Anda di halaman 1dari 10

Karakteristik Kesuburan Tanah Ladang Berpindah Di Kecamatan Loksado,

Kabupaten Hulu Sungai Selatan

Reka Ardiantika1), SidhartaAdyatma 2), Akhmad Munaya Rahman 3)


1) Mahasiswa Program Studi Pendidikan Geografi FKIP Universitas Lambung
Mangkurat
2) ProgramStudi Pendidikan GeografiFKIPUniversitasLambungMangkurat
3) Program Studi Pendidikan Geografi FKIP Universitas Lambung Mangkurat
1710115120018@mhs.ulm.ac.id

Abstract

The Purpose Of this study is to identify the characteristics of soil fertility that
occur due to shifting cultivation in Loksado District, Hulu Sungai Selatan
Regency. The quantitative descriptive method is used in this research. Data
were collected by direct observation and laboratory tests. The results of this
study indicate that the physical soil fertility status with size parameters, namely
soil depth, texture, and soil permeability rate is moderate. The quality of the
chemical properties of low status is due to the limiting factors, namely soil
organic matter, base saturation and low total N. These limiting factors resulted
in differences in the level of fertility status on the chemical aspect at the study
site.

Keywords: shifting cultivation, soil fertility, physical properties, chemical


properties.

Abstrak

Tujuan dari penelitian ini yaitu mengidentifikasi karakteristik kesuburan


tanah yang terjadi karena ladang berpindah di Kecamatan Loksado, Kabupaten
Hulu Sungai Selatan. Metode deskriptif kuantitatif digunakan pada penelitian.
Data dikumpulkan dengan observasi langsung dan uji laboratorium. Hasil
penelitian ini menunjukkan, status kesuburan tanah fisik menggunakan parameter
ukuran adalah permeabilitas tanah, kedalaman tanah, dan tekstur berstatus sedang.
Kualitas sifat kimia berstatus rendah karena faktor pembatas seperti kejenuhan
basa, N total dan organik tanah, sehingga terjadi perbedaan status tingkat
kesuburan tanah pada aspek kimia di daerah lokasi penelitian.
Kata Kunci : ladang berpindah, kesuburan tanah, sifat fisik, sifat kimia.

DOI:
Received:
How to cite: Ardiantika, Reka., Adyatma, Sidharta., Munaya Rahman, Akhmad
(2022). Karakteristik Kesuburan Tanah Ladang Berpindah Di Kecamatan
Loksado, Kabupaten Hulu Sungai Selatan. JPG (Jurnal Pendidikan Geografi),
X(X), XX-XX.
© 2022 JPG (Jurnal Pendidikan Geografi)

1. Pendahuluan

Secara umum pertanian di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi


pertanian lahan kering dan pertanian lahan basah. Potensi yang besar tentu
dimiliki oleh lahan kering untuk pertanian, baik tanaman pangan hortikultura,
ataupun tanaman tahunan dan peternakan (Rokhani, 2016). Pembanguanan
pertanian di Indonesia lebih memfokuskan pada peningkatan produksi pangan.
Pertanian pada lahan sawah lebih efektif daripada dengan pertanian lahan kering,
dan sawah memberikan sumbangan hasil pertanian lebih besar terhadap tingginya
peranan subsektor tanaman pangan. Berladang merupakan salah satu cara
bercocok tanam yang dilakukan di Pulau Kalimantan, khususnya di Kecamatan
Loksado, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Provinsi Kalimantan Selatan. Salah
satu pemanfaatan sumber daya hutan secara tradisional adalah teknik berladang
masyarakat Dayak Meratus berladang dengan cara pengolahan hutan menjadi
ladang berpindah (Asysyifa, 2009). Kadar bahan organik yang rendah dan lapisan
tanah menjadi tipis, hal ini terjadi pada tanah-tanah yang tererosi dan banyak
terdapat pada lahan (Abdurachman et al., 2008).

