Kelompok 3 - Agama Dan Negara
Kelompok 3 - Agama Dan Negara
MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Kewarganegaraan Semester I 2016/2017
Oleh:
Fahmi Ihza Alghiffary 10516006
Hermawansyah Hidayat 10516010
Amsal Pardede 10516012
Reivaldi Pramudya 10516031
M. Satria Yudha Bagaskara 10516042
Azmil Maulana Ababil 10516046
Samuel Ivan 10516051
Septiani Pratiwi 10516053
Gilang Wahyu 10516066
Dio Jordy 10516066
Yusiana Pratiwi 10516067
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang telah memberikan berkat-
Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya. Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah
Kewarganegaraan (KWN). Dalam penyusunan makalah ini, kami menjumpai
berbagai masalah. Masalah utamanya adalah menemukan isu aktual yang tepat.
Namun, masalah tersebut dapat diatasi dengan adanya bantuan yang kami terima
yaitu dari beberapa literatur yang kami baca.
Kami juga tak lupa mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
terlibat baik secara langsung maupun tidak dalam penyusunan makalah ini.
Terutama kepada dosen KWN kelas 09 Bapak Epin Saepudin, M.Pd. yang telah
memberikan kami tugas makalah ini. Tangan kami selalu terbuka terhadap semua
saran pembaca agar makalah ini dapat kami lebih sempurnakan.
Akhir kata kami berharap makalah ini dapat memberikan manfaat yang
nyata bagi pembaca.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
4
waktu negara seringkali konflik atau tidak sejalan dengan agama. Sehingga agama
dan negara merupakan persoalan yang banyak menimbulkan perdebatan
(discoverse) yang terus berkelanjutan di kalangan para ahli.
1. Hubungan agama dan negara menurut paham teokrasi (peran utama di negara
ialah prinsip ilahi)
Negara menyatu dengan agama. Karena pemerintahan menurut paham ini di
jalankan berdasarkan firman-firman Tuhan segala kata kehidupan dalam
masyarakat bangsa, negara dilakukan atas titah Tuhan.
2. Hubungan agama dan negara menurut paham sukuler (badan negara harus
dipisahkan dari agama dan kepercayaan)
Norma hukum ditentukan atas kesepakatan manusia dan tidak berdasarkan
agama atau firman-firman Tuhan. Meskipun mungkin norma-norma tersebut
bertentangan dengan norma-norma agama.
3. Hubungan agama dengan kehidupan manusia
Kehidupan manusia adalah dunia manusia itu sendiri yang kemudian
menghasilkan masyarakat negara. Sedangkan agama dipandang sebagai
realisasi fantastis makhluk manusia, agama merupakan keluhan makhluk
tertindas.
Secara khusus, Indonesia memiliki dasar negara yaitu Pancasila. Pancasila
merupakan ideologi Negara Indonesia, yang berarti bahwa Pancasila merupakan
cerminan dari cara pandang hidup bagi negara dan masyarakatnya dalam mencapai
tujuan masa depan bangsa. Ide tersebut digali dari pencerminan masyarakat Negara
Indonesia.
Indonesia memilih Pancasila sebagai jati diri dan ideologi bangsa karena
Pancasila merupakan cara pandang hidup yang paling representatif dan memiliki
perbedaan dalam segi religiusitas dibandingkan dengan paham maupun ideologi
lainya.
“Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa” [Pasal 29 ayat (1) UUD
1945] serta penempatan “Ketuhanan Yang Maha Esa” sebagai sila pertama dalam
Pancasila mempunyai beberapa makna, yaitu:
5
1. Pancasila lahir dalam suasana kebatinan untuk melawan kolonialisme dan
imperialisme, sehingga diperlukan persatuan dan persaudaraan di antara
komponen bangsa. Sila pertama dalam Pancasila ”Ketuhanan Yang Maha Esa”
menjadi faktor penting untuk mempererat persatuan dan persaudaraan, karena
sejarah bangsa Indonesia penuh dengan penghormatan terhadap nilai-
nilai ”Ketuhanan Yang Maha Esa.”
2. Sila ”Ketuhanan Yang Maha Esa” adalah sebab yang pertama atau causa prima
dan sila ”Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan” adalah kekuasaan rakyat dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara untuk melaksanakan amanat negara dari rakyat,
negara bagi rakyat, dan negara oleh rakyat. Ini berarti, ”Ketuhanan Yang Maha
Esa” harus menjadi landasan dalam melaksanakan pengelolaan negara dari
rakyat, negara bagi rakyat, dan negara oleh rakyat.
3. Negara berdasar atas “Ketuhanan Yang Maha Esa” juga harus dimaknai bahwa
negara melarang ajaran atau paham yang secara terang-terangan menolak
Ketuhanan Yang Maha Esa, seperti komunisme dan atheisme. Karena itu,
Ketetapan MPRS No. XXV Tahun 1966 tentang Larangan Setiap Kegiatan
untuk Menyebarkan atau Mengembangkan Faham atau Ajaran
Komunis/Marxisme Leninisme masih tetap relevan dan kontekstual. Pasal 29
ayat 2 UUD bahwa “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk
memeluk agamanya masing-masing …” bermakna bahwa negara hanya
menjamin kemerdekaan untuk beragama. Sebaliknya, negara tidak menjamin
kebebasan untuk tidak beragama (atheis). Kata “tidak menjamin” ini sudah
sangat dekat dengan pengertian “tidak membolehkan”, terutama jika atheisme
itu hanya tidak dianut secara personal, melainkan juga didakwahkan kepada
orang lain.
Secara konstitusional, kebebasan beragama juga diatur dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam pasal 28E ayat (1) dan (2)
(1) Setiap orang berhak memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih
pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat
tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.
6
(2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap,
sesuai dengan hati nuraninya.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa negara menjamin adanya kebebasan umat
beragama.
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah:
1. Untuk menganalisa dan menyelesaikan masalah-masalah yang ditimbulkan
oleh karena gesekan antara umat beragama di Indonesia.
2. Untuk mengetahui fungsi agama dalam hidup berbangsa dan bernegara.
3. Untuk mengetahui dampak terhadap negara jika antar umat beragama tidak
saling bertoleransi.
1.4 Manfaat
Sistem pemerintahan di Indonesia berhubungan erat dengan sila pertama dari
Pancasila yaitu “Ketuhanan yang Maha Esa” seperti yang dijelaskan dalam latar
belakang. Sehingga, kami akan berusaha mengupas peranan agama yang menjadi
dasar sistem pemerintahan dan cara hidup di Indonesia.
7
BAB II
PEMBAHASAN
Sekitar 71% warga Jakarta mengaku khawatir dengan semakin menguatnya isu SARA selama
Pilkada DKI Jakarta, seperti terungkap dalam sebuah survei.
Dan masa kampanye yang masih beberapa pekan lagi menjelang pemungutan suara pada 19 April
mendatang dikhawatirkan akan semakin meningkatkan intoleransi di kalangan masyarakat.
Survei yang dilakukan Populi Center setelah Pilkada DKI Jakarta putaran pertama, menunjukkan
isu SARA yang digunakan dalam Pilkada Jakarta antara lain munculnya himbauan untuk tidak
memilih calon muslim dan masalah tidak mensalatkan jenazah.
Selain memisahkan masyarakat, isu SARA -menurut Direktur Populi Center, Usep Ahyar, juga
membuat masyarakat terintimidasi.
"Ketika isu-isu SARA semakin menguat dan politik identitas menguat, maka ada yang merasa
terintimidasi. Ada yang kebebasan pendapatnya menjadi terhalang, menjadi takut ketika
mengemukakan pendapat. Itu (isu SARA) dan politik identitas itu kan pasti sengaja dibuat secara
politik dan itu meniscayakan bahwa kelompoknya yang paling hebat sedang yang lain subordinat."
"Dan yang lain tidak benar dan lain sebagainya. Orang yang tidak ikut pada politik identitas harus
disingkirkan karena bukan dari kelompok saya, maka harus disingkirkan dan tidak dapat
disalatkan," tambah Usep.
Dia menilai masa kampanye Pilkada DKI Jakarta yang mencapai 4,5 bulan justru memperpanjang
'perseteruan' dan intoleransi.
"Dalam kampanye ini tidak ada pendidikan politik, namun yang ada pembusukan dan masyarakat
makin intoleran dan itu mengkhawatirkan," kata Usep.
8
Yang dirugikan dan diuntungkan
Survei Populi Center, yang melibatkan 600 responden di lima wilayah DKI Jakarta,
memperlihatkan dukungan atas pasangan calon Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok- Djarot Saiful
Hidayat mencapai 58 persen %, sementara 36,2 tidak suka, dan 5,8 % menjawab tidak tahu.
Usep mengatakan Gubernur Petahana Basuki Tjahaja Purnama yang saat ini tengah diadili dalam
kasus penistaan agama merupakan pihak yang dirugikan dengan menguatnya isu SARA. Sementara
pasangan yang diuntungkan, tambah Usep, adalah Anies Baswedan-Sandiaga Uno.
"Misalnya dalam hal ini paslon nomor tiga mengakomodasi dari berbagai kelompok yang merasa
punya otoritas menafsirkan ke-Islaman. Kemudian dengan melihat perilaku politik di Jakarta atau
lawan politiknya, dia merasa diuntungkan dan memakai politik identitas untuk memperkuat
politiknya," jelas Usep.
"Dia merangkul FPI, walaupun dalam konteks pemikiran dia mendukung multikulturalisme".
Salah seorang anggota Tim Sukses Ahok-Djarot, Taufik Basari, mengakui bahwa isu SARA memang
masih mempengaruhi sebagian masyarakat dibandingkan kinerja calon.
"Di dalam pilkada sudah digunakan isu SARA, itulah susahnya. Begitu dipakai dan yang muncul
adalah politik stigma, itu memang sulit. Kita akui hal itu mempersulit kita, tapi kita berupaya agar
semakin banyak orang yang sadar bahwa kita tengah digunakan oleh pihak tertentu dengan
menggunakan isu SARA yang berdampak negatif terhadap negara kita," jelas Taufik.
Sementara Ketua tim sukses Anies-Sandi, Mardani Ali Sera menegaskan pihaknya lebih banyak
menyampaikan mengenai program dan tidak mengangkat isu SARA.
Isu SARA, menurutnya, muncul dalam pilkada DKI Jakarta karena bermula dari kasus dugaan
penistaan agama, surat Al-Maidah 51, dan juga kasus yang disebut dengan 'kriminalisasi ulama'.
"Isu ini tak bisa dilepaskan dari perkembangan umum, ada kriminalisasi terhadap ulama dan ada
kondisi di mana isu Al-maidah 51, bukan kita yang mengkriminalisasi ulama. Siapa yang
mengangkat Al-Maidah 51? Bukan kami dan mengapa kami diminta yang menyelesaikan tentang
larangan mensalatkan jenazah? Surat Mas Anies tegas bahwa semua kewajiban yang hidup untuk
mengurus yang meninggal."
9
Bonar juga mengamati bahwa meski partai pendukung pasangan calon gubernur DKI Jakarta
merupakan parpol yang beraliran nasionalisme namun tetap jugamelakukan pembiaran
penggunaan isu SARA.
"Proses hukum harus dilakukan, media sosial harus diawasi. Dampak dari media sosial adalah
orang menjadi asosial dan akibatnya muncul presepsi untuk egois pada pilihan dia dan ini berakibat
pada dunia sosial."
"Negara harus membangun ruang publik, ruang dialog agar kelompok -kelompok yang ada itu
saling berinteraksi," tambah Bonar.
Bonar khawatir jika dibiarkan maka penyebaran isu SARA yang terkait dengan pilkada Jakarta
akan semakin meluas, atau dijadikan contoh dalam pertarungan calon kepala daerah di tempat lain.
(dikutip dari BBC Indonesia 24 Maret 2017)
2.2 Analisis
Analisis Umum
10
keterlibatan negara dalam urusan agama dalam hal-hal tertentu masih sangat jelas,
seperti hari libur agama yang dijadikan sebagai libur nasional, pendidikan agama di
sekolah, pendanaan negara untuk agama, keberadaan partai agama, pajak gereja dan
sebagainya.
11
sejak dasawarsa 1980-an, kebangkitan agama dalam bentuk desekularisasi politik
dan sosial cukup nampak di negara ini sebagai tandingan (counter) terhadap proses
sekularisasi politik tersebut. Kecenderungan desekularisasi ini ternyata tidak hanya
terjadi dunia Islam, tetapi juga di banyak negara di dunia, termasuk di Amerika
Serikat, karena manusia tetap membutuhkan nilai-nilai spiritual, meski mereka
hidup dalam masyarakat modern yang menjunjung rasionalitas. Karena kenyataan
itulah sosiolog terkemuka, Peter L. Berger pada akhir dasawarsa 1990-an menolak
teori “secularization”, dan sebaliknya mengemukakan teori “desecularization of
the world”. Hal ini terjadi karena dalam kenyataannya proses sekularisasi itu
menimbulkan reaksi dalam bentuk gerakan-gerakan tandingan sekularisasi yang
kuat (poweful movements of counter-secularization). Jadi teori ini merupakan revisi
terhadap teorinya sendiri tentang sekularisasi yang dikemukakan pada akhir
dasawarsa 1960-an. Hanya saja, perlu dibedakan antara desekularasi dalam konteks
negara (politik) dan desekulariasi dalam kehidupan masyarakat.
12
belajar dari sejarah perjuangan masa lalu untuk menjadikan Islam sebagai dasar
negara seperti yang terjadi dalam persiapan kemerdekaan pada 1945 dan dalam
Konstituante pada 1956-1959, mereka tidak mengulangi lagi perjuangan serupa.
Memang di awal-awal era reformasi sempat muncul gagasan dan perdebatan dalam
konteks amandermen UUD 1945 untuk memasukkan semangat Piagama Jakarta
atau pelaksanaan syari’at Islam dalam konstitusi, tetapi gagasan atau usulan itu
tidak bisa diterima oleh MPR. Meski demikian, hampir semua kelompok Islam
mendukung modernisasi politik dan demokratisasi, dan hanya sebagian kecil yang
menolaknya.
13
seperti legislasi hukum-hukum agama (Islam) tertentu menjadi hukum nasional. Di
samping itu, negara juga mengakui eksistensi partai-partai politik dan organisasi-
organisasi massa yang berbasis agama. Hanya saja, kini terdapat perkembangan
yang menarik dalam orientasi politik warga yang sekaligus menggabungkan antara
proses sekularisasi dan desekularisasi. Di satu sisi, terjadi desekularisasi politik
dengan munculnya kembali partai-partai agama (Islam) dan akomodasi nilai-nilai
dan norma-norma agama dalam pengambilan kebijakan publik. Namun di sisi lain
terjadi perubahan orientasi politik warga santri yang tidak otomatis mendukung
partai-partai Islam tetapi justru banyak mendukung partai-partai nasionalis.
Analisis Khusus
Isu Pilkada ini menunjukkan dua point, yaitu: masih ada sifat intoleran yang
tersebar di masyarakat maupun calon politisi dan masyarakat yang masih mudah
terintimidasi.
14
BAB III
SIMPULAN DAN SARAN
2.3 Simpulan
2.3.1 Analisa gesekan antar umat beragama di Indonesia
Gesekan antar umuat beragama di Indonesia dapat terjadi
dipengaruhi oleh analisa secara umum dan secara khusus. Dari
analisa tersebut dapat disimpulkan agama dan Negara Indonesia
adalah dua hal yang beririsan dan tidak bisa dipisah. bahkan dalam
sila ke-1 Pancasila pun berhubungan dengan ketuhanan. Selain itu,
dalam Pembukaan UUD 1945 juga menyebutkan bahwa
kemerdekaan Indonesia adalah berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa.
Sehingga, peran semua pihak yang terlibat atas agama harus
dimaksimalkan. Masyarakat harus bersifat kritis dan melakukan
penyadaran terhadap pemerintah.
2.3.2 Fungsi agama dalam hidup berbangsa dan bernegara
Seharusnya adalah sebagai salah satu alat untuk bersama-sama
membangun negara. Keberbedaan tersebut bukan untuk memecah
Indonesia, tapi semakin menunjukkan bahwa Indonesia adalah
negara yang multikultur, bukan plural. Fungsi agama juga erat
kaitannya dengan adanya Pancasila sebagai dasar negara dan UUD
1945 sebagai landasan konstitusional Bangsa Indonesia. Pancasila
merupakan cerminan Bangsa Indonesia itu sendiri, sehingga
haruslah ditunjukkan bahwa Bangsa Indonesia memang berbeda,
tapi tidak menghalangi bangsa untuk bersatu demi tercapainya
Indonesia yang lebih baik.
2.3.3 Dampak jika antar umat beragama tidak saling bertoleransi
Dampak yang mungkin terjadi adalah Indonesia bukan menjadi
negara yang multikultur, tapi negara plural yang lebih
mengutamakan perbedaan itu sendiri daripada kesatuan.
15
2.4 Saran
Saran kami untuk makalah ini adalah lebih baik dalam penggalian informasi,
karena isu yang kami angkat bukan aktual namun masih sensitif jika dibicarakan.
Selain itu, saran kami sesuai dengan topik kami yaitu Agama dan Negara adalah
mempererat persatuan, mengutamakan persatuan dibandingkan dengan perbedaan
itu sendiri. Sudah sewajarnya, kami sebagai generasi muda untuk meneruskan
perjuangan dengan menjaga Indonesia. Menjaga perbedaan itu tetap eksis, namun
dengan rasa bersatu yang utuh.
Beragama dan warga negara yang baik sudah sewajarnya menanamkan sisi
religuisitas dalam diri kita masing-masing yang sesuai dengan ideologi dari bangsa
kita sendiri yaitu Pancasila yang mengandung unsur ketuhanan pada sila
pertamanya.
16
DAFTAR PUSTAKA
Pustaka Buku:
Huntington, Samuel P. 1996. The Clash of Civilizations and the Remaking of
World Order. New York: Simon and Schuster.
Kamus Besar Bahasa Indonesia
Pustaka Jurnal:
Abdillah, Masykuri. 2015. Hubungan Agama dan Negara dalam Konteks Modernisasi
Politik di Era Reformasi. Kompas 12 Januari 2015. URL:
http://graduate.uinjkt.ac.id/index.php/akademik/program-studi-dan-
konsentrasi/12-kolom-direktur/11-hubungan-agama-dan-negara
Pustaka Internet:
jdih.go.id. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. URL:
http://jdih.pom.go.id/uud1945.pdf diakses tanggal 9 September 2017 pukul
21.04.
Lestari, Sri. BBC.com/Indonesia. Isu SARA meningkat di Pilkada DKI Jakarta,
salah siapa? URL: http://www.bbc.com/indonesia/indonesia-39372353
diakses tanggal 12 September 2017 pukul 22.44
17
RIWAYAT HIDUP
18
M. Satria Yudha Bagaskara dengan NIM 10516042 sedang
menempuh pendidikan sarjana di jurusan Kimia Institut
Teknologi Bandung (ITB). Tinggal di Jl. Sangkuriang No. 27.
Harapan Bagas untuk Indonesia adalah menjadi penemu
sekaligus pembuat obat berbahan dasar biodata laut untuk
pemanfaatan SDA Indonesia yang lebih optimal.
19
Yusiana Pratiwi dengan NIM 10516067 sedang menempuh
pendidikan sarjana di jurusan Kimia Institut Teknologi
Bandung (ITB). Tinggal di Jl. Kebon Bibit Utara I No.
113A/58. Dapat dihubungi di nomor telepon 085645846286.
Harapan Yussi untuk Indonesia adalah untuk memajukan
Indonesia, kita harus bersatu. Jika dengan SARA kita
terpecah belah, maka sebaiknya kita ciptakan musuh terbesar
kita yang menjadi dasar untuk kita bersatu dan berjuang atas
nama Indonesia.
20