Anda di halaman 1dari 16

PNEUMONIA

Dr. Suparyanto, M.Kes

PNEUMONIA

PENGERTIAN PNEUMONIA

 Pneumonia adalah proses inflamasi parenkim paru yang terdapat


konsolidasi dan terjadi pengisian alveoli oleh eksudat yang disebabkan oleh
bakteri, virus, dan benda – benda asing (Muttaqin, 2008).
 Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang
mengenai parenkim paru. Menurut anatomis pneumonia pada anak dibedakan
menjadi 3 yaitu pneumonia lobaris, pneumonia lobularis (bronchopneumonia),
Pneumonia interstisialis (Mansjoer, 2000).
PENYEBAB PNEUMONIA
 Menurut Muttaqin (2008), Pneumonia terbilang penyakit berbahaya
karena cara penularannya yang sangat mudah. Penyakit pneumonia dapat
menular melalui percikan ludah yang menyebar lewat udara saat bersin batuk,
ataupun bicara.
 Pneumonia bukanlah penyakit tunggal.
 Penyebabnya bisa bermacam – macam dan diketahui 30 sumber infeksi,
dengan 4 sumber utama yaitu :
1. Pneumonia oleh bakteri
 Pneumonia yang dipicu bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi
sampai usia lanjut. Orang – orang dengan gangguan pernafasan, sedang
terinfeksi virus atau menurun kekebalan tubuhnya, adalah orang yang paling
beresiko. Sebenarnya bakteri penyebab pneumonia yang paling umum adalah
Streptococcos pneumonia sudah ada di kerongkongan manusia sehat. Begitu
pertahanan tubuh menurun karena sakit, tua, atau malnutrisi, bakteri segera
memperbanyak diri dan menyebabkan kerusakan.

2. Pneumonia oleh virus


 Setengah dari kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh virus.
Saat ini makin banyak saja virus yang berhasil diidentifikasi. Meski virus ini
kebanyakan menyerang saluran pernafasan bagian atas terutama pada balita,
gangguan ini bisa memicu pneumonia.

3. Pneumonia Mikoplasma
 Pneumonia jenis ini berbeda gejala dan tanda fisiknya bila dibandingkan
dengan pneumonia pada umumnya. Karena itu, pneumonia yang diduga
disebabkan oleh virus yang belum ditemukan ini sering juga disebut pneumonia
yang tidak tipikal atau atypical pneumonia.
4. Pneumonia jenis lain
 Termasuk golongan ini adalah Pneumocystitis Carinii pneumonia (PCP)
yang diduga disebabkan oleh jamur.

 Sedangkan dari sudut pandang sosial, penyebab pneumonia menurut


Depkes RI (2005) antara lain :
1. Status gizi bayi
2. Imunisasi tidak lengkap
3. Lingkungan
4. Kondisi sosial ekonomi orang tua

PATOFISIOLOGI PNEUMONIA
 Pneumonia yang dipicu oleh bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi
sampai usia lanjut. Pecandu alcohol, pasien pasca operasi, orang-orang dengan
gangguan penyakit pernapasan, sedang terinfeksi virus atau menurun kekebalan
tubuhnya , adalah yang paling berisiko. Sebenarnya bakteri pneumonia itu ada
dan hidup normal pada tenggorokan yang sehat. Pada saat pertahanan tubuh
menurun, misalnya karena penyakit, usia lanjut, dan malnutrisi, bakteri
pneumonia akan dengan cepat berkembang biak dan merusak organ paru-paru.
Kerusakan jaringan paru setelah kolonisasi suatu mikroorganisme paru banyak
disebabkan oleh reaksi imun dan peradangan yang dilakukan oleh pejamu.
Selain itu, toksin-toksin yang dikeluarkan oleh bakteri pada pneumonia
bakterialis dapat secara langsung merusak sel-sel system pernapasan bawah.
Pneumonia bakterialis menimbulkan respon imun dan peradangan yang paling
mencolok. Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru-paru, ataupun
seluruh lobus, bahkan sebagian besar dari lima lobus paru-paru (tiga di paru-
paru kanan, dan dua di paru-paru kiri) menjadi terisi cairan. Dari jaringan paru-
paru, infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah.
Bakteri pneumokokus adalah kuman yang paling umum sebagai penyebab
pneumonia (Sipahutar, 2007)

KLASIFIKASI PNEUMONIA
 Berdasarkan pedoman MTBS (2000), pneumonia dapat diklasifikasikan
secara sederhana berdasarkan gejala yang ada. Klasifikasi ini bukanlah
merupakan diagnose medis dan hanya bertujuan untuk membantu para petugas
kesehatan yang berada di lapangan untuk menentukan tindakan yang perlu
diambil, sehingga anak tidak terlambat penanganan. Klasifikasi tersebut adalah:
1. Pneumonia berat atau penyakit sangat berat, apabila terdapat gejala :
 Ada tanda bahaya umum, seperti anak tidak bisa minum atau menetek,
selalu memuntahkan semuanya, kejang atau anak letargis/tidak sadar.
 Terdapat tarikan dinding dada ke dalam.
 Terdapat stridor ( suara napas bunyi ‘grok-grok’ saat inspirasi )

2. Pneumonia, apabila terdapat gejala napas cepat, batasan nafas cepat adalah :
 Anak usia 2 – 12 bulan apabila frekuensi napas 50 x/menit atau lebih.
 Anak Usia 1 – 5 tahun apabila frekuensi napas 40 x/menit atau lebih.

3. Batuk bukan Pneumonia, apabila tidak ada tanda – tanda atau penyakit sangat
berat.

TANDA DAN GEJALA


 Gejala umum saluran pernapasan bawah berupa batuk, takipnu,
ekspektorasi sputum, napas cuping hidung, sesak napas, merintih dan sianosis.
Anak yang lebih besar dengan pneumonia akan lebih suka berbaring pada sisi
yang sakit dengan lutut tertekuk karena nyeri dada. Tanda Pneuomonia berupa
retraksi atau penarikan dinding dada bagian bawah ke dalam saat bernafas
bersama dengan peningkatan frekuensi nafas, perkusi pekak, fremitrus
melemah. Suara napas melemah, dan ronkhi. (Mansjoer,2000,hal 467 )
 Gejala penyakit pneumonia berupa napas cepat dan sesak napas, karena
paru meradang secara mendadak. Batas napas cepat adalah frekuensi
pernapasan sebanyak 50 kali per menit atau lebih pada anak usia 2 bulan sampai
kurang dari 1 tahun, dan 40 kali permenit atau lebih pada anak usia 1 tahun
sampai kurang dari 5 tahun. Pada anak dibawah usia 2 bulan, tidak dikenal
diagnosis pneumonia. Pneumonia berat ditandai dengan adanya batuk juga
disertai kesukaran bernafas, napas sesak atau penarikan dinding dada sebelah
bawah ke dalam pada anak usia 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun. Pada
kelompok usia ini dikenal juga pneumonia sangat berat, dengan gejala
pneumonia sangat berat, dengan gejala batuk, kesukaran bernapas disertai gejala
sianosis sentral dan tidak dapat minum.
 Menurut Muttaqin (2008) pada awalnya keluhan batuk tidak produktif,
tapi selanjutnya akan berkembang menjadi batuk produktif dengan mucus
purulen kekuningan, kehijauan, kecoklatan atau kemerahan, dan sering kali
berbau busuk. Klien biasanya mengeluh mengalami demam tinggi dan
menggigil (onset mungkin tiba – tiba dan berbahaya ). Adanya keluhan nyeri
dada pleuritis, sesak napas, peningkatan frekuensi pernapasan, lemas dan nyeri
kepala.

KOMPLIKASI PNEUMONIA
 Pada paru – paru penderita pneumonia di penuhi sel radang dan cairan
yang sebenarnya merupakan reaksi tubuh untuk mematikan kuman, tetapi
karena adanya dahak yang kental maka akibatnya fungsi paru terganggu
sehingga penderita mengalami kesulitan bernafas karena tidak adanya ruang
untuk tempat oksigen. Kekurangan oksigen membuat sel – sel tubuh tidak bisa
bekerja karena inilah, selain penyebaran infeksi keseluruh tubuh, penderita
pneumonia juga bisa meninggal (Muttaqin, 2008).

Menurut Mansjoer (2000) komplikasi pneumonia yaitu :


1. Abses kulit
2. Abses jaringan lunak
3. Otitis media
4. Sinusitis
5. Meningitis purualenta
6. Perikarditis

PEMERIKSAAN PNEUMONIA

1) Pemeriksaan fisik
1.I nspeksi
 Perlu diperhatikan adanya takipnea dispne, sianosis sirkumoral,
pernapasan cuping hidung, distensi abdomen, batuk semula nonproduktif
menjadi produktif, serta nyeri dada pada waktu menarik napas. Batasan takipnea
pada anak berusia 12 bulan – 5 tahun adalah 40 kali / menit atau lebih. Perlu
diperhatikan adanya tarikan dinding dada ke dalam pada fase inspirasi. Pada
pneumonia berat, tarikan dinding dada kedalam akan tampak jelas.

2. Palpasi
 Suara redup pada sisi yang sakit, hati mungkin membesar, fremitus raba
mungkin meningkat pada sisi yang sakit, dan nadi mungkin mengalami
peningkatan atau tachycardia.

3. Perkusi
 Suara redup pada sisi yang sakit.

4. Auskultasi
 Auskultasi sederhana dapat dilakukan dengan cara mendekatkan telinga
ke hidung / mulut bayi. Pada anak yang pneumonia akan terdengar stridor.
Sementara dengan stetoskop, akan terdengar suara napas berkurang, ronkhi
halus pada sisi yang sakit, dan ronkhi basah pada masa resolusi. Pernapasan
bronchial, egotomi, bronkofoni, kadang terdengar bising gesek pleura
(Mansjoer,2000).

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboraturium
 Leukosit 18.000 – 40.000 / mm3
 Hitung jenis didapatkan geseran ke kiri.
 LED meningkat

2. X-foto dada
 Terdapat bercak – bercak infiltrate yang tersebar (bronco pneumonia)
atau yang meliputi satu/sebagian besar lobus/lobule (Mansjoer,2000).

PENANGANAN PNEUMONIA
 Menurut Mansjoer (2000) Penanganan pneumonia berdasarkan klasifikasi
pneumonia :
1. Pneumonia berat atau pneumonia sangat berat harus dirawat di RS dan
diberi antibiotik.
2. Pneumonia tidak perlu dirawat dirumah sakit
3. Batuk bukan pneumonia tidak perlu dirawat tidak perlu antibiaotik.

 Menurut Mansjoer (2000), Apabila anak diklasifikasikan menderita


pneumonia berat atau penyakit sangat berat di puskesmas / balai pengobatan,
maka anak perlu dirujuk segera setelah diberi dosis pertama antibiotik yang
sesuai. Dosis pertama antibiotika yang dimaksud adalah klorampenikol yan
diberikan secara intramuscular dengan dosis 40 mg/kg BB.
 Jika anak diklasifikasikan menderita pneumonia, maka tindakan berikut
ini diperlukan :
1. Pemberian antibiotik yang sesuai selama 5 hari.
2. Beri pelega tenggorokan dan pereda batuk yang aman.
3. Berikan nasihat kepada orang tua kapan harus segera kembali.
4. Melakukan kunjungan ulang setelah 2 hari.

 Sedangkan untuk anak dengan pneumonia yang dirawat di rumah sakit,


diperlukan rencana perawatan yang sesuai dengan masalahanya, yaitu :
1). efektivitas pola napas, rencana perawatan yang diperlukan adalah :
 Berikan oksigen yang dilembabkan sesuai takikardi.
 Lakukan fisioterapi dada : kerjakan sesuai jadwal.
 Observasi tanda vital
 Berikan antibiotik dan antipiretik sesuai advis.
 Periksa dan catat hasil x-ray dada dan jumlah sel darah putih sesuai
indikasi.
 Lakukan suction bila perlu.
 Kaji dan catat pengetahuan serta partisipasi keluarga dalam perawatan,
misalnya, pemberian obat serta pengenalan tanda dan gejala inefektivitas pola
napas.
 Ciptakan lingkungan yang nyaman.
2). Devisit volume cairan, intervensi yang diperlukan adalah :
1. Berikan cairan sesuai dengan kebutuhan.
2. Catat secara akurat intake dan output.
3. Kaji dan catat tanda vital serta gejala kekurangan cairan.
4. Periksa dan catat BJ urine tiap 4 jam atau sesuai advis.
5. Lakukan perawatan mulut sesuai dengan kebutuhan.
6. Kaji dan catat pengetahuan serta partisipasi keluarga dalam monitoring
intake dan output serta dalam mengenali tanda dan gejala kekurangan volume
cairan.
7. Ciptakan situasi yang nyaman.

PENCEGAHAN PNEUMONIA
 Menurut Theresia (2009), Pencegahan Pneumonia dapat dilakukan
dengan cara hidup bersih dan sehat dan memberikan nutrisi yang baik pada
balita. Disamping itu, perlu diberikan vaksin pneumokokus pada bayi dan anak
sedini mungkin.
 Menurut Raymondnelson dan bambang (2009), Pencegahan pneumonia
dapat dilakukan dengan cara :
1. Memberikan vaksinasi pneumokokus atau sering juga disebut sebagai
vaksin IPD.
2. Memberikan imunisasi pada anak sesuai waktunya.
3. Menjaga keseimbangan nutrisi anak.
4. Menjaga daya tahan tubuh anak dengan cara cukup istirahat dan juga
banyak olahraga.
5. Mengusahakan agar ruangan tempat tinggal mempunyai udara yang
bersih dan ventilasi yang cukup.

PENGOBATAN PNEUMONIA
 Menurut Mansjoer (2000), pengobatan pneumonia dapat dilakukan
dengan cara pemberian antibiotik sesuai hasil biakan atau berikan :

1. Untuk kasus pneumonia community base :


 Ampisilin 100 mg/kgBB/hari dalam 4 kali pemberian
 Klorampenikol 75 mg/kgBB/hari dalam 4 kali pemberian
2. Untuk pneumoni hospital base :
 Sefotaksim 100 mg/kgBB/hari dalam 2 kali pemberian
 Amikasin 10 – 15 mg/kgBB/hari dalam 2 kali pemberian

DAFTAR PUSTAKA

1. Aziz . 2003. Metode Penelitian Keperawatan dan Analisa Data. Jakarta :


Salemba Medika.
2. Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta :
Salemba Medika

Pneumonia bisa disembuhkan. Namun terdapat beberapa kelompok orang yang


lebih berisiko mengalami komplikasi, seperti lansia dan balita. Sejumlah komplikasi
yang mungkin terjadi adalah:

 Infeksi darah. Kondisi ini terjadi akibat adanya bakteri yang masuk ke dalam aliran
darah dan menyebarkan infeksi ke organ-organ lain. Infeksi darah berpotensi
menyebabkan terjadinya gagal organ.
 Abses paru atau lubang bernanah yang tumbuh di jaringan paru-paru. Abses
umumnya dapat ditangani dengan antibiotik, namun terkadang juga membutuhkan
prosedur operasi untuk membuang nanahnya.
 Efusi pleura, yaitu kondisi di mana cairan memenuhi ruang di sekitar paru-paru.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN PNEUMONIA
 a.      Definisi
Pneumonia adalah peradangan paru dimana asinus paru terisi cairan radang
dengan atau tanpa disertai infiltrasi dari sel radang kedalam dinding alveoli dan
rongga interstisium. (secara anatomis dapat timbul pneumonia lobaris maupun
lobularis / bronchopneumonia.
Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi saluran pernafasan yang
terbanyak didapatkan dan sering merupakan penyebab kematian hampir di seluruh
dunia. Di Indonesia berdasarkan survei kesehatan rumah tangga tahun 1986 yang
dilakukan Departemen Kesehatan, pneumonia tergolong dalam penyakit infeksi
akut saluran nafas, merupakan penyakit yang banyak dijumpai.

b.      Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pneumonia :


Diketahui beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya pneumonia yaitu :
1.      Mekanisme pertahanan paru
Paru berusaha untuk mengeluarkan berbagai organisme yang terhirup seperti partikel debu
dan bahan-bahan lainnya yang terkumpul di dalam paru. Beberapa bentuk mekanisme ini
antara lain: bentuk anatomis saluran pernafasan, reflek batuk, system mukosilier, juga system
fagositosis yang dilakukan oleh sel-sel tertentu dengan memakan partikel-partikel yang
mencapai permukaan alveoli.
Bila fungsi ini berjalan baik, maka bahan infeksi yang bersifat infeksius dapat dikeluarkan
dare saluran nafas, sehingga pada orang sehat tidak akan terjadi infeksi serius. Infeksi saluran
nafas berulang terjadi aakibat berbagai komponen system pertahanan paru yang tidak bekerja
dengan baik.
2.      Kolonisasi bakteri di saluran nafas
Di dalam saluran nafas atas banyak bakteri yang bersifat kosal. Bila jumlahmereka semakin
meningkat dan mencapai suatu konsentrasi yang cukup, kuman ini kemudian masuk ke
saluran nafas bawah dan paru, dan akibat kegagalan mekanisme pembersihan saluran nafas
keadaan ini akan bermanifestasi sebagai penyakit.
Mikroorganisme yang tidak dapat menempel pada permukaan mukosa saluran nafas akan ikut
dengan sekresi saluran nafas dan terbawa bersama mekanisme pembersihan, sehingga tidak
terjadi kolonisasi. Proses penempelan organisme pada permukaan mukosa saluran nafas
tergantung dare system pangemalan mikroorganisme tersebut oleh sel eputel.
3.      Pembersihan saluran nafas terhadap bahan infeksius
Saluran nafas bawah dan paru berulangkali dimasuki oleh berbagai mikroorganisme dare
saluran nafas atas, akan tetapi tidak menimbulkan sakit, ini meninjukkan adanya suatu
mekanisme pertahanan paru yang efisien sehingga dapat menyapu bersih mikroorganisme
sebelum mereka bermultiplikasi dan menimbulkan penyakit.
Pertahanan paru terhadap hal-hal yang berbahaya dan infeksius berupa reflek batuk,
penyempitan saluran nafas dengan kontraksi otot polos bronkus pada awal terjadinya proses
peradangan, juga dibantu oleh respon imunitas humoral.

c.       Etiologinya
Sebagian besar disebabkan oleh mikroorganisme, akan tetapi dapat juga oleh
bahan-bahan lain, sehingga dikenal:
1.      Lipid pneumonia : oleh karena aspirasi minyak mineral
2.      Chemical pneumonitis : inhalasi bahan-bahan organic atau uap kimia seperti
berilium
3.      Extrinsik Allergik Alveolitis : inhalasi bahan-bahan debu yang mengandung
allergen, seperti debu dare parik-pabrik gula yang mengandung spora dare
actynomicetes thermofilik.
4.      Drug Reaction Pneumonitis : nitrofurantion, busulfan, methotrexate
5.      Pneumonia karena radiasi sinar rontgen
6.      Pneumonia yang sebabnya tidak jelas : desquamative interstitial pneumonia,
eosinofilik pneumonia
7.      Microorganisma

GROUP PENYEBAB TYPE PNEUMONIA


Bacteri Streptococcos pneumonia Pneumonia bacteri
Streptococcus piogenes
Stafilococcus aureus
Klebsiella pneumonia
Eserikia koli
Yersinia pestis
Legionnaires bacillus Legionnaires disease

Aktinomyctes A. Israeli Aktinomikosis pulmonal


Nokardia asteroids Nokardiosis pulmonal

Fungi Kokidioides imitis Kokidioidomikosis


Histoplasma kapsulatum Histoplasmosis
Blastomises dermatitidis Blastomikosis
Aspergillus Aspergilosis
Fikomisetes Mukormikosis

Riketsia Koksiella Burnetty Q  Fever

Klamidia Chlamidia psittaci Psitakosis,Ornitosis

Mikoplasma Mikoplasma pneumonia Pneumonia mikoplasmal

Virus Infulensa virus, adenovirus Pneumonia virus


respiratory syncytial
Pneumosistis karini
Protozoa  Pneumonia pneumistis
(pneumonia plasma sel)

d.      Gambaran Klinis
Gambaran klinis biasanya didahului olek infeksi saluran nafas akut bagian atas
selama beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam, suhu tubuh kadang-kadang
melebihi 40 derajat C, sakit tenggorok, nyeri otot dan sendi. Juga disertai batuk,
dengan sputum mukoid atau purulen, kadang-kadang berdarah.
Pada pemeriksaan fisik dada terlihat bagian sakit tertinggal waktu bernafas
dengan suara nafas bronchial kadang-kadang melemah. Didapatkan ronki basah
halus, yang kemudian menjadi ronki basah kasar pada stadium resolusi.
1.      Community Acquired Pneumonia yaitu, pneumonia yang didapatkan di masyarakat,
terjadinya infeksi di luar rumah sakit.
2.      Hospital Acquirted Pneumonia yaitu, pneumonia yang didapat selama penderita
dirawat di rumah sakit. Hampir 1 % dare penderita yang dirawat di rumah sakit
mendapatkan pneumonia selama dalam perawatan dan 1/3nya mungkin akan
meninggal. Demikian pula halnya dengan penderita yang dirawat di ICU lebih dare
60 % menderita pneumonia.
3.      Pneumonia in the immunocompromised host yaitu, yang terjadi akibat
terganggunya system kekebalan tubuh. Macula ini semakin meningkat dengan
penggunaan obat-obatan sitotoksik dan imunosupresif, hal ini akibat dare
merningkatnya kemajuan di bidang pengobatan penyakit keganasan dan
transplantasi organ.

e.       Gambaran Patogenesis  
Dalam keadaan sehat, paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme,
keadan ini disebabkan oleh adanya mekanismer pertahanan paru. Terdapatnya
bakteri di dalam paru merupakan akibat ketidakseimbangan antara daya than
tubuh, mikroorganisme, dan lingkuingan sehingga mikroorganisme dapat
berkembang biak dan berakibat timbulnya sakit.
Masuknya mikroorganisme ke saluran nafas dan paru dapat melalui berbagai
cara, yaitu :
-          Inhalsi langsung dare udara
-          Aspirasi dare bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orfaring
-          Perluasan langsung dare tempat-tempat lain
-          Penyebaran secara hematogen

Gambaran patologis dalam batas-batas tertentu, tergantung pada


penyebabnya. Di antaranya yaitu :
1.      Pneumonia bakteri
Ditandai oleh eksudat intra alveolar supuratif disertai konsolidasi. Proses infeksi
dapat diklasifikasikan berdasarkan anatomi. Terdapat konsolidasi dare seluruh
lobus pada pneumonia lobaris, sedangkan pneumonia lobularis atau
broncopneumonia menunjukkan penyebaran daerah infeksi yang berbecak dengan
diameter sekitar 3-4 cm, mengelilingi dan mengenai broncus.
2.      Pneumonia Pneumokokus
Pneumokokus mencapai alveolus-alveolus dalam bentuk percikan mucus atau saliva. Lobus
paru bawah paling sering terserrang, karena pengaruh gaya tarik bumi. Bila sudah mencapai
dan menetap di alveolus, maka pneumokokus menimbulkan patologis yang khas yang terdiri
dare 4 stadium yang berurutan :
-          kongesti (4-12 jam pertama)eksudat serusa masuk dalam alveolus-alveolus dare
pembuluh darah yang bocor dan dilatasi
-          hepatisasi merah (48 jam berikutnya) paru-paru tampak merah dan tampak
bergranula karena sel darah merah, fibrin, dan leukosit polimorfonuklear mengisi
alveolus-alveolus
-          hepatisasi kelabu (3-8 hari) paru-parub tampak abu-abu karena leukosit dan fibrin
mengalami konsolidasi dalam alveolus yang terserang.
-          Resolusi (7-11 hari) eksudat mengalami lisis dan direabsorbsi oleh mikrofag
sehingga jaringan kembali pada strukturnya semula.
Timbulnya pneumonia pneumokokus merupakan suatu kejadian yang tiba-tiba, disertai
menggigil, demam, rasa sakit pleuritik, batuk dan sputum yang berwarna seperti karat.
Pneumonia pneumokokus biasanya tidak disertai komplikasi dan jaringan yang rusak dapat
diperbaiki kemabali. Komplikasi tentang sering terjadi adalah efusi plura ringan. Adanya
bakterimia mempengaruhi prognosis pneumonia. Adanya bakterimia menduga adanya
lokalisasi proses paru-paru yang tidak efektif. Akibat bakterimia mungkin berupa lesi
metastatik yang dapat mengakibatkan keadaan seperti meningitis, endokariditis bacterial dan
peritonitis. Sudah ada vaksin untuk merlawan pneumonia pneumokokus. Biasanya diberikan
pada mereka yang mempunyai resiko fatal yang tinggi, seperti anemia sickle-sell, multiple
mietoma, sindroma nefrotik, atau diabetes mellitus.
3.      Pneumonia Stafilokokus
Mempunyai prognosis jelek walaupun diobati dengan antibiotika. Pneumonia ini
menimbulkan kerusakan parenkim paru-paru yang berat dan sering timbul komplikasi seperti
abses paru-paru dan empiema. Merupakan infeksi sekunder yang sering menyerang pasien
yang dirawat di rumah sakit, pasien lemah dan paling sering menyebabkan broncopneumonia.
4.      Pneumonia Klebsiella / Friedlander
Penderita ini berhasil mempertahankan hidupnya, akhirnya menderita pneumonia kronik
disertai obstruksi progresif paru-paru yang akhirnya menimbulkan kelumpuhan
pernafasannya. Jenis ini yang khas yaitu, pembentukan sputum kental seperti sele kismis
merah (red currant jelly). Kebanyakan terjadi pada lelaki usia pertengahan atau tua, pecandu
alcohol kronik atau yang menderita penyakit kronik lainnya.
5.      Pneumonia pseudomonas
Sering ditemukan pada orang yang sakit parah yang dirawat di rumah sakit atau yang
mnenderita supresi system pertahanan tubuh (misalnya mereka yang menderita leukemia atau
transplantasi ginjal yang menerima obat imunosupresif dosis tinggi). Seringkali disebabkan
karena terkontaminasi peralatan ventilasi.
6.      Pneumonia Virus
Ditandai dengan peradangan interstisial disertai penimbunan infiltrat dalam dinding alveolus
meskipun rongga alveolar sendiri bebas dare eksudat dan tidak ada konsolidasi. Pneumonia
virus 50 % dare semua pneuminia akut ditandai oleh gejala sakit kepala, demam dan rasa
sakit pada otot-otot yang menyeluruh, rasa lelah sekali dan batuk kering. Kebanyakan
pneumonia ini ringan dan tidak membutuhkan perawatan di rumah sakit dan tidak
mengakibatkan kerusakan paru-paru yang permanen. Pengobatan pneumonia virus bersifat
sympomatik dan paliatif, karena antibiotik tidak efektif terhadap virus. Juga dapat
mengakibatkan pneumonitis berbecak yang fatal atau pneumonitis difus.
7.      Pneumonia Mikoplasma
Serupa dengan pneumonia virus influenza, disertai adanya pneumonitis interstitial. Sangat
mudah menular tidak seperti pneumonia virus, dapat memberikan respon terhadap tetrasiklin
atau eritromisin.
8.      Pneumonia Aspirasi
Merupakan pneumonia yang disebabkan oleh aspirasi isi lambung. Pneumonia yang
diakibatkannya sebagian bersifat kimia, karena diakibatkan oleh reaksi terhadap asam
lambung, dan sebagian bersifat bacterial, karena disebabkan oleh organisme yang mendiami
mulut atau lambung. Aspirasi paling sering terjadi selama atau sesudah anestesi (terutama
pada pasien obstretik dan pembedahan darurat karena kurang persiapan pembedahan), pada
anak-anak dan pada setiap pasien yang disertai penekanan reflek batuk atau reflek muntah.
Inhalasi isi lambung dalam jumlah yang cukup banyak dapat menimbulkan kematian yang
tiba-tiba, karena adanya obstruksi, sedangkan aspirasi isi lambung dalam jumlah yang sedikit
dapat mengakibatkan oedema paru-paru yang menyebar luas dan kegagalan pernafasan.
Beratnya respon peradangan lebih tergantung dare pH dare zaat yang diaspirasikan. Aspirasi
pneumonia selalu terjadi apabila pH dan zat yang diaspirasi 2,5 atau kurang. Aspirasi
pneumpnia sering menimbulkan kompliokasi abses, bronchiectase, dan gangrean. Muntah
bukan sarat masuknya isi lambung kedalam cabang tracheobronchial, karena regurgitasi
dapat juga terjadi secara diam-diam pada pasien yang diberi anestesi. Paling penting pasien
harus ditempatkan pada posisi yang tepat agar secret orofarengeal dapat keluar dare mulut.
9.      Pneumonia Hypostatik
Pneumonia yang sering timbul pada dasar paru yang disebabkan oleh nafas yang dangkal dan
terus menerus dalam posisi yang sama.
Daya tarik bumi menyebabkan darah tertimbun pada bagian bawah paru dan infeksi
membantu timbulnya pneumonia yang sesungguhnya
10.  Pneumonia Jamur
Tidak sesering bakteri. Beberapa jamur dapat menyebabkan penyakit paru supuratif
granulomentosa yang seringkali disalah tafsirkan sebagai TBC. Banyak dare infeksi jamur
bersifat endemic pada daerah tertentu. Contohnya di US, hystoplasmosis (barat bagian tengah
dan timur), koksibiodomikosis (barat daya) dan blastomikosis (tenggara). Spora jamur ini
ditemukan dalam tanah dan terinhalasi. Spora yang terbawa masuk kebagian paru yang lebih
difagositosis terjadi reaksi peradangan disertai pembentukan kaverne. Semua perubahan
patologis ini mirip sekali dengan TBC sehingga perbedaan kurang dapat ditentukan dengan
menemukan dan pembiakan jamur dare jaringan paru.tes serologi serta tes hypersensitifitas
kulit yang lambat belum menunjukan tanda positif sampai beberapa minggu sesudah terjadi
infeksi, bahkan pada penyakit yang berat tes mungkin negatif. Pneumonia jamur sering
menimbulkan komplikasi pada stadium terakhir penyakit tersebut, terutama pada penyakit
yang sangat berat, misalnya Ca atau leukemia, candida alicans adalah sejenis ragi yang sering
ditemukan pada sputum orang yang sehat dan dapat menyerang jaringan paru. Penggunaan
antibiotik yang lama juga dapat mengubah flora normal tubuh dan memungkinkan infasi
candida. Amfotinsin B merupakan obat terpilih untuk infeksi jamur pada paru.  

f.       Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leucosit,
biasanya > 10.000/µl kadang mencapai 30.000 jika disebabkan virus atau
mikoplasma jumlah leucosit dapat normal, atau menurun dan pada hitung jenis
leucosit terdapat pergeseran kekiri juga terjadi peningkatan LED. Kultur darah
dapat positif pada 20 – 25 pada penderita yang tidak diobatai. Kadang didapatkan
peningkatan ureum darah, akan tetapi kteatinin masih dalah batas normal. Analisis
gas darah menunjukan hypoksemia dan hypercardia, pada stadium lanjut dapat
terjadi asidosis respiratorik.

g.      Gambaran Radiologi
Foto toraks merupakan pemeriksaan penunjang yang sangat penting. Foto
toraks saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya
merupakan petunjuk kearah diagnosis etiologi. Gambaran konsolidasi dengan air
bronchogram (pneumonia lobaris), tersering disebabkan oleh streptococcus
pneumonia. Gambaran radiologis pada pneumonia yang disebabkan clebsibella
sering menunjukan  adanya konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan, kadang
dapat mengenai beberapa lobus. Gambaran lainya dapat berupa bercak daan
cavitas. Kelainan radiologis lain yang khas yaitu penebalan (bulging) fisura inter
lobar. Pneumonia yang disebabkan kuman pseudomonas sering memperlihatkan
adanya infiltrasi bilateral atau gambaran bronchopneumonia. Firus dan
mycoplasma sering menyebabkan pneumonia interstisial terutama radang sptum
alveola. Pada pemeriksaan radiologis terlihat gambaran retikuler yang difus.
h.      Penatalaksanaan
1        Koreksi kelainan yang mendasari.
2        Tirah baring.
3        Obat-obat simptomatis seperti: parasetamol (pada hipereksia), morfin (pada nyeri
hebat).
4        Jaga keseimbangan cairan dan elektrolit dengan batuan infus, dekstrose 5%,normal
salin atau RL.
5        Pemilihan obat-obat anti infeksi: tergantung kuman penyebab.
6        Pertahankan jalan nafas
7        oksigenasi
 
PATHWAYS(Kosong)

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.       Bersihan jalan nafas tidak efektif  berhubungan dengan inflamasi trakeobronkial,
pembentukan edema, peningkatan produksi sputum. (Doenges, 1999 : 166)
2.       Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolus
kapiler, gangguan kapasitas pembawa aksigen darah, ganggguan pengiriman
oksigen. (Doenges, 1999 : 166)
3.       Pola nafas tidak efektif  berhubungan dengan proses inflamasi dalam alveoli.
(Doenges, 1999 :177)
4.       Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan
cairan berlebih, penurunan masukan oral. (Doenges, 1999 : 172)
5.       Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kebutuhan metabolik
sekunder terhadap demam dan proses infeksi, anoreksia yang berhubungan dengan
toksin bakteri bau dan rasa sputum, distensi abdomen atau gas.( Doenges, 1999 :
171)
6.       Intoleransi aktifitas berhubungan dengan insufisiensi oksigen untuk aktifitas
sehari-hari. (Doenges, 1999 : 170)

FOKUS INTERVENSI
1.      Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi trakeobronkial,
pembentukan edema, peningkatan produksi sputum
Tujuan :
-          Jalan nafas efektif dengan bunyi nafas bersih dan jelas
-          Pasien dapat melakukan batuk efektif untuk mengeluarkan sekret
Hasil yang diharapkan :
-          Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih/ jelas
-          Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas
-          Misalnya: batuk efektif dan mengeluarkan sekret.
Intervensi :
a.       Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas. Misalnya: mengi, krekels dan
ronki.
Rasional: Bersihan jalan nafas yang tidak efektif dapat dimanifestasikan dengan adanya
bunyi nafas adventisius
b.      Kaji/ pantau frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi/ ekspirasi
Rasional: Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada
penerimaan atau selama stres/ adanya proses infeksi akut. Pernafasan dapat
melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi.
c.       Berikan posisi yang nyaman buat pasien, misalnya posisi semi fowler
Rasional: Posisi semi fowler akan mempermudah pasien untuk bernafas
d.      Dorong/ bantu latihan nafas abdomen atau bibir
Rasional: Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dipsnea dan
menurunkan jebakan udara
e.       Observasi karakteristik batik, bantu tindakan untuk memoerbaiki keefektifan
upaya batuk.
Rasional: Batuk dapat menetap, tetapi tidak efektif. Batuk paling efektif pada posisi duduk
tinggi atau kepala di bawah setelah perkusi dada.
f.       Berikan air hangat sesuai toleransi jantung.
Rasional: Hidrasi menurunkan kekentalan sekret dan mempermudah pengeluaran.
2.      Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolus
kapiler, gangguan kapasitas pembawa oksigen darah, gangguan pengiriman
oksigen.
Tujuan :
-          Perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan dengan GDA dalam rentang normal dan
tidak ada distres pernafasan.
Hasil yang diharapkan :
-          Menunjukkan adanya perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan
-          Berpartisispasi pada tindakan untuk memaksimalkan oksigenasi
Intervensi :
a.       kaji frekuensi, kedalaman, dan kemudahan pernafasan
Rasional :Manifestasi distres pernafasan tergantung pada derajat keterlibatan paru dan
status kesehatan umum
b.      Observasi warna kulit, membran mukosa dan kuku. Catat adanya sianosis
Rasional :Sianosis menunjukkan vasokontriksi atau respon tubuh terhadap demam/
menggigil dan terjadi hipoksemia.

c.       Kaji status mental


Rasional :Gelisah, mudah terangsang, bingung dapat menunjukkan hipoksemia.
d.      Awsi frekuensi jantung/ irama
Rasional :Takikardi biasanya ada karena akibat adanya demam/ dehidrasi.
e.       Awasi suhu tubuh. Bantu tindakan kenyamanan untuk mengurangi demam dan
menggigil
Rasional :Demam tinggi sangat meningkatkan kebutuhan metabolik dan kebutuhan oksigen
dan mengganggu oksigenasi seluler.
f.       Tinggikan kepala dan dorong sering mengubah posisi, nafas dalam, dan batuk
efektif
Rasional :Tindakan ini meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan pengeluaran sekret
untuk memperbaiaki ventilasi.
g.      Kolaborasi pemberian oksigen dengan benar sesuai dengan indikasi
Rasional :Mempertahankan PaO2 di atas 60 mmHg.
3.      Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses inflamasi dalam alveoli
Tujuan:
-          Pola nafas efektif dengan frekuensi dan kedalaman dalam rentang normal dan
paru jelas/ bersih
Intervensi :
a.       Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan dan ekspansi dada.
Rasional :Kecepatan biasanya meningkat, dispnea, dan terjadi peningkatan kerja nafas,
kedalaman bervariasi, ekspansi dada terbatas.
b.      Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas adventisius.
Rasional :Bunyi nafas menurun/ tidak ada bila jalan nafas terdapat obstruksi kecil.
c.       Tinggikan kepala dan bentu mengubah posisi.
Rasional :Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernafasan.
d.      Observasi pola batuk dan karakter sekret.
Rasional :Batuk biasanya mengeluarkan sputum dan mengindikasikan adanya kelainan.
e.       Bantu pasien untuk nafas dalam dan latihan batuk efektif.
Rasional :Dapat meningkatkan pengeluaran sputum.
f.       Kolaborasi pemberian oksigen tambahan.
Rasional :Memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas.
g.      Berikan humidifikasi tambahan
Rasional :Memberikan kelembaban pada membran mukosa dan membantu pengenceran
sekret untuk memudahkan pembersihan.
h.      Bantu fisioterapi dada, postural drainage
Rasional :Memudahkan upaya pernafasan dan meningkatkan drainage sekret dari segmen
paru ke dalam bronkus.
4.      Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilngan
cairan berlebih, penurunan masukan oral.
Tujuan : Menunjukkan keseimbangan cairan dan elektrolit
Intervensi :
a.       Kaji perubahan tanda vital, contoh :peningkatan suhu, takikardi,, hipotensi.
Rasional :Untuk menunjukkan adnya kekurangan cairan sisitemik
b.      Kaji turgor kulit, kelembaban membran mukosa (bibir, lidah).
Rasional :Indikator langsung keadekuatan masukan cairan
c.       Catat lapporan mual/ muntah.
Rasional :Adanya gejala ini menurunkan masukan oral
d.      Pantau masukan dan haluaran urine.
Rasional :Memberikan informasi tentang keadekuatan volume cairan dan kebutuhan
penggantian
e.       Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi.
Rasional :Memperbaiki ststus kesehatan
5.      Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan kebutuhan
metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi, anoreksia, distensi
abdomen.
Tujuan :
-          Menunjukkan peningkatan nafsu makan
-          Mempertahankan/ meningkatkan berat badan
Intervensi :
a.       Identifikasi faktor yang menimbulkan mual/ muntah.
Rasional :Pilihan intervensi tergantung pada penyebab masalah

b.       Berikan wadah tertutup untuk sputum dan buang sesering mungkin, bantu


kebersihan mulut.
Rasional :Menghilangkan bahaya, rasa, bau,dari lingkungan pasien dan dapat menurunkan
mual
c.       Jadwalkan pengobatan pernafasan sedikitnya 1 jam sebelum makan.
Rasional :Menurunkan efek mual yang berhubungan dengan pengobatan ini
d.      Auskultasi bunyi usus, observasi/ palpasi distensi abdomen.
Rasional :Bunyi usus mungkin menurun bila proses infeksi berat, distensi abdomen terjadi
sebagai akibat menelan udara dan menunjukkan pengaruh toksin bakteri pada
saluran gastro intestinal
e.       Berikan makan porsi kecil dan sering termasuk makanan kering atau makanan yang
menarik untuk pasien.
Rasional :Tindakan ini dapat meningkatkan masukan meskipun nafsu makan mungkin lambat
untuk kembali
f.        Evaluasi status nutrisi umum, ukur berat badan dasar.
Rasional :Adanya kondisi kronis dapat menimbulkan malnutrisi, rendahnya tahanan
terhadap infeksi, atau lambatnya responterhadap terapi
6.      Intoleransi aktifitas berhubungan dengan insufisiensi oksigen untuk aktifitas hidup
sehari-hari.
Tujuan : Peningkatan toleransi terhadap aktifitas.
Intervensi :
a.       Evakuasi respon pasien terhadap aktivitas.
Rasional :Menetapkan kemampuan/ kebutuhan pasien dan memudahkan pilihan intervensi
b.      Berikan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung selama fase akut.
Rasional :Menurunkan stres dan rangsangan berlebihan, meningkatkan istirahat
c.       Jelaskan pentingnya istitahat dalam rencana pengobatan dan perlunya
keseimbamgan aktivitas dan istirahat.
Rasional :Tirah baring dipertahankan untuk menurunkan kebutuhan metabolik
d.      Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan.
Rasional :Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan
oksigen.

Anda mungkin juga menyukai