Kegiatan berladang berpindah biasa masyarakat disebut dengan ladang


gilir balik. Ladang gilir balik dapat diartikan setelah ladang berpindah namun
kembali lagi, yaitu lahan yang telah diolah dan digunakan beberapa tahun,
kemudian ditinggalkan untuk membuka lahan baru lagi, namun beberapa tahun
kemudian digunakan kembali. Ladang berpindah merupakan bagian dari
penggunaan lahan, mata pencaharian, dan tradisi yang sudah dilakukan selama
berabad abad (Meartz et al., 2009; Mukul dan Herbuhn, 2016; Rifki, 2017; Van
Vliet et al., 20 12; Yuseran et al., 2020) Pembukaan lahan dengan tebas bakar
biasanya melakukan pembakaran berulang sampai dengan lahan bersih dan siap
untuk ditanami. Pembakaran yang dilakukan berulang dapat menyebabkan
penurunan kadar bahan organik tanah dan menurunkan produktivitas tanah. Hal
ini dikarenakan pembakaran dapat mempercepat proses pencucian dan pemiskinan
tanah (Ohorella & Hilmanto, 2011).

Pembukaan ladang berpindah dan pengolahan lahan yang dilakukan


masyarakat Dayak Meratus melalui beberapa tahapan dan proses, seperti ritual
adat (aruh), atau kegiatan doa yang bertujuan untuk memohon kepada sang
pencipta, kemudian dilanjutkan dengan, penetapan lokasi (bemimpi), tebang
pohon (batabang), pembakaran (manyalukut), pembersihan lahan dari semak
belukar (menabas), penanaman benih (manugal), pemeliharaan tanaman dari
rumput (marumput), upacara adat pada usia padi 4 bulan (basambu), dan panen
(mangatam). Masyarakat sampai saat ini masih menggunakan sistem tebang bakar
dalam mengelola ladang, dan menggunakan lahan untuk beberapa tahun kedepan.
Lahan dibakar sebelum membuka ladang dan dapat mengurangi kadar asam tanah
dan menambah hara dan kesuburan, maka sistem tebas-tebang-bakar cocok
diterapkan pada pertanian tanah Kalimantan (Asysyifa, 2009; Sulistinah, 2014)

Kesuburan tanah merupakan mutu tanah dan kemampuan dalam bercocok


tanam karena mendukung pertumbuhan tanaman. Kesuburan tanah berhubungan
dengan sejumlah sifat dan xat pada tanah baik itu kimia, biologi, dan fisika yang
merupakan bagian tubuh tanah dan menjadi habitat akar-akar tanaman. Indikator
kesuburan tanah dapat dikaji dari sifat kimia, biologi, dan fisika tanah (Utomo,
2016). Sistem ladang berpindah dengan sistem tebas dan bakar tidak terlepas dari
tujuan dalam meningkatkatkan kandungan unsur hara, menghilangkan gulma,
mengurangi timbulnya penyakit dan meningkatkan produksi tanaman.

Lahan yang melalui proses pembakaran akan memberikan hasil produksi


tanaman pangan lebih tinggi dibandingkan lahan yang tidak melalui proses
dibakar sesuai dengan pengalaman para peladang berpindah. Periode masa bera 3
tahun dalam pengelolaan dengan sistem tebas bakar sangat efektif dalam
mengurangi beberapa risiko seperti terputusnya siklus hara saat dilakukan
penebangan dan pembakaran tanaman ladang dan dapat memulihkan kembali
unsur hara pada tiap lahan-lahan.
Mata pencaharian penduduk lahan kering di Kecamatan Loksado yang
mayoritasnya adalah petani, keadaan lahan menjadi penting bagi mereka. Lahan
kering di Kecamatan Loksado pada dasarnya memiliki peran untuk mendukung
pertumbuhan dan lahan lestari. Pentingnya kesuburan tanah akan sangat
mempengaruhi pada fungsi kerja tanah yaitu diantaranya mengatur dan membagi
aliran air, media pertumbuhan tanaman dan menyangga kestabilan lingkungan.
Tetapi sistem ladang berpindah menimbulkan beberapa kemungkinan yang
berpengaruh pada kesuburan tanah, sehingga penelitian ini bertujuan untuk
mengidentifikasi karakteristik kesuburan tanah di ladang berpindah.

