Anda di halaman 1dari 58

PERATURAN BUPATI PURWOREJO

NOMOR 86 TAHUN 2018


TENTANG

PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PURWOREJO,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan kepastian


hukum dan tertib administrasi dalam pengelolaan
keuangan desa, telah diterbitkan Peraturan Bupati
Purworejo Nomor 16 Tahun 2015 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Desa sebagaimana telah
diubah beberapa kali, terakhir dengan Peraturan
Bupati Purworejo Nomor 14 Tahun 2017 tentang
Perubahan Ketiga Atas Peraturan Bupati Purworejo
Nomor 16 Tahun 2015 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Desa;

b. bahwa sejalan dengan perkembangan keadaan dan


adanya perubahan peraturan perundang-
undangan yang mengatur pengelolaan keuangan
desa, maka Peraturan Bupati sebagaimana
dimaksud pada huruf a sudah tidak sesuai lagi,
sehingga perlu diganti dengan menerbitkan
Peraturan yang baru;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana


dimaksud pada huruf a dan huruf b serta untuk
melaksanakan ketentuan Pasal 23 ayat (6), Pasal
28 ayat (5), Pasal 40 ayat (3), Pasal 44 ayat (5)
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun
2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa, perlu
menetapkan Peraturan Bupati tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Desa;

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara


Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang
Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten dalam
lingkungan Propinsi Jawa Tengah;
3. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang
Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2014 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5495);
4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5587), sebagaimana telah diubah beberapa kali,
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun
2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5679);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014
tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor
123, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5539), sebagaimana diubah
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun
2015 tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 43 Tahun 2104 tentang
Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 157,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5717);
6. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun
2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor
611);
7. Peraturan Daerah Kabupaten Purworejo Nomor 8
Tahun 2016 tentang Sumber Pendapatan Desa
(Lembaran Daerah Kabupaten Purworejo Tahun
2016 Nomor 8);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG PEDOMAN


PENGELOLAAN KEUANGAN DESA.
BAB I

KETENTUAN UMUM

Bagian Kesatu
Pengertian

Pasal 1

Dalam Peraturan Bupati ini, yang dimaksud dengan:


1. Daerah adalah Kabupaten Purworejo.
2. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan
pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
3. Bupati adalah Bupati Purworejo.
4. Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, yang selanjutnya
disebut DINPERMASDES, adalah Dinas Pemberdayaan
Masyarakat dan Desa Kabupaten Purworejo.
5. Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, yang
selanjutnya disebut Kepala DINPERMASDES, adalah Kepala Dinas
Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Purworejo.
6. Badan Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah, yang
selanjutnya disingkat BPPKAD, adalah Badan Pendapatan,
Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Purworejo.
7. Kepala Badan Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset
Daerah, yang selanjutnya disebut Kepala BPPKAD, adalah Kepala
Badan Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah
Kabupaten Purworejo.
8. Kecamatan adalah Kecamatan di Kabupaten Purworejo.
9. Camat adalah Camat di Kabupaten Purworejo.
10. Kepala Desa adalah Kepala Desa di Kabupaten Purworejo.
11. Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas
wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan
prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional
yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia dan berada di wilayah Kabupaten
Purworejo.
12. Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan
dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem
pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
13. Pemerintah Desa adalah Kepala Desa dibantu Perangkat Desa
sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa.
14. Badan Permusyawaratan Desa, yang selanjutnya disingkat BPD,
adalah lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang
anggotanya merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan
keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis.
15. Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Desa, yang
selanjutnya disingkat PKPKD, adalah Kepala Desa yang karena
jabatannya mempunyai kewenangan menyelenggarakan
keseluruhan pengelolaan keuangan Desa.
16. Pelaksana Pengelolaan Keuangan Desa, yang selanjutnya
disingkat PPKD, adalah Perangkat Desa yang melaksanakan
pengelolaan keuangan Desa berdasarkan Keputusan Kepala Desa
yang menguasakan sebagian kekuasaan PKPKD.
17. Sekretaris Desa adalah Perangkat Desa yang berkedudukan
sebagai unsur pimpinan Sekretariat Desa yang menjalankan tugas
sebagai koordinator PPKD.
18. Kepala Urusan, yang selanjutnya disebut Kaur, adalah Perangkat
Desa yang berkedudukan sebagai unsur staf Sekretariat Desa
yang menjalankan tugas PPKD.
19. Kepala Seksi, yang selanjutnya disebut Kasi, adalah Perangkat
Desa yang berkedudukan sebagai pelaksana teknis yang
menjalankan tugas PPKD.
20. Tim Pengelola Kegiatan, yang selanjutnya disebut TPK Barang/
Jasa, adalah tim yang dibentuk oleh Kepala Desa untuk
melaksanakan kegiatan pengadaan barang/ jasa di Desa.
21. Keuangan Desa adalah semua hak dan kewajiban Desa yang
dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan
barang yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan
kewajiban Desa.
22. Pengelolaan Keuangan Desa adalah keseluruhan kegiatan yang
meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan,
dan pertanggungjawaban keuangan desa.
23. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa, yang selanjutnya
disebut RPJMDesa adalah dokumen perencanaan desa untuk
periode 6 (enam) tahun
24. Rencana Kerja Pemerintah Desa, selanjutnya disebut RKPDesa,
adalah penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Desa untuk jangka waktu 1 (satu) tahun.
25. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, selanjutnya disebut APB
Desa, adalah rencana keuangan tahunan Pemerintahan Desa.
26. Pendapatan adalah semua penerimaan Desa dalam 1 (satu) tahun
anggaran yang menjadi hak Desa dan tidak perlu dikembalikan
oleh Desa.
27. Belanja Desa adalah semua pengeluaran yang merupakan
kewajiban Desa dalam 1 (satu) tahun anggaran yang tidak akan
diterima kembali oleh Desa.
28. Pembiayaan Desa adalah semua penerimaan yang perlu dibayar
kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik
pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun
anggaran berikutnya
29. Swadaya Masyarakat adalah bantuan atau sumbangan dari
masyarakat baik dalam bentuk uang, bahan/material dan non
fisik dalam bentuk tenaga dan pemikiran sebagai bentuk
partisipasi masyarakat terhadap kegiatan pembangunan desa
30. Dana Desa adalah dana yang bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara yang diperuntukkan bagi Desa
yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
31. Alokasi Dana Desa, yang selanjutnya disingkat ADD, adalah dana
perimbangan yang diterima Pemerintah Kabupaten Purworejo
dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten
Purworejo setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus.
32. Kelompok Transfer adalah dana yang bersumber dari Anggaran
Pendapatan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah Provinsi Jawa Tengah dan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah Kabupaten Purworejo.
33. Rekening Kas Desa adalah rekening tempat menyimpan uang
Pemerintahan Desa yang menampung seluruh penerimaan Desa
dan digunakan untuk membayar seluruh pengeluaran Desa dalam
1 (satu) rekening pada bank yang ditetapkan.
34. Dana Cadangan adalah dana yang disisihkan guna mendanai
kegiatan yang memerlukan dana relatif besar yang tidak dapat
dipenuhi dalam satu tahun anggaran.
35. Dokumen Pelaksanaan Anggaran, yang selanjutnya disingkat DPA,
adalah dokumen yang memuat rincian setiap kegiatan, anggaran
yang disediakan, dan rencana penarikan dana untuk kegiatan
yang akan dilaksanakan berdasarkan kegiatan yang telah
ditetapkan dalam APB Desa.
36. Dokumen Pelaksanaan Perubahan Anggaran, yang selanjutnya
disingkat DPPA, adalah dokumen yang memuat perubahan rincian
kegiatan, anggaran yang disediakan dan rencana penarikan dana
untuk kegiatan yang akan dilaksanakan berdasarkan kegiatan
yang telah ditetapkan dalam Perubahan APB Desa dan /atau
Perubahan Penjabaran APB Desa.
37. Dokumen Pelaksanaan Anggaran Lanjutan yang selanjutnya
disingkat DPAL, adalah dokumen yang memuat kegiatan,
anggaran dan rencana penarikan dana untuk kegiatan lanjutan
yang anggarannya berasal dari SiLPA tahun anggaran
sebelumnya.
38. Rencana Anggaran Biaya Pelaksanaan yang selanjutnya disebut
RAB Pelaksanaan, adalah rincian perencanaan pelaksanaan
kegiatan dan anggaran biaya.
39. Rencana Anggaran Kas Desa, yang selanjutnya disebut RAK Desa,
adalah dokumen yang memuat arus kas masuk dan arus kas
keluar yang digunakan mengatur penarikan dana dari rekening
kas untuk mendanai pengeluaran-pengeluaran berdasarkan DPA
yang telah disahkan oleh Kepala Desa.
40. Surat Permintaan Pembayaran, yang selanjutnya disingkat SPP,
adalah dokumen pengajuan untuk mendanai kegiatan pengadaan
barang dan jasa.
41. Pengadaan Barang/Jasa Desa yang selanjutnya disebut
Pengadaan Barang/Jasa, adalah kegiatan untuk memperoleh
barang/jasa oleh Pemerintah Desa, baik dilakukan melalui
swakelola dan/atau penyedia barang/jasa.
42. Penerimaan Desa adalah uang yang berasal dari seluruh
pendapatan desa yang masuk ke APB Desa melalui Rekening Kas
Desa.
43. Pengeluaran Desa adalah uang yang dikeluarkan dari APB Desa
melalui Rekening Kas Desa.
44. Surplus Anggaran Desa adalah selisih lebih antara pendapatan
desa dengan belanja Desa.
45. Defisit Anggaran Desa adalah selisih kurang antara pendapatan
Desa dengan belanja Desa.
46. Sisa Lebih Perhitungan Anggaran, yang selanjutnya disebut SiLPA,
adalah selisih lebih realisasi penerimaan dan pengeluaran
anggaran selama satu periode anggaran.
47. Peraturan Desa adalah peraturan perundang-undangan yang
ditetapkan oleh Kepala Desa setelah dibahas dan disepakati
bersama BPD.
48. Badan Usaha Milik Desa yang selanjutnya disebut BUMDesa
adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya
dimiliki oleh Desa melalui penyertaan secara langsung yang
berasal dari kekayaan Desa yang dipisahkan guna mengelola
aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesar-besarnya
kesejahteraan masyarakat Desa.
49. Sistem Keuangan Desa, yang selanjutnya disebut SISKEUDES,
adalah aplikasi resmi pemerintah yang merupakan alat bantu
dalam pengelolaan keuangan desa berbasis sistem informasi yang
bertujuan untuk memudahkan pemerintah desa melaksanakan
tahapan pengelolaan guna meningkatkan transparansi dan
akuntabilitas pengelolaan keuangan desa.
50. Sistem Informasi Desa, yang selanjutnya disingkat SID, adalah
seperangkat alat dan proses pemanfaatan data dan informasi
untuk mendukung pengelolaan sumberdaya di tingkat desa.
51. Aparat Pengawas Intern Pemerintah, yang selanjutnya disingkat
APIP adalah Inspektorat Kabupaten Purworejo.

Bagian Kedua
Maksud, Tujuan Dan Ruang Lingkup

Pasal 2

Maksud ditetapkannya Peraturan Bupati ini adalah:


a. memberikan dasar hukum bagi Pemerintah Desa dalam
pengelolaan keuangan Desa;
b. memberikan pedoman kepada Pemerintah Desa dalam
pengelolaan keuangan Desa.

Pasal 3

Tujuan ditetapkannya Peraturan Bupati ini adalah:


a. mewujudkan kepastian hukum dalam pelaksanaan pengelolaan
keuangan Desa;
b. mewujudkan tertib administrasi dalam pengelolaan keuangan
Desa.
Pasal 4

Ruang Lingkup pengaturan dalam Peraturan Bupati ini meliputi:


a. asas pengelolaan keuangan Desa;
b. kekuasaan pengelolaan keuangan Desa;
c. APB Desa;
d. pengelolaan keuangan Desa;
e. pembinaan dan pengawasan.

Bagian Ketiga
Asas Pengelolaan Keuangan Desa

Pasal 5

(1) Keuangan Desa dikelola berdasarkan asas transparan, akuntabel,


partisipatif serta dilakukan dengan tertib dan disiplin anggaran.

(2) Transparan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan


prinsip keterbukaan yang memungkinkan masyarakat untuk
mengetahui dan mendapatkan akses informasi seluas-luasnya
tentang keuangan desa.

(3) Akuntabel sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan


kewajiban seseorang untuk mempertanggungjawabkan
pengelolaan dan pengendalian sumber daya dan pelaksanaan
kebijakan yang dipercayakan kepadanya dalam rangka
pencapaian tujuan sesuai kinerja yang telah ditetapkan.

(4) Partisipatif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dimaksudkan


agar dalam pengambilan keputusan pada proses penyusunan dan
penetapan APB Desa harus melibatkan partisipasi masyarakat
sehingga masyarakat mengetahui akan hak dan kewajibannya
dalam pelaksanaan APB Desa.

(5) Tertib dan disiplin anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat


(1), bahwa keuangan desa dikelola secara tepat waktu dan tepat
guna yang didukung dengan bukti-bukti administrasi yang dapat
dipertanggungjawabkan dan dilaksanakan sesuai ketentuan yang
berlaku.

(6) APB Desa merupakan dasar pengelolaan keuangan Desa dalam


masa 1 (satu) tahun anggaran mulai tanggal 1 Januari sampai
dengan tanggal 31 Desember.
BAB II

KEKUASAAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

Bagian Kesatu
PKPKD

Pasal 6

(1) Kepala Desa adalah PKPKD dan mewakili Pemerintah Desa dalam
kepemilikan kekayaan milik Desa yang dipisahkan.

(2) Kepala Desa selaku PKPKD sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
mempunyai kewenangan:
a. menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan APB Desa;
b. menetapkan kebijakan tentang pengelolaan barang milik Desa;
c. melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas
beban APB Desa;
d. menetapkan PPKD;
e. menyetujui DPA, DPPA, dan DPAL;
f. menyetujui RAK Desa; dan
g. menyetujui SPP.

