Anda di halaman 1dari 118

TELAAH KONSEP TAAT KEPADA PEMIMPIN (ULIL AMRI) DALAM

AL QUR’AN ANALISIS TAFSIR FI ZHILALIL QUR’AN: KAJIAN


TERHADAP SURAT QS. AN-NISA AYAT 59

SKRIPSI

Diajukan kepada Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Sultan Abdurahman


Kepulauan Riau Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana
Strata Satu (S.Ag)

Oleh :

Putra Satria Wibowo


NIM: 18.1119

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI SULTAN ABDURRAHMAN


KEPULAUAN RIAU
2023

i
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Putra Satria Wibowo


Nim : 18.1119
Prodi : Ilmu Al-Qur’an Dan Tafsir

Menyatakan bahwa naskah skripsi ini secara keseluruhan adalah hasil


penelitian/karya saya sendiri, dan bukan plagiasi dari hasil karya orang lain. Jika
di kemudian hari terbukti bahwa skripsi ini terdapat plagiasi, baik isi, logika,
maupun datanya, secara keseluruhan atau sebagian, maka skripsi dan gelar
sarjanayang diperoleh karenanya secara otomatis batal demi hukum.

Bintan, 12 Agustus 2023


Yang menyatakan

Putra Satria Wibowo


NIM.18.1119

ii
PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi Dengan Judul : Telaah Konsep Taat Kepada Pemimpin (Ulil


Amri) Dalam Al Qur’an Analisis Tafsir Fi
Zhilalil Qur’an: Kajian Terhadap Surat Qs. An-
Nisa Ayat 59
Nama : Putra Satria Wibowo
NIM : 18.1119
Program Studi : Ilmu Al-Qur’an Dan Tafsir
Telah Munaqasyah pada :
Nilai Munaqasyah :
Dan dinyatakan telah diterima oleh STAIN Sultan Abdurahman Kepulauan Riau

TIM MUNAQOSYAH

Ketua Sidang Sekretaris

Drs. Almahfuz, M.Si. Eka Rihan K, M.Pd.


NIP.196311041992031008 NIDN.2108018501
Penguji I Penguji II

Sudanto, S.E,. M.M Syahrul Rahmat,


M.Hum
NIDN.2115046201 NIDN.2028029302

Bintan, 08 Agustus 2023


STAIN Sultan AbdurahmanKepulauan Riau
Ketua,

Dr. Muhammad Faisal M.Ag


NIP.197503242006041005

SURAT PERSETUJUAN PEMBIMBING

iii
Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Putra Satria Wibowo


NIM : 18.1119
Program Studi :
Judul Skripsi :
Menyatakan bahwa skripsi ini sudah layak untuk dilanjutkan pada sidang
munaqasyah. Diharapkan semoga skripsi tersebut dapat diterima dan dapat
dipergunakan sebagaimana mestinya.

Bintan 22 Agustus 2023

Pembimbing I Pembimbing II

Fauzi, S.Sos, MA Ahmad Hamdan M.Sos


NIDN. 2129078401 NIDN. 2102017401

iv
NOTA DINAS PEMBIMBING

Kepada Yth,

Program Studi Manajemen


Pendidikan Islam
STAIN Sultan Abdurahaman
Kepulauan Riau

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Setelah melakukan bimbingan, arahan dan koreksi terhadap penulisan Skripsi


yang berjudul: Telaah Konsep Taat Kepada Pemimpin (Ulil Amri) Dalam Al
Qur’an Analisis Tafsir Fi Zhilalil Qur’an: Kajian Terhadap Surat Qs. An-Nisa
Ayat 59.

Yang ditulis oleh:

Nama : Putra Satria Wibowo

NIM : 18.1119

Program Studi : Ilmu Al-Qur’an Dan Tafsir

Saya berpendapat bahwa Skripsi tersebut dapat diajukan kepada program studi
Manajemen Pendidikan Islam Sultan Abdurahman Kepulauan Riau untuk diujikan
dalam rangka untuk memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S.Ag)

Bintan 22 Agustus 2023


Pembimbing I Pembimbing II

Fauzi, S.Sos, MA Ahmad Hamdan M.Sos


NIDN. 2129078401 NIDN. 2102017401

v
ABSTRAK

Putra Satria Wibowo, 2023, 18.1119, Telaah Konsep Taat Kepada


Pemimpin (Ulil Amri) Dalam Al Qur’an Analisis Tafsir Fi Zhilalil Qur’an:
Kajian Terhadap Surat Qs. An-Nisa Ayat 59 Skripsi, Program Studi Ilmu Al-
Qur’an Dan Tafsir, STAIN Sultan Abdurrahman Kepulauan Riau.
Penelitian ini dilatar belakangi oleh penyikapan terhadap ketaatan kepada
pemimpin (ulil amri) dan batasannya serta pemimpin yang seperti apa yang wajib
untuk ditaati juga bagaimana kriteria pemimpin menurut pemikiran Sayyid
Quthb.Penelitian ini tergolong penelitian kualitatif Dilihat dari objeknya,
penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian pustaka atau literatur (library
research). Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini ialah, pendekatan ilmu
tafsir, menggunakan metode mauḍui.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1). Ulil Amri terbagi menjadi tiga yaitu :
Pertama, ahli pikir dalam perkara-perkara rakyat yang telah dipercaya dan dipilih
untuk itu. Mereka memutar pikiran sesuai prinsip musyawarah dan suara banyak.
Kedua, umara dan para penguasa. Ketiga, para mufti yang menjadi rujukan dalam
hal-hal yang berhubungan dengan perundang-undangan tentang halal dan haram.
Mereka adalah orang-orang yang menghukumkan siapa saja yang bertikai dalam
segala perkara dengan mengembalikan perkara tersebut kepada Allah SWT dan
para Rasul-Nya,.Sayyid Quthb memaknai taat kepeda ulil amri hanya mengikuti
ketaatan kepada Allah dan Rasul. Karena itulah, taat kepada ulil amri ini
merupakan pengembangan dari taat kepada Allah dan Rasul, sesudah menetapkan
bahwa ulil amri itu adalah dari kalangan kamu sendiri dengan catatan dia beriman
dan memenuhi syarat-syarat iman. (2). Kriteria pemimpin menurut pandangan
sayyid quthb dalam tafsir Fi Zilalil Qur’an yaitu : (a).Memenuhi syarat keimanan,
mengembalikan persoalan kepada allah (alquran) dan sunnah (rasul). (b).Beriman,
mampu menganalisa masalah, mampu mengambil keputusan. (c).Berpengetahuan
yang luas. (d).Memutuskan hukum dengan benar, tidak dengan hawa nafsu,
mampu menganalisa.(e).Fisik yang kuat untuk melindungi wilayah
kepemimpinannya (f).Memilki Keahlian, kekuatan (g) Berakal yang lebih, fisik
dan rezeki. (h).Kesadaran, kepekaan, ketakwaan.(i). Memilki Kesabaran,keimanan
(j).Memilki Tanggung jawab. (k).Menyempurnakan janji, iman, cerdas, adil.
(l).Amanah, tidak menyombongkan diri. (m).Keturunan quraisy atau memiliki
sifat suku quraisy (n). Bukan hamba sahaya atau budak, saleh. (o).Menyerukan
kebaikan. (p).Menyerukan kebaikan. (q) Bersabar dan yakin.
Kata Kunci: Taat, Pemimpin (Ulil Amri) , Fi Zhilalil Qur’an

vi
ABSTRACT

Keywords:

vii
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB – LATIN

Sistem transliterasi yang digunakan dalam skripsi ini mengikuti pedoman


Transliterasi Arab-Latin yang merupakan keputusan bersama menteri pendidikan
dan kebudayaan (Nomor 158 tahun 1987 dan Nomor 0543b/U/1987), tanggal 22
Januari 1988. Bagian-bagian pokok dari pedoman tersebut adalah sebagai berikut:

Konsonan Tunggal
Huruf
Huruf Arab Nama Keterangan
Latin
‫ا‬ Alif Tidak dilambangkan

‫ب‬ ba’ B Be

‫ت‬ ta’ T Te

‫ث‬ tsa’ Ts Es (dengan titik di atas)

‫ج‬ Jim J Je

‫ح‬ ha’ H Ha (dengan titik di bawah)

‫خ‬ kha’ Kh Ka dan ha

‫د‬ Dal D De

‫ذ‬ Dzal Z Zet (dengan titik di atas)

‫ر‬ ra’ R Er

‫ز‬ Zai Z Zet

‫س‬ Sin S Es

‫ش‬ Syin Sy Es dan ye

‫ص‬ Sad S Es (dengan titik di bawah)

‫ض‬ Dad D De (dengan titik di bawah)

‫ط‬ ta’ T Te (dengan titik di bawah)

‫ظ‬ Za Z Zet (dengan titik di bawah)

viii
‫ع‬ ‘ain ‘ Koma terbalik di atas

‫غ‬ Gain G Ge

‫ف‬ Fa’ F Ef

‫ق‬ Qaf Q Qi

‫ك‬ Kaf K Ka

‫ل‬ Lam L El

‫م‬ Mim M Em

‫ن‬ Nun N En

‫و‬ Wawu W We

‫ه‬ Ha H Ha

‫ء‬ Hamzah ‘ Apostrof

‫ي‬ ya’ Y Ye

Konsonan Rangkap karena Syaddah ditulis Rangkap


‫عدة‬ Ditulis ‘iddah

Ta’ marbutah

1. Bila dimatikan ditulis


‫هبة‬ Ditulis Hibah
‫جزية‬ Ditulis Jizyah

(ketentuan ini tidak diperlakukan terhadap kata-kata Arab yang sudah terserap ke
dalam Bahasa Indonesia, seperti shalat, zakat, dan sebagainya, kecuali bila
dikehendaki lafal aslinya).
Bila diikuti dengan kata sandang “al” serta bacaan kedua itu terpisah,
maka ditulis dengan h.
‫كرامة األولياء‬ Ditulis Karamah al-auliya’

ix
2. Bila ta’ marbutah hiduo atau dengan harkat, fathah, kasrah, dan dammah
ditulis.

‫زكاة الفطر‬ Ditulis Zakatul fitri

Vokal Panjang

‫ﹷ‬ Fathah Ditulis A

‫ﹻ‬ Kasroh Ditulis I

‫ﹹ‬ Dammah Dirulis U

Vokal Panjang
Fathah + alif A
Ditulis
‫جا هلية‬ Jahiliyyah
Fathah + ya’ mati A
Ditulis
‫يسعى‬ yas’a
Kasrah + ya’ mati L
Ditulis
‫كريم‬ Karim
Dammah + wawu mati U
Ditulis
‫فروض‬ Furud

Vokal Rangkap
Fathah + ya’ mati Ai
Ditulis
‫بينكم‬ Bainakum
Fathah + ya’ mati Au
Ditulis
‫قول‬ Qaulun

KATA PENGANTAR
   

x
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Alhamdulillahirabbil ‘Alamin, puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah

SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan taufiq serta inayah-Nya,

sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini tepat pada waktunya. Sholawat

serta salam kami haturkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai uswatun

hasanah serta pembawa rahmat bagi seluruh umat.

Peneliti sangat menyadari bahwa Skripsi ini tentunya masih jauh untuk

mencapai kesempurnaan. Dan tidak pula terlepas dari bantuan, bimbingan,

dorongan dan motivasi dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak

langsung. Dari itulah, dengan segala hormat dan rendah hati peneliti

mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak Dr. Muhammad Faisal, M. Ag, selaku Ketua Sekolah Tinggi Agama

Islam Negeri (STAIN) Sultan Abdurrahman Kepulauan Riau.

2. Bapak Aris Bintania, M.Ag selaku wakil ketua I Bidang Akademik Sekolah

Tinggi Agama Islam Negri Sultan Abdurahman Kepulauan Riau

3. Ibu Dian Rahmawati, S.Th.I MA selaku Ketua Program Studi Ilmu Al-

Qur’an dan Tafsir Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Sultan

Abdurrahman Kepulauan Riau.

4. Bapak Fauzi,S.Sos MA selaku Dosen Pembimbing I yang selalu

memberikan waktu luangnya, memberikan bimbingan, motivasi sehingga

penulisan skripsi ini dapat terselesaikan.

5. Bapak Ahmad Hamdan,M.Sos selaku Dosen Pembimbing II yang telah

bersedia meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, arahan,

xi
pemikiran, motivasi serta kemudahan kepada penulis dengan penuh

kesabaran, sehingga penelitian skripsi ini dapat selesai dengan baik.

6. Segenap dosen STAIN Sultan Abdurrahman Kepulauan Riau yang tidak

dapat penulis sebutkan satu persatu, yang selama ini telah memberikan

pengajaran dengan ikhlas sehingga penulis banyak mendapatkan ilmu

pengetahuan yang nantinya dapat berguna serta bermanfaat bagi penulis dan

masyarakat dalam mengarungi perjalanan hidup di dunia maupun di akhirat.

7. Kedua orang tua penulis yaitu abah tersayang dan emak saya tercinta

Terima kasih telah mendidik, membimbing, mendo’akan, mencurahkan

kasih sayang, serta dukungan moral dan material yang selalu diberikan

kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

8. Adik kandung Penulis, yang selalu turut memberikan semangat dan

motivasi kepada saya.

9. Saudari Anisa Ulfa yang telah menemani dan meluangkan waktu dalam

membantu penulis menyelesaikan skripsi hingga selesai

Penulis tidak dapat membalas apa yang telah mereka berikan, semoga Allah

SWT memberikan balasan dan mencatat semua itu sebagai amal perbuatan yang

mendapat pahala disisi-Nya, Aamiin.

Kemudian penulis menyadari bahwa sebagai mahasiswa dalam menyusun

skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, baik dalam isi

maupun sistematika penulisannya. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan

pengetahuan serta wawasan penulis. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik

dan saran yang bersifat membangun guna sempurnanya skripsi ini. Demikian

xii
dengan penuh harapan, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis

khususnya serta pembaca pada umumnya.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Bintan, 2 September 2023


Penulis,

Putra Satria Wibowo


NIM: 18.1119

xiii
MOTTO

‫َّاس‬ ِ َ‫ا‬
ُ ‫ك الن‬
َ َ‫صلُ ْح ل‬
ْ َ‫ك ي‬
َ‫س‬َ ‫صل ْح َن ْف‬
ْ

Artinya :
Perbaiki Dirimu, Maka Semua Akan Baik Kepadamu

xiv
HALAMAN PERSEMBAHAN

Alhamdulillah, Wasyukkurillah, Wanikmatullah, Warahmatullah


Sujud syukur kusembahkan kepada-mu ya Allah
Yang maha pengasih lagi maha penyayang
Sholawat beserta salam kuhadiahkan kepada
Nabi besar Muhammad SAW

Sebagai tanda cintaku yang tiada terkira kupersembahkan sebuah karya skripsi ini
untuk kedua orangtuaku ayahanda dan ibunda yang selama ini membesarkanku
yang tidak pernah putus-putus do’amu disetiap sujud demi kesuksesan anaknya
serta tetesan keringat yang tiada kira dan tidak bisa diganti oleh apapun yang ada
dunia ini, demi sebuah ribuan tujuan yang harus dicapai, jutaan impian yang akan
dikerjar, sebuah pengharapan agar hidup lebih bermakna

Adik terimakasih telah mendo’akan dan mencurahkan kasih sayang serta


dukungan yang selalu diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat
meneyelesaikan skripsi ini.

Sahabat-sahabatku, terimakasih atas do’a dan segala bantuan yang telah kalian
berikan serta telah mengajarkan ukhuwah islamiah yang sangat luar biasa, semoga
Allah membalas seluruh kebaikan kalian semua dan kembali Allah pertemukan di
jannah-Nya.

Almamater tercinta, STAIN Sultan Abdurrahman Kepulauan Riau yang telah


memberikan banyak sekali pengalam dan arti hidup yang sesungguhnya

xv
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
PERNYATAAN KEASLIAN
PENGESAHAN
PERSETUJUAN PEMBIMBING
NOTA DINAS PEMBIMBING
ABSTRAK
ABSTRACT
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB – LATIN
KATA PENGANTAR
MOTTO
HALAMAN PERSEMBAHAN
DAFTAR ISIvi
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
D. Manfaat Teoritis
E. Kajian Terdahulu
F. Kerangka Teori
G. Metodelogi Penelitinan
H. Sistematika Pembahasan

BAB II BIOGRAFI DAN KARAKTERISTIK TAFSIR FI ZHILALIL QUR’AN


BAB IV ANALIS
A. Riwayat Hidup Sayyid Quthb
B. Karya-Karya Sayyid Quthb
C. Karakteristik Tafsir Fi Ẓilālil Quran
BAB III KONSEP TEORITIS
A. Pengertian Ulil Ami
B. Pemimpin dan Ulil Amri
C. Tugas dan Tanggung Jawab Ulil Amri
E. Konsep Taat Pada Ulil Amri
PENAFSIRAN SAYYID QUTHB TERHADAP KONSEP TAAT KEPADA PEMIMPIN
QS. AN-NISA [4] AYAT 59
A. Perspektif Sayyid Quthb Tentang Konsep Ketaatan Kepada Ulil Amri.
B. Kriteria Pemimpin menurut Sayyid Quthb
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

xvi
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Al-Qur’an menegaskan bahwa manusia diciptakan oleh Allah swt

sebagai pengemban tugas dan tanggung jawab. Tugas dan tanggung jawab

tersebut merupakan amanat ketuhanan yang sungguh besar dan berat. Oleh

karena itu, semua yang ada di langit dan di bumi menolak amanat tersebut,

padahal sebelumnya telah Allah tawarkan kepada mereka. Akan tetapi,

manusia berani menerima amanat tersebut, padahal manusia memiliki potensi

untuk mengingkarinya. Hal tersebut sebagaimana firman Allah dalam kitabnya

yaitu :

     


     
       
Artinya : Sesungguhnya kami Telah mengemukakan amanat kepada
langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan
untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan
mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia.
Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh, (Q.S
Al-Ahzab Ayat 72)1

Ibn Abbas, sebagaimana dikutip oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya “Tafsir

Al-Qur’an Al-Azhim,” menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan amanat

dalam ayat di atas adalah ketaatan dan penghambaan atau ketekunan beribadah.

Ada juga yang memaknai kata amanat sebagai pembebanan, karena orang yang

tidak sanggup memenuhinya berarti membuat hutang atas dirinya, adapun

orang yang melaksanakannya akan memperoleh kemuliaan.2


1
Al-Qur’an Al-Ahzab Ayat 72
2
Sahabuddin et.al., Ensiklopedi al-Qur’an, Kajian Kosakata, Jakarta: Lentera Hati, 2007,
Di antara amanat yang Allah bebankan kepada manusia adalah agar

manusia memakmurkan kehidupan di bumi. Oleh karena begitu mulianya

manusia sebagai pengemban amanah Allah, maka manusia diberi kedudukan

sebagai khalifah sebagaimana Allah SWT berfirman yaitu :

       


        
       
     
Artinya : Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat:
"Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di
muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak
menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat
kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami
senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan
Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui
apa yang tidak kamu ketahui." (Q.S Al- Baqarah Ayat :30)3

Sebagai khalifah, manusia wajib melaksanakan kehidupan sesuai dengan

garis-garis yang telah Allah tetapkan, dan tidak boleh menyalahinya. Aturan

Allah wajib ditaati dan begitu pula aturan Rasulullah Muhammad saw, hal

tersebut menjadi bukti bahwasannya Al-Qur’an meskipun secara tersirat tidak

menyebutkan tentang kepemimpinan tetapi memberikan isyarat-isyarat betapa

perlu dan pentingnya kepemimpinan dalam sistem sosial. Berbagai diksi yang

ada seakan-akan menunjukkan bahwa istilah kepemimpinan dalam islam tidak

bersifat mutlak, dalam kata lain istilah kepemimpinan bersifat variatif. Semua

istilah itu telah digunakan umat Islam dalam mencari format sistem

kepemimpinan Islam yang ideal.4

Hlm. 23-24.
3
Al-Qur’an Al- Baqarah Ayat :30
4
Abdusshomad Buchori, Bungai Rampai Kajian Islam (Jawa Timur: MUI, 2009), Hlm 33.

2
Kepemimpinan adalah salah satu tanggung jawab yang amat berat karena

itu amanah yang Allah berikan melalui hambaNya, baik buruknya

kepemimpinan di sebabkan oleh pemimpin itu sendiri. Untuk itu di dalamnya

ada dua pihak yang berperan antara lain yang dipimpin dan yang memimpin

(imam).5

Al-Qur’an sebagai pedoman umat islam sudah tentu akan dijadikan

sumber referensi utama dalam menjalakan setiap aspek kehidupan individual

maupun secara sosial. Pemimpin harus mengatahui umatnya, dan juga

merasakan langsung penderitaan umat. Seorang pemimpin harus lebih daripada

umatnya dalam segala hal; keilmuan dan perbuatan, pengabdian dan ibadah,

keberanian dan keutamaan, dan lainnya. Pimpinan harus memilik kompetensi

atau pengetahuan (manajerial dan strategi) yang lebih, berperilaku yang baik,

mampu mempengaruhi atau mengarahkan orang lain, harus mengambil

keputusan, bertanggung jawab, baik dalam penyampaian ide, bijak,

mengayomi dan memberikan motivasi. Mampu melakukan pendekatan

personal (human relation) dengan bawahan atau yang dipimpinnya.6

Berbicara lebih jauh mengenai pemimpin maka tidak lepas dengan

pengikut atau umatnya bahkan pemimpin tidak bisa disebut pemimpin jika

tidak ada pengikutnya, dalam konsep ini pemimpin harus lah diikuti oleh

pengikutnya dalam artian yang lebih dalam setiap pengikut harus patuh dan

taat terhadap pemimpinnya, ketaatan ketaatan ini sebenarnya terbagi menjadi

5
Ernita Dewi, Menggagas Kriteria Pemimpin Ideal, cet 1, (Yogykarta: AK Group, 2006),
Hlm.2
Syamsir Torang, Organisasi & Manajemen (perilaku, struktur, budaya dan perubahan
6

organisasi), Penerbit Alfabeta, Bandung 2013, Hlm. 62.

3
beberapa dimensi bukan hanya kepada pemimpin namun lebih utama kepada

Allah SWT dan Rosulnya.

Islam mengajarkan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Ada banyak

bentuk ketaatan yang harus dilaksanakan, seperti shalat, zakat, puasa, dan lain

sebagainya. Secara umum taat kepada Allah berarti berusaha untuk

melaksanakan perintah- perintah-Nya dan tidak melanggar larangan-larangan-

Nya. Sedangkan taat kepada Rasul-Nya berarti berusaha melaksanakan risalah

yang diajarkan dalam artian meneladani perilaku Nabi Muhammad Saw.

Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an pada ayat ayat berikut :

 ‫اك َعلَْي ِه ْم َح ِفيظًا‬


َ َ‫اع اللَّهَ ۖ َو َم ْن َت َوىَّل ٰ فَ َما َْأر َس ْلن‬
َ َ‫ول َف َق ْد َأط‬ َّ ‫َم ْن يُ ِط ِع‬
َ ‫الر ُس‬
Artinya: Barang siapa menaati Rasul (Muhammad) maka
sesungguhnya dia telah menaati Allah. Dan barang siapa
berpaling (dari ketaatan itu) maka (ketahuilah) Kami tidak
mengutusmu (Muhammad) untuk menjadi pemelihara
mereka. ( Q.S An-Nisaa’ Ayat 80) 7

‫س َمعُو َن‬ ِ ‫يا َأيُّها الَّ ِذين آمنُوا‬


‫ َو َر ُسولَهُ َواَل َت َولَّْوا َعْنهُ َوَأْنتُ ْم‬ َ‫اللَّه‬ ‫َأطيعُوا‬
ْ َ‫ت‬ َ َ َ َ
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman! Taatlah kepada Allah dan
Rasul-Nya, dan janganlah kamu berpaling dari-Nya, padahal
kamu mendengar (perintah-perintah-Nya). (Q.S Al-Anfal
Ayat 20)8

Representasi bahwa beliau adalah uswatun hasanah (teladan baik).

Dalam upaya menjalankan ketaatan tersebut, Nabi Muhammad Saw.

mewariskan dua hal kepada umatnya yaitu Al-Qur’an dan hadis yang dapat

dijadikan sebagai pedoman. sebagai kalam Allah Swt. telah diyakini

keotentikannya seiring dengan proses turunnya yang secara mutawatir


7
Al-Qur’an, An-Nisaa’ Ayat 80
8
Al-Qur’an, Al-Anfal Ayat 20

4
kemudian ditulis dan dihafalkan oleh para sahabat. Ditambah lagi Allah Swt.

sebagai pemilik wahyu yang senantiasa memelihara Al-Qur’an.9

Berkenaan pula dengan dimensi ketaatan dijelaskan dalam Qs. An-Nisa

Ayat 59 :

     


        
       
       
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah Swt dan
taatilah Rasul-Nya dan ulil amri di antara kamu. kemudian
jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah ia kepada Allah Swt (Al-Qur’an) dan Rasul
(sunnahnya), jika kamu sungguh-sungguh beriman kepada
Allah dan hari akhir. yang demikian lebih utama (bagimu) dan
lebih baik akibatnya. (Qs. An-Nisa Ayat 59)10
Ketaatan pertama yang ditegaskan di dalam QS. Al-Nisa ayat 59 adalah

taat kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. Taat tersebut dilandaskan pada Al-

Qur’an dan Sunnah. Ketaatan ini bersifat mutlak dan tidak dapat diabaikan.

