Anda di halaman 1dari 21

PERAN BAHAN ORGANIK DALAM

MENUNJANG
PERTANIAN BERKELANJUTAN1)
Syekhfani2)

Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang


Disajikan dalam Wirausaha Agroforestry Gaharu dalam Rangka
1)
Pemberdayaan Masyarakat, 28Juni 2003, di Fakultas Pertanian Universitas
Mataram.
2) Staf Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Malang.
PENDAHULUAN

Suatu tanah yang baik dicirikan oleh berbagai sifat yang mudah dikenali, yaitu: (1) drainase baik,
tidak mengeras seusai panen, (2) segera menyerap hujan lebat tanpa aliran permukaan yang
besar, (3) mampu menyimpan air selama musim kering, (4) mempunyai bongkah-bongkah tanpa
lapisan cadas (hardpan), (5) tahan terhadap erosi dan kehilangan hara kecil, (6) menunjang
kehidupan jazad penghuni tanah, (7) tidak membutuhkan banyak pupuk untuk berproduksi tinggi,
(8) subur dan memberikan aroma tanah yang khas, dan (9) memproduksi hasil tanaman yang
tinggi dan sehat.

Lahan pertanian yang memenuhi persyaratan di atas dijumpai pada sistem alam, di mana
penduduk manusia masih sedikit. Nenek moyang dulu leluasa memperoleh lahan subur secara
alami tidak terbatas, air berlimpah, tanaman beragam jenis, sehingga produksi berkelebihan dan
berkelanjutan. Sistem yang ada ialah: keseimbangan alami (natural equilibrium), tanpa masukan
dari luar.

Pada saat ini, di mana penduduk berkembang sangat cepat, lahan menjadi terbatas, air
berkompetisi, tanaman terpaksa monokultur, dan kesuburan tanah harus ada masukan pupuk,
serangan hama dan penyakit merajalela. Diperlukan rekayasa teknologi tinggi, diawali dari revolusi
hijau tahun 60-an, melalui rekayasa genetik tanaman. Varietas unggul hasil rekayasa respon
pupuk tetapi peka terhadap hama dan penyakit, sehingga memerlukan masukan pupuk, pestisida,
herbisida dan lain-lain. Penggunaan senyawa kimia dari pabrik secara terus menerus, ternyata
menyebabkan ketidak-imbangan perharaan dan menekan kehidupan jazad dalam tanah. Terjadilah
levelling off produksi pertanian, dan produksi pertanian tidak dapat berkelanjutan (sustainable).

2/12/2012 2
Kondisi di atas menunjukkan bahwa tanah harus berfungsi secara efektif
hari ini dan berlanjut jangka panjang. Apa definisi keberlanjutan
(sustainable)? Yaitu: The ability to keep in existence; maintain or prolong;
to provide sustenance for; kemampuan mempertahankan keberadaan,
pemeliharaan atau perpanjangan; untuk terus menerus dapat
memberikan hasil yang menguntungkan.

Upaya menjadikan tanah agar memenuhi kriteria di atas dapat dilakukan


melalui pengelolaan lahan secara praktis dengan cara mengoptimalkan
proses-proses mengacu sistem alami. Bagaimana tanah berfungsi secara
alami? Bagaimana hutan dan padang rumput menghasilkan tanaman dan
hewan pada kondisi sama sekali tidak ada masukan pupuk dan pengolahan
tanah? Prinsip apa yang harus diacu dalam hal ini? Oleh karena itu,
pembudidayaan intensif secara terus menerus melalui input inorganik
tinggi (high external input) tidak mendukung produksi pertanian
berkelanjutan, merupakan alternatif pengelolaan adalah kembali ke alam
dengan bantuan bioteknologi (back to nature with biotechnology).

2/12/2012 3
PENGELOLAAN BAHAN ORGANIK

Pengelolaan tanah secara ekologis sangat penting dalam mencegah berbagai masalah pengelolaan lahan
pertanian. Tanaman sehat tumbuh pada tanah sehat, suatu aksioma prinsip berlaku pada pertanian
organik. Pertanian organik merupakan sistem pembudidayaan tanaman dan hewan tanpa menggunakan
senyawa kimia buatan, yang terbentuk dari suatu proses atau dalam suatu pabrik, meliputi senyawa-senyawa
herbisida, pestisida, dan pupuk (Agriculture Notes, 2002). Menurut Badan Standar Nasional Pertanian
Organik Kanada, pertanian organik adalah sistem perencanaan produksi secara holistik dalam
mengoptimalkan produksi dan menyehatkan komunitas dalam suatu agroekosistem, meliputi organisme tanah,
tanaman, ternak, dan masyarakat.

