Anda di halaman 1dari 7

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/332765242

ANALISIS KARAKTER MORFOLOGI DAN FISIOLOGIS BAWANG PUTIH Allium


sativum Var. Sangga Sembalun PADA DUA KARAKTERISTIK BUDIDAYA YANG
BERBEDA DI SEMBALUN LOMBOK TIMUR

Article  in  BioWallacea Jurnal Ilmiah Ilmu Biologi · April 2019


DOI: 10.29303/biowal.v5i1.105

CITATIONS READS

0 2,563

3 authors, including:

Mursal Ghazali
University of Mataram
32 PUBLICATIONS   79 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Macroalgae View project

Community Service View project

All content following this page was uploaded by Mursal Ghazali on 28 February 2021.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


BioWallacea Jurnal Ilmiah Ilmu Biologi Januari 2019
Vol. 5 No. 1, p 23-28
ISSN: 2442-2622

ANALISIS KARAKTER MORFOLOGI DAN FISIOLOGIS BAWANG


PUTIH Allium sativum Var. Sangga Sembalun PADA DUA
KARAKTERISTIK BUDIDAYA YANG BERBEDA DI SEMBALUN
LOMBOK TIMUR

Riyan Amrulloh1, Baiq Nurul Hidayah2 dan Mursal Ghazali1*


1
Program Studi Biologi Fakultas MIPA Universitas Mataram
2
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Provinsi NTB
*Korensponden: mursalghazali@unram.ac.id

ABSTRAK

Bawang putih merupakan salah satu komoditas pangan dengan kebutuhan yang terus
meningkat setiap tahunnya. Peningkatan kebutuhan berbanding terbalik dengan produksi yang
dapat dihasilkan sepanjang tahun. Oleh karena itu, pemerintah mencanangkan program
swasembada bawang putih. Pada kegiatan budidaya didapatkan beberapa kendala, salah
satunya ialah ketersediaan air pada lokasi budidaya yang sangat terbatas. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui karakter morfologi dan fisiologi tanaman bawang putih var.
sangga sembalun pada dua lokasi budidaya yaitu lokasi budidaya diperbukitan dan sawah.
Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus sampai dengan Desember 2018. Penelitian
lapangan dilakukan di sentra budidaya bawang putih Sembalun. Sementara itu, analisis
sampel dilakukan di Laboratotium Pengujian BPTP NTB. Hasil pengamatan lapangan
menunjukkan bahwa tinggi tanaman bawang putih di bukit lebih tinggi dibandingkan yang
ditanam pada lokasi sawah, sementara jumlah untuk kedua lokasi adalah sama. Sementara itu,
untuk karakter fisiologis, diketahui kadar klorofil a dan b pada lahan bukit lebih tinggi
dibandingkan lahan sawah. Klorofil a dan b secara berurutan 0,65 ppm dan 1,19 ppm untuk
lahan perbukitan dan 0,52 ppm dan 1,02 ppm untuk lahan sawah. Kadar prolin pada lahan
bukit sebesar 5,32 µgr/ml dan pada lahan sawah sebesar 5,01 µgr/ml. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa keadaan budidaya di bukit lebih stabil dari pada di sawah.

Kata kunci: Bawang Putih, Sembalun, Karakter Fisiologis, Prolin.

PENDAHULUAN tetapi varietas tertentu dapat tumbuh di


dataran rendah.Tanah yang bertekstur
Bawang putih (Allium sativum L.) lempung berpasir atau lempung berdebu
merupakan komoditas sayuran yang penting dengan pH netral merupakan media tumbuh
bagi masyarakat Indonesia, karena yang baik (Santoso, 2000).
dimanfaatkan sebagai salah satu rempah- Konsumsi per kapita bawang putih di
rempah dalam masakan. Bawang putih Indonesia tahun 2016 mencapai 1.767 kg.
termasuk tanaman herba parenial yang Produksi bawang putih dalam negeri pada
membentuk umbi lapis. Batang yang tahun yang sama mencapai 21,151 ton
terlihat di atas permukaan tanah adalah (BPS, 2016). Produksi tersebut belum
batang semu yang terdiri dari pelepah- memenuhi kebutuhan bawang putih dalam
pelepah daun, sedangkan batang yang negeri sehingga pemerintah menerapkan
sebenarnya berada di dalam tanah. Bawang kebijakan impor bawang putih sebesar
putih umumnya tumbuh di dataran tinggi, 356,913.608 ton atau senilai 405,995,933
Amrulloh et al: Karakter Morfologi dan Fisiologis Bawang Putih
US$ selama bulan Januari hingga percobaan budidaya bawang putih pada dua
September 2017. Salah satu penyebab lokasi yang memiliki karakteristik berbeda
penurunan produksi adalah terjadinya disentra budidaya bawang putih di
penurunan luas panen yang sangat kecamatan Sembalun Lombok Timur.
signifikan dari tahun 2000 seluas 9.981 Ha Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
dan tahun 2016 seluas 2.407 Ha atau pengaruh lokasi yang berbeda terhadap
mengalami penurunan sekitar 473 Ha setiap karakteristik morfologi dan fisiologi
tahunnya (Kementan, 2017). bawang putih Allium sativum Var. Sangga
Kondisi ini menyebabkan pemerintah Sembalun.
mencanangkan program swasembada
bawang putih, dimana dalam agenda METODE PENELITIAN
percepatannya ditargetkan pada tahun 2019
Indonesia memiliki lahan produksi sekitar Penelitian ini dilaksanakan pada
72.249 Ha dengan target produksi 603.000 bulan Agustus-Desember 2018 bertempat di
ton (Kementan, 2017). Nusa Tenggara desa Sembalun Kabupaten Lombok Timur
Barat sebagai salah satu daerah sebagai tempat budidaya bawang putih.
pengembangan bawang putih memiliki Bawang putih ditanam pada dua lokasi
potensi yang cukup besar terutama di yang memiliki karakteristik yang berbeda.
kawasan Sembalun yang memiliki Kedua lokasi tersebut adalah bukit dan
ketinggian sekitar 1000 mdpl dengan suhu sawah. Lahan bukit adalah salah satu titik
yang cukup rendah dan kelembaban yang budidaya dengan keadaan tanah yang
tinggi. Selain itu, penunjukan NTB sangat gebur. Proses irigasi menggunakan
khususnya kawasan Sembalun sebagai kincir dengan ketersediaan air irigasi secara
salah satu sentra pengembangan kuantitas relative tercukupi, dimana air
swasembada bawang putih karena yang digunakan bersumber dari mata air
sejarahnya daerah ini pernah jaya dan yang dialirkan menggunakan pipa. Pada
memiliki catatan kesuksesan dalam proses budidaya ini, tanaman bawang putih
budidaya bawang putih sebagai penggerak selalu disiram (mendapat suplai air yang
ekonomi utam masyarakat. cukup) pada semua tahap pertumbuhannya.
Salah satu permasalahan yang Pada lokasi ini tidak banyak tutupan
dihadapi masyarakat dalam budidaya sehingga suplai cahaya matahari relative
bawang putih ini adalah kesesuaian lahan cukup, kecuali pada musim-musim tertentu
terkait dengan ketersediaan air, tipe tanah dengan tutupan kabut yang tebal. Sementara
dan parameter lingkungan lainnya. Hal ini itu, lahan sawah yang digunakan pada
menjadi faktor yang sangat berpengaruh budidaya ini sebenarnya berada pada
pada hasil budidaya bawang putih (Santoso, beberapa titik, dimana masing-masing titik
2000). Ketidaksesuaian lahan dalam memiliki kondisi yang berbeda terutama
budidaya bawang putih merupakan faktor terkait dengan ketersediaan air. Dari
utama yang menyebabkan tanaman stress. beberapa titik tersebut diambil 1 titik
Tumbuhan pada dasarnya memiliki budidaya dengan kondisi ketersediaan air
mekanisme tertentu untuk bertahan dalam yang cukup rendah dan analisis dilakukan
kondisi lingkungan tertentu termasuk di Laboratorium Pengujian BPTP
cekaman kekeringan (Champbel, 2003). Balitbangtan Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Mekanisme ini sebagai bentuk respon Parameter yang diamati pada penelitian ini
tumbuhan terhadap keadaan lingkungan ialah karakter morologi dan fisiologi.
yang tidak normal yang dapat berupa Karakter morfologi meliputi: tinggi
pengguguran daun, penurunan laju tanaman, jumlah daun dan warna daun.
fotosintesis, maupun sintesis protein Sementara itu, untuk karakter fisiologi,
osmoregulator tertentu untuk menjaga parameter yang diamati ialah: kandungan
osmoregulasi metabolisme seluler kadar klorofil dan prolin. Pengukuran
tumbuhan (Champbel, 2003). Oleh karena kedua parameter ini dilakukan untuk
itu, dalam penelitian ini dilakukan melihat tingkat stres tanaman bawang putih
24
BioWallacea Vol. 5 No. 1 Januari 2019
yang ditanam pada lokasi yang berbeda. 65% dan suhu suhu 27 – 32 0C (Samadi,
Selain itu, dilakukan juga pengukuran 2002).
terhadap parameter fisik dan kimia Kondisi budidaya pada lahan bukit
lingkungan budidaya berupa suhu, dan sawah relative berbeda terutama dari
kelembaban, kadar N, P dan K tanah yang ketersediaan air. Di lahan bukit, system
diukur pada kedua lokasi budidaya. pengairan menggunakan kincir dan sumber
air berasal dari mata air, sehingga secara
HASIL DAN PEMBAHASAN kuantitas ketersediaannya mencukupi untuk
proses irigasi. Permasalahannya adalah
Budidaya bawang putih Allium ketersediaan sarana kincir relative masih
sativum oleh BPTP Balitbangtan NTB kurang, sehingga untuk satu titik
dikembangkan dengan tujuan memerlukan waktu yang relative lama
penyediaan/produksi bibit bagi masyrakat. untuk proses pengairannya. Sedangkan
Luas lahan budidaya secara keseluruhan kondisi ketersediaan air di lahan
lebih dari 10 Ha yang dibagi menjadi 5 persawahan sangat minim. Irigasi pada
titik.Secara umum, lahan budidaya ini lahan ini menggunakan system aliran
dibedakan antara lahan bukit yakni lahan terstruktur dimana air dialirkan melalui
budidaya yang berada di lereng perbukitan saluran irigasi dengan jadwal tertentu.
yang merupakan lahan hasil buka hutan dan Kendalanya adalah ketersediaan air pada
lahan persawahan secara umum. Perbedaan musim kemarau sangat kurang, sehingga
mendasar dari kedua lokasi budidaya ini intensitas penyiraman relative rendah. Hal
adalah terkait dengan ketinggian dari ini sangat berpengaruh pada pertumbuhan
permukaan laut, sehingga berdampak pada tanaman bawang putih, karena normalnya
suhu dan kelembaban, ketersediaan air dan pemberian air dilakukan sampai dua kali
kondisi tanah budidaya yang secara umum sehari. Indikasinya adalah tanaman bawang
berpengaruh terhadap pertumbuhan dan putih akan menyesuaikan pertumbuhannya
perkembangan tanaman. Proses budidaya dengan ketersediaan air. Jika dalam kadar
dilakukan secara konvensional sebagaimana tertentu, kondisi lingkungan tidak
umum dilakukan masyarakat, mulai dari mendukung, maka akan terlihat indikasi
proses penyiapan lahan tanam, pemupukan pada tumbuhan seperti daun menguning dan
dasar dan lanjutan, perawatan serta panen. keriting kemudian layu dan mati. Secara
Serangkaian proses ini dilakukan dalam fisiologis tumbuhan kemudian akan
kurun waktu 3-4 bulan sesuai umur melakukan penyesuaian regulasi dengan
tanaman sampai panen. menyintesis prolin yang berfungsi sebagai
osmoregulator (Mathius, et al., 2001).
Parameter Morfologi Tanaman Bawang Hasil pengukuran pertumbuhan
Putih tanaman yang dilakukan selama 3 minggu
Secara lebih rinci, hasil pengukuran menunjukkan pada kedua lokasi terjadi
parameter pertumbuhan bawang putih peningkatan tinggi tanaman yang
disajikan dalam tabel 1. Jika diamati secara bervariasi. Peningkatan ini berkisar 6-15
kuantitatif terjadi pertumbuhan yang cm pada setiap minggunya. Pada parameter
bervariasi pada kedua lokasi budidaya jumlah daun juga terjadi peningkatan
bawang putih. Pada keadaan demikian jumlah yang berkisar 1-2 helai pada setiap
tanaman masih mampu tumbuh walau pada minggnya. Umur tanaman pada saat
beberapa titik mengalami kematian. Secara pengamatan sekitar 10 minggu, sehingga
umum kondisi suhu dan kelembaban ini masih merupakan fase pertumbuhan.
masih berada pada kadar yang baik untuk Pertumbuhan tanaman (tinggi dan jumlah
budidaya apalagi pengukuran dilakukan daun) erat kaitannya dengan ketersediaan
pada pagi hari, sehingga kemungkinan hara tanaman. Pada budidaya ini digunakan
perubahan suhu dan kelembaban pada siang pupuk urea sekitar 200 kg/Ha dan beberapa
hari bisa terjadi sesuai keadaan optimal pupuk lain yang mana jumlah ini
yang disampaikan yakni kelembaban 50- sebenarnya sudah cukup untuk membantu
25
Amrulloh et al: Karakter Morfologi dan Fisiologis Bawang Putih
suplai nutrisi bagi tanaman (Hilman et al., total pada lokasi sawah sebesar 0,001%.
1997). Ditinjau dari segi nutrisi, pada Begitu juga dengan kadar kalium dimana
budidaya dilakukan pemberian nutrisi yang kadar kalium di lokasi bukit sebesar 0,17%
sama berupa pupuk dasar dan pupuk dan pada lokasi sawah sebesar 0,13%.
lanjutan dengan kuantitas yang sama. Perbedaan kadar ini diindikasikan
Namun pada uji sampel tanah diperoleh disebabkan karena ketersediaan air yang
nilai total dari beberapa hara berbeda antar relative lebih banyak di lokasi sehingga
kedua sampel tanah. Kadar nitrogen total proses penguraian bahan organik lebih
pada sampel tanah lokasi bukit sebesar 0,04 cepat yang berimbas pada ketersediaan
% dan lebih besar daripada kadar nitrogen nitrogen dalam tanah.

Tabel 1. Data Parameter morfologi tanaman bawang putih yang dibudidayakan pada
dua lokasi dengan karaktersitik yang berbeda.
Pengamatan Kode Tinggi Jumlah
Warna Daun
Minggu Ke- Sampel Tanaman Daun
B.1 38 5 Hijau
B.2 35 4 Hijau
1. B.3 36 4 Hijau
S.4 33 5 Hijau dengan bintik hitam
S.5 32 4 Hijau dengan bintik hitam
S.6 37 5 Hijau dengan bintik hitam
B.1 44 6 Hijau
B.2 46 7 Hijau
B.3 43 7 Hijau
2.
S.4 49 7 Hijau dengan bintik hitam dan kuning
S.5 41 6 Hijau dengan bintik hitam dan kuning
S.6 46 6 Hijau dengan bintik hitam dan kuning
B.1 55 8 Hijau
B.2 53 8 Hijau
3. B.3 56 8 Hijau
S.4 59 8 Kekuningan dan pucat
S.5 56 8 Kekuningan dan pucat
S.6 55 8 Kekuningan dan pucat
Keterangan: B1: Sampel 1 bukit, B2: Sampel 2 bukit, B3: Sampel 3 bukit, S4: Sampel 1 sawah S5: Sampel 2
sawah, S6: Sampel 3 sawah

