Anda di halaman 1dari 10

MENTERI KETENAGAKERJAAN

REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI KETENAGAKERJAAN


REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 88 TAHUN 2023
TENTANG
PEDOMAN PENCEGAHAN DAN PENANGANAN
KEKERASAN SEKSUAL DI TEMPAT KERJA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang a . b a h w a se t i a p o r an g b e r h a k me n d a p a t k a n p e l i n d u n g a n
dari kekerasan seksual dan bebas dari perlakuan yang
merendahkan derajat dan martabatnya di tempat kerja;
b. bahwa kekerasan seksual bertentangan dengan nilai
ketuhanan dan kemanusian serta mengganggu
keamanan dan keharmonisan hubungan kerja di
tempat kerja;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana


dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu
menetapkan Keputusan Menteri Ketenagakerjaan
tentang Pedoman Pencegahan dan Penanganan
Kekerasan Seksual di Tempat Kerja;

Mengingat 1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang


Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4279);
2

2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak


Pidana Kekerasan Seksual (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2022 Nomor 120, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6792);
3. P e r a t u r a n Pr e si d e n N o mo r 9 5 T a h u n 2 0 2 0 t e n t a n g
Kementerian Ketenagakerjaan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 213);
4. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 1 Tahun
2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Ketenagakerjaan (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2021 Nomor 108);

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI KETENAGAKERJAAN TENTANG
PEDOMAN PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KEKERASAN
SEKSUAL DI TEMPAT KERJA.

KESATU Pedoman Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual


di Tempat Kerja yang selanjutnya disebut Pedoman
sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri ini.
KEDUA Pedoman sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESATU
dimaksudkan untuk memberikan petunjuk teknis agar
pelaksanaan pencegahan dan penanganan kekerasan
seksual di tempat kerja dapat dilakukan secara optimal dan
d a p a t me n j a g a h u b u n g a n i n d u st r i a l ya n g h a r mo n i s d a n
produktif.
KETIGA Pedoman sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESATU
merupakan panduan dalam melaksanakan pencegahan dan
penanganan kekera san sek sual di t e mpat kerja teruta ma
bagi pengusaha/ perusahaan, pekerja/ buruh, serikat
pekerja/ serikat buruh, dan pihak terkait lainnya di tempat
kerja, serta kementerian dan dinas yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan
provinsi/ kabupaten/ kota.
3

KEEMPAT : Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal


ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
p a d a t a n gg a l 2 9 M e i 2 0 2 3

MENTERI KETENAGAKERJAAN
REPUBLIK INDONESIA,

, 4t>4. , ,

A=
.,_. ■ki YAH
4

LAMPIRAN
KEPUTUSAN MENTERI KETENAGAKERJAAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 88 TAHUN 2023
TENTANG PEDOMAN PENCEGAHAN DAN
PENANGANAN KEKERASAN SEKSUAL
DI TEMPAT KERJA

PEDOMAN PENCEGAHAN DAN PENANGANAN


KEKERASAN SEKSUAL DI TEMPAT KERJA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Konstitusi Negara Republik Indonesia telah meletakkan landasan
hukum yang tegas bahwa setiap warga negara berhak atas pekerjaan
dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Hal ini sebagaimana
diatur dalam Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Ketentuan tersebut dimaknai bahwa
setiap warga negara berhak dalam pekerjaannya maupun
p e n g h i d u p a n n y a d i p e r l a k u k a n s e s u a i d e n g a n h a r k a t d a n ma r t a b a t
sebagai seorang manusia. Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 juga
menyatakan bahwa setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi,
k e l u a r g a , k e h o r m a t a n , m a r t a b a t , se r t a b e r h a k a t a s r a s a a ma n d a n
perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak
berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi. Ketentuan ini dimakn ai
termasuk juga pelindungan terhadap perlakuan kekerasan seksual.