2. Metode

Metode deskriptif kuantitatif yang dilengkapi dengan observasi (survey)


digunakan dalam penelitian ini (Fitrianingsih et al., 2014; Rizky et al., 2017).
sampel dengan teknik purposive sampling digunakan dalam penelitian ini dengan
peta satuan lahan sebagai dasar penentuan dan pengambilan sampel (Saidah et al.,
2015). Variabel penelitian diTabel 1.

Teknik analisis data menggunakan metode deskriptif kuantitatif dengan


analisis sifat fisika, kimia tanah yang telah di uji laboratorium (Sari et al., 2020).

Tabel 1. Variabel Penelitian


Variabel Indikator
Kedalaman tanah
Tekstur
Sifat Fisik
Permeabilitas
pH Tanah
Kapasitas tukar kation
C Organik
Sifat Kimia Kejenuhan basa
N Total
Gambar 1 Peta Titik Sampel Penelitian

3. Pembahasan

Karakteristik kesuburan tanah Ladang berpindah di Kecamatan Loksado,


Kabupaten Hulu Sungai Selatan menurut parameter sifat fisik dan kimia tanah.
Jenis tanah yang berada terdapat pada Kecamatan Loksado adalah tanah latosol
dan podsolik merah kuning. Jenis tanah ini mempengaruhi karakteristik kesuburan
tanah. Tanah latosol dan podsolik merah kuning menjadikan beberapa lokasi
penelitian memiliki kondisi tanah bertekstur lempung, liat dan berpasir. Tekstur
tanah berpengaruh terhadap kemampuan tanah dalam meloloskan air. Semakin
kasar tekstur tanah, semakin besar permeabilitas tanah. Besarnya permeabilitas
tanah terjadi karena air ataupun udara masuk melalui sela tanah yang tidak rapat.
Permeabilitas yang tinggi diikuti dengan ruang pori yang tinggi, akar tanaman
semakin mudah menembus tanah dalam menyerap hara. Semakin mudah akar
tanaman menembus tanah mengindikasikan adanya drainase yang baik.

Hasil uji laboratorium permeabilitas tanah pada Tabel 2.


Tabel 2. Hasil uji laboratorium Permeablitas Tanah
Sumber : hasil uji laboratorium (2022)

Tabel statistik di atas menunjukkan nilai permeabilitas terendah dari 20


sampel tanah adalah 1,37 sedangkan tertinggi adalah 11,7. Nilai dari hasil
perhitungan statistik, diperoleh bahwa rata rata permeabilitas yang ada di lokasi
penelitian yaitu 2,89 dan termasuk dalam kategori sedang.

Hal Kedua jenis tanah ini juga berpengaruh terhadap kandungan pH


tanah. Tanah latosol dan podsolik merah kuning cenderung memiliki pH yang
rendah, karena berkarakteristik masam, hal ini sesuai dengan hasil uji pH pada
Tabel 3.
Tabel 3. Hasil Uji pH Tanah

Sumber : hasil uji laboratorium (2022)

Tabel statistik di atas menunjukkan nilai pH terendah dari 20 sampel


tanah adalah 4 sedangkan tertinggi adalah 7. Hasil dari perhitungan rata rata pH
tanah pada lokasi penelitian yaitu 5,9 yang termasuk dalam kategori agak masam.
Dampak yang dapat ditimbulkan dari kandungan pH tanah yang rendah dan tanah
yang masam seperti, terjadinya peningkatan unsur zat beracun dalam tanah,
penurunan ketersediaan unsur hara tanaman, dan penurunan dalam produktivitas
tanaman. Kandungan pH tanah wilayah penelitian toleran untuk dapat ditumbuhi
oleh tanaman dengan subur berada pada angka 6,5 hingga 7,5. Rendahnya pH
tanah, maka makin masam akibatnya kejenuhan basa makin rendah.
Hasil laboratorium KTK pada lokasi penelitian pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil Uji KTK