Parameter Fisiologis (Klorofil dan metabolisme tubuh tumbuhan secara


Prolin Tanaman) umum.
Kadar klorofil dan prolin pada suatu Spesifik pada kasus ini, klorofil dan
tanaman selain dipengaruhi oleh faktor prolin digunakan sebagai indikasi untuk
genetik juga sangat dipengaruhi oleh kadar melihat pada kedua lokasi budidaya,
air pada media budidaya. Pada uji jaringan apakah intensitas pengairan (dan beberapa
bawang ini diperoleh rata-rata kadar factor pendukung lainnya) memiliki
klorofil a pada sampel lahan bukit 0, 65 pengaruh secara fisiologis pada tanaman
ppm sedangkan pada lahan sawah sebesar sebelum tampak gejala pada morfologinya.
0,52 ppm. Perbedaan ini diindikasikan Dari 6 sampel tanaman yang diambil dari
karena perbedaan suhu, kelembaban dan kedua lokasi budidaya diperoleh hasil
kadar air pada kedua lokasi budidaya, analisis kadar klorofil yang berbeda. Pada
dimana suhu udara di bikit lebih rendah lokasi bukit, nilai rata-rata kadar klorofil a
daripada suhu udara di sawah 17 0C dan 23 sebesar 0,65 ppm dan pada lokasi sawah
0
C. Selain itu kelembaban udara dan kadar nilai rata-rata klorofil a sebesar 0,52 ppm.
air di bukit jauh lebih tingg dari pada di Untuk klorofil b, pada lokasi bukit
sawah. Hal ini berimbas pada ketersediaan diperoleh kadar sebesar 1,19 ppm dan pada
air di media yang berpengaruh pada lokasi sawah sebesar 1,02 ppm.
26
BioWallacea Vol. 5 No. 1 Januari 2019
Tabel 2. Kadar klorofil dan prolin daun bawang putih
Sampel Klorofil a (613,5 nm) Klorofil b (666 nm) Prolin (542 nm)
B1 0,70ppm 1,16 ppm 7,01µgr/ml
B2 0,70ppm 1,34ppm 4,70µgr/ml
B3 0,55ppm 1,08ppm 4,27µgr/ml
S4 0,77ppm 1,13ppm 2,69µgr/ml
S5 0,11ppm 0,68ppm 6,47µgr/ml
S6 0,68ppm 1,26ppm 5,89µgr/ml
Keterangan: B1: Sampel 1 bukit, B2: Sampel 2 bukit, B3: Sampel 3 bukit, S4: Sampel 1 sawah S5: Sampel 2
sawah, S6: Sampel 3 sawah

