Anda di halaman 1dari 8

AgroSainT UKI Toraja Vol. I No.

Penentuan Kebutuhan Hara Tanah Sawah Di Kabupaten Tana Toraja Dan Toraja Utara
Dengan Metode Perangkat Uji Tanah Sawah (PuTS)

Herniwati1, Marselinus R.R2 dan Jermia Limbongan1


1
Balai Pengakajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan
Jl. Perintis Kemerdekaan km 17,5 Makassar Tlp : (0411)556449
2
Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan Kab.Tana Toraja
Jl. Tongkonan Ada Makale Tana Toraja

ABSTRAK
Metode PuTS merupakan salah satu cara yang praktis diaplikasikan dalam menentukan
kebutuhan hara tanaman padi sawah. Kegiatan ini bertujuan untuk memperkenalkan dan
mengaplikasi metode PuTS dalam penentuan kebutuhan hara tanaman padi sawah pada beberapa
wilayah di kabupaten Tana Toraja dan kabupaten Toraja Utara. Dilaksanakan pada 11 wilayah
di kabupaten Tana Toraja dan 3 wilayah di Kabupaten Toraja Utara. Pengambilan contoh tanah
komposit dilakukan dengan cara zig-zag, diambil setelah panen dan menjelang pengolahan
tanah pertama. Selanjutnya dilakukan penentuan kadar hara N, P dan K serta pH dengan metode
PuTS. Data dianalisis secara deskriptif. Berdasarkan hasil analisis hara tanaman berdasarkan
pada beberapa wilayah pengamatan menunjukkan status hara N yang beragam, sementara status
hara P umumnya rendah dan status hara K tergolong sedang sampai tinggi. Berdasarkan status
hara tanah maka kebutuhan hara tanaman dalam bentuk pupuk Urea juga beragam yaitu 150 –
300 kg Urea/ha, pupuk SP-36 relatif seragam yaitu 100 kg SP36/ha, dan kebutuhan pupuk KCl
umumnya 50 kg KCl/ha. Disarankan untuk mensosialisasikan alat PuTS pada tingkat penyuluh
dan petani untuk menentukan kebutuhan hara spesifik lokasi. Diharapkan agar penggunaan alat
PuTS dapat berkembang secara luas di kabupaten Tana Toraja dan kabupaten Toraja Utara

Kata Kunci : kebutuhan hara, metode puts, tanah sawah

PENDAHULUAN Komponen penting agroekologi usahatani


padi pada lahan sawah meliputi jenis tanah,
Usaha untuk mengoptimalkan kesuburan kimiawi, organik dan fisik tanah,
produktivitas padi di lahan sawah merupakan ketersedian air, suhu, radiasi surya, dan
salah satu peluang peningkatan produksi pengelolaan tanaman (Makarim et al., 2000).
nasional. Hal ini dimungkinkan karena hasil Produktivitas tanaman padi selain
padi pada agroekosistem masih beragam ditentukan oleh ketersedian hara juga
antarlokasi dan belum optimal, rata-rata 4,7 dipengaruhi oleh kesuburan tanah, kondisi
t/ha sedangkan potensinya dapat mencapai iklim (suhu udara, intensitas radiasi surya,
6,7 t/ha. Penyebab belum optimalnya dan curah hujan), varietas dan pengendalian
produktivitas padi di lahan sawah antara lain hama dan penyakit tanaman. Pengelolaan
oleh efisiensi pemupukan yang rendah dan hara yang tidak seimbang akan menurunkan
kahat hara unsur makro maupun unsur mikro. hasil padi hingga 40% dan apabila disertai
Optimalisasi produktivitas padi dapat dicapai dengan pengelolaan tanaman yang tidak baik
melalui penerapan teknologi yang sesuai maka kehilangan hasil dapat mencapai 60%
dengan karakteristik agroekologinya.

Agustus 2010 – November 2010 53


AgroSainT UKI Toraja Vol. I No. 4

dari potensi hasilnya (Dobermann and adalah urea dan amonium sulfat (ZA),
Fairhurst, 2000). pemberiannya disebar merata sebagai pupuk
Penerapan rekomendasi pemupukan dasar maupun pupuk susulan. Hasil
saat ini masih bersifat umum, belum penelitian menunjukkan bahwa pemupukan
mempertimbangkan varietas, karakteristik urea dengan cara disebar dipermukaan tanah,
lokasi setempat, jenis tanah dan penggunaan menyebabkan efisiensi rendah, yakni 30 –
unsur hara mikro, sehingga pupuk yang 40%, sisanya hilanh melalui proses
diaplikasikan belum sesuai dengan pencucian, terbawa aliran permukaan,
kebutuhan tanaman (Setyorini et al, 2004). volatilisasi NH3, imobilisasi, denitrifikasi
Pemupukan N dan P dengan takaran tinggi dan kompetisi dengan gulma. Dengan
tanpa pengembalian jerami pada lahan sawah demikian pemberian pupuk N harus
intensifikasi secara terus-menerus akan disesuaikan dengan kondisi lahan dan
mempercepat penurunan ketersediaan hara kebutuhan tanaman (Setyorini dan
Zn dan Cu serta hara makro lainnya, seperti Abdulrahman, 2008).
S, Ca dan Mg. Terjadinya kahat S, Zn dan Fosfor merupakan unsur utama ke
Cu di lahan sawah bersifat spesifik lokasi, dua setelah nitrogen (Otari dan Noharu,
bergantung pada kandungan dalam bahan 1966). Tisdale et.al (1990) mengatakan
induk dan pH tanah drainase, kadar bahan bahwa fosfor diketahui merupakan penyusun
organik, dan keadaan redoks tanah (Prasetyo penting sel berkaitan erat dengan senyawa
et al., 2004). struktural, asam nukleat yang berguna untuk
Pemupukan berimbang merupakan reproduksi, konversi dan transfer energi.
salah satu faktor kunci untuk memperbaiki Fosfor juga diketahui berperan dalam
dan meningkatkan produktivitas lahan pembentukan bunga, buah, dan biji,
pertanian, khususnya di daerah tropika basah pembelahan sel, perkembangan akar yang
yang tingkat kesuburan tanahnya relatif pada gilirannya meningkatkan kualitas
rendah karena tingginya tingkat pelapukan tanaman. Kekurangan fosfor mempengaruhi
dan pencucian hara. Pembatas pertumbuhan aspek metabolisme dan pertumbuhan,
tanaman yang umum dijumpai adalah khususnya pembentukan tongkol dan biji
rendahnya kandungan hara di dalam tanah, tidak normal (Sutoro et.al, 1988)
terutama hara makro N, P, dan K. Untuk Kalium sangat penting dalam setiap
mengatasi hal tersebut, pupuk perlu diberikan metabolisme dalam tanah, yaitu sintesis dari
dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan asam amino dan protein dari ion-ion
kebutuhan tanaman dan tingkat kesuburan amonium (Sarief, 1986). Menurut Russel
tanah. (1973), kalium ini juga penting dalam proses
Tanaman membutuhkan N paling fotosintesis, sebab apabila terjadi kekurangan
besar dibandingkan unsur hara lainnya. kalium dalam daun, maka kecepatan
Karena N sangat penting peranannya maka asimilasi karbondioksida menurun. Jadi
tanaman sangat respon terhadap terhadap kalium berperan membantu pembentukan
ketersediaan N. Sebagian besar bentuk N protein dan karbohidrat, mengeraskan jerami
yang diserap tanaman padi adalah NH4+, dan bagian kayu dari tanaman, serta
proses kimia dan biologi sangat meningkatkan resistensi terhadap penyakit.
mempengaruhi ketersediaan N pada tanah Penetapan dosis pupuk berdasar uji
sawah. Pupuk N mutlak harus diberikan bila tanah membutuhkan data status N, P, dan K
mengharapkan hasil yang tinggi, oleh sebab tanah yang ditetapkan sebelum mulai tanam.
itu dapat dikatakan bahwa pupuk N Dengan diketahuinya status hara tanah,
merupakan faktor penentu tingginya hasil jumlah pupuk yang dibutuhkan tanaman
gabah. Pupuk N yang banyak digunakan untuk mencapai produksi optimal, dapat