Pada sistem alami, interaksi antara tanah dengan kehidupan di dalamnya berlangsung secara seimbang dan
mencapai suatu suksesi sehingga diperoleh kehidupan yang stabil dan berkelanjutan. Sistem hara tanah
tanaman bersifat daur tertutup (closed nutrient recycling). Dalam hal ini tidak ada atau sedikit sekali
masukan hara dari luar sistem (low external nutrient input ). Masukan hara berasal dari daur ulang sisa
kehidupan (jazad mati) atau berasal dari udara atau air yang masuk ke dalam sistem. Masukan hara dari luar
yang tinggi (high external nutrient input ) secara terus menerus pada sistem pertanian intensif dengan
pemberian hara yang tidak seimbang (misalnya pemupun N, P, dan K dosis tinggi) tanpa pemberian unsur
hara lain, menyebabkan terjadi degradasi kesuburan tanah. Dalam hal ini sifat fisik, kimia dan biologi tanah
terganggu dan produktivitas tanaman mengalami stagnasi serta berdampak negatif terhadap kehidupan
manusia atau pun hewan.

Adalah tidak mungkin kembali ke sistem alami pada kondisi penduduk berlimpah dan pemilikan lahan
pertanian yang sempit. Konsep yang diajukan adalah: sistem alami dijadikan acuan dengan menggunakan
bantuan bioteknologi; dengan istilah: Kembali ke alam dengan teknologi ( back to the nature with
biotechnology). Berikut disajikan uraian cara pengelolaan tanah yang dapat dipakai sebagai bahan acuan
menuju ke sistem pertanian organik, yang sebagian diangkat dari sistem standarisasi yang dikemukan oleh
Nofa Vermont, Amerika Serikat (2002).

2/12/2012 4
Kehidupan tanah yang sehat membutuhkan pengelolaan saat ini atau pun jauh ke depan untuk
keseimbangan antara hara dan humus dengan mikroorganisme tanah. Keadaan ini akan
menghasilkan tanaman sehat dengan tekanan gulma, hama, dan penyakit yang minimal.

Ada tiga faktor penting dalam praktek yang menentukan level bahan organik tanah, yaitu:
pengolahan tanah, sistem pertanaman, dan pemupukan. Pada dasarnya ketiga faktor tersebut
berkaitan dengan jumlah bahan organik yang dihasilkan atau ditambahkan ke tanah versus laju
dekomposisi. Hasil akhir berupa status bahan organik tanah yang akan menentukan berbagai
sifat tanah seperti dikemukakan di atas.

Fungsi Bahan Organik

Bahan organik merupakan komponen padatan tanah berasal dari dekomposisi sisa-sisa
kehidupan di atas maupun dalam tanah itu sendiri, dengan produk fase akhir adalah
humus yang bersifat relatif stabil. Baik bahan organik maupun humus, berperan
sebagai cadangan hara bagi tanaman, selain pembentukan struktur tanah dan
keuntungan-keuntungan lain. Dalam setiap hektar tanah subur terkandung 450 kg
cacing, 1200 kg cendawan, 750 kg bakteri, 67 kg protozoa, 445 kg artropoda dan
ganggang, serta sejumlah organisme lain (Pimentel et al., 1995). Semua ini
merupakan komponen bahan organik tanah. Jadi, tanah lebih menunjukkan suatu
medium kehidupan yang dinamis dari pada benda mati yang statis, di mana bahan
organik merupakan komponen penentu kehidupan tersebut.

2/12/2012 5
Kehilangan Melalui Erosi

Kerugian terbesar yang dikeluarkan berhubungan dengan erosi tanah adalah berupa
kehilangan hara dan penurunan daya pegang air, meliputi 50 hingga 75 % dari kehilangan
(Pimentel et al., 1995). Pada Tabel 1 tampak pengaruh level erosi terhadap kadar bahan
organik, P, dan air tersedia bagi tanaman pada tanah Lempung berdebu Indiana (Schertz, 1985).