Data ini mengindikasikan bahwa Secara spesifik jika dikaitkan antar


kondisi lingkungan budidaya di bukit lebih sampel yang diamati, sebenarnya dari data
stabil daripada lokasi sawah. Kadar prolin ini sudah mengindikasikan adanya
klorofil erat kaitannya dengan suhu, gejala ketercekaman yang berbeda antara
kelembaban dan ketersediaan air, baik di tanaman di lokasi bukit dan lokasi sawah.
udara maupun di tanah. Pada kondisi Pada sampel B2 dan B3 kadar prolinnya
ketersediaan air yang rendah, tanaman sebesar 4,70 dan 4,27 µgr/ml sedangkan
relative menyesuaikan diri dengan pada sampel S5 dan S6 kadar prolinnya
mengurangi laju transpirasi yang kemudian lebih tinggi yakni sebesar 6,47 dan 5,89
berimbas pada penurunan aktivitas µgr/ml. Nilai ini mengindikasikan bahwa
fotosintesis dimana proses fotosintesis rendahnya kadar air pada lokasi sawah
salah satunya dipengaruhi oleh kadar menyebabkan akumulasi prolin lebih tinggi
klorofil. Akibat tidak tersedianya air yang dibandingkan dengan lokasi bukit. Namun
cukup, kadar klorofil mengalami pada sampel B1 dan S3 terjadi anomaly,
penurunan sebagai bentuk adapatasi dimana sampel 1 pada bukit memiliki nilai
tanaman (Mathius et al., 2001). kadar prolin tertinggi yakni 7,01 µgr/ml
Data ini secara spesifik didukung dan pada sampel 4 di sawah kadar prolin
oleh hasil analysis kadar air sampel tanah hanya 2,69 µgr/ml. Nilai ini
dari kedua lokasi budidaya. Pada lokasi mengindikasikan bahwa setiap tanaman
bukit, kadar air diketahui sebesar 21,12% memiliki respon yang tidak sama terhadap
dan pada lokasi sawah diketahui sebesar keadaan lingkungannya.
5,59%. Nilai kadar air ini berbeda cukup Hasil analisis kadar hara nitrogen
signifikan yang mengindikasikan kadar pada kedua sampel tanah menunjukkan
klorofil pada kedua lokasi berkaitan dan hasil yang relative berbeda. Kadar nitrogen
berbanding lurus dengan kadar air tanah. total pada tanah di bukit sebesar 0,04%
Nilai 5,59% jika dibandingkan dengan sedangkan di lahan sawah sebesar 0,001%.
nilai 21,12% menunjukkan adanya indikasi Perbedaan ini diindikasikan imbas dari
tidak normal pada kadar air. Hasilnya ketersediaan air pada media, dimana
adalah selain penurunan kadar klorofil, ketersediaan air yang cukup akan
juga terjadi peningkatan akumulasi prolin mempermudah proses penyerapan dan
oleh jaringan tanaman (Mathius, 2001). akumuasi hara pada tanah, membuat
Pada sampel tanaman yang dikoleksi dari agregat tanah tetap ada sehingga
lahan bukit rata-rata memiliki kadar prolin menyebabkan tanah menjadi gembur
sebesar 5, 32 µgr/ml dan pada lahan sawah sehingga lebih mudah dalam proses
sebesar 5,01 µgr/ml. Kadar ketercekaman sirkulasi udara bebas di udara. Sama
yang dialami tanaman bawang putih masih halnya dengan ketersediaan kalium total
berada pada tahap yang mampu ditolerir. yang kadarnya lebih tinggi di lahan bukit
Hal ini diindikasikan oleh jaringan dibandingkan dengan lahan sawah.
tanaman yang relatif masih hijau walaupun
sudah mengalami kekuningan pada Parameter Lingkungan
daunnya. Tabel 3 menunjukkan hasil