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan


(UU 13/2003) mengatur bahwa setiap pekerja/ buruh mempunyai hak
untuk memperoleh pelindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja,
moral dan kesusilaan, dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan
martabat manusia serta nilai -nilai agama. Selain ketentuan tersebut,
terdapat ketentuan dalam peraturan perundang -undangan lainnya yang
memberikan pelindungan dari tindakan kekerasan seksual , antara lain
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana
-5

Kekerasan Seksual, Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan


Perlindungan Anak Nomor 1 Tahun 2020 tentang Penyediaan Rumah
Perlindungan Pekerja Perempuan di Tempat Kerja yang telah diubah
s eb ag ia n d en ga n P era tur a n Men te ri P e mber d a yaa n P ere mpu a n da n
P e r l i n d u n g a n A n a k N o m o r 1 T a h u n 2 0 2 3 , d a n P e r a t u r a n M e n t e ri
Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nomor 30 Tahun 2021
tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan
Perguruan Tinggi. Dari beberapa peraturan tersebut di atas,
menu njukkan bahw a negara me mb erikan jaminan at as p elindungan
terhadap segala perbuatan yang dapat menurunkan harkat dan
m a r t a b a t ma n u si a t e r ma s u k t i n d a k a n k e k e r a sa n se k s u a l d i t e m p a t
kerja.

Berdasarkan perkembangan data dalam Sistem Informasi Online


Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA) di Kementerian
Pemberdayaa n Perempuan dan Perlindungan Anak, diketahui bahwa
kasus kekerasan seksual mengalami kenaikan pada kurun 3 (tiga) tahun
terakhir. Terkait kekerasan seksual yang khususnya terjadi di tempat
k e r j a j u g a me n u n ju k k a n d a t a k a su s d a n k o r b a n ya n g re l a t i f b e sa r .
Kondisi ini cukup memprihatinkan karena akan mempengaruhi kondisi
kerja dan hubungan kerja antara pekerja/ buruh dan pengusaha.

Korban kekerasan seksual pada umumnya akan mengalami


dampak psikologis antara lain merasa malu, kaget, menyalahkan diri
sendiri, marah, frustasi, bingung, depresi, dan mengisolasi diri. Kondisi
korban kekerasan seksual yang bisa saja terjadi pada pekerja/ buruh,
pengusaha atau pihak-pihak terkait ini akan mempengaruhi kinerja dan
menciptakan hubungan kerja yang tidak kondusif, sehi ngga
mengganggu kenyamanan dalam bekerja dan berusaha.

Pada tahun 2011, Kementerian Ketenagakerjaan telah


me ner bi tk an S ur at Ed ar an Men te ri T en ag a K er ja da n T ran smi gra s i
Nomor SE.03/ MEN/IV/ 2011 tentang Pedoman Pencegahan Pelecehan
Seksual di Tempat Kerja. Dengan perkembangan kondisi dan tantangan
saat ini, Surat Edaran tersebut perlu dilakukan penyesuaian. Terlebih
dengan telah diundangkannya Undang -Undang Nomor 12 Tahun 2022
tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, maka materi muatan dalam
S u r a t E d a r a n t e r seb u t p e r l u d i l a k u k an si n k r o n i sa si d a n p e n g u a t a n
berupa pedoman teknis yang dapat digunakan sebagai acuan bersama
dalam pencegahan dan penanganan kekerasan seksual oleh
6

pengusaha/ perusahaan, pekerja/ buruh, serikat pekerja/ serikat buruh,


dan pihak terkait lainnya di tempat kerja, serta kementerian dan dinas
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
ketenagakerjaan provinsi/kabupaten/kota, yaitu dalam bentuk
Keputusan Menteri Ketenagakerjaan tentang Pedoman Pencegahan dan
Penanganan Kekerasan Seksual di Tempat Kerja.

B . Tujuan
1. Memberikan acuan dalam upaya pencegahan, penanganan, dan
pelindungan dari segala bentuk kekerasan seksual di tempat kerja.
2. Mewujudkan lingkungan kerja yang kondusif, harmonis, aman,
n ya man d a n b eb a s d ari t in da k an k ek era sa n sek sua l di t e mpa t
kerja.

C. Ruang Lingkup
Pedoman ini meliputi:
1. H a l - h a l y a n g t e r k a i t k e k e r a s a n se k s u a l d i t e mp a t k e r j a y a n g
mencakup bentuk, pelaku, korban, dan lingkup terjadinya
kekerasan seksual di tempat kerja;
2. Pencegahan kekerasan seksual di tempat kerja yang mencakup
peran para pihak dan upaya pencegahannya;
3. Pengaduan, penanganan, dan pemulihan korban kekerasan
seksual di tempat kerja; dan
4. Satuan tugas pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di
temp at kerja yang men cakup pe mbent ukan, keanggotaa n serta
tugas dan fungsi satuan tugas.