Tabel 1. Pengaruh Erosi terhadap Kadar Bahan Organik,


P, dan Air Tersedia (Schertz, 1985)

Level Erosi Bahan Organik Fosfor Air Tersedia


(%) (kg/ha) (%)
Ringan 3.0 31 7.4
Sedang 2.5 30.5 6.2
Berat 1.9 20 3.6

Bila erosi terjadi pada tingkat 7.6 ton/ha/tahun, maka dibutuhkan biaya Rp 400.000 untuk
menggantikan hara yang hilang melalui pemupukan, dan sekitar Rp 170.000/ha/tahun untuk
biaya air pompa untuk menggantikan kehilangan kemampuan penahanan air tanah (Troeh,
Hobbs, dan Donahue, 1991). Perhitungan semacam ini dapat dilakukan untuk daerah-daerah di
mana kehilangan tanah dan hara melalui erosi serta kemampuan tanah menahan air diketahui

2/12/2012 6
.

Kehilangan Melalui Pengolahan Tanah

Lahan yang mempunyai kadar bahan organik satu persen adalah mati secara biologis.
Level rendah ini antara lain sebagai akibat pengolahan tanah. Pengolahan menggunakan bajak
dan garu menghancurkan agregat dan menyebabkan tanah mudah mengalami erosi. Pengolahan
dalam akan membawa bahan organik ke lapisan lebih dalam di mana oksigen menjadi terbatas
dan menyebabkan laju dekomposisi menjadi terhambat. Pada Gambar 1 disajikan pengaruh
berbagai tipe pengolahan tanah terhadap degradasi bahan organik (Reicosky, dan
Lindstrom. 1995).

2/12/2012 7
Pengolahan bertujuan agar kondisi fisik tanah baik, kualitas persemaian baik, bibit mudah
tumbuh, dan akar dapat tumbuh lebih dalam. Pengolahan tanah yang baik tergantung pada
agregasi yang terbentuk, suatu proses di mana pertikel tunggal berikatan membentuk
agregat. Agregat terbentuk bila partikel tunggal berorientasi bersama melalui aktivitas
pembasahan pengeringan, pertumbuhan tanaman, dan aktivitas organisme tanah (cacing).
Agregat tanah yang baik meningkatkan infiltrasi, aerasi, dan kapasitas penahanan air (Boyle,
Frankenberger Jr., dan Stolzy, 1989) seperti disajikan pada Tabel 2. Akar tanaman mencapai
volume luas pada tanah beragregat baik, hal mana ditunjukkan oleh kadar bahan organik
tanah yang tinggi (Pipel, 1971).

Tabel 2 Pengaruh Pupuk Kandang terhadap Infiltrasi


(Boyle, Frankenberger Jr., dan Stolzy, 1989)

Pupuk Kandang Infiltrasi


(ton/ha) Inci/jam
0 1.2

8 1.9

16 2.7

2/12/2012 8
Praktek pengolahan tanah dapat menyebabkan penghancuran agregat yang dibentuk dari
aktivitas mikroorganisme. Bahan organik tanah dibutuhkan untuk memperbaiki dan
mempertahankan status kestabilan agregat tanah meskipun dilakukan pengolahan. Agar
tidak terjadi penghancuran agregat, maka faktor-faktor penghancur berikut perlu
diminimalkan:
Pengolahan berlebihan.
Pengolahan pada kondisi tanah terlalu basah atau terlalu kering.
Penggunaan amoniak yang memacu dekomposisi bahan organik.
Pemupukan nitrogen berlebihan.
Kelebihan Na dalam air irigasi atau pun pupuk mengandung Na.

Upaya terbaik untuk keberlanjutan produksi pertanian adalah melakukan upaya pengolahan
minimum (minimum tillage). Manfaat pengolahan minimum antara lain adalah:
Mengurangi biaya pengolahan.
Mengurangi masa pertanaman dan mempercepat panen.
Mengurangi tenaga kerja.
Memperbaiki struktur tanah dan ketahanan terhadap erosi.