Sumber : hasil uji laboratorium (2022)

Hasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa hasil KTK pada ladang


berpindah di Kecamatan Loksado tergolong tinggi KTK terkecil yaitu 21,01 pada
titik II SW dan KTK tertinggi 34,10 II B. Hasil perhitungan rata rata nilai KTK
pada lokasi penelitian 28,21 artinya dalam kategori sedang dengan kata lain
kandungan KTK pada lokasi penelitian cukup, dengan nilai KTK tinggi
cenderung lebih subur karena memiliki cadangan hara tinggi. Tinggi nya KTK
dipengaruhi oleh tekstur, tipe mineral, dan kandungan bahan organik (Agustian &
Hasiholan, 2018). Besarnya jumlah KTK dalam tanah dipengaruhi oleh keadaan
tekstur dan bahan organik. Pernyataan (Mukhlis, 2007).

Kejenuhan basa sering dianggap sebagai petunjuk tingkat kesuburan


tanah. Dapat ditarik kesimpulan kejenuhan basa pada lokasi penelitian yang
rendah mempengaruhi status kesuburan tanah. Pelepasan kation terjerat untuk
tanaman tergantung pada tingkat kejenuhan basa. Suatu tanah dianggap sangat
subur jika kejenuhan basanya sekitar >80%, berkeseburan sedang jika kejenuhan
basanya diantara 80% dan 50% dan dalam kategori tidak subur jika kejenuhan
basanya <50% (Hardjowigeno, 2007). Hasil analisis status kejenuhan basa rendah
diakibatkan karena adanya proses pencucian tanah, yang menyebabkan kation
basa ikut terlarut dalam air sehingga tidak lagi ada di area akar (Agustian &
Simanjuntak, 2018) Untuk meningkatkan kejenuhan basa dapat dilakukan dengan
cara pengapuran.

Rendahnya kadar C organik mungkin karena kurangnya vegetasi karena


seringnya perawatan penanaman dan pengangkutan sisa tanaman ke luar area
tanam (Prabowo & Subantoro, 2018). Meningkatnya kandungan C-organik pada
tanah, berarti kesuburan tanah meningkat. Sebaliknya, kurangnya kandungan C
organik tanah, maka berkurang kesuburan tanah tersebut. Pemberian tambahan
bahan organik tanah atau karbon organik tanah merupakan salah satu upaya
perbaikan tanah yang terdegradasi (Gurning, 2018).

Kandungan N yang rendah dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain


seperti pencucian air karena drainase, penguapan, dan penyerapan oleh tanaman
(Patti et al., 2018). Hal ini juga dinyatakan pada penelitiannya (Nurmegawati et
al., 2012) sebagian N diangkut pada saat panen dan sisanya kembali ke residu
pada tanaman, kemudian hilang ke atmosfer , dan akhirnya berakhir melalui
pencucian.

