
5. Bowling B. Kanski's Clinical Ophthalmology, A Systematic Approach. 8th ed. Elsevier; 2016.
6. Ducker L, Rivera R. Anatomy, Head and Neck, Eye Lacrimal Duct [Internet]. Ncbi.nlm.nih.gov.
2021 [cited 27 February 2021]. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/
NBK531487/
7. Alsuhaibani A, Baqri M. Dacryocystitis - EyeWiki [Internet]. Eyewiki.aao.org. 2020 [cited 28
February 2021]. Available from: https://eyewiki.aao.org/Dacryocystitis
8. Ilyas S, Yulianti S. Ilmu Penyakit Mata. 5th ed. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas kedokteran
Universitas Indonesia; 2014.
9. El Toukhy E. Oculoplastic Surgery. Switzerland: Springer Nature Switzerland AG; 2020.
10. Patel R, Patel B. Dacryoadenitis [Internet]. Ncbi.nlm.nih.gov. 2020 [cited 24 February 2021].
Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK535384/
11. Lorber M. Gross Characteristics of Normal Human Lacrimal Glands. The Ocular Surface.
2007;5(1):13-22.
12. Derr C, Shah A. Bilateral dacryoadenitis. Journal of Emergencies, Trauma, and Shock
[Internet]. 2012 [cited 26 February 2021];5(1):92. Available from: https://
www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3299166/
13. Basic and clinical science course, 2016-2017. San Francisco: American Academy of
Ophthalmology; 2016.
14. Koretz Z, Sundar G, Yen M. Dacryoadenitis - EyeWiki [Internet]. Eyewiki.aao.org. 2021 [cited
24 February 2021]. Available from: https://eyewiki.aao.org/Dacryoadenitis

10

15. Madge S, Prabhakaran V, Shome D, Kim U, Honavar S, Selva D. Orbital Tuberculosis: A


Review of the Literature. Orbit [Internet]. 2008 [cited 24 February 2021];27(4):267-277.
Available from: https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/18716964/
16. Erickson B. Dacryoadenitis. Encyclopedia of Ophthalmology [Internet]. 2014 [cited 28
February 2021];:1-2. Available from: https://link.springer.com/referenceworkentry/
10.1007%2F978-3-642-35951-4_866-1
17. Rai P, Shah S, Kirshan H. Acute Dacryoadenitis - Analysis of 23 Cases [Internet].
ResearchGate. 2009 [cited 27 February 2021]. Available from: https://www.researchgate.net/
publication/266477484_Rai_P_Syed_Imtiaz_Ali_Shah_Kirshan_H_Acute_Dacryoadenitis-
Analysis_of_23_Cases_Med_Channel_J_2009_Vol15_No_4_p71-76
18. Mombaerts I, Cameron J, Chanlalit W, Garrity J. Surgical Debulking for Idiopathic
Dacryoadenitis. Ophthalmology [Internet]. 2014 [cited 28 February 2021];121(2):603-609.
Available from: https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/24572677/
19. Wald E. Periorbital and Orbital Infections. Infectious Disease Clinics of North America
[Internet]. 2007 [cited 27 February 2021];21(2):393-408. Available from: https://
pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/17561075/

11

Anda mungkin juga menyukai