Anda di halaman 1dari 16

1

MAKALAH SEMINAR HASIL


Mahasiswa S1 Reguler

ASUPAN NPK DAN BAHAN AMANDEMEN PADA TANAH INCEPTISOL


TERHADAP PERTUMBUHAN DAN SERAPAN HARA FOSFOR (P)
SINGAWALANG ( Petiveria alliacea L) 1)

Oleh
Martin Aditya Suryani2)
H0715107

Pembimbing Utama : Prof. Dr. Ir. Sulandjari, M.S


Pembimbing Pendamping : Dr. Ir. Amalia Tetrani Sakya, M.P.,M.Phil
Pembahas : Dr. Ir.Jauhari Syamsiah, M.S

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2019

Keterangan:
1. Makalah disampaikan pada seminar hasil tingkat sarjana S-1 FakultasPertanian,
Universitas Sebelas Maret (UNS)
2. Peneliti adalah mahasiswa Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian,
Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir.
Sulandjari, M.S. sebagai pembimbing utama, Dr. Ir. Amalia Tetrani Sakya, M.,
M.Phil. sebagai pembimbing pendamping dan Dr. Ir.Jauhari Syamsiah, M.S
sebagai pembahas
2

ASUPAN NPK DAN BAHAN AMANDEMEN PADA TANAH INCEPTISOL


TERHADAP PERTUMBUHAN DAN SERAPAN HARA FOSFOR (P)
SINGAWALANG (Petiveria alliacea l)

Martin Aditya Suryani1), Sulandjari2), AmaliaTetrani Sakya3)

Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian


Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta

ABSTRAK

Pengembangan budidaya tanaman singawalang memiliki kendala karena


lahan subur lebih di fokuskan untuk budidaya tanaman pangan. Solusi yang dapat
dilakukan yaitu memanfaatkan lahan marginal salah satunya inceptisol. Penelitian ini
bertujuan untuk mengkaji pengaruh asupan NPK dan bahan amandemen pada
tanah inceptisol terhadap pertumbuhan dan serapan hara fosfor singawalang.
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 1 faktor
sebanyak 8 perlakuan berupa kombinasi dolomit atau zeolit disertai NPK dengan
dosis 0 g, 1.5 g, 3 g, dan 4.5 g/tanaman serta diulang sebanyak 3 kali. Pengamatan
peubahnya terdiri dari tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun, bobot brangkasan,
volume akar, analisis tanah awal meliputi: pH, KTK, tekstur, C organic, N total, P
tersedia dan K tersedia, analisis tanah akhir meliputi pH dan KTK sedangkan
serapan hara yang diamati yaitu serapan hara fosfor. Analisis data menggunakan
Analisis Ragam (ANOVA) dengan selang kepercayaan 95% dan dengan uji Tukey.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dosis terbaik untuk pertumbuhan akar dan
serapan hara fosfor singawalang yaitu zeolit dan NPK 1,5 gram. Pada faktor peubah
yang lain tidak menunjukan beda nyata. Pemberian bahan amandemen terbukti
menaikan pH tanah namun tidak meningkatkan KTK tanah inceptisol.

Kata kunci: Tanah marginal, zeolit, dolomit

1)
Peneliti adalah mahasiswa Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian,
Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta
2)
Pembimbing utama dari peneliti
3)
Pembimbing pendamping dari peneliti
3

INTRODUCTION NPK AND AMANDEMEN MATERIALS IN INCEPTICOL SOILS


ON GROWTH AND FOSFOR (P) NUTRIENTS UPTAKE IN
SINGAWALANG (Petiveria alliacea l).