(2) Dalam melaksanakan kekuasaan pengelolaan keuangan Desa


sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala Desa melimpahkan
sebagian kekuasaannya kepada Perangkat Desa selaku PPKD.

(3) Pelimpahan sebagian kekuasaan PKPKD kepada PPKD ditetapkan


dengan Keputusan Kepala Desa.

(4) Dalam hal terjadi kekosongan jabatan Kepala Desa atau Kepala
Desa berhalangan tetap/berhalangan sementara, maka
kedudukan dan kewenangan Kepala Desa sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2), dapat dilaksanakan oleh Penjabat (Pj.)
Kepala Desa.

(5) Dalam hal terjadi kekosongan jabatan Kepala Desa atau Kepala
Desa berhalangan tetap/berhalangan sementara dan belum
diangkat Penjabat (Pj.) Kepala Desa, maka kedudukan dan
kewenangan penanggung jawab pengelolaan keuangan Desa dapat
dilaksanakan oleh Sekretaris Desa.

Bagian Kedua
Pelaksana Pengelolaan Keuangan Desa

Pasal 7

PPKD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) terdiri atas:


a. Sekretaris Desa;
b. Kaur dan Kasi; dan
c. Kaur Keuangan.
Pasal 8

(1) Sekretaris Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7


huruf a, bertugas sebagai koordinator PPKD.

(2) Sekretaris Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai


tugas:
a. mengkoordinasikan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan
APB Desa;
b. mengkoordinasikan penyusunan rancangan APB Desa dan
rancangan perubahan APBDesa;
c. mengkoordinasikan penyusunan rancangan peraturan Desa
tentang APB Desa, perubahan APB Desa, dan
pertanggungjawaban pelaksanaan APB Desa;
d. mengkoordinasikan penyusunan rancangan Peraturan Kepala
Desa tentang Penjabaran APB Desa dan Perubahan
Penjabaran APB Desa;
e. mengkoordinasikan tugas Perangkat Desa lain yang
menjalankan tugas PPKD; dan
f. mengkoordinasikan penyusunan laporan keuangan desa
dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APB Desa.

(3) Selain tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Sekretaris


Desa mempunyai tugas:
a. melakukan verifikasi terhadap DPA, DPPA, dan DPAL;
b. melakukan verifikasi terhadap RAK Desa; dan
c. melakukan verifikasi terhadap bukti penerimaan dan
pengeluaran APB Desa.

Pasal 9

(1) Kaur dan Kasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b


bertugas sebagai pelaksana kegiatan anggaran.

(2) Kaur dan Kasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai
tugas:
a. melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas
beban anggaran belanja sesuai bidang tugasnya;
b. melaksanakan anggaran kegiatan sesuai bidang tugasnya;
c. mengendalikan kegiatan sesuai bidang tugasnya;
d. menyusun DPA, DPPA, dan DPAL sesuai bidang tugasnya;
e. menandatangani perjanjian kerja sama dengan penyedia atas
pengadaan barang/jasa untuk kegiatan yang berada dalam
bidang tugasnya; dan
f. menyusun laporan pelaksanaan kegiatan sesuai bidang
tugasnya untuk pertanggungjawaban pelaksanaan APB Desa.

(3) Pembagian tugas Kaur dan Kasi sebagai pelaksana kegiatan


anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan
berdasarkan bidang tugas masing-masing dan ditetapkan dalam
RKP Desa.
(4) Dalam hal terjadi kekosongan jabatan Kaur atau Kasi, Pelaksana
Kegiatan Anggaran dilaksanakan oleh Pelaksana Tugas.

Pasal 10

(1) Kaur dan Kasi dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 9 ayat (2) dapat dibantu oleh TPK Barang/Jasa dan/
atau Tim Teknis Kegiatan yang karena sifat dan jenisnya tidak
dapat dilakukan sendiri.

(2) TPK Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


mempunyai tugas, wewenang dan kewajiban sesuai ketentuan
pengadaan barang/ jasa di Desa.

(3) Tim Teknis Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


bertugas membantu Kaur atau Kasi dalam pelaksanaan kegiatan
mulai tahapan perencanaan, pelaksanaan, pertanggungjawaban
dan pelaporan antara lain:
a. bersama TPK Barang/Jasa menyusun RAB Pelaksanaan;
b. melaksanakan, mengawasi dan mengendalikan pelaksanaan
teknis kegiatan;
c. melaporkan perkembangan pelaksanaan kegiatan kepada
Kepala Desa melalui Pelaksana Kegiatan Anggaran; dan
d. menyusun dokumen hasil pelaksanaan kegiatan.

(4) Biaya operasional TPK Barang/Jasa dan Tim Teknis Kegiatan


sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3),
dibebankan pada APBDesa dengan mempertimbangkan
kemampuan keuangan desa.

(5) TPK Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berjumlah


1 (satu) Tim, dengan keanggotaan berasal dari unsur Perangkat
Desa, Lembaga Kemasyarakatan Desa dan unsur masyarakat,
yang terdiri atas:
a. ketua;
b. sekretaris; dan
c. anggota.

(6) Tim Teknis Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


berjumlah sesuai kewilayahan atau sesuai kebutuhan dengan
mempertimbangkan kemampuan keuangan Desa, keanggotaan
berasal dari unsur Perangkat Desa, Lembaga Kemasyarakatan
Desa dan unsur masyarakat, yang terdiri atas:
a. ketua;
b. sekretaris; dan
c. anggota.

(7) Perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6)
yaitu pelaksana kewilayahan.
(8) Pembentukan TPK Barang/Jasa dan Tim Teknis Kegiatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diusulkan pada saat
penyusunan RKP Desa.

(9) TPK Barang/Jasa dan Tim Teknis Kegiatan sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Kepala
Desa.

Pasal 11

(1) Kaur Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf c


melaksanakan fungsi kebendaharaan.

(2) Kaur Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mempunyai


tugas:
a. menyusun RAK Desa; dan
b. melakukan penatausahaan yang meliputi menerima,
menyimpan, menyetorkan/membayar, menatausahakan, dan
mempertanggung jawabkan penerimaan pendapatan Desa dan
pengeluaran dalam rangka pelaksanaan APB Desa.

(3) Kaur Keuangan dalam melaksanakan fungsi kebendaharaan


memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak Pemerintah Desa.

(4) Kaur Keuangan sebagai wajib pungut pajak, melakukan


pemungutan, penyetoran dan pelaporan pajak.

BAB III

APB DESA

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 12

(1) APB Desa terdiri dari:


a. pendapatan Desa;
b. belanja Desa; dan
c. pembiayaan Desa.

(2) Pendapatan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a


diklasifikasikan menurut kelompok, jenis dan objek pendapatan.

(3) Belanja Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b


diklasifikasikan menurut bidang, sub bidang, kegiatan, jenis
belanja, objek belanja, dan rincian objek belanja.

(4) Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c


diklasifikasikan menurut kelompok, jenis dan objek pembiayaan.
Pasal 13

(1) Pendapatan Desa, belanja Desa, dan pembiayaan Desa diberi


Kode Rekening.

(2) Penambahan atau perubahan kode rekening atau nama kegiatan


yang diakibatkan adanya program/ kegiatan baru dan/atau diatur
lain dalam ketentuan peraturan perundang-undangan, dapat
dilakukan berdasarkan usulan tertulis dari Kepala Desa kepada
Bupati melalui Camat.

Bagian Kedua
Pendapatan

Pasal 14

Pendapatan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1)


huruf a, terdiri atas kelompok:
a. pendapatan asli Desa;
b. transfer; dan
c. pendapatan lain-lain.

Pasal 15

(1) Kelompok pendapatan asli Desa sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 14 huruf a, terdiri atas jenis:
a. hasil usaha;
b. hasil aset;
c. swadaya, partisipasi dan gotong royong; dan
d. lain-lain pendapatan asli desa

(2) Hasil usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a antara
lain hasil bagi hasil BUM Desa dan/atau hasil usaha desa
lainnya.

(3) Hasil aset sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah
hasil dari pengelolaan aset Desa selain aset desa yang dipisahkan
sebagai penyertaan modal BUM Desa, terdiri atas:
a. tanah kas Desa;
b. tambatan perahu;
c. pasar Desa;
d. tempat pemandian umum;
e. jaringan irigasi Desa
f. pelelangan ikan milik Desa;
g. kios milik Desa;
h. lapangan/prasarana olahraga milik Desa;
i. pasar hewan milik Desa;
j. objek wisata yang dikelola Desa;
k. bangunan milik Desa;
l. tempat pelelangan hasil pertanian;
m. hutan milik Desa;
n. mata air milik Desa;
o. tempat parkir Desa;
p. aset lainnya milik Desa.

(5) Aset lainnya milik Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
huruf p, terdiri atas:
a. kekayaan Desa yang dibeli atau diperoleh atas APB Desa;
b. kekayaan Desa yang diperoleh dari hibah dan sumbangan atau
yang sejenis;
c. kekayaan Desa yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari
perjanjian/kontrak dan lain-lain sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan;
d. hasil kerja sama Desa; dan
e. kekayaan Desa yang berasal dari perolehan lainnya yang sah.

(6) Swadaya, partisipasi dan gotong royong sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) huruf c adalah penerimaan yang berasal dari
sumbangan masyarakat desa berupa uang, tenaga, barang yang
dapat dinilai dengan uang.

(7) Lain-lain pendapatan asli Desa sebagaimana dimaksud pada ayat


(1) huruf d, antara lain
a. jasa giro;
b. penggunaan fasilitas umum aset Desa (bukan fasilitas sosial)
yang dimanfaatkan untuk kepentingan komersial secara
insidental dan tidak mengganggu pelayanan umum;
c. hasil pengelolaan/penjualan kekayaan Desa yang dipisahkan
(penyertaan modal Desa);
d. hasil pungutan Desa;
e. hasil pengelolaan/penjualan kekayaan Desa yang tidak
dipisahkan;
f. pendapatan bunga;
g. hasil Tuntutan Penggantian Ganti Rugi ( TPGR);
h. hasil pendapatan tahun sebelumnya yang belum disetor;
i. hasil audit/ pemeriksaan;
j. lain-lain pendapatan asli desa yang ditetapkan dengan
Peraturan Desa sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.

(8) Kepala Desa wajib mengintensifkan pendapatan Desa yang


menjadi wewenang dan tanggung jawabnya.

(9) Untuk pengembalian kelebihan pendapatan Desa yang terjadi


pada tahun sebelumnya dibebankan pada belanja tidak terduga.
Pasal 16

(1) Kelompok transfer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14


huruf b, terdiri atas jenis:
a. Dana Desa;
b. bagian dari hasil Pajak Daerah dan Retribusi Daerah;
c. ADD;
d. Bantuan Keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah Provinsi Jawa Tengah; dan
e. Bantuan Keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah Kabupaten Purworejo.

(2) Bantuan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


huruf d, dan huruf e dapat bersifat umum atau khusus.

(3) Bantuan Keuangan yang bersifat umum sebagaimana


dimaksud pada ayat (2) peruntukan dan penggunaannya
diserahkan sepenuhnya kepada Desa penerima bantuan dalam
rangka membantu pelaksanaan tugas pemerintahan di Desa.

(4) Pengelolaan Bantuan Keuangan bersifat khusus sebagaimana


dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan dengan mengacu pada
petunjuk teknis atau pedoman yang ditetapkan oleh pemberi
bantuan keuangan.

(5) Bantuan Keuangan bersifat khusus sebagaimana dimaksud pada


ayat (4) dikelola dalam APB Desa tetapi tidak diterapkan dalam
ketentuan penggunaan belanja paling sedikit 70% (tujuh puluh
persen) dan paling banyak 30% (tiga puluh persen).

Pasal 17

Kelompok pendapatan lain-lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal


14 huruf c, terdiri atas:
a. penerimaan dari hasil kerja sama Desa;
b. penerimaan dari bantuan perusahaan yang berlokasi di Desa;
c. penerimaan dari hibah dan sumbangan pihak ketiga;
d. koreksi kesalahan belanja tahun anggaran sebelumnya yang
mengakibatkan penerimaan di kas Desa pada tahun anggaran
berjalan;
e. bunga bank; dan
f. pendapatan lain Desa yang sah.
Pasal 18

(1) Program sektoral yang diselenggarakan oleh Pemerintah,


Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Daerah diinformasikan
kepada Pemerintah Desa untuk diintegrasikan ke dalam
perencanaan pembangunan Desa.

(2) Program sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah program dan
kegiatan yang dibiayai oleh pihak lain dan dilaksanakan oleh
Pemerintah Desa

(3) Program sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang berskala lokal
Desa dikoordinasikan dan/atau didelegasikan pelaksanaannya
kepada Desa.

(4) Hasil pelaksanaan program sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


merupakan sumber penerimaan dan pendapatan lain Desa yang
sah serta dicatat dalam APB Desa dan/atau Peraturan Kepala
Desa tentang Penjabaran APB Desa.

(5) Pelaporan dan pertanggungjawaban program sektoral dan program


Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (5), menjadi lampiran
Peraturan Desa tentang Laporan Pertanggungjawaban Realisasi
APB Desa pada daftar program sektoral, program Daerah dan
program lainnya yang masuk ke Desa.

Bagian Ketiga
Belanja Desa

Pasal 19

(1) Belanja Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1)


huruf b dipergunakan untuk mendanai penyelenggaraan
kewenangan Desa.

(2) Belanja Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak termasuk
belanja yang berasal dari hasil swadaya, partisipasi dan gotong
royong non tunai.

