ROSI LISTA
2002354211021
Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan
Katokkon (Capsicum chinense Jacq) Asal Tana Toraja pada Aplikasi dan
tulisan ini. Penulis mengucapkan maaf atas segala kekurangan yang ada dalam
tulisan ini. Kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat dibutuhkan
oleh penulis untuk kesempurnaan tulisan ini. Semoga Tuhan melindungi kita.
Palopo, 05 Januari 2023
Penyusun
Rosi Lista
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.............................................................................................
1.2 Hipotesis.......................................................................................................
1.3 Tujuan dan Kegunaan..................................................................................
Cabai Katokkon adalah salah satu kultivar cabai merah dari Kabupaten
Toraja Utara, Sulawesi Selatan. Cabai ini memiliki potensi yang bagus untuk
dikembangkan karena rasanya yang pedas, bentuk yang unik seperti paprika
kecil dan telah terdaftar pada Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan
Perijinan Pertanian. Kelompok cabai besar di Kabupaten Toraja Utara
didominasi sebesar 80% oleh varietas cabai Katokkon. Hasil produksi cabai
besar dalam dua tahun terakhir ini masih belum memenuhi target dari
pemerintah Kabupaten Toraja Utara. Tahun 2013, target produksi 107,3 ton
namun realisasi hanya mencapai 94 ton. Sama halnya pada tahun 2014, target
produksi 110,2 ton namun realisasi baru bisa mencapai 102 ton (Dinas
Pertanian Toraja Utara, 2019
Cabai katokkon memiliki bobot sekitar 65-90 gram per buah dengan
ketebalan daging 6-7mm. Cabai ini memiliki kandungan per 100 gram buah
yang terdiri dari 16,84 mg vitamin c, 85,4% air dan 9,2% gula. Salah satu
upaya untuk melestarikan cabai katokkon adalah dengan menjaga plasma
nutfah. Dengan menjaga plasma nutfah dengan harapan cabai katokkon dapat
bertahan dan tidak akan punah. Tanaman cabai katokkon juga diupayakan
ditanaman pada dataran rendah karena selama ini cabai katokkon hanya
terkenal ditanam pada daerah dataran tinggi dan jika diupayakan di dataran
rendah tidak bisa tumbuh dan berbuah secara maksimal, selalu mengalami
gugur bunga dan gugur buah. Oleh karena itu pada penelitian ini
menggunakan akan menggunakan modifikasi iklim menggunakan paranet
70% dengan harapan dapat menggantikan peranan suhu rendah sehingga
tanaman cabai katokkon boleh tumbuh dan berbuah dengan baik.
Pengendalian kultur teknis dianggap penting juga sebagai upaya
pencegahan datangnya hama dan penyakit tumbuhan. Salah satu pengendalian
kultur teknis yang dilakukan yaitu penambahan arang sekam yang
mengandung pupuk kandang pada saat pengolahan lahan. Arang sekam
digunakan sebagai alternatif karena kandungan dan fungsinya sebagi media
agensia hayati dan penahan air (padi tidak mudah tercuci).
Arang sekam mengandung SiO2 (52%), C (31%), K (0.3%), N
(0,18%), F (0,08%), dan kalsium (0,14%), selain juga mengandung unsur lain
seperti Fe2O3, K2O, MgO, CaO, MnO dan Cu dalam jumlah yang kecil serta
beberapa jenis bahan organik. Kandungan silikat yang tinggi dapat
menguntungkan bagi tanaman karena menjadi lebih tahan terhadap hama dan
penyakit akibat adanya pengerasan jaringan.
Sekam bakar juga digunakan untuk menambah kadar Kalium dalam
tanah. (Anonim, 2011) pH arang sekam antara 8.5 - 9. pH yang tinggi ini
dapat digunakan untuk meningkatkan pH tanah asam. PH tersebut memiliki
keuntungan karena kurang disukai gulma dan bakteri. Arang sekam memiliki
kemampuan menyerap air yang rendah dan porositas yang baik
Sifat ini menguntungkan jika digunakan sebagai media tanam karena
mendukung perbaikan struktur tanah karena aerasi dan drainase menjadi lebih
baik. Menurut Isro’i (2008) bahwa pada media tanam sekam kompos banyak
membawa keuntungan yaitu mengandung karbon (C) yang membuat media
tanam menjadi gembur.
Hal ini membantu merangsang pertumbuhan secara keseluruhan
khusnya batang, cabang, dan daun serta zat hijau daun untuk fotosintesis dan
memiliki unsur fosfor, kalium, yang dibutuhkan tanaman dibandingkan
dengan pupuk kandang. Kondisi media tanam yang baik sebagai akibat
pengaruh dari kompos mendorong perakaran tanaman tumbuh secara optimal
dengan demikian akan meningkatkan ketersedian unsur nitrogen, fosfor, dan
kalium.
Menurut Lingga (dalam Eka, 2011) bahwa kelebihan dalam pupuk
kompos diantaranya, unsur hara yang terikat dalam senyawa organik yang
sukar larut diubah menjadi senyawa organik yang larut sehingga berguna bagi
tanaman, memperbaiki struktur tanah yang dipupuk sehingga memudahkan
penyerapan air hujan, memperbaiki kemampuan tanah dalam mengikat air
sehingga tanah menjadi tidak cepat kering, mengurangi tingkat erosi dan
memberikan lingkungan yang baik bagi kecambah biji dan akar tanaman
Pupuk kotoran kerbau sangat berpengaruh terhadap sifat biologi
tanah seperti aktivitas organisme tanah, jumlah dan perkembangan
mikroorganisme. Aktivitas mikroorganisme ini sangat penting dalam
perombakan bahan organik, pelapikan protein menjadi asam-asam amino,
Proses nitrifikasi yang pada akhirnya membebaskan unsur hara seperti N, P,
dan S,serta unsur mikro. Penggunaan bahan baku pembuatan POC seperti
daun gamal, bonggol pisang, buah maja, air cucian beras dan air kelapa
memiliki manfaat yang sangat besar dalam menyediakan unsur hara makro
dan unsur hara mikro serta mengandung mikroorganisme yang berpotensi
sebagai perombak bahan organik, perangsang pertumbuhan, dan agens
pengendali hama dan penyakit tanaman sehingga baik digunakan sebagai
bahan dekomposer dan pestisida organik (Simanungkalit dkk, 2006)
Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini dilaksanakan untuk
mengetahui pertumbuhan dan produksi cabai katokkon (Capsicum chinense
Jacq) pada aplikasi arang sekam dan pupuk kotoran kerbau di dataran rendah.
sebagai berikut:
Chaudhary, B.R., M.D. Sharma., S.M Shakya dan D.M Gautam. 2006.
Effect Of Plant Growth Regulators On Growth, Yield, And Quality Of Chili
(Capsicum annum L) At Rampur, Chitwan. J. Inst. Agric. Anim. Sci, 27: 65-68
Purwati, E., Jaya B., dan Duriat A.S. 2000. Penampilan beberapa
varietas cabai dan uji resistensi terhadap penyakit virus kerupuk. Jurnal
Hortikultura, 10 (2): 88-94.