2/12/2012 9
Pengelolaan Sistem Pertanaman

Sistem pertanaman yang lazim dipraktekkan adalah: monokultur, tumpang-sari,


tanaman penutup tanah, dan tanaman lorong. Penggantian jenis tanaman satu
dengan yang lain disebut rotasi. Rotasi tanaman adalah merupakan bagian dari
perencanaan lahan yang diperlukan. Memproduksi secara terus-menerus satu
jenis tanaman dalam suatu lahan yang sama dapat mengakibatkan penurunan
status hara tertentu dan menjadi penyebab masalah hama dan penyakit.
Perencanaan rotasi meliputi:

Pergantian dengan tanaman polong dan tanaman lorong.


Penggunaan tanaman penambat Nitrogen.
Penggunaan pupuk hijau dan tanaman penutup tanah.
Pencampuran tanaman berakar dalam/berakar dangkal.
Pergantian tanaman rakus makanan dan tanaman tidak rakus.
Menghindari penggunaan tanaman alelopati dan tanaman bersifat mengakumulasi
unsur.
Melakukan diversifikasi famili tanaman.

2/12/2012 10
Jenis tanaman penutup tanah yang lazim digunakan adalah Calapogonium
muconoides, Centrosema pubescens, Mucuna utilis, Crotalaria juncea, Canavalium
odoratum, Dolichus lab-lab, Stylosathes dan lain-lain. Tanaman palawija dari jenis
kacang-kacangan (leguminosa) juga dapat dikategorikan sebagai tanaman penutup
tanah, misalnya: kacang tanah, kedelai, kacang tunggak, kacang hijau, dan lain-
lain yang ditanam dengan jarak sempit. Tanaman penutup tanah dapat
mempertahankan kadar bahan organik tanah bila ia mampu tumbuh dan
memproduksi banyak biomas dalam waktu singkat. Selain bahan organik, tanaman
legum penutup tanah juga memberikan kontribusi terhadap unsur N tanah,
mengurangi pertumbuhan gulma, dan memutus siklus hidup hama atau penyakit.

Pembakaran sisa panen, selain menghilangkan sumber bahan organik utama dari
lahan pertanian, juga membawa dampak negatif terhadap sifat biologi tanah.
Panas pembakaran dapat menyebabkan populasi mikroorganisme tanah yang
tinggi di permukaan menjadi rendah. Hal ini akan berakibat pada pengurangan
fungsi biologi dalam hal dekomposisi, mineralisasi dan transformasi senyawa-
senyawa kimia dalam tanah. Sisa panen yang dibakar berarti mengubah bahan
organik menjadi inorganik dan sebagian besar hilang menjadi karbon-dioksida.
Praktek pembakaran sisa panen hanya sedikit memberi manfaat, yaitu berupa
unsur-unsur hara yang terkandung dalam abu.

2/12/2012 11
PENGELOLAAN TANAH

Kunci keberhasilan pengelolaan tanah organik terletak pada pengelolaan bahan organik, diikuti pengolahan
tanah, rotasi tanaman, pemberian pupuk kandang, dan penggunaan sisa bahan organik. Keseimbangan unsur
hara tanah, yang mungkin dilengkapi dengan pemberian bahan mineral, demi untuk kesehatan tanah dan
produksi tanaman pangan organik yang bermutu.

Persiapan Lahan:

a. Uji Tanah
Uji tanah dibutuhkan untuk aplikasi tahun pertama. Uji tanah lengkap harus tersedia untuk setiap tempat
atau unit pengelolaan yang berbeda di lapangan. Sebagai contoh, apabila seorang petani yang merotasikan
rumput dan ladang dibagi dalam beberapa bagian yang berbeda, dia harus melakukan uji tanah untuk seluruh
lapangan dan tidak hanya untuk bagian yang segera akan ditanami rumput saja. Uji tanah direkomendasikan
untuk lapangan di mana tipe tanah, praktek pertanaman, dan latar belakang historis berbeda di satu tempat
dan tempat lain. Informasi yang dibutuhkan meliputi: pH, kapasitas pertukaran kation, persen kejenuhan
basa, bahan organik, kalsium, magnesium, kalium, fosfor dan boron. Uji tanah lengkap tersebut perlu
dilakukan pada tempat atau unit pengelolaan yang berbeda sekurang-kurangnya setiap tiga tahun.

