Tanah termasuk dalam komponen penting dalam mewujudkan agroekosistem yang baik dan sehat. Agroekosistem yang baik dapat diketahui dari kualitas tanah dan kesehatan tanah. Tanah yang memiliki kualitas baik dapat menjalankan fungsinya baik dalam bidang pertanian, perindustrian, hingga menjaga kestabilan ekosistem. Kualitas tanah merupakan kondisi aktual tanah yang mendeskripsikan kesehatan tanah melalui sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Jika kesehatan tanah baik maka didukung oleh sifat fisik, kimia dan biologi tanah yang baik pula, serta meningkatkan produktivitas secara berkelanjutan. Tanah dengan kualitas yang baik tidak akan menunjukkan polusi yang nyata, degradasi kecil dan tidak berpengaruh, tidak meracuni tanaman (Juarti, 2016). Kualitas tanah dapat diketahui melalui beberapa indikator yaitu sifat fisika, kimia, dan biologi tanah. Menurut Delsiyanti et al. (2016) sifat fisika tanah merupakan sifat tanah yang mempengaruhi ketersediaan air, udara, dan kondisi tanah aktual. Adapun sifat fisik tanah meliputi tekstur, struktur, bobot isi tanah, drainase, berat jenis tanah, porositas, stabilitas, konsistensi, warna, suhu tanah dan lain-lain. Sifat biologi tanah berhubungan dengan aktivitas makhluk hidup berada di permukaan ataupun di dalam tanah yang meliputi vegetasi yang ada di permukaan lahan, total mikroorganisme, keberadaan cacing beserta kascing, dan lain sebagainya. Sedangkan sifat kimia tanah berhubungan dengan proses-proses kimiawi yang terjadi dalam tanah sehingga indikatornya dapat meliputi pH tanah, kandungan C- Organik, N-Organik, keberadaan unsur hara baik makro maupun mikro, kejenuhan basa, kapasitas tukar kation (KTK), dan lainnya. Sifat-sifat tanah tersebut umumnya saling berhubungan antara satu sifat atau indikator dengan sifat atau indikator yang lain. Pengukuran terhadap indikator-indikator kualitas tanah akan menghasilkan indeks kualitas tanah yang diperoleh dari nilai dan bobot tiap indikator kualitas tanah dimana indikator tersebut menunjukkan kapasitas dari fungsi tanah (Wulandari et al., 2015). Sifat-sifat tanah selain mempengaruhi kualitas tanah juga berpengaruh terhadap kesehatan tanah. Tanah yang mempunyai indeks kualitas yang baik umumnya tanah tersebut dapat dikatakan sebagai tanah yang sehat. Kesehatan tanah adalah kondisi tanah mampu menjalankan fungsinya dengan baik dan meningkatkan kebermanfaatannya bagi sistem kehidupan (FAO, 2015). Kesehatan tanah mengacu pada peran tanah sebagai tempat produksi pangan dan sebagai habitat makhluk hidup dalam menjalankan aktivitasnya. Tanah yang sehat mampu meningkatkan produksi dari tanaman yang tumbuh di atasnya melalui ketersediaan hara, air, dan oksigen yang cukup untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan akar beserta organ tanaman yang lain, dan juga mendukung proses biokimia di dalam tanaman. Selain itu menurut FAO (2015) tanah yang sehat dapat mempertahankan populasi dan aktivitas organisme baik di dalam maupun di permukaan tanah sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pengendalian hama dan penyakit tanaman serta mengadakan simbiosis yang menguntungkan bagi tanaman seperti mendaur ulang nutrisi, memperluas serapan air dan hara akar tanaman, dan juga dapat memperbaiki struktur tanah melalui aktivitasnya. Tanah yang sehat memiliki ciri seperti yang disebutkan Riwandi (2011) yaitu kemudahan olah tanah yang tinggi, jeluk tanah cukup dalam, adanya unsur hara tersedia namun tidak berlebihan, drainase baik hingga sangat baik, terdapat organisme tanah yang menguntungkan, populasi gulma kecil, tidak tercemar bahan kimia dan toksin, tidak terjadi degradasi dan tahan terhadap degradasi, kaya akan bahan organik, memiliki pori-pori tanah yang baik, dan memiliki sifat lentur bila terjadi kondisi lingkungan yang tidak mendukung. Pengamatan kesehatan tanah dapat dilihat melalui sifat-sifat tanah, dan keadaan tanah secara visual melalui vegetasi di atasnya. Kesehatan tanah dapat diklasifikasikan dalam beberapa kelas sesuai dengan skor total indikator tanah. Menurut Riwandi (2011) kelas kesehatan tanah dibagi menjadi lima kelas yaitu sangat sehat dengan skor >85%, sehat dengan skor 70-85%, cukup sehat dengan skor 55-70%, kurang sehat dengan skor 40- 55%, dan tidak sehat dengan skor <40%.
