Anda di halaman 1dari 22

Nama : Zulfahmi

NIM : 215411101005
MK : Kesuburan dan Kesehatan Tanaman

1. Silahkan mereview 3 artikel jurnal peranan unsur hara makro bagi tanaman
2. Silahkan mereview 3 artikel jurnal peranan unsur hara mikro bagi tanaman
3. Kemukakan langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam rangka mencukupi unsur hara
bagi tanaman

JAWABAN
1).
STATUS HARA MAKRO PRIMER TANAH DI LAHAN PERTANIAN
KECAMATAN TABUNDUNG KABUPATEN SUMBA TIMUR
Marten Umbu Nganji dan Uska Peku Jawang
Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan Vol 9 No 1: 93-98, 2022

PENDAHULUAN
Kecamatan Tabundung tergolong daerah dengan lahan basah dan lahan kering.
Produktivitas tanaman pangan dan hortikultura daerah ini masih tergolong rendah karena
dipengaruhi oleh daya dukung iklim dan tanah yang kurang optimal. Oleh karena itu, dibutuhkan
pengolahan karakteristik kimia, fisik, dan biologi yang saling berbeda agar tingkat kesuburan
tanah berbeda pula. Demi tercapainya pertumbuhan tanaman yang optimal secara vegetatif dan
generatif dibuhtan unsur hara makro (N, P, dan K) dalam jumlah yang besar. Tujuan penelitian
ini adalah untuk mengetahui kandungan unsur hara makro tanah di lahan pertanian Kecamatan
Tabundung.

METODOLOGI PENELITIAN
1. Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan pada bulan Mei sampai dengan bulan Juli tahun 2020. Pengambilan
sampel tanah dilakukan di tiga desa yaitu Desa Tarimbang, Bangga Watu dan Tapil Kecamatan
Tabundung. Sampel tanah dianalisis di Laboratorium Universitas Nusa Cendana Kupang.
2. Alat dan Bahan

Alat-alat yang dipakai adalah Global Positioning System (GPS), spidol, alat tulis,
kamera, parang, cangkul, karet gelang, kantong plastik, kertas label, dan alat-alat laboratorium.
Bahan yang dipakai adalah bahan-bahan laboratorium dalam menganalisis sampel tanah.

3. Metode Penelitian
Penentuan titik sampel diperoleh dengan cara tumpang tindih peta untuk mendapatkan
satuan unit lahan. Lokasi pengambilan sampel ditentukan dengan metode purposive sampling
berdasarkan hasil observasi peta jenis tanah, peta penggunaan lahan, peta kelerengan dan
mengeliminasi daerah non pertanian (terutama hutan lindung) sehingga berdasarkan metode di
atas maka dapat ditentukan 20 titik lokasi pengambilan sampel yang tersebar di wilayah
penelitian (Gambar 1).

Kemudian dicari data primer meliputi unsur nitrogen, unsur fosfor, unsur kalium, C-Organik,
kapasitas tukar kation (KTK), dan pH. Data sekunder yang dibutuhkan adalah berupa peta curah
hujan, peta penggunaan lahan, peta jenis tanah, dan data BPS Kabupaten Sumba Timur untuk
dianalisis sampel di laboratorium kemudian digunakan untuk klasifikasi dan perbandingan.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil penelitian menunjukkan bahwa unsur hara makro primer (N,P,K), konsentrasi C-
organik, KTK dan pH tanah yang berbeda. Hal ini terjadi karena lahan yang menjadi lokasi
pengambilan sampel sebagian besar merupakan lahan yang diolah secara berlanjut selama musim
tanam.
Status Hara Makro N, P, dan K
Berdasarkan hasil analisis laboratorium terhadap konsentrasi hara N di tiga desa
pengamatan yaitu di Desa Tarimbang, Bangga Watu dan Tapil menunjukkan bahwa di Desa
Tarimbang kondisi konsentrasi unsur hara makro nitrogen yaitu berada pada kondisi rendah,
sedang, sampai tinggi. Rendahnya kandungan unsur hara N sendiri diakibatkan pencucian hara
akibat erosi dan air hujan. Hal yang sama terjadi pada kandungan unsur hara P pada tiga desa
pengamatan yaitu kandunga P yang rendah hingga tinggi. Lokasi dengan konsentrasi unsur hara
P rendah dapat berpengaruh pada ketersediaan unsur P bagi tanaman tidak sehingga diperlukan
input bahan organik dan pupuk fosfat.
Sedangkan hasil penelitian terhadap kandungan K tergolong rendah hingga sedang. Hal
ini menunjukkan bahwa di wilayah penelitian dapat menyediakan unsur hara K yang cukup
dalam pengembangan tanaman pertanian.

