Anda di halaman 1dari 4

2.

8 Kualitas Tanah dan Kesehatan Tanah


Tanah termasuk dalam komponen penting dalam mewujudkan
agroekosistem yang baik dan sehat. Agroekosistem yang baik dapat diketahui dari
kualitas tanah dan kesehatan tanah. Tanah yang memiliki kualitas baik dapat
menjalankan fungsinya baik dalam bidang pertanian, perindustrian, hingga
menjaga kestabilan ekosistem. Kualitas tanah merupakan kondisi aktual tanah
yang mendeskripsikan kesehatan tanah melalui sifat fisik, kimia dan biologi tanah.
Jika kesehatan tanah baik maka didukung oleh sifat fisik, kimia dan biologi tanah
yang baik pula, serta meningkatkan produktivitas secara berkelanjutan. Tanah
dengan kualitas yang baik tidak akan menunjukkan polusi yang nyata, degradasi
kecil dan tidak berpengaruh, tidak meracuni tanaman (Juarti, 2016). Kualitas
tanah dapat diketahui melalui beberapa indikator yaitu sifat fisika, kimia, dan
biologi tanah. Menurut Delsiyanti et al. (2016) sifat fisika tanah merupakan sifat
tanah yang mempengaruhi ketersediaan air, udara, dan kondisi tanah aktual.
Adapun sifat fisik tanah meliputi tekstur, struktur, bobot isi tanah, drainase, berat
jenis tanah, porositas, stabilitas, konsistensi, warna, suhu tanah dan lain-lain. Sifat
biologi tanah berhubungan dengan aktivitas makhluk hidup berada di permukaan
ataupun di dalam tanah yang meliputi vegetasi yang ada di permukaan lahan, total
mikroorganisme, keberadaan cacing beserta kascing, dan lain sebagainya.
Sedangkan sifat kimia tanah berhubungan dengan proses-proses kimiawi yang
terjadi dalam tanah sehingga indikatornya dapat meliputi pH tanah, kandungan C-
Organik, N-Organik, keberadaan unsur hara baik makro maupun mikro,
kejenuhan basa, kapasitas tukar kation (KTK), dan lainnya. Sifat-sifat tanah
tersebut umumnya saling berhubungan antara satu sifat atau indikator dengan sifat
atau indikator yang lain. Pengukuran terhadap indikator-indikator kualitas tanah
akan menghasilkan indeks kualitas tanah yang diperoleh dari nilai dan bobot tiap
indikator kualitas tanah dimana indikator tersebut menunjukkan kapasitas dari
fungsi tanah (Wulandari et al., 2015).
Sifat-sifat tanah selain mempengaruhi kualitas tanah juga berpengaruh
terhadap kesehatan tanah. Tanah yang mempunyai indeks kualitas yang baik
umumnya tanah tersebut dapat dikatakan sebagai tanah yang sehat. Kesehatan
tanah adalah kondisi tanah mampu menjalankan fungsinya dengan baik dan
meningkatkan kebermanfaatannya bagi sistem kehidupan (FAO, 2015). Kesehatan
tanah mengacu pada peran tanah sebagai tempat produksi pangan dan sebagai
habitat makhluk hidup dalam menjalankan aktivitasnya. Tanah yang sehat mampu
meningkatkan produksi dari tanaman yang tumbuh di atasnya melalui
ketersediaan hara, air, dan oksigen yang cukup untuk menunjang pertumbuhan
dan perkembangan akar beserta organ tanaman yang lain, dan juga mendukung
proses biokimia di dalam tanaman. Selain itu menurut FAO (2015) tanah yang
sehat dapat mempertahankan populasi dan aktivitas organisme baik di dalam
maupun di permukaan tanah sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pengendalian
hama dan penyakit tanaman serta mengadakan simbiosis yang menguntungkan
bagi tanaman seperti mendaur ulang nutrisi, memperluas serapan air dan hara akar
tanaman, dan juga dapat memperbaiki struktur tanah melalui aktivitasnya. Tanah
yang sehat memiliki ciri seperti yang disebutkan Riwandi (2011) yaitu kemudahan
olah tanah yang tinggi, jeluk tanah cukup dalam, adanya unsur hara tersedia
namun tidak berlebihan, drainase baik hingga sangat baik, terdapat organisme
tanah yang menguntungkan, populasi gulma kecil, tidak tercemar bahan kimia dan
toksin, tidak terjadi degradasi dan tahan terhadap degradasi, kaya akan bahan
organik, memiliki pori-pori tanah yang baik, dan memiliki sifat lentur bila terjadi
kondisi lingkungan yang tidak mendukung. Pengamatan kesehatan tanah dapat
dilihat melalui sifat-sifat tanah, dan keadaan tanah secara visual melalui vegetasi
di atasnya. Kesehatan tanah dapat diklasifikasikan dalam beberapa kelas sesuai
dengan skor total indikator tanah. Menurut Riwandi (2011) kelas kesehatan tanah
dibagi menjadi lima kelas yaitu sangat sehat dengan skor >85%, sehat dengan
skor 70-85%, cukup sehat dengan skor 55-70%, kurang sehat dengan skor 40-
55%, dan tidak sehat dengan skor <40%.

