KUALITAS TANAH
Oleh :
Fachri Ramadhan
(A2A019005)
PASCASARJANA
PURWOKERTO
2020
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendekatan penilaian kelestarian sumberdaya tanah telah banyak mengalami
perkembangan dengan melibatkan berbagai fungsi tanah secara holistik; tidak hanya
aspek produktivitas pertanian saja. Untuk itu kegiatan penilaian memerlukan tolok
ukur yang dapat menggambarkan kecenderungan umum perubahan kondisi tanah
selama dimanfaatkan. Salah satu tolok ukur penilaian tersebut adalah kualitas tanah.
Kualitas tanah adalah kapasitas dari suatu tanah dalam suatu lahan untuk
menyediakan fungsi-fungsi yang dibutuhkan manuasia atau ekosistem alami dalam
waktu yang lama. Fungsi tersebut adalah kemampuannya untuk mempertahankan
pertumbuhan dan produktivitas tumbuhan serta hewan atau produktivitas biologis,
mempertahankan kualitas udara dan air atau mempertahankan kualitas lingkungan,
serta mendukung kesehatan tanaman, hewan dan manusia. Tanah berkualitas
membantu hutan untuk tetap sehat dan menumbuhkan tumbuhan yang baik atau
lansekap menarik. Sedangkan degradasi tanah adalah penurunan kualitas tanah
(Larson & Piece, 1991).
Kualitas tanah memadukan unsur fisik, kimia dan biologi tanah beserta
interaksinya. Agar tanah dapat berkemampuan efektif, ketiga komponen tersebut
harus disertakan. Semua parameter tidak mempunyai keterkaitan yang sama pada
semua tanah dan pada semua kedalaman. Suatu satuan data minimum sifat tanah atau
indikator dari masing-masing ketiga unsur tanah dipilih berdasarkan kemampuannya
sebagai tanda berfungsinya kapasitas tanah pada suatu penggunaan lahan khusus,
iklim dan jenis tanah (Soil Quality Institute, 1999; Ditzler & Tugel, 2002).
Doran & Parkin (1994) memberikan batasan kualitas tanah adalah kapasitas
suatu tanah untuk berfungsi dalam batas-batas ekosistem untuk melestarikan
produktivitas biologi, memelihara kualitas lingkungan, serta meningkatkan kesehatan
tanaman dan hewan. Johnson et al. (1997) mengusulkan bahwa kualitas tanah adalah
ukuran kondisi tanah dibandingkan dengan kebutuhan satu atau beberapa spesies atau
dengan beberapa kebutuhan hidup manusia.
Selama ini evaluasi terhadap kualitas tanah lebih difokuskan terhadap sifat
fisika dan kimia tanah karena metode pengukuran yang sederhana dari parameter
tersebut relatif tersedia (Larson & Pierce, 1991). Akhir-akhir ini telah disepakati
bahwa sifat-sifat biologi dan biokimia dapat lebih cepat teridentifikasi dan merupakan
indikator yang sensitif dari kerusakan agroekosistem atau perubahan produktivitas
tanah (Purwanto, 2002).
Minimum data set yang berpotensi untuk menjaring kondisi kualitas tanah
adalah indikator fisika tanah meliputi : tekstur tanah, ketebalan tanah (lebih ditujukan
sebagai kualitas inherent tanah), infiltrasi, berat isi tanah dan kemampuan tanah
memegang air. Indikator kimia tanah meliputi : biomass mikroba, C dan N, potensi N
dapat dimineralisasi, respirasi tanah, kandungan air dan suhu ( Doran & Parkin, 1994;
Larson & Pierce, 1994).
Dampak negatif dari ketidak mampuan tanah untuk memenuhi fungsinya adalah
terganggunya kualitas tanah sehingga menimbulkan bertambah luasnya lahan kritis,
menurunnya produktivitas tanah dan pencemaran lingkungan. Dampak tersebut
membuat kita untuk mencari indikator dari segi tanah yang dapat digunakan untuk
memonitor perubahan kualitas tanah agar tetap memenuhi fungsinya. Penurunan
kualitas tanah akan memberikan kontribusi yang besar akan bertambah buruknya
kualitas lingkungan secara umum (Suriadi & Nazam, 2005).
Kandungan bahan organik tanah telah terbukti berperan sebagai kunci utama
dalam mengendalikan kualitas tanah baik secara fisik, kimia maupun biologi. Bahan
organik mampu memperbaiki sifat fisik tanah seperti menurunkan berat volume
tanah, meningkatkan permeabilitas, menggemburkan tanah, memperbaiki aerasi
tanah, meningkatkan stabilitas agregat, meingkatkan kemampuan tanah memegang
air, menjaga kelembaban dan suhu tanah, mengurangi energi kinetik langsung air
hujan, mengurangi aliran permukaan dan erosi tanah. Bahan organik mampu
memperbaiki sifat kimia tanah seperti menurunkan pH tanah, dapat mengikat logam
beracun dengan membentuk kelat komplek, meningkatkan kapasitas pertukaran
kation dan sebagai sumber hara bagi tanaman (Purwanto, 2002). Dari sifat biologi
tanah, bahan organik tanah mampu mengikat butir-butir partikel membentuk agregat
dari benang hyphae terutama dari jamur mycorrhiza dan hasil eskresi tumbuhan dan
hewan lannya (Suriadi & Nazam, 2005).
DAFTAR PUSTAKA
Ditzler, C. A. and Tugel, A J. 2002. Soil Quality Field Tools: Experiences of USDA-
NRCS Soil Quality Institute. Agron. J. 94(1): pp. 33-38.
Doran, JW. & TB. Parkin, 1994. Defining and Assessing Soil Quality, In Defining
Soil Quality for a Sustainable Environment. JW. Doran, DC. Coleman, DF.
Bezdicek, & BA. Stewart (eds). SSSA Spec. Pub. No. 35. Soil Sci. Soc. Am.,
Am. Soc. Agron., Madison, WI, pp.3-21.
Handayani, I.P. 2001. Fraksional Pool Bahan Organik Tanah Labil Pada Lahan
Hutan dan Lahan Pasca Deforestasi. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia.
Volume 3 No 2. 2001 Hal 75-83.
Johnson, DL., SH. Ambrose, TJ. Basset, ML. Bowen, DE. Crummey, JS. Isaacson,
DN. Johnson, P. Lamb, M. Sul & AE. Winter-Nelson. 1997. Meaning of
Environmental Terms. J. Environ. Qual.. 26:581-589.
Karlen, DL., MJ. Mausbach, JW. Doran,RG. Cline, RF. Harris, & GE. Schuman.
1996. Soil Quality: Concept, Rationale and Research Needs. Soil.Sci.Am.J:
60:33-43.
Lal, R. 1994. Methods And Guidelines for Assessing Susutainable Use of Soil and
Water Resource in The Tropics. Washington : Soil Managemen Support Service
USDA Soil Conservation Service.
Purwanto. 2002. Biota Tanah Sebagai Indikator Kualitas Tanah. Tugas Dalam Mata
Kuliah Degradasi Sumberdaya Lahan dan Lingkungan. S3-PIP-PPS Universitas
Brawijaya. Malang.
SQI, 2001. Guidelines for Soil Quality Assessment in Conservation Planning. Soil
Quality Institute. Natural Resources Conservation Services. USDA.