Anda di halaman 1dari 10

ARTIKEL ILMIAH

JURUSAN ILMU TANAH


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA

Nama : Respati Suryokusumo

NIM : C1051141017

Program Studi : Ilmu Tanah

Judul : Kajian Sifat Kimia Tanah Pada Lahan Pasca


Pertambangan Emas Desa Monterado Kecamatan
Monterado Kabupaten Bengkayang

Dosen Pembimbing : 1. Ir. H. Asrifin Aspan, MS.

2. Dr. Rossie W. Nusantara, SP., M.Si.

Dosen Penguji : 1. Dr. U. Suci Yulies V.I., SP, MP.

2. Rini Hazriani, SP, M.Si.


KAJIAN SIFAT KIMIA TANAH PADA LAHAN PASCA PERTAMBANGAN
EMAS DESA MONTERADO KECAMATAN MONTERADO KABUPATEN
BENGKAYANG

Respati Suryokusumo(1), Asrifin Aspan(2), Rossie Wiedya Nusantara(2)


(1) Mahasiswa (2) Dosen Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian
Universitas Tanjungpura

ABSTRAK
Lahan pasca PETI merupakan salah satu lahan marginal yang jika diperbaiki dapat
berpotensi sebagai lahan pertanian, seperti tanah-tanah marginal lainnya, tanah pasca
PETI memiliki keterbatasan pada sifat fisika, kimia dan biologi tanah. Tanah pasca PETI
umumnya adalah pasiran, kandungan bahan organik yang rendah, serta tingkat kesuburan
yang rendah. Pemanfaatan lahan pasca PETI menjadi lahan pertanian memerlukan upaya
perbaikan agar menjadi lebih produktif. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji sifat kimia
tanah dan kriteria status hara pada lahan pasca PETI Dusun Goa Boma Desa Monterado
Kecamatan Monterado Kabupaten Bengkayang. Pengambilan sampel tanah dilakukan
dengan menggunakan metode diagonal sebanyak 4 sampel komposit dengan kedalaman
0-30 cm dan sampel tanah akan dianalisis di Laboratorium. Penelitian ini berlangsung
dari bulan Februari - Juli 2021. Beberapa sifat kimia tanah yang dianalisis pada penelitian
ini meliputi pH, C-organik N-total, P-tersedia, K-dd, KTK dan KB. Nilai pH bervariasi
mulai dari 3,46-5,13 (sangat masam hingga masam); C-organik 0,21-1,28% (sangat
rendah); N-total 0,04-0,18% (sangat rendah hingga rendah); P-tersedia 7,74-13,96 ppm
(sangat rendah hingga rendah); K-dd 0,05-0,09 cmol(+)kg-1 (sangat rendah); KTK 4,23-
7,56 cmol(+)kg-1 (sangat rendah hingga rendah); KB 10,32-13,71% (sangat rendah).
Kata Kunci : Dusun Goa Boma, Lahan pasca PETI, Sifat kimia tanah.
STUDY OF SOIL CHEMICAL PROPERTIES IN POST GOLD MINING DESA
MONTERADO KECAMATAN MONTERADO KABUPATEN BENGKAYANG
Respati Suryokusumo(1), Asrifin Aspan(2), Rossie W. Nusantara(2)
(1) College Student (2) Lecturer of Soil Science Faculty of Agriculture
Universitas Tanjungpura

ABSTRACT
Post gold mining is one of the marginal lands which if improved can potentially
be used as agricultural land, like other marginal soils, post-mining soils have limitations
on the physical, chemical and biological properties. Post gold mining soils are generally
sandy, low in organic matter and low in fertility. The use of post gold mining into
agricultural purpose need improvement so that become more productive by improving
post mining soil properties. The purpose of this study was to examine the chemical
properties of the soil and the nutrient status of the post gold mining in Dusun Goa Boma
Desa Monterado Kecamatan Monterado Kabupaten Bengkayang by using the diagonal
method as many as 4 composite samples with a depth of 0-30 cm and soil samples will be
analyzed in the laboratory, the study took place from February - July 2021. Parameters
analyzed in this study include pH, C-organic, N-total, P-available, K-exchangeable, CEC
and base saturation (BS). The pH value varies from 3.46-5.13 (very sour to sour); C-
organic 0.21-1.28% (very low); N-total 0.04-0.18% (very low to low); P-available 7.74-
13.96 ppm (very low to low); K-exchangeable 0.05-0.09 cmol(+)kg-1 (very low); CEC
4.23-7.56 cmol(+)kg-1 (very low to low); base saturation (BS) 10.32-13.71% (very low).
Keywords: Dusun Goa Boma, Soil chemistry properties, Post gold mine.
1

I. Pendahuluan Tujuan penelitian ini adalah


Indonesia merupakan negara yang mengkaji sifat kimia tanah serta status
hara pada lahan pasca PETI Dusun Goa
kaya akan sumber daya alam, salah
Boma Desa Monterado Kecamatan
satunya adalah bahan galian yang
Monterado Kabupaten Bengkayang.
meliputi tembaga, perak, emas, gas dan
minyak bumi, batu bara, dan lain-lain. II. Metode Penelitian
Sektor pertambangan di Indonesia a. Tempat dan Waktu Penelitian
berfungsi sebagai salah satu penambah Pengambilan sampel tanah
devisa negara, namun kegiatan dilakukan di lahan pasca PETI Dusun
penambangan saat ini banyak Goa Boma Desa Monterado Kecamatan
dipersoalkan oleh berbagai kalangan, Monterado Kabupaten Bengkayang.
karena sering dihadapkan oleh masalah Penelitian dilakukan di Laboratorium
antara pemanfaatan yang optimal dan Kimia dan Kesuburan Tanah Fakultas
dampak pada lingkungan dan sosial. Pertanian Universitas Tanjungpura.
Keberadaan kegiatan usaha tambang Penelitian akan dilaksanakan dari
menimbulkan dampak negatif di dalam Februari – JuIi 2021.
pengusahaan bahan galian (Salim, b. Alat dan Bahan Penelitian
2012). Alat yang digunakan dalam
Lahan pasca PETI merupakan salah penelitian ini adalah GPS, cangkul,
satu lahan marginal yang jika diperbaiki kantong plastik, spidol, kertas, dan alat
dapat berpotensi sebagai lahan pertanian. dokumentasi. Selanjutnya, peralatan
Namun, seperti tanah-tanah marginal laboratorium yang digunakan dalam
lainnya, tanah pasca PETI memiliki proses analisis sampel tanah seperti botol
keterbatasan pada sifat fisika, kimia dan kocok, pH meter, konduktometer,
biologi tanah. Tanah pasca PETI erlenmeyer, tabung labu, flame
umumnya adalah pasiran, di mana photometer dan spektrofotometer,
memiliki kapasitas menahan air yang sedangkan bahan yang digunakan dalam
rendah, kadar hara, kandungan bahan penelitian ini adalah sampel tanah pada
organik, serta tingkat kesuburan yang setiap titik pengamatan, dan juga bahan-
rendah. Ruang pori makro yang dimiliki
bahan kimia lainnya yang digunakan
tanah pasca PETI (pasiran) dalam proses analisis sampel tanah
menyebabkan tanah ini mempunyai seperti akuades, larutan buffer pH 7,
kemampuan yang rendah dalam amonium asetat, alkohol, larutan KCl
menyimpan air, memiliki udara lebih
dan HCl.
banyak dan mempercepat proses c. Penentuan Titik Sampel dan
pengeringan (Mayun, 2007). Pengambilan Sampel Tanah
Rendahnya kesuburan tanah akan Penentuan titik pengamatan ini
mempengaruhi pertumbuhan tanaman.
menggunakan metode diagonal dengan
Untuk pemanfaatan lahan pasca PETI jumlah 4 titik sampel komposit dengan
menjadi lahan pertanian memerlukan kedalaman 0-30 cm.
upaya perbaikan agar menjadi lebih
produktif dengan perbaikan sifat-sifat
tanah pasca PETI. Hal yang perlu
dilakukan sebelum melakukan perbaikan
tanah pasca PETI adalah melakukan
analisis tanah secara kimia untuk
mengetahui keadaan unsur hara dalam
tanah pasca PETI.
2

Data hasil penelitian tersebut


ditampilkan dalam bentuk tabel dan
dijabarkan secara deskriptif sebagai
penjelasannya.
III. Hasil dan Pembahasan
1. Reaksi Tanah (pH)
Reaksi tanah (pH) menunjukkan
tingkat kemasaman dan alkalinitas yang
dinyatakan dalam nilai pH. Penelitian ini
menunjukkan bahwa pH tanah pada
lokasi PM 1 sebesar 5,13, termasuk
Gambar 2. Pengambilan Sampel Tanah
kriteria masam; pada PM 2 sebesar 5,02,
Komposit secara diagonal.
termasuk kriteria masam; lokasi PM 3
Keterangan : sebesar 3,46, termasuk kriteria sangat
(D) Titik pengambilan tanah masam; dan pada lokasi PM 4 sebesar
komposit. 4,36, kriteria sangat masam. Reaksi
(1, 2, 3, 4, 5) Titik sub sampel. tanah (pH) yang masam akan
Pengambilan sampel tanah menghambat ketersediaan unsur hara
komposit diambil sebanyak 4 sampel dalam tanah sehingga menyebabkan
(Gambar 1). Masing-masing titik pertumbuhan tanaman terganggu. Faktor
pengambilan tanah komposit terdiri dari penyebab pH tanah rendah adalah jenis
5 titik sub sampel (Gambar 2). tanah pada lokasi penelitian yang
Parameter yang dianalisis pada merupakan tanah berjenis Ultisol, faktor
setiap sampel adalah pH, C-organik. N- lainnya karena akibat aktivitas
total, P-tersedia, K-dd, KTK dan KB. penambangan yang dilakukan yaitu pada
proses amalgamasi atau proses
pemisahan zat pengotor dengan emas
yang menggunakan bahan kimia, seperti
merkuri (Hg).
Penelitian yang dilakukan Fauzi
(2015), menyatakan pH pada tanah
Ultisol bervariasi mulai dari sangat
masam hingga masam. Conesa et. al.,
(2005) menyatakan bahwa dampak
negatif yang terjadi akibat pertambangan
adalah penurunan kualitas tanah akibat
Gambar 3. Keadaan Lahan Pasca PETI pencemaran oleh logam-logam berat
Dusun Goa Boma pada lahan bekas tambang (tailing),
d. Analisis Data menyebabkan pH tanah menjadi rendah.
3

Tabel 1. Hasil Analisis Laboratorium Tanah Pasca PETI


Titik Pengamatan *)
No Parameter
PM 1 PM 2 PM 3 PM 4
1 pH (H2O) 5,13 (M) 5,02 (M) 3,46 (SM) 4,36 (SM)
2 C-Organik (%) 0,21 (SR) 0,24 (SR) 0,26 (SR) 1,28 (SR)
3 N-Total (%) 0,04 (SR) 0,04 (SR) 0,05 (SR) 0,18 (R)
4 P2O5 (ppm) 7,74 (SR) 9,13 (SR) 8,82 (SR) 13,96 (R)
5 K-dd (cmol(+)kg-1) 0,05 (SR) 0,06 (SR) 0,05 (SR) 0,09 (SR)
6 KTK (cmol(+)kg-1) 4,23 (SR) 4,32 (SR) 4,36 (SR) 7,56 (SR)
7 KB (%) 13,71 (SR) 13,66 (SR) 11,93 (SR) 10,32 (SR)
Tekstur (%)
8 Pasir 94,00 92,20 97,70 81,90
9 Debu 6,00 7,80 2,30 18,10
10 Liat 0,00 0,00 0,00 0,00
Pasir
Pasir Pasir Pasir
Berlempung
Sumber: Hasil Analisis Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah Faperta, 2021
Keterangan: *) Kriteria Kesuburan Tanah Menurut LPT Tahun 1983 SM (Sangat
Masam), M (Masam), SR (Sangat Rendah), R (Rendah)
2. C-Organik dinyatakan oleh Isnaniarti (2017) bahwa
Kadar C-organik menunjukkan kandungan C-organik pada lahan pasca
banyaknya bahan organik yang terdapat PETI termasuk dalam kriteria yang
pada tanah. Hasil penelitian ini sangat rendah. Penelitian yang dilakukan
menunjukkan bahwa C-organik pada Purnamayani et. al., (2016) mengatakan
lokasi penelitian termasuk dalam kriteria pada area pasca PETI yang telah
sangat rendah dengan nilai mulai dari direklamasi menunjukkan peningkatan
0,21 hingga 1,28% pada 4 lokasi. Kadar kriteria C-organik menjadi sedang.
C-organik pada PM 1, PM 2, PM 3, dan Diketahui bahwa kadar C-organik pada
PM 4 secara berturut-turut adalah 0,21, lokasi PM 4 lebih besar walaupun masih
0,24, 0,26, dan 1,28%. Nilai C-organik dalam kriteria yang sama daripada lokasi
yang sangat rendah pada lahan PM 1, PM 2, dan PM 3 karena
disebabkan oleh aktivitas penambangan terdapatnya rerumputan disekitar area
emas yang pernah dilakukan membuat tersebut sebagai penyumbang C-organik,
lapisan atas tanah (top soil) menghilang. sedangkan pada 3 lokasi lainnya tidak
Lapisan atas (top soil) yang tidak terdapat tamanan sebagai penyumbang
terdapat humus, serasah dan tanaman bahan organik.
kayu yang mempunyai akar masuk ke 3. Nitrogen (N) Total
dalam tanah akan mengakibatkan tanah Nitrogen merupakan unsur hara
tidak dapat menahan air dan terjadilah utama yang dibutuhkan tanaman dalam
erosi dan pencucian terhadap unsur- jumlah banyak, diperlukan dalam
unsur hara. Rendahnya vegetasi sebagai pertumbuhan karena berperan dalam
penyumbang bahan organik pada lahan pembentuk klorofil, asam amino, enzim,
pasca PETI menyebabkan rendahnya koenzim, vitamin dan hormon. Hasil
nilai C-organik. Hal yang sama juga penelitian menunjukkan N-total tanah
4