2.10 Dampak Manajemen Agroekosistem Terhadap Kualitas dan Kesehatan


Tanah
Manajemen agroekosistem memiliki dampak bagi kualitas dan kesehatan
tanah, baik positif atau negatif. Manajemen agroekosistem pada lahan agroforestri
memiliki dampak yang baik dalam memperbaiki dan meningkatkan kualitas lahan,
karena dapat menekan laju evaporasi dan mengurangi intensitas sinar matahari
dengan adanya pohon-pohon tinggi, sehingga akan terbentuk iklim mikro yang
cocok bagi kehidupan mikroorganisme dan tanaman terutama pada musim kering.
Lahan agroforestri juga dapat menghindari tanah dari tetesan air hujan secara
langsung yang dapat merusak struktur tanah dan dapat mempertahankan iklim
mikro akibat penutupan tanah yang meningkat. Banyaknya tanaman dan seresah
yang ada di permukaan lahan dapat mengurangi suhu tanah dan berpengaruh
dalam proses dekomposisi dan pelepasan hara. Keanekaragaman spesies tanaman
dan perakaran yang berbeda dapat meningkatkan pemanfaatan sumberdaya yang
ada secara efisien, baik dalam penggunaan sinar matahari, unsur hara, dan air atau
minimnya kompetisi antar tanaman. Keragaman tanaman juga akan mengurangi
hilangnya unsur N dalam tanah dan juga dapat mempertahankan makanan bagi
ekosistem tanah dan tanaman, sehingga biota tanah yang tersedia dapat
menguntungkan untuk pertumbuhan tanaman (Akhmad, 2015)
Tanah apabila dilihat dari sudut pandang pertanian dapat diartikan
sebagai medium tempat tanaman darat tumbuh dan berkembang. Tanah berfungsi
sebagai penyedia lingkungan yang menjadi tempat bagi akar untuk dapat
berfungsi dengan baik. Tanah juga memasok oksigen, air, dan unsur-unsur hara
yang dibutuhkan oleh tanaman. Dengan kualitas dan kesehatan tanah yang baik,
tanaman akan tumbuh dengan baik karena tanah mampu menyediakan berbagai
unsur hara yang dibutuhkan sehingga hasil produksi pertanian akan dapat
meningkat. Dewasa ini intensifikasi pertanian yang gencar dilakukan
mengakibatkan menurunnya kualitas dan kesehatan tanah, sehingga terjadi
penurunan hasil dan kualitas hasil pertanian. Manajemen agroekosistem yang
baik dengan melakukan pengelolaan tanah merupakan salah satu solusi yang dapat
dilakukan untuk menjaga dan memperbaiki kualitas dan kesehatan tanah. Secara
umum kualitas dan kesehatan tanah pada setiap lokasi berbeda-beda, bergantung
pada faktor pembentuk tanah (bahan induk, relief, iklim, organisme, dan waktu)
serta interaksi antara sifat kimia, fisika, dan biologi dari tanah tersebut. Menurut
Puspawati dan Haryono (2018), tanah yang sehat memiliki ciri-ciri sebagai
berikut :
a. Memiliki profil dengan kedalaman lebih dari 150 cm (sangat dalam),
b. Memiliki struktur gembur remah,
c. Memiliki aktivitas jasad renik maksimum (tinggi),
d. Memiliki kandungan unsur hara tersedia mencukupi bagi tanaman,
e. Tidak memiliki faktor-faktor pembatas pertumbuhan tanaman,
f. Memiliki pH dengan kisaran 6-6,5.
