Disusun Oleh:
DOSEN PENGAMPU :
Syamsul Arifin, SP.,M.Si.
Kualitas tanah merupakan cakupan dari unsur fisik, kimia, dan biologi tanah dan
interaksinya. Tanah akan memiliki kemampuan efektif jika ketiga komponen tersebut dapat
berjalan dengan baik. Seluruh parameter tidak mempunyai keterkaitan yang sama persis pada
semua jenis tanah dan kedalaman tanah. Penilaian kualitas tanah dapat melalui penggunaan
sifat tanah kunci atau indikator yang menggambarkan proses penting tanah. Selain itu juga,
penilaian dapat dilakukan dengan mengukur suatu perubahan fungsi tanah sebagai tanggapan
atas pengelolaan, dalam konteks peruntukan tanah, sifat-sifat bawaan dan pengaruh
lingkungan seperti hujan dan suhu. Indikator kualitas tanah adalah sifat, karakteristik atau
proses fisika, kimia dan biologi tanah yang dapat menggambarkan kondisi tanah. Menurut
Bunemann et al. (2018) indikator kualitas tanah harus memiliki keterkaitan satu sama lain
sehingga dapat diterapkan dengan baik pada berbagai kondisi lahan, pengelolaan tanah dan
perubahan iklim, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, dalam penentuan indikator, harus
diperhatikan lebih lanjut agar sesuai dengan peranannya dalam mendukung dan menopang
tumbuhnya tanaman.
Indikator fisik yang digunakan dalam mengukur kualitas tanah dapat berupa kedalaman
tanah. Kedalaman tanah akan berkaitan dengan potensi produktivitas dan stabilitas permukaan,
yang mana semakin dalam tanah maka semakin tersedia pula ruang untuk pertumbuhan akar.
Sehingga akar dapat mencengkeram tanah dengan kuat dan mengurangi aliran permukaan.
Tanah yang dalam membuat akar tanaman mampu tumbuh dengan baik sehingga dapat
menutupi permukaan lahan dan mengurangi terjadinya aliran permukaan (Ariyanti, 2016).
Produktivitas lahan juga dipengaruhi oleh kedalaman tanah, karena semakin dalam tanah maka
semakin tersedia pula lapisan tanah atas yang subur dan memiliki kandungan bahan organik
tersedia sehingga semakin mampu menunjang pertumbuhan tanaman.
Indikator kimia yang direkomendasikan berupa pengukuran pH dan ketersediaan unsur
hara pada tanah. Hal ini karena indikator tersebut sangat berpengaruh terhadap kualitas tanah
dan lebih sensitif dibandingkan dengan indikator fisik. Pengukuran pH tanah penting untuk
dilakukan guna mengetahui bagaimana aktivitas biologi dalam tanah dan reaksi tanah atau
menentukan langkah tepat yang harus dilakukan misalnya seperti pengapuran maupun
pengasaman sesuai dengan kondisi pH tanah. Menurut Rachman et al. (2017), pH akan
berkaitan dengan fungsi-fungsi tanah yang meliputi ketersediaan hara, absorbsi dan mobilitas
pestisida. Selain pH tanah, keberadaan unsur hara sangat penting untuk nutrisi bagi
pertumbuhan tanaman, dalam melihat ketersediaan unsur hara dalam tanah dapat diketahui
apakah batas unsur hara tersebut kurang atau berlebih sehingga dapat menyebabkan racun
bagi tanaman dan tanah.
Indikator biologi yang direkomendasikan berupa mineralisasi N yang berkaitan dengan
bahan organik, nutrisi tanaman, aktivitas mikroba serta cadangan karbon. Parameter
mineralisasi menurut Wijarnako et al. (2012), parameter mineralisasi N harus diketahui untuk
mengestimasi serapan hara N dalam tanaman yang berpengaruh pula terhadap kesuburan
tanah. Organisme Tanah berperan dalam dekomposisi, siklus hara dan struktur tanah.
Keanekaragaman biota tanah dianggap sebagai indikator kualitas tanah yang paling sensitif
karena cepat tanggap terhadap perubahan kondisi lingkungan. Mikroba tanah memiliki
kapasitas untuk memitigasi efek gangguan pada jasa ekosistem tanah, karena resistensi,
ketahanan dan kelebihan fungsi. Komposisi dan aktivitas mikroba dipengaruhi oleh aktivitas
fauna tanah di tingkat trofik yang lebih tinggi. Parameter mikroba seperti biomassa yang
berpotensi dapat termineralisasi dengan inkubasi anaerob, respirasi tanah dapat digunakan
untuk menilai kualitas tanah. Selain itu, perlu dilakukan dalam kualitas peninjauan kandungan
hara dalam tanah sehingga memberikan berpengaruh yang baik pada indikator berupa hasil
panen dan produktivitas tanaman. Apabila Hasil produksi kentang semakin menurun maka
kualitas tanah tersebut rendah, sehingga perlu dilakukan evaluasi dan perbaikan terkait kualitas
tanah.
