Bab 3 Pemeriksaan Kadar Air Agregat
Bab 3 Pemeriksaan Kadar Air Agregat
3.2. DasarTeori
Kadar air adalah besarnya perbandingan antara berat air yang
dikandung agregat dalam keadaan kering dan dinyatakan dalam persen (%).
Peraturan persyaratan yang digunakan dalam “American Society for Testing
and Materials”, yaitu 0,2% - 4,0% (ASTM C70).
Di dalam campuran beton, air mempunyai dua buah fungsi. Yang
pertama untuk memungkinkan reaksi kimia yang menyebabkan pengikatan
dan berlangsungnya pengerasan. Yang kedua adalah sebagai pelumas
campuran kerikil, pasirdan semen agar dapat ditempatkan kedalam cetakan
dengan kelecakan sesuai rencana.
Air dalam campuran beton terdiri dari:
a. Air yang terserap di dalam agregat,
b. Air yang berada pada permukaan agregat,
c. Air yang ditambahkan selama proses pencampuran.
Menurut “American Society for Testing and Materials” Sangatlah sulit
untuk mencapai agregat dalam keadaan SSD (Saturated Surface Dry) di
lapanganya itu Kondisi dari partikel agregat atau padat berpori lainnya
ketika void permeable diisi dengan air tetapi terkena permukaan kering.
Sehingga perlu untuk mengkonversikan keadaan yang sebenarnya dari
agregat di lapangan menjadi keadaan SSD, yaitu dengan mengetahui total
kadar air dan kapasitas absorpsi dari agregat yang diukur. Kadar air bebas
25
dihitung dari total kadar air dikurangi kapasitas absorpsi. Dapat disimpulkan
bahwa air yang terkandung dalam agregat akan mempengaruhi jumlah air
yang diperlukan di dalam campuran. Salah satu sifat yang sangat
mempengaruhi besarnya air yang terdap dalam agregat adalah porositas dan
absorpsi agregat (ASTM C128).
Sesuai dengan standard “American Society for Testing and Materials”,
pengukuran kadar air agregat halus dan kasar dalam keadaan SSD maupun
keadaan asli dilakukan dengan cara sederhana yaitu dengan menimbang
agregat yang masih mengandung kadar air, lalu mengeringkannya dalam
oven selama 24 jam ditimbang lagi sebagai berat kering dan dihitung
besarnya kadar air dari agregat tersebut. Sedangkan untuk pengukuran kadar
air beton segar telah distandarisasikan pula dalam “American Society for
Testing and Materials” (ASTM C1079-87).
26
Gambar3.2 Cawan Logam
b. Bahan
1) Agregat halus atau pasir
2) Agregat kasar atau kerikil
27
3.5. Data yang Diperoleh
1) Percobaan I
Berat cawan (a) = 25gr
Berat cawan + agregat sebelum dicuci (b) = 190 gr
Berat cawan + agregat setelah dicuci (c) = 245 gr
= 100%
= 3,03 %
28
2) Percobaan II
Berat cawan (a) = 25 gr
Berat cawan + agregat sebelum dicuci (b) = 245 gr
Berat cawan + agregat setelah dicuci (c) = 235 gr
= 100%
= 4,54%
3) Kadar air rata-rata
Kadar air I = 3,03 %
Kadar air II = 4,54 %
= 3,75 %
1) Percobaan I
Berat cawan (a) = 35 gr
Berat cawan + agregat sebelum dicuci (b) =420 gr
29
Berat cawan + agregat setelah dicuci (c) = 420 gr
= 100%
=0%
2) Percobaan II
Berat cawan (a) = 35 gr
Berat cawan + agregat sebelum dicuci (b) = 365 gr
Berat cawan + agregat setelah dicuci (c) = 360 gr
= 100%
=1,51 %
3) Kadar air rata-rata
Kadar air I = 0%
Kadar air II = 1,51 %
= 0,75 %
= = 3,75 %
30
Kadar air rata-rata untuk agregat kasar (kerikil) adalah
= = 0,75 %
3.7. Kesimpulan
Berdasarkan peraturan atau persyaratan yang terkandung dalam
“American Society for Testing and Materials”(ASTM C70) kadar air yang
digunakan untuk agregat halus (pasir) maupun agregat kasar (kerikil) adalah
0,2% sampai dengan 4,0%.
Dalam contoh hasil analisa data percobaan diperoleh :
Nilai kadar air agregat halus = 3,75 % > 4,00 %
Nilai kadar air agregat kasar = 0,75 % < 0,2 % > 4,00 %
Dengan demikian penggunaan agregat halus dalam konstruksi beton,
diperlukan faktor koreksi terhadap (water cement ratio = faktor air semen)
yang digunakan. Sehingga hasil dari mixdesign tidak terlalu encer dan dapat
diterapkan di lapangan.
Sedangkan untuk agregat kasar (kerikil) belum memenuhi standar dari
“American Society for Testing and Materials” (ASTM C70), karena
prosentase yang diperoleh adalah terlalu kecil dari standar yang telah
ditetapkan.
31