b. Persiapan dan Konservasi Lahan


Suatu lahan yang mengalami erosi, polusi atau masalah-masalah konservasi lain harus diatasi secara
terprogram melalui penghentian, penyembuhan dan perbaikan kerusakan tanah untuk mengamankan, dengan
menggunakan metode-metode yang ada dan lazim dilakukan.
Kaedah dasar pengolahan tanah agar tidak terjadi kerusakan lahan adalah mengacu sistem tanpa olah
tanah atau olah tanah minimum. Bila menganut sistim olah tanah optimal, maka diperlukan
pencampuran (incorporate) sisa tanaman dan sisa bahan organik lain ke lapisan tanah atas, di mana, dengan
adanya bakteri-bakteri aerobik dan jenis organisme tanah lain, ia dapat dengan segera dirombak.

2/12/2012 12
Pengelolaan Sumber Bahan Organik:

a. Rotasi Tanaman

Rotasi tanaman merupakan bagian dari perencanaan lahan yang diperlukan. Pembudidayaan secara terus-
menerus satu jenis tanaman dalam lahan yang sama dapat mengakibatkan penurunan status hara tertentu
dan menjadi penyebab masalah hama dan penyakit. Tanaman pohon merupakan perkecualian, meskipun
perkembangan ilmu permaculture dan polyculture memberi peluang untuk rotasi dengan sistem pepohonan
(perenial). Perencanaan rotasi meliputi:
Pergantian tanaman polong dan tanaman lorong.
Penggunaan tanaman penambat Nitrogen.
Penggunaan pupuk hijau dan tanaman penutup tanah.
Pencampuran tanaman berakar dalam/berakar dangkal.
Pergantian tanaman rakus makanan dan tanaman tidak rakus.
Penggunaan tanaman alelopati dan tanaman bersifat mengakumulasi unsur.
Melakukan diversifikasi famili tanaman.

Tingkat penggunaan kotoran hewan, bahan baku terdekomposisi, merupakan dasar rekomendasi uji tanah,
secara ideal dikombinasikan dengan hasil analisis kotoran ataupun kompos. Tanpa uji tanah, rata-rata kadar
unsur hara dalam kotoran atau kompos dan estimasi kebutuhan hara bagi tanaman, tidak melebihi 20 ton/ha
kotoran sapi, 5 ton/ha kotoran unggas, atau 40 ton/ha kompos dalam satu musim.

2/12/2012 13
b. Pengelolaan Pupuk Kandang
Pemupukan:
Penggunaan Pupuk Kandang
Penambahan pupuk kandang dan kompos dikenal sebagai upaya terbaik dalam perbaikan level
bahan organik dan humus. Bila tidak dapat dilakukan, maka rumput tahunan merupakan
tanaman yang mampu melakukan regenerasi dan meningkatkan kadar humus tanah (Nations,
1999). Dosis umum pupuk kandang adalah antara 10 hingga 30 ton/ha untuk kotoran padat
dan 4000 hingga 11000 galon/ha untuk kotoran berbentuk cair. Hasil sisa panen yang tinggi
karena penggunaan pupuk kandang adalah merupakan keuntungan tambahan.

Masalah yang dihadapi adalah unsur-unsur hara esensial makro yang terkandung dalam
pupuk kandang tidak mencukupi kebutuhan tanaman. Sebagai contoh klasik, kotoran ayam
hanya mengandung 25 kg N dan P, dan sekitar 20 kg K per ton, sehingga untuk rumput pakan
ternak masih diperlukan pemberian pupuk 25 kg N dan 15 20 kg P per hektar.

Sebagai tambahan, untuk menstabilkan unsur hara, mencegah pencucian dan


mempertahankan kesuburan tanah dalam jangka panjang, disarankan melakukan pengomposan
kotoran hewan sebab hal ini akan memacu perombakan kontaminan yang mungkin ada seperti
misalnya sisa antibiotik dan pestisida, dan ini merupakan pengurangan populasi penyakit yang
dapat menyebabkan tanaman, hewan ataupun manusia menjadi sakit. Uji laboratorium setelah
pengomposan berakhir diperlukan untuk menjamin bahwa proses pengomposan terjadi dengan
sempurna dan semua kotoran telah terdekomposisi.