Pasal 20

(1) Klasifikasi belanja Desa terdiri atas bidang:


a. penyelenggaraan pemerintahan Desa;
b. pelaksanaan pembangunan Desa;
c. pembinaan kemasyarakatan Desa;
d. pemberdayaan masyarakat Desa; dan
e. penanggulangan bencana, keadaan darurat dan mendesak
Desa.
(2) Klasifikasi belanja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
sampai dengan huruf d dibagi dalam sub bidang dan kegiatan
sesuai dengan kebutuhan Desa yang telah dituangkan dalam RKP
Desa.

(3) Klasifikasi belanja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e


dibagi dalam sub bidang sesuai dengan kebutuhan Desa untuk
penanggulangan bencana, keadaan darurat dan mendesak yang
terjadi di Desa.

Pasal 21

(1) Klasifikasi belanja Desa bidang penyelenggaraan pemerintahan


Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf a
dibagi dalam sub bidang:
a. penyelenggaraan belanja penghasilan tetap, tunjangan dan
operasional pemerintahan Desa;
b. sarana dan prasarana pemerintahan Desa;
c. administrasi kependudukan, pencatatan sipil, statistik, dan
kearsipan;
d. tata praja pemerintahan, perencanaan, keuangan, dan
pelaporan; dan
e. pertanahan.

(2) Klasifikasi belanja Desa bidang pelaksanaan pembangunan Desa


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf b dibagi
dalam sub bidang:
a. pendidikan;
b. kesehatan;
c. pekerjaan umum dan penataan ruang;
d. kawasan permukiman;
e. kehutanan dan lingkungan hidup;
f. perhubungan, komunikasi dan informatika;
g. energi dan sumber daya mineral; dan
h. pariwisata;

(3) Klasifikasi belanja Desa bidang pembinaan kemasyarakatan Desa


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf c dibagi
dalam sub bidang:
a. ketentraman, ketertiban, dan perlindungan masyarakat;
b. kebudayaan dan kegamaan;
c. kepemudaan dan olah raga; dan
d. kelembagaan masyarakat.
(4) Klasifikasi belanja Desa bidang pemberdayaan masyarakat Desa
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf d dibagi
dalam sub bidang:
a. kelautan dan perikanan;
b. pertanian dan peternakan;
c. peningkatan kapasitas aparatur Desa;
d. pemberdayaan perempuan, perlindungan anak dan keluarga;
e. koperasi, usaha mikro kecil dan menengah;
f. dukungan penanaman modal; dan
g. perdagangan dan perindustrian.

(5) Klasifikasi belanja Desa bidang penanggulangan bencana,


keadaan darurat dan mendesak Desa sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 20 ayat (1) huruf e dibagi dalam sub bidang:
a. penanggulangan bencana;
b. keadaan darurat; dan
c. keadaan mendesak.

Pasal 22

(1) Sub bidang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1)


sampai dengan ayat (5) dibagi dalam kegiatan.

(2) Kegiatan penerimaan pendapatan lain yang sah bagi Kepala Desa
dan Perangkat Desa yang alokasi anggarannya bersumber dari
hasil pengelolaan tanah kas desa/ tanah bengkok dan/atau
bantuan khusus dimasukkan pada sub bidang penyelenggaraan
belanja penghasilan tetap, tunjangan dan operasional
pemerintahan Desa serta diberikan kode rekening 90 sampai
dengan 99.

(3) Penambahan nama kegiatan belanja Desa berupa tambahan


tunjangan Kepala Desa dan Perangkat Desa yang anggarannya
bersumber dari hasil pengelolaan tanah kas desa tidak
diperhitungkan sebagai belanja Desa yang penggunaannya
ditetapkan paling banyak 30% (tiga puluh per seratus) dari jumlah
anggaran belanja Desa.

(4) Perencanaan kegiatan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


sesuai kebutuhan Desa dengan mendasarkan RKP Desa.

(5) Perencanan belanja kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)


dituangkan dalam DPA/DPPA/DPPL dan/atau RAB Pelaksanaan
sesuai komponen kebutuhan suatu kegiatan, terdiri atas jenis
belanja:
a. pegawai;
b. barang/ jasa;
c. modal; dan
d. tak terduga.
(6) Rincian anggaran dan biaya pelaksanaan kegiatan pembangunan
fisik dan/atau pengadaan barang modal yang peruntukannya
untuk aset Desa dituangkan dalam RAB Pelaksanaan serta
dilampiri gambar kontruksi/ analisis kebutuhan dan/atau
spesifikasi barang yang dibutuhkan secara rinci.

(7) Belanja modal dalam penyusunan RAB Pelaksanaan sebagaimana


dimaksud pada ayat (6) secara paket terdiri atas jenis belanja:
a. belanja modal honor Tim yang melaksanakan kegiatan;
b. belanja modal upah tenaga kerja;
c. belanja modal bahan baku/material;
d. belanja modal sewa peralatan.

Pasal 23

Jenis Belanja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1), terdiri


atas:
a. belanja pegawai;
b. belanja barang/jasa;
c. belanja modal; dan
d. belanja tak terduga.

Pasal 24

(1) Belanja pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf a,


dianggarkan untuk pengeluaran penghasilan tetap, tunjangan,
penerimaan lain yang sah, dan pembayaran jaminan sosial bagi
Kepala Desa dan Perangkat Desa, serta tunjangan BPD.

(2) Tunjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah


tunjangan Kepala Desa dan Perangkat Desa.

(3) Penerimaan lain yang sah bagi Kepala Desa dan Perangkat Desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan dalam
rangka upaya meningkatkan kinerja dan/atau kesejahteraan
Aparat Pemerintah Desa terdiri dari:
a. tunjangan purna tugas/pengabdian;
b. honorarium;
c. hadiah/penghargaan;
d. tunjangan kinerja lainnya.

(4) Penganggaran untuk pembayaran tunjangan sebagaimana


dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) huruf a bersumber dari
pendapatan asli Desa (PADesa).

(5) Penganggaran untuk pembayaran penerimaan lain yang sah


sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, huruf c dan huruf
d, dapat bersumber dari pendapatan asli Desa (PADesa), bagi hasil
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan/atau ADD, sesuaikan
dengan kemampuan keuangan desa.
(6) Pembayaran jaminan sosial bagi Kepala Desa dan Perangkat Desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:
a. pembayaran iuran program jaminan kesehatan yang
diselenggarakan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
Kesehatan;
b. pembayaran iuran program jaminan ketenagakerjaan yang
diselenggarakan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
Ketenagakerjaan.

(7) Pembayaran jaminan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (6)


sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan
kemampuan APB Desa.

(8) Tunjangan BPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah


Tunjangan Kedudukan dan/atau Tunjangan Kinerja BPD.

(9) Belanja pegawai sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


dianggarkan dalam bidang penyelenggaraan pemerintahan Desa.

(10)Belanja pegawai sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


pelaksanaannya dibayarkan setiap bulan atau dalam jangka
waktu lain sesuai ketersediaan keuangan Desa dan ditetapkan
dengan Keputusan Kepala Desa.

(11)Perhitungan belanja pegawai sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


di luar pendapatan yang bersumber dari hasil pengelolaan tanah
kas Desa.

(12) Hasil pengelolaan tanah kas Desa sebagaimana dimaksud pada


ayat (11) dapat digunakan untuk tambahan tunjangan Kepala
Desa dan Perangkat Desa selain penghasilan tetap dan tunjangan
Kepala Desa dan Perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada
ayat (1).

Pasal 25

(1) Belanja barang/jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23


huruf b digunakan untuk pengeluaran pembelian/ pengadaan
barang yang nilai manfaatnya kurang dari 12 (dua belas) bulan,
atau barang yang akan diserahkan kepada masyarakat/kelompok
masyarakat/ organisasi/ Lembaga Masyarakat Desa.

(2) Belanja barang/jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


digunakan antara lain untuk:
a. operasional pemerintah Desa;
b. pemeliharaan sarana prasarana Desa;
c. kegiatan sosialisasi/ rapat/ pelatihan/ bimbingan teknis;
d. operasional BPD;
e. insentif Rukun Tetangga/Rukun Warga; dan
f. pemberian barang pada masyarakat/ kelompok masyarakat/
organisasi/ Lembaga Masyarakat Desa.
(3) Belanja barang/jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
meliputi antara lain:
a. belanja barang perlengkapan;
b. belanja jasa honorarium tim/ narasumber/ instruktur/
pengelola/petugas/ tenaga/tenaga ahli /konsultan;
c. belanja perjalanan dinas;
d. belanja jasa sewa;
e. belanja operasional perkantoran;
f. belanja pemeliharaan;
g. belanja barang/jasa yang diserahkan kepada masyarakat/
kelompok masyarakat/organisasi/lembaga masyarakat desa;
h. jasa pihak ketiga (jasa tenaga perseorangan);
i. barang/jasa lainnya;
j. jasa transaksi keuangan (administrasi bank/pajak simpanan/
bunga bank); dan
k. insentif Rukun Tetangga/Rukun Warga.

(4) Insentif Rukun Tetangga/ Rukun Warga sebagaimana dimaksud


pada ayat (2) huruf e adalah bantuan uang untuk operasional
lembaga Rukun Tetangga/Rukun Warga dalam rangka
mendukung pelaksanaan tugas pelayanan pemerintahan,
pelaksanaan pembangunan, ketenteraman dan ketertiban, serta
pemberdayaan masyarakat desa.

(5) Pemberian barang kepada masyarakat/kelompok masyarakat/


organisasi/ lembaga masyarakat desa sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) huruf g dilakukan untuk menunjang pelaksanaan
kegiatan Desa.

Pasal 26

(1) Belanja modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf c,


digunakan untuk pengeluaran pengadaan barang yang nilai
manfaatnya lebih dari 12 (dua belas) bulan dan menambah aset.

(2) Pengadaan barang modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


digunakan untuk kegiatan penyelenggaraan kewenangan Desa.

(3) Belanja modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain
berupa:
a. pengadaan tanah;
b. peralatan, mesin dan alat berat;
c. pengadaan kendaraan;
d. pembangunan/pengadaan gedung, bangunan dan taman;
e. pembangunan/pengadaan jalan dan prasarana jalan;
f. pembangunan/pengadaan jembatan;
g. pembangunan/pengadaan irigasi/embung/air
sungai/drainase/air limbah/persampahan;
h. pembangunan/pengadaan jaringan/ instalasi;
i. sarana dan prasarana pendidikan dan perpustakaan;
j. sarana dan prasarana olah raga;
k. sarana dan prasarana kesenian/ kebudayaan/ keagamaan;
l. pengadaan tumbuhan/tanaman/hewan.
m. pembangunan/pengadaan barang/bangunan/peralatan lainnya.

(4) Penganggaran belanja modal pembangunan fisik dan/atau


pengadaan barang modal yang peruntukannya untuk aset Desa,
secara paket yang meliputi:
a. belanja modal honor Tim yang melaksanakan kegiatan;
b. belanja modal upah tenaga kerja;
c. belanja modal bahan baku (bahan baku material dan bahan
baku lainnya/proses persiapan);
d. belanja modal sewa peralatan.

Pasal 27

(1) Belanja tak terduga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf


d merupakan belanja untuk kegiatan pada sub bidang
penanggulangan bencana, keadaan darurat, dan keadaan
mendesak yang berskala lokal Desa.

(2) Belanja untuk kegiatan pada sub bidang penanggulangan


bencana, keadaan darurat, dan keadaan mendesak sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memenuhi kriteria sebagai
berikut:
a. bukan merupakan kegiatan normal dari aktivitas Pemerintah
Desa dan tidak dapat diprediksikan sebelumnya;
b. tidak diharapkan terjadi berulang; dan
c. berada di luar kendali pemerintah Desa.

(3) Kegiatan pada sub bidang penanggulangan bencana sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) merupakan upaya tanggap darurat akibat
terjadinya bencana alam dan bencana sosial.

(4) Kegiatan pada sub bidang keadaan darurat sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) merupakan upaya penanggulangan
keadaan darurat karena adanya kerusakan dan/atau
terancamnya penyelesaian pembangunan sarana dan prasarana
akibat kenaikan harga yang menyebabkan terganggunya
pelayanan dasar masyarakat.

(5) Kegiatan pada sub bidang keadaan mendesak merupakan upaya


pemenuhan kebutuhan primer dan pelayanan dasar masyarakat
miskin yang mengalami kedaruratan.
Pasal 28

(1) Bencana alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3)


adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa
bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan,
tanah longsor, atau kebakaran hutan/lahan.

(2) Bencana sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3)


adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik
sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat dan
teror.

(3) Kegiatan yang dapat dibiayai untuk penanggulangan bencana


alam dan bencana sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27
ayat (3) merupakan upaya tanggap darurat akibat terjadinya
bencana alam dan bencana sosial sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan berupa kegiatan yang harus
dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk
menangani dampak buruk yang ditimbulkan, meliputi:
a. kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban dan harta benda;
b. pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan dan pengurusan
pengungsi; dan
c. penyelamatan serta pemulihan prasarana dan sarana.

Pasal 29

(1) Keadaan darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (4)


adalah adanya kerusakan dan/atau terancamnya penyelesaian
pembangunan sarana dan prasarana yang disebabkan oleh
kenaikan harga atau sebab lainnya sehingga mengakibatkan
terganggunya pelayanan dasar masyarakat.

(2) Sarana dan prasarana pelayanan dasar masyarakat sebagaimana


dimaksud ayat (1) antara lain berupa:
a. pendidikan;
b. kesehatan;
c. pekerjaan umum;
d. penataan ruang dan perumahan rakyat;
e. kawasan permukiman;
f. ketenteraman ketertiban umum, perlindungan masyarakat
dan sosial.
Pasal 30

(1) Kriteria keadaan mendesak sebagaimana dimaksud dalam Pasal


27 ayat (5) adalah keadaan yang memaksa untuk segera
dilakukan, dipenuhi, dan diselesaikannya upaya pemenuhan
kebutuhan primer dan pelayanan dasar masyarakat miskin yang
mengalami kedaruratan berupa kebutuhan pangan, sandang,
perumahan, kesehatan, pendidikan dan/atau pelayanan sosial.

(2) Kriteria masyarakat miskin yang mengalami kedaruratan


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah warga Desa yang
sama sekali tidak mempunyai sumber mata pencaharian tetap
dan/atau mempunyai sumber mata pencaharian tetap akan tetapi
tidak mempunyai kemampuan memenuhi kebutuhan dasar yang
layak bagi kehidupan dirinya dan/atau keluarganya.

Pasal 31

(1) Pelaksanaan penanggulangan bencana, keadaan darurat, dan


keadaan mendesak yang berskala lokal Desa dilakukan melalui
kesepakatan dalam musyawarah Desa yang dituangkan dalam
Berita Acara dan penetapannya dengan Keputusan Kepala Desa.

(2) Pelaksanaan penanggulangan bencana, keadaan darurat, dan


keadaan mendesak yang berskala lokal Desa dilaporkan oleh
Kepala Desa kepada Bupati melalui Camat.

Pasal 32

(1) Pembiayaan kegiatan pada sub bidang penanggulangan bencana,


keadaan darurat, dan keadaan mendesak yang berskala lokal
Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dianggarkan pada
rekening kegiatan belanja tak terduga.

(2) Belanja tak terduga sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


dianggarkan dalam APB Desa dengan rencana anggaran dan biaya
dibuat secara global tanpa dirinci.

(3) Anggaran belanja tak terduga dapat dipenuhi dari pendapatan


yang dianggarkan dalam APB Desa dan/atau dari pengalihan
belanja kegiatan lainnya pada bidang penyelenggaraan
pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan Desa, pembinaan
kemasyarakatan Desa, dan/atau pemberdayaan masyarakat Desa
yang belum dilaksanakan dan termasuk pengembalian atas
kelebihan penerimaan Desa tahun sebelumnya.

(4) Realisasi belanja tak terduga dilengkapi dengan data dukung


pengeluaran seperti kuitansi/ nota pengeluaran/ belanja yang
dilaksanakan dan tanda terima barang.
(5) Pelaporan realisasi pelaksanaan belanja tak terduga menjadi satu
kesatuan dengan laporan pertanggungjawaban realisasi APB Desa
pada Laporan Keuangan Desa dalam Catatan Atas Laporan
Keuangan (CALK).

Pasal 33

(1) Pemerintah Desa dapat memberikan bantuan sosial kepada


anggota/ kelompok masyarakat.

(2) Anggota/ kelompok masyarakat yang dapat menerima bantuan


sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri atas:
a. individu, keluarga, dan/atau anggota masyarakat miskin,
kelompok masyarakat rentan, masyarakat lanjut usia, difabel,
tuna sosial dan/atau masyarakat yang mengalami keadaan
yang tidak stabil sebagai akibat dari krisis sosial, ekonomi,
politik, bencana, atau fenomena alam agar dapat memenuhi
kebutuhan hidup minimum;
b. lembaga/organisasi bidang pendidikan, keagamaan, kesehatan
dan bidang lain yang berperan untuk melindungi individu,
kelompok dan/atau masyarakat dari kemungkinan terjadinya
resiko sosial yang berlokasi di Desa.

(3) Bantuan sosial berupa permodalan dan/atau barang/ material/


sarana prasarana diterimakan secara langsung kepada penerima
bantuan sosial.

(4) Bantuan sosial berupa barang/ material/ sarana prasarana


sebagaimana dimaksud pada ayat (3) antara lain:
a. bantuan alat transportasi/ perlengkapan untuk penyandang
cacat;
b. sarana prasarana penunjang produksi pertanian untuk petani
miskin;
c. bantuan perahu untuk nelayan miskin;
d. bantuan makanan/pakaian/pengobatan kepada anak yatim
piatu/ masyarakat/ keluarga miskin/kelompok masyarakat
rentan/ masyarakat lanjut usia/ penyandang disabilitas/tuna
sosial;
e. bantuan ternak bagi masyarakat kurang mampu; atau
f. sarana prasarana penunjang produksi ekonomi Desa lainnya
sesuai kondisi dan kebutuhan masyarakat Desa.
Pasal 34

(1) Pemberian bantuan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33,


dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. selektif;
b. memenuhi persyaratan penerima bantuan sosial;
c. bersifat sementara dan tidak terus menerus, kecuali dalam
keadaan tertentu dapat berkelanjutan; dan
d. sesuai tujuan penggunaan.

(2) Selektif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,


mengandung pengertian bahwa bantuan sosial hanya diberikan
kepada calon penerima dengan tujuan melindungi calon penerima
dari kemungkinan resiko sosial dan/atau resiko ekonomi yang
berlokasi di Desa.

(3) Persyaratan penerima bantuan sosial sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) huruf b sebagai berikut:
a. memiliki identitas yang jelas;
b. tercatat dan/atau terindentifikasi sebagai masyarakat/
kelompok masyarakat, individu, keluarga, dan/atau anggota
masyarakat tidak mampu;
c. berdomisili di Desa yang bersangkutan;
d. persyaratan lainnya sesuai kondisi dan kebutuhan Desa
berdasarkan hasil musyawarah Desa.

(4) Kriteria bersifat sementara dan tidak terus menerus sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) huruf c adalah pemberian bantuan sosial
dari APB Desa hanya dapat diberikan paling banyak 2 (dua) kali
baik berturut-turut maupun tidak berturut-turut, kecuali dalam
keadaan tertentu dapat berkelanjutan.

(5) Keadaan tertentu dapat berkelanjutan sebagaimana dimaksud


pada ayat (4) adalah keadaan yang menurut hasil evaluasi,
rekomendasi Perangkat Daerah terkait dan/ atau hasil
musyawarah Desa, penerima bantuan sosial belum lepas dari
resiko sosial apabila bantuan sosial tidak diberikan secara
berkelanjutan.

(6) Kriteria sesuai tujuan penggunaan sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) huruf d adalah bantuan sosial ditujukan untuk:
a. rehabilitasi sosial;
b. perlindungan sosial;
c. pemberdayaan sosial;
d. jaminan sosial;
e. penanggulangan kemiskinan; dan
f. penanggulangan bencana.
(7) Rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a,
ditujukan untuk memulihkan dan mengembangkan kemampuan
seseorang yang mengalami disfungsi sosial sehingga dapat
melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar.

(8) Perlindungan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf b,


ditujukan untuk mencegah dan menangani resiko dari guncangan
dan kerentanan sosial seseorang, keluarga, kelompok masyarakat,
sehingga kelangsungan hidupnya dapat dipenuhi sesuai dengan
kebutuhan dasar minimal.

(9) Pemberdayaan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (6)


huruf c, ditujukan untuk menjadikan seseorang atau kelompok
masyarakat yang mengalami masalah sosial mempunyai daya/
kekuatan/ kemampuan, sehingga mampu memenuhi kebutuhan
dasarnya.

(10) Jaminan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf d,


merupakan skema yang melembaga untuk menjamin penerima
bantuan agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang
layak.

(11) Penanggulangan kemiskinan sebagaimana dimaksud pada ayat (6)


huruf e, merupakan kebijakan, program dan kegiatan yang
dilakukan dan ditujukan bagi orang, keluarga, kelompok
masyarakat yang tidak mempunyai atau mempunyai sumber mata
pencaharian namun tidak dapat memenuhi kebutuhan yang layak
bagi kemanusiaan.

(12) Penanggulangan bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (6)


huruf f, merupakan serangkaian upaya yang ditujukan untuk
rehabilitasi.

Pasal 35

(1) Permohonan/usulan pemberian bantuan sosial sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 33, dapat berasal dari inisiatif Pemerintah
Desa, rekomendasi dari kelompok masyarakat/lembaga
masyarakat desa atau Perangkat Daerah terkait.

(2) Permohonan/usulan pemberian bantuan sosial disampaikan


secara tertulis dalam bentuk proposal kepada Pemerintah desa
dan/ atau berdasarkan hasil musyawarah Desa.

(3) Penerima bantuan sosial dan besaran penerimaan uang/jenis


barang/ jasa yang akan diberikan ditetapkan dengan Keputusan
Kepala Desa.
(4) Penyaluran bantuan sosial berupa uang dilengkapi dengan
kuitansi bukti penerimaan uang.

(5) Penyaluran bantuan sosial berupa barang/jasa dilengkapi dengan


bukti serah terima barang.

Bagian Keempat
Pembiayaan

Pasal 36

(1) Pembiayaan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1)


huruf c merupakan semua penerimaan yang perlu dibayar
kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik
pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun
anggaran berikutnya.

(2) Pembiayaan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri


atas kelompok:
a. penerimaan pembiayaan; dan
b. pengeluaran pembiayaan.

Pasal 37

(1) Penerimaan pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36


ayat (2) huruf a, meliputi:
a. SiLPA tahun sebelumnya;
b. pencairan dana cadangan; dan
c. hasil penjualan kekayaan Desa yang dipisahkan, kecuali tanah
dan bangunan.

(2) SiLPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a paling sedikit
meliputi pelampauan penerimaan pendapatan terhadap belanja,
penghematan belanja, dan sisa dana kegiatan yang belum selesai
atau lanjutan.

(3) SiLPA sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan


penerimaan pembiayaan yang digunakan untuk:
a. menutupi defisit anggaran apabila realisasi pendapatan lebih
kecil dari pada realisasi belanja;
b. mendanai pelaksanaan kegiatan lanjutan; dan
c. mendanai kewajiban lainnya yang sampai dengan akhir tahun
anggaran belum diselesaikan.

(4) Pencairan dana cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


huruf b digunakan untuk menganggarkan kebutuhan dana
cadangan yang selanjutnya dicatatkan dalam penerimaan
pembiayaan dalam APB Desa.
(5) Mekanisme pencairan dana cadangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) melalui pemindahbukuan dari rekening dana
cadangan ke Rekening Kas Desa dalam tahun anggaran
berkenaan.

(6) Hasil penjualan kekayaan Desa yang dipisahkan sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) huruf c dicatat dalam penerimaan
pembiayaan hasil penjualan kekayaan Desa yang dipisahkan
antara lain: BUM Desa, penjualan aset/kekayaan desa milik
Pemerintah Desa yang dikerjasamakan dengan pihak
ketiga,dan/atau investasi penyertaan modal pemerintah Desa.

Pasal 38

Pengeluaran pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat


(2) huruf b, terdiri atas:
a. pembentukan dana cadangan;
b. penyertaan modal desa; dan

Pasal 39

(1) Pembentukan dana cadangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal


38 huruf a dilakukan untuk mendanai kegiatan yang penyediaan
dananya tidak dapat sekaligus/sepenuhnya dibebankan dalam 1
(satu) tahun anggaran.

(2) Pembentukan dana cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat


(1) ditetapkan dengan Peraturan Desa.

(3) Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling


sedikit memuat:
a. penetapan tujuan pembentukan dana cadangan;
b. program dan kegiatan yang akan dibiayai dari dana cadangan;
c. besaran dan rincian tahunan dana cadangan yang harus
dianggarkan;
d. sumber dana cadangan; dan
e. tahun anggaran pelaksanaan dana cadangan.

(4) Pembentukan dana cadangan dapat bersumber dari penyisihan


atas penerimaan Desa, kecuali dari penerimaan yang
penggunaannya telah ditentukan secara khusus berdasarkan
peraturan perundang-undangan.

(5) Penganggaran dana cadangan tidak melebihi tahun akhir masa


jabatan Kepala Desa.

(6) Pembentukan dana cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat


(1) ditempatkan pada rekening kas tersendiri.
(7) Dana cadangan tidak dapat digunakan untuk membiayai kegiatan
lain selain yang telah ditetapkan dalam Peraturan Desa tentang
Pembentukan Dana Cadangan.

(8) Kegiatan yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Desa


sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dilaksanakan apabila dana
cadangan telah mencukupi untuk melaksanakan kegiatan.

(9) Dalam hal dana cadangan yang ditempatkan pada rekening dana
cadangan belum digunakan sesuai dengan peruntukannya,
dapat ditempatkan dalam deposito yang memberikan hasil
tetap dengan resiko rendah baik dalam jangka pendek maupun
jangka panjang.

(10) Investasi jangka pendek maupun jangka panjang sebagaimana


dimaksud pada ayat (9) dalam bentuk deposito pada bank umum
dianggarkan dalam pengeluaran pembiayaan.

(11) Penerimaan jasa giro/hasil bunga rekening dana cadangan


atas penempatan dalam deposito sebagaimana dimaksud pada
ayat (10) menambah jumlah dana cadangan.

Pasal 40

(1) Penyertaan modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 huruf b


antara lain digunakan untuk menganggarkan kekayaan
Pemerintah Desa yang diinvestasikan dalam BUM Desa untuk
meningkatkan pendapatan Desa, kesejahteraan dan pelayanan
kepada masyarakat Desa.

(2) Penyertaan modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


merupakan kekayaan Desa yang dipisahkan yang dianggarkan
dari pengeluaran pembiayaan dalam APB Desa.

(3) Penyertaan modal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam


bentuk tanah kas Desa dan bangunan tidak dapat dijual.

(4) Penyertaan modal pada BUM Desa melalui proses analisis


kelayakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

(5) Tata cara penyertaan modal adalah sebagai berikut:


a. BUM Desa sudah terbentuk;
b. melalui pembahasan terkait penyertaan modal dalam
musyawarah Desa;
c. mengalokasikan anggaran penyertaan modal pada BUM Desa
dalam APB Desa;
d. Pemerintah Desa menyerahkan penyertaan modal pada BUM
Desa dibuktikan dengan bukti penerimaan tunai atau transfer
dan berita acara serah terima.
BAB IV

PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 41

Pengelolaan keuangan Desa meliputi:


a. perencanaan;
b. pelaksanaan;
c. penatausahaan;
d. pelaporan; dan
e. pertanggungjawaban.

Pasal 42

(1) Pengelolaan keuangan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal


41 dilakukan dengan Basis Kas.

(2) Basis Kas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan


pencatatan transaksi pada saat kas diterima atau dikeluarkan
dari Rekening Kas Desa.

(3) Pengelolaan keuangan Desa dapat dilakukan dengan


menggunakan SISKEUDES.

Bagian Kedua
Perencanaan

Pasal 43

(1) Perencanaan pengelolaan keuangan Desa merupakan


perencanaan penerimaan dan pengeluaran Pemerintahan Desa
pada tahun anggaran berkenaan yang dianggarkan dalam APB
Desa.

(2) Sekretaris Desa mengkoordinasikan penyusunan rancangan APB


Desa berdasarkan RKP Desa tahun berkenaan dan pedoman
teknis penyusunan APB Desa yang ditetapkan oleh Bupati.

(3) Rancangan APB Desa yang telah disusun merupakan bahan


penyusunan rancangan Peraturan Desa tentang APB Desa.
Pasal 44

(1) Sekretaris Desa menyampaikan Rancangan Peraturan Desa


tentang APB Desa kepada Kepala Desa.

(2) Rancangan Peraturan Desa tentang APB Desa sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) wajib dikonsultasikan kepada masyarakat
Desa dan dapat dikonsultasikan kepada Camat untuk
mendapatkan masukan.

(3) Masukan dari masyarakat Desa dan Camat sebagaimana


dimaksud pada ayat (2) digunakan Pemerintah Desa untuk
penyempurnaan Rancangan Peraturan Desa tentang APB Desa.

(4) Rancangan Peraturan Desa yang telah dikonsultasikan


sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan disempurnakan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), disampaikan oleh Kepala
Desa kepada BPD untuk dibahas dan disepakati bersama dalam
musyawarah BPD.

(5) BPD mengundang Kepala Desa untuk membahas dan


menyepakati bersama Rancangan Peraturan Desa tentang APB
Desa.

(6) Rancangan Peraturan Desa tentang APB Desa sebagaimana


dimaksud pada ayat (5) disepakati bersama paling lambat bulan
Oktober tahun berjalan.

(7) Dalam hal BPD tidak menyepakati rancangan Peraturan Desa


tentang APB Desa yang disampaikan Kepala Desa, Pemerintah
Desa hanya dapat melakukan kegiatan yang berkenaan dengan
pengeluaran operasional penyelenggaraan pemerintahan Desa
dengan menggunakan pagu tahun sebelumnya.

(8) Kepala Desa menetapkan Peraturan Kepala Desa sebagai dasar


pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (7).

Pasal 45

(1) Atas dasar kesepakatan bersama Kepala Desa dan BPD


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (6), Kepala Desa
menyiapkan Rancangan Peraturan Kepala Desa mengenai
penjabaran APB Desa.

(2) Sekretaris Desa mengkoordinasikan penyusunan Rancangan


Peraturan Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 46

(1) Rancangan Peraturan Desa tentang APB Desa yang telah dibahas
dan disepakati bersama sebelum ditetapkan oleh Kepala Desa
disampaikan kepada Camat paling lambat 3 (tiga) hari sejak
disepakati untuk dievaluasi.

(2) Camat dalam melakukan evaluasi berpedoman pada panduan


Evaluasi Rancangan Peraturan Desa tentang APB Desa.

(3) Penyampaian Rancangan Peraturan Desa tentang APB Desa


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan dokumen
paling sedikit meliputi:
a. surat pengantar;
b. rancangan Peraturan Kepala Desa mengenai penjabaran APB
Desa;
c. Peraturan Desa mengenai RKP Desa;
d. Peraturan Desa mengenai kewenangan berdasarkan hak asal
usul dan kewenangan lokal berskala Desa, apabila tersedia;
e. Peraturan Desa mengenai pembentukan dana cadangan,
apabila tersedia;
f. Peraturan Desa tentang Pendirian/Pengembangan BUM Desa
dan/atau Keputusan Kepala Desa mengenai besaran
penyertaan modal, apabila tersedia; dan
g. berita acara hasil musyawarah BPD.

(4) Camat dapat mengundang kepala Desa dan/atau aparat Desa


terkait dalam pelaksanaan evaluasi rancangan APBD Desa.

Pasal 47

(1) Hasil evaluasi rancangan Peraturan Desa tentang APB Desa oleh
Camat dituangkan dalam bentuk Keputusan Camat dan
disampaikan kepada Kepala Desa paling lama 20 (dua puluh) hari
kerja terhitung sejak diterimanya rancangan Peraturan Desa
tentang APB Desa.

(2) Dalam hal Camat tidak memberikan hasil evaluasi dalam batas
waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), rancangan Peraturan
Desa dimaksud berlaku dengan sendirinya dan Kepala Desa dapat
menetapkan rancangan Peraturan Desa tentang APB Desa
menjadi Peraturan Desa.

(3) Dalam hal Camat menyatakan hasil evaluasi rancangan Peraturan


Desa tentang APB Desa telah sesuai dengan kepentingan umum
dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi serta RKP
Desa, selanjutnya Kepala Desa menetapkan menjadi Peraturan
Desa.
(4) Dalam hal Camat menyatakan hasil evaluasi rancangan Peraturan
Desa tentang APB Desa tidak sesuai dengan kepentingan umum
dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi serta RKP
Desa, Kepala Desa bersama BPD melakukan penyempurnaan
paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak diterimanya hasil
evaluasi.

(5) Kepala Desa wajib menyempurnakan rancangan Peraturan Desa


tentang APB Desa sesuai dengan hasil evaluasi.

(6) Kepala Desa dapat mengundang BPD dalam penyempurnaan


rancangan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada
ayat (5).

(7) Kepala Desa menyampaikan hasil koreksi dan tindak lanjut


evaluasi kepada Camat.

(8) Camat melaporkan pelaksanaan evaluasi APB Desa kepada


Bupati.

Pasal 48

(1) Dalam hal Kepala Desa tidak menindaklanjuti hasil evaluasi


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (4), dan tetap
menetapkan rancangan Peraturan Desa tentang APB Desa
menjadi Peraturan Desa dan rancangan Peraturan Kepala Desa
tentang Penjabaran APB Desa menjadi Peraturan Kepala Desa,
Camat menyampaikan usulan Pembatalan Peraturan Desa tentang
APB Desa kepada Bupati.

(2) Berdasarkan usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bupati


membatalkan Peraturan Desa tentang APB Desa dengan
Keputusan Bupati.

(3) Pembatalan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2)


sekaligus menyatakan berlakunya pagu APB Desa Tahun
Anggaran sebelumnya

(4) Dalam pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kepala


Desa hanya dapat melakukan pengeluaran terhadap operasional
penyelenggaraan Pemerintahan Desa dengan menggunakan pagu
tahun sebelumnya sampai penyempurnaan rancangan Peraturan
Desa tentang APB Desa disampaikan dan mendapat persetujuan
Bupati.

(5) Kepala Desa memberhentikan pelaksanaan Peraturan Desa dan


Peraturan Kepala Desa paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah
pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan selanjutnya
Kepala Desa bersama BPD mencabut Peraturan Desa dan
Peraturan Kepala Desa dimaksud.
(6) Pencabutan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (5),
dilakukan dengan Peraturan Desa tentang Pencabutan Peraturan
Desa tentang APB Desa dan pencabutan Peraturan Kepala Desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditetapkan dengan
Peraturan Kepala Desa.

(7) Dalam hal pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)


Kepala Desa hanya dapat melakukan pengeluaran terhadap
operasional penyelenggaraan pemerintahan Desa dengan
menggunakan pagu tahun sebelumnya sampai penyempurnaan
Rancangan Peraturan Desa tentang APB Desa disampaikan dan
mendapat persetujuan Bupati.

Pasal 49

(1) Rancangan Peraturan Desa tentang APB Desa yang telah


dievaluasi oleh Camat wajib ditetapkan oleh Kepala Desa menjadi
Peraturan Desa tentang APB Desa, dengan membubuhkan tanda
tangan dan stempel dinas Kepala Desa.

(2) Rancangan Peraturan Desa tentang APB Desa yang telah dibubuhi
tanda tangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan
kepada Sekretaris Desa untuk diundangkan.

(3) Sekretaris Desa mengundangkan Peraturan Desa tentang APB


Desa dalam Lembaran Desa.

(4) Dalam hal Kepala Desa tidak menandatangani rancangan


Peraturan Desa tentang APB Desa sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), rancangan Peraturan Desa tersebut wajib diundangkan
dalam Lembaran Desa dan sah menjadi Peraturan Desa.

(5) Peraturan Desa tentang APB Desa ditetapkan paling lambat 31


Desember tahun anggaran sebelumnya.

(6) Peraturan Desa tentang APB Desa mulai berlaku dan mempunyai
kekuatan hukum yang mengikat sejak diundangkan.

(7) Kepala Desa menetapkan rancangan Peraturan Kepala Desa


tentang Penjabaran APB Desa sebagai peraturan pelaksanaan dari
Peraturan Desa tentang APB Desa.

(8) Kepala Desa menyampaikan Peraturan Desa tentang APB Desa


dan Peraturan Kepala Desa tentang Penjabaran APB Desa kepada
Bupati paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah ditetapkan.
Pasal 50

(1) Pemerintah Desa dapat melakukan perubahan APB Desa apabila


terjadi:
a. penambahan dan/atau pengurangan dalam pendapatan Desa
pada tahun anggaran berjalan;
b. sisa penghematan belanja dan sisa lebih perhitungan anggaran
tahun berjalan yang akan digunakan dalam tahun berkenaan;
c. keadaan yang menyebabkan harus segera dilakukan
pergeseran antar bidang, antar sub bidang, antar kegiatan,
atau antar objek belanja; dan
d. keadaan yang menyebabkan SiLPA tahun sebelumnya harus
digunakan dalam tahun anggaran berjalan;
e. peristiwa khusus, seperti: bencana alam, krisis politik, krisis
ekonomi, keadaan darurat dan/atau bencana /kerusuhan
sosial yang berkepanjangan; dan/ atau;
f. perubahan mendasar atas kebijakan Pemerintah Pusat,
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan/atau Pemerintah
Daerah.

(2) Terjadi penambahan dan/atau pengurangan dalam pendapatan


desa pada tahun berjalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a merupakan keadaan yang menyebabkan
estimasi penerimaan dan/atau pengeluaran dalam APB Desa
mengalami kenaikan atau penurunan.

(3) Keadaan yang menyebabkan SiLPA tahun sebelumnya harus


digunakan dalam tahun anggaran berjalan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf d, dapat berupa:
a. membayar bunga dan/atau pokok utang dan/atau obligasi
desa yang melampaui anggaran yang tersedia;
b. melunasi seluruh kewajiban bunga dan/atau pokok utang;
c. mendanai program dan kegiatan baru dengan kriteria
baru diselesaikan sampai dengan batas akhir penyelesaian
pembayaran dalam tahun anggaran berjalan; dan
d. mendanai kegiatan yang capaian target kinerjanya
ditingkatkan dari yang telah ditetapkan semula dalam APBDes
tahun anggaran berjalan yang dapat diselesaikan sampai
dengan batas akhir penyelesaian pembayaran dalam tahun
anggaran berjalan.

(4) Yang dimaksud dengan terjadi peristiwa khusus sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) huruf e, paling sedikit memenuhi
kriteria sebagai berikut
a. bukan merupakan kegiatan normal dari aktivitas pemerintah
desa dan tidak dapat diprediksikan sebelumnya;
b. tidak diharapkan terjadi secara berulang;
c. berada diluar kendali dan pengaruh pemerintah desa; dan
d. memiliki dampak yang signifikan terhadap anggaran dalam
rangka pemulihan yang disebabkan oleh keadaan darurat.
(5) Perubahan APB Desa hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali dalam 1
(satu) tahun anggaran, kecuali dalam keadaan luar biasa atau
yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (4).

(6) Perubahan APB Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


ditetapkan dengan Peraturan Desa mengenai perubahan
APB Desa dan tetap mempedomani RKP Desa.

Pasal 51

(1) Pemerintah Desa dapat melakukan perubahan terhadap Peraturan


Kepala Desa tentang penjabaran APB Desa sebagai dasar
pelaksanaan kegiatan sebelum Rancangan Peraturan Desa
tentang Perubahan APB Desa ditetapkan.

(2) Peraturan Kepala Desa tentang perubahan penjabaran APB Desa


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan apabila
terjadi:
a. penambahan dan/atau pengurangan dalam pendapatan Desa
pada tahun anggaran berjalan;
b. keadaan yang menyebabkan harus segera dilakukan
pergeseran antar objek belanja; dan
c. kegiatan yang belum dilaksanakan tahun sebelumnya dan
menyebabkan SiLPA akan dilaksanakan dalam tahun
anggaran berjalan.

(3) Kepala Desa memberitahukan kepada BPD mengenai penetapan


Peraturan Kepala Desa tentang perubahan penjabaran APB Desa
dan selanjutnya menyampaikan kepada Bupati melalui surat
pemberitahuan mengenai Peraturan Kepala Desa tentang
Perubahan Penjabaran APB Desa.

( 4 ) D alam hal penyaluran bantuan keuangan dan/atau dana lainnya


ke Pemerintah Desa diterima setelah Peraturan Desa tentang
Perubahan APB Desa ditetapkan, maka pelaksanaannya
dilakukan dengan melakukan perubahan Peraturan Kepala Desa
tentang Penjabaran APB Desa dan diikuti perubahan DPA
dan/atau perubahan RAB Pelaksanaan.

( 5 ) Pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan


sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan satu kesatuan
Peraturan Desa tentang Laporan Pertanggungjawaban Realisasi
APB Desa pada Laporan Keuangan Desa yang dijelaskan dalam
Catatan Atas Laporan Keuangan (CALK).
Pasal 52

Ketentuan mengenai penyusunan Peraturan Desa tentang APBD Desa


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 sampai dengan Pasal 49
berlaku secara mutatis mutandis terhadap penyusunan Peraturan
Desa tentang Perubahan APB Desa.

Pasal 53

(1) Peraturan Desa tentang APB Desa dan/atau Perubahan APB Desa
yang telah ditetapkan oleh Kepala Desa dan diundangkan oleh
Sekretaris Desa dalam Lembaran Desa dan Berita Desa, wajib
diumumkan dalam media informasi pada papan
pengumuman/info grafis kepada masyarakat dan/atau diinput
dalam Sistem Informasi Desa (SID).

(2) Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit


memuat:
a. APB Desa dan/ atau Perubahan APB Desa;
b. pelaksana kegiatan anggaran dan tim yang melaksanakan
kegiatan; dan
c. alamat pengaduan.

Bagian Ketiga
Pelaksanaan Pengelolaan Keuangan Desa

Pasal 54

(1) Pelaksanaan pengelolaan keuangan Desa merupakan penerimaan


dan pengeluaran Desa yang dilaksanakan melalui Rekening Kas
Desa pada bank yang ditunjuk Bupati.

(2) Rekening Kas Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat
oleh Pemerintah Desa dengan spesimen tanda tangan Kepala Desa
dan Kaur Keuangan.

(3) Desa yang belum memiliki pelayanan perbankan di wilayahnya,


Rekening Kas Desa dibuka di wilayah terdekat yang dibuat oleh
Pemerintah Desa dengan spesimen tanda tangan Kepala Desa dan
Kaur Keuangan.

Pasal 55

(1) Nomor Rekening Kas Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54


dilaporkan Kepala Desa kepada Bupati melalui Camat.
(2) Rekapitulasi nomor Rekening Kas Desa oleh Camat disampaikan
kepada Bupati melalui Kepala BPPKAD dengan tembusan dikirim
ke Kepala DINPERMASDES.

(3) BPPKAD melakukan rekapitulasi nomor Rekening Kas Desa se-


Kabupaten Purworejo.

(4) Bupati melaporkan daftar nomor Rekening Kas Desa kepada


Gubernur Jawa Tengah dengan tembusan Menteri Dalam Negeri
melalui Direktur Jenderal Bina Pemerintahan Desa Kementerian
Dalam Negeri.

(5) Laporan Rekening Kas Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
digunakan untuk pengendalian penyaluran dana transfer.

Pasal 56

(1) Kepala Desa menugaskan Kaur dan Kasi pelaksana kegiatan


anggaran sesuai tugasnya untuk menyusun DPA paling lama 3
(tiga) hari kerja setelah Peraturan Desa tentang APB Desa dan
Peraturan Kepala Desa tentang Penjabaran APB Desa ditetapkan.

(2) DPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:


a. Rencana Kegiatan dan Anggaran Desa;
b. Rencana Kerja Kegiatan Desa; dan
c. Rencana Anggaran Biaya.

(3) Rencana Kegiatan dan Anggaran Desa sebagaimana dimaksud


pada ayat (2) huruf a merinci setiap kegiatan, anggaran yang
disediakan, dan rencana penarikan dana untuk kegiatan yang
telah dianggarkan.

(4) Rencana Kerja Kegiatan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat


(2) huruf b merinci lokasi, volume, biaya, sasaran, waktu
pelaksanaan kegiatan, pelaksana kegiatan anggaran, dan tim yang
melaksanakan kegiatan.

(5) Rencana Anggaran Biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (2)


huruf c merinci satuan harga dan barang untuk setiap belanja
kegiatan.

(6) Kaur dan Kasi pelaksana kegiatan anggaran menyerahkan


rancangan DPA kepada Kepala Desa melalui Sekretaris Desa
paling lama 6 (enam) hari kerja setelah penugasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
Pasal 57

(1) Sekretaris Desa melakukan verifikasi rancangan DPA paling lama


15 (lima belas) hari kerja sejak Kaur dan Kasi menyerahkan
rancangan DPA.

(2) Kepala Desa menyetujui rancangan DPA yang telah diverifikasi


oleh Sekretaris Desa.

Pasal 58

(1) Dalam hal terjadi perubahan Peraturan Desa tentang APB Desa
dan/atau perubahan Peraturan Kepala Desa tentang Penjabaran
APB Desa yang menyebabkan terjadinya perubahan anggaran
dan/atau terjadi perubahan kegiatan, Kepala Desa menugaskan
Kaur dan Kasi pelaksana kegiatan anggaran untuk menyusun
rancangan DPPA.

(2) DPPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:


a. Rencana Kegiatan dan Anggaran Desa Perubahan; dan
b. Rencana Anggaran Biaya Perubahan.

(3) Kaur dan Kasi pelaksana kegiatan anggaran menyerahkan


rancangan DPPA kepada Kepala Desa melalui Sekretaris Desa
paling lama 6 (enam) hari kerja setelah penugasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).

(4) Sekretaris Desa melakukan verifikasi rancangan DPPA paling lama


15 (lima belas) hari kerja sejak Kaur dan Kasi menyerahkan DPPA.

(5) Kepala Desa menyetujui rancangan DPPA yang telah diverifikasi


oleh Sekretaris Desa.

Pasal 59

(1) Kaur Keuangan menyusun rancangan RAK Desa berdasarkan DPA


yang telah disetujui Kepala Desa.

(2) Rancangan RAK Desa sebagaimana dimaksud pada ayat ayat (1)
disampaikan kepada Kepala Desa melalui Sekretaris Desa.

(3) Sekretaris Desa melakukan verifikasi terhadap rancangan RAK


Desa yang diajukan Kaur Keuangan.

(4) Kepala Desa menyetujui rancangan RAK Desa yang telah


diverifikasi Sekretaris Desa.
Pasal 60

RAK Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 memuat arus kas


masuk dan arus kas keluar yang digunakan mengatur penarikan
dana dari rekening kas untuk mendanai pengeluaran berdasarkan
DPA yang telah disahkan oleh Kepala Desa.

Pasal 61

(1) Arus kas masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 memuat


semua pendapatan Desa yang berasal dari pendapatan asli Desa,
transfer dan pendapatan lain-lain.

(2) Setiap pendapatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didukung


oleh bukti yang lengkap dan sah.

Pasal 62

(1) Arus kas keluar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 memuat


semua pengeluaran belanja atas beban APB Desa.

(2) Setiap pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus


dapat dipertanggungjawabkan secara administrasi, fisik/teknis,
dan hukum serta didukung dengan bukti atau data dukung yang
lengkap dan sah.

(3) Bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mendapat persetujuan


Kepala Desa dan Kepala Desa bertanggung jawab atas kebenaran
material yang timbul dari penggunaan bukti tersebut.

(4) Kaur dan Kasi pelaksana kegiatan anggaran bertanggung jawab


terhadap tindakan pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat
(1).

(5) Kaur dan Kasi pelaksana kegiatan anggaran menggunakan buku


pembantu kegiatan untuk mencatat semua pengeluaran anggaran
kegiatan sesuai dengan tugasnya.

Pasal 63

(1) Kaur dan Kasi melaksanakan kegiatan berdasarkan DPA yang


telah disetujui Kepala Desa.

(2) Pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


dilakukan dengan pengadaan melalui swakelola dan/atau
penyedia barang/jasa.

(3) Pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)


diutamakan melalui swakelola.
(4) Pengadaan melalui swakelola sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) dilakukan dengan memaksimalkan penggunaan material/
bahan dari wilayah setempat dan gotong royong dengan
melibatkan partisipasi masyarakat untuk memperluas
kesempatan kerja dan pemberdayaan masyarakat setempat.

(5) Dalam hal pelaksanaan kegiatan tidak dapat dilaksanakan melalui


swakelola, baik sebagian maupun seluruhnya dapat dilaksanakan
oleh penyedia barang/jasa yang dianggap mampu dan memenuhi
persyaratan.

Pasal 64

Pengadaan barang dan/atau jasa di Desa berpedoman pada


ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur pengadaan
barang/ jasa yang bersumber dari APB Desa.

Pasal 65

(1) Kaur dan Kasi pelaksana kegiatan anggaran mengajukan SPP


dalam setiap pelaksanaan kegiatan anggaran sesuai dengan
periode yang tercantum dalam DPA dengan nominal sama besar
atau kurang dari yang tertera dalam DPA.

(2) Pengajuan SPP wajib menyertakan laporan perkembangan


pelaksanaan kegiatan dan anggaran.

(3) Dalam setiap pengajuan SPP sebagaimana dimaksud pada ayat


(1), Sekretaris Desa berkewajiban untuk:
a. meneliti kelengkapan SPP yang diajukan oleh Kaur dan Kasi
pelaksana kegiatan anggaran;
b. menguji kebenaran perhitungan tagihan atas beban APB Desa
yang tercantum dalam SPP;
c. menguji ketersedian dana untuk kegiatan dimaksud; dan
d. menolak pengajuan SPP oleh Kaur dan Kasi pelaksana
kegiatan anggaran apabila tidak memenuhi persyaratan yang
ditetapkan.

(4) Kepala Desa menyetujui permintaan pembayaran sesuai dengan


hasil verifikasi yang dilakukan oleh sekretaris Desa.

(5) Kaur Keuangan melakukan pencairan dan pembayaran sesuai


dengan besaran yang tertera dalam SPP setelah mendapatkan
persetujuan dari Kepala Desa.

(6) Kaur Keuangan hanya diperbolehkan menyimpan uang kas tunai


paling banyak sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
Pasal 66

(1) Pengajuan SPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 dapat


berupa:
a. SPP definitif;
b. SPP panjar kegiatan.

(2) Pengajuan SPP definitif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


huruf a, digunakan untuk membiayai kegiatan yang seluruhnya
dilaksanakan melalui penyedia barang/jasa yang dilakukan
setelah barang/jasa diterima.

(3) Pembayaran SPP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat


melalui pembayaran uang kas tunai oleh Kaur Keuangan atau
pembayaran melalui transfer bank kepada penyedia barang/jasa
atau pihak ketiga.

(4) Pembayaran melalui transfer bank sebagaimana dimaksud pada


ayat (3) adalah pembayaran kepada penyedia barang/jasa atau
pihak ketiga atas pengadaaan barang/jasa dengan nilai lebih dari
Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah)

(5) Pengajuan SPP sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dilampiri


dengan:
a. pernyataan tanggung jawab belanja;
b. bukti transaksi belanja atau bukti penerimaan barang/jasa;
c. dokumen pengadaan barang/jasa;
d. nomor rekening penyedia barang/jasa atau pihak ketiga,
apabila pembayaran melalui transfer bank.

Pasal 67

(1) SPP panjar kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat


(1) huruf b, adalah pembayaran yang diberikan kepada Kaur atau
Kasi pelaksana kegiatan anggaran dalam rangka pelaksanaan
kegiatan melalui swakelola dan/atau kegiatan penanganan
bencana, keadaan darurat dan mendesak Desa.

(2) Pembayaran pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) antara lain:
a. pembayaran upah tenaga kerja;
b. pelaksanaan kegiatan dan/atau pengadaan barang/jasa dalam
penanganan bencana, keadaan darurat dan mendesak.
c. kegiatan swakelola non fisik lainnya.
(3) Pengajuan SPP panjar kegiatan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dilampiri:
a. pernyataan tanggung jawab belanja; dan
b. rencana penggunaan uang panjar kegiatan.

(4) Setelah uang panjar diterima Kaur dan Kasi pelaksana kegiatan
anggaran bersama TPK Barang/Jasa dan/atau Tim Teknis
Kegiatan melaksanakan belanja kegiatan swakelola dan/atau
pengadaan barang/jasa dalam kegiatan penanganan bencana,
keadaan darurat dan mendesak desa.

Pasal 68

(1) Pembayaran uang panjar kegiatan sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 67 dapat diberikan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. jumlah uang panjar yang dapat diberikan paling banyak
sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) atau paling banyak
5% (lima persen) dari jumlah nilai pagu kegiatan;
b. penggunaan dan pertanggungjawaban uang panjar paling
lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak uang panjar diterima;
c. sisa uang panjar disetorkan kembali ke Kaur Keuangan
bersama dengan pertanggungjawaban uang panjar;
d. uang panjar tidak boleh diberikan untuk kegiatan yang sama
sebelum ada pertanggungjawaban atas uang panjar
sebelumnya.

(2) Batas waktu penggunaan dan pertanggungjawabakan uang panjar


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diberlakukan untuk
pembayaran pengadaan barang/ jasa dan/atau pelaksanaan
kegiatan oleh Kaur dan Kasi pelaksana kegiatan anggaran beserta
penyusunan pertanggungjawaban penggunaan uang panjar.

(3) Dalam hal penggunaan dan pertanggungjawaban uang panjar


sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belum dilakukan dalam
waktu 10 (sepuluh) hari kerja sejak uang panjar diterima, maka
Kaur dan Kasi pelaksana kegiatan anggaran wajib mengembalikan
uang panjar yang sudah diterima kepada Kaur Keuangan untuk
selanjutnya disetor ke Rekening Kas Desa.

(4) Kaur Keuangan mencatat pengeluaran anggaran sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) ke dalam buku kas umum dan buku
pembantu panjar.

(5) Kaur dan Kasi pelaksana kegiatan anggaran menyampaikan


pertanggungjawaban pencairan uang panjar sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berupa bukti transaksi pembayaran
pelaksanaan kegiatan dan/atau pengadaan barang/jasa kepada
Sekretaris Desa.
(6) Sekretaris Desa memeriksa kesesuaian bukti transaksi
pembayaran dengan pertanggungjawaban pencairan uang panjar
yang disampaikan oleh Kaur dan Kasi pelaksana kegiatan
anggaran.

(7) Dalam hal jumlah realisasi pengeluaran pembayaran barang/jasa


lebih kecil dari jumlah uang yang diterima, Kaur dan Kasi
pelaksana kegiatan anggaran menyetorkan kembali sisa uang
panjar ke Kaur Keuangan untuk disetor ke Rekening Kas Desa.

(8) Pertanggungjawaban SPP panjar kegiatan oleh Kaur dan Kasi


pelaksana kegiatan anggaran dengan pengajuan SPP definitif
dilengkapi dengan bukti-bukti transaksi/dokumen pengadaan
barang/jasa.

Pasal 69

Kaur dan Kasi pelaksana kegiatan anggaran wajib menyampaikan


laporan akhir realisasi pelaksanaan kegiatan dan anggaran kepada
Kepala Desa paling lambat 7 (tujuh) hari setelah seluruh kegiatan
selesai.

Pasal 70

(1) Kaur dan/atau Kasi pelaksana kegiatan anggaran menyusun RAB


pelaksanaan dari anggaran belanja tak terduga yang diusulkan
kepada Kepala Desa melalui Sekretaris Desa.

(2) Sekretaris Desa melakukan verifikasi terhadap RAB pelaksanaan


kegiatan yang diusulkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Kepala Desa memberikan persetujuan RAB pelaksanaan kegiatan


anggaran belanja tak terduga dengan Keputusan Kepala Desa
sesuai hasil verifikasi yang dilakukan oleh Sekretaris Desa.

(4) Kepala Desa melaporkan pengeluaran anggaran belanja tak


terduga kepada Bupati melalui Camat paling lama 1 (satu) bulan
sejak Keputusan Kepala Desa ditetapkan.

Pasal 71

(1) Setiap pengeluaran kas Desa yang menyebabkan beban atas


APB Desa dikenakan pajak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangan mengenai perpajakan.

(2) Kaur Keuangan sebagai wajib pungut pajak melakukan


pemotongan pajak terhadap pengeluaran kas Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
(3) Pemotongan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi
pengeluaran kas Desa atas beban belanja pegawai, belanja
barang/jasa, belanja modal dan belanja tak terduga.

(4) Kaur Keuangan wajib menyetorkan seluruh penerimaan dan


melaporkan pajak yang dipungut sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Pasal 72

Arus kas masuk dan arus kas keluar sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 60 dari mekanisme pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 36 dan Pasal 37 dianggarkan dalam APB Desa.

Pasal 73

(1) Penerimaan pembiayaan dari SiLPA tahun sebelumnya


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 digunakan untuk:
a. menutupi defisit anggaran apabila realisasi pendapatan lebih
kecil daripada realisasi belanja; dan
b. mendanai kegiatan yang belum selesai atau lanjutan.

(2) SiLPA yang digunakan untuk menutupi defisit anggaran


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, merupakan
perhitungan perkiraan penerimaan dari pelampauan pendapatan
dan/atau penghematan belanja tahun sebelumnya yang
digunakan untuk membiayai kegiatan yang telah ditetapkan
dalam APB Desa tahun anggaran berkenaan.

(3) SiLPA yang digunakan untuk mendanai kegiatan yang belum


selesai atau lanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b, merupakan perhitungan riil dari anggaran dan kegiatan yang
harus diselesaikan pada tahun anggaran berikutnya.

(4) Kaur dan/atau Kasi pelaksana kegiatan anggaran mengajukan


kembali rancangan DPA untuk disetujui Kepala Desa menjadi
DPAL untuk mendanai kegiatan yang belum selesai atau lanjutan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b.

(5) Kaur dan Kasi pelaksana kegiatan anggaran dalam mengajukan


rancangan DPAL sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dilampiri
laporan akhir realisasi pelaksanaan kegiatan dan anggaran
kepada Kepala Desa paling lambat pertengahan bulan Desember
tahun anggaran berjalan.

(6) Sekretaris Desa menguji kesesuaian jumlah anggaran dan sisa


kegiatan yang akan disahkan dalam DPAL.
(7) DPAL yang telah disetujui menjadi dasar penyelesaian kegiatan
yang belum selesai atau lanjutan pada tahun anggaran
berikutnya.

Pasal 74

(1) Pencairan dana cadangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37


ayat (1) huruf a dan pembentukan dana cadangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 38 huruf a dicatatkan dalam Catatan Atas
Laporan Keuangan (CALK).

(2) Pencatatan pencairan dana cadangan sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) merupakan penyisihan anggaran dana cadangan
dalam Rekening Kas Desa.

(3) Pencairan Dana cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)


dianggarkan pada penerimaan pembiayaan dalam APB Desa.

Pasal 75

(1) Penyertaan modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 huruf b


dicatat pada pengeluaran pembiayaan.

(2) Hasil keuntungan dari penyertaan modal sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) dimasukan sebagai pendapatan asli Desa.

Bagian Kelima
Penatausahaan

Pasal 76

(1) Penatausahaan keuangan dilakukan oleh Kaur Keuangan sebagai


pelaksana fungsi kebendaharaan.

(2) Penatausahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan


dengan mencatat setiap penerimaan dan pengeluaran dalam buku
kas umum.

(3) Pencataan pada buku kas umum sebagaimana dimaksud pada


ayat (2) ditutup setiap akhir bulan.

Pasal 77

(1) Kaur Keuangan wajib membuat buku pembantu kas umum yang
terdiri atas:
a. buku pembantu bank;
b. buku pembantu pajak; dan
c. buku pembantu panjar.
(2) Buku pembantu bank sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a merupakan catatan penerimaan dan pengeluaran melalui
rekening kas Desa.

(3) Buku pembantu pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b merupakan catatan penerimaan potongan pajak dan
pengeluaran setoran pajak.

(4) Buku pembantu panjar sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


huruf c merupakan catatan pemberian dan pertanggungjawaban
uang panjar.

Pasal 78

(1) Semua Penerimaan Desa baik berupa uang atau barang/jasa yang
dapat dinilai dengan uang disetor ke Rekening Kas Desa.

(2) Penerimaan Desa disetor ke Rekening Kas Desa dengan cara:


a. disetor langsung ke bank penampung penerimaan Desa oleh
Pemerintah, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Pemerintah
Daerah;
b. disetor melalui bank lain, badan, lembaga keuangan dan/atau
kantor pos oleh pihak ketiga; dan
c. disetor tunai oleh Kaur Keuangan untuk penerimaan yang
diperoleh dari pihak ketiga.

(3) Tata cara penyetoran penerimaan Desa ke Rekening Kas Desa


sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dilaksanakan sesuai
dengan waktu penerimaan atau dapat dilaksanakan secara
berkala sesuai dengan kondisi wilayah masing-masing Desa paling
lambat 5 (Lima) hari kerja setelah penerimaan.

Pasal 79

(1) Pengeluaran Desa yang mengakibatkan beban APB Desa tidak


dapat dilakukan sebelum rancangan Peraturan Desa tentang APB
Desa ditetapkan menjadi Peraturan Desa.

(2) Pengeluaran atas beban APB Desa dilakukan berdasarkan RAK


Desa yang telah disetujui oleh Kepala Desa.

(3) Pengeluaran atas beban APB Desa untuk kegiatan yang dilakukan
secara swakelola dikeluarkan oleh Kaur Keuangan kepada Kaur
dan Kasi pelaksana kegiatan anggaran atas dasar DPA dan SPP
yang diajukan serta telah disetujui oleh Kepala Desa.
(4) Pengeluaran atas beban APB Desa untuk kegiatan yang dilakukan
melalui penyedia barang/jasa dikeluarkan oleh Kaur Keuangan
langsung kepada penyedia barang/jasa atas dasar DPA dan SPP
yang diajukan oleh Kaur dan Kasi pelaksana kegiatan anggaran
serta telah disetujui oleh Kepala Desa.

(5) Pengeluaran atas beban APB Desa untuk belanja pegawai,


dilakukan secara langsung oleh Kaur Keuangan dan diketahui
oleh Kepala Desa.

(6) Pengeluaran atas beban APB Desa sebagaimana dimaksud pada


ayat (2), ayat (3), ayat (4) dan ayat (5) dapat dilakukan secara
tunai atau secara transfer melalui Bank, dibuktikan dengan
kuitansi pengeluaran/ bukti transfer dan/atau kuitansi
penerimaan.

(7) Kuitansi pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (6)


ditandatangani oleh Kaur Keuangan.

(8) Kuitansi penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (6)


ditandatangani oleh penerima dana.

Pasal 80

(1) Buku kas umum yang ditutup setiap akhir bulan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 76 ayat (3) dilaporkan oleh Kaur Keuangan
kepada Sekretaris Desa paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan
berikutnya.

(2) Sekretaris Desa melakukan verifikasi, evaluasi dan analisis atas


laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Sekretaris Desa melaporkan hasil verifikasi, evaluasi dan analisis


sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Kepala Desa untuk
disetujui.

(4) Kepala Desa melakukan pemeriksaan kas Kaur Keuangan secara


berkala paling lama 3 (tiga) bulan sekali dan dibuatkan Berita
Acara Hasil Pemeriksaan Kas.

Pasal 81

(1) Dokumen penatausahaan penerimaan menggunakan:


a. buku kas umum;
b. buku pembantu kegiatan penerimaan swadaya masyarakat;
c. Surat Tanda Setoran dan/atau bukti penerimaan yang
lengkap dan sah;
d. buku bank Desa; dan
e. buku kas pembantu pajak.
(2) Dokumen penatausahaan pengeluaran menggunakan:
a. DPA/DPPA/DPAL, RAB Pelaksanaan atau RAK Desa;
b. SPP;
c. pernyataan tanggungjawab belanja;
d. buku kas pembantu kegiatan;
e. buku kas umum;
f. buku bank Desa;
g. buku kas pembantu pajak;
h. buku pembantu panjar;
i. kwitansi pengeluaraan;
j. laporan perkembangan pelaksanaan kegiatan dan anggaran;
k. laporan akhir pelaksanaan kegiatan dan anggaran;
l. laporan realisasi pelaksanaan APB Desa semester pertama;
m. laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APB Desa;
n. dokumen pengadaan barang/jasa atau bukti/data dukung
pengeluaran yang lengkap dan sah sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan;
o. bukti atas penyetoran pajak (e-billing): dan
p. dokumen penting lainnya, antara lain:
1. dokumentasi/foto kegiatan; dan
2. dokumen arsip penting lainnya.

(3) Dokumen penatausahaan penerimaan dan pengeluaran


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diarsipkan
dengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Bagian Keenam
Pelaporan

Pasal 82

(1) Kepala Desa menyampaikan laporan pelaksanaan APB Desa


semester pertama kepada Bupati melalui Camat.

(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:


a. laporan pelaksanaan APB Desa; dan
b. laporan realisasi pelaksanaan kegiatan dan anggaran.

(3) Kepala Desa menyusun laporan sebagaimana dimaksud pada ayat


(1) dengan cara menggabungkan seluruh laporan realisasi
pelaksanaan kegiatan dan anggaran dari pelaksana kegiatan
anggaran sebagaimana dimaksud pada Pasal 69, paling lambat
minggu kedua bulan Juli tahun berjalan.

(4) Camat merekapitulasi laporan pelaksanaan APB Desa semester


pertama untuk selanjutnya disampaikan kepada Bupati melalui
Dinpermasdes dan tembusan disampaikan kepada BPPKAD.
(5) Penyampaian rekapitulasi laporan pelaksanaan APB Desa
Semester Pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (4) paling
lambat akhir bulan Juli tahun berjalan berupa berkas salinan
lunak (softcopy) dan berkas tercetak (hardcopy).

Pasal 83

Bupati menyampaikan laporan konsolidasi pelaksanaan APB Desa


kepada Menteri melalui Direktur Jenderal Bina Pemerintahan Desa
paling lambat minggu kedua bulan Agustus tahun berjalan.

Bagian Ketujuh
Pertanggungjawaban

Pasal 84

(1) Kepala Desa menyampaikan laporan pertanggungjawaban


realisasi APB Desa kepada Bupati melalui Camat setiap akhir
tahun anggaran.

(2) Laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat


(1) disampaikan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah akhir tahun
anggaran berkenaan yang ditetapkan dengan Peraturan Desa.

(3) Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disertai


dengan:
a. laporan keuangan, terdiri atas:
1. laporan realisasi APB Desa; dan
2. catatan atas laporan keuangan (CALK).
b. laporan realisasi pelaksanaan kegiatan dan anggaran akhir
tahun;
c. daftar program sektoral, program daerah dan program lainnya
yang masuk ke Desa.

Pasal 85

(1) Laporan pertanggungjawaban realisasi APB Desa sebagaimana


dimaksud Pasal 84 ayat (1) disusun dengan tata cara sebagai
berikut:
a. Sekretaris Desa mengkoordinasikan penyusunan rancangan
Peraturan Desa tentang Pertanggungjawaban Realisasi
Pelaksanaan APB Desa;
b. rancangan Peraturan Desa tentang Pertanggungjawaban
Realisasi Pelaksanaan APBDes yang telah disusun
sebagaimana dimaksud pada huruf a disampaikan oleh
Sekretaris Desa kepada Kepala Desa;
c. Kepala Desa menyampaikan rancangan Peraturan Desa
tentang Pertanggungjawaban Realisasi Pelaksanaan APB Desa
sebagaimana dimaksud pada huruf b kepada BPD untuk
dibahas dan disepakati bersama;
d. berdasarkan kesepakatan Kepala Desa dengan BPD
sebagaimana dimaksud pada huruf c, maka rancangan
Peraturan Desa tentang Pertanggungjawaban Realisasi
Pelaksanaan APB Desa dapat ditetapkan menjadi Peraturan
Desa.

(2) Peraturan Desa tentang Laporan Pertanggungjawaban Realisasi


Pelaksanaan APB Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan oleh Kepala Desa ke Camat untuk mendapatkan
verifikasi dan evaluasi.

(3) Peraturan Desa tentang Laporan Pertanggungjawaban Realisasi


Pelaksanaan APB Desa setelah di verifikasi selanjutnya oleh Tim
Fasilitasi Kecamatan disampaikan kepada Bupati melalui
DINPERMADES, dengan tembusan ditujukan kepada BPPKAD
berupa berkas salinan lunak (softcopy) dan berkas tercetak
(hardcopy) paling lambat bulan Februari tahun berikutnya.

(4) Bupati menyampaikan laporan konsolidasi realisasi pelaksanaan


APB Desa kepada Menteri melalui Direktur Jenderal Bina
Pemerintahan Desa paling lambat minggu kedua bulan Maret
tahun berikutnya.

Pasal 86

(1) Kepala Desa yang tidak atau terlambat menyampaikan laporan


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 dan Pasal 84, dapat
dikenakan sanksi administrasi.

(2) Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berupa:


a. teguran lisan;
b. teguran tertulis;
c. pernyataan tidak puas secara tertulis (penilaian kinerja tidak
baik);
d. penundaan penyaluran dana transfer kepada desa.

(3) Teguran lisan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)


huruf a diberikan paling banyak 3 (tiga) kali berturut-turut
dengan selang waktu masing-masing 7 (tujuh) hari kalender.

(4) Teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2)


huruf b dikenakan apabila Kepala Desa yang tidak mengindahkan
teguran lisan ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(5) Teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
diberikan paling banyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan
selang waktu masing-masing 7 (tujuh) hari kalender.

(6) Pernyataan tidak puas secara tertulis (penilaian kinerja tidak baik)
dimaksud pada ayat (2) huruf c dikenakan apabila Kepala Desa
yang tidak mengindahkan teguran tertulis ketiga sebagaimana
dimaksud pada ayat (5).

(7) Pemerintah Desa yang menerima pernyataan tidak puas secara


tertulis (penilaian kinerja tidak baik) sebagaimana dimaksud pada
ayat (6) dikenakan sanksi berupa penundaan penyaluran dana
transfer kepada Desa untuk tahun berikutnya.

Pasal 87

(1) Bupati mendelegasikan pengenaan sanksi admininistrasi berupa


teguran lisan dan teguran tertulis kepada Camat.

(2) Camat melaporkan pelaksanaan pengenaan sanksi administrasi


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Bupati secara
berkala.

(3) Pengenaan sanksi administrasi berupa Pernyataan Tidak Puas


Secara Tertulis (penilaian kinerja tidak baik) dan penundaan
penyaluran dana transfer kepada Desa dilakukan oleh Bupati.

Pasal 88

Laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84


merupakan:
a. bagian dari Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa akhir
tahun anggaran;
b. ihtisar lampiran laporan pertanggungjawaban realisasi
pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

Pasal 89

(1) Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 dan Pasal 84


diinformasikan kepada masyarakat melalui media informasi.

(2) Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit


memuat:
a. laporan realisasi APB Desa/Perubahan APB Desa;
b. laporan realisasi pelaksanaan kegiatan dan anggaran akhir
tahun;
c. kegiatan yang belum selesai dan/atau tidak terlaksana;
d. sisa anggaran; dan
e. alamat pengaduan.
BAB V

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Bagian Kesatu
Pembinaan

Pasal 90

(1) Pembinaan terhadap pengelolaan Keuangan Desa dilaksanakan


oleh Bupati dan Camat.

(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), antara lain


berupa:
a. pemberian pedoman, bimbingan dan pendampingan
pelaksanaan pengelolaan keuangan Desa;
b. pemberian pedoman, bimbingan dan pendampingan pelaporan
keuangan Desa.

(3) Guna menjamin kelancaran dan efektifitas kegiatan pembinaan


pelaksanaan pengelolaan keuangan Desa sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dibentuk:
a. Tim Fasilitasi Pelaksanaan Pengelolaan Keuangan Desa Tingkat
Kabupaten; dan
b. Tim Fasilitasi Pelaksanaan Pengelolaan Keuangan Desa Tingkat
Kecamatan.

Pasal 91

(1) Tim Fasilitasi Pelaksanaan Pengelolaan Keuangan Desa Tingkat


Kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 ayat (3)
huruf a ditetapkan dengan Keputusan Bupati.

(2) Susunan keanggotaan Tim Fasilitasi sebagaimana dimaksud pada


ayat (1), terdiri dari:
a. Bupati, Wakil Bupati Purworejo dan Sekretaris Daerah
Kabupaten Purworejo selaku Penasehat;
b. Asisten Pemerintahan Sekretariat Daerah Kabupaten
Purworejo selaku Pengarah;
c. Kepala DINPERMASDES sebagai Ketua;
d. Kepala Bidang Pendapatan, Pengelolaan keuangan dan Aset
Desa pada DINPERMASDES sebagai Sekretaris I;
e. Kepala Seksi Pengelolaan Keuangan Desa pada
DINPERMASDES sebagai Sekretaris II;
f. Inspektur Kabupaten Purworejo sebagai Anggota;
g. Sekretaris DINPERMASDES sebagai Anggota;
h. Unsur Badan Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset
Daerah Kabupaten Purworejo sebagai Anggota;
i. Unsur Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten
Purworejo sebagai anggota;
j. Unsur Inspektorat Kabupaten Purworejo;
k. Unsur Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten
Purworejo sebagai Anggota;
l. Unsur Dinas DINPERMASDES sebagai Anggota;
m. Pelaksana DINPERMASDES sebagai Staf Teknis;
n. Pelaksana DINPERMASDES sebagai Staf Administrasi.

(3) Tim Fasilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mempunyai


tugas, kewenangan dan kewajiban sebagai berikut:
a. menyusun pedoman pengelolaan keuangan Desa;
b. melaksanaan sosialisasi peraturan mengenai pengelolaan
keuangan Desa;
c. melakukan fasilitasi, pembinaan, monitoring, dan evaluasi
terhadap tahapan pelaksanaan pengelolaan keuangan desa;
d. melakukan fasilitasi penyelesaian permasalahan dalam
pelaksanaan pengelolaan keuangan Desa yang tidak dapat
diselesaikan oleh Tim Fasilitasi Pelaksanaan Pengelolaan
Keuangan Desa Tingkat Kecamatan;
e. melaporkan pelaksanaan tugas kepada Bupati.

(4) Biaya operasional Tim Fasilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat


(2) dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Kabupaten Purworejo yang dialokasikan pada DINPERMASDES.

Pasal 92

(1) Tim Fasilitasi Pelaksanaan Pengelolaan Keuangan Desa Tingkat


Kecamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 ayat (3) huruf
b ditetapkan dengan Keputusan Camat.

(2) Susunan keanggotaan Tim Fasilitasi sebagaimana dimaksud pada


ayat (2), terdiri dari:
a. Camat selaku Penanggung Jawab;
b. Sekretaris Kecamatan sebagai Ketua;
c. Kepala Seksi yang membidangi ekonomi dan/atau
pembangunan atau Kepala Seksi lain yang ditunjuk sebagai
Sekretaris;
d. unsur Kecamatan sebagai Anggota sesuai kebutuhan.

(3) Tim Fasilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai


tugas, kewenangan dan kewajiban sebagai berikut:
a. mendampingi Pemerintahan Desa dalam musyawarah desa
dan/atau musyawarah perencanaan pembangunan desa;
b. memfasilitasi dan pendampingan secara teknis penyusunan
dokumen perencanaan dan penganggaran, pelaksanaan,
penatausahaan, pelaporan dan pertanggungjawaban keuangan
desa dan/atau dokumen lain yang diperlukan sebagai dasar
pelaksanaan pengelolaan keuangan Desa;
c. melakukan pembinaan dan/atau pengawalan pelaksanaan
tahapan pengelolaan keuangan desa mulai dari perencanaan,
pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan pertanggung-
jawaban keuangan Desa;
d. melakukan verifikasi dan evaluasi administrasi pelaksanaan
tahapan pengelolaan keuangan desa, termasuk verifikasi dan
evaluasi terhadap berkas persyaratan/permohonan pencairan
dan laporan pertanggungjawaban dana transfer yang diajukan
oleh Pemerintah Desa, dan hasilnya dituangkan dalam Berita
Acara Verifikasi dan Evaluasi;
e. melakukan pengumpulan dan rekapitulasi data/dokumen/
pelaporan administrasi pengelolaan keuangan Desa dan
menyampaikan kepada Bupati melalui Kepala
DINPERMASDES;
d. melakukan fasilitasi penyelesaian permasalahan dalam
pengelolaan keuangan Desa;
e. melakukan monitoring dan evaluasi tahapan pelaksanaan
pengelolaan keuangan Desa.

(4) Biaya operasional Tim Fasilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat


(1) dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Kabupaten Purworejo yang dialokasikan pada Kecamatan.

Bagian Kedua
Pengawasan

Pasal 93

(1) Pengawasan terhadap pengelolaan keuangan Desa berupa


pengawasan umum oleh masyarakat dan pengawasan fungsional
oleh APIP.

(2) Pengawasan umum oleh masyarakat sebagaimana dimaksud pada


ayat (1), dilaksanakan oleh BPD dan ditujukan terhadap kebijakan
pengelolaan keuangan Desa.

(3) Pengawasan fungsional oleh APIP sebagaimana dimaksud pada


ayat (1), ditujukan terhadap pelaksanaan pengelolaan keuangan
Desa beserta kegiatannya.

(4) Apabila berdasarkan hasil pengawasan umum oleh masyarakat


sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditemukan indikasi
terjadinya penyimpangan dan/ atau penyalahgunaan keuangan
Desa, maka penyelesaiannya dilaksanakan secara berjenjang
mulai dari tingkat Desa, tingkat Kecamatan dan tingkat
Kabupaten.

(5) Apabila berdasarkan hasil pengawasan fungsional oleh APIP


sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan/atau Aparat Penegak
Hukum, ditemukan indikasi terjadinya penyimpangan dan/ atau
penyalahgunaan keuangan Desa, maka penyelesaiannya
dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
(6) Hasil pengawasan oleh APIP sebagaimana dimaksud pada ayat (5),
dapat menjadi dasar pertimbangan bagi Tim Fasilitasi
Pelaksanaan Pengelolaan Keuangan Desa dalam memberikan
rekomendasi kepada Bupati untuk menyelesaikan permasalahan
pencairan, pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan Desa.

BAB VI

SANKSI

Pasal 94

(1) Pengelolaan Keuangan Desa yang tidak sesuai dengan ketentuan


dalam Peraturan Bupati ini, dikenai sanksi sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.

(2) Kerugian Desa yang disebabkan adanya pelanggaran administratif


dan/atau pelanggaran pidana diselesaikan sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.

BAB VII

KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 95

(1) Dalam hal Kaur Keuangan berhalangan tetap atau berhalangan


sementara selama 1 (satu) sampai dengan 3 (tiga) bulan, maka
Kepala Desa dapat menunjuk kaur atau kasi sebagai pejabat
pengganti sementara yang melaksanakan tugas kebendaharaan
Desa.

(2) Dalam hal Pemerintah Desa tidak dapat


mempertanggungjawabkan penggunaan Keuangan Desa karena
tindakan Kepala Desa dan/atau Perangkat Desa, maka
penyelesaiannya dibebankan Kepala Desa dan/atau Perangkat
Desa yang bersangkutan.

(3) Penanganan permasalahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),


dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku.
BAB VIII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 96

Daftar Kode Rekening serta Format Peraturan Desa tentang APB


Desa, Peraturan Kepala Desa tentang Penjabaran APB Desa,
Peraturan Desa tentang Perubahan APB Desa, Peraturan Kepala Desa
tentang Penjabaran Perubahan APB Desa, DPA, DPPA, DPAL, RAK
Desa, Buku Pembantu Kegiatan, Laporan Perkembangan Pelaksanaan
Kegiatan dan Anggaran, SPP, Laporan Realisasi Pelaksanaan Kegiatan
dan Anggaran Akhir Tahun, Buku Kas Umum, Buku Pembantu Kas
Umum, Kuitansi, Laporan Pelaksanaan APB Desa Semester Pertama,
dan Laporan Pertanggungjawaban Realisasi APB Desa tercantum
dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Bupati ini.

Pasal 97

(1) Pengelolaan keuangan Desa sebagaimana diatur dalam Peraturan


Bupati ini mulai berlaku untuk APB Desa tahun anggaran 2019.

(2) Penggunaan SISKEUDES versi 2.0 dalam pelaksanaan


pengelolaan keuangan Desa diberlakukan secara bertahap mulai
tahun anggaran 2019.

Pasal 98

Pada saat Peraturan Bupati ini mulai berlaku:


a. Peraturan Bupati Purworejo Nomor 16 Tahun 2015 tentang
Pengelolaan Keuangan Desa (Berita Daerah Kabupaten Purworejo
Tahun 2015 Nomor 16 Seri E Nomor 13);
b. Peraturan Bupati Purworejo Nomor 22 Tahun 2016 tentang
Perubahan Atas Peraturan Bupati Nomor 16 Tahun 2015 tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa (Berita Daerah Kabupaten
Purworejo Tahun 2016 Nomor 22 Seri E Nomor 19);
c. Peraturan Bupati Purworejo Nomor 60 Tahun 2016 tentang
Perubahan Kedua Atas Peraturan Bupati Nomor 16 Tahun 2015
tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa (Berita Daerah
Kabupaten Purworejo Tahun 2016 Nomor 60 Seri E Nomor 50);
d. Peraturan Bupati Purworejo Nomor 14 Tahun 2017 tentang
Perubahan Ketiga Atas Peraturan Bupati Nomor 16 Tahun 2015
tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa (Berita Daerah
Kabupaten Purworejo Tahun 2017 Nomor 14 Seri E Nomor 12);
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 99

Peraturan Bupati ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan


Peraturan Bupati ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah
Kabupaten Purworejo.

Ditetapkan di Purworejo
pada tanggal 21 Desember 2018

BUPATI PURWOREJO,

ttd

AGUS BASTIAN

Diundangkan di Purworejo
pada tanggal 21 Desember 2019

SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN PURWOREJO,

ttd

SAID ROMADHON

BERITA DAERAH KABUPATEN PURWOREJO


TAHUN 2018 NOMOR 86 SERI E NOMOR 54

Anda mungkin juga menyukai