Anda di halaman 1dari 15

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Analisis Tanah


Analisis tanah merupakan salah satu pengamatan selintas untuk mengetahui
karakteristik tanah sebelum maupun setelah dilakukan penelitian. Analisis tanah
dilakukan di laboratorium Balai Penelitian Tanah Bogor.
Analisis dilakukan dua kali yaitu analisis tanah awal dalam Tabel 4.1 dan
analisis tanah setelah penelitian dalam Tabel 4.2 sehingga hasil analisis dapat
menggambarkan kondisi tanah penelitian.
4.1.1. Karakteristik Tanah

Tabel 4.1. Analisis Tanah Awal Lahan Penelitian

Hasil
Sifat Tanah Analisis Kriteria
Tanah
Tekstur
Pasir (%) 6
Debu (%) 30 Liat
liat (%) 64
pH
H2 O 5.86 Agak Masam
Bahan Organik
C-Organik (%) 1,39 Rendah
N-total (%) 0,45 Sedang
C/N 3,15 Sangat rendah
Ekstrak HCl 25%
P2O5 (mg/100 g) 82,92 Sangat tinggi
K2O (mg/100 g) 6,09 Sangat rendah
Bray 1 (mg P2O5/kg) 26,25 Sangat tinggi
Ekstrak CH3COONH4 1 M pH 7
Ca (cmol(+)/kg) 32,29 Sangat tinggi
Mg (cmol(+)/kg) 6,70 Tinggi
K (cmol(+)/kg) 0,10 Rendah
Na (cmol(+)/kg) 0,26 Rendah
KTK (cmol(+)/kg) 34,31 Tinggi

Karakteristik tanah dari lokasi penelitian pemupukan N, P, dan K dengan


petak omisi yang digunakan bertekstur liat dan pH agak masam. Kadar N total
dalam tanah berkriteria sedang sehingga tanah masih respon terhadap pemupukan
N. Kadar P total (HCl 25%) sangat tinggi dan P tersedia (Bray 1) tinggi. Tanah
jenuh oleh hara P sehingga pemberian hara P dilakukan hanya untuk
mengembalikan hara yang terangkut saat panen. Jamil dkk. (2014) menyatakan
hara P tinggi disebabkan pemberian hara P yang relatif tinggi sejak lama pada
lahan sawah di Jawa. Kadar K (HCl 25% dan Ekstrak NH4OAc 1 N pH 7) rendah
sehingga diperlukan pemupukan K untuk menyediakan hara K bagi tanaman dan
memperbaiki hara K dalam tanah. Kadar bahan organik tanah rendah dan rasio
C/N sangat rendah pula. Kondisi tersebut menyebabkan kesuburan tanah rendah
yang disebabkan berkurangnya aktivitas mikroorganisme. Salah satu penyebab
rendahnya bahan organik tanah adalah tidak dilakukannya pengembalian jerami
panen oleh petani.
Kapasitas tukar kation (KTK) pada pada lahan penelitian berstatus tinggi
menurut Hardjowigeno (2010) tanah dalam dengan KTK tinggi mampu menyerap
dan menyediakan unsur hara lebih baik dari pada tanah dengan KTK rendah.
Terdapat hubungan linier antara peningkatan Ca dan Mg terhadap KTK tanah
sehingga kadar Ca dan Mg yang tinggi diikuti oleh KTK tinggi.
Berdasarkan analisis tanah awal (Tabel 4.1.) pada lokasi penelitian dapat
dinyatakan lokasi metode petak omisi memiliki kendala utama pada hara N dan K
dan tanah jenuh terhadap hara P serta bahan organik menjadi kendala selanjutnya.
Dari hasil analisis tanah awal Balai Penelitian Tanah Bogor menetapkan dosis
pemupukan 250 kg urea ha-1, 50 kg SP-36 ha-1 dan 100 kg KCl ha-1 atau 112,5 kg
N ha-1, 18 kg P ha-1, dan 60 kg K ha-1.
Tabel 4.2. Analisis Tanah setelah Penelitian di Lahan Penelitian

Perlakuan N-total (%) P2O5 (mg/100g) K2O (mg/100g)


Kontrol 0,09aSR 48,12aT 2,52aSR
PK (-N) 0,09aSR 54,06abT 5,17aSR
NP (-K) 0,07aSR 49,19abT 1,61aSR
NK (-P) 0,11aR 49,53abT 2,37aSR
N (-PK) 0,11aR 51,23abT 1,63aSR
NPK 0,09aSR 60,41bST 5,24aSR
Keterangan: angka dalam kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak
berbeda nyata berdasarkan analisis DMRT pada kepercayaan 5% dan kriteria hasil analisis tanah
sangat rendah, rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi (klasifikasi menurut balitan, 2012) R=
rendah, SR= Sangat Rendah, S= Sedang, T= tinggi, dan ST= Sangat Tinggi.

18
Hasil analisis tanah setelah penelitian pada Tabel 4.2 menunjukkan
penurunan kadar hara nitrogen dalam tanah dari sebelumnya, hara N yang
awalnya berkriteria sedang menjadi rendah dan sangat rendah. Kehilangan
nitrogen dapat terjadi dari (1) pencucian hara N oleh air hujan, (2) terangkut saat
panen, (3) terikat oleh mineral tanah, (4) dimanfaakan oleh organisme.
Dari analisis hara fosfor setelah penelitian, terjadi perubahan kriteria dari
sangat tinggi pada pengamatan analisis tanah awal menjadi tinggi dan perlakuan
NPK menunjukkan hara P yang sangat tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa hara P
digunakan oleh tanaman dan terangkut saat panen. Menurut Goswami (1986)
Pergantian kondisi kering dan basah yang berkepanjangan akan menurunkan
persentase P disebabkan oleh fiksasi oleh Al pada keadaan tanah masam (kering)
dan fiksai oleh Fe pada keadaan masam (tergenang) serta fiksasi oleh Ca pada
keadaan tanah alkalis. Demikian pula pada hara kalium, kehilangan kalium
terlihat dari jumlah hara K pada analisi tanah awal rendah dan setelah penelitian
menjadi sangat rendah. Hal ini menunjukkan bahwa hara K telah dimanfaatkan
oleh tanaman atau terikat oleh mineral tanah.
Pada analisis uji DMRT yang ditunjukkan pada Tabel 4.2 menyatakan
bahwa pengamatan kadar nitrogen dan kalium pada setiap perlakuan petak omisi
tidak berbeda nyata antar perlakuan. Hal ini menunjukkan bahwa permberian 250
kg N ha-1 dan 100 kg K ha-1 tidak meningkatkan hara N dan K yang tersedia oleh
tanah setelah panen. Pada analisis P, perlakuan pupuk lengkap yaitu NPK
memiliki perbedaan secara nyata dengan kontrol. Perlakuan NPK memiliki kadar
hara dalam tanah tertinggi yaitu 60.41 mg/100g. Hal ini menunjukkan bahwa
pemberian pupuk P bersamaan dengan pupuk lain (N dan K) akan meningkatkan
kadar hara dalam tanah. Dobermann dan Fairhurst (2000) mengatakan bahwa
respon tanaman terhadap pupuk nitrogen dan fosfor akan rendah apabila terjadi
kekurangan unsur kalium. Pemupukan berimbang terjadi apabila dilakukan
pengelolahan hara yang tepat.

4.2. Analisis Jaringan Tanaman


Analisis jaringan dilakukan setelah penelitian dan dilaksanakan di
laboratorium Balai Penelitian Tanah Bogor. Analisis jaringan juga merupakan

19
salah satu pengamatan selintas yang ditetapkan, untuk mendukung pengamatan
utama. Hasil Analisis jaringan tanaman merupakan gabungan antara analisis
jaringan gabah dan jerami padi. Nitrogen, Fosfor, dan Kalium merupakan unsur
hara yang dianalisis untuk mengetahui kadar hara tersebut pada tanaman padi
lahan penelitian.
Tabel 4.3. Hasil Analisis Jaringan Tanaman
N (%) P (%) K (%)
Perlakuan
Jerami Gabah Jerami Gabah Jerami Gabah
Kontrol 0,44D 0,55D 0,04D 0,55S 1,51S 0,63S
PK (-N) 0,32D 0,60D 0,07S 0,77S 1,69S 0,61S
NP (-K) 0,34D 0,65D 0,04D 1,11S 0,89S 0,55S
NK (-P) 0,43D 0,65D 0,06D 0,99S 1,56S 0,55S
N (-PK) 0,31D 0,59D 0,04D 1,19S 1,87S 0,28S
NPK 0,46D 0,67D 0,09S 0,50S 1,58S 0,48S
Keterangan : kriterian hasil analisis jaringan tanaman defisiensi dan safisien (klasifikasi menurut
Dobermann dan Fairhurst (2000)) D= Defisiensi dan S= Safisien.

Menurut Dobermann dan Fairhurst (2000), tanaman padi yang mengalami


defisiensi unsur hara N, P, dan K apabila hasil analisis jaringan yang terdapat di
tanaman setelah panen baik gabah dan jerami yaitu nitogen <0,93% pada gabah
dan <0,51% pada jerami, Fosfor < 0,18% pada gabah dan 0,07% pada jerami,
Kalium < 1,17% pada gabah dan <0,22% pada jerami. Pada hasil analisis jaringan
tanaman tabel 4.3 diketahui bahwa terjadi defisiensi hara nitrogen pada setiap
perlakuan baik pada gabah maupun jerami. Perlakuan dengan N (NP, NK, N, dan
NPK) dan tanpa N (PK dan Kontrol) menghasilkan kadar N yang minim bagi
tanaman. Menurut Abdulrachman dan Sembiring (2008) dalam Purwanto (2011)
rendahnya penggunaan pupuk N pada tanaman padi terbesar disebabkan oleh
nitrifikasi-denitrifikasi, volatilisasi dan leaching. Hara N menjadi hara yang
sangat dibutuhkan dalam lokasi penelitian. Kadar hara N tertinggi pada perlakuan
NPK. Menurut Munawar (2011) gejala kekahatan N adalah batangnya pendek,
anakan berkurang,daun-daunnya kecil dan tampak pucat berwarna kekunangan
pada awal pertumbuhannya. Rendahnya hara N yang diserap oleh tanaman juga
akan menurunkan produksi padi.
Pada hasil analisis fosfor diketahui bahwa pada jaringan jerami terjadi
defisiensi hara P sedangkan pada gabah tercukupi. Menurut Goswami (1986)
peningkatan fosfor tersedia bagi tanaman terbentuk selama penggenangan
20
(Basah), berhenti saat pada kondisi kering pada lahan sawah tadah hujan.
Terjadinya penggenangan pada saat fase generatif menyebabkan hara P dalam
gabah cukup. Hara kalium pada lahan penelitian cukup untuk proses pertumbuhan
tanaman dengan hasil analisis berkriteria safisien, baik pada gabah maupun
jerami. Tercukupinya hara K disebabkan kerena perubahan Kdd dalam tanah
menjadi K larut yang mensuplai hara K untuk tanaman.

4.3. Pengaruh Pupuk N, P, dan K terhadap Pertumbuhan Padi.

Pemupukan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan hasil tanaman padi


sehingga pemupukan berimbang dapat mengoptimalkan fase vegetatif tanaman.
Menurut Rosmarkam dan Yuwono (2002) menyatakan bahwa untuk
menghasilkan pertumbuhan yang optimum selama fase vegetatif, pemupukan N
harus diimbangi dengan pemupukan unsur lain. Pemupukan N dengan dosis tinggi
dapat berakibat menimbulkan fase vegetatif yang panjang. Menurut Marschner
(1986) pemupukan N yang tinggi juga dapat menyebabkan tanaman mudah rebah
karena sistem perakarannya relatif menjadi lebih sempit. Sedangkan fosfor terlibat
dalam pembentukan ATP, nukleotida, asam nukleat dan fosfollipida. fosfor
memiliki fungsi yang esensial, keterlibatannya dalam penyimpanan dan transfer
energi serta pemelihara membran. Hara P juga membantu dalam peralihan ,dari
vegetatif ke generatif serta dapat meningkatkan kekuatan jerami (Dobermann dan
Fairhust, 2000). Kadar K dalam tanah berperan dalam proses biokimia dan
fisiologi yang sangat vital perannya bagi pertumbuhan tanaman. K memiliki
fungsi penting dalam osmoregulasi, aktivasi enzim, regulasi pH seluler,
keseimbangan kation anion, dan pengaturan transpirasi stomata. Oleh karena itu,
setiap unsur hara memiliki peran masing-masing yang terkait satu dengan yang
lainnya.

21
4.3.1. Tinggi Tanaman

Gambar 4.1. Laju Pertumbuhan Tinggi Tanaman Penelitian Petak Omisi.

Data grafik pertumbuhan tanaman pada Gambar 4.1 menunjukkan bahwa


tinggi tanaman pada perlakuan NK (-P) lebih tinggi dari pada setiap perlakuan.
Perlakuan terendah yaitu tanpa pupuk. Perlakuan NPK memiliki nilai tinggi
tanaman lebih rendah dari pada perlakuan NK (-P). Lebih rendahnya tanaman
dalam perlakuan lengkap (NPK) disebabkan karena kadar P total maupun tersedia
dalam tanah hasil analisis awal sangat tinggi sehingga pemupukan P akan
mengakibatkan penekanan terhadap unsur hara lainnya yang berdampak terhadap
tinggi tanaman padi.
Tabel 4.4. Data Tinggi Tanaman Penelitian Petak Omisi
Perlakuan Tinggi Tanaman
S1 (Tanpa Pupuk) 60,18a
S2 (PK (-N)) 62,07a
S3 (NP (-K)) 77,67bc
S4 (NK (-P)) 81,80d
S5 (N (-PK)) 75,75b
S6 (NPK) 80,30cd
Keterangan: angka dalam kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak
berbeda nyata berdasarkan analisis DMRT pada kepercayaan 5%

Dari hasil analisis statistik pada Tabel 4.4, perlakuan dalam penelitian
menunjukkan pengaruh nyata pada beberapa perlakuan. Perlakuan dengan
menggunakan pupuk N (NP, NK, N, dan NPK) menunjukkan berpengaruh nyata
dapat meningkatkan tinggi tanaman padi. Sehingga pemupukan N sangat
dibutuhkan tanaman selama fase vegetatif pada lokasi penelitian. Hal yang sama

22
dilaporkan oleh Soplanit dan Nukuhaly (2012) menyatakan bahwa perlakuan
pupuk N (NP, NK, dan NPK) berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman padi.
Dalam pengamatan selanjutnya perlakuan pemupukan NK tidak
berpengaruh nyata dibandingkan dengan perlakuan pupuk lengkap (NPK).
Analisis tersebut menunjukkan bahwa tinggi tanaman tidak respon terhadap
pemberian pupuk P pada lokasi penelitian sehingga penggunaan pupuk P dapat
dikurangi. Pengurangan penggunaan pupuk P akan meningkatkan efisiensi
pemupukan. Tetapi pada perlakuan NP berbeda secara signifikan dengan perlakua
PK, yang menunjukkan bahwa pemberian N dan P secara bersamaan akan
meningkatkan tinggi tanaman pada lahan penelitian.
Dalam pemberian pupuk N saja tidak efektif dalam penelitian ini terbukti
dari data yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan secara nyata pada
perlakuan N(-PK) dibandingkan dengan perlakuan pupuk NK dan NPK. Data
tersebut menunjukkan bahwa pemupukan K dibutuhkan dalam pertumbuhan.
Sehingga N dan K merupakan pembatas hara dalam pertumbuhan tanaman padi
dilokasi penelitian pemupukan N,P, dan K dengan metode petak omisi.
Dari Tabel 4.4 juga menunjukkan bahwa perlakuan PK tidak berbeda
nyata terhadap perlakuan Kontrol. Sehingga pemberian PK tanpa N akan
menurunkan tinggi tanaman dan jumlah anakan. Wihardjaka dan Wade (2005)
melaporkan hal yang sama bahwa pemberian PK saja tidak memiliki respon yang
nyata pada lahan sawah tadah hujan.
4.3.2. Jumlah Anakan

23
Gambar 4.2. Laju pertumbuhan jumlah anakan pada setiap hari pengamatan
Jumlah anakan dihitung jumlah tanaman dalam satu rumpun.
Pada Gambar 4.2 menunjukkan bahwa puncak jumlah anakan tertinggi
terjadi pada 30 hari setelah tanaman pada setiap pelakuan dan berangsur menurun
hingga pengukuran saat panen. Perlakuan NPK memiliki jumlah anakan tertinggi
pada 30 hari setelah tanam tetapi pengukuran saat panen jumlah anakan produktif
NPK hampir sama dengan jumlah anakan perlakuan N (-PK) dan NK (-P) tetapi
secara keseluruhan jumlah anakan dengan pemupukan N memiliki perbedaan
yang sangat mencolok dengan perlakuan tanpa pemupukan N.
Tabel 4.5. Data Jumlah Anakan Penelitian Petak Omisi
Perlakuan Jumlah Anakan
S1 (Tanpa Pupuk) 7.73a
S2 (PK (-N)) 8,13a
S3 (NP (-K)) 12,73b
S4 (NK (-P)) 13,90b
S5 (N (-PK)) 13,13b
S6 (NPK) 13,63b
Keterangan: angka dalam kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak
berbeda nyata berdasarkan analisis DMRT pada kepercayaan 5%.

Dari hasil analisis statistik pada Tabel 4.5 juga menunjukkan bahwa
perlakuan dengan pemupukan N ( NP, NK, N , dan NPK) berpengaruh nyata
terhadap jumlah anakan dibandingkan perlakuan tanpa pemupukan N. Sehingga
hara N sangat berperan penting dalam pembentukkan jumlah anakan dalam setiap
rumpun. Hasil analisis juga menunjukkan bahwa perlakuan N (-PK) tidak
berbeda nyata dengan perlakuan NP, NK, dan NPK. Hal ini menyatakan bahwa
penggunaan pupuk P dan K tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan jumlah
anakan rumpun-1.

4.4. Pengaruh Pemupukan N, P, dan K terhadap Komponen Hasil Padi.


Komponen hasil dan hasil padi dapat menunjukkan tingkat hasil dalam
penelitian. Komponen hasil merupakan pengamatan utama dalam penelitian petak
omisi. Komponen hasil terdiri dari jumlah malai rumpun -1, jumlah gabah total
malai-1, jumlah gabah isi malai-1, dan 1000 butir.

24
Tabel 4.6. Hasil Analisis Komponen Hasil Padi Penelitian Metode Petak Omisi
Jumlah Jumlah
Jumlah gabah isi
Perlakuan Malai gabah total 1000 butir
malai-1
rumpun-1 malai-1
tangkai Butir butir % g
S1 (Tanpa Pupuk) 7,13a 71,94a 59,91a 83,3 24,38
S2 (PK (-N)) 7,50a 74,28a 60,34a 81,2 25,60
S3 (NP (-K)) 11,67b 86,22bc 74,46b 86,4 24,67
S4 (NK (-P)) 12,80b 89,78c 73,42b 81,8 25,92
S5 (N (-PK)) 12,90b 82,27b 71,06b 86,4 25,04
S6 (NPK) 12,77b 82,3b 68,05b 82,7 26,51
Keterangan: angka dalam kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak
berbeda nyata berdasarkan analisis DMRT pada kepercayaan 5%

Dari analisis statistika pada Tabel 4.6 dengan uji DMRT menyatakan
bahwa perlakuan dengan pupuk N (NP, NK, N dan NPK) secara signifikan
mampu meningkatkan jumlah malai rumpun-1, jumlah gabah total malai-1 dan
jumlah gabah isi malai-1. Sehingga hara Nitrogen sangat dibutuhkan dalam
meningkatkan beberapa komponen hasil padi. Hasil penelitian Nath et al. (2012)
menunjukkan hal yang sama bahwa tanpa pemberian pupuk nitrogen akan
menghasilkan jumlah malai dan jumlah gabah malai -1 terendah.
Hara nitrogen memiliki peran yang penting dalam pembentukkan malai
padi karena jumlah malai memiliki hubungan linier dengan jumlah anakan. Pada
perlakuan N (-PK) tidak berbeda secara signifikan terhadap perlakuan N (NP, NK,
dan NPK) sehingga pada perlakuan ini menunjukkan bahwa pemberian hara
nitrogen saja cukup meningkatkan jumlah malai rumpun -1. Hara K merupakan
pembatas hara kedua dalam penentuan jumlah malai rumpun-1 ditunjukkan dari
perbandingan perlakuan NP (-K) dan NPK yaitu 11,67 butir dan 12,77 butir.
Peranan P dalam penelitian tidak begitu terlihat karena lokasi penelitian memiliki
kadar P yang tinggi sehingga tanaman tidak respon terhadap pemberian pupuk P.
Jumlah gabah malai-1 terdiri dari beberapa komponen yang dihitung yaitu
Jumlah gabah total malai-1 dan jumlah gabah isi malai-1. Jumlah gabah total malai-
1
merupakan jumlah butir isi dan hampa malai -1. Perlakuan NK (-P) memiliki
total gabah tertinggi yaitu 89,78 butir malai -1 dan berbeda nyata dengan perlakuan
menggunakan pupuk N lainnya yaitu NPK dan N sedangkan dengan NP (-K)
25
cenderung berbeda nyata. Hasil analisis menunjukkan penggunaan hara N dengan
K dapat meningkatkan jumlah gabah total pada lahan penelitian dengan status
hara P pada lokasi tinggi. Setelah dilanjutkan pengamatan gabah isi malai -1,
didapatkan hasil analisis bahwa antara perlakuan NP, NK, N dan NPK tidak
berbeda nyata. Hal ini menunjukkan bahwa P dalam tanah cukup dalam proses
pengisian biji
Menurut Munawar (2011) menyatakan bahwa kecukupan P dapat memacu
kemasakan tanaman, terutama pada biji-bijian dan mengurangi masa untuk
pemasakan biji. Kadar P total maupun tersedia yang tinggi dalam tanah berperan
penting dalam pengisian biji dilokasi, terlihat pada perlakuan N (-PK) yang
memiliki hasil gabah isi tidak berbeda nyata dengan perlakuan NP (-K), NK (-P),
dan NPK.
Pada berat 1000 butir menujukkan peranan K dalam peningkatan berat isi
gabah. Pada pengukuran berat 1000 butir diketahui bahwa perlakuan tanpa K
(kontrol, NP , dan N ) merupakan perlakuan dengan berat terendah yaitu 24,38
gram, 24,67 gram, dan 25,04 gram. Hara K sangat berperan dalam pengisian biji
pada serelia. Selain itu, juga K terlibat dalam pengangkutan hasil-hasil fotosintesis
(assimilate) dari daun ke jaringan organ reproduksi dan penyimpanan (Munawar,
2011). Sehingga kahat K akan menurunkan berat 1000 butir. Rosmarkam dan
Yuwono (2002) menegaskan kekurangan hara kalium menyebabkan produksi
merosot karena organ penyimpanan memiliki berat yang rendah.
Dari Tabel 4.3 menunjukkan bahwa pemupukan NPK memiliki berat 1000
butir paling berat yaitu 26,51 gram dan diikuti oleh pemupukan NK(-P) yaitu
25,92 gram. Hasil analisis statistik NPK dan NK (-P) tidak menunjukkan
perbedaan secara nyata terhadap berat 1000 butir. Sehingga pemupukan P yang
diaplikasikan tidak berpengaruh nyata mampu meningkatkan berat 1000 butir
gabah pada lokasi penelitian.

4.5. Pengaruh Pemupukan N, P, dan K terhadap Hasil Padi.


Hasil padi merupakan hasil panen gabah padi, hasil gabah padi diukur
dengan Gabah Kering Panen (GKP) dan Gabah Kering Giling (GKG). Hasil Padi

26
merupakan pengamatan utama yang menentukan respon pemupukan berupa gabah
panen.
Tabel 4.7. Hasil Gabah Panen Padi pada Penelitian Metode Petak Omisi.
Gabah Panen (t ha-1)
Perlakuan
GKP GKG
S1 (Tanpa Pupuk) 4,21a 3,05a
S2 (PK (-N)) 4,33a 3,12a
S3 (NP (-K)) 7,10b 5,08b
S4 (NK (-P)) 7,53b 5,38b
S5 (N (-PK)) 7,30b 5,21b
S6 (NPK) 7,24b 5,19b
Keterangan: angka dalam kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak
berbeda nyata berdasarkan analisis DMRT pada kepercayaan 5%

Data gabah kering panen dan gabah kering giling Tabel 4.7 menunjukkan
pemberian pupuk N (NP, NK, N dan NPK) berbeda nyata jika dibandingkan
tanpa pupuk N (Kontrol dan PK). Hal ini menunjukkan bahwa N sangat
berpengaruh terhadap hasil panen padi. Oleh karena itu perlakuan tanpa pupuk N
terbukti menekan produktivitas padi sehingga nitrogen merupakan pembatas hara
produksi. Amin et al. (2013) melaporkan hal yang sama bahwa nitrogen
merupakan pembatas hara yang paling membatasi hasil panen.
Pada perlakuan NPK merupakan perlakuan yang ideal dalam pemupukan
yang diasumsikan memiliki hasil panen yang paling tinggi tetapi hasil panen
perlakuan NPK hanya 5,19 t ha-1 walaupun dalam statistika tidak berbeda nyata
terhadap perlakuan dengan pupuk N lainnya. Penambahan hara P cenderung akan
menurunkan hasil menjadi 5,08 t ha-1 (perlakuan NP) karena hara P jenuh didalam
tanah, tetapi penambahan K akan cenderung meningkatkan hasil panen menjadi
5,38 t ha-1 (perlakuan NK). Sedangkan penambahan hara K bersamaan dengan
penambahan P akan menekan hara K yang akan digunakan oleh tanaman pada
perlakuan NPK. Dalam Mulder’s chart terjadi hubungan antagonis antara hara P
dan K sehingga kelebihan salah satu hara tersebut akan menekan hara lainnya.
Hara K merupakan pembatas hara produksi kedua dalam lahan penelitian.
Menurut Suyamto (2012) menyatakan pemupukan yang diberikan didasarkan
dengan hara yang tidak cukup tersedia dalam tanah dan dengan jumlah yang tepat
sesuai kebutuhan tanaman untuk mencapai target hasil yang realistis. Pada
perlakuan N (-PK) walaupun menghasilkan yang lebih tinggi daripada perlakuan
27
NPK, dan NP tidak dibenarkan penerapannya di lapangan karena apabila tidak ada
input dari luar, hara dalam tanah saja yang akan berperan, sehingga pemupukan
berimbang sesuai setatus hara perlu diterapkan.
Dari analisis data, hara nitrogen merupakan pembatas hara produksi utama
dalam penelitian disusul hara kalium yang merupakan pembatas hara produksi
kedua. Hara fosfor bukan merupakan pembatas hara produksi karena sudah
tersedia cukup di dalam tanah.
4.6. Hara Terangkut Saat Panen
Tabel 4.8. Data Jumlah Hara yang Terangkut Saat Panen
Gabah Jerami Gabah + Jerami
Perlakuan
N P K N P K N P K
kg ha-1
Kontrol 16,7 16,7 24,3 17,3 1,7 45,7 33,9 18,4 70,0
PK (-N) 18,8 23,1 27,3 13,9 3,0 51,9 32,7 26,1 79,2
NP (-K) 33,1 57,6 37,9 23,4 3,0 44,9 56,4 60,6 82,8
NK (-P) 35,2 53,9 43,3 32,4 4,8 85,7 67,6 58,7 129,0
N (-PK) 30,6 61,9 18,3 20,1 2,6 57,2 50,7 64,5 75,5
NPK 34,9 26,3 35,0 34,4 6,6 84,3 69,3 32,9 119,3

Menurut Linquist dan Sengxua (2001) kehilangan unsur hara dari tanah
dapat disebabkan oleh terangkut saat panen, leaching, runoff, erosi, dan berubah
menjadi gas hilang ke atmosfir. Unsur hara makro umumnya hilang melalui
terangkut saat panen. Hara yang terangkut saat panen menunjukkan jumlah
serapan hara yang diserap oleh tanaman. Dari Tabel 4.8 diketahui jumlah hara
yang terangkut pada gabah dan jerami padi saat panen yang di laksankan pada
sawah tadah hujan.
Jumlah Hara Nitrogen yang terangkut pada gabah maupun jerami memiliki
jumlah yang hampir sama. Hal ini menunjukkan nitrogen sangat dibutuhkan
dalam fase vegetatif maupun generatif untuk meningkatkan hasil gabah. Pada hara
fosfor, jumlah hara pada gabah memiliki nilai yang lebih tinggi dari pada jerami
sehingga pemberian P sangat dibutuhkan pada saat masa generatif. Menurut
Munawar (2011) menyatakan bahwa kecukupan P dapat memacu kemasakan
tanaman, terutama pada biji-bijian dan mengurangi masa untuk pemasakan biji.
Pada hara K, jumlah hara yang terangkut pada jerami lebih tinggi daripada hara
yang terangkut pada gabah.

28
Dari total hara yang terangkut (gabah dan jerami), hara K yang paling
banyak diserap oleh tanaman dibandingkan dengan hara lain pada sawah tadah
hujan. Percobaan Linquist dan Sengxua (2001) menyatakan dari hasil panen 2,4
ton diketahui hara yang terangkut yaitu 29,8 kg N ha-1, 5,9 kg P ha-1, dan 34,4 kg
K ha-1. Sehingga percobaan tersebut menyatakan hara K lebih banyak dibutuhkan
oleh tanman pada sawah tadah hujan. Pada setiap perlakuan menunjukkan bahwa
semakin tinggi hasil produksi yang dihasilkan, semakin tinggi pula hara yang
harus diberikan. Sebab bila tanah tidak dicukupi dengan hara yang berasal pupuk,
maka hara yang berasal dari tanah saja yang akan menentukan tingkat hasil
(Abdulrachman et al., 2009).
Pengembalian jerami setelah panen ke lahan sawah sangat jarang
dilakukan oleh petani. Petani cenderung menggunakannya sebagai bahan makan
ternak ataupun dilakukan pembakaran. Padahal pengembalian jerami dapat
dimanfaatkan sebagai pembenah kandungan bahan organik dalam tanah.
Kandungan hara pada jerami pada Tabel 4.8 juga dapat digunakan untuk
meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk anorganik. Menurut Dobermann dan
Fairhurst (2000) sekitar 40 % nitrogen, 30-35% fosfor, 80-85% kalium, dan 40-
50% sulfur terangkut saat panen dan saat dilakukan pembakaran jerami, hara N
hampir semua hilang, 25% P hilang, 20% K hilang, dan 5-60% sulfur hilang pada
jerami panen. Oleh karena itu pengembalian jerami sangat membantu dalam
perbaikan lahan pertanian.
4.7. Hubungan Serapan N, P, dan K Gabah dengan Berat Panen (GKG)

29
Gambar 4.3. Hubungan Serapan N Gabah dengan Hasil Gabah (GKG) (kiri), dan
Hubungan Serapan P Gabah dengan Hasil Gabah (GKG) (kanan).

Peningkatan produktivitas padi juga dipengaruhi oleh serapan hara N oleh


tanaman sehingga pemberian pupuk N sangat dibutuhkan. Menurut Soplanit dan
Nukuhaly 2012 menyatakan bahwa perlakuan pupuk N berpengaruh nyata
terhadap serapan N tanaman. Data korelasi antara serapan N dengan berat gabah
juga memiliki hubungan yang sangat kuat dengan nilai 0,94. Grafik bagian kiri
pada Gambar 4.3. menunjukkan hubungan antara serapan N baik pada gabah
maupun gabah dan Jerami. Dari grafik hubungan antara serapan N gabah dengan
berat gabah dinyatakan dengan persamaan y = -0,0042x2 + 0,3488x – 1,7257 (R²
= 0,9443; n=18; y= berat gabah t GKG ha-1; x= serapan N gabah kg ha-1).
Serapan P sangat dipengaruhi oleh kondisi tanah dan jumlah hujan selama
masa tanam. Serapan P gabah dan berat gabah pada lahan sawah tadah hujan
memiliki hubungan yang kuat dengan niai korelasi 0,77. Grafik bagian kanan
pada Gambar 4.3. menunjukkan hubungan serapan P gabah dengan berat gabah
dinyatakan persamaan y = -0,0029x2 + 0,2744x – 0,8236 (R² = 0,7537; n=6; y=
berat gabah t GKG ha-1; x= serapan P gabah kg ha-1). Sedangkan Hubungan
serapan K dengan berat gabah berbeda dengan hara N maupun P. Hubungan
serapan K memiliki hubungan yang lebih rendah dalam peningkatan berat gabah.
Serapan K gabah dengan berat gabah memiliki hubungan yang lemah dengan nilai
korelasi 0,27.

4.8. Efisiensi Agronomi N, P dan K


Efisiensi pemberian pupuk pada lahan penelitian dapat dilakukan dengan
mengetahui Efisiensi agronomi. Fairhurst et al. (2007) menyatakan bahwa
penggunaan pupuk akan menjadi efisiensi apabila (1) sebagian besar pupuk yang
diberikan dapat diserap oleh tanman dan (2) terdapat peningkatan hasil untuk
setiap pupuk yang diberikan.
Tabel 4.9. Nilai Efisiensi Agronomis N,P dan K
Unsur Hara Nitrogen Fosfor Kalium
Efisiensi Agronomis
(kg kg-1) 18.4 -10.5 1.83

30
Pada nilai efisiensi agronomi (Tabel 4.8) pada lahan penelitian diketahui
bahwa nilai efisiens pupuk N adalah 18,4 kg kg-1 hal ini menunjukkan bahwa
setiap kg pupuk N yang ditambahkan mampu memberikan tambahan hasil gabah
sebanyak 18,4 kg. Hasil penelitian Doberman et al (2004) menyatakan bahwa
nilai optimal efisiensi agronomi N ditingkat petani berkisar antara 18-25 kg kg-1.
Nilai maksimum 25 dapat dicapai dengan pengelolahan tanaman yang maksimal
dan kondisi iklim yang mendukung ( radiasi matahari yang tinggi). Pada nilai
efisiensi agronomi pupuk kalium terjadi peningkatan hasil gabah 1,83 kg gabah
untuk setiap penambahan kg pupuk kalium. Peningkatan hasil yang terjadi karena
penambahan hara K tidak terjadi peningkatan hasil yang besar. Selain itu menurut
Roberts (2008) menyatakan pemberian pupuk tepat jumlah, waktu, dan tempat
akan meningkatkan efisiensi pemupukan.
Sedangkan nilai efisiensi untuk pupuk fosfor memliki nilai -10,5 kg kg-1,
yang berarti bahwa penambahan pupuk akan menurunkan hasil panen gabah pada
lahan penelitian. Hal ini menujukkan bahwa tanah memiliki kadar P yang cukup
atau jenuh sehingga penambahan pupuk fosfor tidak terlalu diperlukan karena
penambahan akan mengakibatkan penekanan terhadap unsur hara lain. Menurut
Haefele et al. (2000) dalam Susanto (2013) Masih rendahnya efisiensi
penggunaan pupuk dan penyeragaman takaran pemupukan akan berdampak pada
penurunan produktivitas dan keuntungan usaha tani padi.
Untuk mencapai keseimbangan hara dalam tanah dapat dilakukan dengan
penerapan pemberian pupuk N, P, dan K sesuai dengan hara yang terangkut oleh
panen (Tabel 4.8) yaitu 33,9 - 69,3 kg N ha-1, 18,4 – 64,5 kg P ha-1, dan 70 - 129
kg K ha-1 , hilang menjadi gas, maupun karena leaching. Menurut Dobermann dan
Fairhust (2000) hilang N menjadi gas sekitar 50-100 kg N ha-1 dan hilang melalui
leaching sekitar 10-15 kg N ha-1, 1-2 kg P ha-1, dan 10-20 kg K ha-1. Sehingga
terjadinya keseimbangan hara dalam tanah yang mengakibatkan meningkatnya
efisiensi pemupukan dan mengurangi terjadinya resiko lingkungan akibat
kelebihan hara yang berpotensi meracun.

31

Anda mungkin juga menyukai