27
Amrulloh et al: Karakter Morfologi dan Fisiologis Bawang Putih
pengukuran beberapa parameter fisik dan KESIMPULAN
kimia lingkungan budidaya. Kondisi fisik
lingkungan berupa suhu dan kelembaban Berdasarkan analisis yang telah
pada kedua lokasi budidaya berbeda cukup dilakukan dapat disimpulkan Kadar
jauh. Suhu udara di lokasi sawah sekitar klorofil dan prolin dapat dijadikan indikasi
230C dan suhu pada lokasi bukit sekitar keadaan ketercekaman tanaman pada suatu
170C yang diukur pada pukul 08.00 dan budidaya terutama kaitannya dengan
08.40 WITA. Sama halnya dengan suhu, ketersediaan air. Kadar klorofil a dan b
kelembaban udara pada kedua lokasi pada lahan bukit lebih tinggi yakni 0,65
budidaya juga menunjukkan angka yang dan 1,19 ppm dairpada kadar klorofil di
jauh berbeda. Di lokasi sawah kelembaban lahan sawah sebesar 0,52 dan 1,02 ppm,
udara tercatat 29% sedangkan di lokasi sedangkan kadar prolin pada lahan bukit
bukit kelembaban tercatat 63%. Secara sebesar 5, 32 µgr/ml dan pada lahan sawah
umum, kondisi suhu dan kelembaban ini sebesar 5,01 µgr/ml. Jika dilihat dari
bersifat tidak tetap karena sangat ketersediaan air tanah, unsur hara, pH
dipengaruhi oleh cuaca yang ada. Pada tanah serta keadaan fisik lingkungannya,
prinsipnya suhu dan kelembaban ini masih efektifitas budidaya seharusnya lebih
dikatakan standar untuk pertumbuhan direkomendasikan dilakukan di lahan
tanaman bawang putih. bukit.
Tabel 3. Data hasil pengukuran parameter
fisik kimia lingkungan. DAFTAR PUSTAKA
Nilai
Parameter Badan Pusat Statistik. 2016. Statistik
Bukit Sawah
Tanaman Sayuran dan Buah-buahan
Suhu udara 17 0C 23 0C
Semusim.Badan Pusat Statistik,
Kelembaban udara 63 % 59 %
Jakarta, ID.
Kadar air tanah 21,12 % 5,59 % Campbell, N. A., Reece, J. B., dan
pH tanah 5,81 % 6,8 % Mitchell, L. G. 2003. Biologi Edisi
Kadar N total 0,04 % 0,001 % Kelima Jilid Dua. Penerbit Erlangga
Kadar P total 0,25 % 0,31 % Jakarta.Erlangga.
Kadar K total 0,17 % 0,13 % Hilman Y., Hidayat A. dan Suwandi,
1997, Budidaya Bawang Putih Di
Nilai suhu sebenarnya berpengaruh Dataram Tinggi, Balai Penelitian
pada kelembaban, dimana keduanya Tanaman Sayur, Bandung
memiliki hubungan yang terbalik. Tinggi Kementerian Pertanian. 2017. Impor
rendahnya suhu akan berpengaruh pada komoditi pertanian berdasarkan negara
proses metabolisme tumbuhan yakni pada asal subsektor hortikultura (segar)
proses transpirasi. Suhu yang tinggi periode Januari – September
membuat proses transpirasi menjadi 2017.http://www.aplikasi.pertanian.go
berjalan lebih cepat yang dalam keadaan .id/eksim2012/hasilimporNegara.asp
berlebih dapat menyebabkan dehidrasi, [25 Desember 2018]
sehingga tanaman memiliki mekanisme Mathius, N.T., G. Wijana, E. Guharja, H.
untuk mengatur proses transpirasi tersebut Aswindinnoor, Y. Sudirman, dan
melalui aktivitas stomata. Suhu udara yang Subronto. 2001. Respon Tanaman
rendah dapat memperlambat proses Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.)
transpirasi tanaman sehingga sirkulasi terhadap Cekaman
pertukaran gas dapat terganggu. Pada Kekeringan.Menara Perkebunan69 :
keadaan ekstrim, suhu yang sangat rendah 29 - 45.
bahkan bisa berakibat pada terganggunya Santoso, H.B. 2000.Bawang Putih. Edisi
proses metabolisme tanaman, karena suhu ke-12. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
berpengaruh terhadap jalannya reaksi- Samadi, B., 2002. Usaha Tani Bawang
reaksi kimia. Putih, Kanisius, Yogyakarta.
28

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai