Anda di halaman 1dari 34

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Analisis Laboratorium dan Sebaran Hara P-Tersedia


4.1.1 Fosfor tersedia
Pengukuran P-tersedia pada penelitian ini menggunakan metode olsen (pH
>5,5). P-tersedia merupakan kandungan fosfor yang dapat diserap oleh tanaman.
Berdasarkan hasil analisis laboratorium yang kemudian diolah dan diklasifikasikan
sesuai kelasnya, maka diperoleh hasil P-tersedia dengan status sangat rendah
sampai dengan sangat tinggi dengan kandungannya terdiri dari 1,37 ppm sampai
24,34 ppm.

Tabel 4. 1 Sebaran P-Tersedia

Status P-Tersedia Titik Sampel Cluster Luas (Ha) %

5, 6, 7, 10, 12, 15, 17, 21, 22,


24, 25, 30, 31, 33, 36, 37, 38,
Sangat Rendah 39351.31 47%
39, 42, 42, 47, 49, 50, 54, 57,
59, 64, 68, 70, 74

2, 8, 11, 13, 14, 16, 18, 19, 20,


23, 26, 27, 29, 35, 41, 44, 45,
Rendah 35246.57 42%
46, 51, 52, 53, 55, 58, 60, 62,
63, 65, 66, 71, 72, 73, 75
Sedang 1, 3, 34, 61, 67 5070.53 6%
Tinggi 28,40, 43 2396.48 3%
Sangat Tinggi 4, 9, 32, 56 2057.03 2%
Jumlah 84121.92 100%
Sumber: Hasil analisis laboratorium
Gambar 4 1 Boxplot P-tersedia Tanah

Kandungan P-tersedia dengan nilai sangat rendah terdapat pada 30 titik


sampel dengan luas 39351,31 ha (47%) dari luas total lahan sawah. Nilai rendah
terdapat pada 32 titik sampel yang mencakup 35246,57 ha (42%). Untuk nilai
sedang berada pada 5 titik sampel dengan luas 5070,53 ha (6%). Nilai tinggi
terdapat pada 3 titik sampel dengan luas 2396,48 ha (3%). Serta nilai sangat tinggi
terdapat pada 4 titik sampel dengan luas 2057,03 ha (2%). Banyaknya titik sampel
dengan status sangat rendah dan rendah dapat disebabkan oleh faktor pH yang
dimana hasil analisis pH tanah lahan sawah Kabupaten Jember menunjukkan bahwa
pH berada pada status agak masam sehingga kandungan fosfor yang ada dalam
tanah diikat oleh Al dan Fe yang menyebabkan fosfor menjadi tidak tersedia. Hal
ini didukung oleh Munawar (2011) bahwa pada pH rendah P akan bereaksi dengan
Al dan Fe membentuk Al-P dan Fe-P yang relatif kurang larut sehingga sulit diserap
oleh tanaman.
Berdasarkan boxplot bahwa nilai median P-tersedia lahan sawah Kabupaten
Jember yaitu 5,72 ppm yang termasuk dalam kategori rendah dengan range berada
pada 3,73 ppm – 8,52 ppm. Nilai tertinggi yaitu 24,34 ppm berada pada SPL 32
Umbulsari, Paleran dengan luas 430,25 ha sedangkan nilai terendah yaitu 1,37 ppm
berada pada SPL 68 Sukowono, Pocangan dengan luas 397,82 ha. Rendahnya P-
tersedia pada lahan sawah Kabupaten Jember sesuai dengan hasil penelitian
Kusumandaru et al (2014) bahwa P-tersedia pada lahan pertanaman tembakau di
daerah Jember termasuk dalam kategori rendah. Selain itu, P-tersedia dapat
dipengaruhi oleh kemiringan lereng yang dapat menjadi salah satu penyebab P-
tersedia terbawa erosi. P-tersedia cenderung rentan terikat oleh padatan tanah
sehingga saat terjadi erosi partikel tanah akan membawa unsur hara yang terikat.

Tabel 4. 2 P-tersedia dengan Kelerengan


Status P-Tersedia Tanah
No. Kelerengan Total (Ha)
Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
1 0-1 15,518.90 12,942.01 600.02 841.52 29,902.45
2 1-3 13,990.90 9,221.89 2,847.47 598.08 614.81 27,273.14
3 3-8 8,906.37 12,019.21 2,223.06 600.70 23,749.34
4 8-15 1,063.46 1,198.38 2,261.84
5 15-25 935.15 935.15
Total (Ha) 39,351.31 35,246.57 5,070.53 2,396.48 2,057.03 84,121.92

Berdasarkan tabel 4.2 status sangat rendah berada pada kemiringan lereng
0-1, 1-3, 3-8, dan 15-25 dengan status sangat rendah paling luas berada pada
kelerengan 0-1 (datar) sebesar 15,518.90 ha. Menurut Mindari (2018) bahwa pada
lahan datar, P-tersedia dapat tererosi akibat fauna dalam tanah yang membuat tanah
menjadi gembur sehingga mudah tererosi. Sedangkan pada kelerengan 15-25
(miring) memiliki P-tersedia dengan status sangat rendah karena pada kelerengan
tersebut P sangat mudah tererosi oleh air hujan ataupun angin. Untuk memudahkan
dalam mengetahui sebaran status P-tersedia lahan sawah di Kabupaten Jember
maka dapat dilihat pada gambar 4.1. Pada gambar terdapat 5 warna. Untuk warna
merah menandakan daerah dengan status P-tersedia sangat rendah, orange
menandakan daerah dengan status P-tersedia rendah, kuning menandakan daerah
dengan statuus P-tersedia sedang, hijau muda menandakan daerah dengan status P-
tersedia tinggi dan hijau tua menandakan daerah dengan status P-tersedia sangat
tinggi.
Gambar 4 2 Peta Sebaran Fosfor Tersedia
4.1.2 pH Tanah
Analisis pH dilakukan untuk mengetahui tingkat kemasaman tanah yang
dimana dilakukan menggunakan pH H2O dengan perbandingan 1:5. Analisis pH
tanah berguna untuk menentukan metode yang digunakan dalam analisis P-Tersedia
tanah. Pada umumnya,pH tanah di Indoensia bersifat masam dengan pH 4,0-5,5
sehingga jika pH tanah berada di 6,0-6,5 seringkali telah dianggap netral walaupun
sebenarnya masih dalam kelas agak masam (Hardjowigeno, 1987).
Nilai pH yang sesuai untuk tanaman padi, jagung, dan kedelai dengan kelas
kesesuaian S1 yaitu berkisar 5,5-7,0 (Wahyunto et al 2016). Akan tetapi untuk
ketersediaan fosfor dalam tanah yang dapat diserap tanaman terdapat pada pH
antara 6,0-7,0 karena pada pH rendah, kandungan Al dan Fe relatif tinggi yang
membuat fosfor tersedia mengalami fiksasi (Firnia, 2018).

Tabel 4. 3 Sebaran pH Tanah

Status pH Titik Sampel Cluster Luas (Ha) %

4, 9, 10, 13, 14, 16, 18, 19, 20,22, 23,


24, 27, 28, 29, 31, 32, 33, 34, 41, 42,
Agak Masam 43509.05 52%
43, 44, 45, 46, 47, 49, 50, 52, 55, 56,
58, 62, 67, 68, 71, 73, 74, 75

Masam 6, 35, 40 2784.86 3%

1, 2, 3,5, 7, 8, 11, 12, 17, 21, 25, 26,


Netral 30, 36, 37, 38, 39, 42, 51, 53, 54, 57, 34929.12 42%
59, 60, 61, 63, 64, 65, 66, 69, 70, 72
Agak Alkalin 15 2898.89 3%
Jumlah 84121.92 100%
Sumber: Hasil Analisis Laboratorium
Gambar 4 3 Boxplot pH Tanah

Berdasarkan hasil analisis pH H2O pada 75 titik sampel wilayah penelitian


bahwa status pH yang diperoleh terdiri 4 status yaitu agak masam, masam, netral
dan agak alkalin. Untuk pH agak masam terdapat di 39 titik sampel dengan luasan
sebesar 43509,05 ha (52%) yang dimana merupakan pH yang mendominasi lahan
sawah Kabupaten Jember. Kemudian pH masam terdapat pada 3 titik sampel
dengan luas 2784,86 ha (3%). Untuk pH netral terdapat pada 32 titik sampel dengan
luas 34929,12 ha (42%). Sedangkan untuk pH agak alkalin hanya terdapat pada 1
titik sampel dengan luas 2898,89 ha (3%). Berdasarkan nilai pada boxplot,
diperoleh bahwa median pH tanah pada lahan sawah Kabupaten Jember yaitu 6,44
dengan Q1=6,19 dan Q3=6,68. Untuk pH tertinggi sebesar 8,06 (agak alkalin)
berada di Desa Bangon, Kecamatan Puger (SPL 15) dengan luas 2898,89 ha dan
pH terendah sebesar 4,52 (masam) berada di Desa Patemon, Kecamatan Pakusari
(SPL 35) dengan luas 1672,53 ha. Menurut Winarso (2005) bahwa tanah dengan
pH rendah dapat menyebabkan salah satu atau lebih dari faktor tanah yang
merugikan muncul dan dapat menghambat pertumbuhan tanaman
Nilai pH dengan status agak masam hingga agak alkalin pada wilayah
penelitian dapat disebabkan oleh konsentrasi ion H+ dan ion OH-, hujan, kandungan
bahan organik dan bahan induk tanah, serta kandungan mineral liat, oksida Fe dan
Al. Dominannya pH tanah dengan status agak masam dapat disebabkan karena
pada lokasi pengambilan sampel termasuk dalam lahan sawah intensif yang
seringkali ditanami tanaman semusim seperti padi, jagung, kedelai, tebu dan
tembakau. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang dilaksanakan di salah satu
wilayah Kabupaten Jember menyatakan bahwa hasil pH tanah yang diperoleh
adalah netral dengan nilai antara 6,6 – 7,5. Lahan sawah umumnya memiliki
pengelolaan lahan yang intensif sehingga seiring berjalannya waktu akan
mempengaruhi kandungan bahan organik yang kemudian menyebabkan pH tanah
mengalami penurunan (Agustin, 2021). Tanah dengan pH masam dapat
mengakibatkan ketersediaan unsur hara makro menurun dan meningkatkan
ketersediaan unsur hara mikro yang beracun bagi tanaman. Tanah dengan pH
tinggi/alkalin dapat mengendapkan Al pada pH masam namun dapat menyebabkan
tingginya kandung Ca sehingga P akan terfiksasi (Nurhidayati, 2017).

4.1.3 C-organik
Pengukuran kandungan C-organik tanah bertujuan untuk mengetahui
kandungan bahan organik pada tanah. Ada tidaknya bahan organik sangat
mempengaruhi ketersediaan unsur hara makro esensial untuk tanaman. Kandungan
C-organik yang dapat mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman padi,
jagung, kedelai yang optimal yaitu sebesar >1,2%. Menurut Punuindoong et al
(2018) bahwa tingginya kandungan bahan organik tanah dengan kecepatan
mineralisasi yang cukup maka dapat mendukung pelepasan ion P dalam jumlah
yang banyak.

Tabel 4. 4 Sebaran C-Organik Tanah


Status C-Organik Titik Sampel Cluster Luas (Ha) %
Sangat Rendah 46, 59, 62, 75 3192.78 4%
6,7, 8, 10, 12,13, 15, 17, 18, 19, 24, 27,
28, 29, 32, 33, 34, 35, 36, 39, 40, 41, 42,
Rendah 39476.72 47%
43, 44, 45, 47, 50, 51, 52, 56, 57, 58, 60,
61, 65, 67, 68, 73, 74

1, 2, 3, 4, 9, 11, 14, 16, 21, 22, 26, 30, 31,


Sedang 27470.54 33%
38, 48, 54, 55, 63, 64, 69, 70, 72
Tinggi 5, 20, 23, 25, 37,49, 53, 66, 71 13981.88 17%
Jumlah 84121.92 100
Sumber: Hasil Analisis Laboratorium
Gambar 4 4 Boxplot C-organik

Hasil analisis C-organik menunjukkan bahwa terdapat 4 status kandungan


C-organik yang ada dilahan sawah Kabupaten Jember, yaitu sangat rendah, rendah,
sedang, dan tinggi. Adapun status C-organik yang dominan yaitu rendah dengan
jumlah sampel 40 titik dan mencakup 39476,72 ha (47%). Menurut Zainuddin et al
(2019) bahwa semakin rendahnya kandungan BO maka akan semakin tinggi
jerapan P sehingga akan semakin sedikit P-tersedia untuk tanaman. Untuk status
sangat rendah terdapat pada 4 titik sampel dengan luas 3192,78 ha (4%). Status
sedang berada pada 22 titik sampel dengan luas 27470,54 ha (33%). Status tinggi
yang berada pada 9 titik sampel dengan luas 13981,88 ha (17%).
Berdasarkan boxplot, nilai median C-organik lahan sawah Kabupaten
Jember yaitu 2,776%. Nilai tertinggi yaitu 4,587% berada di Desa Pakusari,
Kecamatan Pakusari (SPL 37) dengan luas 1309,03 ha dan nilai terendah yaitu
0,834% di Desa Yosorati Kecamatan Sumberbaru (SPL 46) dengan luas 1118,79
ha. Kandungan bahan organik ditentukan oleh tekstur tanah, topografi, dan kondisi
iklim serta daur ulang di dalam tanah. Rendahnya C-organik pada lokasi penelitian
dapat disebabkan karena pengambilan sampel dilakukan pada lahan sawah instensif
yang dimana dapat memacu kehilangan bahan organik akibat dari meningkatnya
laju dekomposisi.
4.1.4 KTK Tanah
Kapasitas tukar kation merupakan kemampuan tanah dalam menjerap dan
melepaskan kation yang dinyatakan sebagai total kation yang dapat ditukar per 100
gram tanah. Tanah dengan kadar liat atau kandungan bahan organik yang tinggi
dapat menyebabkan KTK menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan tanah kadar
liat rendah (pasiran) dan kandungan bahan organik rendah.

Tabel 4. 5 Sebaran KTK Tanah


Status KTK Titik Sampel Cluster Luas (Ha) %
3, 18, 20, 27, 30, 33, 35, 37, 39, 45,
Rendah 47, 52, 53, 56, 58, 59, 60, 63, 65, 66, 23821.43 28%
67, 68, 69, 71, 72, 74, 75
7, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 23,
Sedang 24, 26, 28, 31, 34, 36, 40, 41, 42, 43, 38145.04 45%
49, 50, 51, 54, 55, 70, 73
Tinggi 1, 4, 5, 6, 9, 22, 32, 38, 42, 44, 62, 64 12139.3 14%
Sangat Tinggi 2, 8, 19, 21, 25, 29, 46, 57 10016.15 12%
Jumlah 84121.92 100%
Sumber: Hasil Analisis Laboratorium

Gambar 4 5 Boxplot KTK Tanah


Sebagian besar dari lahan sawah Kabupaten Jember memiliki status KTK
sedang yaitu sebesar 45% dari luas total sawah (38145,04 ha), dengan nilai median
sebesar 20,45 me/100 g tanah seperti pada boxplot gambar 4.5. Memiliki nilai
Q1=14,39 dan Q3=25,60. Balittanah (2009) menyatakan bahwa KTK rendah
berada pada kisaran 5- 16 me/100gr, sedang berada pada kisaran 17 – 24 me/100gr,
tinggi berada pada kisaran 25 – 40 me/100gr dan sangat tinggi berada pada kisaran
>40 me/100gr. KTK terendah dengan status sedang (9,00) berada di desa Pakusari
Kecamatan Pakusari (SPL 37) dengan luas 1309,03 ha dan KTK tertinggi dengan
status sangat tinggi (64,46) berada di desa Lojejer Kecamatan Wuluhan (SPL 29)
dengan luas 771,69 ha. Dominannya KTK dengan status sedang pada lokasi
penelitian dapat disebabkan karena nilai pH yang cenderung agak masam. Hal ini
sesuai dengan pendapat Winarso (2005) bahwa tanah dengan pH masam
memerlukan sedikit kapur untuk menetralkan pH tanah sehingga keadaan tersebut
dapat mendukung meningkatnya KTK. KTK yang rendah dapat menyebabkan
kapasitas atau kemampuan menyerap dan menyediakan unsur hara yang rendah
pula.

4.1.5 Tekstur Tanah


Hasil analisis tektur tanah lahan sawah Kabupaten Jember menunjukkan
hasil yang beragam, disetiap fraksi pasir, debu, dan clay. Tekstur tanah merupakan
butir-butir tanah yang terdiri dari berbagai ukuran. Ukuran butir tanah
dikelompokkan menjadi 3,yaitu pasir dengan ukuran > 2 mm dengan sifat kasar dan
tidak lekat, debu dnegan ukuran 0,05 sampai 0,002 mm yang bersifat licin namun
tidak lekat, serta clay dengan ukuran < 0,002 mm yang bersifat licin dan lekat.
Tanah dengan kandungan fraksi pasir, debu dan clay yang seimbang maka akan
disebut lempung (loam) yang dimana tekstur tanah sedemikian rupa termasuk
dalam kondisi ideal dalam mendukung pertumbuhan tanaman. Dalam penentuan
kelas tekstur tanah dilakukan dengan mengelompokkan perbandingan antara fraksi
pasir, debu, dan clay berdasarkan segitiga kelas tekstur tanah seperti pada gambar
2.6.
Tabel 4. 6 Sebaran Tekstur Tanah
Kelas Tekstur Titik Sampel Cluster Luas (Ha) %
Lom (Loam) 24, 26, 35 3293.42 4%
2, 3, 5, 6, 7, 8, 9, 11, 12, 13,
14, 16, 17, 18, 19, 22, 23,
Klei (Clay) 30, 31, 32, 33, 34, 38, 39, 42206.11 50%
40, 41, 42, 42, 43, 44, 47,
49, 51, 52, 54, 59, 69, 74
1, 10, 27, 53, 55, 56, 57, 60,
Lom Berklei (Clay Loam) 8809.05 10%
70
Klei Lom Berdebu (Silty Clay
4 614.81 1%
Loam)
Lom Berdebu (Silty Loam) 25, 28, 29, 37 3298.15 4%
Klei berpasir (Sandy Clay) 15, 36, 45, 46, 61, 67, 68 10960.38 13%
Klei Lom Berpasir (Sandy Clay 21, 50, 58, 65, 66, 71, 72,
7352.91 9%
Loam) 73, 75
Lom Berpasir (Sandy Loam) 20, 62, 63, 64 7587.08 9%
Jumlah 84121.92 100%
Sumber: Hasil Analisis Laboratorium

Gambar 4 6 Boxplot tekstur tanah

Data yang diperoleh menyebutkan bahwa untuk tekstur tanah lom (L)
terdapat pada 3 titk lokasi sampel, klei (C) terdapat pada 38 titik sampel, lom berklei
(CL) terdapat pada 9 titik sampel, klei lom berdebu (SiCL) terdapat pada 1 titik
sampel, lom berdebu (SiL) terdapat pada 4 titik sampel, clay berpasir (SC) terdapat
pada 7 titik sampel, klei lom berpasir (SCL) terdapat pada 9 titik lokasi sampel, dan
lom berpasir (SL) terdapat pada 4 titik sampel. Untuk tekstur tanah yang
mendominasi pada lahan sawah Kabupaten Jember yaitu clay dengan luas
mencakup 42206,11 ha (50%). Tanah dengan tekstur yang didominasi oleh klei
memiliki ukuran pori lebih kecil dengan luas permukaan sangat tinggi sehingga
kondisi yang demikian dapat mencegah kehilangan air dan unsur hara (Mindari,
Widjajani, & Priyadarsini, 2018).
Berdasarkan boxplot bahwa untuk fraksi pasir berada pada nilai 30,5%
dengan nilai maksimum 70,6% dan nilai minimum 3,6%. Untuk fraksi debu berada
pada nilai 20,4% dengan nilai maksimum 73,6% dan nilai minimum 0,4%.
Sedangkan nilai clay berada pada nilai 46,0% dengan nilai maksimum 90,8% dan
nilai minimum 0,2%.

4.2 Hubungan Parameter dengan P-Tersedia


Tabel 4. 7. Analisis korelasi spearman
Correlations
pH pH pH pH
P-tersedia C-Organik Pasir Clay Debu KTK H2O KCl CaCl NaF
Spearman's P-tersedia Correlation 1.000 -0.063 0.106 -0.109 0.005 0.021 ** * ** **
-.350 -.273 -.304 -.334
rho Coefficient
Sig. (2- 0.589 0.367 0.354 0.964 0.855 0.002 0.018 0.008 0.003
tailed)

Tabel 4. 8 Analisis regresi linier berganda


Coefficients a
Unstandardized Standardized
M odel Coefficients Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 38.336 10.414 3.681 0.000
pH H2O -1.761 1.297 -0.174 -1.358 0.179
pH KCl -0.877 1.857 -0.098 -0.472 0.638
pH CaCl -1.165 1.945 -0.136 -0.599 0.551
pH NaF -1.021 0.994 -0.120 -1.027 0.308
a. Dependent Variable: P-tersedia

4.2.1 Hubungan pH tanah dengan P-Tersedia


Umumnya korelasi antara pH tanah dengan P-tersedia memiliki korelasi
kuat dengan kecenderungan bahwa semakin tinggi pH maka akan semakin tinggi
kandungan P-tersedia tanah (Okalia et al., 2019). Hal ini disebabkan karena apabila
semakin rendah/ masam pH tanah maka P akan diikat oleh Al dan Fe sehingga
menjadi tidak tersedia untuk tanaman.
Berdasarkan hasil analisis korelasi spearman antara pH H2O tanah dengan
P-tersedia diperoleh nilai korelas=-0,35 dengan nilai sig=0,02. Dari nilai korelasi
tersebut dapat dikatakan bahwa tingkat hubungan antara pH H2O dengan P-tersedia
termasuk cukup dengan arah korelasi negatif. Arah korelasi yang negatif
mengartikan bahwa antara kedua variabel memiliki hubungan yang berlawanan
atau jika pH tanah naik maka P-tersedia turun, begitupun sebaliknya. Hal ini sangat
bertolak belakang dengan teori-teori yang dimana antara pH dan P-tersedia
memiliki hubungan yang searah. Keadaan ini dapat disebabkan oleh jenis dan dosis
pupuk yang digunakan karena menurut Habiburrahman et al., (2018) bahwa
semakin tinggi dosis pupuk NPK yang diberikan pada lahan instensif maka pH
tanah cenderung menurun walaupun P-tersedia meningkat. Selain itu, pada hasil
penelitian Masjkur & Kasno (2008) menyatakan bahwa pada tanah smektit pH
tanah kurang terandalkan sebagai indikator ketersediaan P sehingga dalam hal ini
jenis mineral lempung menjadi faktor lain yang dapat mempengaruhi P-tersedia.
Hal ini didukung oleh hasil penelitian Kubro et al., (2017) bahwa mineral lempung
kaolinit mempunyai kemampuan dalam memfiksasi P terlarut dari pupuk yang
dimana tidak tergantung pada kondisi pH tanah. Fiksasi P oleh mineral lempung
dapat mencapai 77% dari jumlah P yang diberikan.
Hubungan pH tanah dengan P-tersedia jika dianalisis dengan analisis regresi
linier berganda menghasilkan nilai sig=0,179 > 0,05. Hal ini dapat diartikan bahwa
pH H2O tanah tidak berpengaruh terhadap P-tersedia. Akan tetapi secara simultan
antara pH H2O, pH KCl, pH CaCl, dan pH NaF sebesar 0,00 < 0,05 yang diartikan
bahwa pH tanah berpengaruh signifikan terhadap P-tersedia. Apabila dilihat dari
hasil pivottable bahwa pada pH agak masam hingga netral memiliki P-tersedia
mulai dari sangat rendah hingga sangat tinggi, yang dimana pada pH agak masam
memiliki P- tersedia dengan status sangat tinggi dengan luasan 2,057.03 ha.
Kemudian pada pH agak alkalin memiliki hanya memiliki P-tersedia dengan status
sangat rendah. Maka dapat dikatakan bahwa pH tanah mempengaruhi ketersediaan
fosfor untuk tanaman, karena pada pH mendekati netral maka akan semakin mudah
untuk tanaman menyerap P, namun jika pH alkalin maka P akan terikat oleh Ca
yang membuat semakin sedikit P yang dapat diserap oleh tanaman.

4.2.2 Hubungan C-organik dengan P-Tersedia


C-organik tanah termasuk sebagai salah satu sifat kimia tanah yang
memegang peranan penting dalam mengendalikan ketersediaan P tanah (Nurstambi
& Setyorini, 2009). Akan tetapi walaupun demikian dalam hasil penelitian ini C-
organik tidak berkorelasi dengan ketersediaan P tanah.
Berdasarkan hasil analisis korelasi C-organik dengan P-tersedia
menunjukkan hubungan yang bersifat negatif. Nilai korelasi yang diperoleh=-0,063
dengan nilai sig=0,598 > 0,05 yang dapat diartikan bahwa tidak ada korelasi
signifikan antara C-organik dengan P-tersedia. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian Heksanayla (2021) bahwa hubungan antara C-organik dengan P-tersedia
memiliki nilai R2 hanya sebesar 2,5% dan dapat dikatakan bahwa C-organik tidak
berperan dalam menyediakan fosfor. Selain itu, pada hasil penelitian
Habiburrahman et al (2018) juga menyatakan bahwa antara C-organik dengan P-
tersedia pada lahan yang intensif memiliki hubungan yang negatif. Jika dilihat
berdasarkan hasil pivottable bahwa C-organik dengan status tinggi memiliki P-
tersedia namun dengan status sangat rendah dan rendah. Namun C-organik dengan
status rendah memiliki P-teredia dengan status sangat tinggi seluas 1,030.95 ha.
Dalam hal ini, dapat dikatakan bahwa antara C-organik dengan P-tersedia tidak
memiliki pengaruh nyata.

4.2.3 Hubungan KTK dengan P-Tersedia


Tanah dengan nilai KTK rendah akan menyebabkan proses penyerapan
unsur hara (kation) oleh koloid tanah berlangsung tidak pasti sehingga unsur hara
menjadi mudah tercuci dan hilang oleh gerakan air tanah (infiltrasi, perkolasi) serta
pada akhirnya unsur hara menjadi tidak tersedia bagi tanaman karena terbawa oleh
gerakan air tanah (Rahmah et al., 2014).
Berdasarkan hasil analisis korelasi spearman antara KTK dengan P-tersedia
menunjukkan nilai positif. Nilai korelasi yang diperoleh=0,021 dengan nilai
sig=0,855 > 0,05 yang artinya bahwa tidak ada korelasi antara KTK dengan P-
tersedia. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Bande et al (2016) bahwa antara
KTK dengan P-tersedia tidak berkorelasi dengan nilai r=-0,17 yang dapat
disebabkan karena koloid tanah menyerap dan mempertukarkan kation seperti Ca+,
Mg+, K+, Na+, NH4+, H+ sedangkan bentuk dari P-tersedia adalah H2PO4- atau
HPO42- (anion) sehingga koloid tanah tidak dapat menyerap dan mempertukarkan
P-tersedia yang dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara
KTK dengan P-tersedia (Budi.S dan Sari.S, 2015). Jika dilihat dari hasil pivottable
bahwa KTK dengan status sedang memiliki luasan terbesar dengan status P-tersedia
sangat rendah seluas 22,418.47 ha. Akan tetapi KTK dengan status rendah
memiliki P-tersedia sangat tinggi dengan luasan 600.70 ha. Sedangkan KTK
dengan status sangat tinggi hanya memiliki P-tersedia dengan status sangat rendah
dan rendah. Dalam hal ini dapat dilihat pada lampiran 4 bahwa antara KTK dengan
P-tersedia tidak memiliki hubungan nyata yang saling mempengaruhi.

4.2.4 Hubungan Tekstur dengan P-tersedia


Terdapat beberapa faktor yang sangat mempengaruhi ketersediaan P tanah
yang salah satunya adalah tekstur tanah. Fosfor dalam tanah sangat mudah difiksasi
oleh clay sehingga menjadi tidak tersedia. Umumnya tanah dengan kadar clay yang
semakin tinggi maka kemungkinan terjadinya pengikatan P oleh clay juga semakin
tinggi (Budi & Sari, 2015).
Berdasarkan hasil uji korelasi spearman antara tekstur (pasir, debu, dan
clay) dengan P-tersedia yang dimana untuk pasir menunjukkan nilai koefisien
korelasi bersifat positif dengan P-tersedia (r = 0,106) dengan signifikansi 0,367 >
0,05. Untuk debu menunjukkan nilai koefisien kolerasi positif dengan P-tersedia (r
= 0,005) dengan signifikansi 0,964 > 0,05. Sedangkan untuk clay dengan P-tersedia
menghasilkan nilai r=-0,109 dan nilai sig=0,354 > 0,05. Dalam hal ini, dapat
diartikan bahwa dari pasir, debu dan clay tidak berkorelasi dengan P-tersedia.
Ketersediaan P dapat dipengaruhi oleh faktor lain seperti jenis mineral tanah
ataupun tipe liat tanah. Menurut Nurhidayati (2017) bahwa reaksi jerapan dan
pelepasan P dipengaruhi oleh jenis mineral yang memiliki kontak dengan larutan.
Selain itu P lebih banyak dijerap oleh mineral liat tipe 1:1 (kaolinit) daripada
mineral liat tipe 2:1 (monmorilonit). Akan tetapi, berdasarkan hasil pivottable
bahwa tanah dengan tekstur clay memiliki status P-tersedia sangat rendah dengan
luas terbesar yaitu 21,303.33 ha. Hal ini dapat disebabkan karena clay yang
memiliki kandungan mineral liat yang mengikat P sehingga mengakibatkan hanya
sedikit P yang dapat tersedia bagi tanaman.

4.3 Rekomendasi Pemupukan P


Pemupukan merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan hasil,
kualitas dan kandungan nutrisi dari hasil panen tanaman. Kegiatan pemupukan
merupakan tahap pemberian atau penambahan unsur hara yang dibutuhkan
tanaman. Pemberian pupuk dengan dosis yang tepat merupakan faktor yang sangat
penting karena kurang atau lebihnya unsur hara yang diserap tanaman dapat
mengakibatkan masalah serius dalam proses pertumbuhan dan perkembangan
tanaman (Hernita et al., 2012).
Penentuan rekomendasi kebutuhan pupuk fosfor tanaman padi, jagung, kedelai
pada lahan sawah Kabupaten Jember menggunakan metode menghitung kandungan
P-tersedia dalam tanah dan kekurangan yang dibutuhkan. Sehingga kebutuhan
pupuk P yang direkomendasikan berdasarkan pada kekurangan P-tersedia pada
setiap sampel. Menghitung kekurangan pupuk dilakukan berdasarkan rujukan dari
rekomendasi pupuk pemerintah setempat yang dimana menunjukkan keseragaman
dosis diseluruh areal persawahan di Kabupaten Jember. Kementrian Pertanian
menetapkan dosis anjuran pemupukan P lahan sawah Kabupaten Jember untuk
tanaman padi 50 kg/ha SP36, 250 kg/ha NPK 15-10-12 dan NPK 16-16-16
(Kementrian Pertanian, 2021), tanaman jagung 100 kg/ha SP36, 300 kg/ha NPK
15-10-12 dan NPK 16-16-16 (Kementrian Pertanian, 2021), tanaman kedelai 50
kg/ha SP36, 250 kg/ha NPK 15-10-12 dan NPK 16-16-16 (Kementrian Pertanian,
2020) .

4.4.1 Rekomendasi Pemupukan P Tanaman Padi


Rekomendasi kebutuhan pupuk fosfor untuk tanaman padi terdiri dari 3
pupuk yaitu pupuk SP36, NPK 15-10-12, dan NPK 16-16-16. Terdapat 4 kelas
pemupukan yaitu tanpa pupuk, rendah, sedang, dan tinggi. Hal ini dilakukan untuk
memudahkan dalam proses pemetaan rekomendasi kebutuhan pupuk P pada setiap
lokasi. Kebutuhan pupuk pada setiap sampel berbeda-beda karena dipengaruhi oleh
nilai P-tersedia yang ada dalam tanah. Setiap sampel memiliki kandungan P-
tersedia yang berbeda mulai dari status sangat rendah sampai sangat tinggi, namun
kandungan dengan status sangat rendah mendominasi lahan sawah Kabupaten
Jember sehingga menyebabkan kebutuhan pupuk P menjadi tinggi.

Tabel 4. 9 Rekomendasi Kebutuhan Pupuk SP36 Tanaman Padi


Rekomendasi Pupuk
Cluster Titik Sampel Luas (Ha) %
SP36 (Kg/ha)

4 -25,49 s/d -11,24 4, 9, 28, 32, 40, 60 2718.11 3.23


1, 8, 27, 34, 35, 44, 45, 47, 55, 56, 61,
1 3,53 s/d 20,29 12972.41 15.42
69, 71, 72, 73
2, 3, 6, 11, 13, 14, 16, 17, 18, 19, 20,
3 21,79 s/d 34,26 22, 24, 26, 29, 37, 41, 46, 52, 53, 62, 30546.44 36.31
66, 67, 75
5, 7, 10, 12, 15, 21, 23, 25, 30, 31, 33,
2 34,73 s/d 46,86 36, 38, 39, 42,43, 48, 49, 50, 51, 54, 37884.96 45.04
57, 58, 59, 63, 64, 65, 68, 70, 74
Total 84121.92 100
Keterangan : (-) = Tidak memerlukan penambahan pupuk

Tabel 4. 10 Rekomendasi Kebutuhan Pupuk NPK 15-10-12 Tanaman Padi


Rekomendasi Pupuk NPK
Cluster Titik Sampel Luas (Ha) %
15-10-12 (Kg/ha)

3 154,50 s/d 168,75 4, 9, 28, 32, 40, 60 2718.11 3.23

1, 2, 3, 8, 11, 18, 19, 27, 29, 34,


1 183,53 s/d 205,92 35, 41, 44, 45, 46, 47, 55, 56, 61, 22076.48 26.24
67, 69, 71, 72, 73
5, 6, 7, 10, 12, 13, 14, 15, 16, 17,
20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 30, 31,
2 208,52 s/d 226,86 33, 36, 37, 38, 39, 42, 43, 48, 49, 59327.33 70.53
50, 51, 52, 53, 54, 57, 58, 59, 62,
63, 64, 65, 66, 68, 70, 74, 75
Total 84121.92 100
Tabel 4. 11 Rekomendasi Kebutuhan Pupuk NPK 16-16-16 Tanaman Padi

Rekomendasi Pupuk NPK


Cluster Titik Sampel Luas (Ha) %
16-16-16 (Kg/ha)

3 87,00 s/d 101,25 4, 9, 28, 32, 40, 60 2718.11 3.23

1, 2, 3, 8, 11, 18, 19, 27, 29, 34,


1 116,03 s/d 138,42 35, 41, 44, 45, 46, 47, 55, 56, 61, 22076.48 26.24
67, 69, 71, 72, 73
5, 6, 7, 10, 12, 13, 14, 15, 16, 17,
20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 30, 31,
2 141,02 s/d 159,36 33, 36, 37, 38, 39, 42, 43, 48, 49, 59327.33 70.53
50, 51, 52, 53, 54, 57, 58, 59, 62,
63, 64, 65, 66, 68, 70, 74, 75
Total 84121.92 100

Rekomendasi pupuk P pada tanaman padi menggunakan SP36 berkisar dari


-25,49 kg/ha sampai 46,86 kg/ha. Untuk pupuk NPK 15-10-12 yaitu berkisar dari
154,50 kg/ha sampai 226,86 kg/ha. Sedangkan untuk pupuk NPK 16-16-16 berkisar
dari 87,00 kg/ha sampai 159,36 kg/ha. Besaran rekomendasi pupuk yang diikuti
dengan (-) menandakan bahwa tidak perlu dilakukan penambahan pupuk karena
kebutuhan P-tersedia pada tahan telah mencukupi untuk tanaman padi pada musim
tanam pertama, dan pada musim tanam selanjutnya baru dilakukan penambahan
pupuk.
Sebaran rekomendasi pemupukan P pada lahan sawah Kabupaten Jember
untuk pupuk SP36 dikelompokkan menjadi 4 kelas yaitu kelas tanpa pupuk yang
terdapat pada 6 titik lokasi dengan luas 2718,11 (3,23%) dari luas total lahan sawah,
kelas rendah yang terdapat pada 15 titik lokasi dengan luas 12972,41 ha (15,42%),
kelas sedang yang terdapat pada 24 titik lokasi dengan luas 30546,44 ha (36,31%),
dan kelas tinggi yang terdapat pada 30 titik lokasi dengan luas 37884,96 ha
(45,04%). Kemudian untuk pupuk NPK 15-10-12 dan 16-16-16 dikelompokkan
menjadi 3 kelas yaitu kelas rendah yang terletak pada 6 titik lokasi dengan luas
2718,11 ha (3,23%), kelas sedang yang terletak pada 25 titik lokasi dengan luas
22076,48 ha (26,24%) dan kelas tinggi yang terletak pada 45 titik lokasi dengan
luas 59327,33 ha (70,53%). Terlihat bahwa kelas tinggi mendominasi besaran
rekomendasi kebutuhan pupuk P yang disusul dengan kelas sedang kemudian kelas
rendah.
Kebutuhan Pupuk P untuk tanaman padi disajikan dalam bentuk peta yang
terdiri dari pupuk SP36, NPK 15-10-12 dan NPK 16-16-16..

Gambar 4 7. Peta Rekomendasi Kebutuhan Pupuk SP36 pada Tanaman Padi


Gambar 4 8. Peta Rekomendasi Kebutuhan Pupuk NPK 15-10-12 pada Tanaman Padi
Gambar 4 9. Peta Rekomendasi Kebutuhan Pupuk NPK 16-16-16 pada Tanaman Padi
4.4.2 Rekomendasi Pemupukan Tanaman Jagung
Tanaman jagung merupakan salah satu tanaman dengan kebutuhan fosfor
lebih banyak dibandingkan dengan tanaman padi dan kedelai. Hal ini disebabkan
karena tanaman jagung terfokuskan pada perbanyakan buah dan unsur hara fosfor
berperan penting dalam proses pembentukan dan perbanyakan buah. Sehingga
rekomendasi kebutuhan pupuk P untuk tanaman jagung pada lahan sawah
Kabupaten Jember lebih besar dibandingkan dengan tanaman padi dan kedelai.
Pada tanaman jagung kebutuhan pupuk SP36 dengan kelas tinggi memiliki luas
45,04% (37.884,96 ha) dari luas total lahan sawah Kabupaten Jember yang dimana
hampir setengahnya lahan sawah kabupaten Jember membutuhkan SP36 dengan
jumlah yang banyak. Untuk pupuk NPK 15-10-12 dan NPK 16-16-16 didominasi
oleh kebutuhan pupuk dengan kelas sedang dengan luas 46155,83 ha (54,87%) dan
48047,72 ha (57,12%). Terdapat beberapa titik sampel yang tidak memerlukan
adanya penambahan pupuk P karena kandungan P-tersedia pada lokasi tersebut
termasuk tinggi.

Tabel 4. 12 Rekomendasi Kebutuhan Pupuk SP36 Tanaman Jagung

Rekomendasi Pupuk
Cluster Titik Sampel Luas (Ha) %
SP36 (Kg/ha)

4 -13,23 s/d -1,53 28, 40, 60 1261.78 1.50

1, 4, 8, 9, 27, 32, 34, 35, 44, 45,


1 0,88 s/d 55,44 14428.74 17.15
47, 55, 56, 61, 69, 71, 72, 73

2, 3, 6, 11, 13, 14, 16, 17, 18,


3 57,69 s/d 76,40 19, 20, 22, 24, 26, 29, 37, 41, 30546.44 36.31
46, 52, 53, 62, 66, 67, 75

5, 7, 10, 12, 15, 21, 23, 25, 30,


31, 33, 36, 38, 39, 42,43, 48,
2 77,10 s/d 95,29 37884.96 45.04
49, 50, 51, 54, 57, 58, 59, 63,
64, 65, 68, 70, 74

Total 84121.92 100


Keterangan : (-) = Tidak memerlukan penambahan pupuk
Tabel 4. 13 Rekomendasi Kebutuhan Pupuk NPK 15-10-12 Tanaman Jagung

Rekomendasi Pupuk
Cluster Titik Sampel Luas (Ha) %
NPK 15-10-12 (Kg/ha)

3 270,09 s/d 284,21 4, 28 1212.89 1.44


1, 2, 3, 5, 8, 11, 12, 13, 15, 16,
17, 18, 19, 21, 22, 24, 26, 27,
2 332,09 s/d 397,91 46155.83 54.87
29, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 38,
40, 47, 54, 60, 61, 69, 73

6, 7, 10, 14, 20, 23, 25, 30, 35,


37, 39, 41, 42, 43, 44, 45, 46,
1 407,68 s/d 455,29 48, 49, 50, 51, 52, 53, 55, 56, 36753.20 43.69
57, 58, 59, 62, 63, 64, 66, 67,
68, 70, 71, 72, 74, 75

Total 84121.92 100

Tabel 4. 14 Rekomendasi Kebutuhan Pupuk NPK 16-16-16 Tanaman Jagung


Rekomendasi Pupuk
Cluster Titik Sampel Luas (Ha) %
NPK 16-16-16 (Kg/ha)

3 157,59 s/d 171,19 4, 28 1212.89 1.44

1, 2, 3, 5, 8, 9, 11, 12, 13, 15,


16, 17, 18, 19, 21, 22, 24, 26,
2 218,00 s/d 274,16 27, 29, 31, 32, 33, 34, 36, 38, 48047.72 57.12
40, 45, 47, 54, 60, 61, 69, 71,
72, 73

6, 7, 10, 14, 20, 23, 25, 30, 35,


37, 39, 41, 42, 43, 44, 46, 48,
1 277,81 s/d 320,29 49, 50, 51, 52, 53, 55, 57, 58, 34861.31 41.44
59, 62, 63, 64, 65, 66, 67, 68,
70, 74, 75
Total 84121.92 100

Kebutuhan Pupuk P untuk tanaman padi disajikan dalam bentuk peta. Peta
kebutuhan Pupuk P disajikan pada gambar 4.7.
Gambar 4 10 Peta Rekomendasi Kebutuhan Pupuk SP36 pada Tanaman Jagung
Gambar 4 11 Peta Rekomendasi Kebutuhan Pupuk NPK 15-10-12 pada Tanaman Jagung
Gambar 4 12 Peta Rekomendasi Kebutuhan Pupuk NPK 16-16-16 pada Tanaman Jagung
4.4.3 Rekomendasi Pemupukan Tanaman Kedelai
Rekomendasi kebutuhan pupuk fosfor untuk tanaman kedelai pada lahan
sawah Kabupaten Jember terdiri dari SP36, NPK 15-10-12 dan NPK 16-16-16.
Kebutuhan pupuk P pada wilayah penelitian memiliki jumlah yang berbeda-beda
disetiap sampelnya. Kebutuhan pupuk dihitung berdasarkan kandungan P-tersedia
yang ada dalam tanah. Pada tanaman kedelai, kebutuhan pupuk dengan kelas tinggi
lebih dominan dibandingkan dengan kelas rendah dan sedang. Kebutuhan pupuk
SP36 dengan kelas tinggi memiliki luas 37.884,96 ha (45,04%) dari luas total lahan
sawah Kabupaten Jember, untuk pupuk NPK 15-10-12 dan NPK 16-16-16 dengan
kelas tinggi memiliki luas 59327,33 ha (70,53%) .

Tabel 4. 15 Rekomendasi Kebutuhan Pupuk SP36 Tanaman Kedelai


Rekomendasi Pupuk
Cluster Titik Sampel Luas (Ha) %
SP36 (Kg/ha)
4 -44,36 s/d -1,73 1, 4, 9, 28, 32,40, 60, 61, 69, 73 8256.39 9.81

8, 27, 34, 35, 35, 44, 45, 47, 55,


1 6,40 s/d 12,87 56, 71, 72
7434.13 8.84

2, 3, 6, 11, 13, 14, 16, 17, 18, 19,


3 14,74 s/d 30,33 20, 22, 24, 26, 29, 37, 41, 46, 52, 30546.44 36.31
53, 62, 66, 67, 75
5, 7, 10, 12, 15, 21, 23, 25, 30, 31,
33, 36, 38, 39, 42,43, 48, 49, 50,
2 30,91 s/d 46,08 51, 54, 57, 58, 59, 63, 64, 65, 68,
37884.96 45.04
70, 74
Total 84121.92 100
Keterangan : (-) = Tidak memerlukan penambahan pupuk
Tabel 4. 16 Rekomendasi Kebutuhan Pupuk NPK 15-10-12 Tanaman Kedelai

Rekomendasi Pupuk
Cluster NPK 15-10-12 Titik Sampel Luas (Ha) %
(Kg/ha)

3 135,63 s/d 153,44 4, 9, 28, 32, 40, 60 2718.11 3.23

5, 6, 7, 10, 12, 13, 14, 15, 16,


17, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26,
30, 31, 33, 36, 37, 38, 39, 42,
1 171,91 s/d 199,90 22076.48 26.24
43, 48, 49, 50, 51, 52, 53, 54,
57, 58, 59, 62, 63, 64, 65, 66,
68, 70, 74, 75
1, 2, 3, 8, 11, 18, 19, 27, 29,
2 203,15 s/d 226,08 34, 35, 41, 44, 45, 46, 47, 55, 59327.33 70.53
56, 61, 67, 69, 71, 72, 73

Total 84121.92 100

Tabel 4. 17 Rekomendasi Kebutuhan Pupuk NPK 16-16-16 Tanaman Kedelai

Rekomendasi Pupuk
Cluster NPK 16-16-16 Titik Sampel Luas (Ha) %
(Kg/ha)
3 68,13 s/d 85,94 4, 9, 28, 32, 40, 60 2718.11 3.23

5, 6, 7, 10, 12, 13, 14, 15, 16, 17,


20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 30, 31,
1 104,41 s/d 132,40 33, 36, 37, 38, 39, 42, 43, 48, 49, 22076.48 26.24
50, 51, 52, 53, 54, 57, 58, 59, 62,
63, 64, 65, 66, 68, 70, 74, 75
1, 2, 3, 8, 11, 18, 19, 27, 29, 34,
2 135,65 s/d 158,58 35, 41, 44, 45, 46, 47, 55, 56, 61, 59327.33 70.53
67, 69, 71, 72, 73
Total 84121.92 100

Sebaran rekomendasi kebutuhan pupuk P untuk tanaman kedelai disajikan


dalam bentuk peta. Peta kebutuhan pupuk P disajikan pada gambar 4.8. Peta
rekomendasi kebutuhan pupuk P memuat informasi mengenai lokasi dan sebaran
kebutuhan pupuk yang terbagi menjadi 4 kelas untuk pupuk SP36 (Tanpa pupuk,
rendah, sedang tinggi) dan 3 kelas untuk NPK 15-10-12 dan NPK 16-16-16 (rendah,
sedang, tinggi). Wilayah dengan kebutuhan pupuk P tinggi ditandai dengan warna
merah, kebutuhan pupuk sedang ditandai dengan warna orange, dan kebutuhan
rendah ditandai dengan warna hijau.