Lahan pada gambar 1 yang merupakan gambar lanskap pertanian kentang di Dusun
Wonokitri, Kecamatan Tosari, Kabupaten Pasuruan terlihat memiliki kemiringan lereng yang
curam. Kemiringan lereng yang berhubungan dengan topografi dapat menjadi salah satu
indikator kualitas tanah. Kelerengandapat digunakan sebagai indikator karena dapat
menentukan arahpengembangan pertanian ataupun perkebunan yang akan dijalankan
(Sulaeman et al., 2016). Pada lahan tersebut terlihat bahwa terjadi kerusakan tanah karena
pada lahan yang curam dilakukan pertanian tanaman semusim atau pertanian secara intensif.
Hal tersebut menyebabkan degradasi lahan yang menurunkan kualitas tanah. Erosi merupakan
salah satu bentuk degradasi lahan yang dapat menurunkan kualitas tanah karena terjadi proses
pengikisan terutama tanah subur pada bagian topsoil oleh air hujan ke tempat yang lebih
rendah sehingga kualitas dan kesuburan tanah menurun dan produktivitas lahan juga menurun
BAB III. RENCANA PERUBAHAN MANAJEMEN LAHAN
Kualitas tanah sangat penting untuk diketahui untuk menentukan keberlanjutan tanah
baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Kualitas tanah yang diketahui dapat
digunakan sebagai untuk menentukan tindakan yang tepat dalam manajemen dan rehabilitasi
lahan. Tindakan yang diambil dilakukan untuk memperbaiki, menjaga dan mempertahankan
kualitas serta produktivitas tanah pada suatu lahan. Oleh karena itu, penggunaan lahan harus
menyesuaikan kesesuaian dan kemampuan lahan di Dusun Wonokitri, Kecamatan Tosari,
Kabupaten Pasuruan yang memiliki topografi lereng curam. Kondisi lereng yang curam tidak
sesuai sebagai lahan budidaya tanaman semusim yang dapat menyebabkan potensi erosi yang
besar pada lahan tersebut. Manajemen pada lahan tersebut dapat diubah dengan upaya
penggunaan lahan sebagai kawasan hutan tanaman tahunan.
Kualitas tanah dapat meningkat karena peran tanaman tahunan. Tajuk tanaman tahunan
yang rapat dapat menahan air hujan sehingga tidak jatuh secara langsung pada permukaan
tanah. Hal tersebut dapat menurunkan daya rusak air hujan dan mengurangi kerusakan tanah.
Selain itu, tanaman tahunan mempunyai sistem perakaran yang kuat dalam menahan curah
hujan dan aliran permukaan yang besar (Osok et al., 2018). Hal ini dapat dilihat pada gambar
tanah memiliki warna terang yang mengindikasikan kurangnya bahan organik. Ketersediaan
bahan organik tanah dapat ditingkatkan melalui seresah yang berasal dari tanaman tahunan.
Seresah yang dihasilkan akan menjadi makanan bagi organisme tanah. Hal tersebut dapat
menjadi masukan bahan organik sekaligus meningkatkan aktivitas organisme tanah sehingga
mampu memperbaiki sifat fisik, biologi, dan kimia tanah. Perakaran tanaman juga berpengaruh
pada indikator kualitas tanah dari segi sifat fisik. Perakaran tanaman mempunyai peran penting
dalam meningkatkan kemantapan agregat dan porositas tanah. Selain itu, penambahan bahan
organik tanah dapat dilakukan dengan aplikasi atau pemberian pupuk kandang. Penggunaan
pupuk organik bermanfaat untuk meningkatkan daya serap tanah terhadap air, memantapkan
stabilitas agregat dan struktur tanah serta meningkatkan daya menyangga pupuk, yang
akhirnya dapat meningkatkan efesiensi pemupukan (Lawenga et al., 2015). Akan tetapi, jika
dilihat dari gambar studi kasus tersebut, pemberian kompos memungkinkan kesulitan bagi
petani. Sehingga dengan upaya menanam tanaman tahunan di sela tanaman semusim atau
penerapan agroforestri setidaknya dapat mengurangi besar kemungkinan terjadinya erosi.