Jika kita tidak menaati Rasulullah, maka sama saja bahwa kita juga tidak taat

kepada Allah. Karena pada hakikatnya, seluruh perkataan dan perbuatan

Rasulullah tidak ada satupun yang bertentangan dengan firman Allah SWT.

Rasulullah pun dalam hal menyampaikan wahyu, seluruhnya murni dari Allah

SWT, tidak ada yang berdasarkan hawa nafsunya belaka. Ibnu Katsir

menjelaskan, bahwa taat kepada Allah berarti mengikuti segala hal yang

9
Abdullah Karim, Pengantar Studi Al-Qur‟an (Banjarmasin: Kafusari Press, 2011), Hlm
66
10
Al-Qur’an, An- Nisa’ Ayat 59,

5
berdasarkan dengan ajaran Al-Qur’an. Sedangkan taat kepada Rasulullah

berarti mengamalkan sunnah-sunnah beliau.11

Ketaatan kedua yang ditegaskan di dalam QS. Al-Nisa‟ ayat 59 adalah

taat pada ulil amri. Ulil amri adalah seseorang atau sekelompok orang yang

bertugas mengurus kepentingan umat atau disebut juga pemimpin. Menaati ulil

amri menjadi kewajiban bagi umat, selama ulil amri tersebut tidak menyuruh

kepada perbuatan yang munkar. Ulil amri yang ditaati haruslah yang

berpedoman pada Al-Qur’an dan Sunnah. Dalam hal ibadah, tentu haruslah

didasarkan pada ketentuan Allah dan Rasul-Nya. Taat pada ulil amri

merupakan sifat yang tidak mutlak, meskipun ulil amri tersebut sangatlah

hebat, tapi yang namanya manusia pasti melakukan suatu kesalahan. Jika ulil

amri tersebut menerapkan hukum yang sesuai dengan ketetapan oleh Allah dan

Rasul-Nya, maka wajib bagi umat untuk menaatinya. Begitu pula sebaliknya,

umat tidak harus taat jika ulil amrinya tidak berdasarkan pada ketetapan Allah

dan Rasul-nya.12

Taat akan hukum yang dibuat oleh pemimpin haruslah yang sesuai

dengan perintah Allah atau perintah Rasulullah. Jika hukum tersebut

bertentangan dengan perintah Allah atau perintah Rasulullah, maka tidak akan

menjadi wajib untuk taat kepada pemimpin tersebut. Tetapi, di samping ada

beberapa masyarakat yang tidak taat kepada pemimpinnya, juga terdapat

beberapa warga yang taat akan aturan dari pemimpinnya. Adanya pemimpin

11
Ibn Katsir Al-Dimasyqy, Abi Fada‟, Tafsir Ibn Katsir, (Bairut: Darul Kutub Ilmiyah,
2006), Juz V, Hlm 54.
12
Kaizal Bay, “Pengertian Ulil Amri dalam al-Qur‟an dan Implementasinya dalam
Masyarakat Muslim”, dalam Jurnal Ushuluddin Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Vol.
XVII No. 1, (2011), Hlm 7.

6
sebagai sesosok yang harus ditaati, jelas merupakan perejawantahan dalam

perintah Allah, Ulil amri yaitu orang-orang yang memegang kekuasaan di

antara mereka.13

Ulil amri sebuah kata yang disebutkan dalam Al-Qur’an tetapi jarang

digunakan dalam keseharian sehingga penulis hanya menemukan sedikit

pustaka yang membahas tentang ulil amri yang berbahasa Indonesia. Padanan

kata ulil amri dalam Al-Qur’an antara lain, Ula al albab (pemikir), ula al-

quwwah (yang memiliki kekuatan/kekuasaan), ulu al-aidi (orang yang

memiliki kekuatan, yang dilambangkan dengan tangan yang kuat), ulu al-ilm

(para pakar), ulu al-fadl (yang memiliki kedudukan istimewa) ulu al-ba’s

(orang-orang yang peduli), ulu azmi, dan ulu al-absar (orang yang memiliki

proyeksi masa depan).14

Dalam catatan kaki terjemahan Al-Qur’an, Depag, kata ulil amri dalam

surat An Nisa 59 adalah tokoh-tokoh sahabat dan para cendekiawan15. Catatan

kaki tersebut tidak menjelaskan kedudukan dari mereka yang disebut ulil amri

tetapi lebih menunjukkan kepala golongan. Ulil amri secara etimologi berarti

pemimpin dalam suatu negara. Istilah ini terdapat dalam pembahasan tafsir dan

fiqh siyasah (politik). Sementara itu, Ibnu Abas memaknai ulil amri pada ayat

(Q.S Anisa 4:59) tersebut sebagai ulama; ulama tafsir lain menyebut sebagai

umara dan penguasa. Namun demikian menurut Abdul Wahab, kata tersebut

13
Tafsir KEMENAG Diakses Pada11 Mei 2023 11:50, https://quran.kemenag.go.id
/quran/per-ayat/surah/4?from=59
14
Hasan Muarif Ambary (Dkk), Ensiklopedi Islam, Suplemen 2, Ichtiar Baru Van Hoeve,
Jakarta, 1996, hlm.246
15
Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya, catatan kaki no. 322, hlm. 132

7
mencakup semuanya termasuk kewajiban taat kepada kelompok penafsir

tentang masalah yang harus ditaati16.

Dari uraian di atas, ternyata bahwa ulil amri tidak semata-mata mereka

yang mempunyai otoritas dibidang keilmuan, kemasyarakatan, dan keduniaan

lainnya. Dengan demikian, ulil amri hanya merupakan sebutan umum untuk

mereka yang mempunyai kewenangan tertentu sesuai dengan bidangnya.

Dilema tersebut pada akhirnya membawa penulis ingin mengetahui lebih

jelas bagaimana menyikapi ketaatan terhadap pemimpin (ulil amri), pemimpin

yang seperti apa yang wajib untuk ditaati, Berdasarkan latar belakang di atas

juga, penulis tertarik untuk mengangkat persoalan tersebut ke dalam sebuah

tugas akhir perkuliahan berbentuk skripsi dengan judul ” telaah konsep taat

kepada pemimpin (ulil amri) dalam Al Qur’an Analisis Tafsir Fi Zhilalil

Qur’an: Kajian Terhadap Surat Qs. An-Nisa Ayat 59”

B. Rumusan Masalah
Berangkat dari latar belakang yang telah dipaparkan, maka peneliti

membuat rumusan masalah yang berbentuk pertanyaan sebagai berikut :

1. Bagaimana Konsep ketaatan kepada ulil amri dalam perspektif Sayyid

Quthb dalam QS. An-Nisa [4] Ayat 59 ?

2. Bagaimana Kriteria pemimpin menurut pandangan Sayyid Quthb ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

16
Abdul Wahab Khallaf, Idem, hlm. 64-65

8
1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

a. Untuk mengetahui bagaimana Konsep ketaatan kepada ulil amri dalam

perspektif Sayyid Quthb dalam QS. An-Nisa [4] Ayat 59.

b. Untuk mengetahui bagaimana Kriteria pemimpin menurut pandangan

Sayyid Quthb.

2. Manfaat Penelitian
Secara garis besar, Penelitian ini diharapkan mampu memberikan

sumbangsih untuk berbagi kalangan terutama dalam dunia pendidikan itu

sendiri. Adapun harapan dari peneliti mengenai manfaat yang diperoleh dari

penelitian kali ini adalah sebagai berikut :

a. Manfaat Teoritis

1) Sebagai suatu usaha dalam menambah pengetahuan bagi berbagai

kalangan, tentang ayat-ayat yang berkaitan dengan ketaatan pada

pemimpin (ulil amri) serta mengulas pandangan Tafsir Fi Zhilalil

Qur’an tentang pemimpin (ulil amri) yang harus di taati .

2) Untuk menambah ilmu pengetahuan serta menambah referensi bacaan

bagi peneliti dan bagi setiap pembaca.

b. Manfaat Praktis

1) Bagi STAIN Sultan Abdurahman, dalam rangka pengembangan ilmu

pengetahuan untuk penelitian selanjutnya. Hasil penelitian ini

diharapkan mampu memberi ruang ilmu pengetahuan tentang tentang

ayat-ayat yang berkaitan dengan ketaatan pada pemimpin serta

9
Mengulas pandangan Tafsir Fi Zhilalil Qur’an tentang konsep

pemimpin dan siapa yang bisa disebut sebagai pemimpin (ulil amri)

serta pemimpin yang harus di taati.

2) Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan

dalam ayat-ayat membahas tentang ayat-ayat yang berkaitan dengan

konsep ketaatan pada pemimpin.

3) Bagi Pembaca ,dengan mengetahui pentingnya memahami konsep

memiketaatan terhadap pemimpin dan urgensinya, pembaca

diharapkan mampu menerapkannya serta mempraktikkan dalam

kehidupan sosial dan masyarakat..

D. Kajian Terdahulu
Kajian terdahulu berisi tentang penelitian tedahulu yang memiliki

relevansi dan hubungan dengan penelitian yang akan peneliti lakukan saat ini,

tentu saja penelitian yang dilakukan oleh peneliti memiliki letak perbedaan

sangat signifikan dengan penelitian tedahulu, beberapa penelitian terdahulu

yang relevan adalah sebagai berikut :

1. Skripsi yang berjudul Ketaatan Pada Ulil Amri Dalam Penentuan Awal

Bulan Kamariah Perspektif Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII). Hasil

penelitian yang penulis lakukan adalah, pertama, ulil amri perspektif LDII

adalah al-ruasa’ dan al-ulama’. LDII kemudian berpendapat Majelis Ulama

Indonesia (MUI) sebagai al-‘ulama‘ dan Pemerintah sebagai al-ruasa’ nya,

jika dalam hal penentuan awal bulan Kamariah berarti Kementerian Agama

Republik Indonesia. Hukum mentaati ulil amri adalah wajib dengan

mendasarkan pada kaidah fikih Kedua, hukum wajib tersebut didukung


10
dengan pendapat dalam kitab fikih, antara lain kitab Fiqh al-Daulah fi al-

Islam.17 Penelitian ini memiliki kesamaan dengan penelitian yaitu, memiliki

kajian yang sama, tentang konsep taat, juga menggunakan metode kualitatif,

Perbedaan dengan penelitian yang akan peneliti lakukan yaitu, peneliti

menggunakan jenis penelitian kajian pustaka bukan living Qur’an,

menggunakan Kitab Tafsir Tafsir Fi Zhilalil Qur’an sebagai sumber utama

serta penelitian terdahulu ini mengangkat permasalahan ketaatan pada ulil

amri dalam penentuan awal bulan kamariah perspektif Lembaga Dakwah

Islam Indonesia (LDII) sementara peneliti menelaah konsep taat kepada

pemimpin (ulil amri) dalam Al Qur’an analisis tafsir Fi Zhilalil Qur’an :

kajian terhadap surat Qs. An-Nisa Ayat 59.

2. Skripsi, yang berjudul, “Penerapan Ayat 59 Surat Al-Nisa‟ dalam Menaati

Pemimpin di Gampong Batoh”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa,

warga masyarakat di gampong Batoh belum mempraktikkan ketaatan

kepada pemimpin secara maksimal. Beberapa di antara masyarakat masih

ada yang tidak mematuhi aturan yang telah ditetapkan oleh pemimpinnya.

Alasan ketidakpatuhan tersebut karena masyarakat tidak menerima aturan-

aturan yang telah ditetapkan oleh pemimpinnya. Dan juga masyarakat tidak

mengubah sikap dan perilaku agar sesuai dengan tuntutan sosial.

Ketidaktaatan masyarakat terhadap pemimpinnya juga didasari atas

beberapa hambatan, di antaranya yaitu adanya sikap tidak konsisten dari

pemimpin, adanya sikap kurang percaya dari masyarakat, dan adanya


17
Mohammad Ali Masyrofi, “Ketaatan Pada Ulil Amri Dalam Penentuan Awal Bulan
Kamariah Perspektif Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII)”, (Skripsi, Universitas Islam
Negeri Walisongo Semarang 2020).

11
batasan ketaatan terhadap pemimpin18 Penelitian ini memiliki kesamaan

dengan penelitian yaitu, memiliki kajian yang sama, tentang konsep taat,

juga menggunakan metode kualitatif, serta perbedaan dengan penelitian

yang akan peneliti lakukan yaitu, peneliti menggunakan jenis penelitian

kajian pustaka bukan living Qur’an, menggunakan Kitab Tafsir Tafsir Fi

Zhilalil Qur’an sebagai sumber utama serta, penelitian terdahulu ini

bertujuan untuk mengetahui penerapan Ayat 59 Surat Al-Nisa dalam

menaati pemimpin di Gampong Batoh, sementara peneliti menelaah konsep

taat kepada pemimpin (ulil amri) dalam Al Qur’an analisis tafsir Fi Zhilalil

Qur’an : kajian terhadap surat Qs. An-Nisa Ayat 59.

Tesis yang berjudul ” Ketaatan Kepada Pemimpin Menurut Hadis

Dalam Kitab Shahȋh Al-Bukhȃri”. Teknik pengumpulan data pada penelitian

ini adalah dengan dokumen. Sedangkan analisis data bersifat induktif dan

teknik yang dilakukan penulis adalah dengan menganalisa isi (content

analysis). Hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa menurut hadis,

khalîfah merupakan sebutan untuk orang yang menjadi pelayan rakyat dan

dia juga seorang pemimpin agama dan pemimpin dunia. Ketaatan kepada

pemimpin bukanlah ketaatan mutlak tanpa batas. Ia dibatasi dalam selain

kemaksiatan kepada Allah dan Rasul-Nya..19 Penelitian ini memiliki

kesamaan dengan penelitian yaitu, memiliki kajian yang sama, tentang

konsep taat, juga menggunakan metode kualitatif, serta menggunakan jenis

18
Cut Raihan Saida,“Penerapan Ayat 59 Surat Al-Nisa‟ dalam Menaati Pemimpin di
Gampong Batoh”, (Skripsi, UIN Ar-Raniry Darussalam Banda Aceh 2021).
19
Muhamad Thaib ” Ketaatan Kepada Pemimpin Menurut Hadis Dalam Kitab Shahȋh Al-
Bukhȃri.( Tesis, UIN Sultan Syarif Kasim Riau 2021)

12
penelitian kajian pustaka. Perbedaan dengan penelitian yang akan peneliti

lakukan yaitu, peneliti menggunakan Kitab Tafsir Tafsir Fi Zhilalil Qur’an

sebagai sumber utama, sementara penelitian terdahulu ini menggunakan

kitab Shahîh al-Bukhâriy karangan Muhammad bin Ismâ’îl al-Bukhâriy

serta, penelitian terdahulu ini bertujuan untuk Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui tentang makna pemimpin menurut hadis dalam kitab Shahîh al-

Bukhâriy, sementara peneliti menelaah konsep taat kepada pemimpin (ulil

amri) dalam Al Qur’an analisis tafsir Fi Zhilalil Qur’an : kajian terhadap

surat Qs. An-Nisa Ayat 59.

E. Kerangka Teori
1. Taat menurut bahasa bahasa Arab merupakan kalimat dari Isim masdar
dari Tha’a, Yath’u, Thou’an dengan arti kata tunduk/patuh.20 Menurut
istilah taat yaitu perintah-perintah Allah yang harus di taati,
menghendaki keikhlasan dan ketulusan hati dalam melaksanakannya.21
Sedangkan ketaatan merupakan upaya untuk menampilkan arahan dalam
menghayati dan mengamalkan ajaran agama.22
2. Kata ulil amri terdiri dari dua kata yaitu ‫ اولي‬dan ‫ األمر‬kata ‫أولى األمر‬

dari segi bahasa yaitu ‫ أولي‬adalah bentuk jama‟ dari ‫ ولي‬yang berarti
pemilik atau yang mengurus serta menguasai, dapat dilihat dari bentuk
jama‟nya dari kata tersebut mengartikan bahwa mereka itu banyak.
Sedangkan kata ‫ األمر‬bermakna perintah atau urusan.23 ‫ أألمر‬merupakan

isim masdar sekaligus mudhaf ilaih dari kata ulil, adapun asal kata dari al-

amr adalah amara (‫ )امر‬dengan fathah yang berarti pekerjaan, perintah

20
Mahmud yunus, Kamus Arab Indonesia (Jakarta : Hidayakarya Agung, 1990)hlm.242
21
Moh Ardani, Akhlak Tasawuf (Jakarta : Cv Karya Mulia, 2005) cet 2 hlm.118
22
Jalaludin , Psikologi Agama (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada 2005)cet 9, hlm.251
23
M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Volume 2 hlm . 484

13
atau urusan. Jika dilihat dari bentuk masdar dari kata kerja amara
ya‟muru yang berarti memerintah atau menuntut agar sesuatu dikerjakan. 24
Menurut Ibn Ishaq ulil amri itu para sahabat Nabi, bisa dikatakan
juga sebagai umara yakni para penguasa yang ahli dalam bidang
agama.25 Secara umum ulil amri adalah seorang yang mempunyai perintah
atau sebagai pemerintah.
3. Tafsir fizilalil Qur’an dapat dikatakan sebagai karya yang monumental pada

abad 20-an. Tafsir ini terdiri dari 30 juz yang diterbitkan secara

bersambung mulai tahun 1952 dan masing-masing diluncurkan pada

setiap bulan. Tafsir ini diterbitkan oleh Dar Ihya’ al-Kutub al-Arabiyah

milik Isa Halabi.26 Dalam penafsirannya Sayyid Quthb menggunakan

metode tahlili atau, suatu metode tafsir yang menjelaskan kandunagn ayat

Al-Qur’an dan seluruh aspeknya. Muffasir banyak yang menggunakan

metode ini dengan mengikuti susunan ayat sesuai mushaf (tertib mushafi).

Selunjutnya mengemukakan arti kosa kata, penjelasan arti secara global,

mengemukakan munasabah, asbabun nuzul dan aspek lain yang

memungkinkan sesuai dengan minat dan kecenderungan mufasir.27 Corak

seni dan sastra dalam tafsir tafsir fizilalil Qur’an sudah dapat dilihat sejak

barisan pertama dalam kitab tafsirnya. Seperti istilah-istilah sastrawan

yang bersifat sajak dan naghom. Gaya bahasa yang dipakai Al- Qur’an

dalam mengajak masyarakat Madinah dengan bahasa yang khas dan

singkat. Dengan penjelasan yang sedikit saja sudah tampak sisi keindahan,
24
Syauqi Dhaif, Al-Mu‟jam Al-Wasith, (Mesir: Maktabah Shurouq Ad-Dauliyyah,
2011).Hlm 25
25
Miftahur Rahman, Ulil Amri Dalam Al-Qur‟an: Sebuah Aplikasi Teori Konstektual
Abdullah Saeed, Jurnal Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur‟an dan Hadist, Vol, 18, No, 2, Juli 2017 Hlm 25
261
Nuim Hidayat, Sayyid Quthb Biografi Dan Kejernihannya (Jakarta: prespektif, 2005),
hlm 26
27
Ilyas, Kuliah Ulumul Qur’an (ITQAN Publishing:2013) hlm..278

14
keserasian irama dan keutuhan makna.28 Corak penafsiran sastranya Ia

balut dengan menuangkan nuansa agamis di dalammnya sebagai rasa

pedulinya untuk mengobati penyakit masyarakat tentang Islam atau yang

sering disebut dengan corak adabi ijtima’I (kebudayaan Masyarakat).

Peristiwa masuknya Ia ke dalam penjara dengan kehidupan yang keras

telah melahirkan corak baru dalam tafsirnya yaitu corak pergerakan.29

F. Metodelogi Penelitian
1. Jenis Penelitian

Penelitian ini tergolong penelitian kualitatif yang bersifat menemukan

teori30. Dilihat dari objeknya, penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian

pustaka atau literatur (library research)31, karena penelitian ini akan

meneliti dokumen-dokumen tertulis seperti buku tentang konsep keadilan

serta segala bentuk buku, literatur dan jurnal serta, kitab-kitab tafsir terkait

ketaatan terhadap pemimpin.

2. Teknik Penelitian

Penelitian yang dipilih adalah deskriptif analitis, adapun pengertian

dari metode deskriptif analitis adalah suatu metode yang berfungsi untuk

mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap objek yang diteliti

melalui data atau sampel yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa

melakukan analisis dan membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum.32


28
Sri Aliyah, Kaedah-Kaedah Tafsir fi zhilali Al-Qur’an, jurnal JIA, no. 2, Desember
2013, hlm. 48
29
Sri Aliyah, Kaedah-Kaedah Tafsir fi zhilali Al-Qur’an, jurnal JIA, no. 2, Desember
2013, hlm. 48
30
Sri Kumalaningsih, Metodologi Penelitian (Malang: Universitas Brawijaya Press, 2012),
hlm 48.
31
Jonthan Sarwono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif (Yogyakarta: Graha Ilmu,
2006), hlm 259.
32
Chalid Narbuko, Dan Abu Dawud, Metodologi Penelitian, …hlm. 45

15
Dengan kata lain penelitian deskriptif analitis mengambil masalah

atau memusatkan perhatian kepada ayat QS. An-Nisa ayat 59 menurut tafsir

Fi Zhilalil Qur’an serta ayat-ayat yang berkaitan dengannya,kemudian

diolah dan dianalisis serta disimpulkan.

3. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini ialah, pendekatan

ilmu tafsir, dalam pendekatan ilmu tafsir ini, peneliti menggunakan metode

mauḍui, Metode tafsir mauḍui adalah sebuah metode penafsiran dengan

cara menghimpun seluruh ayat dari berbagai surah yang berbicara tentang

satu masalah tertentu yang dianggap menjadi tema sentral, kemudian

merangkaikan dan mengaitkan ayat-ayat itu satu dengan yang lain, lalu

menafsirkannya secara utuh dan menyeluruh.33

Metode tafsir mauḍui bisa juga disebut dengan tafsir tematik karena

pembahasannya berdasarkan tema-tema tertentu yang terdapat dalam al-

Qur’an.34 Tafsir tematik dianggap sebagai pelengkap dari tafsir tahlili

yang dinilai kurang fokus dan paripurna dalam mengkaji ayat-ayat al-

Qur’an. Metode ini sangat digandrungi oleh para pengkaji tafsir

belakangan.35. peneliti dalam penelitian ini mengedepkan metode tafsir

mauḍūi al-Farmawi untuk mengungkap dan menjawab setiap aspek

permasalahan yang berkaitan dengan tema tau topic penelitian ini yakni

tentang penganalisisan makna taat pada pemimpin. Tafsir mauḍui sendiri


33
Departemen Agama, Mukadimah Al-Qur-an dan Tafsirnya: Edisi yang Disempurnakan,
(Jakarta: Lentera Abadi, 2010), Hlm 70.
34
Tim Forum Karya Ilmiah RADEN, Al-Qur’an Kita: Studi Ilmu, Sejarah, dan Tafsir
Kalamullah,(Kediri: Lirboyo Press, 2013), Hlm 230
35
Tim Forum Karya Ilmiah RADEN, Al-Qur’an Kita: Studi Ilmu, Sejarah, dan Tafsir
Kalamullah…,Hlm 232.

16
menurut al-Farmawi adalah tafsir yang menghimpun ayat-ayat al-Quran

yang membicarakan satu tema yang sama, kemudian menyusunnya

berdasarkan kronologi serta sebab turunnya ayat tersebut.36

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan, yakni dokumentasi karena

jenis penelitian ini adalah penelitian literatur atau kepustakaan (library

research). Terdapat dua sumber data yang digunakan dalam penelitian

kepustakaan, yakni sumber primer dan sekunder, yaitu:

a. Data Primer

Data primer adalah suatu data yang diperoleh secara langsung dari

sumber pertamanya.37 Data utama dalam penelitian ini bersumber dari

Al-Qur’an dan Kitab tafsir Fizilalil Qur’an Terjemahan.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang tidak berkaitan secara langsung

dengan sumber aslinya atau sumber pertamanya.38 Adapun sumber-

sumber data sekunder antara lain adalah segala buku dan jurnal terkait.

5. Analisis penelitian

Setiap penggunakan metode penafsiran Al-qur’an, tentunya terdapat

langkah-langkah yang akan ditempuh, dalam penelitian ini peneliti

menggunakan metode tafsir Maudui, dan akan menempuh beberapa langkah,

36
Abdul Hayy Al-Farmawi, Metode Tafsir Maudhu’i dan Cara Penerapannya, terj.
Rosihon
Anwar, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2002),Hlm 43
37
Chalid Narbuko, Dan Abu Dawud, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991),
hlm 43.
38
Chalid Narbuko, Dan Abu Dawud, Metodologi Penelitian, …hlm. 43.

17
yaitu:

1) Menetapkan topic (Maudui) yang akan dibahas

2) Menghimpun seluruh ayat yang berkaitan dengan topik tersebut.

3) Menyusun kronologis ayat ang sesuai dengan masa turunnya, disertai

penggalian asbabunnuzul ayat ayat tersebut.