pada lokasi PM 1 sebesar 0,04% (sangat menunjukkan bahwa P-tersedia pada


rendah); PM 2 sebesar 0,04% (sangat lokasi penelitian bervariasi mulai dari
rendah); PM 3 sebesar 0,05% (sangat 7,74 – 13,96 ppm. Nilai P-tersedia pada
rendah); dan PM 4 sebesar 0,18% lokasi PM 1, PM 2, PM 3, dan PM 4
(rendah). Faktor penyebab N-total dalam berturut-turut sebesar 7,74, 9,13, 8,82,
tanah bervasiasi tergantung dari bahan dan 13,96 ppm dengan kriteria sangat
organik, pengelolaan dan penggunaan rendah hingga rendah. Faktor yang
lahan. Ciri-ciri adanya bekas mempengaruhi P-tersedia dapat
penambangan adalah munculnya tanah disebabkan oleh pH dan bahan organik.
yang didominasi oleh fraksi pasir akibat Menurut Hanafiah (2005),
dari penggalian yang dilakukan, tanah ketersediaan fosfor (P) dalam tanah
lapisan bawah menjadi lapisan atas. sangat erat hubungannya dengan reaksi
Sebaliknya tanah lapisan atas (top soil) tanah (pH). Azmul dkk., (2016)
yang kaya akan bahan organik dan unsur berpendapat bahwa pada tanah yang
hara lainnya menjadi hilang. memiliki pH rendah, fosfor (P) akan
Lopulisa (2004) mengatakan bahwa bereaksi dengan ion besi (Fe) dan
nitrogen (N) dalam tanah berasal dari alumunium (Al), sehingga membuat
bahan organik tanah. Kehilangan N ketersediaan fosfor (P) menjadi tidak
secara terus menerus mengakibatkan tersedia bagi tanaman. Haynes dan
terjadinya ketidakseimbangan antara Mokolobate (2001) menyatakan bahwa
kebutuhan tanaman dengan ketersediaan peningkatan fosfor (P) terjadi karena
N dalam tanah, yang membuat tanaman pembentukan senyawa komplek
tumbuh dengan tidak optimal. Menurut alumunium (Al) oleh senyawa-senyawa
Purnamayani (2016) umumnya unsur organik hasil dekomposisi bahan organik
nitrogen (N) ditambahkan dari luar untuk yang dapat menurunkan kandungan Al-
meningkatkan kandungan nitrogen (N) dd dan mengurangi adsorpsi fosfor (P)
dalam tanah. Hal ini serupa dengan yang oleh alumunium (Al) sehingga
dikatakan oleh Wasis dan Fathia (2016), ketersediaan P meningkat, namun
penambahan kompos pada tanah tailing menurut Kongchum (2005), selama
dapat meningkatkan kandungan nitrogen proses dekomposisi bahan organik ini
(N). Pada lokasi PM 4 memiliki kadar C- akan menurunkan pH akibat dari asam-
organik dan N-total yang lebih tinggi asam organik, hal ini terjadi pada lokasi
yaitu 1,28% dan 0,18% dibandingkan PM 4 yang mana memiliki kadar P-
lokasi PM 1, PM 2 dan PM 3 yang tersedia paling besar yaitu 13,96 ppm,
memiliki kadar C-organik sebesar namun memiliki pH tanah yang rendah
0,21%, 0,24% dan 0,26% dan N-total yaitu 4,36, lebih rendah dari lokasi PM 1
sebesar 0,04%, 0,04% dan 0,05% dengan P-tersedia sebesar 7,74 ppm
walaupun sama-sama memiliki kriteria dengan pH 5,13. Lokasi PM 4 memiliki
yang sangat rendah. kadar C-organik yang paling besar yaitu
4. Fosfor (P) Tersedia 1,28% mendapat sumbangan bahan
Fosfor (P) merupakan unsur makro organik dari rerumputan yang berada
esensial yang kedua setelan Nitrogen (N) disekitar lokasi PM 4, tidak seperti pada
yang sangat dibutuhkan tanaman yang lokasi PM 1, PM 2, dan PM 3 yang tidak
berfungsi dalam pembelahan sel, terdapat tumbuhan sama sekali.
pembentukan albumin, pembentukan 5. Kalium (K) Dapat Dipertukarkan
bunga, buah dan biji, mempercepat Kalium (K) merupakan unsur makro
pematangan dan memperkuat batang esensial ketiga setelan Nitrogen (N) dan
tidak mudah roboh. Hasil penelitian Fosfor (P), berperan dalam proses seperti
5

