Anda di halaman 1dari 10

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Cacing tanah merupakan organisme tanah heterotrof, bersifat hermaprodit
biparental dari filum Annelida, kelas Clitellata, ordo Oligochaeta, dengan famili
Lumbricidae dan Megascolecidae yang banyak dijumpai dan penting untuk
pertanian. Cacing tanah mampu hidup 1-10 tahun dan dalam proses hidupnya
dapat hidup melalui fragmentasi ataupun reproduksi dengan melakukan kopulasi
membentuk kokon. Kopulasi dan produksi kokon biasanya dilakukan pada bulan
panas. Anak cacing tanah menetas dari kokon setelah 2-3 minggu inkubasi, dan
2-3 bulan selanjutnya anak tersebut telah dewasa (Subowo, 2013).
Cacing tanah termasuk hewan tingkat rendah, karena tidak memiliki tulang
belakang atau invertebrata. Cacing tanah tergolong ke dalam Filum Annelida.
Annelida berasal dari kata Annulus yang berarti cincin. Tubuh hewan ini terdiri
dari cincin-cincin atau segmen-segmen. Cacing tanah dikelompokkan dalam ordo
Oligochaeta. Oligochaeta atau dalam bahasa yunani, oligo adalah sedikit, chaetae
adalah rambut kaku merupakan annelida berambut sedikit. Oligochaeta terdiri atas
dua subordo yakni Archioligochaeta memiliki jumlah seta tidak sama setiap
segmen, saluran jantan membuka pada satu segmen eksterior
(Nilawati et al., 2014).
Filum annelida memiliki ciri-ciri yaitu bentuk tubuhnya bulat panjang,
tersusun atas segmen-segmen yang saling berhubungan dan disebut dengan somit.
Alat pencernaan, sekresi, peredaran darah, saraf dan alat perkembangbiakannya
telah berkembang dengan baik. Mempunyai rongga badan diantara kulit dan
dinding ususnya, disetiap segmennya terdapat bulu-bulu pendek atau chaeta, dan
bersifat metameri yaitu setiap segmen tubuh mempunyai alat ekskresi, alat
pembiakan, otot dan pembuluh darah sendiri, serta hidup disemua habitat
diantaranya di air laut, air tawar, dan di darat (Astuti, 2007).
Pedoturbasi oleh fauna tanah dapat mencegah terbentuknya horison argilik
pada beberapa ekosistem. Selain dapat mencampur tanah maupun bahan organik
lapisan atas dan bawah, kotoran cacing atau casting dapat memperbaiki agregat
tanah dan memperpanjang pendauran C-organik tanah. Apabila mendapat
cekaman lingkungan, cacing akan melindungi diri dengan mengeluarkan bahan
mukus atau lendir untuk menyelimuti tubuhnya (Nilawati et al., 2014).
Berdasarkan jenis makanan, cacing tanah dikelompokkan menjadi tiga,
yaitu geofagus atau pemakan tanah, limifagus atau pemakan tanah subur atau
tanah basah, dan litter feeder atau pemakan bahan organik. Cacing tanah juga
dapat dikelompokkan berdasarkan tempat hidup, kotorannya, kenampakan warna,
dan makanannya, yaitu epigaesis, anazesis, dan endogaesis (Subowo, 2013).
Habitat cacing tanah dapat ditemukan pada tanah lahan kering masam
sampai alkali atau basa yang memiliki kecukupan air. Jenis-jenis cacing tanah asli
atau native biasanya hidup pada tanah bertekstur halus, umumnya tanah dengan
jenis liat, liat berdebu atau lempung berdebu, dan jarang ditemukan pada tanah
berpasir. Umumnya cacing hidup pada pH 4,50-6,50, tetapi bila kandungan bahan
organik tanah tinggi, cacing mampu berkembang pada pH 3. Pada musim
kemarau, cacing tanah biasanya bermigrasi ke tanah-tanah basah, seperti daerah
sumber air dan tanah di bawah pohon pisang (Subowo, 2013).
Cacing tanah membutuhkan kelembaban lingkungan yang biasanya disebut
RH atau relative humudity, baik kelembaban media tempat tumbuh maupun
kelembaban udara. Kelembaban media tumbuh yang optimum bagi pertumbuhan
cacing adalah 42-60%. Kelembaban udara yang optimum bagi pertumbuhan
cacing tanah yaitu sekitar 65%. Kelembaban media yang terlalu tinggi
menyebabkan cacing berwarna pucat, bahkan mati. Sebaliknya jika terlalu kering
cacing akan masuk ke dalam media yang masih basah (Rukmana, 2011).
Cacing tanah membuat lubang dengan cara mendesak massa tanah atau
dengan memakan langsung massa tanah. Kelompok geofagus akan memakan
massa tanah, dan kelompok mendesak massa tanah. Lubang yang dibuat tidak
hanya digunakan untuk mendukung pergerakan cacing dari tekanan lingkungan,
tetapi juga sebagai tempat menyimpan dan mencerna makanan. (Subowo, 2013).

1.2. Tujuan Praktikum


Praktikum ini bertujuan untuk mengamati dan mengenal ciri morfologi
beberapa spesies anggota filum Annelida.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Annelida


Annelida berarti cincin kecil dan tubuh bersegmen yang mirip dengan
serangkaian cincin yang menyatu merupakan ciri khas filum Annelida. Terdapat
sekitar 15.000 spesies filum Annelida, yang panjangnya berkisar antara kurang
dari 1 mm sampai 3 m pada cacing tanah Australia. Anggota filum Annelida
hidup di laut, sebagian besar habitat air tawar, dan tanah lembap. Cacing tanah
dapat berumur antara 1-5 tahun. Siklus atau daur hidup dari cacing dewasa kawin
dan menghasilkan cacing dewasa kembali berlangsung selama 2,5-3 bulan. Masa
produktif aktif cacing tanah dewasa terjadi pada umur 4-11 bulan.
(Fried dan George, 2005).

2.2. Jenis-jenis Anggota Filum Annelida


Filum Annelida, terbagi menjadi tiga kelas yaitu Polychaeta, Hirudinea, dan
Oligochaeta. Polychaeta merupakan kelompok cacing yang memiliki banyak seta
atau sisir di tubuhnya, contohnya adalah Nereis dan Arenicola. Sedangkan contoh
dari kelompok Hirudinea adalah lintah dan pacet atau Hirudo medicinalis dan
Haemadipsa zeylanica. Kelas terakhir dari phylum Annelida adalah Oligochaeta
dimana cacing tanah termasuk di dalamnya lantaran jumlah seta
pada tubuh cacing tanah sangat sedikit (Nilawati et al., 2014).
Polychaeta adalah jenis cacing yang termasuk ke dalam Filum Annelida
yang memiliki seta, tubuh beruas-ruas dan hidup kosmopolitan di berbagai tipe
ekosistem laut. Polychaeta mendominasi komunitas makrobentik infauna sekitar
80% dari total komunitas bentik. Polychaeta pada sedimen laut memiliki peran
penting dalam proses siklus nutrien, metabolisme bahan pencemar dan sebagai
produktivitas sekunder suatu perairan. Polychaeta juga berperan penting pada
rantai makanan organisme dasar laut seperti menjadi makanan alami ikan-ikan
dasar dan sebagian mamalia laut. Polychaeta termasuk ke dalam organisme laut
yang toleran terhadap kontaminasi dan hidup di dalam dan permukaan sedimen
(Sahidin dan Yusli, 2016).
Oligochaeta merupakan cacing yang memiliki tubuh yang tersusun atas
115-200 segmen. Panjang tubuh cacing ini ada yang mencapai 1 m. ukuran
terkecil daric acing ini ialah 0,5 mm dan tidak mempunyai parapodia. Spesies
yang termasuk jenis Oligochaeta adalah cacing tanah Lumbricus terrestris.
Hirudinea merupakan cacing yang hidup di air tawar, air laut, dan tempat-tempat
yang lembap atau basah. Hirudinea ini memiliki tubuh agak pipih memanjang dan
hidup sebagai predator atau parasit. Hirudinea ini memiliki dua alat penghisap
serta makanannya berupa hewan yang mati, cacing, insekta, larva keong dan
terkadang menghisap darah hewan yang berukuran besar. Salah satu contoh
hewan jenis ini adalah Hirudo medicianalis (Rukmana, 2011).
Adapun spesies cacing tanah yang pernah dilaporkan terdapat di Sumatera
diantaranya terdiri dari beberapa spesies seperti Pheretima heterochaeta,
Pheretima darnliensis, Planapheretima moultoni, Friderica bulbosa,
Friderica sp., Pontoscolex corethrurus, Megascolex sp., Megascolex sp., dan
Drawida sp (Nilawati et al., 2014).

2.3. Habitat
Cacing tanah hidup dan berkembangbiak di dalam tanah yang lembab dengan
suhu sekitar 15-25 ˚C. Cacing tanah merupakan hewan nokturnal yaitu aktivitas
hidupnya lebih banyak pada malam hari sedangkan pada siang harinya istirahat.
Cacing tanah juga hewan fototaksis negatif artinya cacing tanah selalu menghindar
setiap ada cahaya, dan segera menutup lubang sarang. Cacing tanah tidak dapat
tinggal di tempat yang terlalu banyak air karena ketersediaan oksigen di dalamnya
sangat sedikit atau anaerob (Rukmana, 2011).
Adanya cacing tanah yang dapat membuat lubang akan meningkatkan pori
aerasi di dalam tanah, sehingga dapat mengolah tanah dengan menurunkan
kepadatan tanah dan berlangsung secara terus-menerus sesuai dengan daya
dukungnya. Cacing tanah dari kelompok endogaesis dapat menghancurkan dan
mengangkat liat maupun bahan-bahan lain dari horison argilik kembali ke lapisan
atas atau bioturbasi. Lubang-lubang cacing tanah dapat meningkatkan laju
infiltrasi maupun perkolasi sehingga menurunkan aliran permukaan, erosi maupun
penghanyutan bahan organik di permukaan tanah serta mendistribusikan bahan
organik ke lapisan yang lebih dalam (Subowo, 2013).
2.4. Karakteristik Cacing Tanah
Binatang ini bersifat hermafrodit atau biseksual. Artinya, pada tubuhnya
terdapat dua alat kelamin, yaitu jantan dan betina. Alat kelamin jantan dan betina
biasanya terletak pada bagian tubuh antara segmen ke-9 sampai segmen ke-15.
Ciri cacing tanah dewasa atau yang siap melakukan perkawinan adalah
terbentuknya klitelum atau cincin, gelang. Klitelum ini biasanya muncul pada
cacing tanah yang telah berumur lebih dari 2,5 bulan. Lumbricus rubellus
pembentukan klitelum terjadi setelah berumur 2,5-3 bulan
(Sahidin dan Yusli, 2016).
Cacing tanah harus menggunakan otot-otot tubuhnya yang panjang dan tebal
yang melingkari tubuhnya untuk bergerak. Adanya lendir pada tubuhnya yang
dihasilkan oleh kelenjar epidermis dapat mempermudah pergerakannya di
tempat-tempat yang padat dan kasar. Lendir itupun dapat memperlicin tubuhnya
dalam membuat lubang di tanah sehingga cacing dapat dengan mudah keluar
masuk lubang (Rukmana, 2011).
Cacing tanah tidak memiliki mata, tetapi di tubuhnya terdapat prostomium.
Prostomium ini merupakan organ syaraf perasa dan berbentuk seperti bibir. Organ
ini terbentuk dari tonjolan daging yang dapat menutupi lubang mulut. Prostomium
terdapat pada bagian depan tubuhnya. Adanya prostomium ini membuat cacing
tanah peka terhadap benda-benda di sekelilingnya. Itulah sebabnya cacing tanah
dapat menemukan bahan organik yang menjadi makanannya walaupun tidak
memiliki mata (Astuti, 2007).

2.5. Sikus Hidup Cacing Tanah


Siklus hidup cacing tanah mulai dari kokon, cacing muda (jouvenil), cacing
produktif, dan cacing tua. Lama siklus hidup ini tergantung pada kesesuaian
kondisi lingkungan, cadangan makanan, dan jenis cacing tanah. Berbagai
penelitian yang dilakukan diperoleh lama siklus hidup cacing tanah L. rubellus
hingga mati mencapai 1-5 tahun. Kokon yang dihasilkan dari cacing tanah akan
menetas setelah berumur 14-21 hari. Setelah menetas, cacing tanah muda ini akan
hidup dewasa kelamin cacing tanah akan menghasilkan kokon dari perkawinannya
yang berlangsung 6-10 hari (Subowo, 2013).
BAB 3
METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum ini dilaksanakan pada tanggal 14 Maret 2018, bertempat di
Laboratorium Fisiologi Hewan Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Sriwijaya, Indralaya.

3.2 Alat dan Bahan


Alat yang digunakan yaitu alat bak preparat, kaca pembesar, dan pinset.
Bahan yang digunakan adalah Pheretima sp. dana Hirudo medicianalis.

3.3 Cara Kerja


Diamati cacing tersebut secara seksama dan dibedakan bagian-bagian
tubuhnya secara morfologi. Digambar hasil dan diberi keterangan, serta ditulis
klasifikasi spesiesnya.
BAB 4
HASIL DAN DESKRIPSI

4.1. Hasil
4.1.1. Hirudo medicinalis
Klasifikasi:
Kingdom: Animalia
Filum: Annelida
Kelas: Clitellata
Ordo: Arhynchobdellae
Family: Hirudinidae
Genus: Hirudo
Spesies: Hirudo medicinalis
Keterangan :
1. Caput
2. Caudal

Deskripsi :
Lintah dan pacet adalah hewan yang tergabung dalam filum Annelida
subkelas Hirudinea. Menurut Sahara (2013), terdapat jenis lintah yang dapat hidup
di daratan, air tawar, dan laut. Seperti halnya kerabatnya, Oligochaeta, mereka
memiliki klitelum. Seperti cacing tanah, lintah juga hermaprodit atau berkelamin
ganda. Tubuh Hirudo medicinalis tidak memiliki rambut dan parapodia, serta
memiliki bentuk tubuh yang pipih dengan kedua ujung tubuh yang terdapat alat
hisap, Tubuh Hirudo medicinalis ditutupi kutikula tipis dan lembab terletak
disebelah atas epithel columnar yang banyak mengandung sel-sel kelenjar dan
selsensoris. Respirasi melalui epidermis atau permukaan tubuh.
4.1.2. Pheretima sp
Klasifikasi:
Kingdom : Animalia
Filum : Oligochaeta
Kelas : Annelida
Ordo : Tellodae
Famili : Megacidicidae
Genus : Pheretima
Spesies : Pheretima sp

Keterangan:
1. Caput
2. Annulus
3. Caudal

Deskripsi:
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa cacing
tanah termasuk ke dalam filum Annelida karena memiliki cincin pada bagian
lehernya. Umumnya berwarna kecoklatan dengan bentuk tubuh yang bulat
memanjang serta permukaan tubuhnya licin. Menurut Subowo (2013), cacing
tanah merupakan organisme tanah heterotrof, bersifat hermaprodit biparental dari
filum Annelida, kelas Clitellata, ordo Oligochaeta, dengan famili Lumbricidae dan
Megascolecidae yang banyak dijumpai dan penting untuk pertanian.Adanya lendir
pada tubuhnya yang dihasilkan oleh kelenjar epidermis dapat mempermudah
pergerakannya di tempat-tempat yang padat dan kasar.
BAB 5
KESIMPULAN

Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan dapat diperoleh kesimpulan


sebagai berikut
1. Filum Annelida memiliki cincin kecil atau Annulus pada bagian tubuhnya.
2. Filum Annelida terdiri dari kelas Echiura, Clitellata, Pogonphora, dan
Polychaeta.
3. Tubuh filum Annelida umumnya simetri bilateral.
4. Hirudo medicinalis memiliki tubuh yang licin dan berwarna coklat
kehitaman serta umumnya parasit dengan menghisap darah organisme yang
lebih besar.
5. Pheretima sp. memiliki bentuk tubuh yang bulat memanjang dengan
permukaan tubuhnya yang licin.
LAMPIRAN

Sumber: (dokumen pribadi, 2018) Sumber: (dokumen pribadi, 2018)

Anda mungkin juga menyukai