Pengelolaan tanah atau Soils Management merupakan upaya yang
dilakukan dalam pengelolaan tanah (lahan) tanpa menimbulkan adanya kerusakan
pada lingkungan maupun sumberdaya lahan, sekaligus memperbaiki komposisi
kimia, struktur fisik, serta aktivitas biota yang ada di dalam tanah sehingga dapat
optimum bagi pertumbuhan tanaman. Dengan melakukan pengelolaan tanah
dengan baik, usaha-usaha bidang pertanian akan dapat berjalan dalam jangka
panjang. Hal ini dikarenakan kesuburan dan produktivitas tanah, serta pengawetan
tanah dan air dapat terjamin untuk keberlanjutan pertanian (Sujana dan I Nyoman,
2015). Hal ini diperkuat oleh pernyataan Sayekti (2010) bahwa, perbaikan
terhadap mutu tanah, berupa keadaan fisik, hara tersedia,bahan organik tanah,
kegiatan biologi tanah, serta konservasi terhadap tanah dan air akan dapat
menentukan kualitas dan kesehatan tanah. Mutu tanah dapat diketahui dengan
memperhatikan berbagai indikator yang digunakan sebagai parameter kunci
penentu kesehatan tanah, seperti kadar hara, kapasitas tukar kation (KTK), pH,
kadar aluminium, serta kandungan bahan organik tanah.
DAFTAR PUSTAKA
Akhmad, Musyafak. 2015. Mapping Agroekosistem dan Sosial Ekonomi
Pembangunan Pertanian Perbatasan Bengkayang-Serawak Kalimantan
Barat. Yogyakarta : deepublish.
Juarti. 2016. Analisis Indeks Kualitas Tanah Andisol pada Berbagai Penggunaan
Lahan di Desa Sumber Brantas Kota Batu. Jurnal Pendidikan Geografi.
21(2): 58-71.
Wulandari, N., B. Hermiyanto, dan Usmadi. 2015. Analisis Indeks Kualitas Tanah
Berdasarkan Sifat Fisiknya pada Areal Pertanaman Tembakau Na-Oogst
dan Hubungannya dengan Produktivitas Tembakau Na-Oogst di Kabupaten
Jember. Berkala Ilmiah Pertanian. 1(1): 1-6.
Delsiyanti, D. Widjajanto, dan U. A. Rajamuddin. 2016. Sifat Fisik Tanah pada
Beberapa Penggunaan Lahan di Desa Oloboju Kabupaten Sigi. e-J.
Agrotekbis. 4(3): 227-234.
Food and Agriculture Organization. 2015. Tanah yang Sehat merupakan Landasan
Produksi Pangan Sehat. http://www.fao.org/fileadmin/user_upload/soils-
2015/docs/Fact_sheets/ID_Print_IYS_food.pdf. Diakses pada 16 Mei 2021.
Riwandi. 2011. Metode Cepat Penilaian Kesehatan Tanah dengan Indikator
Kinerja Tanah. Prosiding Seminar Nasional dan Rapat Tahunan Dekan
Bidang Ilmu-Ilmu Pertanian Tanggal 23-25 Mei 2011. Palembang. 295-315.
Sayekti, Novi. 2010. Pengelolaan Lahan Untuk Meningkatkan Kualitas Tanah
Pada Lahan Tegal Di Kecamatan Jatiyoso Kabupaten Karanganyar.
Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret.
Sujana, I Putu., I Nyoman Labek Suyasdi Pura. 2015. Pengelolaan Tanah Ultisol
Dengan Pemberian Pembenah Organik Biochar Menuju Pertanian
Berkelanjutan. Jurnal Pertanian Berbasis Keseimbangan Ekosistem. 5(9) :
1-9.
Puspawati, Catur., P. Haryono. 2018. Penyehatan Tanah. Jakarta : Pusat
Pendidikan Sumber Daya Manusia Kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai