Pendahuluan
Perlindungan perempuan dan anak dalam hukum keluarga
di negara-negara Muslim telah berkembang ke arah yang lebih
baik, seperti yang dibuktikan di beberapa wilayah seperti Timur
Tengah, Afrika Utara, Asia Selatan, dan Asia Tenggara. Di
Malaysia, upaya hukum telah dilakukan untuk melindungi
perempuan dan anak-anak melalui pencatatan pernikahan sejak
tahun 1980-an. Pernikahan yang tidak dicatatkan secara resmi oleh
negara dianggap tidak sah dan melanggar hukum, di mana pelakunya
dapat didenda sebanyak RM 1000 (sekitar Rp3.390.000,00) dan
dijatuhi hukuman penjara maksimal enam bulan (Harisudin &
Choriri, 2021; 471-495).
Selain itu, Brunei Darussalam telah memberlakukan
Undang-Undang Hukum Keluarga Islam, yang mengatur
pencatatan pernikahan. Menurut undang-undang ini, pasangan
suami istri yang tidak mendaftarkan pernikahan mereka dapat
didenda sebesar DB$ 1.000 - DB$ 2.000 (sekitar Rp2.400.000 -
Rp4.800.000) dan dijatuhi hukuman penjara 3-6 bulan. Sebagai
kebijakan pemerintah di Indonesia, UU Perkawinan 1974 dan
Kompilasi Hukum Islam (KHI) 1991 bertujuan untuk melindungi
perempuan dan anak-anak dengan mencatatkan pernikahan.
Menurut Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1975, para pencatat
pernikahan dapat dipenjara selama tiga bulan dan didenda
sebesar Rp7.500, sementara pasangan yang menikah didenda
sebesar Rp7.500. Kasus pencatatan pernikahan ilegal juga memicu
keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi tahun 2012 tentang status
anak yang memiliki hubungan perdata dengan ayah biologisnya
(Heaton & Cammack, 2011; Nurlaelawati & Van Huis, 2019:
356-382). Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut pada
dasarnya bertujuan untuk melindungi hak-hak anak.
Meskipun demikian, kekerasan terhadap perempuan dan anak
terus meningkat setiap tahunnya baik di perkotaan maupun di
pedesaan (Hafsah, 2021:119-130). Oleh karena itu, sebagai negara
hukum, Indonesia melindungi perempuan dan anak melalui UU
Perkawinan 1974, Kompilasi Hukum Islam 1991, dan Peraturan
Mahkamah Agung 2017. Penetapan peraturan perundang-undangan
tersebut telah memberikan kepastian hukum dalam melindungi
perempuan dan anak. Hal ini dapat dilihat dari hak-hak perempuan
AHKAM - Volume 22, Nomor 2, 2022
414 - Fajri M. Kasim, Abidin Nurdin, Salman Abdul Muthalib, Samsinar Syarifuddin, dan Munawwarah
Samad
atas nafkah iddah, nafkah muṭ'ah, waris, dan harta gono-gini (Djawas
et al., 2021: 163-188; Hammad, 2014: 17). Selain itu, anak-anak
dapat dicegah untuk melakukan pernikahan dini,
Metode
Penelitian hukum empiris ini menggunakan teori sosiologi
hukum. Dalam kajian sosiologi hukum, hukum dikenal sebagai
alat kontrol untuk mengatur dan membuat masyarakat menjadi
lebih baik (Ali & Heryani, 2012; Fuady, 2018; Rahardjo, 1980).
Studi lapangan ini dilakukan di Provinsi Aceh pada tahun 2015-
2018, khususnya di Banda Aceh, Aceh Besar, Pidie, Bireuen, dan
Lhokseumawe. Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam
dengan para hakim, akademisi, Kepala Kantor Urusan Agama, keuchik
(kepala desa), tokoh masyarakat, aktivis LSM, dan pengurus
Majelis Adat Aceh (MAA). Selain itu, dilakukan pula studi literatur
terhadap putusan hakim terkait perceraian dalam konteks
perlindungan perempuan dan anak, serta referensi lain yang
relevan.
Perlindungan Anak
Mengenai perlindungan anak setelah perceraian, ada beberapa hal
yang perlu dipertimbangkan, termasuk penyediaan tunjangan hidup
atau biaya hidup dan hak untuk mendapatkan hak asuh atau
AHKAM - Volume 22, Nomor 2, 2022
430 - Fajri M. Kasim, Abidin Nurdin, Salman Abdul Muthalib, Samsinar Syarifuddin, dan Munawwarah
Samad
pengasuhan anak. Namun, dalam hal suami membayar
tunjangan anak kepada istri, hakim memainkan peran penting.
Hakim akan memberikan tunjangan anak meskipun
Kesimpulan
Perceraian tidak diragukan lagi menimbulkan permasalahan
yang kompleks, salah satunya adalah munculnya konsekuensi hukum
bagi pasangan yang bercerai. Mahkamah Syar'iyah di Aceh, melalui
hakim sebagai bagian utama dari struktur hukum dan aktor sosial,
telah berusaha melindungi perempuan dan anak yang tercermin dalam
putusan-putusannya. Perlindungan terhadap perempuan meliputi hak-
hak setelah perceraian, seperti nafkah iddah, nafkah muṭ'ah, nafkah
māḍiyah, harta gono-gini, dan hak asuh anak. Perlindungan anak
terdiri dari hak untuk mendapatkan biaya hidup, perwalian, dan
pengasuhan dari orang tua. Selain itu, Kepala Urusan Agama dan
tokoh masyarakat juga telah berupaya mencegah terjadinya
perceraian agar perempuan dan anak tetap mendapatkan hak-
haknya melalui keluarga yang utuh. Teori sosiologi hukum, dalam
konteks substansi dan struktur hukum, menekankan hukum sebagai
sarana pengendalian masyarakat, karena dapat menciptakan
kedamaian dan ketertiban. Tujuan tersebut dapat tercapai karena
substansi hukum atau aturan perundang-undangan dapat
diterapkan oleh Mahkamah Syariah untuk melindungi perempuan
dan anak. Dengan demikian, sebagai kelompok rentan, perempuan
dan anak dapat merasakan keadilan dan memperoleh hak-
haknya secara bermartabat.
Referensi
AHKAM - Volume 22, Nomor 2, 2022
444 - Fajri M. Kasim, Abidin Nurdin, Salman Abdul Muthalib, Samsinar Syarifuddin, dan Munawwarah
Samad
Al-Ṣābūnī, M. 'Alī. (1979). al-Mawārith fi al-Sharī'ah al-Islāmiyyah. 'Alīm al-
Kutub.
Ali, A., & Heryani, W. (2012). Sosiologi Hukum: Kajian Empiris Terhadap
Pengadilan, cet. Ke-1. In 1. Jakarta: Kencana.
Ash-Shiddieqy, T. M. H. (2010). Fiqh Mawarits: Hukum Pembagian Warisan
Menurut Syariat Islam. Pustaka Rizki Putra.
Bedner, A., & Van Huis, S. (2010). Pluralitas Hukum Perkawinan dan
Pencatatan Perkawinan bagi Umat Islam di Indonesia: Sebuah
Pembelaan terhadap Pragmatisme. Utrecht Law Review, 6(2), 175-191.
http://www.utrechtlawreview.org.
Cammack, M., Young, L. A., & Heaton, T. B. (1997). Kajian Empiris terhadap
Hukum Perceraian di Indonesia. Studia Islamika, 4(4).
https://doi.org/https:// doi.org/10.15408/sdi.v4i4.766.
Daud, M. K., & Akbar, R. (2020). Hareuta Peunulang: Perlindungan
Perempuan di Aceh Menurut Hukum Adat dan Hukum Islam. Samarah:
Jurnal Hukum Keluarga dan Hukum Islam, 4(1), 259-281.
https://doi.org/http://dx.doi. org/10.22373/sjhk.v4i1.5921
Putusan Pengadilan Syariah Lhokseumawe, 215/Pdt.G/2015/MS.Lsm. (n.d.).
Putusan Mahkamah Syariah Sigli, 071/Pdt.G/2014/MS.Sgi. (n.d.).
Putusan Mahkamah Syariah Bireuen, 0252/Pdt.G/201fi/MS.Bir. (n.d.).
Putusan Mahkamah Syariah Meulaboh, 00fi4/Pdt.G/201fi/MS.MBO. (n.d.).
Putusan Mahkamah Syariah Sabang, 048/Pdt.P/2014/MS-Sab. (n.d.).
Devy, S., & Suci, D. M. (2020). Pelaksanaan Eksekusi Putusan Pemberian
Nafkah Maḍiyah Pasca Perceraian Menurut Hukum Islam (Studi Kasus di
Mahkamah Syar'iyyah Banda Aceh). Samarah: Jurnal Hukum Keluarga dan
Hukum Islam, 4(2), 416-442. https://doi.org/http://dx.doi.
org/10.22373/sjhk.v4i2.6179.
Djawas, M., Nadhiran, H., Samad, S. A. A., Mubarrak, Z., & Azizi, M.
A. (2022). Menciptakan Ketahanan Keluarga di Indonesia: Sebuah
Studi tentang Program "Bimbingan Perkawinan" di Aceh dan
Sumatera Selatan. AL-IHKAM: Jurnal Hukum & Pranata Sosial, 17(1),
299-324. https://doi.org/org/10.19105/ al-lhkam.v17i1.6150.
Djawas, M., Ridhwan, R., Devy, S., & Husna, A. (2021). Peran Pemerintah
dalam Menurunkan Angka Perceraian di Indonesia: Kasus Aceh dan
Sulawesi Selatan. Ahkam: Jurnal Ilmu Syariah, 21(1).
https://doi.org/10.15408/ ajis.v21i1.20870.
Fatonah, Y. S. U. dan S. (2015). Evaluasi Strategi Komunikasi Konselor BP4
dalam Mencegah Perceraian. CHANNEL: Jurnal Komunikasi, fi(2). https://
doi.org/http://dx.doi.org/10.12928/channel.v3i2.3276.
Fuady, M. (2018). Metode Penelitian Hukum: Pendekatan Teori dan Konsep.
Rajawali Pers
Hafsah. (2021). Perlindungan Hukum terhadap Anak dari Kekerasan dalam
Rumah Tangga di Masyarakat Perkotaan Indonesia pada Masa Pandemi
Covid-19. Jurnal Internasional Ilmu Hukum Pidana, 16(2).
https://doi.org/10.5281/zenodo.4756065.
Hammad, M. (2014). Hak-Hak Perempuan Pasca Perceraian: Nafkah Iddah
Talak dalam Hukum Keluarga Muslim Indonesia, Malaysia, dan Yordania. Al-
Salma, A., Elfia, A., & Djalal, A. (2017). Perlindungan Hukum bagi Perempuan
dan Anak (Analisis Putusan Hakim Tentang Nafkah Madhiyah
Pada Pengadilan Agama di Sumatera Barat). Istinbath, 16(1), 106-208.
https:// doi.org/org/10.20414/ijhi.v16i1.77
Salwa, S., Hakim, komunikasi pribadi, 23 Desember 2015
Sari, D. P., Jaswir, I., & Daud, M. (2021). Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Keberhasilan Implementasi MS1500 oleh Industri
Makanan Halal Malaysia. Jurnal Riset Halal Internasional.
http://www.ijhalal.org/index.php/hr/article/view/32
Soekanto, S. (2006). Pengantar penelitian hukum. Penerbit Universitas Indonesia
(UI-Press).
Suadi, A. (2018). Peranan Peradilan Agama dalam Melindungi Hak Perempuan
dan Anak Melalui Putusan yang Memihak dan Dapat Dilaksanakan.
Jurnal Hukum Dan Peradilan, 7(3). https://
doi.org/10.25216/Jhp.7.3.2018.353-374
Duad Syam, Tokoh Adat, komunikasi pribadi, 27 Desember 2018. Yanti.
(2020). Perceraian di Luar Pengadilan Agama untuk Perguruan Tinggi
(Pascasarjana). Al-IHKAM: Jurnal Hukum Keluarga Jurusan Ahwal Al-
Syakhshiyyah Fakultas Syariah IAIN Mataram, 12(1). https://doi.org/https://
doi.org/10.20414/alihkam.v12i1.2255.
Zuhri. (2016). Peranan BP4 dalam Mengendalikan Perceraian di Kecamatan
Sangkapura Pulau Bawean Kab. Gresik, Cendikia, : : Jurnal Studi Keislaman,
2(1). https://doi.org/https://doi.org/10.37348/cendekia.v2i1.19.