2.10 Dampak Manajemen Agroekosistem Terhadap Kualitas dan Kesehatan
Tanah Manajemen agroekosistem memiliki dampak bagi kualitas dan kesehatan tanah, baik positif atau negatif. Manajemen agroekosistem pada lahan agroforestri memiliki dampak yang baik dalam memperbaiki dan meningkatkan kualitas lahan, karena dapat menekan laju evaporasi dan mengurangi intensitas sinar matahari dengan adanya pohon-pohon tinggi, sehingga akan terbentuk iklim mikro yang cocok bagi kehidupan mikroorganisme dan tanaman terutama pada musim kering. Lahan agroforestri juga dapat menghindari tanah dari tetesan air hujan secara langsung yang dapat merusak struktur tanah dan dapat mempertahankan iklim mikro akibat penutupan tanah yang meningkat. Banyaknya tanaman dan seresah yang ada di permukaan lahan dapat mengurangi suhu tanah dan berpengaruh dalam proses dekomposisi dan pelepasan hara. Keanekaragaman spesies tanaman dan perakaran yang berbeda dapat meningkatkan pemanfaatan sumberdaya yang ada secara efisien, baik dalam penggunaan sinar matahari, unsur hara, dan air atau minimnya kompetisi antar tanaman. Keragaman tanaman juga akan mengurangi hilangnya unsur N dalam tanah dan juga dapat mempertahankan makanan bagi ekosistem tanah dan tanaman, sehingga biota tanah yang tersedia dapat menguntungkan untuk pertumbuhan tanaman (Akhmad, 2015) Tanah apabila dilihat dari sudut pandang pertanian dapat diartikan sebagai medium tempat tanaman darat tumbuh dan berkembang. Tanah berfungsi sebagai penyedia lingkungan yang menjadi tempat bagi akar untuk dapat berfungsi dengan baik. Tanah juga memasok oksigen, air, dan unsur-unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman. Dengan kualitas dan kesehatan tanah yang baik, tanaman akan tumbuh dengan baik karena tanah mampu menyediakan berbagai unsur hara yang dibutuhkan sehingga hasil produksi pertanian akan dapat meningkat. Dewasa ini intensifikasi pertanian yang gencar dilakukan mengakibatkan menurunnya kualitas dan kesehatan tanah, sehingga terjadi penurunan hasil dan kualitas hasil pertanian. Manajemen agroekosistem yang baik dengan melakukan pengelolaan tanah merupakan salah satu solusi yang dapat dilakukan untuk menjaga dan memperbaiki kualitas dan kesehatan tanah. Secara umum kualitas dan kesehatan tanah pada setiap lokasi berbeda-beda, bergantung pada faktor pembentuk tanah (bahan induk, relief, iklim, organisme, dan waktu) serta interaksi antara sifat kimia, fisika, dan biologi dari tanah tersebut. Menurut Puspawati dan Haryono (2018), tanah yang sehat memiliki ciri-ciri sebagai berikut : a. Memiliki profil dengan kedalaman lebih dari 150 cm (sangat dalam), b. Memiliki struktur gembur remah, c. Memiliki aktivitas jasad renik maksimum (tinggi), d. Memiliki kandungan unsur hara tersedia mencukupi bagi tanaman, e. Tidak memiliki faktor-faktor pembatas pertumbuhan tanaman, f. Memiliki pH dengan kisaran 6-6,5. Pengelolaan tanah atau Soils Management merupakan upaya yang dilakukan dalam pengelolaan tanah (lahan) tanpa menimbulkan adanya kerusakan pada lingkungan maupun sumberdaya lahan, sekaligus memperbaiki komposisi kimia, struktur fisik, serta aktivitas biota yang ada di dalam tanah sehingga dapat optimum bagi pertumbuhan tanaman. Dengan melakukan pengelolaan tanah dengan baik, usaha-usaha bidang pertanian akan dapat berjalan dalam jangka panjang. Hal ini dikarenakan kesuburan dan produktivitas tanah, serta pengawetan tanah dan air dapat terjamin untuk keberlanjutan pertanian (Sujana dan I Nyoman, 2015). Hal ini diperkuat oleh pernyataan Sayekti (2010) bahwa, perbaikan terhadap mutu tanah, berupa keadaan fisik, hara tersedia,bahan organik tanah, kegiatan biologi tanah, serta konservasi terhadap tanah dan air akan dapat menentukan kualitas dan kesehatan tanah. Mutu tanah dapat diketahui dengan memperhatikan berbagai indikator yang digunakan sebagai parameter kunci penentu kesehatan tanah, seperti kadar hara, kapasitas tukar kation (KTK), pH, kadar aluminium, serta kandungan bahan organik tanah. DAFTAR PUSTAKA Akhmad, Musyafak. 2015. Mapping Agroekosistem dan Sosial Ekonomi Pembangunan Pertanian Perbatasan Bengkayang-Serawak Kalimantan Barat. Yogyakarta : deepublish. Juarti. 2016. Analisis Indeks Kualitas Tanah Andisol pada Berbagai Penggunaan Lahan di Desa Sumber Brantas Kota Batu. Jurnal Pendidikan Geografi. 21(2): 58-71. Wulandari, N., B. Hermiyanto, dan Usmadi. 2015. Analisis Indeks Kualitas Tanah Berdasarkan Sifat Fisiknya pada Areal Pertanaman Tembakau Na-Oogst dan Hubungannya dengan Produktivitas Tembakau Na-Oogst di Kabupaten Jember. Berkala Ilmiah Pertanian. 1(1): 1-6. Delsiyanti, D. Widjajanto, dan U. A. Rajamuddin. 2016. Sifat Fisik Tanah pada Beberapa Penggunaan Lahan di Desa Oloboju Kabupaten Sigi. e-J. Agrotekbis. 4(3): 227-234. Food and Agriculture Organization. 2015. Tanah yang Sehat merupakan Landasan Produksi Pangan Sehat. http://www.fao.org/fileadmin/user_upload/soils- 2015/docs/Fact_sheets/ID_Print_IYS_food.pdf. Diakses pada 16 Mei 2021. Riwandi. 2011. Metode Cepat Penilaian Kesehatan Tanah dengan Indikator Kinerja Tanah. Prosiding Seminar Nasional dan Rapat Tahunan Dekan Bidang Ilmu-Ilmu Pertanian Tanggal 23-25 Mei 2011. Palembang. 295-315. Sayekti, Novi. 2010. Pengelolaan Lahan Untuk Meningkatkan Kualitas Tanah Pada Lahan Tegal Di Kecamatan Jatiyoso Kabupaten Karanganyar. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Sujana, I Putu., I Nyoman Labek Suyasdi Pura. 2015. Pengelolaan Tanah Ultisol Dengan Pemberian Pembenah Organik Biochar Menuju Pertanian Berkelanjutan. Jurnal Pertanian Berbasis Keseimbangan Ekosistem. 5(9) : 1-9. Puspawati, Catur., P. Haryono. 2018. Penyehatan Tanah. Jakarta : Pusat Pendidikan Sumber Daya Manusia Kesehatan.