2/12/2012 14
Penggunaan Kompos

Pengomposan kotoran ternak dan bahan organik lain adalah merupakan cara terbaik untuk stabilisasi unsur
hara yang terkandung dalamnya. Unsur yang terkandung dalam bahan mentah bersifat tidak stabil sehingga
mudah hilang melalui pencucian atau pun aliran permukaan saat kelebihan air. Kompos berasal dari sisa
panen atau sampah, sebagai sumber hara, tidak sebaik yang berasal dari kotoran hewan. Akan tetapi, kompos
mengandung lebih banyak humus dibandingkan kotoran hewan. Jadi, penggunaan kompos lebih ditujukan
pada perbaikan sifat fisik tanah, sedang pupuk kandang (terutama ternak unggas) pada sifat kimia tanah.
Pengomposan mengurangi volume materi bahan organik mentah, khususnya kotoran ternak yang kandungan
airnya cukup tinggi. Pengomposan di lahan jauh lebih murah dari pada membeli kompos jadi.

Sumber bahan organik tanah yang aman untuk mendukung produksi pertanian secara berkelanjutan, antara lain:
Bahan baku kotoran hewan atau bentuk cair dihasilkan di lahan pertanian disebar sebelum
penyebaran benih pupuk hijau pada musim penanaman tanaman pangan.
Bahan baku kotoran hewan atau bentuk cair disebar pada jerami sisa panen tanaman pangan
ataupun non-pangan.
Kotoran terkompos atau bagian berasal dari kompos buatan dapat diaplikasikan sewaktu-waktu
selama pertumbuhan tanaman tertentu, sepanjang kompos memenuhi kriteria berikut:
Umur kompos sekitar 3 bulan,
Merupakan produk yang homogen,
Tidak menunjukkan tanda-tanda belum matang,
Suatu contoh pewakil diletakkan pada kotak plastik dan ditaruh di tempat panas selama periode 2
dan tidak menimbulkan bau (seperti misalnya amoniak) atau senyawa lain selain aroma tanah yang
sedap.

2/12/2012 15
Pengelolaan Unsur Hara dan Pemacu Tumbuh:

a. Pengelolaan Nitrogen

Masalah unsur N dijumpai pada semua jenis tanah, terutama bertekstur kasar dan berkadar bahan organik
rendah; pada tanah berkapur atau bersuhu tinggi; serta tanah-tanah berdrainase jelek.
Nitrogen berada di lingkungan dalam berbagai bentuk. Proses biologi tanah yang membuat unsur ini menjadi
tersedia bagi tanaman merupakan bagian dari siklus alami. Memanfaatkan siklus ini menghasilkan aliran
konsentrasi nitrat bagi tanaman. Ketergantungan terhadap pupuk nitrogen larut dapat dilakukan, atau
kadangkala merugikan, proses tersebut. Penggunaan sumber-sumber nitrogen ikutan dapat secara temporer
diduga sebagai salah satu penyebab terganggunya fungsi tanah dalam berbagai tindakan agronomi tertentu.

b. Pengelolaan Fosfor

Fosfor merupakan suatu unsur yang seringkali mengalami ikatan kompleks yang tidak larut. Kecuali pupuk
terlarut, fosfor tergantung pada aktivitas kimia maupun biokimia untuk menjadi tersedia bagi tanaman dengan
basis jangka panjang. Bahan fosfor tersedia hanya secara temporer tersedia bagi tanaman (sebanyak 5 15
% dari total P) sebelum mereka mngalami fiksasi. Seperti halnya nitrogen, kreasi dari aktivitas biologis tanah
adalah merupakan metode paling menguntungkan bagi penyedian fosfat bagi pertumbuhan tanaman. Fosfat
paling tersedia adalah pada tanah dengan reaksi netral.
Sumber fosfor tanah dalam menunjang produksi pertanian berkelanjutan berasal dari:
Fosfat dalam bentuk koloidal, batuan lunak, dan batuan keras.
Guano.
Bahan diproduksi di lapangan (on-farm) dan air pencucian segregasi sisa (misalnya bahan kimia
pembersih rumah susu) berdasar pada kebutuhan unsur seperti ditunjukkan dari hasil uji tanah.