C-Organik, KTK, dan Keasaman Tanah (pH)

Hasil analisis laboratorium terhadap konsentrasi C-organik di tiga desa pengamatan yaitu
di Desa Tarimbang, Bangga Watu, dan Tapil menggambarkan bahwa kandungan C-organik yang
tersedia sangat bervariasi yaitu mulai dari kandungan rendah sampai dengan tinggi. Rendahnya
kandungan C-organik di wilayah pengamatan disebabkan oleh pengolahan lahan yang
berkelanjutan, kurangnya tanaman penutup tanah, perilaku pembakaran, dan pengangkutan
jerami padi dan bahan organik lain yang merupakan limbah hasil panen untuk kebutuhan pakan
ternak.
Sedangkan hasil analisis laboratorium terhadap reaksi kapasitas tukar kation dalam tanah
menggambarkan kondisi kapasitas yang tinggi dan sangat tinggi dengan kisaran 34,5040,49
cmol kg-1. Hasil analisis laboratorium terhadap kadar keasaman tanah (kandungan pH tanah)
menggambarkan bahwa tingkat keasaman tanah menunjukkan tingkat keasaman tanah (pH)
dominan netral dengan kisaran nilai 6,217,58. Menurut Soekamto (2015), pH tanah yang
masam dapat menyebabkan tanaman tidak dapat memanfaatkan N, P, K dan zat hara lain yang
dibutuhkan.

KESIMPULAN
Status hara N, P, dan K di Desa Tarimbang, Desa Bangga Watu dan Desa Tapil
Kecamatan Tabundung secara keseluruhan masuk dalam kategori sedang, tinggi, dan sangat
tinggi, namun ada beberapa titik sampel yang berada dalam kategori rendah. Kondisi ini
menunjukkan bahwa wilayah penelitian dapat menyediakan unsur hara yang cukup untuk
budidaya tanaman selama masa pertumbuhan dan hasil tanaman. Unsur pendukung status hara
makro yaitu C-organik, KTK, dan pH juga berada dalam kondisi yang cukup baik sebagai
penentu ketersediaan unsur hara karena sangat berkaitan erat.
PERAN UNSUR HARA MAKRO TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL
BAWANG MERAH (Allium cepa L.)

Dian Triadiawarman, Dhani Aryanto, dan Joko Krisbiyantoro

Jurnal AGRIFOR Volume XXI Nomor 1, Maret 2022

PENDAHULUAN
Tanaman Bawang merah termasuk komoditas penting bagi masyarakat, karena nilai
ekonomisnya yang tinggi. Luas panen bawang merah Kutai Timur 2018 sebanyak 1 ha, tahun
2019 tidak ada yang panen, sehingga kebutuhan bawang merah kutai timur didatangkan dari
daerah lain. Peluang pengembangan budidaya bawang merah di Kutai Timur sangat besar.
Pengembangan ini harus didukung oleh sifat kimia tanah yang optimal. tanah sangat penting
untuk mendukung pengembangan pertanian berkelanjutan. Teknik budidaya tanaman pada suatu
lahan sangat mempengaruhi kondisi kesuburan tanah, baik sifat kimia, fisika, maupun biologi.
Unsur kimia tanah yang dipengaruhi meliputi pH, N, P, K, C organik dan KTK. Peningkatan
produktivitas tanah dapat dilakukan dengan perbaikan kesuburan tanah dengan cara penambahan
bahan organik ke dalam tanah. Pemberian pupuk dapat memperbaiki tingkat kesuburan tanah,
pemberian pupuk organik pada tanah tidak hanya memperbaiki kesuburan kimia tanah tetapi juga
memperbaiki kesuburan fisik dan biologi tanah.

METODE PENELITIAN
1. Tempat dan Waktu
Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan Program Studi Agroteknologi STIPER Kutai
Timur, pada bulan Juli – September 2020.

2. Bahan dan Alat


Bahan yang digunakan adalah tali rafia, kantong plastik, sampel tanah komposit dan
bahan kimia untuk analisis di laboraturium. Alat yang digunakan adalah bor tanah, parang untuk
membersihkan tempat pengambilan sampel tanah, meteran untuk mengukur panjang dan lebar,
alat tulis menulis, kamera untuk dokumentasi penelitian, alat-alat laboratorium untuk analisis
sifatsifat kimia tanah.

3. Pelaksanaan Penelitian
Penelitian menggunakan metode survei dengan mengambil sampel tanah pada masing-
masing titik sampling dan dilakukan analisis unsur hara makro tanah di laboratorium. Satu blok
lokasi sampling tanah dipilih kemudian ditentukan 5 (lima) titik sampel menggunakan sistem
grid yang dari setiap titik sampelnya diambil sampel tanah secara komposit dari kedalaman 0-30
cm. Selanjutnya, contoh tanah terganggu diambil secara komposit dari kedalaman 0-30 cm di
lima titik sampel untuk setiap blok dengan menggunakan bor tanah.

4. Analisis Data
Peubah yang diamati meliputi: (1) pertumbuhan tanaman (jumlah daun dan jumlah
anakan). (2) hasil umbi, yaitu jumlah umbi dan berat umbi segar (saat panen), (3) serapan hara
makro dalam tanah, yaitu ketersediaan unsur hara makro dalam tanah. Analisis regresi linier
berganda ditujukan untuk mengidentifikasi unsur hara makro tanah yang paling erat
hubungannya dengan pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah, serta mencari bentuk
hubungan antara peubah unsur hara makro tanah tersebut dengan peubah pertumbuhan dan hasil
tanaman bawang merah (jumlah daun, jumlah anakan, jumlah umbi dan berat umbi).