Martin Aditya Suryani1), Sulandjari2), AmaliaTetrani Sakya3)

Agrotechnology Department Faculty of Agriculture


University of SebelasMaret (UNS) Surakarta
Abstract

The development of singawalang crop cultivation has constraints, the fertile


land more focused for cultivation of food crops. The solution can be done is to utilize
marginal land, one of which inceptisol. This research aims to examine the effect of
NPK intake and amendment material on inceptisol to growth and phosphorus
nutrient uptake. This research uses complete random draft (CRD) with 1 factor as
many as 8 treatment of dolomite or zeolite with NPK dose 0 g, 1.5 g, 3 g, and 4.5
g/plants, repeated 3 times. The observation of the soil consists of the height of the
plant, the number of leaves, the area of the leaf, the weight of the brawling, the
volume of roots, the initial soil analysis include: pH, CEC, texture, C organic, N total,
P available and K available, analysis of the final land including pH, KTK and
phosphorus nutrient uptake. Analysis using variety analysis (ANOVA) with 95%
confidence interval and with tukey test. The results showed that the best dose for the
growth of root and phosphorus nutrient uptake is zeolite and NPK 1.5 grams. In other
factors, there is no real difference. The provision of material amendment proved to
increase soil pH but did not increase KTK soil inceptisol.

Key words: Marginal soil, zeolite, dolomite

1)
Researcher is students of Major Agrotechnology, Faculty of Agriculture,
Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta.
2)
Research advisor
3)
Research advisor
4

PENDAHULUAN
Petiveria alliacea termasuk ke dalam famili Phytolaceae. P. alliacea diklaim
sebagai tanaman yang memiliki khasiat obat. Singawalang digunakan sebagai obat
untuk meningkatkan daya ingat dan meredakan sakit flu serta infeksi yang
disebabkan oleh virus maupun bakteri, mengobati diabetes dan kanker. P. alliacea
mengandung triterpenoid, saponin, polifenol, kumarin, benzaldehida, asam benzoat,
flavonoid, fredelinol, pinitol dan allantonin yang keberadaannya tersebar di bagian
akar, batang dan daun (Sathiyabalan 2017). Senyawa yang terkandung dalam P.
alliacea yang diduga sebagai komponen utama yang bertanggung jawab terhadap
aktivitas antibakteri dan anti fungi adalah kumpulan senyawa thiosulfinates dan
sulfines (Kim et al 2006).
Kendala yang dihadapi pada pengembangan singawalang di Indonesia yaitu
tanaman obat belum menjadi komoditas yang diprioritaskan, Lahan subur di
Indonesia diprioritaskan untuk penanaman komoditas pangan, sedangkan lahan
marginal belum dimanfaatkan secara optimal. Salah satu jenis tanah marginal di
Indonesia yaitu tanah inceptisol. Pemberian dolomit dan zeolit beserta aplikasi
pupuk NPK yang sesuai dapat berguna bagi perbaikan sifat kimia tanah. Sehingga
perlu dikaji kesesuaian penambahan pupuk NPK dan pengaplikasian amandemen
tanah berupa dolomit dan zeolit bagi pertumbuhan dan serapan hara singawalang
pada tanah inceptisol. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh asupan
NPK dan bahan amandemen pada tanah inceptisol terhadap pertumbuhan dan
serapan hara fosfor singawalang serta mengetahui dosis asupan NPK yang paling
tepat diberikan bersama bahan amandemen pada tanah inceptisol bagi
pertumbuhan dan serapan hara fosfor tanaman singawalang

METODE PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai bulan Oktober 2018. Lokasi
penelitian bertempat di Desa Kenayan, Wedomartani, Ngemplak, Sleman,
Yogyakarta. Analisis laboratorium akan dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan
Kesuburan Tanah dan Laboratorium Fisiologi Tumbuhan dan Bioteknologi, Fakultas
pertanian, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Penelitian dilaksanakan melalui
percobaan lapang menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Penelitian ini
terdiri atas satu faktor perlakuan dengan 8 taraf yaitu:
5

1. I1P0 ( Dolomit 2,5 ton/ ha dan NPK 0 gram/tanaman)


2. I1P1 ( Dolomit 2,5 ton/ ha dan NPK 1,5 gram/tanaman)
3. I1P2 ( Dolomit 2,5 ton/ ha dan NPK 3 gram/tanaman)
4. I1P3 ( Dolomit 2,5 ton/ ha dan NPK 4,5 gram/tanaman)
5. I2P0 ( Zeolit 2,5 ton/ ha dan NPK 0 gram/tanaman)
6. I2P1 ( Zeolit 2,5 ton/ ha dan NPK 1,5 gram/tanaman)
7. I2P2 ( Zeolit 2,5 ton/ ha dan NPK 3 gram/tanaman)
8. I2P3 ( Zeolit 2,5 ton/ ha dan NPK 4,5 gram/tanaman)
Kombinasi perlakuan di ulang sebanyak 3 kali, sehingga terdapat 24 unit
percobaan. Sistem pengacakan dilakukan secara acak. Pengamatan peubahnya
terdiri dari tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun, bobot brangkasan, volume akar,
analisis tanah awal meliputi: pH, KTK, tekstur, C organic, N total, P tersedia dan K
tersedia, analisis tanah akhir meliputi pH dan KTK sedangkan serapan hara yang
diamati yaitu serapan hara P. Data hasil penelitian yang diperoleh diolah secara
statistik menggunakan Analysis of Variance (ANOVA) dan apabila berbeda nyata
dilakukan uji lanjut Tukey dengan taraf kepercayaan 95%.
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Awal Tanah Inceptisol


Tabel 1. Analisis kimia awal tanah inceptisol

N Total K Tersedia
pH C KTK P Tersedia
KL (%) Tanah Tanah
(%) (cmol/100g Tanah (ppm)
(%) (mg/100g)
)
6,88 n 16,92 2,38 sd 16,40 r 4,54 sd 8,78 r 10,08 r

Pengharkatan oleh Sulaeman (2009) ; n:netral; sd: sedang; r:rendah


Tabel 1 memperlihatkan bahwa tanah inceptisol yang digunakan memiliki pH
yang tergolong netral. Kadar C organik dan N total yang dimiliki tergolong sedang
serta kadungan hara P, K, dan KTK nya tergolong rendah. Kandungan hara P dan K
yang rendah pada tanah inceptisol tersebut diduga karena C organik tanah hanya
sedang dan kemungkinan adanya pencucian unsur hara akibat penggenangan yang
mungkin terjadi pada tanah tersebut karena tanah inceptisol yang di ambil
merupakan tanah sawah yang di gunakan untuk budidaya padi. Suwardi (2009)
6

menyatakan bahwa inceptisol merupakan salah satu tanah yang dihasilkan di


daerah tropika basah yang memiliki KTK rendah.
Tanah Inceptisol yang digunakan memiliki fraksi clay sebanyak 60,48%, debu
30,49% dan pasir 9,02%. Aydinalp C (2003) menyatakan bahwa Perbandingan nilai
fraksi pasir, debu dan liat bervariasi di setiap profil karena tergantung pada proses
pelapukan fisik dan kimia yang terjadi saat pembentukan tanah. Menurut
Hardjowigeno (2003) inceptisol merupakan tanah yang belum matang (immature)
dengan perkembangan profil yang lebih lemah daripada tanah matang dan masih
memiliki sifat yang sama dengan induknya.
B. Analisis Akhir Tanah Inceptisol

Tabel 2. Analisis pH dan KTK akhir tanah inceptisol

Perlakuan pH tanah KTK tanah (cmol/100 g)


Dolomit + NPK 0 g 7.36 n 15.00 r
Dolomit + NPK 1.5 g 7.49 n 14.40 r
Dolomit + NPK 3 g 7.12 n 15.70 r
Dolomit + NPK 4.5 g 7.41 n 10.45 r
Zeolit + NPK 0 g 7.11 n 11.00 r
Zeolit + NPK 1.5 g 7.38 n 12.90 r
Zeolit + NPK 3 g 7.45 n 15.22 r
Zeolit + NPK 4.5 g 7.35 n 15.04 r
Pengharkatan oleh Sulaeman (2009) ; n:netral; r:rendah

Hasil analisis menunjukan bahwa pemberian bahan amandemen tanah


berupa dolomit dan zeolit serta pupuk NPK terbukti meningkatkan pH tanah tapi tidak
meningkatkan KTK tanah. KTK akhir tanah inceptisol tetap tergolong rendah . Hasil
penelitian Rumahorbo (2016) juga menunjukkan bahwa pemberian dolomit
meningkatkan pH tanah inceptisol. Pemberian dolomit juga dapat menurunkan Al-dd
tanah. Pemberian dolomit pada tanah tidak berpengaruh terhadap KTK tanah.
Rendahnya KTK yang diperoleh disebabkan karena KTK bahan amandemen
yang digunakan, kualitas bahan amandemen juga ukuran saat pengaplikasian tentu
akan mengasilkan hasil yang berbeda pula. Suwardi (2009) menyatakan bahwa
selain rendahnya KTK zeolit yang digunakan juga bisa karena masalah analisis zeolit
yang belum dibakukan sehingga bahan yang sama jika dianalisis pada laboratorium
yang berbeda menghasilkan nilai KTK yang sangat berbeda.
7

pH tertinggi ditunjukan pada perlakuan kapur dolomit dan NPK 1,5 gram yaitu
7.49 hal tersebut karena dolomit mengandung kation basa yang dapat meningkatkan
pH tanah. Nurhayati (2013) menyatakan bahwa kapur dolomit mengandung unsur Ca
dan Mg. Kedua jenis unsur dapat melepaskan ion OH yang berpengaruh terhadap
peningkatan pH. Kapur dolomit berperan dalam memperbaiki sifat fisik, kimia dan
biologi tanah, karena secara langsung dapat menyuplai unsur hara makro berupa Ca
dan Mg, serta kondisi pH tanah dapat meningkat sehingga memberikan kondisi
lingkungan yang lebih baik bagi tanaman (Kasmawardani et al. 2017).
Novriani (2010) menyatakan bahwa zeolit bersifat basa dan mengalami proses
hidrolisis silikat sehingga menghasilkan ion OH-. Ion OH- tersebut mengikat ion H+
didalam tanah sehingga pH tanah menjadi naik. pH tanah sangat berpengaruh
terhadap ketersediaan P didalam tanah, pada kondisi asam – agak asam P
bersenyawa dalam bentuk Fe-P, adanya pengikatan tersebut menyebabkan bukan P
menjadi tidak efisien sehingga perlu dilakukan usaha peningkatan pH.
C. Tinggi Tanaman

Tabel 3. Tinggi singawalang pada umur 10 MST


Perlakuan Tinggi (cm)
Dolomit + NPK 0 g 56.17 a
Dolomit + NPK 1.5 g 49.17 a
Dolomit + NPK 3 g 64.00 a
Dolomit + NPK 4.5 g 51.83 a
Zeolit + NPK 0 g 41.00 a
Zeolit + NPK 1.5 g 53.67 a
Zeolit + NPK 3 g 53.17 a
Zeolit + NPK 4.5 g 63.33 a
Angka yang diikuti huruf sama pada tabel menunjukan tidak berbeda nyata pada uji
Tukey 5%
8

70
60 Dolomit+ NPK 0 gram

Tinggi tanaman (cm)


50 Dolomit+ NPK 1.5 gram
40 Dolomit+ NPK 3 gram
30 Dolomit+ NPK 4.5 gram
20
Zeolit + NPK 0 gram
10
0 Zeolit + NPK 1.5 gram

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Zeolit + NPK 3 gram

Minggu Setelah Tanam Zeolit + NPK 4.5 gram

Grafik 1. Pertumbuhan tinggi singawalang pada perlakuan amandemen dan


NPK umur 0 sampai dengan 10 MST
Tabel 3 menunjukan bahwa perlakuan dolomit dan NPK 3 gram
menunjukan tinggi singawalang yang paling baik (64 cm) tetapi tidak berbeda nyata
tehadap pemberian NPK dengan berbagai dosis dan bahan amandemen yang lain.
Tinggi tanaman singawalang yang terendah terdapat pada perlakuan zeolit dan NPK
0 gram yaitu 41 cm, hal tersebut terjadi karena tidak adanya penambahan NPK
sehingga nutrisi yang diperoleh singawalang kurang terpenuhi. Hasil analisis
tersebut sama dengan penelitian yang dilakukan Juanita (2013) bahwa tidak ada
pengaruh pemupukan majemuk NPK dengan dosis 0-2 gram/tanaman terhadap
tinggi bibit tanaman Gyrinops versteegii. Menurut Adnan (2015) bahwa pemberian
pupuk NPK dan pupuk organik dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman yang
sangat cepat sehingga cenderung mengakibatkan tanaman menggunakan asimilat
untuk pertumbuhan vegetatifnya.
Pemberian bahan amandemen harus disertai pemberian pupuk NPK
terutama jika tanah yang kita gunakan merupakan tanah marginal dengan unsur
hara rendah. Bahan amandemen akan membangkitkan unsur hara yang sebenarnya
terkandung dalam tanah namun tidak tersedia bagi tanaman,namun jika tanahnya
memang miskin hara maka sangat perlu ditambahkan pupuk NPK. Menurut Askari
dan Faisal Hamzah (2011) bahwa N, P, dan K adalah unsur hara makro yang
esensial artinya unsur hara yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang banyak
dan tidak dapat digantikan oleh unsur yang lainnya pada berbagai proses selama
pertumbuhan tanaman. Kandungan unsur-unsur hara NPK dalam pupuk yang
9

diberikan dengan dosis yang sesuai kebutuhan tanaman akan memungkinkan


tanaman dapat tumbuh dan berkembang lebih baik.
D. Tajuk Tanaman

Tabel 4. Jumlah daun, berat basah dan kering brangkasan batang singawalang

Perlakuan Jumlah daun Berat basah Berat kering


brangkasan brangkasan
batang (g) batang (g)
Dolomit + NPK 0 g 107.3 a 24.50 a 5.89 a
Dolomit + NPK 1.5 g 106.7 a 28.85 a 7.68 a
Dolomit + NPK 3 g 121.7 a 40.44 a 9.95 a
Dolomit + NPK 4.5 g 96.3 a 38.90 a 9.82 a
Zeolit + NPK 0 g 95.0 a 16.24 a 4.13 a
Zeolit + NPK 1.5 g 135.0 a 35.46 a 9.53 a
Zeolit + NPK 3 g 100.0 a 35.96 a 9.81 a
Zeolit + NPK 4.5 g 76.0 a 41.80 a 11.33 a
Angka yang diikuti huruf sama pada tabel menunjukan tidak berbeda nyata pada uji
Tukey 5%

Tabel 4 menunjukkan bahwa pemberian pupuk NPK yang disertai aplikasi


bahan amandemen berupa zeolit dan dolomit tidak berpengaruh nyata terhadap
jumlah daun dan berat brangkasan batang basah maupun kering singawalang. Hal
tersebut terjadi karena bahan amandemen diberikan dengan dosis dan di
aplikasikan pada waktu yang sama. Penelitian serupa oleh Chutichude (2010) juga
menunjukkan bahwa aplikasi dolomit terlepas dari waktu aplikasi atau tingkat
konsentrasi tidak berpengaruh pada diameter batang, tinggi tanaman, tingkat
pencoklatan daun, berat segar, biomassa, kandungan klorofil, warna daun.

Pemberian pupuk NPK dengan dosis 4.5 gram tidak lagi meningkatkan
jumlah daun tetapi menurunkan. Peningkatan pemberian pupuk NPK secara terus
menerus tidak boleh dilakukan karena penambahan dosis pupuk tidak berbanding
lurus dengan jumlah daun yang tumbuh. Jumlah daun merupakan salah satu
parameter pertumbuhan vegetatif tanaman yang di pengaruhi oleh ketersediaan
unsur NPK dalam tanah namun jika pemberiannya kurang tepat maka tidak akan
berpengaruh. Wasis (2010) menyatakan bahwa pupuk NPK merupakan pupuk
majemuk yang terdiri dari pupuk tunggal N, P dan K. Pemakaian pupuk majemuk
NPK akan memberi suplai N yang cukup besar ke dalam tanah, sehingga dengan
10

pemberian pupuk NPK yang mengandung nitrogen tersebut akan membantu


pertumbuhan tanaman.

E. Akar

Tabel 5. Akar singawalang pada berbagai perlakuan

Perlakuan Berat basah Berat kering Volume akar(ml)


brangkasan brangkasan akar
akar (g) (g)
Dolomit + NPK 0 g 25.33 ab 7.78 ab 23.67 ab
Dolomit + NPK 1.5 g 26.75 ab 8.91 ab 26.00 ab
Dolomit + NPK 3 g 31.99 ab 8.92 ab 33.67 ab
Dolomit + NPK 4.5 g 33.23 ab 10.07ab 30.00 ab
Zeolit + NPK 0 g 11.93 b 3.54 b 10.00 b
Zeolit + NPK 1.5 g 59.31 a 18.04 a 48.67 a
Zeolit + NPK 3 g 33.51ab 11.33 ab 28.67 ab
Zeolit + NPK 4.5 g 23.55 b 6.83 ab 22.33 ab
Angka yang diikuti huruf sama pada tabel menunjukan tidak berbeda nyata pada uji
Tukey 5%

Tabel 5 menunjukan bahwa akar terbaik diperoleh pada perlakuan zeolit dan
NPK 1.5 gram yaitu berat basah brangkasan akar singawalang 59.31 gram, berat
kering brangkasan akar tanaman singawalang 18.04 gram dan volume akar
singawalang yang paling baik (48.67 ml). Hasil tersebut berbeda nyata terhadap
perlakuan zeolit dengan NPK 0 g dan 4.5 gram, tetapi tidak berbeda nyata tehadap
perlakuan yang lain. Hal tersebut terjadi karena dosis NPK 1.5 gram merupakan
dosis yang optimal bagi pertumbuhan biomasa akar selain itu karena bahan
amandemen zeolit mampu meningkatkan ketersediaan unsur P bagi tanaman,
dimana unsur P merupakan unsur yang sangat penting bagi pertumbuhan tanaman
salah satunya yaitu pertumbuhan akar. Hal ini sesuai seperti yang di ungkapkan
Askari dan Hamzah (2011) bahwa fosfor diperlukan tanaman sebagai penyusun
asam nukleat dan perkembangan jaringan meristem serta merangsang pertumbuhan
akar.
Perlakuan bahan amandemen berupa zeolit yang diberikan bersama
pemberian NPK 3 gram dan 4.5 gram ternyata tidak berbanding lurus terhadap hasil
yang diperoleh tetapi menurunkan hal itu dikarenakan dosis tersebut telah melebihi
dosis optimal bagi pertumbuhan akar singawalang. Sesuai dengan yang
diungkapkan Askari dan Hamzah (2011) bahwa pemberian pupuk pada dosis yang
11

tinggi sampai batas tertentu akan menyebabkan hasil semakin meningkat, dan pada
konsentrasi yang melebihi batas tertentu pula akan menyebabkan hasil menjadi
menurun.
F. Luas Daun

Tabel 6. Luas daun singawalang pada berbagai perlakuan

Perlakuan Luas daun (cm2)


Dolomit + NPK 0 g 2816 a
Dolomit + NPK 1.5 g 2645 a
Dolomit + NPK 3 g 3370 a
Dolomit + NPK 4.5 g 2986 a
Zeolit + NPK 0 g 1722 a
Zeolit + NPK 1.5 g 3235 a
Zeolit + NPK 3 g 3074 a
Zeolit + NPK 4.5 g 2637 a
Angka yang diikuti huruf sama pada tabel menunjukan tidak berbeda nyata pada uji
Tukey 5%

Tabel 6 menunjukan bahwa perlakuan dolomite dan NPK 3 gram


menunjukan luas daun singawalang yang paling baik (3370 cm2) tetapi tidak
berbeda nyata tehadap perlakuan yang lain. Hasil analisis tersebut seperti hasil
penelitian dari Elfaziarni (2018) yang menunjukan bahwa pengaruh pemberian
pupuk majemuk NPK tidak beda nyata pada luas daun tanaman selada merah usia
14 sampai 28 HST.
Perlakuan zeolit dan NPK 0 gram menunjukan hasil yang paling rendah
daripada perlakuan yang lain hal itu karena tidak adanya asupan NPK sehingga
jumlah daun yang dihasilkan sedikit menyebabkan luas daunnya menjadi kurang
luas dibandingkan yang lain. Hasil tersebut sesuai dengan pernyataan
Firmansyah (2017) bahwa Pemberian NPK mempengaruhi laju pertumbuhan
tanaman yang dipengaruhi ILD. Laju ILD yang optimum akan meningkatkan laju
pertumbuhan tanaman. Menurut Setyanti (2013) menyatakan bahwa luas daun akan
mempengaruhi kuantitas penyerapan cahaya pada tanaman. Jumlah daun yang
tumbuh pada suatu tanaman akan meningkat bila cahaya dan unsur hara terpenuhi
sehingga tanaman dapat menangkap cahaya secara maksimal dan fotosintesis
dapat berjalan lancar.
12

G. Serapan Fosfor

0.2 0.187a
0.18
Serapan P Jaringan (µg / g)
0.16
0.14
0.12 0.096ab
0.1 0.079ab
0.075b
0.08
0.06 0.048b 0.048b
0.04 0.029b
0.02 0.011b
0

Grafik 2. Serapan fosfor singawalang pada berbagai perlakuan

Angka yang diikuti huruf sama pada tabel diatas menunjukan tidak berbeda nyata
pada uji Tukey 5%
Grafik 2 menunjukan bahwa perlakuan zeolit dan NPK 1.5 gram memberikan
serapan fosfor tanaman singawalang yang paling baik (0.187) tetapi berbeda tidak
nyata dengan perlakuan dolomite+ NPK 1.5 gram dan zeolit+NPK 3 gram serta
berbeda nyata tehadap perlakuan yang lain. Penambahan dosis NPK 3 gram dan
4.5 gram tidak berbanding lurus dengan hasil serapan fosfor tetapi menurunkan.
Perlakuan pemberian bahan amandemen berupa zeolit tanpa penambahan pupuk
NPK menunjukan serapan fosfor paling rendah sebab zeolit tidak menyediakan hara
secara langsung bagi tanaman melainkan hanya mengubah hara yang tidak tersedia
menjadi tersedia seperti yang diungkapkan Suwardi (2009) bahwa zeolit bukan
tergolong pupuk sehingga pemberian zeolit harus diikuti dengan pemberian pupuk
secara tepat dosis sebagai penyedia unsur hara. Ramesh (2015) juga mengatakan
bahwa zeolit (natrium alumino silikat) adalah bahan pelepas nutrisi terkontrol yang
sangat efektif dan bermanfaat untuk meningkatkan serapan tanaman nutrisi
terutama NPK.
Serapan fosfor sangat ditentukan oleh unsur fosfor yang tersedia bagi
tanaman sehingga penambahan bahan amandemen dimaksudkan dapat mengubah
fosfor yang tidak tersedia menjadi fosfor yang tersedia bagi tanaman. Zeolit
13

merupakan bahan amandemen yang bermuatan negatif sehingga dapat mengikat


kation tanah berupa Fe dan Al sehingga fosfor menjadi tersedia bagi tanaman
karena tidak terikat oleh Fe dan Al. Hal ini sesuai yang diungkapkan Arafat (2016)
bahwa pemberian pupuk fosfor dengan penambahan zeolit mampu meningkatkan
efisiensi pemupukan pada pupuk yang diberikan. Struktur kerangka zeolit tersusun
atas unit- unit tetrahedral (AlO4)-5 dan (SiO4)-4 yang saling berikatan melalui atom
oksigen membentuk pori-pori zeolit. Ion silicon bervalensi 4, sedangkan aluminium
bervalensi 3 yang menyebabkan struktur zeolit kelebihan muatan negatif yang
diseimbangkan oleh kation-kation seperti Fe dan Al.
14

V. KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Asupan NPK dengan dosis 1,5 gram/tanaman dan zeolit mampu meningkatkan
pertumbuhan akar dan serapan fosfor tanaman singawalang pada tanah
inceptisol sedangkan asupan NPK dan dolomit tidak memberikan pengaruh
terhadap semua parameter pertumbuhan dan serapan fosfor.
2. Dosis NPK yang tepat bagi pertumbuhan dan serapan fosfor tanaman
singawalang ditunjukan pada dosis NPK 1.5 gram yang disertai aplikasi bahan
amandemen berupa zeolit.
B. Saran

Saran yang dapat diberikan adalah perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
dengan menggunakan bahan amandemen selain dolomit dan zeolit untuk
optimalisasi lahan marginal di Indonesia terutama untuk budidaya tanaman
singawalang.
15

DAFTAR PUSTAKA

Adnan IS, Utoyo B, Kusumastuti A. 2015. Pengaruh pupuk NPK dan pupuk organik
terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di main
nursery. Jurnal AIP 3 (2) : 69-81.
Arafat Y, Kusumarin N, Syekhfani.2016. Pengaruh pemberian zeolit terhadap
efisiensi pemupukan fosfor dan pertumbuhan jagung manis di pasuruan,
jawa timur. J Tanah dan Sumberdaya Lahan 3 (1 ): 319-327.
Askari K M dan Hamzah F. 2011. Pengaruh dosis pupuk npk terhadap pertumbuhan
tanaman jarak pagar. J Agrisistem 7 (1).
Aydinalp C dan Adsil F A. 2003. Genesis and classification of inceptisols formed on
the slate parent material under forest vegetation. J Central European
Agriculture (online) 4 (4): 282-288.
Chutichude B, Chutichudet P and Kaewsit S. 2010. Effects of dolomite
application on plant growth, activities of polyphenol oxidase and
internal quality of grand rapids lettuce. J Agricultural research
5(9):690-707.
Elfaziarni MI. 2018. Pengaruh macam media tanam dan dosis pupuk NPK terhadap
pertumbuhan dan hasil tanaman selada merah ( Lactuca sativa var Crispa) J
Produksi Tanaman 6(4): 398-406.
Firmansyah I, Syakir M, dan Lukman L. 2017. Pengaruh kombinasi dosis pupuk N,
P, dan K terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman terung (Solanum
melongena L.) J Hortikultura 27(1) : 69-78.
Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah.Akademika Pressindo. Jakarta.
Juanita D, Lasut M, Kalangi et al. 2013. Pengaruh pemberian pupuk majemuk npk
terhadap pertumbuhan bibit Gyrinops versteegii. J Kehutanan: 1-13.
Kasmawardani, Marlina, Mariana . 2017. Pengaruh pemberian pupuk organik dan
kapur dolomit terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kol bunga (Brassica
Oleraceae Var. Botrytis L.). J Agrotropika Hayati ( 4): 3.
Kim S, Kubec R, Musah RA. 2006. Antibacterial and antifungal activity of sulfur-
containing compounds from Petiveria alliacea L. J. Ethnopharm :188-92.
Novriani. 2010. Alternatif pengelolahan unsur hara fosfor (P) pada budidaya jagung.
J Agronomi (3): 42-49.
Nurhayati. 2013. Pengaruh jenis ameliorant terhadap efektivitas dan infektivitas
mikroba pada tanah gambut dengan kedelai sebagai tanaman indikator. J
Floratek 40 (6)124-139.
Ramesh V, George J , Jissy S et al. 2015. Effect of zeolites on soil quality, plant
growth and nutrient uptake efficiency in sweet potato (Ipomoea batatas L.). J
of Root Crops 41( 1): 25-31.
Rumahorbo AM. 2016. Pengaruh inkubasi dolomit terhadap sifat kimia tanah dan
erapan fosfor pada ultisol darmaga. Departemen ilmu tanah dan sumberdaya
lahan fakultas pertanian institut pertanian bogor.
Sathiyabalan G, Paulpriya K, Tresina PS, Muthukumarasamy S, Mohan VR 2017.
Pharmacognostical, physicochemical and phytochemical standardization of
Petiveria alliacea L. J Pharmacognosy and Phytocemical Research 9(2): 233-
241.
16

Setyanti YH. 2013. Karakteristik fotosintetik dan serapan fosfor hijauan alfalfa
(Medicago sativa) pada tinggi pemotongan dan pemupukan nitrogen yang
berbeda. J Animal Agriculture 2(1): 86-96.
Sulaeman dan Ervianti. 2009. Analisis kimia tanah, tanaman, air, dan pupuk. Balai
penelitian tanah edisi 2.
Suwardi. 2009. Teknik aplikasi zeolit di bidang pertanian sebagai bahan pembenah
tanah. J Zeolit indonesia 8 (1) 33-38.
Wasis B dan Fathia N. 2010. Pengaruh pupuk npk dan kompos terhadap
pertumbuhan semai gmelina (Gmelina arborea Roxb.) pada media tanah
bekas tambang emas (tailing). J Ilmu Pertanian Indonesia 16 (2) : 123-129.

Anda mungkin juga menyukai