2/12/2012 16
c. Pengelolaan Kalium, Kalsium dan Magnesium

Kadar basa-basa umumnya rendah pada tanah-tanah masam, terutama bila bertekstur kasar. Fiksasi K
terjadi pada tanah kaya mineral liat Ilit pada keadaan kekurangan air. Antara K, Ca, Mg (dan juga Na) terjadi
kompetisi terhadap serapan oleh tanaman, di mana bila salah satu lebih tinggi maka unsur lain akan tertekan
serapannya.

Sumber kalium, kalsium dan magnesium untuk menunjang produksi berkelanjutan, antara lain:

Abu kayu, dengan menghindari aplikasi peningkatan pH tanah secara berlebihan.


Debu batuan (granit, feldspar, pasir hijau).
Sulpomag, dari sumber alami.
Kalium sulfat alami.
Kainit.
Kompos.
Kapur pertanian.
Gipsum pertanian (kalsium sulfat terhidrasi).
Kulit kerang giling.
Rumput laut kaya kapur.
Kapur jagung.
Batu kapur Dolomitik.
Kieserit.
Sulpomag dari sumber alami.

2/12/2012 17
f. Sumber Unsur Mikro

Sistem pengelolaan tanah secara ekologis yang mendaur ulang sisa bahan organik secra normal menjaga
keseimbangan unsur mikro. Namun demikian, bila terdapat indikasi dari uji jaringan tanaman, maka disarankan
untuk melakukan penambahan secara hati-hati dan tidak dalam bentuk berlebihan.
Sumber unsur mikro secara mudah dapat diperoleh di alam, seperti misalnya:

Residu kompos organik.


Rumput laut dalam bentuk cairan ekstrak atau bubuk (tidak menggunakan sortifikasi kimia).
Kelp meal
Serbuk batuan.

2/12/2012 18
g. Pemacu Tumbuh, Aktivator, Inokulan

Sejumlah senyawa biotik dapat berpengaruh besar terhadap dalam sistem kehidupan. Senyawa alami, seperti
ekstrak tanaman, dapat digunakan sebagai messenger kimia untuk menstimulasi pertumbuhan tanaman.
Kultur mikroba, seperti bakteri dan ganggang, digunakan untuk mengintroduksi atau mempromosi proses-
proses yang menguntungkan dalam tanah. Pengertian kita tentang pengaruh alami dan efek senyawa-
senyawa ini masih taraf awal. Pertimbangan ekologis harus diikuti dengan percobaan dalam berbagai
manipulasi sistem biologis.
Sumber senyawa pemacu tumbuh yang dapat digunakan untuk praktek sehari-hari misalnya:

Fomulasi sitokinin alami, seperti ekstrak rumput laut kering atau larut.
Preparat herbal.
Preparat Bio-dinamik.
Inokulan Rhizobia.
Bakteri fiksasi N bebas dan berbagai kultur mikrobia yang diperbolehkan.
Ganggang hijau-biru.
Bakteri selulotik.
Hormon akar alami.
Humat.
Pembawa dan pembasah untuk aplikasi pupuk daun.

h. Pupuk Campuran Komersial

Untuk dapat diterima, semua pupuk yang dijual berupa pupuk "alami" atau "organik" harus dilampiri dengan
daftar kandungan unsur-unsur secara lengkap, berikut hasil analisis laboratorium untuk kemungkinan
kontaminasi adanya logam berat. Hal ini akan merupakan informasi yang aman dan memberikan rasa percaya
diri bagi produsen pupuk organik bersangkutan.

2/12/2012 19
KESIMPULAN

Bahan organik adalah kunci keberlanjutan pertanian di daerah tropika basah. Dalam pengelolaan
lahan, perlakuan-perlakuan masukan bahan organik ke dalam tanah dilakukan melalui internal-input
berkaitan dengan pengaturan sistem pola tanam dan pengembalian sisa panen, dan external-input
berupa masukan pupuk organik (pupuk kandang, kompos), serta upaya minimalisasi penggunaan
pupuk sintesis.

Untuk mencegah terjadinya penurunan kadar bahan organik tanah secara drastis, maka perlu
dilakukan upaya penekanan laju dekomposisi akibat pengolahan tanah, melalui penerapan sistem
minimum- atau no-tillage, serta mencegah pembakaran sisa panen.