Y1,2,3,4 = b0 + b1X1 + b2X2 + b3X3


dimana:
Y1,2,3,4 : Rata-rata peubah pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah
X1, X2, X3 : Unsur hara makro tanah b0 = kostanta
Rata-rata peubah pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah adalah jumlah daun
(Y1), jumlah anakan (Y2), jumlah umbi (Y3) dan berat umbi (Y4). Unsur hara makro tanah yang
digunakan dalam penelitian ini adalah N-total (X1), P-tersedia (X2), K-tersedia (X3). Pengujian
bentuk hubungan dilakukan dengan menggunakan analisis regresi.

HASIL DAN PEMBAHASAN


1. Kondisi Hara Makro Tanah
Tabel 1. Karekteristik Unsur Hara Pada Lokasi Penelitian
Lokasi N total P tersedia K tersedia
Nilai Status Nilai Status Nilai Status
L1 0,479 Sedang 59,53 Tinggi 0,22 Sangat rendah
L2 0,506 Sedang 65,06 Sangat tinggi 0,23 Sangat rendah
L3 0,02 Sangat rendah 438,81 Sangat tinggi 0,4 Sangat rendah
L4 0,602 Tinggi 301,93 Sangat tinggi 0,38 Sangat rendah

Tabel 1 terlihat bahwa status N-total di lokasi penelitian dari sangat rendahtinggi, P-
tersedia dari tinggi-sangat tinggi dan K-tersedia sangat rendah. Kondisi tanah dengan kandungan
unsur hara makro tersebut masih dapat untuk budidaya tanaman bawang merah.

2. Peran unsur hara makro tanah dengan pertumbuhan dan hasil tanaman
Berdasarkan analisis regresi linier berganda antara peubah Y1,2,3,4 = parameter
pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah dengan peubah X1,2,3 = unsur hara makro tanah,
dengan α = 0,05. Analisis tersebut menghasilkan persamaan regresi linier berganda yang dapat
dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Analisis Regresi Linier Berganda


Parameter Bentuk hubungan R2
Jumlah daun Y1 = -192,657 -157,052X1 - 0,900X2 + 1525,818X3 1
Jumlah anakan Y2 = 2,257 – 1,767X1 + 0,003X2 + 10,193X3 1
Jumlah umbi Y3 = 3,209 - 2,757X1 - 0,016X2 + 16,467X3 1
Berat umbi Y4 = -52,890 - 57,713X1 - 0,288X2 + 489,953X3 1
Keterangan : Y1 = jumlah daun; Y2 = jumlah anakan; Y3 = jumlah umbi; Y4 = berat umbi. X1 = N-total; X2 = P-
tersedia; X3 = K-tersedia.
Dari persamaan regresi linier berganda (Tabel 2.) terlihat bahwa kandungan N-total di
dalam tanah memberikan pengaruh negatif terhadap jumlah daun, jumlah anakan, jumlah umbi
dan berat umbi tanaman bawang merah.

KESIMPULAN
Kandungan unsur hara N-total di lokasi penelitian dari sangat rendah-tinggi, P-tersedia
dari tinggi-sangat tinggi dan Ktersedia sangat rendah. Unsur hara N memberikan hubungan yang
negatif terhadap semua parameter, unsur P memberikan hubungan positif hanya pada jumlah
anakan sedangkan unsur K memberikan hubungan positif terhadap semua parameter.

ANALISIS KESUBURAN TANAH TEMPAT TUMBUH POHON JATI (Tectona grandis


L.) PADA KETINGGIAN YANG BERBEDA

Bahidin Laode Mpapa


Jurnal Agrista Volume 20, No. 3, 2016.

PENDAHULUAN
Pertumbuhan tanaman sangat ditentukan oleh beragam faktor, baik faktor internal
seperti : hormon, keseimbangan air dan genetik serta faktor eksternal seperti : iklim, api,
pencemaran, temperatur, radian energi, ketersediaan lengas, reaksi tanah, susunan gas dalam
tanah dan ketersediaan hara tanah. Tanaman jati merupakan salah satu tanaman yang dalam
proses pertumbuhannya membutuhkan unsur hara, baik makro dan mikro. Ketersediaan unsur
hara makro dan mikro dalam tanah berbeda-beda tergantung dimana habitatnya.

Pohon jati merupakan jenis pohon yang pertumbuhannya menyesuaikan habitatnya, baik
habitat yang berada di dataran rendah maupun dataran tinggi. Dari pengamatan awal, pada
ketinggian tempat tumbuh yang berbeda dengan jarak tanam yang sama terlihat bahwa terdapat
variasi pertumbuhan pohon jati. Hal ini diduga terdapat perbedaan tingkat kesuburan tanah
tempat tumbuh pohon jati. Berdasarkan uraian di atas maka dilakukan penelitian tentang analisis
kesuburan tanah tempat tumbuh pohon jati pada ketinggian yang berbeda.

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan meliputi dua tahap yaitu : pertama,
pengambilan sampel tanah pada ketinggian 0 – 200 mdpl (A), 201 – 400 mdpl (B) dan 401 – 600
mdpl (C). Kedua, uji laboratorium untuk mengetahui unsur hara tanah yang mempengaruhi
kesuburan tanah tempat tumbuh pohon jati.
Pengambilan contoh tanah untuk mengetahui status hara (kesuburan tanah) menggunakan
sistem composite sampel (gambar 1), yaitu percampuran contoh yang diambil dari areal yang
dikehendaki. Data hasil analisis laboratorium akan ditabulasi berdasarkan ketinggian tempat,
kemudian di analisis secara deskriptif untuk menggambarkan hasil penelitian yang didapatkan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil analisis laboratorium di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian


Yogyakarta, diketahui kandungan unsur hara tempat tumbuh jati berdasarkan ketinggian tempat
sebagaimana disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil analisis laboratorium unsur hara tanah pada berbagai ketinggian tempat
Ketinggian Tempat (mdpl)
No Parameter Uji A B C
(0 - (201- (401-
200) 400) 600)
1 pH (H2O) 7,27 6,81 6,56
2 B Organik (%) 4,45 2,90 3,55
2 C Organik (%) 2,58 1,68 2,06
3 N total (%) 0,33 0,18 0,21
4 Ca-dd (Cmol kg )
+ -1
19,73 19,14 18,95
5 Mg-dd (Cmol kg )
+ -1
1,88 2,66 1,74
6 K-dd (Cmol+kg-1) 0,89 0,22 0,32
7 P total (ppm) 9 1 11
8 Na-dd (Cmol kg )
+ -1
0,22 0,05 0,15
9 Fe Tersedia (ppm) 4 22 28
10 Mn Tersedia (ppm) 16 57 65
11 Zn Tersedia (ppm) 3 2 4
12 Cu Tersedia (ppm) 2 1 1
Sumber : hasil analisis laboratorium BPTP Yogyakarta, 2016.

Berdasarkan Tabel 1 dapat diterangkan bahwa :

1. pH Tanah
Keasaman (pH) tanah tempat tumbuh jati pada ketinggian A (7,27), B (6,81) dan C
(6,56). Menurut LPT Bogor (1981) bahwa, pH masam berada dalam kisaran 5,6 – 6,5; pH
agak masam berkisar 6,6 – 7,5. Ini menunjukkan bahwa pada ketinggian A dan B, pH
tanah tergolong agak masam sedangkan ketinggian C tergolong dalam pH masam.
Keasaman tanah dapat berakibat langsung terhadap tanaman karena meningkatnyan ion-
ion hidrogen bebas. pH sekitar 6,5 dinyatakan paling baik.
2. Bahan Organik Tanah
Bahan organik berasal dari jasad hidup seperti flora dan fauna yang mengalami proses
dekomposisi. Kandungan bahan organik biasanya diukur berdasarkan kandungan C
organik. Kandungan bahan organik pada setiap wilayah (tempat) tumbuh memiliki
perbedaan. Kandungan C organik pada ketinggian A (2,58 %), B (2,90 %) dan C (2,06
%). Ini menunjukkan bahwa kandungan C organik pada 3 ketinggian tempat tersebut
tergolong sedang sampai tinggi.
3. Unsur Hara Makro (N, P, K, Ca, Mg)
Kandungan unsur hara makro pada masing-masing ketinggian yaitu ketinggian A (N =
0,33 %, P = 9 ppm, K = 0,89 cmol+ kg-1 , Ca = 19,73 cmol+ kg-1 dan Mg = 1,88 cmol+
kg-1); ketinggian B (N = 0,18 %, P = 1 ppm, K = 0,22 cmol+ kg-1, Ca = 19,14 cmol+ kg-
1, dan Mg = 2,66 cmol+ kg-1); ketinggian C (N = 0,21 %, P = 11 ppm, K = 0,32 cmol+
kg-1 , Ca = 18,95 cmol+ kg-1 dan Mg = 1,74 cmol+ kg-1). Pada ketinggian yang berbeda
(A, B, C) terlihat bahwa unsur N tergolong rendah sampai sedang, unsur P dan K
tergolong sangat rendah, unsur Ca tergolong tinggi dan unsur Mg tergolong sedang
sampai tinggi.
4. Unsur Hara Mikro (Fe, Na, Mn, Zn, Cu)
Kandungan unsur hara mikro pada masing-masing ketinggian yaitu ketinggian A (Fe
tersedia = 4 ppm, Na = 0,22 cmol+ kg-1, Mn tersedia = 16 ppm, Zn tersedia= 3 ppm dan
Cu tersedia = 2 ppm); ketinggian B (Fe tersedia = 22 ppm, Na = 0,05 cmol+ kg-1 , Mn
tersedia = 57 ppm, Zn tersedia = 2 ppm dan Cu tersedia = 1 ppm); ketinggian C (Fe
tersedia = 28 ppm, Na = 0,15 cmol+ kg-1 , Mn tersedia = 65 ppm, Zn tersedia = 4 ppm
dan Cu tersedia = 1 ppm). Pada ketinggian yang berbeda (A, B, C) terlihat bahwa unsur
Fe, Zn dan Cu sangat rendah, Mn berada dalam kisaran 20 - 3.000 ppm dan Na sangat
rendah.
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pH tanah tergolong agak masam
(A dan B) dan masam (C). Kandungan C organik tergolong sedang sampai tinggi (A,B dan C),
bahan organik termasuk dalam kriteria sedang sampai tinggi (B dan C) sedangkan berlebihan
(A). Kriteria kandungan unsur hara makro dan mikro pada ketinggian A, B dan C bervariasi.
Unsur hara makro, N tergolong rendah sampai sedang, P dan K sangat rendah, Ca tinggi dan
unsur Mg tergolong sedang sampai tinggi. Kandungan unsur hara mikro Fe, Zn dan Cu sangat
rendah, Mn berada dalam kisaran 20 - 3.000 ppm dan Na sangat rendah
2).
APLIKASI UNSUR MIKRO PADA PADISAWAH INTENSIFIKASI YANG DIBERI
PUPUK ORGANIK TITONIA PLUS PADA METODE SRI
Nalwida Rozen, Nurhajati Hakim, dan Gusnidar
J. Solum Vol. 14 No. 1: 1-12. Januari 2017

PENDAHULUAN
Pemupukan merupakan salah satu faktor pertumbuhan yang sangat penting, terutama bagi
tanaman padi sebagai tanaman pangan. Pemberian pupuk organik sangat diperlukan karena
mengandung N, P, dan K, serta kalsium (Ca), magnesium (Mg) , dan sulfur (S), serta unsur
mikro yang meliputi besi (Fe), seng (Zn), mangan (Mn), tembaga (Cu), boron (B), khlor (Cl),
dan molybdenum (Mo). Saat ini, telah dikembangkan pupuk organik menggunakan pupuk
organik titonoa plus (POTP). Hakim et al., (2010 dan 2011) melaporkan bahwa penggunaan
POTP pada sawah intensifikasi dengan metode SRI mampu mengurangi penggunaan pupuk
sintetik N dan K hingga 50%, dengan hasil sedikit lebih tinggi daripada 100% pupuk sintetik.
Akan tetapi, pemberian POTP belum optimal seperti yang diharapkan terhadap produksi
tanaman. Hal ini diduga pemberian formula POTP yang belum sesuai. Tujuan dari penelitian ini
melengkapi formula POTP dengan unsur hara mikro (Mn dan Zn) untuk mengurangi aplikasi
pupuk sintetik hingga 50% dalam penerapan metode SRI pada sawah intensifikasi dengan target
hasil gabah setara atau lebih besar daripada 8 ton.ha -1.

METODOLOGI PENELITIAN
1. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Solok dan Tanah Datar, Provinsi Sumatera
Barat pada tahun 2016. Analisis tanah dan tanaman dilakukan di laboratorium P3IN (Pusat
Penelitian Pemanfaatan IPTEK Nuklir) dan laboratorium Jurusan Tanah Fakultas Pertanian,
khusus untuk pengukuran unsur mikro di Laboratorium teknik Lingkungan Universitas Andalas
Padang.

2. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan adalah plastik hitam dan karung plastik hitam untuk wadah
pembuatan dan penyimpanan POTP, cangkul, parang, pisau, meteran, ajir, grinder, timbangan,
karung plastik untuk panen. Bahan yang digunakan adalah Urea, SP36, KCl dan Kieserit, benih
padi varietas IR42, insektisida ripcord 5 EC dan Dithane M-45. Bahan untuk pembuatan POTP
adalah pangkasan Titonia, jerami padi, kapur, dan agen hayati Stardec, Trichoderma,
Azotobacter, Azospirillum, dan bakteri pelarut fosfat.

3. Metode Penelitian
Dari hasil percobaan Tahun 2014 dan 2015 ditemukan 3 formula POTP yang lebih tepat,
maka formula POTP baru tersebut d iuji multi lokasi di kabupaten Solok dan Tanah Datar.
Rancangan Percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok dengan 5 perlakuan
dan 3 kelompok. Perlakuannya adalah: A = POTP+3,0 kgMn/ha+0kgZn/ha, B =
POTP+3,0kgMn/ha+3,0kgZn/ha, C = POTP+4,5kgMn/ha+6,0kgZn/ha, D = POTP saja dan E =
100% pupuk sintetik. Data dianalisis dengan sidik ragam, apabila berbeda nyata maka
dilanjutkan dengan uji BNT pada taraf 5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Percobaan dilaksanakan di Saniang Baka Kabupaten Solok dan di Tanjuang Barulak
Kabupaten Tanah Datar. Kedua lahan sawah tersebut mempunyai pH agak masam namun
porositas dan jenis tanahnya berbeda, dimana sawah di Saniang porositasnya lebih rendah.

1. Analisi Kadar Hara Tanah


Kadar hara tanah awal pada dua lokasi percobaan dengan ciri tanahnya berbeda disajikan
pada Tabel 1. Sementara analisis kadar hara tanah setelah diperlakukan dengan POTP disajikan
pada Tabel 2 berikut ini.

Tabel 1. Analisis kadar hara tanah awal pada dua lokasi


pH N P Ca Mg Mn Zn K lokasi
(%) (ppm) me/100g me/100g (ppm) (ppm) me/100g
5,87 0,33 52,51 2,29 2,55 138,75 37,18 0,72 Kab. Solok
5,57 0,18 57,41 1,98 2,36 101,22 16,27 0,71 Kab. T.Datar

Tabel 2. Analisis kadar hara POTP sebelum ditambah unsur mikro


C (%) K (%) Mg (%) Ca (%) N (%) P (%) Mn (%) Zn (%)
24,59 0,51 0,56 0,96 0,84 2,77 0,10 0,25

Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa kandungan unsur P pada kedua sawah di lokasi tersebut
termasuk sangat tinggi, pH tanah relatif sama tergolong agak masam, namun pH tanah sawah
pada lokasi Kab. Solok lebih tinggi dibanding dengan pH tanah sawah di lokasi Kab. Tanah
Datar. Sedangkan dari data pada Tabel 2 tersebut terlihat bahwa POTP mengandung unsur hara
makro dan mikro yang dapat diberikan ke tanah yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan
perkembangan tanaman. Hasil penelitian menunjukkan penambahan unsur mikro ke POTP dapat
meningkatkan bobot kering jerami gabah dengan bantuan penambahan unsur hara mikro.