metabolisme karbohidrat, aktivator dapat disangkal terhadap kesuburan


enzim, mengatur tekanan osmotik, tanah. Bahan organik memiliki daya
mengatur efisiensi air, penetral efek serap kation yang lebih baik daripada
kelebihan serapan N dan sintesis protein, koloid tanah liat. Menurut Hakim dkk.,
dan translokasi dari asimilatHasil (2011) nilai KTK bervariasi menurut tipe
penelitian menunjukkan bahwa K-dd dan jumlah koloid dalam tanah. KTK
tanah pada lokasi PM 1 sebesar 0,05 tanah dapat dipengaruhi oleh sifat dan
cmol(+)kg-1 (sangat rendah); PM 2 ciri tanah, seperti pH, tekstur, jenis
sebesar 0,06 cmol(+)kg-1 (sangat mineral liat, bahan organik, dan
rendah); PM 3 sebesar 0,05 cmol(+)kg-1, pengapuran atau pemupukan.
(sangat rendah); dan PM 4 sebesar 0,09 7. Kejenuhan Basa (KB)
cmol(+)kg-1 (sangat rendah). Rendahnya Nilai kejenuhan basa (KB) adalah
nilai K-dd pada lokasi penelitian dapat persentase dari total kapasitas tukar
disebabkan oleh rendahnya pH tanah, kation (KTK) yang ditempati oleh
bahan organik dan pencucian basa-basa kation-kation basa seperti kalium,
yang diakibatkan sisa dari aktivitas kalsium, magnesium dan natrium.
penambangan emas. Terdapat korelasi antara pH tanah dan
Damanik dkk. (2011) mengatakan KB dimana jika pH tinggi, maka nilai
kehilangan kalium (K) akibat tercuci KB akan tinggi. Hasil penelitian ini
merupakan kehilangan yang paling menunjukkan bahwa KB tanah pada
besar. Besarnya kalium (K) yang tercuci lokasi penelitian berkisar antara 10,32
tergantung pada tekstur tanah, kapasitas hingga 13,71% dengan kriteria sangat
tukar kation (KTK), pH tanah, dan jenis rendah pada 4 lokasi penelitian.
tanah. Rendahnya bahan organik juga Rendahnya nilai KB disebabkan oleh
menjadi salah satu penyebab rendahnya pH tanah.
ketersediaan kalium (K) menjadi rendah. Soewandita (2008) mengatakan
6. Kapasitas Tukar Kation (KTK) kejenuhan basa (KB) berhubungan erat
Kapasitas Tukar Kation tanah dapat dengan pH tanah, dimana tanah dengan
didefinisikan sebagai kemampuan koloid pH yang rendah umumnya mempunyai
tanah dalam menyerap dan kejenuhan basa yang rendah, sedangkan
mempertukarkan kation. Hasil penelitian pada tanah yang memiliki pH tinggi akan
mendapatkan bahwa nilai KTK tanah memiliki kejenuhan basa (KB) yang
pada lokasi penelitian bervariasi antara tinggi pula. Hardjowigeno (2003)
4,23 hingga 7,56 cmol(+)kg-1. Nilai menyebutkan bahwa kation-kation basa
untuk lokasi PM 1, PM 2, PM 3, dan PM umumnya mudah tercuci, sehingga
4 berturut-turut sebesar 4,23, 4,32, 4,36, kondisi tanah yang memiliki nilai KB
dan 7,56 cmol(+)kg-1 dengan kriteria yang tinggi menunjukkan bahwa tanah
sangat rendah hingga rendah. Rendahnya tersebut belum banyak mengalami
nilai KTK disebabkan oleh rendahnya pencucian, sedangkan pada lokasi
bahan organik akibat dari kegiatan penelitian, tanah telah banyak
penambangan emas yang pernah mengalami perubahan akibat
dilakukan dan jenis tanah pada lokasi pertambangan emas.
penelitian yang termasuk dalam jenis IV. Kesimpulan
tanah Ultisol. Tanah Ultisol umumnya Hasil identifikasi sifat kimia tanah
memiliki nilai KTK yang rendah (Fauzi, pada lahan pasca PETI Dusun Goa Boma
2015). Desa Monterado Kecamatan Monterado
Soepardi (2005) menyebutkan Kabupaten Bengkayang memiliki nilai
bahwa pengaruh bahan organik tidak pH yang bervariasi mulai dari 3,46-5,13
6