Gambar 4 13 Peta Rekomendasi Kebutuhan Pupuk SP36 pada Tanaman Kedelai


Gambar 4 14 Peta Rekomendasi Kebutuhan Pupuk NPK 15-10-12 pada Tanaman Kedelai
Gambar 4 15 Peta Rekomendasi Kebutuhan Pupuk NPK 16-16-16 pada Tanaman Kedelai
4.4 Korelasi P-tersedia dengan Produktivitas Padi, Jagung, dan Kedelai di
Kabupaten Jember
4.4.1 Korelasi P-tersedia dengan produktivitas padi

Produktivitas Padi
8
y = -0.0012x + 6.198
Produktivitas (ton/ha)

7
R² = 0.0001
6
5 Produktivitas
4 Padi
3
Linear
2
(Produktivita
1 s Padi)
0
0.00 10.00 20.00 30.00
P-tersedia (ppm)

Gambar 4 16 Hubungan P-tersedia dengan Produktivitas Padi

Tabel 4. 18 Analisis korelasi spearman P-tersedia dengan produktivitas padi


Correlations
Produktivitas
P-tersedia padi
Spearma ptersedia Correlation 1.000 -0.188
n's rho Coefficient
Sig. (2-tailed) 0.245

Korelasi antara P-tersedia dengan produktivitas padi memiliki nilai


koefisien korelasi=-0,188 dengan nilai sig=0,245 > 0,005. Berdasarkan nilai
tersebut dapat dikatakan bahwa antara P-tersedia dengan hasil produktivitas padi
tidak memiliki korelasi yang signifikan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
Kartika (2015) bahwa antara P-tersedia dengan produktivitas padi tidak
menunjukkan korelasi yang kuat dengan nilai r=-0,285. Selain itu menurut Karsono,
dkk (1994) bahwa meskipun dilakukan penambahan pupuk P, K, S, dan Zn tidak
berpengaruh dalam meningkatkan hasil padi. Menurut Akasah & Fauzi (2018)
bahwa penyebaran dan kemampuan akar tanaman serta kontak akar dengan P dalam
larutan tanah mempengaruhi peningkatan serapan P dan bobot kering tanaman.
4.4.2 Korelasi P-tersedia dengan produktivitas jagung

Produktivitas Jagung
80
Produktivitas (ton/ha) 70 y = 1.0028x + 21.908
R² = 0.0254
60
50 Produktivitas
40 Jagung
30
20 Linear
10 (Produktivitas
Jagung)
0
0.00 10.00 20.00
P-tersedia (ppm)

Gambar 4 17 Hubungan P-tersedia dengan Produktivitas Jagung

Tabel 4. 19 Analisis korelasi spearman P-tersedia dengan produktivitas jagung


Correlations
Produktvitas
P-Tersedia jagung
Spearma ptersedia Correlation 1.000 0.287
n's rho Coefficient
Sig. (2- 0.042
tailed)

Berdasarkan hasil analisis korelasi spearman antara P-tersedia dengan


produktivitas jagung menunjukkan nilai koefisien korelasi=0,287 dengan nilai
sig=0,042 < 0,05. Dari nilai tersebut dapat diartikan bahwa antara P-tersedia dengan
hasil produktivitas jagung memiliki hubungan signifikan yang cukup kuat atau
berpengaruh nyata. Dilihat dari grafik regresi bahwa semakin tinggi P-tersedia
maka semakin tinggi hasil produktivitas jagung. Menurut hasil penelitian Nurdin et
al (2008) bahwa pupuk P berpengaruh secara nyata terhadap tinggi tanaman dan
berat butir jagung. Selain itu berdasarkan hasil percobaan Fahmf et al (2009) bahwa
secara nyata P-tersedia merupakan faktor pembatas dalam pertumbuhan tanaman
jagung karena pada dasarnya tanaman jagung lebih banyak membutuhkan P dalam
perkembangan akar, pembungaan dan pemasakan buah.
4.4.3 Korelasi P-tersedia dengan produktivitas kedelai

Produktivitas Kedelai
25
y = 6.1591x - 15.654
Produktivitas (ton/ha)
20 R² = 0.1864
15 Produktivitas
Kedelai
10
5 Linear
(Produktivitas
0 Kedelai)
0 2 4 6
P-tersedia (ppm)

Gambar 4 18 Hubungan P-tersedia dengan Produktivitas Kedelai

Tabel 4. 20 Analisis korelasi spearman P-tersedia dengan produktivitas kedelai


Correlations
Produktivitas
P-tersedia kedelai
Spearma ptersedia Correlation 1.000 -0.165
n's rho Coefficient
Sig. (2-tailed) 0.309

Hubungan P-tersedia dengan produktivitas kedelai setelah dianalisis dengan


korelasi spearman menunjukkan hasil nilai r=-0,165 dengan sig=0,309 > 0,05. Dari
hasil tersebut dapat diartikan bahwa P-tersedia tidak memberikan pengaruh pada
hasil produktivitas kedelai pada lahan sawah Kabupaten Jember. Menurut Hanum
(2013) dan Supriyadi et al (2014) dalam hasil penelitiannya bahwa peningkatan
taraf pemberian P tidak meningkatkan hasil biji dan berat polong pada tanaman
kedelai yang diduga dapat disebabkan oleh varietas yang digunakan sehingga dalam
penelitiannya peningkatan taraf pupuk P belum menunjukkan pengaruh positif pada
hasil kedelai. Pendapat tersebut didukung oleh (Nurmala, 2018) bahwa rendahnya
produktivitas rata-rata kedelai di Indonesia disebabkan oleh populasi gulma yang
tinggi dan kualitas benih yang rendah. Seslain itu, menurut Malau et al (2015)
bahwa respon unsur hara P untuk tanaman kedelai tergantung dari unsur hara
kalium (K) karena unsur hara K berfungsi dalam meningkatkan respon unsur hara
P.

Anda mungkin juga menyukai