4) Memahami munasabah (kolerasi) ayat-ayat tersebut dalam posisi

surahnya masing-masing

5) Menyusun pembahasan secara sistematis runtut dan utuh

6) Melengkapi pembahsan dengan hadits-hadits yang relevan.

7) Menganalisis ayat-ayat tersebut secara keseluruhan dengan jalan

menghimpun ayat-ayat yang mempunyai pengertian sama,

mengkomperasikan antara yang ‘am (umum) danyang khas (khusus)

antara yang mutlaq dan muqayyad, sehingga semua bertemu dalam satu

pengertian tanpa perbedaan dan pemaksaan.39

G. Sistematika Pembahasan

Penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab yang mengacu pada pedoman

penulisan karya ilmiah STAIN Sultan Abdurrahman Kepulauan Riau adalah

sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan terdiri dari pendahuluan yang di dalamnya memuat

latar belakang masalah, identifikasi masalah, batasan masalah,

rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian,

penelitian relevan, kerangka teori, metode penelitian dan

39
Abd al-Hayy al-Farmawy, Al-Bidayah fi Tafsir al-Maudhu'i, (Qahirah: Maktabah
Jumhuriyyah, 1977), hlm. 62

18
sistematika penulisan untuk mengarahkan pembaca kepada

substansi penelitian ini.

BAB II Menjelaskan metodologi penulisan kitab Tafsir Fi Zhilalil Qur’an

karya Sayid Quthb mencangkup: biografi, latar belakang penulisan

kitab tafsir, corak, metode serta keistimewaan.

BAB III Menjelaskan konsep-konsep teoritis terhadap pandangan ketaatan

terhadap pemimpin dalam kitab Tafsir Fi Zhilalil Qur’an.

BAB IV Menjelaskan dan memaparkan jawaban rumusan masalah yang

ada, kemudian memberikan penjabaran secara jelas terkait makna

taat dalam QS. An-Nisa ayat 59.

BAB V Penutup dari hasil penelitian yang dianalisis dapat diambil

kesimpulan yang akan dirumuskan dalam bab terakhir ini, serta

saran-saran. Pada halaman berikutnya berisi daftar pustaka.

19
BAB II
BIOGRAFI DAN KARAKTERISTIK TAFSIR FI ZHILALIL
QUR’AN

A. Riwayat Hidup Sayyid Quthb

Nama lengkap Sayyid Quthb adalah Sayyid Quthb Ibrahim Husain

Syadzili. Beliau dilahirkan pada tanggal 9 Oktober 1906 M di Desa Musya,

sebuah desa yang terletak di Provinsi Asyut, pesisir Mesir.40 Desa itu terkenal

dengan sebutan kampung nya Syeikh Abdul Fattah, yang merupakan salah

seorang kepala desa dan tokoh penting di sana.41

Secara georafis, Desa Musya terletak di antara dua bukit kecil yang

mengapit kawasan permukiman dan pertanian desa. Karena terletak di bantaran

sungai Nil yang melintasi areal pertaniannya, desa ini memiliki area khusus

untuk menggarap tanaman mereka. Di areal pertanian yang luas itu lah mereka

menanam berbagai sayuran dan buah-buahan. Saking luasnya, jumlah

petani penggarap kalah jauh dibanding bidang tanah yang digarap.42Asyut

merupakan salah satu daerah di Mesir yang mempunyai tradisi agama yang

kental. Dengan tradisi yang seperti itu, maka tak heran jika Quthb kecil

menjadi seorang anak yang pandai dalam ilmu agama. Di usianya yang masih

belia, ia sudah hafal Alquran. Bakat dan kepandaian menyerap ilmu yang itu

tak disia-siakan terutama oleh kedua orang tua Quthb. Selama hidupnya selain

aktif menulis, ia juga aktif dalam gerakan Islam yang dipimpin oleh Hasan Al-

Banna.43
40
Amirullah Kandu, Ensiklopedia Dunia Islam Dari Masa Nabi Adama.s Sampai Dengan
Abad Modern, (Bandung:CV Pustaka Setia , 2010 ) Hlm 670
41
Shalah al-Khalidiy,“Sayyid Quthb minal Milad ilal Istisyhad”Terj.Misran, Biografi
Sayyid Quthb (Yogyakarta: Pro-U Media, 20116), Hlm. 36
42
Shalah al-Khalidiy, Sayyid Quthb...,Hlm. 37
43
Andi Rosa, Tafsir KontemporerMetode dan Orientasi Modern dari Para Ahli dalam
Dia merupakan anak tertua dari lima bersaudara, dua laki- laki dan tiga

perempuan. Ayahnya bernama Al-Haj Quthb Ibrahim, ia termasuk anggota

Partai Nasional Musthafa Kamil sekaligus pengelola majalah al-Liwa, salah

satu majalah yang berkembang pada saat itu.Ibunya bernama Fatimah lahir dari

keluarga terpandang di kampungnya.44 Sebelum pulang dan menetap di

kampung, ibundanya pernah tinggal bersama kedua orangtuanya beberapa

waktu di Kota Kairo.45

Ibu Sayyid Quthb merupakan empat bersaudara. Dua di antaranya adalah

laki-laki yang di sekolahkan di Al-Azharasy- Syarif. Artinya, keluarga mereka

tidak hanya terpandang karena berasal dari keluarga berilmu, melainkan juga

karena salah dua dari mereka memiliki ilmu agama.46 Salah satu dari kedua

paman Sayyid Quthb, yang bernama Ahmad Husain Ustman, memilih menetap

di Kairo setelah menamatkan pelajarannya di Al-Azhar. Tepatnya di Distrikaz-

Zaytun. Sang paman, yang bekerja sebagai jurnalis dan sering menulis dengan

nama pena Ahmad al-Musyiy (diambil dari nama kampungnya Musyah).47

Quthb muda adalah seorang yang sangat pandai. Konon, pada usianya

yang relatif muda, dia telah berhasil menghafal Alquran diluar kepala,

pada umurnya yang ke-10 tahun pendidikan dasarnya dia peroleh dari

sekolah pemerintah selain yang dia dapatkan dari sekolah Kuttab.48

B. Riwayat Intelektual Syyid Qutbh

Pada tahun 1912, saat usia Sayyid Quthb genap enam tahun, keluarganya
Menafsirkan Ayat Alquran, (Serang:Depdikbud Banten Pres, 2015), Hlm 103
44
Andi , Tafsir Kontemporer..., Hlm. 103
45
Shalah al-Khalidiy, Sayyid Quthb... Hlm. 46
46
Shalah al-Khalidiy, Sayyid Quthb... Hlm. 48
47
Shalah al-Khalidiy, Sayyid Quthb... Hlm. 48
48
Andi Rosa, Tafsir Kontemporer... Hlm 103
21
aktif mengirimnya ke sekolah. Namun, waktu itu ia belum begitu tertarik untuk

belajar dan lebih suka tinggal di rumah, bermain bersama kedua adik

perempuannya yang juga masih-masih kecil. Untungnya, orangtuanya tidak

kehilangan akal. Agar Sayyid mau bersekolah, kedua orangtuanya membelikan

seragam khusus sehingga penampilan beliau tampak berbeda dari siswa-siswa

lainnya.49 Pada tahun 1918 M, dia berhasil menamatkan pendidikan dasarnya.

Pada tahun 1921 Sayyid Quthb berangkat ke Kairo untuk melanjutkan

pendidikannya di Madrasah Tsanawiyah.50 Pada masa mudanya, ia pindah ke

Helwan untuk tinggal bersama pamannya, Ahmad Husain Ustman yang

merupakan seorang jurnalis yang merangkap menjadi guru. Setiap menulis di

surat kabar, ia selalu menggunakan nama pena Ahmad al-Musyiy- nisbat

kepada desa asalnya Musya. Ahmad juga aktif di politik dan menjadi anggota

Partai Al-Wafd dan berteman baik dengan Abbas Mahmud Al- Aqqad.51 Pada

tahun 1925 M, ia masuk ke institusi diklat keguruan, dan lulus tiga tahun

kemudian. Lalu ia melanjutkan jenjang perguruannya di Universitas Dar al-

Ulum hingga memperoleh gelar sarjana (Lc) dalam bidang sastra sekaligus

diploma pendidikan.52

Berbekal persedian dan harta yang sangat terbatas, karena memang ia

terlahir dalam keluarga sederhana, Quthb di kirim ke Halwan. Sebuah daerah

pinggirang ibukota Mesir, Cairo. Kesempatan yang diperolehnya untuk lebih

berkembang di luar kota asal tak disia-siakan oleh Quthb. Semangat dan

kemampuan belajar yang tinggi ia tunjukkan pada kedua orang tuannya.

49
Shalah al-Khalidiy, Sayyid Quthb.... Hlm 66
50
Rosa, Tafsir Kontemporer..., Hlm. 103-104
51
Shalah al-Khalidiy, Sayyid Quthb..Hlm. 78
52
Rosa, Tafsir Kontemporer... Hlm. 103-104
22
Sebagai buktinya, ia berhasil masuk pada perguruan tinggi Tajhisziyah Dar Al

Ulum, sekarang Universitas Cairo. Kala itu, tak sembarang orang bisa

meraih pendidikan tinggi di tanah Mesir, dan Quthb beruntung menjadi salah

satunya. Tentunya dengan kerja keras dan belajar. Tahun 1933 Quthb dapat

menyabet gelar sarjana pendidikan.53 Setelah beliau menamatkan

pendidikannya dari Dar al-Ulum pada musim panas 1933. Beliau langsung

bekerja sebagai guru di beberapa sekolah yang berada di bawah jajaran

Kementrian Pendidikan dan Pengajaran.54 Tak lama setelah itu ia diterima

bekerja sebagai pengawas pendidikan di Dapertemen Pendidikan Mesir.

Selama bekerja, Quthb menunjukkan kualitas dan hasil yang luar biasa,

sehingga ia dikirim ke Amerika untuk menuntut ilmu lebih tinggi dari

sebelumnya.

Quthb memanfaatkan betul waktunya ketika berada di Amerika, tak

tanggung-tanggung ia menuntut ilmu di tiga perguruan tinggi di negeri Paman

Sam itu. Wilson’s Teacher’s College, di Washington ia jelajahi, Greeley

College di Colorado ia timba ilmunya, juga Stanford University di California

tak ketinggalan diselami pula.55 Beliau tinggal di Amerika kurang lebih dua

tahun, lalu pulang pada tanggal 20 Agustus 1950. Setelah kembali bekerja,

beliau di tunjuk sebagai Pembantu Ispektorat pada kantor Kementerian

Pendidikan, yang waktu itu di kepalai oleh Menteri Pendidikan, Ismail al-

Qubbaniy,pada tanggal 22 Oktober 1951, ia dipindahkan ke Dinas Pendidikan

Kota Kairo Selatan. Namun, dikembalikan ke Kementerian pada tanggal 17

April 1952 dan bekerja sebagai Asisten Pemilik pada bagian Penelitian Teknis

53
Rosa, Tafsir Kontemporer.., Hlm 104
54
Shalah al-Khalidiy, Sayyid Quthb... Hlm 88
55
Andi Rosa, Tafsir Kontemporer.., Hlm 105
23
dan proyek. Dan akhirnya, beliau mengajukan pengunduran diri pada tanggal

18 November 1952.56

C. Persentuhan Sayyid Qutb Dengan Politik

Hasan Al Banna, Mursyid Am Ikhwanul Muslimin yang lahir ke dunia

ini pada tahun 1906 dan meningalkan dakwah ini pada 12 Februari 1949, Al

Banna Merupakan pendiri dari Ikhwanul Muslimin, seorang ulama, kelahiran

Buhairah, Mesir.57 Munculnya Ikhwanul Muslimin tidak lain di latar belakangi

dengan kondisi Mesir yang saat itu berada dalam penjajahan Barat. Hasan Al

Banna muncul di tengah kedu arus yang sedang bertarung sengit. Pertama, arus

kezaliman Barat yang didukung penguasa dan disupali kaum imperialis.

Kedua, arus Islam yang sangat lemah dan tidak berdaya.58

Pengaruh budaya Barat datang menyerbu kita dengan berbagai macam

cara dan sarana, sistem pemikiran, pemerintahan dan politik, kehidupan sosial,

ekonomi, undang-undang, dan kurikulum pendidikan. Mereka mentransfer

seluruh budaya tersebut melalui propaganda, perang opini dan media. Mereka

memanfaatkan putra-putra bangsa yang telah dididik ala Barat sebagai kaki

tangannya. Ketika meninggalnya Al Banna, posisi Sayyid sendiri masih berada

di Amerika. Disana, Sayyid mendengar syahidnya Al Banna dan hatinya

membara, marah ketiaka melihat banyak tokoh masyarakat disana yang

bergembira dengan meninggalnya Al Banna. Pada dasamya Sayyid sendiri

pada waktu di Amerika, mengalami degradasi kepercayaan terhadap Amerika

56
Shalah al-Khalidiy, Sayyid Quthb... Hlm. 90
57
Nuim Hidayat, Sayyid Quthb: Biografi den Kejernihan Pemikirannya, hal. 5
58
Zabir Rizq, Hasan Al Banna, hal. 98.
24
atas tidak adanya nilai-nilai kemanusaian, yang sebelumnya menjadi kiblat

pemikirannya. 59

Sayyid Quthb bergabung dengan Ikhwanul Muslimin setelah kembali

dari Amerika Serikat (1952). Sayyid di angkat menjadi editor mingguan Al-

Ikhwan al-Muslimun. Selanjutnya Sayyid menjabat Ketua Seksi Penyebaran

Dakwah. Ia banyak menulis berbagai artikel di koran dan majalah. Ja juga

bertugas mempersiapkan berbagai kajian dan studi umum Keislaman (Ikwanul

Muslimin).60 Pada Juli 1952, terjadi revolusi Mesir yang dilancarkan oleh

Gamal Adbul Nasser itu mendapat dukungan kuat dari Sayyid Quthb

(Ikhwanul Muslimin). Sebelum revolusi, para "perwira merdeka" (kelompok

Nasser) memberikan senjata dan latihan bagi para anggota Ikhwan. Bahkan

Sayyid Quthb ikut berpartisipasi aktif dalam revolusi itu.

Menurut Al-Khalidi, Gamal Abdul Nasser sering datang ke rumah

Sayyid Qutub di Halwan. Quthb mengarahkan angota-angota Ikhwan, baik dari

kalangan sipil maupun militer, untuk menjadi pendukung revolusi. Al- Khalidi

berkata; "ketika revolusi itu berhasil, maka Syyid Quthb menjadi sangat

dihormati dan dimuliakan oleh para tokoh revolusi seluruhnya. Sayyid adalah

orang sipil satu-satunya yang terkadang menghadiri pertemuan-pertemuan

Dewan Komando Revolusi (Majelis Qiyadah ats- Tsaurah). Sebagai bentuk

penghormatan para tokoh revolusi kepada Sayyid, maka mereka mengadakan

pertemuan khusus untuk memberikan pujian terhadap Sayyid serta menjelaskan

kebaikan serta jasa-jasanya. Dalam acara ini yang tampil bicara adalah para

tokoh pimpinan revolusi, diantaranya adalah Nasser dan Anwar Sadat.

59
Zabir Rizq, Hasan Al Banna, hal. 98.
60
Nuim Hidayat, Sayyid Quthb: Biografi den Kejernihan Pemikirannya, hal. 5

25
Para tokoh revolusi pernah menawarkan kepada Sayyid jabatan mentri

serta kedudukan-kedudukan tinggi lainnya, namun sebagian besar dari tawaran

itu ditolak oleh Sayyid. Dalam waktu yang tidak begitu lama, Sayyid sudi

berkerja sebagai penasehat (mustaryar) Dewan Komando revolusi dan bidang

kebudayaan, kemudian menjadi sekretaris bagi lembaga penerbit Pers. 61 Tetapi

kerja sama Ikhwan dan Nasser tidak berjalan begitu lama. Sayyid kecewa

kepada pemerintahan Nasser tidak menerima gagasannya untuk membentuk

pemerintahan Islam (Negara Islam). Dua tahun kemudian, tepatnya November

1954, Quthb ditangkap oleh Nasser bersamaan dengan penangkapan besar-

besaran pemimpin Ikhwatul Muslimin. Quthb bersama kawan-kawannya

dituduh bersekongkol untuk membunuh Nasser (subversif), melakukan

kegiatan agistasi anti pemerintahan dan lain-lain, serta dijatuhi hukuman 15

tahun "kerja keras" (penjara).62

Sayyid Quthb pernah berkata “ Jari telunjuk yang setiap hari memberi

kesaksian tauhid kepada Allah. Saat shalat menolak menulis satu kata

pengakuan untuk penguasa tiran. Jika saya dipenjara karena kebenaran , saya

rela dengan hukum kebenaran. Jika saya dipenjara dengan kebatilan, pantang

bagi saya minta belas kasih pada kebatilan.63 Sesudah sepuluh tahun menjalani

hukumannya, Qutb dibebaskan dari penjara oleh Nasser karena campur tangan

pribadi presiden Irak, Abdul Salam Arif. Siksaan mental dan fisik yang dialami

oleh anggota- anggota Ikhwatul Muslimin, meninggalkan bekas yang

mendalam kepadanya. Setelah bebas, in (Quthb) menulis Ma'alim Fith Thariq

61
Nuim Hidayat, Sayyid Quthb: Biografi den Kejernihan Pemikirannya, hal. 11
62
Nuim Hidayat, Sayyid Quthb: Biografi den Kejernihan Pemikirannya, hal. 12
63
Amirullah Kandu, Ensiklopedia Dunia..., Hlm. 672
26
(Petunjuk Jalan/Rambu-rambu Jalan), dan mengakibatkan Qutb ditangkap lagi

pada tahun 1965.

Menurut Dr. Abdullah Azzam, Tokoh mujahidin Afganistan dan sering

disebut-sebut sebagai sahabat dan guru Usama bin Ladin pada tahun 1965 itu,

Dinas Intelijen Amerika mengirim surat kepada Gamal Abdul Nasser. Surat itu

menyatakan, "Anda mengira bahwa Anda telah menghentikan arus kebangkitan

Islam di negeri Muslim. Tapi itu keliru, sebab disana masih ada gerakan Islam

yang berada di bawah permukaan. Buktinya buku Maʼalim Fith-Thariq

(Petunjuk Jalan) karangan Sayyid Quthb banyak tersebar di pasar-pasar.

Sebanyak 30 ribu buah buku laku terjual dalam waktu relative singkat. Semua

dibeli oleh kaum militant" Pemerintahan Mesir tidak hanya terkesima dengan

pemerintahan Quthb yang nyaris messianic, tetapi juga dengan kedalaman

dukungan masyarakat akar rumput atas perjuangannya. Mereka ini

kebanyakannya bukalah petani atau masyarakat rural yang rawan terhadap

simbolisme keagamaan. Dari ribuan anggota Ikhwan yang ditahan, banyak di

antara mereka adalah ahli hukum, ilmuan, guru besar universitas, guru sekolah,

dan mahasiswa. Quthb dipandang begitu berbahaya bagi tatanan politik Nasser,

sehingga meskipun menghadapi banjir imbauan untuk pengampunannya,

hukuman mati tetap dilaksanakan juga oleh pemerintah Mesir (Gamal Abdul

Nasser).64

D. Karya-Karya Sayyid Quthb


64
Nuim Hidayat, Sayyid Quthb: Biografi den Kejernihan Pemikirannya, hlm.15
27
Sepanjang hayatnya, Sayyid Quthb telah menghasilkan lebih dari dua

puluh buah karya dalam berbagai bidang. Penulisan buku-bukunya juga sangat

berhubungan erat dengan perjalan hidupnya. Sebagai contoh, pada era sebelum

tahun 1940-an, beliau banya menulis buku-buku sastra yang hampa akan

unsur- unsur agama. Hal ini terlihat pada karyanya yang berjudul “Muhimmat

al-Syi‟r fi al-Hayah” pada tahun 1933 dan “Naqd Mustaqbal al-Tsaqafah fi

Isr” pada tahun 1939.65

Pada tahun 1940-an, Sayyid Quthb mulai menerapkan unsur- unsur

agama di dalam karyanya. Hal itu terlihat pada karya beliau selanjutnya yang

berjudul “al-Tashwir al-Fanni fi Alquran” (1945) dan “Masyahid al-Qiyamah

fi Alquran”. Pada tahun 1950 Sayyid Quthb mulai membicarakan soal

keadilan, kemasyarakatan dan fikrah Islam yang suci melanjutkan karya

selanjutnya dengan judul al-Adalah al-ijtima‟iyyah fi al-Islam dan Ma‟rakah

al-Islam wa ar-Ra‟s al-Maliyyah. Selain itu beliau juga menghasilkan Fi

ẓilālal-Quran dan Dirasat Islamiyyah.66

Sejak usia muda, Sayyid Quthb telah mengasah kemampuan menulisnya.

Ratusan makalah di berbagai surat kabar dan majalah Mesir memuat

tulisan-tulisannya, seperti surat kabar Al- Ahram, Ar-Risālah, dan Aṣ-ṣaqafah.

Quthb sendiri menerbitkan majalah Al-Alam Al-A‟rabi dan Al-Fikr Al-Jadid,

selain memimpin surat kabar mingguan Al-Ikhwan Al-Muslimun tahun 1953.67

Semasa dalam penjara, yaitu mulai dari tahun 1954 hingga 1966, Sayyid

Quthb terus menghasilkan karya-karyanya. Di antara buku-buku yang berhasil

65
Andi Rosa, Tafsir Kontemporer..., hlm104
66
Andi Rosa, Tafsir Kontemporer..., hlm 104
67
Amirullah Kandu, Ensiklopedia Dunia Islam Dari Masa Nabi Adam a.s Sampai Dengan
Abad Modern, ( Bandung:CV Pustaka Setia , 2010 ), hlm. 671
28
ia tulis dalam penjara adalah Hāẓa al-Din, al-Mustaqbal li Hāẓa al-Din,

Khasha is al- Tashawwur al-Islāmi wa Muqawwimatihi al-Islām wa Musykilah

al- Haḍarah, dan Fi Ẓilālil Quran (lanjutannya).68

Sayyid Quthb, banyak menulis buku dalam berbagai bidang, seperti

sastra, sosial, pendidikan, politik, fisafat, maupun agama. Karyanya yang

monumental adalah Fi Ẓilālil Quran, sebuah tafsir dalam 30 juz Alquran.

Adapun beberapa karyanya adalah:69

1. Muhimmatu al-sya‟ir fi al-ḥayah (1932)


2. Al-taṣwir al-fanni fi Alquran (1945)
3. Masyȃhid al-qiyamȃh fi Alquran (1947)
4. Al-Naqdu al-adabi : ashȗluhu wa manȃhijuhu
5. Naqdu kitȃbi mustaqbalȋ al-tsaqȃfah fȋ Mishra
6. Thiflun min qaryah (1945)
7. Al-athyafu al-arba‟ah
8. Asywȃk
9. Al-madinah al-masyhȗrah
10. Al-qaṣaṣu al-dȋnȋ
11. Al-jadȋd fȋ al-lughah al-„arabiyyah
12. Al-jadȋd fȋ al-lughah al-mahfuzhȃt
13. Al-„adalah al-ijtimȃ‟iyyah fȋ al-islȃm (1949)
14. Ma‟rakatu al-islȃm wa ra‟sumaliyyah (1950)
15. Al-sȃlamu al-ȃlami wa al-islȃm (1951)
16. Nahwa al-mujtama‟in al-ȋslȃmi (1952)
17. Fi ẓilȃlil Quran (1952-1964)
18. Khaṣȃish al-tashwȋr al-islȃm
19. Al-islȃm wa musykilȃtuhu al-hadlȃrah
20. Al-Dirȃsȃt al-islȃmiyya
21. Hȃdzȃ al-dȋn
22. Al-musytaqbal li hȃdzȃ al-dȋn
23. Ma‟ȃlim fȋ al-tharȋq (1965).70

E. Karakteristik Tafsir Fi Ẓilālil Quran

1. Tafsir Fi Ẓilālil Quran

68
Andi Rosa, Tafsir Kontemporer...,hlm 105
69
Andi Rosa, Tafsir Kontemporer..., hlm 104-105
70
Andi Rosa, Tafsir Kontemporer..., hlm 108
29
Tafsir Fi Ẓilālil Quran disebut juga dengan “tafsir pergerakan”, yang

menggunakan gaya prosa lirik dalam menafsirkan ayat-ayatnya. Tafsir yang

terkesan pragmentaris dan berulang-ulang, dengan memunculkan konsep

universal tentang Islam, dunia, manusia, dan sistem sosial. Ia

mentransformasi-kan ajaran akidah agama kedalam ideologi revolusi.71

Tafsir Fi Ẓilālil Quran pada mulanya ditulis di majalah “al-

muslimun” mulai tahun 1952 hingga 1954 hingga mencapai 16 juz.

Sedangkan juz 17-18 ditulis pada masa rezim Nasser. Sayyid Quthb

memandang bahwa Alquran adalah kitab artistik sehingga al-taṣwir

(penggambaran dengan prosa lirik) adalah cara yang tepat dalam memahami

sajian Alquran. Sehingga pengungkapan berbagai peristiwa dan tipe watak

manusia dapat terungkap dalam berbagai ide abstrak, suasana dan kondisi

psikologis Alquran. Pengungkapan itu, dapat melukiskan gambaran yang

lebih hidup, langsung, dan dinamis, sehingga gagasan abstrak dapat

melahirkan bentuk dan gerakan.72

Tafsir Fi Ẓilālil Quran termasuk salah satu kitab tafsir yang

mempunyai terobosan baru dalam melakukan penafsiran Alquran. Hal ini

dikarenakan tafsir beliau selain mengusung pemikiran- pemikiran kelompok

yang berorientasi untuk kejayaan Islam, juga mempunyai metodologi

tersendiri dalam menafsirkan Alquran. Salah satu yang menonjol dari corak

penafsiran beliau adalah mengetengahkan segi sastra untuk melakukan

pendekatan dalam menafsirkan Alquran.73

71
Andi Rosa, Tafsir Kontemporer..., Hlm 109
72
Andi Rosa, Tafsir Kontemporer..., Hlm 110
73
Sri Aliyah, Kaedah-kaedah Tafsir Fi Zhilalil Quran, Jurnal JIA /Desember 2013/ Th.
XIV /Nomor 2/39-60,hlm.48-49
30
2. Metode Penafsiran

Dalam penafsirannya Sayyid Quthb menggunakan metode lahlili atau,

suatu metode tafsir yang menjelaskan kandunagn ayat Al-Qur’an dan

seluruh aspeknya. Muffasir banyak yang menggunakan metode ini dengan

mengikuti susunan ayat sesuai mushaf (tertib mushafi). Selunjutnya

mengemukakan arti kosa kata, penjelasan arti secara global, mengemukakan

munasabah, asbabun nuzul dan aspek lain yang memungkinkan sesuai

dengan minat dan kecenderungan mufasir.74

Namun setelah diteliti lebih lanjut, dalam rangkaian penulisan yang

berurutan tersebut Ia mencoba mengklasifikasikan ayat-ayat dalam beberapa

kelompok dengan mengambil sebuah tema sentral. Hal ini, menandakan

bahwa Ia juga menggunakan metode maudui atau tematik dalam menyusun

tafsirnya.

3. Pendekatan

Pendekatan penafsiran yang digunakan dalam Fi Zilal al-Qur 'an

dapat dikelompokan pada tafsir bil-Rayi’. Yaitu menafsirkan menggunakan

kemampuan ijtihad atau pemikiran dari dari sendiri tanpa meninggalkan

tafsir Al-Qur’an dengan Al-Qur’an, Al-Qur’an dengan sunnah Nabi, dan Al-

Qur’an dengan pendapat atau penfsiran para Sahabat Nabi dan Tabi’in. 75

Sebagaimana yang dapat dilihat ketika Quthb menjelaskan makna bahasa,

munasabah dan pengelompokan ayat.

Menurut Al-Khalidi dalam bukunya yang berjudul Pengantar

Memahami Tafsir Fi Zilal al-Qur 'an dijelaskan secara rinci sumber

Ilyas, Kuliah Ulumul Qur’an........ hlm..278


74

Ilyas, Kuliah Ulumul Qur’an hlm..278, hlm. 275


75

31
penafsirannya sebagai berikut:

a. Materi tafsir banyak mengutip dari tafsir-tafsir bil-ma ’thur antara

lain tafsir Ibnu Katsir, Thabari, al-Baghawi, dan lain-lain.

b. Meteri hadis dalam mengutip media hadis, Ia memiliki kelemahan

dengan adanya bebrapa hadis yang dinilai dhaif. Meskipun begitu

dalam mengutip hadis disertai dengan rawi dan kitabnya. Fungsi

materi hadis selain sebagai penjelas juga sebagai rujukan untuk

mengetahui asbabun nuzul dari sebuah nash.

c. Materi ilmiah, berkaitan dengan ini Ia merujuk sejumlah karya

ilmuan Amerika yang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh

Dr. Daradasy Abdul Majid Sarhan, al-alamii yad’u ila al imam

karya Sir James Gaintz dan lain sebagainya

d. Materi keilmuan Islam, Ia banyak merujuk buku-buku sendiri,

karya saudara kandungnya Muhammad Quthb dan karya-karya

Abu al- Maududi

e. Selain empat materi diatas masih terdapat referensi lain seperti

materi sirah, sejarah dan pengalaman pribadi.76

4. Corak Penafsiran

Perbedaan dalam ilmu-ilmu Al-Qur’an disebut dengan al-laun yang

secara harfiah berarti warna. M. Quraish Shihab sering menyebutnya

sebagai corak.77 Sedangkan dalam kamus Besar Bahasa Indonesia, arti corak

antara lain berjenis-jenis warna pada warna dasar, faham, macam, dan

76
Agus Suprianto, Sabar Dalam Al-Qur ’an Analisis Perbandingan Hilal Dan Al Azhar,
Skripsi (Jakarrta, UIN Syarif Hidayatullah : 2008) hlm. 15
77
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur ’an Fungsi Dan Peran Wahyu Dalam
Kehidupan Masyarakat (Bandung: Mizan, 1992) hlm.12
32
bentuk.78 Kata corak dianggap yang paling tepat daripada warna karena

dalam corak akan menunjukan faham penulisnya, macam atau bentuk

tafsirnya.79

Untuk melihat corak penafsiran seorang mufasir, maka latar belakang

kondisi sosial dan latar belakang pendidikan sanagat berpengaruh. Begitu

pula dengan tafsir Fi Zilal al-Qur 'an dengan latar belakng sosial Mesir saat

itu, wawasan Sayyid Quthb yang luas ditambah pengalaman pribadi Ia maka

ketiga situasi ini mewarnai corak dan isi tafsir ini. Corak seni dan sastra

adalah awal dari pemikirannya dalam menulis Tafsir FiZilalal-Qur 'an.80

Corak seni dan sastra dalam tafsir Fi Zilal al-Qur 'an sudah dapat

dilihat sejak barisan pertama dalam kitab tafsirnya. Seperti istilah-istilah

sastrawan yang bersifat sajak dan naghom. Gaya bahasa yang dipakai Al-

Qur’an dalam mengajak masyarakat Madinah dengan bahasa yang khas dan

singkat. Dengan penjelasan yang sedikit saja sudah tampak sisi keindahan,

keserasian irama dan keutuhan makna.Seiring dengan bertambahnya

wawasan Sayyid Quthb, Ia mencobamemasukan unsur-unsur pembaharuan

dan tantangan kehidupan.

Corak penafsiran sastranya Ia balut dengan menuangkan nuansa

agamis di dalammnya sebagai rasa pedulinya untuk mengobati penyakit

masyarakat tentang Islam atau yang sering disebut dengan corak adabi

ijtima’i (kebudayaan Masyarakat). Peristiwa masuknya Ia ke dalam penjara

dengan kehidupan yang keras telah melahirkan corak baru dalam tafsirnya

78
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1990) hlm. 113
79
Ilyas, Kuliah Ulumul Qur ’an.........hlm.283
80
Sri Aliyah, Kaedah-Kaedah Tafsir fi zhilali Al-Qur’an, jurnal JIA, no. 2, Desember 2013,
hlm. 48
33
yaitu corak pergerakan.81

5. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan kitab ini diawali dengan Muqaddimah

(pendahuluan) yang didalamnya dipaparkan latar belakang pemikiran

ditulisnya kitab ini. Secara lengkap dan kronologisnya sebgai berikut82:

a. Diawali dengan pembuka berupa kalimat basmallah dan rasa syukur Ia

kepada Allah

b. Penjelasan tentang kemukjizatan Al-Qur’an dilihat dari keteraturan,

keserasian dan keharmonisan

c. Penekaan pada kemukjizatan Al-Qur’an dengan penggambaran alam

semesta yang selalu bekerja dengan kehendak Allah tanpa adanya

kebatilan. Menurutnya kebenaran harus eksis dan kebatilan harus sirna

d. Kegelisahan Sayyid Quthb yang mengembalikan semua kehidupan

kapada Manhaj Allah dalam kitabnya. Dalam hal ini Ia juga kembali

kepada makna aslinya dan aplikasinya dalam kehidupan

e. Ucapan terimakasih Ia atas curahan hatinya hidup di bawah naungan Al-

Qur’an.

Seperti yang sudah dijelaskan diatas tafsir ini menggunakan metode

tahlili atau tertib mushafi. Berikut sistematikanya secara lengkap dan lebih

rinci 83:

a. Dimulai dengan pendahuluan yang berisi tentang asbabub nuzul yang

disertai dengan riwayat para sahabat

b. Memberikan tema pokok pada surat dengan pengertian secara bahasa

81
Suprianto, Sabar Dalam Al-Qur ’an Analisis hlm 15
82
Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur ’an jilid 1, hlm.13
83
Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur ’an jilid 1, hlm.13…hlm. 33
34
c. Penafsiran perkelompok ayat dalam setiap surat m’embawa pemahaman

baru yang selaras. Dan menjadikan setiap tafsiran itu satu unit yang

tersusun jelas bagi penegak konsep tauhid uluhiyah dan rububiyah Allah

SWT.

d. Mencari munasabah (korelasi) antara ayat yang mendahului dengan

ayat-ayat yang senada

e. Penafsiran subtansial terhadap potongan ayat dan ayat secara utuh

f. Memberikan faidah sesuai dengan makna ayat.

Dengan model sistematika yang digunakan Quthb akan diketahui

adanya keintegralan pembahasan Al-Qur’an dalam satu tema kecil yang

dihasilkan dari kelompok ayat yang mengandung munasabah. Serta yang

paling penting adalah terhindar dari penafsiran secara parsial yang bisa

keluar dari maksud nash. Dari cara tersebut, menunjukkan adanya

pemahaman lebih utuh yang dimiliki Sayyid Quthb dalam memahami

adanya munasabah dalam urutan ayat, selain munasabah antara ayat (tafsir

All-Qur’an bi Al-Qur’an) yang telah banyak diakui kelebihannya oleh para

peneliti84

6. Pandangan Ulama tentang Tafsir Fi Zilal al-Qur 'an

Ada beberapa ulama yang memberikan penilaiannya terhadap tafsir ini

baik yang positif atau negatif. Berikut beberapa pandangan ulama tentang

tafsir Fi Zilal al-Qur 'an, Subhi Shalih menilai bahwa dalam tafsir Fi Zilal

al-Qur 'an lebih banyak bersifat pengarahan dari pada pengajaran dan

Jansen menilai bahwa tafsir Sayyid Quthb hampir bukan merupakan tafsir

Al- Qur’an dalam pengertian yang ketat tetapi lebih merupakan kumpulan
84
Hasnijar, Konsep Birrul Walidain,…hlm. 46
35
33 khutbah-khutbah keagamaan. 85

Senada dengan pendapat di atas Yusof Al-Azym seorang ahli pengkaji

AI-Quran mengatakan bahwa: " Tafsir Fi Zilal al-Qur 'an adalah wajar

dianggap sebagai suatu pembukaan Rabbani yang diilhamkan Allah kepada

penulisnya. Ia telah dianugerahkan matahati yang peka yang mampu

menanggap pengertian, gagasan dan fikiran yang halus yang belum pernah

didapat oleh penulis tafsir lain". Kemudian Saleh Abdul Fatah Al-Khalidi,

seorang penulis biografi dan pengkaji karya Asy-Syahid Sayyid Quthb,

berpendapat: "Sayyid Quthb dalam tafsir Fi Zilal al-Qur 'an adalah

dianggap sebagai mujaddid di dalam dunia tafsir karena Ia telah menambah

berbagai pengertian, fikiran dan pandangan tarbiyah yang melebihi tafsir-

tafsir sebelum ini."

Sedangkan menurut Hidayat Nur Wahid seorang tokoh pembeharuan

Indonesia tafsir Fi Zilal al-Qur 'an adalah tafsir yang mengerakan. Pribadi

Sayyid Quthb yang aktif berdakwah hingga akhir hayatnya member nuansa

hakiki yang kuat pada tafsirnya. Sementara itu, keindahan sastar pada tafsir

Tafsir Fi Zilal al-Qur 'an dihasilkan dari pendidikan Ia di bidang sastra dan

aktivitas tulis menulisnya yang panjang. Dengan begitu, membaca karya Ia

ini akan menggarakan umat islam untuk mencapai cita-cita mulia Izzul

Islam Wal Muslimin. Serta menghadirkan Islam yang tidak menjadi beban

melainkan Rahmatan Lil Alamin.86

85
Muhammad Chirzin,, Jihad Menurut Sayyid Quthb Dalam Tafsir Fi Zhilali Al-Qur ’an,
(Jakarta: Era Intermedia,2001) hlm 135
86
Aliyah, Kaedah-Kaedah Tafsirhlm. 56
36
37
BAB III
KONSEP TEORITIS

A. Pengertian Ulil Amri

Kata ulil amri terdiri dari dua kata yaitu ulil dan amri, kata dari segi

bahasa yaitu ulil adalah bentuk jama dari wali yang berarti pemilik atau yang

mengurus serta menguasai, dapat dilihat dari bentuk jama‟nya dari kata

tersebut mengartikan bahwa mereka itu banyak. Sedangkan al-amr bermakna

perintah atau urusan.87 Adapun asal kata dari al-amr adalah amara dengan

fathah yang berarti pekerjaan, perintah atau urusan. Jika dilihat dari bentuk

masdar dari kata kerja amara ya‟muru yang berarti memerintah atau

menuntut agar sesuatu dikerjakan.88 Menurut Ibn Ishaq (dalam miftahul

rahman) ulil amri itu para sahabat Nabi, bisa dikatakan juga sebagai

umara yakni para penguasa yang ahli dalam bidang agama89 Secara umum

ulil amri adalah seorang yang mempunyai perintah atau sebagai pemerintah.

Sedangkan secara istilah ulil amri menurut beberapa para ahli

pemikir mempunyai makna yang bervarian antaranya Muhammad Abduh

mengartikan ulil amri sebagai golongan ahlul halli wal aqdi atau sekelompok

orang-orang Islam yang ahli bisa disebut juga umara‟ (pemerintah), hakim,

ulama, pemimpin militer atau orang-orang yang dijadikan sebagai rujukan oleh

masyarakat dalam masalah publik. Menurut Syaikh Abd Al-Rahman bin Nashr
87
M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Volume 2 Hlm. 484.
88
Syauqi Dhaif, Al-Mu‟jam Al-Wasith, (Mesir: Maktabah Shurouq Ad-Dauliyyah, 2011).
Hlm 20
89
Miftahur Rahman, Ulil Amri Dalam Al-Qur‟an: Sebuah Aplikasi Teori Konstektual
Abdullah Saeed, Jurnal Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur‟an dan Hadist, (Vol, 18, No, 2, Juli 2017, )Hlm
10.
al-Sa‟id (dalam Kaizal Bay :2011) bahwa yang dimaksud ulil amri adalah

imam-imam kaum muslim atau sebagai penguasa yang jabatannya paling tinggi

atau bisa disebut sebagai amir, qadhi, orang yang memiliki kekuasaan yang

mengatur segala urusan baik dari hal kecil maupun hal besar.90

B. Pemimpin dan Ulil Amri

Pemimpin adalah orang yang memiliki segala kelebihan dari orang-orang

lain. Pemimpin dalam pandangan orang kuno adalah mereka yang dianggap

paling pandai tentang berbagai hal yang ada hubungannya kepada kelompok,

dan pemimpin harus pandai melakukannya (pandai memburu, cakap dan

pemberani dalam berperang).91

Menurut Fachrudin (dalam Toto Tohir:) ulil amri adalah seorang

pemimpin yang diberikan tugas untuk mengurus segala urusan seperti

pemerintahan, keamanan, perjuangan, dan pembangunan-pembangunan di

negara yang bersifat umum. Sedangkan menurut Abdul Wahab Khallaf ulil

amri dilihat dari lafad al-amr yang bermakna perkara atau keadaan yang

bersifat umum karena dapat berhubungan dengan masalah agama atau dunia,

dalam hal ini ia mengartikan ulil amri dalam masalah dunia adalah raja, atau

pemimpin sedangkan masalah agama adalah para mujtahid dan ahli fatwa.92.

Menurut Muhammad Abduh kata ulil amri berarti sekelompok ahlu halli

wa al-‘aqd dari golongan orang muslim yang mempunyai berbagai keahlian

90
Kaizal Bay, Pengertian Ulil Amri Dalam Al-Qur‟an Dan Implikasinya Dalam
Masyarakat Muslim, Jurnal Ushuluddin, Vol, XVII. (No, 1, Januari 2011, )Hlm. 118.
91
Ngalim Porwanto, et.all, Administrasi Pendidikan, mutiara, Jakarta, 1984, Hlm. 38.
92
Toto Tohir, Ulil Amri dan Ketaatan Kepadanya, Jurnal, Vol, XVIII, No. 3. September
2002, Hlm. 270-271.
39
dan profesi. Meraka itu adalah umara‟ (pemerintah), ulama, hakim, pemimpin

kemiliteran, dan semua penguasa yang dipercaya oleh ummat dalam masalah

kebutuhan dan kemaslahatan bersama. Muhammad Abduh memberikan

penjelasan: apabila mereka (pemimpin) telah menyepakati suatu hukum atau

urusan, kita sebagai rakyat harus mentaatinya dengan syarat yaitu pemimpin

kita termasuk individu yang muslim yang tidak sedang berbuat kemunkaran

kepada Allah dan Rasul-Nya. Wilayah otoritas ulil amri sendiri hanyalah

berkaitan dengan kemaslahatan umat, sedangkan wilayah ibadah maka itu

haruslah didasarkan kepada syari‟at Allah Swt dan Rasul-Nya. 93 Jika

pemimpin masih melaksanakan hukum-hukum Allah, merujuk kepada

kitabullah dalam mengatur berbagai urusan, namun mereka melakukan

kedzaliman yang tidak mengeluarkan mereka dari Islam, maka umat disamping

ta‟at dalam perkara yang bukan maksiat juga punya kewajiban besar untuk

megingatkannya.

C. Tugas dan Tanggung Jawab Ulil Amri

Jelas bahwa diangkatnya ulil ami untuk tercapai tujuan kepemimpinan.

Tujuan kepemimpinan ini wajib dicapai oleh ulil amri dengan menjalankan

kewajiban kewajibannya Dengan menjalankan kewajibannya, maka ulil amri

wajib ditaati dan dibela oleh rakyat. Maka dari itu kepemimpinan bukanlah

tujuan, ini hanyalah perantara dalam menjalankan ketaaan kapada Allah.

Ketika ulil amri tidak mampu mewujudkan tujuannya, maka kepemimpinannya

harus dilengserkan. Adapun Kewajiban inti ulilani adalah mencapai tujuan


93
Kaizal Bay, “Pengertian Ulil Amri dalam Al-Qur‟an dan Implementasinya dalam
Masyarakat,” Jurnal Ushuluddin 17, no. 1 (Januari 2011)., Hlm 118.
40
kepemimpinan yaitu menegakkan agama Islam dan mengatur urusan kaum

muslimin dengan syariat Islam Imam al-Mawardi (W. 450 H) dalam kitabnya

al-Ahkam al-Sultaniyyah telah menghimpun sepuluh kewajiban ulil amri yang

di dalamnya mencakup aspek agama, politik, keamanan dalam dan luar negeri,

administrasi, ekonomi dan peradilan. Kewajiban-kewajiban ulil amri tersebut

adalah sebagai berikut ; 94

1. Menjaga dan menegakkan agama Islam sesuai dengan prinsip-prinsip

agama yang jelas dan sesual ijma , menerangkan yang benar, dan

menghukumnya dengan adil sesuai dengan hukum yang berlaku, agar

agama tetap terjaga dari segala penyimpangan dan ummat terjaga dari

usaha penyesatan.

2. Menegakkan hukum kepada dua pihak yang beperkara dan

menghentikan perseteruan di antara dua pihak yang berselisih, agar

keadilan menyebar secara merata, kemudian orang jahat tidak berlaku

sewenang-wenang dan orang yang teraniaya tidak merasa lemah."

Menegakkan hukum dengan adil adalah kewajiban bagi para pemimpin.

3. Melindungi wilayah negara dan tempat-tempat suci kaum muslimin,

agar manusia dapat leluasa beraktifitas dan bepergian ke tempat

manapun dengan aman dari gangguan terhadap jiwa dan harta

94
Abdul Rosyid, “ulil amri dalam Al-qura’an (studi tafsir tematik ayat-ayat tentang Ulil
Amri)., (Bogor :Lembaga Penelitian dan Pengabdian masyarakat Sekolah Tinggi Agama Islam Al-
hidayah, 2019).Hlm 92-94
41
4. Menegakkan hukum hudid untuk menjaga larangan-larangan Allah

Ta'ala dari upaya pelanggaran terhadapnya, dan melindungi hak-hak

hamba-Nya dari upaya pelanggaran dan perusakan terhadapnya.

5. Melindungi daerah-daerah perbatasan dengan benteng yang kokoh, dan

kekuatan yang tangguh hingga musuh tidak mampu mendapatkan celah

untuk menerobos masuk merusak kehormatan kaum muslimin, atau

menumpahkan darah orang muslim, atau orang yang berdamai dengan

muslim (mu ahid)

6. Memerangi orang yang menentang Islam setelah sebelumnya ia

didakwahi hingga ia masuk Islam, atau masuk dalam perlindungan

kaum Muslimin (ahl al-dhimmeh), agar hak Allah Ta'ala terlaksana

yaitu kemenangan agama-Nya atas seluruh agama

7. Mengambil harta fai (harta yang didapatkan kaum muslimin tanpa

pertempuran) dan memungut sedekah sesuai dengan yang diwajibkan

syari'at tanpa rasa takut dan paksa.

8. Menentukan gaji pegawai dan apa saja yang dikeluarkan dari bait al-mil

(kas negara) tanpa berlebih-lebihan sesuai aturan syariat, kemudian

mengeluarkannya tepat pada waktunya tanpa mempercepat atau

menunda pengeluarannya

9. Memilih dan mengangkat orang-orang profesional untuk memegang

Jabatan strategis dalam rangka menjalankan tugas-tugas negara dan

memilih orang-orang yang jujur untuk mengurusi keuangan negara,

42
sehingga tugas-tugas negara dikerjakan oleh orang-orang yang ahli dan

keuangan dipegang oleh orang-orang yang jujur.

10. Terjun langsung menangani segala persoalan penting dalam negara dan

menginpeks keadaan untuk mencari tahu segala kondisi rakyat secara

langsung, sehingga ia dapat melindungi agama dan menjaga rakyat.

Tugas inpeksi dengan terjun langsung ini tidak boleh didelegasikan

kepada orang lain dengan alasan sibuk bersenang-senang dengan

kenikmatan atau sibuk ibadah. Jika tugas-tugas ini dilimpahkan kepada

orang lain, sungguh ia berkhianat kepada urmat, dan menipu penasihat.

D. Konsep Taat Pada Ulil Amri

Taat berarti patuh maupun tunduk atas apa yang diperintahkan, jika

merupakan perintah.95 Taat secara istilah adalah patuh atau berbakti atas semua

arahan serta aturan-aturan yang sedang belaku. Mentaati Allah berarti patuh

atas perintah dan aturan-aturan yang dibuat oleh Allah dalam segala hal, baik

aturan itu berhubungan dengan sasama manusia dan makhluk yang lainnya. 96

Jadi, taat adalah tunduk dan patuh terhadap apa yang diperintahkan oleh

penguasa baik penguasa alam maupun penguasa pemerintahan. Sebagai

masyarakat yang baik kita harus mentaati perintah pemimpin kita selagi itu

untuk kemaslahatan bersama.

Kewajiban untuk mentaati penguasa (ulil amri) merupakan hal yang

sudah umum diketahui umat Islam, kewajiban ini tetap berlaku baik mereka

95
Purwadinata, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), Hlm 987
96
Ida Farida, “Pengertian Taat”, islamicahaya (blogspot), diakses tanggal 20 Januari
2023. http://islamicahaya.blogspot.com/2023/01/pengertiantaat.html?m=1
43
senang dengan penguasa ataupun tidak, baik penguasanya adil maupun dzalim.

Hanya saja, ketaatan kepada pemimpin (penguasa) tersebut ada batasannya.

Taat kepada pemimpin merupakan suatu ibadah serta akan diberi imbalan

karena mentaati pemimpin diperintahkan atas Rasulullah Saw. Rasulullah Saw

juga mengatakan dalam haditsnya barangsiapa yang mentaati pemimpin berarti

ia juga mentaati Rasul. Jadi dapat disimpulkan bahwa mentaati pemimpin

adalah mematuhi dan tunduk dengan peraturan yang telah dibuat oleh

pemimpin guna terwujudnya kemaslahatan bersama. Taat kepada pemimpin

merupakan kewajiban kita setelah kita mentaati Allah dan Rasul-Nya.

Sekalipun kita wajib mentaati pemimpin, hal itu juga ada batasan-batasannya.

Konsep Islam tentang ketaatan kepada pemerintah tersebut bukanlah ketaatan

yang bermuatan kepentingan yang membabi buta, melainkan ketaatan kritis

yang dibatasi oleh syari‟at, yaitu selama pemimpin tersebut tidak kafir, serta

senantiasa mentaati Allah dan Rasulnya. Landasan utama tentang ketaatan

kritis terhadap penguasa (pemerintah) tersebut dapat dilihat dalam hadis Nabi

SAW, yang berbunyi:

‫يد َع ْن عَُبْي ِد اللَّ ِه َح َّدثَيِن نَ افِ ٌع َع ْن‬ ٍ ِ‫ح َّد َثنا مس دَّد ح َّد َثنا حَي بن س ع‬
َ ُ ْ ‫َ َ ُ َ ٌ َ َ ْىَي‬
َ َ‫ص لَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم ق‬ ِ ِ ِ
‫الس ْم ُع‬
َّ ‫ال‬ َ ِّ ‫َعْب د اللَّه َرض َي اللَّهُ َعْن هُ َع ْن النَّيِب‬
‫ص يَ ٍة‬
ِ ‫ب و َك ِره م ا مَل ي ْؤ مر مِب َع‬ ِ ِ ِ
ْ ْ َ ُ ْ َ َ َ َّ ‫َأح‬ َ ‫يم ا‬ َ ‫اع ةُ َعلَى الْ َم ْرء الْ ُم ْس ل ِم ف‬َ َّ‫َوالط‬
ٍ ِ ‫ِ مِب‬
َ َ‫فَِإ َذا ُأمَر َْعصيَة فَاَل مَسْ َع َواَل ط‬
‫اعة‬
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Musaddad, telah
menceritakan kepada kami Yahya bin Sa'id dari 'Ubaidullah,
44
telah menceritakan kepadaku Nafi' dari Abdullah
radhiallahu'anhu, dari Nabi ‫ ﷺ‬bersabda, "Mendengar dan
taat adalah wajib bagi setiap muslim, baik yang ia sukai
maupun yang tidak ia sukai, selama ia tidak diperintahkan
melakukan kemaksiatan, adapun jika ia diperintahkan
melakukan maksiat, maka tidak ada hak mendengar dan
menaati.”97

Melalui hadis tersebut, Nabi saw memberikan petunjuk tentang batas-

batas ketaatan rakyat kepada pemimpin. Ketaatan hanya diberikan selama

berkaitan dengan hal yang ma‟ruf. Sebaliknya, tidak ada ketaatan kepada

penguasa dalam hal munkar. Mentaati penguasa dalam kemunkaran, atau

membiarkan mereka dalam kemunkaran, sama saja mendukung dalam

kemaksiatan.98

Ibnu Qayyim, dalam memaknai hadis tersebut mengatakan, siapapun

yang mentaati pemimpin dalam kemaksiatan kepada Allah, berarti telah

bermaksiat. Dengan demikian ketaatan kepada pemimpin itu ada batasan

dan persyaratannya, diantaranya adalah :99

1. Pemimpin dalam hal ini pemerintah adalah yang menjalankan

ajaran Islam dalam arti yang luas. Sehingga pemimpin yang

melanggar ajaran Islam tidak wajib untuk ditaati.

2. Penguasa atau pemimpin harus berlaku adil, berarti mereka yang

berlaku zhalim dan berbuat maksiat kepada Allah tidak wajib untuk

ditaati.

97
Elijah Nzogele Judah, Hukum-Hukum mendengar dan taat kepada imam selama tidak
untuk kemaksiatan. No 73 Bab 3738, Hadits No 6611.
98
Annisa Nur Zaqia, Nor Fatmah, dan Siti Mawaddah Rumisa, Hlm …28.
99
Annisa Nur Zaqia, Nor Fatmah, dan Siti Mawaddah Rumisa, Hlm …29.
45
Pemimpin tersebut tidak menyuruh rakyatnya untuk berbuat maksiat.

Tugas utama pemerintah muslim adalah memerintah rakyatnya untuk

berbuat baik dan melarang atau mencegah berbuat munkar. Dengan

demikian ketika ada pemimpin yang memerintahkan untuk berbuat maksiat,

maka tidak wajib untuk ditaati.

Dari penjabaran di atas telah dijelaskan bahwa seorang pemimpin

wajib kita taati apabila mentaati perintah Allah serta Rasul-Nya dan

berdampak pada kesejahteraan rakyatnya, tetapi jika penguasa telah keluar

dari aturan-aturan, baik aturan-aturan agama atau aturan-aturan yang telah

ditetapkan Negara, maka rakyat wajib melakukan amr ma‟ruf nahi munkar.

Ketaatan kepada pemimpin (penguasa) tersebut ada batasannya. Batasannya

tidak lain adalah: pertama, bukan dalam perkara kemaksiyatan. Kedua,

penguasa/pemimpin tersebut tidak melakukan kekufuran yang nyata atau

mengubah pilar-pilar Islam. Ketiga, dalam kasus al hukkâm (penguasa yang

punya hak untuk melakukan legislasi), dia tidak kehilangan salah satu dari

syarat-syarat in’iqad (syarat pengangkatan). Nabi suci telah bersabda “Hati

seorang Muslim tidak akan memuliakan penghianatan dalam 3 hal:100

1. Ketaatan karena Allah (yaitu apapun yang diperbuat seseorang

haruslah untuk mencari keridhaan Allah saja).

2. Perbuatan baik kepada pemimpin dalam hal yang berkenaan

dengan bimbingan atas kaum Muslimin (yaitu memberikan nasihat

yang tulus pada mereka, apakah mereka suka atau tidak suka akan
100
Murtadha Muthahhari, Kepemimpinan islam (Banda Aceh: Penerbit Gua Hira, 1991),
Hlm 24
46
hal itu, dan membimbing mereka ke jalan yang lurus ketika ada

bahaya penyimpangan dari jalan yang benar).

3. Dukungan yang tidak goyah karena masyarakat (yaitu lebih suka

mementingkan masyarakat kepada diri sendiri).

Dalam salah satu surat Imam Ali mencatat di Nahj al Balaghah

menerangkan bahwa: “Pengkhianatan atas masyarakat adalah

penghianatan yang paling buruk dan penipuan atas pemimpin-pemimpin

Muslim adalah penipuan paling buruk.” Jelas sekali bahwa kedzoliman yang

diperbuat oleh Imam sama dengan kecurangan yang diperbuat oleh semua

umat Muslim (rakyat). Jika ada seseorang yang mencelakakan nahkoda

kapalnya dan itu membahayakan kapalnya, maka sebenarnya orang tersebut

mengkhianati semua penghuni yang ada di dalam kapal tersebut.101

Kepemimpinan dalam Islam tercermin dari kepribadian Muhammad

saw, Nabi yang menjadi contoh dan suri tauladan bagi umat manusia.

Menjadi pemimpin di tengah-tengah umat islam sepatutnya meneladani

gaya, sikap. Dan sifat kepemimpinan Muhammad saw, ketika peroide

Mekkah, Muhammad saw mengutamakan penanaman semangat internalisasi

nilai, pengendalian diri dalam menghadapi berbagai rintangan dengan tetap

menjanjikan kesuksesan masa depan. Periode Madinah, Nabi Muhammad

saw menata secara teknis tata cara kehidupan bermasyarakat.102 Dalam Al-

Al-Qur’an Allah menyebutkan:

101
Murtadha Muthahhari, Kepemimpinan islam ,…Hlm 25
102
Veithzal rivai, Pemimpin dan kepemimpinan dalam Organisasi, Jakarta : Rajgrefindo
Persada,2013) Hlm 329
47
     
       
       
       

Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah Swt dan
taatilah Rasul-Nya dan ulil amri di antara kamu. kemudian
jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah ia kepada Allah Swt (Al-Qur’an) dan Rasul
(sunnahnya), jika kamu sungguh-sungguh beriman kepada
Allah dan hari akhir. yang demikian lebih utama (bagimu)
dan lebih baik akibatnya. (Qs. An-Nisa Ayat 59)103
Seruan Al-Quran dalam surah An-Nisa: 59 sangat jelas bahwa kita

sebagai umat muslim harus mentaati pemimpin. Dengan syarat pemimpin

kita harus taat kepada Allah Swt dan Rasul-Nya. Selain itu, kita diperintah

untuk kembali kepada Al-Quran serta Sunnah ketika terjadi perbedaan

pendapat. Ayat 59 Surat An-Nisa‟ ini juga menjelaskan bahwa orang yang

diserahkan amanat kepada mereka (Ulil Amri) harus ditaati, selagi Ulil

Amri itu menjalankan perintah dan ketaatan kepada aturan yang telah dibuat

Allah.104

Ketika seseorang tidak melakukan pengingkaran, justru menunjukkan

keridhaan maka sikap ini pada hakikatnya telah mencelakakan diri sendiri,

mencelakakan penguasa dzalim tersebut hingga mereka senang bergelimang

dg kedzalimannya, dan lebih dari itu berarti pula menghancurkan tatanan

Al-Qur’an, An- Nisa’ ayat 59,


103

104
Kaizal Bay, “Pengertian Ulil Amri dalam Al-Qur‟an dan Implementasinya dalam
Masyarakat,” Jurnal Ushuluddin 17, No. 1 (Januari 2011): hlm 118
48
kehidupan bermasyarakat. Jadi, selain kita berkewajiban mentaati pemimpin

selagi tidak menyuruh kita untuk bermaksiat, kita juga mempunyai

kewajiban untuk mengingatkan pemimpin saat mereka berbuat kedzoliman.

49
BAB IV
ANALIS PENAFSIRAN SAYYID QUTHB TERHADAP KONSEP TAAT
KEPADA PEMIMPIN QS. AN-NISA [4] AYAT 59

A. Konsep ketaatan kepada ulil amri dalam perspektif Sayyid Quthb


dalam QS. An-Nisa [4] Ayat 59
1. Identifikasi Ayat
a. Ayat dan Terjemahan QS. An-Nisa [4] Ayat 59

QS. An-Nisa [4] Ayat 5 berisi tentang ketaatan dan sumber hukum

Islam. Surat An Nisa merupakan surat Madaniyah karena diturunkan

setelah Rasulullah SAW hijrah ke Madinah. QS. An-Nisa [4] Ayat 5

sering kali digunakan sebagai dalil hukum sumber Islam dalam ilmu

jinayah dan siyasah ilmu hukum Islam.105

     


       
       
       

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan
taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu.
Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu,
Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan
Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman
kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih
utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (Q.S An-Nisa
ayat 59).106

b. Asbabunuzul QS. An-Nisa [4] Ayat 59


105
Dikutip Pada Artikel “Perintah Taat Pada Allah” Oleh Dinar (2021) diakses pada 12
Agustus 2023, pukul 12.43 WIB dalam https://www.dream.co.id/dinar/kandungan-surat-an-
nisa-ayat-59-perintah-untuk-taat-kepada-allah-dan-rasul210203u.html#:~:text=Dream%2
106
Sayyid Quthb, Tafsirfi Zhilalil Qur’an, Jilid 2… hlm. 399
Menggali lebih jauh makna ketaatan pada pemimpin, dalam hal

ini penulis menguraikan kembali sebab-sebab ayat ini turun yakni :

‫اج بْ ُن حُمَ َّم ٍد َع ْن ابْ ِن‬


ُ ‫َأخَبَرنَ ا َح َّج‬ ْ ‫ض ِل‬ َ ‫َح َّد َثنَا‬
ْ ‫ص َدقَةُ بْ ُن الْ َف‬
‫اس‬ٍ َّ‫يد بْ ِن ُجَبرْيٍ َع ْن ابْ ِن َعب‬ ِ ِ‫ج ري ٍج عن يعلَى ب ِن مس لِ ٍم عن س ع‬
َ ْ َ ْ ُ ْ َْ ْ َ ْ َ ُ
‫اَأْلم ِر‬ ِ ‫{َأطيع وا اللَّه و‬ ِ ‫ر ِض ي اللَّه عْنهم ا‬
ْ ‫ول َوُأويِل‬ َ ‫الر ُس‬َّ ‫َأطيعُ وا‬ ََ ُ َُ َ ُ َ َ
‫ي‬ٍّ ‫س بْ ِن َع ِد‬ ِ ‫ت يِف َعْب ِد اللَّ ِه بْ ِن ُح َذافَ ةَ بْ ِن َقْي‬ َ َ‫ِمْن ُك ْم} ق‬
ْ َ‫ال َن َزل‬
‫صلَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم يِف َس ِريٍَّة‬ َ ُّ ‫ِإ ْذ َب َعثَهُ النَّيِب‬
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Shadaqah bin Al Fadll
Telah mengabarkan kepada kami Hajjaj bin
Muhammad dari Ibnu Juraij dari Ya'la bin Muslim dari
Sa'id bin Jubair dari Ibnu 'Abbas radliallahu 'anhuma
mengenai firman Allah: Ta'atilah kalian kepada Allah
dan Rasul-Nya serta kepada pemimpin kalian. Ibnu
Abbas berkata; Ayat ini turun berkenaan dengan
Abdullah bin Hudzafah bin Qais ketika Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam mengutusnya dalam
sebuah sariyah (peperangan).
Diriwayatkah oleh Al-Bukhari dan yang lainnya dari Ibnu

Abbas bahwasanya ia berkata, "Ayat ini turun pada Abdullah bin

Hudzafah bin Qais ketika ia diutus bersama satu pasukan." Imam Al-

Bukhari meriwayatkan hadits ini lebih ringkas. Ad-Dawudi berkata,

"Ini adalah kesalahan yaitu kebohongan yang dinisbatkan kepada Ibnu

Abbas, sesungguhnya Abdullah bin Hudzafah memimpin satu

pasukan. Ketika ia sedang marah ia menyalakan api dan berkata,

"Masuklah ke dalam api," sebagian menolak untuk melakukannya dan

51
sebagian lain ingin melakukannya." Ad-Dawudi berkata, "jikalau ayat

ini turun sebelum peristiwa ini, bagaimana mungkin ia

mengkhususkan ketaatan kepada Abdullah bin Hudzafah dan tidak

kepada yang lain? Dan jika ayat ini turun setelah peristiwa itu,

seharusnya hanya dikatakan kepada mereka, 'Sesungguhnya ketaatan

hanyalah dalam kebaikan," dan bukan, "Mengapa kalian tidak

menaatinya?. "Al-Hafizh Ibnu Hajar menjawab pertanyaan ini bahwa

maksud dari kisah ayat, "Kemudian, jika kamu berbeda pendapat

tentang sesuatu...." adalah mereka berselisih dalam menunaikan

perintah untuk taat dan tidak melaksanakan perintah itu karena

menghindari api. Jadi, ayat ini sesuai jika turun pada mereka untuk

memberitahukan mereka apa yang hendaknya mereka lakukan ketika

berselisih, yaitu mengembalikan apa yang mereka perselisihkan

kepada Allah dan Rasulullah. Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir

bahwasanya ayat ini turun pada kisah yang terjadi Ammar bin Yasir

bersama Khalid bin Walid, pada saat itu yang menjadi gubernur

adalah Khalid bin Walid, Pada suatu hari Ammar mengupah seorang

tanpa perintah Khalid, maka keduanya pun bertengkar. Lalu turunlah

firman Allah tersebut.107

Imam As-Sayuthi, Asababunu Nuzul sebab sebab turunnya ayat , (terj), Andi
107

Muhamad Syahril, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2014, hlm. 149-150


52
c. Ketaatan Terhadap Pemimpin Dalam Hadits Nabi Muhamad
SAW

ِ َ‫ َع ْن َأن‬،‫اح‬
‫س بْ ِن‬ ِ َ‫ َع ْن َأيِب التَّي‬،َ‫ َع ْن ُش ْعبَة‬،‫يد‬ٍ ِ‫ ح َّد َثنا حَي بن سع‬،‫ح َّدثَنا مسدَّد‬
َ ُ ْ ‫َ َ ُ َ ٌ َ َ ْىَي‬
‫ "امْسَعُوا‬:‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم‬ ِ ُ ‫ قَ َال رس‬:‫ك ر ِض ي اللَّه عْن ه قَ َال‬ ٍ ِ
َ ‫ول اهلل‬ َُ ُ َ ُ َ َ ‫مال‬
َّ ‫ َك‬،‫اسُت ْع ِم َل َعلَْي ُك ْم َعْب َد َحبَ ِش ُّي‬
ً‫َأن َرْأ َسهُ َزبِيبَة‬ ِ ِ
ْ ‫ َوِإن‬،‫َوَأطيعُوا‬
Artinya : "Telah menceritakan kepada kami Musaddad, telah
menceritakan kepada kami Yahya bin Sa'id, dari
Syu'bah, dari Abu al-Tayyah bahwasanya Anas bin
Mâlik Ra berkata, Rasûlullah Saw bersabda,
"Dengarkanlah dan taatilah sekalipun yang
memimpin kamu seorang budak Habasyi yang
kepalanya seperti kismis.108
Ibnu Hajar berkata, "Mungkin dia disebut budak berdasarkan

kondisinya sebelum dimerdekakan, dan semua ini hanya berlaku

dalam kondisi normal. Apabila ada budak dalam arti yang

sesungguhnya merebut kekuasaan dengan menggunakan kekuatan,

maka menaatinya merupakan kewajiban dalam rangka meredakan

fitnah selama tidak memerintahkan kemaksiatan. Ada yang

mengatakan, maksudnya adalah apabila pemimpin tertinggi

mengangkat budak Habasyah memegang pemerintahan di suatu negeri

maka wajib ditaati, bukan berarti budak itu menjadi pemimpin

tertinggi,109

108
Abû Abdillâh Muhammad bin Ismâ’îl al-Bukhâriy, Shahîh al-Bukhâriy,
(Beirût:Maktabah al-‘Ashriyyah, 2005) kitab: al-Ahkâm, bab: al-Sam’u wa al-Thâ’ah li al-
Imâm Mâ Lam Takun Ma’shiyah, nomor hadis: 7142, hlm. 1269.
109
Ibnu Hajar al-Asqalâniy, Fath al-Bâriy, (Kairo: Al-Maktabah al-Taufîqiyyah, 2004),
vol. XIII, hlm. 424.
53
Penjelasan Ibnu Hajar ini menunjukkan bahwa menaati

pemimpin tidak memandang suku, warna kulit, dan status sosial. Jika

seseorang sudah diangkat sebagai pemimpin lewat beberapa cara

pengangkatan yang diakui, maka ia harus ditaati dan didengar

perkataannya. Al-Khaththabiy berkata, "Tujuan disebutkan budak

Habasyah adalah sebagai penekanan terhadap perintah untuk taat

meskipun tidak terbayangkan secara syara' dia memegang pucuk

pemerintahan."110 Ketaatan kepada pemimpin sangat berhubungan erat

dengan firman Allah dalam Al-quraan surah An-Nisa ayat 59.

Ibnu Hajar menjelaskan: Al-Thaibiy berkata, "Kata kerja

“Taatilah” diulangi pada kalimat 'taatilah Rasul' sebagai isyarat bahwa

Rasulullah Saw harus ditaati secara mutlak. Namun tidak diulangi

pada kata 'ulil amri sebagai isyarat bahwa ada di antara mereka yang

tidak wajib ditaati. Kemudian Allah menjelaskan hal itu dalam firman-

Nya (Apabila kamu berlainan pendapat tentang sesuatu).Seakan-akan

disebutkan bahwa apabila mereka tidak mengerjakan kebenaran maka

jangan taati mereka, namun kembalikanlah apa yang kamu

perdebatkan kepada Al-Qur'an dan Sunnah.111

Ibnu Uyainah berkata, "Aku bertanya kepada Zaid bin Aslam

tentang ayat itu, maka dia berkata, "Bacalah ayat sebelumnya maka

engkau akan tahu. Aku kemudian membaca surat al-Nisa' ayat 58.

Berdasarkan penjelasan Ibnu Hajar dan Ibnu Uyaînah di atas, maka


110
Ibnu Hajar al-Asqalâniy, Fath al-Bâriy, …hlm 424
111
Ibnu Hajar al-Asqalâniy, Fath al-Bâriy, … hlm. 112
54
ada syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seorang pemimpin agar ia

ditaati dan didengar perkataannya. Di antara syarat tersebut adalah

seorang pemimpin harus memberikan hak-hak rakyatnya, amanah

dalam memimpin, dan adil dalam menetapkan hukum.

‫َأخَب َريِن َأبُو َس لَ َمةَ بْ َن‬ ِ ُّ ‫ ع ِن‬،‫ عن ي ونُس‬،‫ َأخبرنَا عب ُد اللَّ ِه‬،‫حنَ ا عب َدا ُن‬
ْ ،‫الز ْه ِرن‬ َ َ ُ َْ َْ َ َ ْ َْ َ
‫ َأنَّهُ مَسِ َع أنا هريرة رض ي اهلل عنه أن رس ول اهلل صلى اهللُ َعلَْي ِه‬،‫عب ِد الرَّمْح َ ِن‬ ْ
ِ َ ‫ رس‬:‫هري ر َة ر ِض ي اللَّه عْن ه‬
َ َ‫اعيِن َف َق ْد َأط‬
‫اع‬ َ َ‫"م ْن َأط‬ َ :‫ قَ َال‬،‫ول اللَّه اللَّهُ َو َس لَّ َم‬ ُ َ ُ َ ُ َ َ َ ْ َُ
‫ ومن عمىت‬،‫ َو َم ْن أطاع أمريي فقد أطاعين‬،َ‫ص ى اللَّه‬ َ ‫صايِن َف َق ْد َع‬
َ ‫اللَّهَ َو َم ْن َع‬
‫أمريي فقد عصايب‬
Artinya :"Telah menceritakan kepada kami Abdán, telah
mengabarkan kepada kami Abdullah, dari Yinus, dari al-
Zuhriy, telah mengabarkan kepadaku Abú Salamah bin
Abdirrahman bahwasanya dia mendengar Abu Hurairah
Ra berkata bahwasanya Rasûlullâh Saw bersabda:
"Barangsiapa taat kepadaku maka sungguh dia telah
taat kepada Allah, dan barangsiapa durhaka kepadaku
maka sungguh dia telah durhaka kepada Allah.
Barangsiapa taat kepada pemimpinku maka dia telah
taat kepadaku, dan barangsiapa durhaka kepada
pemimpinku maka sungguh dia telah durhaka kepadaku.
"112
Penyataan ini diambil dari firman Allah:

َ ‫َم ْن يُ ِط ِع ال َّرسُو َل فَقَ ْد َأطَا َع هَّللا‬

Artinya :...Barangsiapa yang menaati Rasul itu, sesungguhnya ia


telah menaati Allah… "113

Maksudnya karena Rasul tidak memerintahkan kecuali apa

yang diperintahkan Allah. Barangsiapa yang menaati apa yang


112
Shahîh al-Bukhâriy, kitab: al-Ahkâm, bab: Firman Allah, “Athî’ullah wa Athîur Rasûl
wa Ulil Amri Minkum”, nomor hadis: 7137, hlm. 1268.
113
Shahîh al-Bukhâriy, kitab: al-Ahkâm, bab: Firman Allah, “Athî’ullah wa Athîur Rasûl
wa Ulil Amri Minkum”, nomor hadis: 7137, hlm. 1268.
55
Rasul perintahkan maka pada hakikatnya dia menaati yang

memerintahkan Rasul untuk menyampaikan hal itu. Mungkin juga

maknanya adalah, karena Allah memerintahkan untuk menaati

Rasul, maka barangsiapa menaati Rasul berarti dia telah taat

kepada perintah Allah agar taat kepada Rasul. Dalam hal

kemaksiatan juga seperti itu.114

‫َأخَب َريِن عُبَ َادةُ بْ ُن‬ ٍِ ٌ ِ‫يل َح َّدثَيِن َمال‬ ِ ‫ِإ‬


ْ ‫ك َع ْن حَيْىَي بْ ِن َس عيد قَ َال‬ ُ ‫َح َّد َثنَا مْسَاع‬
ِ َ ‫ت قَ َال بايعنَ ا رس‬
ِ ‫الص ِام‬
َّ ‫َأخَبَريِن َأيِب َع ْن عُبَ َاد َة بْ ِن‬ ِِ
ُ‫ص لَّى اللَّه‬
َ ‫ول اللَّه‬ ُ َ َْ َ ْ ‫الْ َوليد‬
ِ ِ َّ‫السم ِع والط‬ ِ
‫اَأْلم َر‬
ْ ‫ِع‬ َ ‫اعة يِف الْ َمْن َشط َوالْ َمكَْره وَأ ْن ال نُنَ از‬
َ َ ْ َّ ‫َعلَْيه َو َسلَّ َم َعلَى‬
‫اف يِف اللَّ ِه لَ ْو َمةَ اَل ِئ ٍم‬
ُ َ‫ول بِاحْلَ ِّق َحْيثُ َما ُكنَّا اَل خَت‬ َ ‫َْأهلَهُ َوَأ ْن َن ُق‬
َ ‫وم َْأو َن ُق‬
Artinya : "Telah menceritakan kepada kami Ismail, telah
menceritakan kepadaku Mâlik dari Yahya bin Sa'id
mengatakan, telah mengabarkan kepadaku Ubâdah
bin al-Walid telah mengabarkan kepadaku Ayahku
dari 'Ubádah bin al-Shamit mengatakan, "Kami
membaiat Rasulullah Saw untuk mendengar dan
taat, baik ketika giat (semangat) maupun malas, dan
untuk tidak menyaingi urusan (kekuasaan) orang
yang berhak, dan mengatakan kebenaran di
manapun kami berada dan agar kami tidak takut
pada celaan siapapun selagi karena Allah."
Pemimpin harus mampu mengembalikan umat kepada

ketentuan- ketentuan yang dibawa oleh Rasul, karena salah satu

tugas pemimpin adalah sebagai pengganti tugas kenabian dalam

menjaga agama. Apabila pemimpin telah menentukan suatu

peraturan, maka rakyat wajib menaatinya, dengan syarat mereka itu

114
Fath al-Bâriy, hlm. 386.
56
bisa dipercaya dan tidak menyalahi ketentuan Allah dan Rasul-

Nya.115

Ketaatan adalah salah satu pilar pemerintahan dalam Islam

dan menjadi salah satu landasan sistem politiknya. Tidak

terbayangkan jika terdapat suatu sistem yang baik, negara yang

kuat dan tenteram tanpa adanya keadilan dari pemimpin dan

kepatuhan dari rakyat kepada pemimpin. Umar bin Khaththab

menjelaskan tentang pentingnya taat dalam agama ini dengan

mengatakan, "Tidak ada arti Islam tanpa jamaah, tidak ada arti

jamaah tanpa pemimpin, dan tidak ada arti pemimpin tanpa

kepatuhan." Sebab Islam bukanlah agama individu melainkan

agama komunitas, dan Islam tidak dapat diwujudkan secara

paripurna kecuali dengan adanya komunitas.116

Keberadaan seorang pemimpin tidak ada artinya tanpa

adanya rakyat atau jamaah atau umat. Ketaatan rakyat kepada

pemimpin merupakan suatu keharusan untuk memberi kuasa

kepada negara agar melaksanakan dan mewujudkan tujuan-tujuan

pemerintahan. Sebagai ganjaran atas konsistensi pemimpin

berpegang pada syariah dan pertanggung jawabannya terhadap

rakyat, maka rakyat wajib menaati pemimpin agar ia dapat

115
Abdul Qadir Jaelani, Negara Ideal Menurut Konsepsi Islam, (Surabaya: Bina Ilmu,
1995), hlm. 93
116
180 Muhammad Abdul Qadir Abu Faris, Sistem Politik Islam, (Jakarta: Robbani
Press, 1999), hlm. 45
57
mewujudkan hak, menjamin keamanan, menegakkan keadilan,

serta membela umat, tanah air dan agama mereka.117

2. Penafsiran Sayyid Quthb Terhadap QS. An-Nisa [4] Ayat 59

Penafsiran Sayyid Quthb tentang ketaatan pada pemimpin dalam

tafsirnya Fi Zhilalil Quran akan diuraikan pada pembahasan ini, dan

diperjelas dengan analisa pada sub bab akhir pembahasan ini.

Di dalam nash yang pendek ini, Allah SWT menjelaskan syarat

iman dan batasan Islam. Dalam waktu yang sama dijelaskan pulalah

kaidah nizham asasi (peraturan pokok) bagi kaum muslimin, kaidah

hukum, dan sumber kekuasaan. Semuanya dimulai dan diakhiri dengan

menerimanya dari Allah saja, dan kembali kepada-Nya saja mengenai

hal-hal yang tidaj ada nashnya, seperti urusan-urusan parsial yang terjadi

dalam kehidupan manusia sepanjang perjalannya dan dalam generasi-

generasi berbeda yang notabene berbeda-beda pula pemikiran dan

pemahaman dalam menanggapinya. Untuk itu semua, diperlukanlah

timbangan yang mantap, agar menjadi tempat kembalinya akal, pikiranm

dan pemahaman mereka. Sesungguhnya kedaulatan hukum itu hanya

milik Allah, bagi kehidupan manusia, dalam urusan yang besar maupun

yang kecil. Untuk semua itu, Allah telah membuat syariat yang

dituangkan-Nya dalam Alquran dan diutus-Nya Rasul-yang tidak pernah

berbicara dengan memperuntukan hawa nafsunya untuk menjelaskan

117
Muhammad Al-Mubarak, Sistem Pemerintahan dalam Perspektif Islam,
(Solo:Pustaka Mantiq 1995), hlm. 58
58
kepada manusia. Oleh karena itu, syariat Rasulullah saw, termasuk

syariat Allah. 118

Allah wajib ditaati. Di antara hak preogratif uluhiyyah ialah

membuat syariat. Maka syariat-Nya wajib dilaksanakan. Orang-orang

yang beriman wajib taat kepada Allah-sejak semula-dan wajib taat pula

kepda Rasulullah karena tugasnya itu, yaitu tugas mengemban risalah

dari Allah, karena itu, menaati Rasul berarti menaati Allah yang telah

mengutusnya untuk membawa syariat dan menjelaskannya kepada

manusia di dalam sunahnya. Sunnah dan keputusan beliau dalam hal ini

adalah bagian dari syariat Allah yang wajib dilaksanakan. 119

Iman itu ada atau tidak adanya tergantung pada ketaatan dan

pelaksanaan syariat ini, sebagaimana dinyatakan dalam nash Alquran,

“jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian”. 120

“Siapakah Ulil Amri itu ?” 121

Adapun mengenai Ulil Amri nas teresbut menjelaskan siapa

mereka, “serta Ulil Amri di antara kamu”. 122

Maksudnya, ulil amri dari kalangan orang-orang mukmin sendiri,

yang telah memenuhi syarat iman dan batasan Islam yang dijelaskan

dalam ayat itu, yaitu ulil amri yang taat kepada Allah dan Rasul. Juga ulil

amri yang mengesakan Allah SWT sebagai pemilik kedaulatan hukum

118
Sayyid Quthb, Tafsirfi Zhilalil Qur’an, Jilid 2.....hlm. 399
119
Sayyid Quthb, Tafsirfi Zhilalil Qur’an, Jilid 2,…hlm. 399
120
Sayyid Quthb, Tafsirfi Zhilalil Qur’an, Jilid 2,…hlm. 399
121
Sayyid Quthb, Tafsirfi Zhilalil Qur’an, Jilid 2,…hlm. 400
122
Sayyid Quthb, Tafsirfi Zhilalil Qur’an, Jilid 2,…hlm. 400
59
dan hak membuat syariat bagi seluruh manusia, menerima hukum dari-

Nya saja (sebagai sumber dari segala sumber hukum) sebagaimana

ditetapkan dalam nash, serta mengembalikan kepada-Nya segala urusan

yang diperselisihkan oleh akal pikiran dan pemahaman mereka-yang

tidak terdapat nash padanya-untuk menerapkan prinsip-prinsip umum

yang terdapat dalam nash. 123

Nash ini menetapkan bahwa taat kepada Allah merupakan pokok.

Demikian juga taat kepada Rasul karena beliau diutus oleh Allah.

Sedangkan, taat kepada ulil amri minkum hanya mengikuti ketaatan

kepada Allah dan Rasul. Karena itulah, lafal taat tidak diulangi ketika

menyebu ulil Amri, sebagaimana ia diulangi ketika menyebut menyebut

Rasul saw, untuk menetapkan bahwa taat kepada ulil amri ini merupakan

pengembangan dari taat kepada Allah dan Rasul, sesudah menetapkan

bahwa ulul amri itu adalah “minkum” dari kalangan kamu sendiri dengan

catatan dia beriman dan memenuhi syarat-syarat iman. 124

Menaati ulil amri minkum sesudah semua ketetapan ini adalah

dalam batas- batas yang makruf dan sesuai dengan syariat Allah, dan

dalam hal yang tidak terdapat nash yang mengharamkannya. Juga tidak

dalam hal-hal yang diharamkan menurut prinsip-prinsip syariat, ketika

menjadi perbedaan pendapat. As-Sunah telah menetapkan batas-batas

ketaatan kepada ulil Amri ini dengan cara yang pasti dan meyakinkan,

diriwayatkan dalam shahih Bukhari dan Muslim dari Al-A’masy, sabda


123
Sayyid Quthb, Tafsirfi Zhilalil Qur’an, Jilid 2,… hlm. 400
124
Sayyid Quthb, Tafsirfi Zhilalil Qur’an, Jilid 2,… hlm. 400
60
Nabis saw,

“Sesungguhnya ketaatan itu hanyalah dalam hal yang makruf.” 125

Diriwayatkan dalam Shahihain juga dari Yahya Al-Qaththan, sabda

Nabi saw., “Wajib atas orang muslim untuk mendengar dan taat

terhadap apa yang ia sukai atau tidak ia sukai, asalkan tidak

diperintahkan berbuat maksiat. Apabila diperintahkan kepada maksiat,

maka tidak boleh mendengar dan menaatinya sama sekali.” 126

Imam Muslim meriwayatkan dari Ummul Hashiin, sabda Nabi


saw., “Seandainya seorang budak diangkat sebagaipemimpinmu
untuk memimpin kamu dengan kitab Allah, maka dengarkan dan
taatilah dia!” 127

Dengan demikian, berarti Islam menjadikan setiap orang sebagai

pemegang amanat terhadap sayariat Allah dan Sunnah Rasul-Nya,

imannya sendiri dan agamanya, diri dan akalnya, dan mengenai posisinya

di dunia dan di akhirat. Islam tidak menjadikan manusia sebagai binatang

dalam komunitasnya, yang digertak dahulu dari sana-sini baru mau

mendengar dan mematuhi. 128

Maka, manhaj Islam begitu jelas, batas-batas ketaatan pun begitu

terang. Syariat yang wajib ditaati dan sunnah yang wajib diikuti hanya

satu, tidak berbilang jumlahnya, tidak terpecah-pecah, dan tidak

membingungkan orang dengan berbagai macam dugaanya.Ini mengenai

masalah yang tedapat nashnya yang sharih. Sedangkan mengenai

125
Sayyid Quthb, Tafsirfi Zhilalil Qur’an, Jilid 2,… hlm. 400
126
Sayyid Quthb, Tafsirfi Zhilalil Qur’an, Jilid 2,… hlm. 400
127
Sayyid Quthb, Tafsirfi Zhilalil Qur’an, Jilid 2,… hlm. 400
128
Sayyid Quthb, Tafsirfi Zhilalil Qur’an, Jilid 2,… hlm. 401
61
masalah-masalah yang tidak terdapat nashnya, dan persoalan-persoalan

yang berkembang seiring dengan perkembangan waktu dan kebutuhan

manusia serta perbedaan lingkungan yang dalam hal ini tidak terdapat

nash qath’i yang mengaturnya, atau tidak terdapat nash secara mutlak,

yang di dalam menentukannya terdapat perbedaan pendapat dan

pemikiran, maka hal itu tidak dibiarkan terombang-ambing, tidak

dibiarkan tanpa timbangan, tidak dibiarkan tanpa ada metode yang dapat

digunakan untuk memecahkan hukum dan pengembangannya. Nash yang

pendek ini telah meletakan manhaj ijtihad dalam menghadapi semua itu,

telah menentukan batas-batasnya, dan telah menetapkan ”Prinsip”

berijtihad untuk menggali hukumnya. 129

“kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatum maka


kembalikanlah ia kepada Allah (Alquran) dan Rasul (Sunnahnya).”
130

Kembalikanlah persoalan itu kepada nash-nash yang ia termasuk

dalam kandungannya, kalau tidak didapati nash yang demikian, maka

kembalikanlah kepada prinsip-prinsip umum di manhaj Allah dan

syariat-Nya. Persoalan ini tidak mengambang, tidak amburadul, dan tidak

samar-samar yang membingungkan pikiran sebagaimana yang dikatakan

oleh sebagian manusia yang hendak melakukan tipu daya. Di dalam

agam Islam, terdapat prinsip-prinsip dasar yang sangat jelas, yang

meliputi segala aspek kehidupan pokok manusia. Sehingga, tidak ada

kesamaran bagi hati nurani orang muslim yang komitmen terhadap


129
Sayyid Quthb, Tafsirfi Zhilalil Qur’an, Jilid 2,… hlm. 400
130
Sayyid Quthb, Tafsirfi Zhilalil Qur’an, Jilid 2,… hlm. 400
62
pertimbangan agama ini. 131

“jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari


kemudian.” 132
Taat kepada Allah, Rasul dan ulil amri yang beriman dan

menegakan syariat Allah dan Sunnah Rasul, serta mengembalikan

persoalan yang perselisihkan kepada Allah (alquran) dan Rasul (As-

Sunnah), merupakan syarat beriman kepada Allah dan hari akhir,

sebagaimana ia juga merupakan konsekuensi beriman kepada Allah dan

hari akhir itu. Maka, tidak ada iman bagi orang yang kehilangan syarat

ini. Juga tidak ada iman kalau tidak ada pengaruhnya yang kuat bagi

yang bersangkutan. Setelah nash ini meletakan masalah tersebut dalam

posisi sebagai sayarat, maka pada kali lain dikemukakannya dalam

bentuk nasihat, untuk menggemarkan dan menimbulkan kesenangan

dalam hal ini sebagaimana dalam menunaikan ammanat dan menegakkan

keadilan. 133

“Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik


akibatnya.” 134

Lebih utama di dunia dan akhirat dan lebih baik akibatnya di dunia

dan akhirat. Makam, masalahnya bukan hanya mengikuti manhaj ini

akan mendapatkan ridha Allah dan pada akhirat, sesuati yang besar dan

agung, melainkan juga akan menimbulkan kebaikan dunia, baik bagi

pribadi maupun masyarakat dalam kehidupan yang sementara ini. 135


131
Sayyid Quthb, Tafsirfi Zhilalil Qur’an, Jilid 2,… hlm. 401
132
Sayyid Quthb, Tafsirfi Zhilalil Qur’an, Jilid 2,… hlm. 401
133
Sayyid Quthb, Tafsirfi Zhilalil Qur’an, Jilid 2,… hlm. 401
134
Sayyid Quthb, Tafsirfi Zhilalil Qur’an, Jilid 2,… hlm. 401
135
Sayyid Quthb, Tafsirfi Zhilalil Qur’an, Jilid 2,… hlm. 401
63
Maka manhaj ini ialah manusia akan dapat menikmati kelebihan

kelebihan manhaj yang dibuat oleh Allah untuk mereka. Yaitu, manhaj

ciptaan Allah Sang Maha Pencipta Yang Maha Bijaksana lagi Maha

Mengetahui dan Maha waspada, manhaj yang bebas dari kebodohan,

hawa nafsu, kelemahan, dan syahwat manusia. Manhaj yang tidak

mengenal pilih kasih terhadap orang, kelas, bangsa, jenos dan generasi

tertentu, karena Allah adalah Tuhan bagi semuanya. Sehingga tidak

terkontaminasi oleh keinginan berpilih kasih terhadap orang tertentu,

bangsa, jenis atau generasi tertentu. Maha suci Allah dari semua itu !. 136

Di antara keistimewaan manhaj ini adalah bahwa ia diciptakan oleh

pencipta manusia. Pencipta yang mengetahui hakikat fitrah manusia, dan

kebutuhan-kebutuhan hakikiki fitrah ini. Sebagaimana dia mengetahui

keinginan- keinginan dan kerinduan jiwa serta perkembangannya. Juga

sebagaimana dia mengerti bagaimana cara berbicara kepadanya dan cara

memperbaikinya. Maka, tidaklah dia meraba-raba mahasuci Allah dari

yang demikian itu-dalam uji coba untuk mencari manhaj yang cocok. Dia

tidak membebani manusia untuk membayar mahal uji coba yang keras

ini, ketika merka meraba-raba dalam kebingungan tanpa petunjuk.

Cukuplah bagi mereka melakukan percobaab dalam berkreasi dan

berinovasi dalam urusan duniawi yang mereka kehendaki, karena ini

merupakan lapangan yang luas sekali bagi akal pikiran manusia. Cukup

pula bagi akal mereka untuk menerapkan manhaj ini, dan melakukan

136
Sayyid Quthb, Tafsirfi Zhilalil Qur’an, Jilid 2,… hlm. 401
64
analogi (qiyas) dan ijtihad mengenai hal-hal yang diperselisihkan oleh

pikiran. 137

Di antara keistimewaan manhaj ini lagi adalah bahwa penciptanya

adalah pencipta alam semesta ini, tempat manusia hidup di dalamnya.

Maka, dia menjamin bagi manusia manhaj yang sesuai dengan kaidah-

kadiah undang-undang alam semesta, sehingga tidak berbenturan dengan

undang-undang alam, bahkan sebalinya saling menegrti, melengkapi dan

memberi manfaat. Manhaj ini membimbing dan memelihara semua itu.


138

Keistimewaanya lagi bahwa manhaj ini juga memuliakan dan

menghormati manusia pada waktu membimbing dan memelihara mereka.

Manhaj ini pun memberikan tempat bagi akal manusia untuk berbuat di

dalamnya, yaitu diberinya tempat untuk berijtihad di dalam memahami

nash-nasg yang ada, kemudian berijtihad untuk mengembalikan suatu

persoalan yang tidak ada nashnya kepada nash-nash atau prinsip-prinsip

umum agama Islam. Begitulah manhaj ini menempatkan akal manusia, di

samping lapangan pokoknya yang menjadi bidang garapan akal manusia.

Yaitu, melakukan inovasi-inovasi dan kreasi dalam masalah material.

“Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik


akibatnya.”
Maha benar Allah, Yang Maha Agung. 139

3. Analisis penafsiran ketaatan kepada ulil amri dalam perspektif


Sayyid Quthb dalam QS. An-Nisa [4] Ayat 59
137
Sayyid Quthb, Tafsirfi Zhilalil Qur’an, Jilid 2, hlm,… hlm. 401
138
Sayyid Quthb, Tafsirfi Zhilalil Qur’an, Jilid 2, hlm,… hlm. 401
139
Sayyid Quthb, Tafsirfi Zhilalil Qur’an, Jilid 2, hlm. 399-401
65
Sayyid Quthb memaknai ayat di atas adalah kewajiban untuk

mentaati perintah Allah SWT. Diantara hak prerogatif uluhiyyah ialah

membuat syariat. Maka, syariat-Nya wajib dilaksanakan. Orang-orang

yang beriman wajib taat kepada Allah sejak semula dan wajib taat pula

kepada Rasulullah SAW karena tugasnya itu, yaitu tugas yang ditaati

risalah dari Allah. Karena itu, menaati Rasul berarti menaati Allah yang

telah mengutusnya untuk membawa syariat dan menjelaskannya kepada

manusia di dalam sunnahnya. Sunnah dan keputusan beliau di dalam hal

ini, adalah bagian dari syariat Allah yang wajib dilaksanakan. Iman itu

ada atau tidak adanya bergantung pada ketaatan dan pelaksanaan syariat

ini, Adapun mengenai ulilamri, nash tersebut menjelaskan siapa mereka

itu, “Serta uiil amri diantara kamu.”

Menurut Sayyid Quthb, maksud dari ulil amri adalah dari kalangan

orang-orang mukmin sendiri, yang telah memenuhi syariat iman dan

batasan Islam yang dijelaskan dalam ayat ini itu, yaitu ulil amri yang taat

kepada Allah dan Rasul. Ulil amri yang mengesakan Allah SWT sebagai

pemilik kedaulatan hukum dan hak membuat syariat bagi seluruh

manusia, menerima hukum dari-Nya saja (sebagai sumber dari segala

sumber hukum) sebagaimana ditetapkan dalam nash, dan mengembalikan

kepada-Nya segala urusan yang diperselisihkan oleh akal pikiran dan

pemahaman mereka yang tidak terdapat nash padanya untuk menetapkan

prinsip- prinsip umum yang terdapat dalam nash. Ulil amri juga bukan

orang-orang elite yang dikenal dalam fiqh dengan sebutan fuqaha atau
66
mujuhidin yang mereka harus menguasai sejumlah disiplin ilmu bahasa

dan ilmu-ilmu al-Qur’an dan hadis. Sebab pengetahuan mereka atau tidak

sampai kepada sisi ini dan tidak biasa meneliti untuk mengetahui

sebagian besar urusan-urusan umum, seperti urusan perdamaian,

pertanian, perdagangan, industri dan lain sebagainya. Memang benar

adanya, bahwa mereka (ulil amri) mempunyai bidang khusus yang dapat

mereka ketahui dengan sebenar-benarnya pengetahuan. Mereka ahli dan

ulil amri di bidangnya tersebut. Di sini ada tiga macam ulil amri:

Pertama, ahli pikir dalam perkara-perkara rakyat yang telah

dipercaya dan dipilih untuk itu. Mereka memutar pikiran sesuai prinsip

musyawarah dan suara banyak. Kedua, umara dan para penguasa. Ketiga,

para mufti yang menjadi rujukan dalam hal-hal yang berhubungan

dengan perundang-undangan tentang halal dan haram. Mereka adalah

orang-orang yang menghukumkan siapa saja yang bertikai dalam segala

perkara dengan mengembalikan perkara tersebut kepada Allah SWT dan

para Rasul-Nya, sebagaimana yang difirmankan Allah SWT dalam al-

Nisa’: 59, artinya bisa menimbang permasalahan yang diperdebatkan itu

atas kaidah-kaidah dan hukum-hukum menyeluruh yang diambil dari al-

Qur’an dan Hadith.

Sayyid Quthb memaknai ayat 59 ini bahwa, nash di atas

menetapkan bahwa taat kepada Allah SWT adalah merupakan pokok.

Demikian juga taat kepada Rasul, karena beliau adalah diutus oleh Allah.

Sedangkan, taat kepeda ulil amri minkum hanya mengikuti ketaatan


67
kepada Allah dan Rasul. Karena itulah, lafal taat tidak diulangi ketika

menyebut ulil amri, sebagaimana ia diulangi ketika menyebut Rasul

SAW, untuk menetapkan bahwa taat kepada ulil amri ini merupakan

pengembangan dari taat kepada Allah dan Rasul, sesudah menetapkan

bahwa ulil amri itu adalah “minkum’ dari kalangan kamu sendiri dengan

catatan dia beriman dan memenuhi syarat-syarat iman.

Mentaati ulil amri minkum sesudah semua ketetapan ini adalah

dalam batas- batas yang makruf dan sesuai dengan syariat Allah, dan

dalam hal yang tidak terdapat nash yang mengharamkannya. Juga tidak

dalam hal-hal yang diharamkan menurut prinsip-prinsip syariat, ketika

terjadi perbedaan pendapat. Al-Sunnah telah menetapkan batas-batas

ketaatan kepada ulil amri ini dengan cara yang pasti dan meyakinkan.

Dengan demikian, Islam menjadikan setiap orang sebagai

pemegang amanat terhadap syariat Allah dan Rasul-Nya, dengan iman

dan akalnya, dan mengenai posisinya di dunia dan di akhirat. Maka,

Islam tidak menjadikan manusia sebagai binatang dalam komunitasnya.

Islam begitu jelas, dalam batas-batas ketaatan. Syariat yang wajib ditaati

dan sunnah yang wajib diikuti hanya satu.

Menurut Sayyid Quthb, mengenai masalah yang terdapat nashnya

yang sharih. Sedangkan mengenai maslah-masalah yang tidak terdapat

nashnya, dan persoalan- persoalan yang berkembang seiring dengan

perkembangan waktu dan kebutuhan manusia serta perbedaan lingkungan

yang dalam hal ini, tidak terdapat nash qathii yang mengaturnya atau
68
tidak terdapat nash secara mutlak. Namun, yang bisa menentukan kepada

perbedaan pendapat dan pemikiran, maka hal itu tidak dibiarkan

terombang-ambing, dalam hal ini membutuhkan pertimbangan, dan

dengan metode yang digunakan untuk memecahkan hukum. Menurut

Sayyid Quthb, dalam Nash yang ini telah meletakkan manhaj ijtihad

dalam menghadapi semua ini, telah menentukan batas-batasnya, dan

telah menetapkan “prinsip” berijtihad untuk menggali hukumnya.

Taat kepada Allah SWT, Rasul, dan Ulil amri, yang beriman dan

menegakkan syariat Allah dan Sunnah Rasul, mengembalikan persoalan

yang diperselisihkan kepada Allah (al-Qur’an) dan Rasul (Hai), ini

merupakan syariat beriman kepada Allah dan hari akhir, sebagaimana

telah dijelaskan bahwa, konsekuensi beriman kepada Allah dan hari akhir

itu. Maka, tidak ada iman kalau tidak ada pengaruhnya kuat bagi yang

bersangkutan.

Sayyid Quthb, meletakkan nash ini dalam masalah tersebut dalam

posisi sebagai syarat, maka pada kali lain dikemukakannya dalam bentuk

nasehat, untuk menggemarkan dan menimbulkan kesenangan dalam hal

ini sebagaimana dalam menunaikan amanat dan menegakkan keadilan.

Di sini dinilai bahwa, antara dunia dan akhirat sama-sama baik tetapi,

masalahnya bukan hanya mengikuti manhaj yang Allah kehendaki.

Namun, bagaimana cara mendapatkan ridha dari Allah SWT dan pahala

akhirat, itu sebuah keagungan Allah kepada hambanya, tapi bukan itu

saja melainkan menimbulkan kebaikan di dunia, baik secara pribadi


69
ataupun masyarakat dalam kehidupan yang fana’ ini.

B. Kriteria pemimpin menurut pandangan Sayyid Quthb


Sejalan dengan ketaatan pada pemimpin atau ulil amri, peneliti

mengkaji lebih dalam tentang pemimpin, hingga melahirkan pertanyaan

baru, bagaimana kriteriaa pemimpin menurut pandangan sayyid quthb,

tentunya begitu luas kajian sayyid quthb tentang pemimpin dalam kitab fi

zilalil qur’an, sehingga peneliti berusaha mengumpulkan ayat-ayat terkait

dengan tema kriteria pemimpin tersebut, , lalu menganalisanya dalam

bentuk tabel diujung pembahasan ini, sebagai berikut :

       


       
     
          
       
      
       
     
Artinya :Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat:
"Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di
muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak
menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat
kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami
senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan
Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui
apa yang tidak kamu ketahui.". (Q.S Al-Baqarah ayat 30).140
Marilah kita perhatikan kisan nabi Adam, sebagaimana disebutkan

di sini, dengan bingkai penjelasan ini. Konteksnya-sebagaimana

dikatakan di muka adalah menampilkan parade kehidupan, bahkan


140
Sayyid Quthb, Tafsir fi Zhilalil Qur’an, Jilid 2,… hlm. 66
70
parade alam wujud secara kesulurhan. Kemudan membicarakan bumi,

dalam rangka menampakan nikmat-nikmat Allah kepada manusia, dan

menetapkan bahwa Allah menciptakan segala sesuatu yang ada di bumi

ini untuk manusia. Di sini, dalam suasana ini datanglah kisah penciptaan

Adam untuk menjadai Khalifah di Bumi, dan diberikan kepadanya kunci-

kuncinya menurut perjanjian dan persyaratan dari Allah, serta diberi-Nya

pengetahuan untuk menjalankan kekhalifahan ini. Seperti didahuluinya

pembicaraan tentang pemberian kedudukan (kekhalifahan) kepada Bani

Israel di muka bumi dengan perjanjian Allah, kemudian dilepaskannya

mereka dari kekhalifahan ini dan diserahkannya kunci-kuncinya kepada

umat muslim yang menunaikan perjanjian Allah (sebagaimana akan

disebutkan). Dengan demikian, sangat relevanlah pemaparan kisah ini

dengan suasana yang melatar belakanginya. 141

“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat,


sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka
bumi.” 142

Kalau begitu, ini adalah kehendak yang luhur, yang hendak

menyerahkan pengendalian bumi ini kepada makhluk yang baru. Dan,

diserahkan kepadanya pelaksanaan kehendak Sang Maha pencipta di dalam

menciptakan dan mengadakan, menguraikan dan menyusun, memutar dan

menukar, dan menggali apa yang ada di Bumi ini baik serupa kekuatan,

potensi, kandungan maupun bahan- bahan mentahnya. Serta menundukkan

semuanya itu dengan izini Allah-untuk tugas besar yang diserahkan Allah
141
Sayyid Quthb, Tafsir fi Zhilalil Qur’an, Jilid 2,… hlm. 66
142
Sayyid Quthb, Tafsir fi Zhilalil Qur’an, Jilid 2,… hlm. 66
71
kepadanya. 143

Kalau begitu, dia telah memberikan banyak potensi kepada makhluk

juga telah memberinya persiapan-perisapan memadai yang tersimpan di

dalam bumi ini yang berupa kekuatan-kekuatan dan potensi-potensi,

perbendaharaan dan bahan-bahan mentah; dan diberinya kekuatan

tersembunyi yang dapat merealisasikan kehendak Ilahiah. 144

Kalau begitu, di sana terdapat kesatuan dan keharmonisan antara

undang- undang yang mengatur bumi dan seluruh alam, dan undang-undang

yang mengatur makhluk (manusia) ini dengan segala kekuatan dan

potensinya. Sehingga, tidak terjadi benturan antara undang-undang yang ini

dan yang itu, dan potensi manusia tidak hancur di dalam menghadapo batu

besar alam semesta. Semua ini adalah sebagian pengarahan dari ungkapan

kalimat yang luhur dan mulia,145

”'sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka


bumi” 146

ketika kita merenungkannya sekarang dengan perasaan yang sadar,

mata hati yang terbuka, dan melihat apa yang terjadi di muka bumi melalui

tangan makhluk yang menjadi khalifah dalam kerajaan yang luas ini.

”mengapa engkau hendak menjadikan (khalifah) di muka bumi itu


orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan
darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji engkau dan
menyucikan engkau?” 147
Perkataan malaikat ini memberikan kesan bahwa mereka mempunyai

143
Sayyid Quthb, Tafsir fi Zhilalil Qur’an, Jilid 2,… hlm. 66
144
Sayyid Quthb, Tafsir fi Zhilalil Qur’an, Jilid 2,… hlm. 67
145
Sayyid Quthb, Tafsir fi Zhilalil Qur’an, Jilid 2,… hlm. 67
146
Sayyid Quthb, Tafsir fi Zhilalil Qur’an, Jilid 2,… hlm. 67
147
Sayyid Quthb, Tafsir fi Zhilalil Qur’an, Jilid 2,… hlm. 67
72
bukti- bukti keadaan, atau berdasarkan pengalaman masa lalunya di bumi,

atau dengan ilham pandangan batinnya, yang menyingkap sedikit tentang

tabiat makhluk ini atau tentang tuntutan hidupnya di muka bumi, dan yang

menjadikan mereka mengetahui atau memprediksi bahwa makhluk

(manusia) ini kelak akan membuat kerusakan di bumi dan menumpahkan

darah. Selanjutnya mereka dengan fitrahnya sebagai malaikat suci yang

tidak tergambar olehnya kecuali kebaikan yang mutlak dan kepatuhan yang

menyeluruh memandang tasbih dengan memuji Allah dan menyucikan-Nya

itu sajalah yang menjadi tujuan mutlak penciptaan alam ini, dan in sajalah

alasan utama penciptaan makhluk. Hal yang demikian ini telah terealisasi

dengan keberadaan mereka, yang senantiasa bertasbih dengan memuji Allah

dan menyucikan-Nya, serta senantiasa beribadah kepada-Nya dengan tiada

merasa letih. 148

Sungguh samar bagi mereka hikmah kehendak yang sangat tinggi di

dalam membangun dan memakmurkan bumi ini, di dalam mengembangkan

kehidupan dan memvariasikanya, dan di dalam merealisasikan kehendak

Sang Maha Pencipta dan undang-undang alam di dalam perkembangan,

peningkatannya, dan penegakannya di tangan khalifah-Nya di muka bumi.

Makhluk (manusia) ini kadang-kadang membuat kerusakan dan adakalnya

menumpahkan darah, agar di balik keburukan parsial ini terwujud kebaikan

yang lebih besar dan lebih luas, kebaikan pertumbuhan yang abadi,

kebaikan perkembangan yang konstan, kebaikan gerakan perusakan dan

148
Sayyid Quthb, Tafsir fi Zhilalil Qur’an, Jilid 2,… hlm. 67
73
pembangunan, kebaikan usaha-usaha dan penelitian yang tak pernah

berhenti, dan perubahan serta perkembangan di dalam kerajaan besar (alam

semesta) ini.. 149

         


        
       
     

Artinya: Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang


keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya.
dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan ulil
Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin
mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari
mereka (rasul dan ulil Amri). kalau tidaklah Karena karunia
dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut
syaitan, kecuali sebahagian kecil saja (di antaramu). (QS.
An-Nisa [4] Ayat 83.)150
Gambaran yang dilukiskan oleh nash ini adalah gambaran yang umum

pada pasukan Islam, yang jiwanya belum sadar berorganisasi, dan belum

mengetahui nilai penyebaran berita yang dapat menggoncangkan barisan

laskar dengan segala akibatnya yang kadang-kadang fatal. Karena, mereka

belum perpengalaman menghadapi berbagai peristiwa, belum mengerti

pentingnya menentukan sikap, dan belum mengerti bahwa suatu kalimat

yang dilontarkan oleh mulut itu kadang- kadang menimbulkan akibat yang

fatal terhdadap dirinya sendiri dan jamaahnya yang tidak diduga

sebelumnya sama sekali dan tidak terantisipasi apa yang bakal terjadi

sesudahnya. Atau, boleh jadi karena mereka tidak menyadari bagaimana

149
Sayyid Quthb, Tafsir fi Zhilalil Qur’an, Jilid 2,… hlm. 67
150
Sayyid Quthb, Tafsir fi Zhilalil Qur’an, Jilid 2, … hlm. 38
74
loyalitas yang sebenarnya dan utuh terhadap pasukannya. 151

Hal itu menggambarkan kondisi laskar yang belum matang

organisasinya atau belum sempurna kesetiaanya kepada pemimpinnya, atau

karena kedua-duanya sekaligus. Sifat demikian ini tampak terjadi pada

masyarakat muslim ketika itu, karena berbeda-bedanya tingkat keimanan,

pengetahuan, dan kesetiaan mereka. Kegoncangan inilah yang hendak

dipecahkan oleh Alquran dengan manhaj Rabbani-nya. Alquran

menunjukan kaum muslimin kepada jalan yang benar. 152

“Kalau mereka menyerahkan kepada Rasul dan Ulil Amri di antara


mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenaraanya
(akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasuk dan Ulil Amri)” 153

Maksudnya, kalau mereka menyerahlan informasi tentang keamanan

atau ketakutan itu kepada Rasulullah saw, apabila bersama mereka, atau

kepada pemimpin-pemimpin mereka yang beriman, niscaya akan diketahui

hakikatnya oleh orang-orang yang mampu menganalisis hakikat ini dan

menggalinya dari celah-celah informasi yang saling bertentangan dan

tumpang tindih. 154

Maka, tugas penting seorang tentara yang baik di tengah pasukan

muslim, yang dipimpin seorang komandan yang beriman-dengan syarat

beriman saja-ketika sampai di telinganya suatu informasi, ialah segera

menyampaikannya kepada Nabinya atau komandannya bukan memindahkan

dan menye barkannya di antara teman-temannya, atau di antara orang-orang


151
Sayyid Quthb, Tafsir fi Zhilalil Qur’an, Jilid 2, …hlm. 38
152
Sayyid Quthb, Tafsir fi Zhilalil Qur’an, Jilid 2, …hlm. 38
153
Sayyid Quthb, Tafsir fi Zhilalil Qur’an, Jilid 2,… hlm, 38
154
Sayyid Quthb, Tafsir fi Zhilalil Qur’an, Jilid 2,… hlm, 38
75
yang tidak ada perhatian terhadapnya. Karena, pemimpin yang beriman

itulah yang ber- wenang untuk menganalisa aya dan menggali haki- katnya,

sebagaimana ia berwenang menentukan tindakan mana yang dianggap

penting. Apakah perlu menyebarluaskan informasi tersebut, setelah benar-

benar mantap, atau tidak perlu menyebarluaskannya. 155

Demikianlah Al-Qur'an memberikan pendidikan, ditanamkannya

kepercayaan dan kesetiaan kepada pemimpin yang beriman, dan

diajarkannya kedisip linan tentara dalam sebuah ayat, bahkan sebagian ayat.

Maka, permulaan ayat melukiskan gambaran yang menjijikkan bagi seorang

tentara, yaitu mene- rima berita tentang keamanan atau ketakutan, lantas

membawanya dan menyebarkannya ke sana ke mari tanpa mencari

kebenaran dan menyeleksinya, serta tanpa menyerahkannya kepada

pimpinan. Bagian pertengahan ayat mengajarkan tata krama itu. Bagian

akhir ayat menghubungkan hati dengan Allah dalam menghadapi kasus

seperti ini, mengingatkannya kepada karunia-Nya, dan menggerakkannya

untuk bersyukur atas karunia-Nya itu, serta diwanti-wanti- nya mereka agar

jangan mengikuti setan yang selalu memasang perangkap dan mengintai

kesempatan, yang dijamin akan dapat merusak hati seandainya tidak ada

karunia dan rahmat Allah. 156

“...kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu,


tentulah kamu mengikut setan, kecuali sebagian kecil saja (dia
antaramu)...” 157

155
Sayyid Quthb, Tafsir fi Zhilalil Qur’an, Jilid 2, hlm,…39
156
Sayyid Quthb, Tafsir fi Zhilalil Qur’an, Jilid 2,.. hlm. 39
157
Sayyid Quthb, Tafsir fi Zhilalil Qur’an, Jilid 2,...hlm. 39
76
Satu ayat ini mengandung seluruh muatan, yang membicarakan

persoalan dari berbagai seginya, yang meraskuk ke dalam hati dan nurani,

dengan pengarahan dan pengajarannya. Hal ini terjadi karena Alquran itu

dari sisi Allah, “kalau kiranya Alquran itu bukan dari sisi Allah, tentulah

mereka menemukan pertentangan yang banyak di dalamnya.” 158

      


       
         
      
Artinya: Hai Daud, Sesungguhnya kami menjadikan kamu khalifah
(penguasa) di muka bumi, Maka berilah Keputusan (perkara)
di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu
mengikuti hawa nafsu, Karena ia akan menyesatkan kamu
dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat
darin jalan Allah akan mendapat azab yang berat, Karena
mereka melupakan hari perhitungan. (Q.S Shad ayat 26).159

Itu adalah kekhalifahan di muka bumi, memutuskan hukum di anatar

manusia dengan benar, dan tidak mengikuti hawa nafsu. Dan mengikuti

hawa nafsu-yang berkaitan dengan Nabi-bermakna terpengaruh emosi yang

pertama setelah mendengar kata-kta pihak pertama yang melaporkan

kasusnya kepadanya, dengan tidak mencari-cari dan meyelidiki kebenaran

yang sesungguhnya. Sehingga, mengantarkannya terseret dalam masalah itu

hingga sampai kepada kesesatan. Sedangkan, setelah aya yang

menggambarkan akibat dari kesesatan adalah tentang hukum yang umum

dan mutlak atas hasil-hasil kesesatan dari jalan Allah. Yaitu, Allah tidak

158
Sayyid Quthb, Tafsir fi Zhilalil Qur’an, Jilid 2,...hlm. 39
159
Sayyid Quthb, Tafsir fi Zhilalil Qur’an, Jilid 5,…hlm. 43
77
mengacuhkanya dan orang itu pun mendapatkan azab yang pedih pada hari

perhitungan. 160

Salah satu bentuk perhatian Allah terhadap Nabi Dawud adalah dia

mengingatkannya pada kesempatan yang pertama. Juga mengembalikannya

ke jalan yang benar, segera setelah ada tanda kecenderungan meyimpang

pada dirinya. Lalu, memperingatkannya akan akhir yang jauh. Sementara ia

belum melangkah satu langkah pun ke arah sesuatu yang terlarang itu! Itu

merupakan anugerah Allah bagi orang-orang yang terpilih dari sekian

hamba-Nya. Mereka itu dengan sifat kemanusiaannya bisa saja langkah

mereka terbentur sesuatu rintangan. Tapi, Allah segera mengampuninya,

menyelamatkannya, mengajarkannya, memberikannya taufik untuk

bertobat, menerima tobatnya, dan memberikannya pelbagai anugerah setelah

cobaan. 161

       


      
        
     
Artinya : Apakah kamu (Tidak percaya) dan heran bahwa datang
kepadamu peringatan dari Tuhanmu yang dibawa oleh
seorang laki-laki di antaramu untuk memberi peringatan
kepadamu? dan ingatlah oleh kamu sekalian di waktu Allah
menjadikan kamu sebagai pengganti-pengganti (yang
berkuasa) sesudah lenyapnya kaum Nuh, dan Tuhan Telah
melebihkan kekuatan tubuh dan perawakanmu (daripada
kaum Nuh itu). Maka ingatlah nikmat-nikmat Allah supaya
kamu mendapat keberuntungan (Q.S Al-A’raf ayat 69).162

160
Sayyid Quthb, Tafsir fi Zhilalil Qur’an, Jilid 5,…hlm. 43
161
Sayyid Quthb, Tafsir fi Zhilalil Qur’an, Jilid 5,…hlm. 43
162
Sayyid Quthb, Tafsir fi Zhilalil Qur’an,…hlm. 341
78
Kemudian ia mengingatkan pula kepada mereka mengenai kelebihan-

kelebihan yang diberikan Allah kepada mereka dengan menjadikan mereka

sebagai pengganti-pengganti orang yang berkuasa sesudah kamu Nuh.

Diberi-nya mereka fisik yang kuat dan besar sehingga dapat mendaya

gunakan tanah perbukitan. Diberikan-Nya pula mereka kekuasaan dan

keperkasaan. 163

“Dan ingatlah oleh kamu sekalian di waktu Allah menjadikan kamu


sebagai pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah lenyapnya
kaum Nuh, dan Tuhan teah melebihkan kekuatan tubuh dan
perawakan (dari pada Kaum Nuh itu). Maka ingatlah nikmat-nikmat
Allah supaya kamu mendapat keberuntungan. 164
Dengan diberinya kekuasaan dan kekuatan serta kelapangan ini, sudah

tentu mereka wajib mensyukuri nikmat ini, jangan sombong. Juga supaya

menjaga diri agar tidak mengalami seperti apa yang dialami oleh orang-

orang terdahulu. Akan tetapi, mereka tidak mengiraukan ketetapan Allah

bahwa sunnah-Nya akan berlaku tanpa pernah berganti, sesuai dengan

undang-undang alam yang diciptakan-Nya, dan dengan kadar yang telah

ditentukan. Penyebutan nikmat-nikmat ini mengisyaratkan agar mereka

mensyukurinya. Konsekuensinya adalah dengan memelihara sebab-sebanya.

Dengan demikian, mereka akan mendapatkan keberuntungan di dunia dan di

akhirat. 165

Akan tetapi, apabila fitrah sudah menyimpang, tidak berpikir normal,

tidak mau merenungkan, dan tidak mau sadar, sebagimana keadaan para

petinggi kaum Ad ini, maka bangkitlah kesombongan mereka untuk berbuat


163
Sayyid Quthb, Tafsir fi Zhilalil Qur’an,…hlm. 341
164
Sayyid Quthb, Tafsir fi Zhilalil Qur’an,…hlm. 341
165
Sayyid Quthb, Tafsir fi Zhilalil Qur’an,…hlm. 341
79
dosa. Sehingga, mereka putuskan dialog, dan mereka meminta agar segera

didatangkan azab sebagai pelecehan terhadap orang yang memberi nasihat

dan pengabaian terhadap peringatan. 166

      


      
      
     
Artinya: Dan ingatlah olehmu di waktu Tuhan menjadikam kamu
pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah kaum 'Aad
dan memberikan tempat bagimu di bumi. kamu dirikan
istana-istana di tanah-tanahnya yang datar dan kamu pahat
gunung-gunungnya untuk dijadikan rumah; Maka ingatlah
nikmat-nikmat Allah dan janganlah kamu merajalela di muka
bumi membuat kerusakan. (Q.S Al-A’raf ayat 74).167

Dalam rangkaian ayat ini tidak disebutkan di mana negeri kaum

Tsamud itu. Tetapi, di dalam surah lain disebutkan bahwa mereka bertempat

tinggal di batu batu gunung di antara Hijaz dan Syam... 168

Kita menangkap isyarat dari peringatan Nabi Shaleh kepada mereka,

bekas- bekas kenikmatan dan kekuasaan yang diberikan kepada kaum

Tsamud di muka bumi, sebagaimana kita menangkap isyarat tentang

karakteristik daerah tempat mereka hidup. Dari isyarat itu kita menangkap

kesan bahwa tempat tinggal mereka berada di dataran rendah dan daerah

pegunungan. Mereka membuat gedung-gedung dan istana di dataran rendah,

dan memahat gunung-gunung untuk menjadi perumahan. Nah, ini jelas

merupakan kemajuan pembangunan yang jelas tanda- tandanya yang


166
Sayyid Quthb, Tafsir fi Zhilalil Qur’an,…hlm. 341
167
Sayyid Quthb, Tafsir fi Zhilalil Qur’an Jilid 8,… hlm. 344
168
Sayyid Quthb, Tafsir fi Zhilalil Qur’an Jilid 8,… hlm. 344
80
diungkapkan dalam nash yang pendek ini. 169

Nabi Shaleh mengingatkan kepada mereka terhadap kenikmatan Allah

yang telah menjadikan mereka sebagai pengganti sesudah musnahnya kaum

Ad, meskipun negeri tempat tinggalnya tidak sama. Akan tetapi tampak

bahwa mereka memiliki kemajuan pembangunan yang tercatat dalam

sejarah sesudah kaum Ad. Kekuasaan mereka juga berkembang sampai ke

Luar kawasan batu-batu gunung (pegunungan). 170

Dengan demikian, mereka menjadi khalifah yang berkuasa di muka

bumi dan memerintah di sana. Maka, Nabi sahleh melarang mereka

melakukan perusakan di muka bumi karena terperdaya oleh kekuatan dan

kekuasaanya. Sedangkan, di depan mereka terdapat pelajaran yang serupa

contoh tentang kaum Ad yang telah berlalu. 171

      


        
  
Artinya :Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang
dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang
menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu
(manusia) sebagai khalifah di bumi? apakah disamping Allah
ada Tuhan (yang lain)? amat sedikitlah kamu
mengingati(Nya) (Q.S An-Naml ayat 62).172
Siapa yang menjadikan manusia sebagai khalifah di muka bumi ?

bukankah Allah telah menjadikan jenis pertama manusia sebagi khalifah

pertama, kemudian meneruskannya kepada generasi ke generasi yang silih

169
Sayyid Quthb, Tafsir fi Zhilalil Qur’an Jilid 8,… hlm. 344
170
Sayyid Quthb, Tafsir fi Zhilalil Qur’an, Jilid 8,…hlm. 344
171
Sayyid Quthb, Tafsir fi Zhilalil Qur’an, Jilid 8,… hlm. 344
172
Sayyid Quthb, Tafsirfi Zhilalil Qur’an, Jilid 8,… hlm. 420
81
beganti berkuasa di kerajaan bumi ? bukankan Allah yang telah

menciptakan mereka serasi dengan hukum- hukum dan aturan-aturan di

bumi, kemudian membekali mereka dengan keahlian dan kekuatan sehingga

dapat menopang tugas kekhalifahan mereka ? seandainya salah satu syarat

kehidupan itu rusak, maka kehidupan di bumi ini menjadi mustahil. 173

Bukankah Allah yang telah menentukan mati dan hidup,

menggantikan generasi dengan generasi yang lain sehingga bumi tidak

penuh dan sesak? Karena, pembaharuan generasilah yang membuat

pemikiran selalu baru. Sehingga, terjadi percobaan dan penelitian tanpa ada

pertentangan antar yang lama dengan yang baru melainkan dalam alam

pemikiran dan perasaan. Seandainya orang-orang terdahulu masih hidup,

maka pasti akan terjadi bentrokan dan pertentahngan. Bahkan, pasti perahu

kehidupan yang selalu mendorong kepada kemahuan akan tertahan !. 174

Sesungguhnya semua itu adalah hakikat yang ada dalam jiwa seperti

hakikat yang ada dalam jiwa seperti hakikat-hakikat yang ada di alam

semesta. Lantas siapa mendjadikan wujudnya dan menumbuhkannya?

Siapa?. 175

“...Apakah di samping Allah ada Tuhan (yang lain) ?....” 176

Sesungguhnya manusia selalu lupa dan lalai. Hakikat-hakikat yang

tersembunyi dalam jiwa yang paling dalam ini, dapat disaksikan dalam

173
Sayyid Quthb, Tafsirfi Zhilalil Qur’an, Jilid 8,… hlm. 420
174
Sayyid Quthb, Tafsirfi Zhilalil Qur’an, Jilid 8,… hlm. 420
175
Sayyid Quthb, Tafsirfi Zhilalil Qur’an Jilid 8,… hlm. 420
176
Sayyid Quthb, Tafsirfi Zhilalil Qur’an, Jilid 8,… hlm. 420
82
kehidupan yang nyata.”...Amat sedikitlah kamu mengingat(-Nya).” 177

Seandainya manusia mengingat dan merenungkan hakikat seperti ini,

pastilah ikatan dengan Allah selalu bersambung dengan fitrahnya yang

pertama, tidak akan pernah lalai dari Tuhannya dan tidak akan

menyekutukan-Nya dengan sesuatu. 178

      


        
      
Artinya: Dan dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di
bumi dan dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian
(yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa
yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat
cepat siksaan-Nya dan Sesungguhnya dia Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang.(Q.S Al-An’am ayat 165).179

Pada penutup surah dan penutup pembicaraan yang panjang ini

berkaitan dengan masalah tasyrii’ dan hikmah, datanh tasbih yang

berdentangan, dalam penyampaian yang menyenangkan bagi jiwa dan

dekat, juga dalam penjelas yang tegas dan pasti. Dan terulang penggunaan

redaksi yang penuh sugesti dalam setiap ayat itu, “katakanlah...”,

“katakanlah...”, “katakanlah...” dan kedalaman hati manusia menyentuh

dalam setiap ayat sentuhan-sentuhan yang lembut dan dalam di tempat

tauhid, yaitu tauhid shiraath (jalan) dan agama. Tauhid arah tujuan dan

gerakan. Tauhid Ilah dan Rabb. Tauhid ubudiah serta ibadah. Bersama

pandangan yang menyeluruh kepada wujud seluruhnya, sunnahnya, dan

177
Sayyid Quthb, Tafsirfi Zhilalil Qur’an, Jilid 8,… hlm. 421
178
Sayyid Quthb, Tafsirfi Zhilalil Qur’an, Jilid 8,… hlm. 421
179
Sayyid Quthb, Tafsir fi Zhilalil Qur’an, Jilid 4,… hlm. 256
83
faktor-faktor penunjangnya. 180

Apakah aku akan mencari Tuhan selain Allah, padahal kepada-Nyalah

kalian semua akan kembali dan dia akan menghisab kalian atas apa yang

kalian perselishkan itu ? pribadi. Yaitu, tidak ada seorang pun yang

menanggung kesalahan orang lain sedikit pun, dan tak ada seorang pun yang

dapat membantu orang lain sedikit pun di akhirat nanti. Alquran juga

menyebut penolakan, kekafiran dan kesesatan mereka itu, serta akibatnya

yang merugikan di akhir perjalanan. 181

Kata Al-Maqt dalam ayat tersebut bermakna kemurkaan yang sangat.

