I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lahan sawah merupakan lahan yang dikelola sedemikian rupa untuk
budidaya tanaman padi sawah, di mana pada lahan tersebut dilakukan
penggenangan selama atau sebagian dari masa pertumbuhan padi. Pada lahan
sawah, penggenangan tidak dilakukan terus-menerus tetapi mengalami masa
pengeringan sehingga terjadi perbedaan lamanya penggenangan dan pengeringan
(Pardosi et al. 2013). Adanya masa penggenangan dan pengeringan pada lahan
sawah akan mempengaruhi sifat tanah yang merupakan indikator kualitas suatu
tanah. Kualitas tanah diukur berdasarkan pengamatan kondisi dinamis indikator
kualitas tanah. Indikator kualitas tanah dipilih dari sifat-sifat yang menunjukkan
kapasitas fungsi tanah (Partoyo 2005). Indikator kualitas tanah dapat dinilai dari
kuantitas dan kualitas tanah. Penilaian kualitas tanah dikumpulkan melalui
analisis tanah baik secara kimia, fisika, maupun biologi serta didukung dengan
wawancara petani (Dang 2007).
Kualitas tanah merupakan kemampuan tanah untuk dapat berfungsi di
dalam ekosistemnya untuk mendukung produktivitas tanaman dan hewan,
meningkatkan kualitas air dan udara serta mendukung kesehatan manusia dan
lingkungan. Kualitas tanah pada suatu lahan dapat dipengaruhi oleh kandungan
unsur-unsur hara dan bahan organik yang terdapat di dalam tanah (Ngo-Mbogba
et al. 2015). Kandungan bahan organik yang tinggi di dalam tanah akan
meningkatkan sifat kimia, fisika, dan biologi tanah sehingga kualitas tanah juga
akan semakin meningkat (Nugroho et al. 2011).
Menurut Peraturan Daerah Kabupaten Pati Nomor 5 Tahun 2011 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pati Tahun 2010-2030, luas lahan sawah
di Kabupaten Pati kurang lebih 59.332 Ha yag tersebar di beberapa kecamatan.
Rata-rata produksi padi sawah di Kabupaten Pati dari tahun 2010-2013 yaitu
560.936 ton, sedangkan rata-rata produktivitas padi sawah dari tahun 2010-2012
yaitu 5,6 ton/ha (Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah 2014). Dalam Berita
Resmi Statistik Kabupaten Pati Nomor 13/11/3318/Th.I, menyatakan bahwa
1
2
B. Perumusan Masalah
1. Bagaimana kondisi fisik, kimia, dan biologi tanah berdasarkan analisis
kualitatif dan kuantitatif tanah sawah Kabupaten Pati?
2. Indikator fisika, kimia, dan biologi apa yang paling mempengaruhi kualitas
tanah sawah di Kabupaten Pati?
C. Tujuan Penelitian
1. Menganalisis kualitas tanah sawah di Kabupaten Pati secara kualitatif dan
kuantitatif.
2. Mengidentifikasi indikator yang tepat untuk menilai kualitas tanah sawah di
Kabupaten Pati.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat hasil penelitian yang telah dilakukan adalah diperoleh data yang
dapat digunakan untuk mengevaluasi perbaikan lahan sawah di Kabupaten Pati,
sehingga dapat memberikan informasi yang berguna untuk menentukan tindakan-
tindakan yang harus dilakukan pada kegiatan perbaikan lahan selanjutnya yang
dapat mempengaruhi kualitas tanah sawah sehingga produktivitas padi meningkat.
3
A. Kualitas Tanah
Tanah merupakan campuran berbagai partikel yang berbeda bentuk dan
ukurannya, material hidup dan mati termasuk mikroorganisme, akar, sisa-sisa
tanaman dan binatang, udara dan air. Di dalam tanah, reaksi fisik, kimiawi, dan
biologi terjadi dan saling berhubungan. Bentuk fisik tanah memegang peranan
penting dalam reaksi alami biologis dan kimia. Faktor tersebut berpengaruh
terhadap kualitas tanah (Prihastanti 2010).
Kualitas tanah adalah kemampuan suatu tanah untuk berfungsi dalam
berbagai batas ekosistem untuk mendukung produktivitas biologi,
mempertahankan kualitas lingkungan dan meningkatkan kesehatan tanaman,
hewan, dan manusia. Secara umum, terdapat tiga makna pokok dari definisi
tersebut yakni: 1) produksi berkelanjutan yaitu kemampuan tanah untuk
meningkatkan produksi dan tahan terhadap erosi, 2) mutu lingkungan yaitu tanah
diharapkan mampu untuk mengurangi pencemaran air tanah, udara, penyakit, dan
kerusakan sekitarnya, dan 3) kesehatan makhluk hidup (Suriadi dan Nazam 2005).
Kualitas tanah merupakan kapasitas dari suatu tanah dalam suatu lahan
untuk menyediakan fungsi-fungsi yang dibutuhkan manusia atau ekosistem alami.
Kualitas tanah sebagai kapasitas tanah berfungsi dalam batas-batas ekosistem dan
berinteraksi secara positif dengan lingkungan. Batas-batas dan interaksi tanah
dengan lingkungan tersebut merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kualitas
tanah yang berkaitan dengan pengelolaan tanah. Pengelolaan tanah seperti
pengolahan tanah, pemupukan, rotasi tanaman, pengelolaan air, pengapuran, dan
tanaman penutup secara signifikan mempengaruhi kualitas tanah (Karlen et al.
2004).
Penentuan ciri-ciri kualitas tanah yang tinggi tergantung pada faktor yang
melekat pada tanah, bentuk lahan, iklim, dan penggunaan lahan. Kualitas tanah
dianggap tinggi apabila: 1) kandungan bahan organik dan aktivitas biologis tinggi,
2) tanah gembur dengan agregat yang stabil, 3) mudah ditembus oleh akar
tanaman, 4) mudah diresapi air daripada air di atas permukaan, dan 5) sedikit
3
4
gulma dan penyakit (Lewandowski et al. 1999). Gunino et al. (2009) menyatakan
bahwa karakteristik kualitas tanah meliputi tanah yang baik, kedalaman yang
dapat ditembus akar untuk pertumbuhan, pasokan nutrisi yang cukup, populasi
pathogen dan hama rendah, bebas dari bahan kimia dn beracun, tahan terhadap
degradasi serta tahan terhadap kondisi yang tidak menguntungkan.
Menurut hasil penelitian Nugroho et al. (2011), menyatakan bahwa sifat kimia
tanah terutama pH merupakan faktor yang paling menentukan kualitas tanah. pH
tanah atau dapat disebut dengan reaksi tanah merupakan faktor yang
mempengaruhi kelarutan nutrisi. Hal ini juga berpengaruh pada aktivitas
mikroorganisme yang bertanggungjawab dalam merombak bahan organik dan
transformasi kimia dalam tanah (USDA Natural Resources Conservation Service
1998).
pH tanah merupakan ukuran kemasaman atau kebasaan dari tanah yang
mempengaruhi ketersediaan nutrisi tanaman, aktivitas mikroorganisme, dan
kelarutan mineral tanah. Faktor utama yang mempengaruhi pH tanah adalah suhu
dan curah hujan, yang mengontrol intensitas pencucian dan pelapukan tanah. Pada
umumnya keasaman terkait dengan pencucian tanah. pH merupakan ukuran
kemasaman tanah yang didefinisikan sebagai nilai negatif logaritma dari aktivitas
ion H+ dalam larutan dimana kemasaman tersebut merupakan parameter tanah
yang penting karena dapat mempengaruhi kondisi dan mobilitas nutrisi tanaman
serta penyerapannya oleh akar tanaman.Pengukuran nilai pH tanah menunjukkan
banyaknya konsentrasi ion hidrogen (H+) di dalam tanah (USDA Natural
Resources Conservation Service 1999). Makin tinggi kadar ion H+ di dalam tanah,
semakin masam tanah tersebut (Soewandita 2008). pH tanah yang tinggi atau
mendekati netral memiliki kandungan bahan organik rendah di dalam tanah. pH
tanah dapat meningkat atau menurun tergantung oleh tingkat kematangan bahan
organik yang ditambahkan pada tanah (Nusantara et al. 2012).