(sangat masam hingga masam); C- Hakim, N., M.Y. Nyakpa., A.M. Lubis.,
organik 0,21-1,28% (sangat rendah); N- S.G. Nugroho., M.A. Diha., G.B.
total 0,04-0,18% (sangat rendah hingga Hong dan H.H. Billey. 2011.
rendah); P-tersedia 7,74-13,96 ppm Dasar-dasar Ilmu Tanah.
(sangat rendah hingga rendah); K-dd Universitas Lampung. Bandar
0,05-0,09 cmol(+)kg-1 (sangat rendah); Lampung.
KTK 4,23-7,56 cmol(+)kg-1 (sangat Hanafiah, K.A. 2005. Dasar-Dasar Ilmu
rendah hingga rendah); KB 10,32- Tanah.. Jakarta: Grafindo Persada.
13,71% (sangat rendah)
Hardjowigeno, S. 2007. Ilmu Tanah.
Daftar Pustaka Jakarta: Akademika Pressindo.
Azmul, A., Yusran, Y., Irmasari, I. 2016. Haynes, R.J. dan M.S. Mokolobate.
Sifat Kimia Tanah Pada Berbagai 2001. Amelioration of Al Toxicity
Tipe Penggunaan Lahan Di
and P Deficiency in Acid Soils by
Sekitar Taman Nasional Lore Additions of Organic Residues: A
Lindu (Studi Kasus Desa Toro Critical Review Of The
Kecamatan Kulawi Kabupaten
Phenomenon and the Mechanisms
Sigi Sulawesi Tengah). Warta
Involved. Nutrient Cycling in
Rimba Volume 4, Nomor 2 pp. 24- Agroecosystems 59: 47-63.
31.
Isnaniarti, U.N., W. Ekyastuti dan H.A.
Conesa, H.M.,F.Angel and A.Raquel. Ekamawanti. 2017. Suksesi
2005. Heavy Metal Acumulation
Vegetasi pada Lahan Bekas
and Tolerance in Plant from Mine Penambangan Emas Rakyat di
Tailings of the Semiarid Kecamatan Monterado Kabupaten
Cartagena-La Union Mining Bengkayang. Jurnal Hutan Lestari:
District (SE Spain). Elsevier 5 (4) : 952 – 961.
Science. 336 (1):1- 11.
Kongchum, M. 2005. Effect of Plant
Damanik, M. M. B., B. E. Hasibuan, Residue and Water Management
Fauzi, Sarifuddin dan H. Hanum. Practices on Soil Redox
2011. Kesuburan Tanah dan
Chemistry, Methane Emission and
Pemupukan. USU Press, Medan. Rice Productivity. A Desertation.
Fauzi, E.S., Razali. 2015. Karakteristik Graduate Faculty of the Louisiana
Sifat Kimia Sub Grup Tanah State University. USA. 201 p.
Ultisol di Beberapa Wilayah Lolupisa, C. 2004. Tanah-tanah Utama
Sumatera Utara. Jurnal
Dunia Ciri, Ganesa dan
Agroekoteknologi, 4(1): 1796-
Klasifikasinya. Lembaga
1803.
Penerbitan Univesititas
Gusnidar, dan Prasetyo, T. B. 2008. Hasanuddin. Makasar.
Pemanfaatan Tithonia Diversifolia Mayun, I.A. 2007. Efek mulsa jerami padi
pada Tanah Sawah yang Dipupuk dan pupuk kandang sapi terhadap
P Secara Starter terhadap Produksi pertumbuhan dan hasil bawang
serta Serapan Hara N, P, dan K merah di daerah pesisir. Agritrop
Tanaman Padi. Journal of Tropical 26(1) : 33 – 40.
Soils, 13(3), 209–216.
7

Purnamayani, R., J. Hendri dan H.


Purnama. 2016. Karakteristik
Kimia Tanah Lahan Reklamasi
Tambang Batubara di Provinsi
Jambi. Prosiding Seminar
Nasional Lahan Suboptimal 2016,
Palembang 20-21 Oktober 2016.
Salim, H. Hukum Pertambangan di
Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta,
2012, hlm. 1.
Soepardi. 2005. Masalah Kesuburan
Tanah di Indonesia. Departemen
Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian
IPB: Bogor.
Soewandita H. 2008. Studi Kesuburan
Tanah Dan Analisis Kesesuaian
Lahan Untuk Komoditas Tanaman
Perkebunan Di Kabupaten
Bengkalis. Sains Dan Teknologi
Indonesia 10 (2):128-133.
Wasis, B dan N. Fathia. 2010. Pengaruh
Pupuk NPK dan Kompos terhadap
Pertumbuhan Semai Gmelina
(Gmelina Arborea Roxb.) pada
Media Tanah Bekas Tambang
Emas (Tailing). Jurnal Ilmu
Pertanian Indonesia, 16 (2):123-
129.

Anda mungkin juga menyukai