Adanya menanam tanaman pepohonan dengan kanopi yang lebar juga dapat menahan laju
energi air hujan yang turun agar tidak langsung jatuh mengenai permukaan tanah dan
menghancurkan agregat tanah. Pemilihan tanaman juga harus diperhatikan . Jika petani ingin
menanam tanaman semusim yang menghasilkan, pemilihan tanaman tahunan juga harus
dipikirkan agar tidak menjadi penting bagi tanaman semusim. Keberadaan mikroba tanah
dipengaruhi mikroba dan nematoda.
BAB IV. PENILAIAN INDIKATOR KUALITAS LAHAN
Gambar 1 merupakan salah satu contoh penerapan indikator kualitas tanah yang mana
dipengaruhi oleh kondisi bawaan lahan (permanen) dan jenis penggunaan lahan. Pada gambar
1 merupakan sebuah lanskap pertanian kentang di Dusun Wonokitri, Kecamatan Tosari,
Kabupaten Pasuruan. Berdasarkan pengamatan pada lahan dapat dilihat bahwa salah satu
kondisi permanen pada lahan yakni kemiringan lereng yang tinggi. Selanjutnya, dari analisis
jenis pengelolaannya dapat dilihat bahwa jenis penggunaan lahannya yakni budidaya
tanamansemusim dengan teknik konservasi yakni pembuatan teras dan saluran pembuagan air.
Berdasarkan hal tersebut, untuk mengetahui apakah kualitas tanah pada lahan baik atau tidak
maka dapat ditentukan beberapa jenis indikator. Misalnya, pada sifat bawaan tanah yakni
kelerengan lahan yang tinggi, maka dapat diketahui salah satu hal yang sangat beresiko terjadi
10 pada lahan yakni bahaya erosi yang tinggi. Erosi jika dijabarkan lebih lanjut akan
mempengaruhi beberapa fungsi tanah yakni tanah sebagai habitat (akar dan organism tanah),
siklus dan tangkapan hara, proses dekomposisi (meliputi degradasi ataupun polutan, hingga
siklus hidrologi (infiltrasi, retensi dan perlokasi).
Gambar 2. Keterkaitan Ancaman Tanah dan Fungsi Tanah dalam Ekosistem (Sumber
:(Bunemann et. al., 2016).
DAFTAR PUSTAKA Bünemann K. E., Mäder, P., Wohlfahrt, J., Brussaard, L., Bongiorno, G.,
Goede, R. D., Geissen, V., Fleskens, L., Sukkel, W., Bai, Z., Caspari, T. 2016. Concepts
and indicators of soil quality – a review. iSQAPER project and partners.
Cahyadewi, P. E., Diara, I. W., dan Arthagama, I. D. M. 2016. Uji Kualitas Tanah dan Arahan
Pengelolaannya Pada Budidaya Padi Sawah Di Subak Jatiluwih, Penebel, Tabanan.
Juarti, J., 2016. Analisis indeks kualitas tanah andisol pada berbagai penggunaan lahan di Desa
Sumber Brantas Kota Batu. Jurnal Pendidikan Geografi, 21(2).
Lawenga, F. F., Hasanah, U., dan Widjajanto, D. 2015. Pengaruh Pemberian Pupuk Organik
Terhadap Sifat Fisika Tanah Dan Hasiltanaman Tomat (Lycopersicum Esculentum Mill.) Di
Desa Bulupountu Kecamatan Sigi Biromaru Kabupaten Sigi. e-J. Agrotekbis 3(5) : 564-570
Osok, R. M., Talakua, S. M., dan Gasprersz, E. J. 2018. Analisis Faktor-Faktor Erosi Tanah, Dan
Tingkat Bahaya Erosi Dengan Metode Rusle Di DAS Wai Batu Merah Kota Ambon Provinsi
Maluku. J. Budidaya Pertanian, 14(2):89-96
Plaster EJ. 2003. Soil science and Management (4th ed). Thomson Learning,Inc. New York
Rachman, A. Sutono., Irawan., dan Suastika, I. W. 2017. Indikator Kualitas Tanah pada
Lahan Bekas Penambangan. Jurnal Sumberdaya Lahan, 11 (1):1-10
Rachman, A., Irawan, I., dan Suastika, I. W. 2017. Indikator kualitas tanah pada lahan bekas
penambangan. Jurnal Sumberdaya Lahan, 11(1), 1-10. Suleman, S., Rajamuddin, U. A.,
dan Isrun, I. 2016.
Penilaian Kualitas Tanah Pada Beberapa Tipe Penggunaan Lahan Di Kecamatan Sigi Biromaru
Kabupaten Sigi. AGROTEKBIS: E-Jurnal Ilmu Pertanian, 4(6), 712-718.
Winarso S. 2005. Kesuburan Tanah Dasar Kesehatan dan Kualitas Tanah. Yogyakarta. Gava
Media