Sifat kimia tanah yang lainnya yang berpengaruh terhadap kualitas tanah
yaitu kandungan C-organik di dalam tanah. Karbon (C) organik merupakan salah
satu parameter yang digunakan untuk menentukan kandungan bahan organik di
dalam tanah. Kandungan bahan organik pada lahan pertanian berasal dari biomasa
tanaman yang akan terangkut keluar bersamaan dengan produksi. Sistem
pengolahan tanah yang dilakukan pada lahan pertanian dapat mempercepat
pengurasan bahan organik. Pengolahan tanah yang intensif akan menyebabkan
kandungan bahan organik semakin rendah (Arifin 2011). Bahan organik yang
ditambahkan ke dalam tanah akan mengalami beberapa fase perombakan oleh
6
sumber yang penting dalam menjaga keseimbangan kadar kalium dalam tanah
(Damanik et al. 2010).
Menurut Arsyad (2006), tekstur tanah merupakan ukuran butir dan
proporsi kelompok ukuran butir-butir primer bagian mineral tanah. Butir-butir
primer tanah terkelompok dalam liat (clay), debu (silt), dan pasir (sand). Pada
tanah dengan unsur dominan liat ikatan antar partikel-partikel tanah tergolong
kuat memantapkan agregat tanah sehingga tidak mudah tererosi (Butar 2013).
Tingginya kandungan liat juga berpotensi tinggi untuk formasi agregat. Agregat
makro akan melindungi bahan organik dari mineralisasi lebih lanjut (Supriyadi
2008).
Kemantapan agregat juga dipengaruhi oleh kemiringan lereng.
Kemiringan lereng merupakan unsur topografi yang berpengaruh terhadap aliran
permukaan dan erosi. Semakin curam lereng, erosi dan aliran permukaan yang
terjadi semakin besar. Begitu juga dengan kandungan bahan organik, semakin
curam lereng maka kandungan bahan organik semakin rendah (Refliaty 2010).
Penurunan agregat tanah berkaitan dengan penurunan bahan organik tanah,
aktivitas perakaran tanaman, dan mikroorganisme tanah. Penurunan ketiga agen
pengikat agregat tanah tersebut selain menyebabkan agregat tanah relatif mudah
pecah sehingga menjadi agregat atau partikel yang lebih kecil (Suprayogo et al.
2011). Agregat tanah dapat dipengaruhi oleh bobot volume (BV). Bobot volume
(BV) merupakan petunjuk untuk kemampatan tanah, semakin padat suatu tanah
maka makin tinggi berat volumenya, yang berarti semakin sulit meneruskan air
atau ditembus akar tanaman (Waluyaningsih 2008). Jika BV rendah maka tanah
akan semakin gembur sehingga memudahkan penetrasi akar, sirkulasi udara, dan
air dalam tanah menjadi lebih baik karena jumlah pori yang tersedia lebih
memadai. Penurunan BV menyebabkan agregat tanah menjadi lebih baik (Mondal
et al. 2015).
C. Lahan Sawah dan Tanaman Padi
Tanaman padi merupakan tanaman pangan utama yang dibudidayakan di
Indonesia. Secara umum, tanaman padi ditanam dengan dua sistem yaitu dengan
penanaman benih langsung (tabela) dan penanaman secara pindah tanam
8
(transplanting) (Izaniyah et al. 2013). Sebelum disemai, benih padi direndam air
terlebih dahulu selama 2 x 24 jam untuk memecahkan dormansi. Menurut Priadi
(2007) dalam percobaannya, perlakuan pemanasan pada suhu 50 oC dan
perendaman dengan air selama 48 jam dapat menghilangkan pengaruh dormansi
yang biasa terdapat pada jenis padi-padian. Bibit padi hasil persemaian yang siap
dipindahtanam (transplanting) saat bibit berumur 3 – 4 minggu atau bibit
memiliki minimal 4 daun (Purwanto dan Purnamawati 2007). Pada penanaman
benih padi dengan sistem tanam benih langsung (tabela) dilakukan dengan cara
tugal langsung di petak sawah. Mulsa singgang dan gulma yang berada di sekitar
area tanam benih langsung (tabela) ini dapat diratakan atau dibenamkan dahuu
sehingga benih padi dapat langsung kontak dengan tanah (Martodireso dan
Suryanto 2001).
Padi merupakan tanaman yang beradaptasi pada lingkungan tergenang
(anaerob) karena pada akarnya terdapat saluran aerenchyma. Aerenchyma
berfungsi sebagai penyedia oksigen bagi daerah perakaran (Purwanto dan
Purnamawati 2007). Pertumbuhan akar tanaman padi dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan, tekstur, jenis tanah, air, dan cara pengelolaan tanah. Keterbatasan air
yang diserap oleh akar mempengaruhi pembelahan sel,pertumbuhan, dan hasil
(Suardi 2002).
Pengaruh suatu karakteristik lahan terhadap produktivitas dapat terlihat
jelas pada kondisi di mana karakteristik lahan tersebut menjadi pembatas untuk
penggunaan lahan sawah. Karakteristik lahan seperti jenis tanah, fisiografi,
kemiringan lereng, elevasi, curah hujan, luas area garapan, dan aksesibilitas dapat
mempengaruhi produktivitas padi sawah. Semakin besar pembatas dari
karakteristik lahan tersebut, akan menyebabkan semakin rendah produktivitas
pada lahan sawah tersebut (Yudarwati 2010).
9
A. Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2015 sampai dengan November
2015 di lahan sawah Kabupaten Pati. Analisis indikator kualitas tanah
dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, Laboratorium Fisika
dan Konservasi Tanah, Laboratorium Biologi dan Bioteknologi Tanah, dan untuk
analisis GIS (Geographic Information System) dilaksanakan di Laboratorium
Pedologi dan Survei Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
C. Perancangan Penelitian
Penelitian merupakan penelitian deskriptif eksploratif melalui survei
lapangan. Metode penelitian deskriptif eksploratif yaitu metode penelitian yang
berusaha menyampaikan atau menggambarkan keadaan apa adanya di lapang
secara mendalam dengan mengambil sampel di lapang dan didukung dengan
analisis di laboratorium.
9
10
2. Data Sekunder
Data sekunder yang diperlukan pada penelitian ini berupa data kondisi
wilayah serta aspek pengelolaan tanah pada lahan sawah. Teknik pengumpulan
data sekunder pada penelitian ini dengan mengumpulkan data dari beberapa
instansi terkait.
Tabel 2. Kondisi wilayah dan aspek pengelolaan tanah lahan sawah
Data kondisi wilayah dan aspek
No. Sumber Data
pengelolaan tanah lahan sawah
1. Peta curah hujan abuzadan.staff.uns.ac.id
2. Peta kemiringan lereng erfan1977.wordpress.com
3. Peta jenis tanah erfan1977.wordpress.com
4. Peta penggunaan lahan erfan1977.wordpress.com
Keterangan:
IKT = Indeks Kualitas Tanah
Si = Skor indikator tanah terpilih dalam Minimum Data Set (MDS)
N = Jumlah indikator dalam Minimum Data Set (MDS)
Wi = Weight of each indicator (Indeks bobot)
IKT =
∑
Kelas kualitas tanah terbagi menjadi lima kelas, berikut ini adala tabel
kelas kualitas tanah (Cantu et al. 2007).
Tabel 3. Kelas kualitas tanah
Kualitas Tanah Skala Kelas
Sangat Baik (SB) 0,80 – 1 1
Baik (B) 0,60 – 0,79 2
Sedang (S) 0,35 – 0,59 3
Rendah (R) 0,20 – 0,34 4
Sangat Rendah (SR) 0 – 0,19 5