PENUTUP

Beberapa hal penting yang perlu dilakukan dalam pengelolaan tanah pada sistem pertanian organik adalah:

Pengelolaan mengacu pada sistem alami yang bersifat seimbang (natural equilibrium) dengan menggunakan
bioteknologi.
Kunci utama keberhasilan adalah pengelolaan bahan organik, meliputi: penutup tanah, pupuk hijau, pupuk
kandang, sisa tanaman, dan kompos.
Untuk keseimbangan kimia, maka unsur mineral dan zat pemacu tumbuh tertentu dapat digunakan dengan
memperhatikan prasyarat: diterima, diatur, dan dilarang.
Sebagai gol adalah diperoleh kesimbangan agroekosistem, dengan produk sehat, berkelanjutan dan akrab
lingkungan.

2/12/2012 20
DAFTAR PUSTAKA

Agriculture, Food and Rural Revitalization: Organic farming (internet access). Government of Saskatchewan, 30085 Albert Street,
Saskatchewan, 2000 Saskatchewan Agriculture and Food.
Agriculture Notes: Organic farming (internet access), Farm Diversification Service (Bendigo) and Sue Titcumb (Ballarat). Notes Series
No AG0688, current@ January 2000, Expiry: January 2002.
Diver, S. Biodynamic farming and compost preparation (internet access). Appropriate Technology Transfer for Rural Areas (ATTRA).
PO Box 3667 Fayetteville, AR 72702. http://www.attra.org/attra-pub/PDF/biodynam.pdf. February 1999.
Gaskell, M., Mitchell, J., Smith, R. dan Koike, S.T. Soil fertility management for organic crops. University of California, Division of
Agriculture and Natural Resources, Publ. 7249. 2002, internet access: www.sfc.ucdavis.edu.
Irish Agriculture and Food Development: Principles of successful organic farming (internet access), Open Day, July 4th Johnstown
Castle Research Centre, Wexford. September, 2002.
NOFA Vermont: 2001 VOF Standards Soil Management (internet access), http://www.nofavt.org/sht02_stds1.cfm
Pimentel, D. et al. 1995. Environmental and economic costs of soil erosion and conservation benefits. Science. Vol. 267, No. 24. p.
1117-1122.
Reicosky, D.C. and M.J. Lindstrom. 1995. Impact of fall tillage on short-term carbon dioxide flux, p. 177-187. In: R.Lal, J. Kimble, E.
Levine, and B.A. Stewards (eds.) Soils and Global Change. Lewis Publisher, Chelsea, Michigan.
Schertz 1985. Field evaluation of the effect of soil erosion on crop productivity. p. 9-17. In: Erosion and Soil Productivity. Proceedings
of the National Symposium on Erosion and Soil Productivity. American Society of Agricultural Engineers. December 10-11, 1984. New
Orleans, LA. ASAE Publication 8-85.
Troeh, F.R., Hobbs, J.A. and Donahue, R.L. 1991. Soil and Water Conservation. Prentice Hall, Englewood Cliffs, NJ.

PUSTAKA

Boyle, M., W.T. Frankenberger, Jr., and L.H. Stolzy. 1989. The influence of organic matter on soil aggregation and water
infiltration. Journal of Production Agriculture. Vol. 2. p. 209-299.
Nations, Allan. 1999. Allan's Observations. Stockman Grass Farmer. January. p. 12-14.
Pimentel, D. et al. 1995. Environmental and economic costs of soil erosion and conservation benefits. Science. Vol. 267,
No. 24. p. 1117-1122.
Pipel, N. 1971. Crumb formation. Endeavor. Vol. 30. p. 77-81.
Reicosky, D.C. and M.J. Lindstrom. 1995. Impact of fall tillage on short-term carbon dioxide flux, p. 177-187. In: R.Lal, J.
Kimble, E. Levine, and B.A. Stewards (eds.) Soils and Global Change. Lewis Publisher, Chelsea, Michigan.
Schertz 1985. Field evaluation of the effect of soil erosion on crop productivity. p. 9-17. In: Erosion and Soil
Productivity. Proceedings of the National Symposium on Erosion and Soil Productivity. American Society of Agricultural
Engineers. December 10-11, 1984. New Orleans, LA. ASAE Publication 8-85.
Troeh, F.R., Hobbs, J.A. and Donahue, R.L. 1991. Soil and Water Conservation. Prentice Hall, Englewood Cliffs, NJ.
2/12/2012 21

Anda mungkin juga menyukai