2. Analisis kadar serapan hara gabah tanaman padi


Pada hasil penelitian menunjukkan serapan hara gabah pada unsur N lebih tinggi pada
perlakuan 3kgMn/ha+3kgZn/ha (0,98%) lebih tinggi daripada 100% pupuk sintetik (0,93%).
Begitu juga dengan serapan hara P pada gabah lebih tinggi pada perlakuan 3kgMn/ha+3kgZn/ha
melebihi pada perlakuan pemberian 100% pupuk sintetik. Pemberian POTP dapat meningkatkan
serapan hara pada gabah. Oleh sebab itu, penambahan pupuk organik (POTP) ke lahan sawah
sangat penting bagi pertumbuhan dan hasil tanaman padi.

3. Analisis kadar serapan hara jerami tanaman padi


Hasil penelitian menunjukkan dengan penambahan unsur mikro ke POTP dapat
meningkatkan serapan hara jerami tanaman padi, terutama unsur N, P, K, Ca dan Mn serta Zn.
Hal ini dapat berjalan optimal apabila adanya penambahan bahan organik dan pemakaian pupuk.
Salah satu cara adalah pemakaian pupuk organik. Dengan penambahan pupuk organik (POTP)
ke lahan sawah dapat meningkatkan serapan hara ke gabah lebih tinggi dibanding serapan hara
pada jerami.

KESIMPULAN
 Unsur mikro yang tepat ditambahkan ke POTP untuk mengurangi penggunaan pupuk
sintetik sebanyak 50% pada sawah intensifikasi di Kabupaten Solok dan Tanah Datar
adalah sebanyak 3kgMn/ha+0kgZn/ha dan 3kgMn/ha+3kgZn/ha.
 Penambahan unsur mikro ini memberikan peningkatan hasil sebanyak 3,8 – 15%.
 Serapan hara ke gabah lebih tingi dibanding jerami dengan penambahan pupuk organik
(POTP) ke lahan sawah intensifikasi pada kedua lokasi tersebut.

KETERSEDIAAN UNSUR HARA MIKRO (FE, CU, ZN DAN MN) PADA LAHAN
PERTANIAN DI KABUPATEN BANJARNEGARA
Anik Hidayah dan Sukarjo
Prosiding Seminar Nasional Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

PENDAHULUAN
Unsur hara mikro tanaman yaitu Cu, Fe, Mn, Ni, dan Zn dalam bentuk ion. Keberadaan
ion logam dalam tanah sebagai unsur hara mikro seperti ion-ion Fe2+, Cu2+, Zn2+ , dan Mn2+
pada konsentrasi tertentu sangat diperlukan untuk kesuburan tanaman. Kabupaten Banjarnegara
merupakan salah satu daerah pendukung tercapainya ketahanan pangan di Jawa Tengah.
Kabupaten ini menyumbang terbesar produk kentang, yaitu sebesar 133.309 ton dengan 44,2%
dari keseluruhan total produksi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ketersediaan unsur
hara mikro tanah yaitu Fe, Cu, Zn dan Mn pada lahan pertanian di Kabupaten Banjarnegara, pola
sebaran spasial dan korelasi antar unsur-unsur tersebut di dalam tanah sehingga dapat
mendukung peningkatan produksi pertanian di kabupaten Banjarnegara.

MEOTODOLOGI PENELITIAN
1. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari-Desember tahun 2015 di Banjarnegara
Kabupaten Jawa Tengah dan Laboratorium Balai Penelitian Lingkungan Pertanian di Pati Jawa
Tengah.
2. Alat dan Bahan

Alat yang dibutuhkan adalah Tabung Erlenmeyer, mesin pengocok, kertas saring
Whatman 42 dan Atomic Absorbtion Spectrophotometry (AAS) tipe AA 240 FS. Bahan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah sampel tanah, larutan pengekstrak mehlich 3, 200 mg
arang aktif DARCO G60.

3. Metode Penelitian

Contoh tanah dikeringanginkan, digiling kemudian diayak dengan ukuran 0,5 mm. 2 g
contoh tanah halus dimasukkan ke dalam tabung Erlenmeyer ukuran 50 ml. Kemudian
ditambahkan sebanyak 20 ml Larutan Pengekstrak Mehlich 3, lalu dikocok dengan mesin
pengocok dengan kecepatan kocok 200 gerakan per menit selama 5 menit pada suhu kamar 24°C
s/d 27°C. (Rasio berat tanah dengan larutan pengekstraki adalah 1: 10). Tahap penyaringan
larutan dilakukan dengan menggunakan kertas saring Whatman No. 42 atau kertas saring yang
serupa. Jika filtrat hasil saringan belum jernih bisa dilakukan penyaringan ulang. Hasil ekstrak
jernih kemudian diukur konsentrasi unsur Fe, Cu, Zn, dan Mn dengan menggunakan Atomic
Absorbtion Spectrophotometry (AAS) tipe AA 240 FS dari Varian. Proses yang sama dilakukan
juga terhadap Blanko. Hasil perhitungan dihitung melalui kalibrasi terhadap kurva yang
dihasilkan dari hasil pengukuran larutan standar, yaitu:

Unsur terekstrak Mehlich 3 (mg/kg tanah) = {(Cp × 0,020 L) / (0,002 kg tanah)}

Keterangan:
Cp = Hasil perhitungan dari analisis tanah sampel setelah dikalibrasi dengan kurva hasil
pengukuran deret larutan standar

Analisis Data
Analisis statistik deskriptif dilakukan untuk mengetahui pola sebaran masing-masing
unsur hara mikro, sedangkan untuk mengetahui hubungan antara unsur hara mikro dengan pH
tanah dianalisis menggunakan korelasi Pearson pada t0,05 dan t0,01.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil penelitian menunjukkan Rata-rata kandungan unsur Cu dan Zn dari hasil penelitian
ini adalah dibawah dari 100 mg kg-1 , sedangkan rata-rata kandungan unsur Mn dan Fe adalah
lebih tinggi dari 100 mg kg-1 . Jika dibandingkan dengan rentang konsentrasi unsur mikro yang
ada di alam berdasarkan Kabata-Pendias (2011), diketahui bahwa ketersediaan unsur Fe pada
lahan pertanian di Kab Banjarnegara berada pada rentang normal sebesar 80,8% dan dibawah
rentang normal sebesar 19,2%. Ketersediaan unsur Cu dan Zn berada dibawah rentang normal.
Ketersediaan unsur Mn berada pada rentang normal sebesar 4,57%, 94,13% berada dibawah
rentang normal, dan 1,30% berada diatas rentang normal.

Sedangkan hasil statistik deskriptif kandungan unsur Fe, Cu, Zn dan Mn menunjukkan
sebaran unsur Fe terdistribusi normal dimana nilai skewness mendekati 1 dan kurtosis mendekati
0. Dari nilai VMR diketahui bahwa masing-masing unsur baik Fe, Mn, Cu, dan Zn memiliki pola
sebaran spasial yang mengumpul (clustered) dengan nilai VMR > 1. Unsur Cu memiliki korelasi
yang positif sangat nyata antara dengan Fe, Mn, dan Zn. Hal ini mengindikasikan bahwa
konsentrasi Cu sebanding dengan konsentrasi ketiga unsur hara mikro lainnya.Fe terbentuk
karena proses cuaca. Fe bersifat antagonis terhadap unsur Zn, Mn, Co, Cr dan Ni (Hooda, 2010).
Kelarutan Fe akan menurun seiring dengan meningkatnya pH.

KESIMPULAN

Ketersediaan unsur Cu dan Zn berada dibawah rentang normal. Ketersediaan unsur Mn


4,57% berada pada rentang normal, 94,13% berada dibawah rentang normal, dan 1,30% berada
diatas rentang normal. Pola sebaran spasial unsur Fe terdistribusi normal dan mengumpul
(Clustered), sedangkan pola sebaran spasial unsur Mn, Zn, dan Cu terdistribusi tidak normal dan
mengumpul (Clustered). Unsur Cu memiliki korelasi yang positif sangat nyata antara dengan Fe,
Mn, dan Zn.
PENGARUH PENAMBAHAN UNSUR HARA MIKRO (Fe dan Cu) DALAM MEDIA
PAITAN CAIR DAN KOTORAN SAPI CAIR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN
HASIL BAYAM MERAH (Amaranthus tricolor L.) DENGAN SISTEM HIDROPONIK
RAKIT APUNG
Prita Fatma Adelia1, Koesriharti, dan Sunaryo
JURNAL PRODUKSI TANAMAN Vol. 1 No. 3 JULI-2013

PENDAHULUAN
Tanaman bayam merupakan sayuran yang memiliki banyak gizi dan cukup banyak
diusahakan. Terkait dengan produksi pertanian, saat ini tidak mudah untuk mendapatkan lahan
yang subur, produktif dan strategis dalam area luas. Alternatif yang dapat dilakukan untuk
mengatasi masalah tersebut salah satunya ialah dengan menggunakan sistem budidaya secara
hidroponik. Saat ini sistem budidaya hidroponik menggunakan alternatif lain untuk penambahan
nutrisi tanaman yaitu dengan tanaman paitan (Tithonia diversifolia L.) dan kotoran sapi cair.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan media ekstrak paitan (Tithonia
diversifolia L.) dan kotoran sapi cair pada konsentrasi yang berbeda dengan penambahan unsur
hara Fe dan Cu terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman bayam merah.

METODOLOGI PENELITIAN
1. Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan dalam Green House di Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian
Malang, Jl. Dr. Cipto 144-A Bedali, Lawang, Malang.

2. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah kain kasa dan pisau steril. Sedangkan
bahan yang digunakan dalam pembuatan media ialah daun dan batang tanaman paitan kurang
lebih 60-80 cm dari pucuk tanaman, media ekstrak paitan cair, air, EM4dan kotoran sapi 50 kg

3. Metode Penelitian
Pembuatan ekstrak paitan cair dimulai dengan daun dan batang tanaman paitan dipotong
kurang lebih 60-80 cm dari pucuk tanaman. Kemudian bagian tanaman tersebut dicuci dan
dicacah. 10 kg paitan yang telah dicacah direndam dalam 100 liter air dan ditambahkan EM4
sebanyak 5ml, kemudian didiamkan selama 14 hari. Air yang digunakan untuk perendaman ialah
air PDAM. Setelah 14 hari perendaman, dilakukan penyaringan dengan menggunakan kain kasa
dan didapatkan ekstrak paitan cair. Ekstrak paitan cair yang diperoleh kemudian dianalisis di
laboratorium untuk mengetahui kandungan Nitrogen. Analisis ekstrak paitan dilakukan sebelum
pelaksanaan penelitian.
Selanjutnya dilakukan pembuatan media kotoran sapi diawali dengan penambahan 50kg
kotoran sapi yang masih segar. Kemudian kotoran sapi dicampur dengan 100 liter air dan
ditambahkan EM4 sebanyak 5ml. Campuran ini didiamkan selama 20 hari. Selanjutnya
dilakukan penyaringan dengan menggunakan kain kasa dan didapatkan ekstrak kotoran sapi cair.
Ekstrak yang diperoleh kemudian dianalisis di laboratorium untuk mengetahui kandungan
nitrogen. Analisis kotoran sapi cair dilakukan sebelum pelaksanan penelitian dimulai.

4. Pengamatan
Pengamatan dilakukan dengan cara nondestruktif dan panen. Pengamatan nondestruktif
dilakukan setelah tanaman berumur 5 hari setelah transplanting dengan interval pengamatan 5
hari sekali (5, 10, 15, 20, dan 25, hari setelah transplanting). Pengamatan panen dilakukan pada
saat tanaman berumur 27 hari setelah transplanting.

5. Analisis Data
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang terdiri atas 9
perlakuan media hidroponik dengan ulangan sebanyak 3 kali. meliputi: (P0) A-B mix JORO (P1)
Paitan (P2) kotoran Sapi (P3) Paitan+Fe (P4) Paitan+Cu (P5) Paitan+Fe+Cu (P6) Kotoran
sapi+Fe (P7) Kotoran Sapi+Cu (P8) Kotoran Sapi+Fe+Cu. Jika hasil menunjukkan tidak berbeda
nyata, maka akan dilanjutkan denga uji BNT 5%.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, secara keseluruhan perlakuan pupuk A-B Mix Joro
(P0) sebagai kontrol, menunjukkan hasil tertinggi pada semua variabel pertumbuhan dan hasil
tanaman dibandingkan dengan
Tabel 1. Rerata tinggiperlakuan media
tanaman (cm) cairmerah
bayam paitan danumur
pada media
5-25cair
hst kotoran sapi pada
berbagai perlakuan (Tabel 1). Tabel 2 menunjukkan bahwa pada umur 5 hst tanaman bayam
merah pada perlakuan A-B mix Joro (P0) mempunyai jumlah daun tertinggi, diikuti oleh
tanaman bayam merah pada perlakuan paitan+Fe (P3), kotoran sapi+Fe+Cu (P8) dan kotoran
sapi+Fe (P6) (Tabel 2). Sedangkan Tabel 3 menunjukkan bahwa hasil panen pada umur 27 hst
tanaman bayam merah pada perlakuan A-B mix joro (P0) mempunyai luas daun tertinggi, diikuti
oleh tanaman bayam merah pada perlakuan paitan+Fe (P3).

Tabel 2. Jumlah daun bayam merah pada umur 5-25 hst

Tabel 3. Rerata luas daun (cm), diameter batang (cm), dan panjang akar (cm) tanaman bayam
merah pada umur 27 hst
KESIMPULAN
Perlakuan media pupuk A-B Mix Joro mempunyai pertumbuhan tertinggi di setiap
parameter pengamatan. Perlakuan media paitan+Fe (P3) menunjukkan hasil tidak berbeda nyata
pada perlakuan kotoran sapi+Fe+Cu (P8) pada peubah jumlah daun, diametr batang, panjang
akar dan panjang tanaman. Perlakuan media paitan+Fe (P3) mempunyai bobot segar total per
tanaman dan bobot segat konsumsi per tanaman yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan
paitan+Fe+Cu (P5), kotoran sapi+Fe (P6), kotoran sapi+Cu (P7), dan kotoran sapi+Fe+Cu (P8).
3). Unsur hara secara umum telah tersedia dalam tanah seperti unsur hara N, P, dan K. Akan
tetapi, unsur hara bagi tanaman khusunya tanaman budidaya perlu dilakukan penambahan ubsur
hara karena unsur hara tersebut tidak selamanya tersedia di tanah. Penambahan unsur hara bagi
tanaman dapat dilakukan dengan penambahan pupuk atau bahan organic lainnya. Pupuk
merupakan sebagai salah satu sumber zat hara buatan yang diperlukan untuk mengatasi
kekurangan nutrisi bagi tanaman budidaya terutama unsur-unsur nitrogen , fosfor, dan kalium.
Sedangkan unsur sulfur, kalsium, magnesium, besi, tembaga, seng, dan boron merupakan unsur-
unsur yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit (mikronutrien).

Anda mungkin juga menyukai