Anda di halaman 1dari 10

ROOT CAUSE ANALYTIC (drg.

Rahmat Hidayat / Prostodonsia 2015)


EQUIPMENT ENVIRONMENT

Insufficient Dental Clinic Service


emergency medicine Poor or no
Hospitality
referral system
Patient safety
No ambulance for
evacuation Emergency call ANAPHYLACTIC
SHOCK AFTER
DENTAL
Dental Assistant
Unappropriate area INJECTION
injection Operator
Untrained for emergency case

Too much to handle

Injection Lack of expertise


Anesthetic liquid aspiration not
into blood vessel done Patient
Wrong technique
mandibular block
Allergy history
Hypersensitive
reaction type 1
Over anxiety Lack of anamnesis

PROCEDURE/PROCESS
PEOPLE
PENDAHULUAN
Anastesi gigi merupakan tindakan yang umum dilakukan di bidang kedokteran gigi
pada tindakan pencabutan gigi pada gigi yang sudah tidak dapat dipertahankan. Sebelum
dilakukan pencabutan gigi maka dilakukan anastesi pada jaringan saraf di sekitar gigi untuk
meningkatkan ambang rangsang sehingga pasien tidak merasa sakit saat prosedur dilakukan.
Diperlukan pemeriksaan subjektif dan objektif yang lengkap sebelum pasien dilakukan
anastesi,
Ada beberapa komplikasi yang mungkin terjadi pasca dilakukan anastesi gigi. Salah
satu resiko pasca anastesi gigi adalah syok anafilaktik. Syok anafilaktik bisa terjadi karena
reaksi hipersensitifitas tipe cepat yang terjadi pada pasien. Pada pasien yang direncakan
untuk dilakukan anastesi gigi, diharapkan untuk meminimalkan komplikasi pasca tindakan
anastesi seperti pemeriksaan anamnesis yang lengkap mengenai riwayat alaergi pada pasien
dan keluarganya. Berikut analisis faktor-faktor yang menyebabkan “Reaksi syok anafilaktik
sebelum dilakukan pencabutan gigi” dengan Root Cause Analysis (fish bone diagram):

1. People/Orang
a. Operator
Komplikasi pasca anastesi gigi dapat disebabkan oleh ketidaksempurnaan kesiapan
dan keterampilan operator. Pengalaman operator juga berpengaruh dalam
keberhasilan tindakan anastesi gigi. Pengetahuan operator mengenai teknik-teknik
pencabutan mutlak dibutuhkan khususnya pada anastesi yang menggunakan teknik
blok saraf mandibularis. Selain itu anamnesis yang lengkap mengenai riwayat
alergi pasien dan keluarganya harus dilakukan dengan baik.
b. Perawat Gigi
Keberhasilan operator dalam melakukan proses tindakan dipengaruhi juga oleh
adanya perawat gigi. Perawat yang terlatih dan sesuai jumlahnya akan
memudahkan operator dalam melakukan tindakan pencabutan. Selain itu
meminimalkan beban kerja perawat gigi pada saat prosedur juga sebaiknya
dilakukan agar perawat bias fokus membantu proses tindakan. Kemampuan
perawat gigi dalam membantu mengatasi kondisi darurat seperti syok anafilaktik
juga harus ditingkatkan.
c. Pasien
Pasien yang mudah untuk mengekspresikan keluhannya dan memberikan info yang
jelas mengenai riwayat alergi dirinya dan keluarganya akan memudahkan operator
untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan terkait kondisi pasien. Hal ini akan
membantu dalam menentukan diagnosa dan rencana perawatan yang dibutuhkan
oleh pasien. Pasien dengan riwayat alergi harus memberikan informasi yang
lengkap terkait keluhan dan kondisinya. Pasien yang kooperatif dan komunikatif
akan menunjang keberhasilan tindakan anastesi. Selain itu komunikasi antara
dokter gigi dan pasien yang baik akan mengurangi ketakutan yang berlebih pada
pasien.

2. Prosedur
a. Teknik Anastesi
Teknik anastesi yang tepat dan disertai pemahaman yang baik mengenai anatomi
persarafan gigi mutlak diperlukan dalam prosedur anastesi gigi. Anastesi harus
dilakukan tepat pada saraf yang akan di anastesi dan tidak menyasar ke daerah lain
yang tidak diperlukan. Tidak boleh ada gelembung udara dalam spuit anastesi yang
akan diinjeksikan. Sebelum dilakukan injeksi cairan kedalam jaringan lunak harus
dilakukan aspirasi untuk memastikan jarum tidak masuk ke dalam pembuluh darah.
Selain itu bevel jarum spuit harus menghadap tulang.. Teknik prosedur yang tepat
juga akan menyiapkan kondisi jaringan keras dan jaringan lunak yang siap untuk
dibuatkan gigi tiruan pasca pencabutan. Diperlukan edukasi kepada pasien pasca
pencabutan sehingga menghindari komplikasi perdarahan yang mungkin terjadi,
seperti: berkumur-kumur secara berlebihan, memakan makanan yang keras.
b. Cek Aspirasi
Sebelum dilakukan injeksi cairan anastesi ke dalam jaringan, dokter gigi harus
melakukan aspirasi cairan dengan menarik sedikit handle dari spuit untuk
memastikan tidak ada darah yang masuk kedalam spuit. Jika ada darah yang masuk
kedalam spuit artinya aspirasi positif, yang menandakan kemungkinan jarum
anastesi masuk kedalam pembuluh darah. Operator harus menarik jarum nya dan
jangan meneruskan injeksinya. Karena jika cairan anastesi masuk kedalam
pembuluh darah beresiko terjadi syok anafilaktik.

3. Environtment/Lingkungan
a. Patient safety
Budaya keselamatan pasien sangat penting untuk mencegah kejadian yang tidak
diinginkan dalam praktek kedokteran gigi. Kejadian syok anafilaktik pada pasien
dapat juga disebabkan karena kurangnya pemahaman akan pentingnya keselamatan
paien. Pencatatan rekam medis pasien yang tidak baik dan kelengkapan peralatan
kegawat daruratan yang tidak memadai akan menyulitkan petugas klinik untuk
melakukan pertolongan pada saat terjadi kegawat daruratan syok anafilaktik.
Budaya keselamatan pasien perlu dilakukan oleh tenaga medis dalam
meningkatkan kepeduliannya terhadap setiap tindakan kepada pasien. Jika budaya
keselamatan pasien sudah berjalan dengan baik, setiap resiko komplikasi
perdarahana pasca pencabutan dapat ditangani dengan baik dan mengurangi resiko
terjadinya komplikasi.
b. Emergency call/panggilan darurat
Pada kasus-kasus syok anafilaktik membutuhkan penanganan yang cepat dan tepat.
Untuk itu diperlukan pula system rujukan yang baik dan cepat ke fasilitas
kesehatan yang lebih tinggi seandainya prosedur awal pertolongan di klinik tidak
memadai. Sehingga diperlukan daftar rumah sakit rujukan untuk segera melakukan
rujukan yang baik.
c. Klinik Yang Memadai
Kondisi klinik yang siap untuk memberikan pelayanan kesehatan dari mulai sistem
pelayanan, sumber daya manusia, saranan dan prasarana akan menunjang
keberhasilan perawatan tindakan anastesi gigi.

4. Peralatan
a. Kurang Alat
Kurangnya alat pada beberapa fasilitas kesehatan akan mempengaruhi tindakan
pencabutan pasien, sehingga kelengkapan alat sangatlah penting untuk menunjang
keberhasilan anastesi gigi pasien. Jika ketidaktepatan penggunaan alat akan
berakibat trauma dan masuknya cairan anastesi ke dalam pembuluh darah..
b. Obat-obatan kegawat daruratan
Kesiapan obat dan peralatan kegawat daruratan syok anafilaktik wajib dimiliki oleh
setiap klinik gigi. Obat – obatan seperti epinephrine,cairan infuse, tabung oksigen
harus dimiliki oleh klinik. Manajemen penempatan obat dan peralatan
kegawatdaruratan yang baik akan mempercepat tindakan pertolongan pasien syok
anafilaktik.
SWISS CHEESE DIAGRAM
(drg. Rahmat Hidayat / Prostodonsia 2015)

Over workloud and Did not check occlusion Poor communication Articulating paper and polishing
unfocus and articulation between dental team bur was not good

OVERCONTOUR
RESTORATION

PEOPLE: PROCEDURE:
ENVIRONMENT: EQUIPMENT:
- Qualified - Polishing all
- Patient - Finishing and
dentist restoration
safety polishing bur
- Updating skill - Check for occlusion
- Four handed - Articulating
and articulation
dentistry paper

DEFENSES
Berikut adalah analisis overcontoured restoration dengan Swiss Cheese Diagram:

a. Keterampilan operator yang kurang baik

Restorasi atau penambalan gigi adalah proses pembuangan jaringan keras gigi yang telah
terinfeksi (karies) dan menggantinya dengan suatu bahan restorasi. Pangaplikasian dan
manipulasi bahan tambal gigi yang baik memerlukan tingkat ketrampilan yang tinggi dari
seorang dokter gigi. Dokter gigi harus memiliki pemahaman yang baik pula mengenai bentuk
anatomis setiap gigi agar dapat mengembalikan bentuk anatomis gigi seperti semula.
Restorasi gigi yang overkontur atau ketinggian membuat pasien merasa ada ganjalan saat
mengigit dan dapat menyebabkan trauma oklusi. Selain itu restorasi gigi yang ketinggian
dapat menyebabkan sisa makanan menjadi mudah menempel ke permukaan tambalan
sehingga memungkinkan terjadinya karies sekunder

Kegagalan jenis ini dapat dihindari dengan teknik manipulasi bahan tambal yang baik,
pembentukan kembali struktur anatomis gigi, serta finishing dan polishing restorasi yang
tepat. Hal ini memerlukan pengalaman dan keterampilan yang baik dari seorang dokter gigi.
Sehingga peningkatan keterampilan dokter gigi harus terus dilakukan dengan kursus atau
hand on kedokteran gigi

b. Tidak mengecek oklusi dan artikulasi setelah merestorasi gigi


Setelah gigi ditumpat dengan bahan tambal seharusnya dokter gigi harus mengecek oklusi
dan artikulasi hasil tambalannya apakah mengganjal atau tidak. Dicek juga apakah tepi
restorasi sudah halus sehingga batas antara jaringan gigi asli dan tepi restorasi tidak ada celah
yang memungkinkan makanan terjebak didalamnya. Hasil restorasi/penambalan gigi yang
overkontur dapat membuat oklusi dan artikulasi pasien menjadi tidak nyaman.

Kegagalan jenis ini dapat dihindari dengan selalu mengecek hasil restorasinya apakah
overkontur atau tidak. Pasien diminta untuk melakukan gerakan oklusi dan artikulasi pada
giginya. Apabila pasien merasa ada ketidaknyamanan di daerah restorasinya makan dokter
gigi harus melakukan penyesuaian dampai pasien merasa gigitannya nyaman.

c. Kominukasi yang buruk antara dental tim


Kominikasi antara dokter gigi dan asistennya harus berlangsung dengan baik agar efektifitas
dan efisiensi kerja dapat berlangsung maksimal. Asisten dokter gigi harus memahami
instruksi dokter gigi dan dokter gigi harus memberikan instruksi yang jelas. Untuk kasus
restorasi yang overkontur, dokter gigi seharusnya memberikan instruksi mengenai alat yang
dibutuhkan untuk finishing dan polishing seperti bur poles dan kertas artikulasi untuk
mengecek gigitan.

Pencegahan dapat dilakukan dengan cara meningkatkan komunikasi antara dokter gigi dan
pasien. Dokter gigi harus tahu apa yang harus diinstruksikan ke asistennya dan asisten dokter
gigi harus bisa menjalankan instruksi dengan baik.

d. Kertas artikulasi dan bur poles yang sudah tidak baik


Untuk mengecek hasil suatu restorasi apakah baik atau tidak diperlukan bur poles dan kertas
artikulasi yang lengkap dan baik. Jika alat ini tidak ada atau sudah tidak baik maka
pengecekan akan sulit dilakukan.

Kegagalan ini dapat diatasi dengan selalu mengecek ketersediaan bur poles dan kertas
artikulasi yang cukup di klinik.
ANALISIS MANAJEMEN RESIKO DENGAN SWISS CHEESE DIAGRAM DAN
ROOT CAUSE ANALYSIS

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas


Mata Kuliah Administrasi Rumah Sakit

DOSEN PENGAMPU: Prof. Dr. Budi Mulyono, Sp. PK(K), MM

DISUSUN OLEH:
NAMA : RAHMAT HIDAYAT

NIM : 15/390139/PKG/10472

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS


PROGRAM STUDI PROSTODONSIA
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS GADJAH MADA
2015

Anda mungkin juga menyukai