D. Pengertian
1. Kekerasan Seksual adalah setiap perbuatan merendahkan,
menghina, melecehkan dan/atau menyerang tubuh dan/atau
fungsi reproduk si seseorang, k arena ketimp angan relasi kuas a
dan/atau gender, yang berakibat atau dapat berakibat penderitaan
psikis dan/atau fisik termasuk yang mengganggu kesehatan
reproduksi seseorang dan hilang kesempatan bekerja dengan aman
dan optimal.
-7

2. Pel e ce ha n S e ksu al ad al ah seg al a t in da ka n se k su al ya n g ti da k


d i i n g i n k a n , p e r mi n t a a n u n t u k m e l a k u k a n p e r b u a t a n s e k su a l ,
tindakan lisan atau fisik atau isyarat yang bersifat seksual, atau
perilaku lain apapun yang bersifat seksual, yang membuat
seseorang merasa tersinggung, dipermalukan dan/ atau
terintimidasi sehingga tindakan tersebut mengganggu kondisi dan
lingkungan kerja.

3. Tempat Kerja adalah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau


terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja bekerja, atau
yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperlua n suatu usaha
dan dimana terdapat sumber atau sumber -sumber bahaya
termasuk semua ruangan, lapangan, halaman dan sekelilingnya
yang merupakan bagian -bagian atau yang berhubungan dengan
Tempat Kerja tersebut.
4. Korban adalah orang yang mengalami penderitaan f isik, mental,
kerugian ekono mi, dan/atau k erugian sosi al yang di aki batkan
tindak pidana Kekerasan Seksual.

5. Pelaku adalah orang yang melakukan perbuatan Kekerasan


Seksual di Tempat Kerja.
6. Pencegahan adalah segala tindakan atau usaha yang dilakukan
untuk menghilangkan berbagai faktor yang menyebabkan
terjadinya tindak pidana Kekerasan Seksual dan keberulangan
tindak pidana Kekerasan Seksual.
7. Pemulihan adalah segala upaya utuk mengembalikan kondisi fisik,
mental, spiritual, dan sosial Korban.
8. Pekerja/Buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima
upah atau imbalan dalam bentuk lain.

9. Serikat Pekerja/Serikat Buruh adalah organisasi yang dibentuk


dari, oleh, dan untuk Pekerja/Buruh baik di Perusahaan maupun
di luar Perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri,
demokratis dan bertanggung jawab guna memperjuangkan,
membela serta melindungi hak dan kepentingan Pekerja/ Buruh
serta meningkatkan kesejahteraan Pekerja/ Buruh dan
keluarganya.
10. P e n g u s a h a a d a l a h :
a. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang
menjalankan suatu Perusahaan milik sendiri;
8

b. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang


secara berdiri sendiri menjalankan Perusahaan bukan
miliknya;
c. orang perseorangan, per sekutuan, atau badan hukum yang
berada di Indonesia mewakili Perusahaan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan di luar
wilayah Indonesia.
11. Perusahaan adalah:

a. setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik


orang perseorang an , milik p ersekutu a n, atau milik ba da n
hukum, baik milik swasta maupun milik negara yang
mempekerjakan Pekerja/Buruh dengan membayar upah atau
imbalan dalam bentuk lain;

b. usaha-usaha sosial dan usaha -usaha lain yang mempunyai


pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar
upah atau imbalan dalam bentuk lain.
12. Perjanjian Kerja adalah perjanjian antara Pekerja/Buruh dengan
Pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat -syarat kerja,
hak, dan kewajiban para pihak.
13. Peraturan Perusahaan adalah peraturan yang dibuat secara tertulis
oleh Pengusaha yang memuat syarat -syarat kerja dan tata tertib
Perusahaan.

14. Perjanjian Kerja Bersama adalah perjanjian yang merupakan hasil


perundingan antara Serikat Pekerja/ Serikat Buruh atau beberapa
Serikat Pekerja/ Serikat Buruh yang tercatat pada instansi yang
bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan Pengusaha,
atau beberapa Pengusaha atau perkumpulan Pengusaha yang
memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban kedua b elah pihak.

15. Lembaga Kerja Sama Bipartit yang selanjutnya disebut LKS Bipartit
adalah forum komunikasi dan konsultasi mengenai hal -hal yang
berkaitan dengan hubungan industrial di satu Perusahaan yang
anggotanya terdiri dari Pengusaha dan Serikat Pekerja/ Serikat
Buruh yang sudah tercatat di instansi yang bertanggung jawab di
bidang ketenagakerjaan atau unsur Pekerja/Buruh.
9

BAB II
KEKERASAN SEKSUAL DI TEMPAT KERJA

A . B e n t u k K e k e r a sa n S e k s u a l

1. Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak


Pidana Kekerasan Seksual ada 9 (sembilan) bentuk tindakan
Kekerasan Seksual, yaitu:
a. Pelecehan Seksual nonfisik;
b. Pelecehan Seksual fisik;
c. pemaksaan kontrasepsi;
d. pemaksaan sterilisasi;
e. pemaksaan perkawinan;
f. penyiksaan seksual;
g. eksploitasi seksual;
h. perbudakan seksual; dan
i. Kekerasan Seksual berbasis elektronik.
2 . K e k e r a sa n S e k s u a l me r u p a k a n si k a p / p e r n ya t a a n / t i n da k a n ya n g
merendahkan martabat manusia. Oleh sebab itu, bisa berdampak
negatif baik pada Korban maupun lingkungan kerjanya.
Di bawah ini be ber apa bentuk K ekerasan Seksu al yang ser ing
terjadi di Tempat Kerja:

a . P e l e c e h a n S e k s u a l n o n fi si k , m e r u p a k a n p e r b u a t a n s e k su a l
secara non fisik ya ng ditujukan terha dap tubuh, keingin an
seksual, dan/ atau organ reproduksi dengan maksud
me r e n d a h k a n h a r ka t d a n ma r t a b a t se se o r a n g b e r d a sa rk a n
seksualitas dan/ atau kesusilaannya, antara lain:

1) pelecehan verbal atau lisan yang merupakan komentar


bernada seksual, lelucon yang bersifat ofensif, ungkapan
yang bersifat menghina mengenai kehidupan pribadi atau
bagian tubuh atau penampilan seseorang;

2) pelecehan isyarat atau visual yang merupakan bahasa


tubuh dan/atau gerakan tubuh yang menyiratkan
sesuatu yang bersifat seksual, mendelik, mengerling atau
bersiul yang dilakukan berulang -ulang, isyarat dengan
jari, dan menjilat bibir serta melirik atau men atap penuh
nafsu;
10 -

3 ) p e l e c e h a n p si k o l o g i s a t a u e m o si o n a l y a n g m e r u p a k a n
pemintaan, ajakan rayuan yang berulang -ulang dan tidak
diinginkan, ajakan kencan yang tidak diharapkan,
penghinaan atau celaan yang bersifat seksual.

b. Pelecehan Seksual fisik, merupakan perbuatan seksual secara


fi si k y a n g d i t u j u k a n t e r h a d a p t u b u h , k e i n g i n a n se k s u a l ,
d a n / a t a u o r g a n r e p r o d u k s i d e n g a n m a k su d m e r e n d a h k a n
harkat dan martabat seseorang berdasarkan seksualitas,
antara lain mencium, menepuk, men cubit, dan menempelkan
tubuh penuh nafsu.
c. Kekerasan Seksual berbasis elektronik, dilakukan oleh Pelaku
yang tanpa hak:
1) melakukan perekaman dan/atau mengambil gambar
atau tangkap an la yar yang ber muatan seksual di luar
kehendak atau tanpa persetujuan orang yang menjadi
objek perekaman atau gambar atau tangkapan layar;

2) mentransmisikan informasi elektronik dan/atau


d o k u me n e l e k t r o n ik ya n g b e r mu a t a n se k su a l d i l u a r
kehendak penerima yang ditujukan terhadap keinginan
seksual; dan/atau

3) melakukan penguntitan dan / atau pelacakan


meng gunakan sist e m ele ktronik terhad ap orang yang
me n j a d i o b ye k d a l a m i n fo r ma si / d o k u m e n e l e k t r o n i k
untuk tujuan seksual.

B. Pelaku Kekerasan Seksual


Pelaku Kekerasan Seksual di Tempat Kerja dalam Pedoman ini adalah
p i h a k ya n g d i a d u k a n me l i p u t i P e n g u sa h a , P e k e r j a / B u r uh , d a n / a t a u
pihak terkait lainnya yang sedang berada di Tempat Kerja.

C. Korban Kekerasan Seksual

Korban Kekerasan Seksual di Tempat Kerja meliputi Pekerja/Buruh,


Pengusaha, dan/atau pihak terkait lainnya yang sedang berada di
Tempat Kerja.

Anda mungkin juga menyukai