Karakteristik ladang berpindah tidak hanya fisik dan kimia melainkan


ada faktor lain yang menjadi ciri dari ladang berpindah yaitu masa bera lahan.
Hasil analisis menunjukkan bahwa masa bera berpengaruh terhadap kesuburan
ladang berpindah, lahan memerlukan 10-15 tahun untuk menjaga ekologis yang
seimbang dan produktif terbukti dari hasil penelitian lahan yang memiliki masa
bera lebih lama juga memiliki tingkat kesuburan yang lebih baik. Hasil penelitian
perbandingan lahan baru dan lahan lama menunjukkan bahwa perladangan
berpindah mengakibatkan perubahan tetapi tidak begitu besar selama pengolahan
ladang berpindah dan penetapan masa bera yang cukup. Tetapi, dampak dari
perladangan berpindah ini memberikan perubahan lama masa bera di Kecamatan
Loksado. Rata rata ladang berpindah di Kecamatan Loksado masa bera antara 6
sampai 10 tahun (92,2%) menunjukan bahwa masa bera masih dalam keadaan
normal berdasarkan penelitian (Manjunatha RL & Singh, 2020) untuk pengolahan
tanah yang berkelanjutan dan sehat membutuhkan masa bera 6 sampai 7 tahun.
Masa bera yang sekarang peladang berlakukan lebih singkat dibandingkan dengan
masa bera dulu yang berkisar antara 11 sampai 20 tahun (41,46%) yang
menyatakan terdapat perubahan masa bera dan sebanyak 120 orang (58,44%)
(Rahman, 2021). Penurunan masa bera di ladang berpindah Kecamatan Loksado
dapat juga diartikan sebagai salah satu dampak perubahan karakteristik kesuburan
tanah. Topografi dan kemiringan lereng juga dapat mempengaruhi mudah larutnya
dan pencucian tanah. Dari segi aspek sosial budaya, sistem perladangan berpindah
secara umum merupakan sistem pertanian yang paling sesuai dengan ekosistem
dari hutan tropis atau di lahan kering tempat penelitian.

4. Kesimpulan

Hasil penelitian ini mendapatkan kesimpulan bahwa Kandungan C organik


pada ladang berpindah tergolong rendah. KTK di ladang berpindah dapat
dikategorikan sebagai ladang yang baik. Kejenuhan basa yang ada di ladang
berpindah tergolong rendah. Secara keseluruhan kualitas sifat fisik di ladang
berpindah Kecamatan Loksado, .Kabupaten Hulu Sungai Selatan Provinsi
Kalimantan Selatan tergolong sedang. Faktor pembatas seperti kejenuhan basa, N
total dan organik tanah yang rendah menyebabkan kualitas sifat kimia tanah
berstatus rendah, akibatnya terdapat perbedaan tingkat status kesuburan aspek
kimia pada daerah penelitian. Saran untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat
meneliti perubahan kesuburan tanah dengan membandingkan lahan baru dan lahan
lama secara mendalam terkait kesuburan tanah.

5. Referensi

Abdurachman, A., Dariah, A., & Mulyani, A. (2008). Strategi dan teknologi
pengelolaan lahan kering mendukung pengadaan pangan nasional.
Jurnal Litbang Pertanian, 27(2), 43–49.
Agustian, I., & Hasiholan, S. B. (2018). Penilaian Status Kesuburan Tanah
dan Pengelolaannya, Di Kecamatan Karanggede, Kabupaten Boyolali,
Jawa Tengah. 255–264.
Asysyifa. (2009). Karakteristik Sistem Perladangan Suku Dayak Meratus,
Kecamatan Loksado Kalimantan Selatan. Jurnal Hutan Tropis Borneo.
Fitrianingsih, R., Adyatma, S., & Alviawati, E. (2014). Kebisingan Lalu
Lintas Kendaraan Bermotor Pada Ruas Jalan Di Kecamatan
Banjarmasin Selatan. Jurnal Pendidikan Geografi, 1(2), 70–81.
Gurning, E. J. (2018). Karakteristik Sifat Fisika Tanah Pada Tutupan Lahan
di Kecamatan Sei Bingei Kabupaten Langkat.
Manjunatha RL, & Singh, N. J. (2020). Effect of fallow age on soil
properties of Jhum fields in West Garo Hills Effect of fallow age on soil
properties of Jhum fields in West Garo Hills District , Meghalaya.
Journal of Pharmacognosy and Phytochemistry, 9(2), 591–597.
Mukhlis. (2007). Analisis Tanah Tanaman. USU Press. Medan.
Mukul, S. A., & Herbohn, J. (2016). The impacts of shifting cultivation on
secondary forests dynamics in tropics: A synthesis of the key findings
and spatio temporal distribution of research. Environmental Science &
Policy, 55, 167–177.
Nurmegawati, N., Wibawa, W., Makruf, E., Sugandi, D., & Rahman, T.
(2012). Tingkat kesuburan dan rekomendasi pemupukan N, P, dan K
tanah sawah Kabupaten Bengkulu Selatan. Jurnal Solum, 9(2), 61–68.
Ohorella, S., & Hilmanto, R. (2011). Kajian Kandungan Bahan Organik
Tanah yang tersimpan pada Lahan Agroforestri dengan Sistem Tebas
dan Bakar (Slash and Burn). Jurnal Agrohut, 2(2), 119–127.
Patti, P. S., Kaya, E., & Silahooy, C. (2018). Analisis status nitrogen tanah
dalam kaitannya dengan serapan N oleh tanaman padi sawah di Desa
Waimital, Kecamatan Kairatu, Kabupaten Seram Bagian Barat.
Agrologia, 2(1).
Prabowo, R., & Subantoro, R. (2018). Analisis tanah sebagai indikator
tingkat kesuburan lahan budidaya pertanian di Kota Semarang.
Cendekia Eksakta, 2(2).
Rahman, M. S. (2021). Perubahan Masa Bera Pertanian Ladang Berpindah
(Gilir Balik) Kecamatan Loksado Kabupaten Hulu Sungai Selatan.
Universitas Lambung Mangkurat.
Rifki, M. (2017). Ladang Berpindah dan Model Pengembangan Pangan
Indonesia. Seminar Nasional Inovasi Dan Aplikasi Teknologi 2017,
February, E22.1-E22.8.
Rizky, N., Arysanti, D., & Adyatma, S. (2017). Evaluasi Kesesuaian Lahan
Untuk Tanaman Kelapa Sawit Di Kecamatan Batang Alai Utara,
Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Jurnal Pendidikan Geografi, 4(4), 9–
22.
Rokhani. (2016). Pengoptimalan Pemanfaatan Lahan Kering Dalam
Mendukung Peningkatan Produksi Tanaman di Kabupaten Tegal. Dinas
Pertanian Perkebunan Dan Kehutanan (Tanbunhut) Kabupaten Tegal.
Saidah, J. N., Arisanty, D., & Adyatma, S. (2015). Evaluasi Kesesuaian
Lahan Untuk Tanaman Karet Di Kecamatan Wanaraya, Kabupaten
Barito Kuala Provinsi Kalimantan Selatan Evaluasi Kesesuaian Lahan
Untuk Tanaman Karet Di Kecamatan Wanaraya, Kabupaten Barito
Kuala Provinsi Kalimantan Selatan. Jurnal Pendidikan Geografi, 2(4),
1–15.
Sari, D. K., Adyatma, S., & Saputra, A. N. (2020). Analisis Dampak Limbah
Cair Industri Pengolahan Sagu terhadap Kualitas Air Sungai Martapura
Desa Pemakuan Kecamatan Sungai Tabuk. Jurnal Pendidikan Geografi,
7(2), 40–52.
Utomo, M. (2016). Ilmu Tanah Dasar-Dasar dan Pengelolaan. Kencana.
Van Vliet, N., Mertz, O., Heinimann, A., Langanke, T., Pascual, U.,
Schmook, B., Adams, C., Schmidt-Vogt, D., Messerli, P., & Leisz, S.
(2012). Trends, drivers and impacts of changes in swidden cultivation in
tropical forest-agriculture frontiers: a global assessment. Global
Environmental Change, 22(2), 418–429.
Yusran, J., Yonariza, Y., Elfindri, E., & Mahdi, M. (2020). Kebangkitan
Ladang Berpindah Di Nagari Silayang Kecamatan Mapat Tunggul
Selatan Kabupaten Pasaman Provinsi Sumatera Barat.

Anda mungkin juga menyukai