54 Agustus 2010 – November 2010


AgroSainT UKI Toraja Vol. I No. 4

dihitung. Untuk maksud tersebut, Balai kolorimetri (pewarnaan). Hasil analisis N, P,


Penelitian Tanah telah mengembangkan dan K tanah selanjutnya digunakan sebagai
Perangkat Uji Tanah Sawah (PuTS) yang kriteria penentuan rekomendasi pemupukan
bermanfaat untuk menetapkan status hara N, P, dan K spesifik lokasi untuk tanaman
tanah dan rekomendasi pupuk untuk padi padi sawah.
sawah. Kegiatan ini bertujuan untuk
PuTS merupakan untuk menganalisis memperkenalkan dan mengaplikasi metode
kadar hara tanah secara langsung di lapangan PuTS dalam penentuan kebutuhan hara
dengan relatif cepat, mudah, murah, dan tanaman padi sawah pada beberapa wilayah
cukup akurat. PuTS digunakan untuk : a) di kabupaten Tana Toraja dan kabupaten
menetapkan kadar hara N, P, K dan pH Toraja Utara.
tanah. Kadar hara N, P, dan K tanah
dikelompokkan menjadi tiga kelas status, BAHAN DAN METODE
yaitu rendah (R), sedang (S), dan tinggi (T),
b) menentukan dosis rekomendasi Penentuan Kebutuhan Hara Tanah
pemupukan N, P, K untuk padi sawah Sawah telah dilaksanakan di 11 wilayah di
berdasarkan kelas status hara tanah, dan c) Kabupaten Tana Toraja yaitu T. Iring (Makale
memilih jenis pupuk N yang sesuai dengan Utara), Patongloan (Bittuang), Rantedada
(Mengkendek), Tiromanda ( Makale Selatan),
kondisi kemasaman tanah serta teknologi
Le`te (Bittuang), Tarongko (Makale), Turunan
untuk mengatasi keracunan besi yang umum (Sangalla), Randanan (Rantetayo), Lamunan
terjadi di lahan sawah bukaan baru. (Makale), Sarira (Makale Utara) dan Buntu
Satu unit PuTS terdiri atas: (1) satu Masakke (Sangalla), serta 3 wilayah di
paket bahan kimia dan alat untuk ekstraksi kabupaten Toraja Utara yaitu Ma`kutu Pare
kadar N, P, K, dan pH, (2) bagan warna (Kesu), Pangalla (Rindingallo) dan Buntu
untuk penetapan kadar pH, N, P, dan K, (3) La`bo (Sanggalangi) dengan menggunakan
Buku Petunjuk Penggunaan serta metode PuTS. Kegiatan ini dimulai pada
Rekomendasi Pupuk untuk padi Sawah, dan Juni hingga Desember 2008.
(4) Bagan Warna Daun (BWD). Pengambilan contoh tanah komposit
Rekomendasi pemupukan pada berbagai dilakukan dengan cara zig-zag, diambil
kelas status hara tanah yang diberikan setelah panen dan menjelang pengolahan
mengacu pada hasil kalibrasi uji tanah. tanah pertama. Contoh tanah uji yang
Prinsip kerja PuTS adalah mengukur diambil kemudian di analisa dengan metode
kadar hara N, P, dan K tanah dalam bentuk PuTS dengan prosedur sebagai berikut :
tersedia, yaitu hara yang larut dan atau terikat
lemah dalam kompleks jerapan koloid tanah. Penetapan status N tanah
Kadar atau status hara N, P, dan K dalam
tanah ditentukan dengan cara mengekstrak Sebanyak ½ sendok spatula contoh tanah uji,
dan mengukur hara tersedia di dalam tanah. dimasukkan ke dalam tabung reaksi,
Oleh karena itu, pereaksi atau bahan kimia kemudian diuji dengan pereaksi N yang ada
yang digunakan dalam alat uji tanah ini dalam paket PuTS. Larutan lalu didiamkan
terdiri atas larutan pengekstrak dan selama ± 10 menit. Selanjutnya status hara N
pembangkit warna. tanah dibaca dengan membandingkan warna
Bentuk hara yang diekstrak dengan yang muncul pada laruran jernih di
PUTS untuk nitrogen adalah NO3-N dan permukaan tanah.
NH4-N, untuk fosfat adalah orthophosphate
(PO43-, HPO4 = dan H2PO4 -) dan kalium
adalah K+. Pengukuran kadar hara dilakukan
secara semikuantitatif dengan metode

Agustus 2010 – November 2010 55


AgroSainT UKI Toraja Vol. I No. 4

Penetapan status P tanah HASIL DAN PEMBAHASAN

Sebanyak ½ sendok spatula contoh tanah uji Hasil Analisis PuTS di Kabupaten Tana
dimasukkan ke dalam tabung reaksi, Toraja
kemudian diuji dengan pereaksi P yang ada Hasil analisis yang diamati
dalam paket PuTS. Diamkan selama ± 10 dari alat PuTS terdiri dari kadar unsur hara
menit. Selanjutnya warna biru yang muncul N, P, dan K secara kualitatif dapat dilihat
dari larutan jernih di permukaan tanah pada Tabel 1. Hasil analisis pada Tabel 1
dibandingkan dengan bagan warna P tanah. munjukkan bahwa pada masing-masing
daerah pengamatan terdapat perbedaan
Penetapan status K tanah kandungan unsur hara. Pada wilayah T.Iring
(Makale Utara) Kabupaten Tana Toraja
Sebanyak ½ sendok spatula contoh tanah uji memiliki status N, P, K yang rendah. Hal ini
dimasukkan ke dalam tabung reaksi, tampak bahwa lokasi tersebut tidak mampu
kemudian diuji dengan pereaksi K yang ada menyediakan hara N, P dan K yang cukup
dalam paket PuTS. Diamkan selama ± 10 bagi keperluan tanaman padi untuk tumbuh
menit. Selanjutnya warna kuning yang dengan baik. Karena itu dibutuhkan
muncul pada larutan jernih di permukaan tambahan hara dari luar dalam bentuk pupuk.
tanah dibandingkan dengan bagan warna K
tanah.

Tabel 1. Hasil analisis PuTS pada 15 Wilayah Pengembangan Padi Sawah di Kabupaten Tana
Toraja dan Toraja Utara, 2008.

Wilahyah Pengembangan
Hasil Analisis PuTS
No. Padi Sawah
Urut Desa/Lembang N P K pH
Kabupaten
(Kecamatan)
1 Tana Toraja T. Iring (Makale Utara) R R R N
2 Tana Toraja Patongloan (Bittuang) R R S N
3. Tana Toraja Rantedada (Mengkendek), R R S N
4 Tana Toraja Tiromanda ( Makale Selatan), R R S N
5 Tana Toraja Le`te (Bittuang), R R T N
6 Tana Toraja Tarongko (Makale) R R T N
7 Tana Toraja Turunan (Sangalla) S R S N
8 Tana Toraja Randanan (Rantetayo) ST S T N
9 Tana Toraja Lamunan (Makale), ST R T N
10 Tana Toraja Sarira (Makale utara) ST T S N
11 Tana Toraja Buntu Masakke (Sangalla) ST ST T N
12 Toraja Utara Ma’kutu’ Pare(Kesu) R R S N
13 Toraja Utara Pangalla (Rinding Allo), R R T N
14 Toraja Utara Buntu La`bo (Sanggalangi) ST R T Agak
masam
Keterangan : ST= sangat tinggi, T= tinggi,S= sedang, R=rendah, N= netral

56 Agustus 2010 – November 2010


AgroSainT UKI Toraja Vol. I No. 4

Wilayah Patongloan (Bittuang), pemupukan pada tanaman padi secara


Rantedada (Mengkendek) dan Tiromanda lengkap dan membiarkan jerami di lahan
(Makale Selatan) di kabupaten Tana Toraja tanpa pembakaran.
dan Ma`kutu Pare (Kesu) memiliki kadar N Tingkat kemasaman (pH) tanah pada
dan P yang rendah tetapi memiliki unsur K umumnya agak masam hingga netral yaitu
sedang. Unsur K yang tinggi dengan kadar N pH 5 -8, baik di wilayah Kabupaten Tana
dan P yang rendah terdapat di wilayah Le`te Toraja maupun Toraja Utara. Pada
(Bittuang) dan Tarongko (Makale) umumnya tanah sawah memiliki pH agak
Kabupaten Tana Toraja, sedangkan untuk masam hingga netral yang diakibatkan oleh
Kabupaten Toraja Utara status hara tersebut kondisi tergenang dan kering yang bergantian
terdapat di daerah Pangalla (Rinding Allo). dalam periode yang lama. Hal ini sesuai
Di beberapa wilayah terdapat kadar yang dikemukakan Hardjowigeno dan Rayes
unsur N yang sangat tinggi dengan variasi (2005) bahwa penggenangan cenderung
kadar P dan K dari sedang hingga tinggi. menyebabkan pH tanah menjadi netral dan
Status hara tersebut terdapat di wilayah dapat mempengaruhi penyediaan dan
Randanan (Rantetayo), Lamunan (Makale), penyerapan hara oleh padi sawah. Hal
Sarira (Makale Utara) di Kabupaten Tana tersebut dapat berpengaruh terhadap
Toraja. Sedangkan untuk Kabupaten Toraja kesuburan tanah.
Utara, status hara demikian terdapat di Hasil analisis kebutuhan hara tanah
wilayah Buntu La`bo (Sanggalangi). sawah di kabupaten Tana Toraja.
Wilayah Buntu Masakke (Sangalla) Hasil Hasil analisis kebutuhan hara
Kabupaten Tana Toraja memiliki kadar N tanah sawah dengan metode PuTS di
dan P yang sangat tinggi dan K tinggi. Beberapa Wilayah Pengembangan Padi
Kondisi ini mungkin berkaitan dengan sistem Sawah Tana Toraja dapat dilihat pada
budidaya petani yang antara lain menerapkan Tabel 2.
Tabel 2. Hasil analisis kebutuhan hara tanah sawah dengan metode PuTS di Beberapa Wilayah
Pengembangan Padi Sawah Tana Toraja dan Toraja Utara, 2008.
Wilahyah Pengembangan
Kebutuhan Hara (kg/ha)
No. Padi Sawah
Urut Desa/Lembang Urea SP36 KCl
Kabupaten
(Kecamatan)
1 Tana Toraja T. Iring (Makale Utara) 250-300 100 100
2 Tana Toraja Patongloan (Bittuang) 250-300 100 50
3. Tana Toraja Rantedada (Mengkendek), 250-300 100 50
4 Tana Toraja Tiromanda ( Makale Selatan), 250-300 100 50
5 Tana Toraja Le`te (Bittuang), 250 100 50
6 Tana Toraja Tarongko (Makale) 250 100 50
7 Tana Toraja Turunan (Sangalla) 250 100 50
8 Tana Toraja Randanan (Rantetayo) 150-200 100 50
9 Tana Toraja Lamunan (Makale), 150-200 100 50
10 Tana Toraja Sarira (Makale utara) 150-200 50 50
11 Tana Toraja Buntu Masakke (Sangalla) 150-200 50 50
12 Toraja Utara Ma’kutu’ Pare(Kesu) 250-300 100 50
13 Toraja Utara Pangalla (Rinding Allo), 250-300 100 50
14 Toraja Utara Buntu La`bo (Sanggalangi) 250 100 50

Agustus 2010 – November 2010 57


AgroSainT UKI Toraja Vol. I No. 4

Identifikasi kebutuhan hara sejak dini Status hara K pada semua wilayah di
pada tanaman merupakan langkah penting dua kabupaten adalah berstatus sedang
dalam mensinkronkan kebutuhan hara hingga tinggi. Wilayah-wilayah tersebut
tanaman dengan ketersediaan hara dalam direkomendasikan untuk mengaplikasikan
tanah, sehingga dapat ditentukan takaran pemupukan 50 kg/ha KCl. Kecuali wilayah
pupuk yang diperlukan. T. Iring kabupaten Tana Toraja yang
Pada wilayah yang memiliki kadar memiliki K rendah, direkomendasikan untuk
unsur N yang rendah direkomendasikan menggunakan dosis 100 kg/ha KCl. Menurut
untuk menggunakan 250-300 kg/ha Urea. Supartini et.al (1991) bahwa pada sawah
Wilayah tersebut meliputi T.Iring (Makale yang digenangi selama pertumbuhan,
Utara), Patongloan (Bittuang), Rantedada ketersedian K relatif tinggi karena dinamika
(Mengkendek) dan Tiromanda (Makale perubahan dan pergerakan K terjadi dengan
Selatan) di kabupaten Tana Toraja. Untuk cepat.
kabupaten Toraja Utara, terdapat di wilayah
Ma`kutu Pare (Kesu) dan Pangalla (Rinding KESIMPULAN DAN SARAN
Allo).
Wilayah Le`te (Bittuang), Tarongko 1. Metode PuTS merupakan salah satu
(Makale), dan Turunan (Sangalla) di cara yang praktis diaplikasikan dalam
kabupaten Tana Toraja yang memiliki menentukan kebutuhan hara tanaman
kandungan unsur N sedang padi sawah.
direkomendasikan untuk menggunakan 250 2. Berdasarkan hasil analisis hara tanaman
kg/ha Urea. Demikian pula pada wilayah berdasarkan pada beberapa wilayah
Buntu La`bo (Sanggalangi) di kabupaten pengamatan menunjukkan status hara N
Toraja Utara. yang beragam, sementara status hara P
Kebutuhan pupuk SP-36 yang umumnya rendah dan status hara K
direkomendasikan untuk wilayah kabupaten tergolong sedang sampai tinggi.
Tana Toraja dan Toraja Utara pada umumnya 3. Berdasarkan status hara tanah maka
seragam yaitu 100 kg SP-36/ha, kecuali pada kebutuhan hara tanaman dalam bentuk
wilayah Sarira (Makale Utara) dan Buntu pupuk Urea juga beragam yaitu 150 –
Masakke (Sanggalla) direkomendasikan 300 kg Urea/ha, pupuk SP-36 relatif
menggunakan dosis 50 kg SP-36/ha. seragam yaitu 100 kg SP36/ha, dan
Anjuran umum penggunaan P pada kebutuhan pupuk KCl umumnya 50 kg
padi sawah adalah 100 kg SP-36/ha. Dalam KCl/ha.
rangka meningkatkan efisiensi penggunaan 4. Disarankan untuk mensosialisasikan alat
P, maka padi sawah yang telah menerapkan PuTS pada tingkat penyuluh dan petani
intensifikasi padi lebih dari 10 tahun untuk menentukan kebutuhan hara
dianjurkan untuk tidak memberikan pupuk P spesifik lokasi. Diharapkan agar
setiap musim tanam, cukup diberikan 50 kg penggunaan alat PuTS dapat
SP-36/ha dengan selang satu musim. berkembang secara luas di kabupaten
Meskipun demikian sebagian besar hasil Tana Toraja dan kabupaten Toraja Utara
penelitian menunjukkan bahwa walaupun
tanggap tanaman padi tidak nyata dengan
pemberian P pada sawah-sawah berkadar P
tinggi, tetapi hasilnya berkurang antara 200-
600 kg gabah/ha bila P tidak diberikan
(Hidayat et al, 1990; Hidayat et al., 2002).

58 Agustus 2010 – November 2010


AgroSainT UKI Toraja Vol. I No. 4

DAFTAR PUSTAKA dan Pengembangan Tanah dan


Agroklimat. Bogor. p.29-82
Dobermman, A and T. Fairhust, 2000. Rice :
Nutrien Disorder and Nutrient Russel E. W, 1973. Soil Conditions and
Management. International Rice Planth Growth. 10thed. Logman.
Research Institute-Potash & London.
Phosphate Institute (PPI)- Potash &
Phosphate Institute of Canada Sarief, E. S., 1986. Kesuburan dan
(PPIC). Pemupukan Tanah Pertanian.
Pustaka Buana. Jakarta
Hidayat, A., I. Nasution, R. Marzuki dan A.
K. Makarim, 1990. Pengaruh Pupuk Setyorini, D., L. R. Widowti, dan S
Fosfor Terhadap Pertumbuhan, Rochayati, 2004. Teknologi
Hasil dan serapan Hara Padi Sawah Pengelolaan Hara Tanah Sawah
di Jawa Barat dan lampung. Intensifikasi. Dalam : F. Agus et al.
Puslitbangtan. Bogor (Eds). Tanah Sawah dan Teknologi
Pengelolaannya. Pusat Penelitian
Hidayat, A dan A. Mulyani, 2002. Lahan dan Pengembangan Tanah dan
Kering untuk Pertanian. dalam : Agroklimat. Bogor. p.137-167.
Teknologi Pengelolaan Lahan
Kering Menuju Pertanian Produktif Setyorini, D dan S. Abdulrahman, 2008.
dan Ramah Lingkungan. Pusat Pengelolaan Hara Mineral Tanaman
Penelitian dan Pengembangan Padi. dalam : padi : inovasi
Tanah dan Agroklimat. Bogor. P teknologi dan ketahanan pangan,
17-20 Buku 1. Penyumting : Suyamto; I.
N. Widiarti dan Satoto. Balai Besar
Makarim, A.K., U.S.Nugraha, dan U.G. Penelitian Tanaman Padi. Badan
Kartasasmita, 2000. Teknologi Libang pertanian, Hal : 110-150
Produksi Padi Sawah. Dalam :
Hermanto (Ed). Pusat Penelitian Soepartini, M., Didi A. S, T. Hartatik, dan D.
dan Pengembangan Tanaman Setyorini, 1991. Status Kalium
Pangan. Bogor. 26 p. Tanah Sawah dan Tanggap Padi
Sawah terhadap Pemupukan
Otari, T., and Noriharu Ae., 1996. Kalium. Prosiding Lokakarya
Phosphorus uptake Medurism of Nasional Efisiensi Penggunaan
Crops Grown In Soil with Low P Pupuk. Cisarua. 12 -13 Nopember
Status. I. Screening of Crops for 1990Pusat Penelitian Tanah dan
Efficient P Uptake. Soil SCl. Plant Agroklimat. Bogor
Nutr. (1) : 155-163
Sutoro, Y. Sulaiman, dan Iskandar, 1988.
Prasetyo, B.H., J. S. Adiningsih, K. Budidaya Jagung. Dalam Subandi,
Subagyono, dan R.D.M. M. Syam, dan A. Wijono
Simanungkalit, 2004. Mineralogi, (Penyunting). Jagung.
Kimia, Fisika dan Biologi Tanah Puslitbangtan. Bogor.
Sawah. Dalam : F. Agus et al.
(Eds). Tanah Sawah dan Teknologi Tisdale, S., W. L. Nelson, and J. D. Beaton,
Pengelolaannya. Pusat Penelitian 1990. Soil Fertility and Fertilizer.
Mac Milland Publ. Co, New York

Agustus 2010 – November 2010 59


AgroSainT UKI Toraja Vol. I No. 4

60 Agustus 2010 – November 2010

Anda mungkin juga menyukai