Dan, orang dimurkai dengan sangat oleh Rabbnya, kerugian apalagi yang

menunggunya? Karena kemurkaan ini sendiri sudah merupakan kerugian

yang mengalahkan semua kerugian !. 182

       


         
     
Artinya :Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan
beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim
menunaikannya. Allah berfirman: "Sesungguhnya Aku akan
menjadikanmu imam bagi seluruh manusia". Ibrahim
berkata: "(Dan saya mohon juga) dari keturunanku. Allah
berfirman: "Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim".
(Q.S Al-Baqarah ayat 124).183
Allah berfirman kepada Nabi Muhammad saw., “Ingatlah ujian Allah

terhadap Ibrahim dengan beberapa kalimat yang berupa perintah-perintah

180
Sayyid Quthb, Tafsir fi Zhilalil Qur’an, Jilid 4,… hlm. 256
181
Sayyid Quthb, Tafsir fi Zhilalil Qur’an, Jilid 4,… hlm. 256
182
Sayyid Quthb, Tafsir fi Zhilalil Qur’an, Jilid 4,… hlm. 256
183
Sayyid Quthb, Tafsir fi Zhilalil Qur’an, Jilid 2,… hlm. 136
84
dan tugas-tugas, lalu Ibrahim menunaikannya dengan setia.” Dan, Allah

telah bersaksi bagi Ibrahim di tempat lain tentang kesetiaanya menunaikan

tugas-tugas yang diberikan dan diridhai Allah, sehingga dia berhak

mendapatkan persaksian-Nya yang agaung seperti tercantum dalam surah

An-Najm ayat 37, “Dan, Ibrahim yang selalu menyempurnakan janji.”

Itulah suatu kedudukan tinggi yang telah dicapai Ibrahim, yaitu maqam

‘kedudukan’ menyempurnakan janji dan menunaikan perintah dengan

kesaksian Allah Azza wa Jalla. Padahal, manusia dengan kelemahannya dan

kekurangannya tidak dapat menunaikan janji (perintah) dengan sempurna

dan tidak dapat konsisten. 184

Ketika itu, berkahlah Ibrahim untuk mendapatkan kabar gembira atau

kepercayaan,

“Allah berfirman, ‘sesungguhnya aku akan menjadikanmu Imam bagi


seluruh manusia.” 185

“Imam” untuk menjadi panutan, yang akan membimbing manusia ke

jalan Allah dan membawa mereka kepada kebaikan. Mereka (manusia)

menjadi pengikutnya dan ia menjadi pemimpin mereka. 186

Pada waktu itu, insting kemanusiaan Ibrahim timbul, yaitu keinginan

untuk melestarikannya melalui anak cucunya. Itulah perasaan fitri yang

mendalam yang ditanamkan Allah pada fitrah manusia untuk

mengembangkan kehidupan menjadi dan menjalankannya pada jalurnya,

dan untuk menjembatani masa lalu dan masa, depannya dan supaya seluruh
184
Sayyid Quthb, Tafsir fi Zhilalil Qur’an, Jilid 2,… hlm. 136
185
Sayyid Quthb, Tafsir fi Zhilalil Qur’an, Jilid 2,… hlm. 136
186
Sayyid Quthb, Tafsir fi Zhilalil Qur’an Jilid 2,…. hlm. 136
85
generasi bantu-membantu dan tunjang-menunjang. itulah perasaan yang

sebagian manusia berusaha untuk menghancurkanya, menghambatnya, dan

membelenggunya. Padahal, perasaan itu tertanam dalam- dalam di lubuk

fitrah untuk merealisasikan tujuan jangka panjang itu. Di atas prinsip inilah

Islam menetapkan syariat kewarisan, untuk memenuhi panggilan fitrah itu

dan untuk memberikan semangat supaya beraktivitas serta mencurahkan

segenap kemampuannya. 187

Usaha-usaha yang dilakukan untuk menghancurkan kaidah ini tidak

lain berarti untuk menghancurkan fitrah dari dasarnmya. Paling tidak,

perbuatan itu adalah mengada-ada, mempersulit, dan pandangan yang

dangkal serta tindakan serampangan dalam mengobati sebagian penyakit

sosial yang menyimpang. Dan, semua obat yang berbenturan dengan fitrah

tertentu tidak akan membahagiakan dan memperbaiki, serta tidak akan

kekal. Dan, di sana ada obat lain yang dapat memperbaik penyimpangan

dengan tidak merusak fitrah. Namun, ia memerlukan petunjuk , keimanan,

pengujian yang mendalam terhadap kejiwaan, dan pemikiran yang jeli

tentang keberadaan manusia, serta memerlukan pandangan objektif yang

bersih dari dendam dan kedengkian yang menyebabkan kerusakan dan

kehancuran, melebihi pembangunan dan perbaikan yang selama ini

diupayakan. 188

“(dan saya mohon juga) dari keturunanku.” 189

187
Sayyid Quthb, Tafsir fi Zhilalil Qur’an, Jilid 2,… hlm. 137
188
Sayyid Quthb, Tafsir fi Zhilalil Qur’an, Jilid 2,… hlm. 137
189
Sayyid Quthb, Tafsir fi Zhilalil Qur’an, Jilid 2,… hlm. 137
86
Maka, datanglah jawaban dari Tuhannya yang telah mengujinya dan

memilihnya, yang menetapkan suatu “Kaidah besar” sebagaimana sudah

kamu sebutkan di muka bahwa imamah “kepemimpinan” itu adalah bagi

orang-orang yang berhak terhadapnya karena amal dan perasaanya,

kesalehan dan keimananya, bukan warisan dari keturunan. Maka,

“kekerabatan” di sini bukannya hubungan daging dan darah, melainkan

hubungan agama dan akidah. Dan, anggapan tentang kekerabatan, suku dan

golongan itu tidak lain hanyalah anggapan jahiliyah, yang bertentangan

secara diametral dengan tashawwur imani yang sahih. 190

“Allah berfirman, janji-ku (ini tidak mengenai orang orang yang


zalim.” 191
Kezaliman itu bermacam-macam, yaitu kezalilman terhadap diri

sendiri dengan berbuat syirik dan kezaliman terhadap orang lain dengan

menganiaya dan melanggar haknya. Dan, imamah yang dikarang bagi

orang-orang yang zalim itu meliputi semua makna imamah, yaitu imamah

‘kepemimpinan’ risalah, imamah kekhalifahan, imamah shalat, dan semua

makna imamah dan kepemimpinan. Maka, keadialan dengan segala

maknanya merupakan prinsip kelayakan yang bersangkutan terhadap

kepemimpinan itu dalam semua bentuknya. Dan, barang siapa yang

melakukan kezaliman jenis yang mana pun, maka telah lepas darinya dari

hak imamah dalam makna yang manapun. 192

190
Sayyid Quthb, Tafsir fi Zhilalil Qur’an, Jilid 2,… hlm. 137
191
Sayyid Quthb, Tafsir fi Zhilalil Qur’an, Jilid 2,… hlm. 138
192
Sayyid Quthb, Tafsir fi Zhilalil Qur’an, Jilid 2,… hlm. 138
87
      
     

Artinya : Dan orang orang yang berkata: "Ya Tuhan kami,
anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan
keturunan kami sebagai penyenang hati (Kami), dan
jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.
(Q.S Al-Furqon ayat 74).193
Ini adalah perasaan fitrah keimanan yang mendalam. Perasaan senang

untuk menambah bilangan orang-orang yang berjalan di jalan Allah. Dan,

yang pertama adalah keturunan dan pasangan mereka. Karena mereka itu

adalah orang-orang yang terdekat dengan mereka, dan mereka itu adalah

amanah yang paling pertama yang akan ditanyakan kepada mereka. Mereka

juga berkeinginan agar orang yang beriman merasakan bahwa ia menjadi

teladan bagi kebaikan, dan dijadikan contoh oleh orang-orang yang ingin

menuju Allah. Dalam hal ini, tak ada indikasi kesombongan atau merasa

hebat, karena seluruh rombongan berada dalam perjalanan menuju Allah. 194

       


      
  
Artinya: Dan sebelum Al Qur’an itu Telah ada Kitab Musa sebagai
petunjuk dan rahmat. dan Ini (Al Quran) adalah Kitab yang
membenarkannya dalam bahasa Arab untuk memberi
peringatan kepada orang-orang yang zalim dan memberi
kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik. (Q.S
Al-Ahqaf ayat 12).195
Alqur’an secara berulang-ulang mengisyaratkan hubungan antara

193
Sayyid Quthb, Tafsir fi Zhilalil Qur’an, Jilid 8,… hlm. 318
194
Sayyid Quthb, Tafsir fi Zhilalil Qur’an, Jilid 8,….hlm. 318
195
Sayyid Quthb, Tafsir fi Zhilalil Qur’an, Jilid 10,… hlm 318
88
alquran dengan kitab-kitab sebelumnya, terutama dengan kitab musa, karena

memandang kitab Isa sebagai penyempurna dan perluasan dari kitab Musa.

Taurat tetap merupakan pokok syariah dan akidah. Karena itu, kitab Musa

disebut “Imam” dan disifati sebagai rahmat. Setiap risalah langit merupakan

rahmat, dengan segala maknanya baik di dunia maupun di akhirat, bagi

bumi dan penghuninya. 196

“....Dan, ini (alquran) adalah kitab yang membenarkannya dalam


bahasa Arab...” 197

Yakni, membenarkan pangkal utamanya yang menjadi landasan

bertumpu bagi seluruh agama; membenarkan manhaj Ilahiah yang ditempuh

oleh seluruh agama; dan membenarkan kecenderungan utama yang dituju

oleh umat manusia agar dia dapat berkomunikasi dengan Rabbnya Yang

Tunggal lagi Mahamulia. pengaitan alquran dengan bahasa Arab bertujuan

untuk mengingatkan mereka akan nikmat yang diberikan kepada bangsa

Arab; mengingatkan mereka akan nikmat Allah, pemelihara-Nya dan

inayah-Nya; menonjolkan pemilihan mereka sebagai umat yang menerima

risalah-Nya dan pemilihan bahasa mereka guna menyampaikan alquran

yang agung ini. 198

Kemudian dijelaskanlah karakteristik risalah dan fungsinya. 199

196
Sayyid Quthb, Tafsir fi Zhilalil Qur’an, Jilid 10,… hlm 318
197
Sayyid Quthb, Tafsir fi Zhilalil Qur’an, Jilid 10,… hlm 318
198
Sayyid Quthb, Tafsir fi Zhilalil Qur’an, Jilid 10,… hlm 318
199
Sayyid Quthb, Tafsir fi Zhilalil Qur’an, Jilid 10,… hlm 318
89
      
       
    
Artinya : Jika mereka merusak sumpah (janji)nya sesudah mereka
berjanji, dan mereka mencerca agamamu, Maka perangilah
pemimpin-pemimpin orang-orang kafir itu, Karena
Sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang (yang tidak
dapat dipegang) janjinya, agar supaya mereka berhenti. (Q.S
At-Taubah ayat 12).200
Pelanggaran dan perusakan terhadap baiat dan sumpah untuk beriman

setelah masuk ke dalamnya dan ditambah lagi dengan cercaan terhadap

agam kaum muslimin. Jadilah mereka pemimpin-pemimpin orang kafir.

Mereka tidak dapat lagi dipegang janji dan tidak pula dapat diikat dalam

perjanjian. Pada kondisi demikian mereka harus diperangi dengan harapan

mereka kembali kepada petunjuk hidayah. Sebagaimana kami sering

mengemukakan sebelumnya, sesunggunya kekuatan balatentara Islam dan

kemenangannya dalam jihad, sering mengembalikan hati-hati kepada

kebenaran, dan memperlihatkan kepada mereka tentang al-haq yang pasti

menang. Sehingga, mereka mengetahui dan menyadarinya bahwa ia menang

karena kebenarannya. Dan karena dibelakangnya ada kekuatan Allah. Juga

mengetahui bahwa Rasulullah jujur ketika menyampaikan bahwa Allah dan

rasul-rasul-Nya pasti menang. 201

Semua perkara ini akan menuntun mereka untuk bertobat dan

menerima hidayah, tanpa paksaan dan tanpa kekerasan pula. Namun, benar-

benar disebabkan oleh jiwa dan hati yang puas setelah melihat dengan jelas

200
Sayyid Quthb, Tafsir fi Zhilalil Qur’an, Jilid 10,… hlm. 301
201
Sayyid Quthb, Tafsir fi Zhilalil Qur’an, Jilid 10,… hlm. 301
90
kebenaran yang menang. Itulah yang terjadi dan akan terus terjadi pada

setiap masa. 202

    


     
     
Artinya : Kami Telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-
pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah kami
dan Telah kami wahyukan kepada, mereka mengerjakan
kebajikan, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan
Hanya kepada kamilah mereka selalu menyembah, (Q.S Al-
Anbiya ayat 73).203
Allah telah memilih dari keturunannya beberapa pemimpin yang

menuntun manusia dengan perintah dari Allah. Diwahyukan kepada mereka

agar melakukan perbuatan baik dengan berbagai macam bentuknya,

mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka sangat taat beribadah

kepada Allah. Sungguh suatu ganti yang indah dan balasan yang

menakjubkan. Alangkah baiknya kesudahan yang dianugerahkan Allah

kepada Ibrahim. Allah telah mengujinya dengan kemudharatan dan dia

bersabar atasnya, maka pantaslah balasannya kemulian yang serasi dengan

kesabaran yang baik. 204

       


    

Artinya : Dan kami hendak memberi karunia kepada orang-orang


yang tertindas di bumi (Mesir) itu dan hendak menjadikan

202
Sayyid Quthb, Tafsir fi Zhilalil Qur’an, Jilid 10,… hlm. 301
203
Sayyid Quthb, Tafsir fi Zhilalil Qur’an, Jilid 8,… hlm. 75
204
Sayyid Quthb, Tafsir fi Zhilalil Qur’an, Jilid 8,… hlm. 75
91
mereka pemimpin dan menjadikan mereka orang-orang
yang mewarisi (bumi). ( Q.S Al-Qashas ayat 5).205

Orang-orang lemah itu diperlakukan oleh penguasa tiran sesuai

dengan hawa nafsunya yang kejam dan sombong. Sehingga, dia pun

membunuh anak-anak lelaki mereka dan membiarkan hidup anak-anak

wanita mereka, sambil menimpahkan pelbagai azab dan siksa yang pedih.

Meskipun demikian, ia tetap merasa takut dan khawatir terhadap jiwa dan

kerajaanya. Sehingga, dia menugaskan banyak mata-mata, dan mengawasi

keturunan mereka yang berkelamin laki-laki, untuk kemudian dia bunuh

bayi--bayi lelaki itu dengan cara seperti jagal. Orang-orang yang lemah itu

mengharapkan agar Allah memberikan anugerah-Nya kepada mereka

dengan tanpa batas, dan menjadikan mereka sebagai para imam dan

pemimpin, bukan hamba sahaya juga bukan pengikut. Juga supaya mereka

mewarisi tanah yang diberkahi (yang diberikan kepada mereka oleh Allah

ketika mereka berhak terhadap tanah itu, setelah mereka beriman dan

mencapai derajat kesalehan) serta meneguhkan mereka di tempat itu,

sehingga membuat mereka kuat, berakar, dan damai. 206

        


 
Artinya :Dan kami jadikan mereka pemimpin-pemimpin yang
menyeru (manusia) ke neraka dan pada hari kiamat
mereka tidak akan ditolong. (Q.S Al-Qashas ayat 41).207
Alangkah buruknya ajakan mereka itu dan, alangkah buruknya

205
Sayyid Quthb, Tafsirfi Zhilalil Qur’an, Jilid 9,… hlm. 28
206
Sayyid Quthb, Tafsirfi Zhilalil Qur’an, Jilid 9,… hlm. 28
207
Sayyid Quthb, Tafsir fi Zhilalil Qur’an, Jilid 9,… hlm. 50
92
kepemimpinan seperti itu!. Itu adalah kekalahan di dunia, juga kekalahan di

akhirat, yang merupakan balasan bagi perbuatan penyimpangan dan

pembangkangan terhadap Allah. Bukan hanya kekalahan itu saja, namun

juga laknat di bumi ini, dan dijauhkan dari rahmat Allah pada hari kiamat. 208

      


    
Artinya : Dan kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-
pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah kami
ketika mereka sabar.dan adalah mereka meyakini ayat-
ayat kami. (Q.S As-Sajadah ayat 24).209

Ayat ini merupakan isyarat bagi minoritas muslim di Mekah pada saat

itu agar bersabar sebagaimana orang-orang pilihan dari bani Israel telah

bersabar meyakini sebagaimana orang-orang pilihan itu yakin. Sehingga,

mereka pantas menyandang predikat sebagi pemimpin-pemimpin bagi kaum

mukmini, sebagaimana orang-orang yang pilihan dari bani Israel itu

memimpin kaumnya. Ayat ini juga untuk menetapkan cara mendapatkan

kepemimpinan dan kekuasaan, yaitu dengan bersabar dan yakin. 210

Dari Delapan belas ayat tentang pemimpin,diatas serta ditambah satu

ayat yakni Q.S An-Nisa Ayat 59 sebagai pembahasan utama pada sub bab

sebelumnya, peneliti menemukan hanya tujuh belas ayat yang peneliti

temui, dalam menganalisa kriteria pemimpin menurut Sayyid Quthb pada

tafsir Fizilalil Qura’an yakni :

208
Sayyid Quthb, Tafsir fi Zhilalil Qur’an, Jilid 9,… hlm. 50
209
Sayyid Quthb, Tafsir fi Zhilalil Qur’an Jilid 9,… hlm. 205
210
Sayyid Quthb, Tafsir fi Zhilalil Qur’an Jilid 9,… hlm. 205

93
NO AYAT AL-QUR’AN ANALISA
1. (Q.S An-Nisa ayat 59) Memenuhi syarat keimanan,
mengembalikan persoalan kepada Allah
(alquran) dan Sunnah (Rasul)
2. (Q.S An-Nisa Ayat 83) Beriman, mampu menganalisa masalah,
mampu mengambil keputusan.
3. (Q.S Al-Baqarah ayat 30) Berpengetahuan yang luas
4. (Q.S Shad ayat 26) Memutuskan hukum dengan benar, tidak
dengan hawa nafsu, mampu menganalisa.
5. (Q.S Al-A’raf ayat 69) Fisik yang kuat untuk melindungi wilayah
kepemimpinannya
6. (Q.S Al-A’raf ayat 74) X
7. (Q.S An-Naml ayat 62) Keahlian, kekuatan
8. (Q.S Al-An’am ayat 165) Berakal yang lebih, fisik dan rezeki
9. (Q.S Yunus ayat 14) Kesadaran, kepekaan, ketakwaan
10. (Q.S Yunus ayat 73) Kesabaran, keimanan
11. (Q.S Fatir ayat 39) Tanggung jawab
12. (Q.S Al-Baqarah ayat Menyempurnakan janji, Iman, cerdas, adil
13. (Q.S Al-Furqan ayat 74) Amanah, tidak menyombongkan diri
14. (Q.S Al-Ahqaf ayat 12) X
15. (Q.S At-Taubah ayat Tidak ingkar terhadap janji
16. (Q.S Al-Anbiya ayat 73) Keturunan Quraisy atau Memiliki sifat suku
Quraisy
17. (Q.S Al-Qashas ayat 5) Bukan hamba sahaya atau budak, saleh

18. (Q.S Al-Qashas ayat 41) Menyerukan kebaikan

19. (Q.S As-Sajadah ayat 24) Bersabar dan yakin

Berdasarkan analisis yang dilakukan peneliti dapat disimpulkan

bahwasannya sayid quthb memiliki pemikiran yang sangat luas dan

komperhensif terhadap pemimpin, yang diantaranya sebagai berikut :

94
1. Memenuhi syarat keimanan, mengembalikan persoalan kepada allah
(alquran) dan sunnah (rasul)
2. Beriman, mampu menganalisa masalah, mampu mengambil keputusan
3. Berpengetahuan yang luas
4. Memutuskan hukum dengan benar, tidak dengan hawa nafsu, mampu
menganalisa.
5. Fisik yang kuat untuk melindungi wilayah kepemimpinannya
6. Memilki keahlian, kekuatan
7. Berakal yang lebih, fisik dan rezeki
8. Memilki Kesadaran, kepekaan, ketakwaan
9. Memilki Kesabaran, keimanan
10. Memilki Tanggung jawab
11. Menyempurnakan janji, iman, cerdas, adil
12. Amanah, tidak menyombongkan diri
13. Keturunan quraisy atau memiliki sifat suku quraisy
14. Bukan hamba sahaya atau budak, saleh
15. Menyerukan kebaikan
16. Menyerukan kebaikan
17. Bersabar dan yakin

95
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Ulil Amri terbagi menjadi tiga yaitu : Pertama, ahli pikir dalam perkara-

perkara rakyat yang telah dipercaya dan dipilih untuk itu. Mereka memutar

pikiran sesuai prinsip musyawarah dan suara banyak. Kedua, umara dan

para penguasa. Ketiga, para mufti yang menjadi rujukan dalam hal-hal yang

berhubungan dengan perundang-undangan tentang halal dan haram. Mereka

adalah orang-orang yang menghukumkan siapa saja yang bertikai dalam

segala perkara dengan mengembalikan perkara tersebut kepada Allah SWT

dan para Rasul-Nya,.Sayyid Quthb memaknai taat kepeda ulil amri hanya

mengikuti ketaatan kepada Allah dan Rasul. Karena itulah, taat kepada ulil

amri ini merupakan pengembangan dari taat kepada Allah dan Rasul,

sesudah menetapkan bahwa ulil amri itu adalah dari kalangan kamu sendiri

dengan catatan dia beriman dan memenuhi syarat-syarat iman.

2. Kriteria pemimpin menurut pandangan sayyid quthb dalam tafsir Fi Zilalil

Qur’an yaitu : (1).Memenuhi syarat keimanan, mengembalikan persoalan

kepada allah (alquran) dan sunnah (rasul). (2).Beriman, mampu menganalisa

masalah, mampu mengambil keputusan. (3).Berpengetahuan yang luas.

(4).Memutuskan hukum dengan benar, tidak dengan hawa nafsu, mampu

menganalisa.(5).Fisik yang kuat untuk melindungi wilayah

kepemimpinannya (6).Memilki Keahlian, kekuatan (7) Berakal yang lebih,

fisik dan rezeki. (8).Kesadaran, kepekaan, ketakwaan. (9). Memilki


Kesabaran,keimanan (10).Memilki Tanggung jawab. (11).Menyempurnakan

janji, iman, cerdas, adil. (12).Amanah, tidak menyombongkan diri.

(13).Keturunan quraisy atau memiliki sifat suku quraisy (14). Bukan hamba

sahaya atau budak, saleh. (15).Menyerukan kebaikan. (16).Menyerukan

kebaikan. (17) Bersabar dan yakin.

B. Saran

Berdasarkan seluruh pengamatan dan setiap langkah yang dilakukan oleh

peneliti dalam proses penelitian hingga sampai kepada simpulan diatas penulis

memberikan beberapa saran kepada diripenulis sendiri pada khususnya dan

pembaca pada umumnya untuk berupaya dalam beberapa hal yaitu :

1. Kokoh pada jalan keimanan dalam bentuk ketaatan kepada Allah SWT dan

Rosul serta pada ulil amri

2. Mengadaptasi pemikiran Sayyid Quthb dalam konsep ketaatan pada

pemimpin dan kriteria pemimpin dalam kehidupan.

3. Menjadikan diri sebagai pemimpin terbaik dalam perjalanan kehidupan,

baik memimpin diri kita, sebagai bagian terkecil keluarga atau bahkan

yang lebih luas

4. Selalu memperbaiki diri terkusus pada konsep kepemimpinan dan menjadi

teladan yang baik.

5. Tidak pernah enggan dan bermalas malsan dalam menggali ilmu

pengetahuan sebagai upaya perbaikan diri.

Alhamdulillah sudah ok. Hanya masukkan analisa itu, masukkan juga


hadits-hadits yang dapat mendukung argument. Kalau perlu
tandatangan untuk daftar sidang, saya lagi ada di kampus hari ini 97
98
DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-Buku

Al-Qur’an Dan Terjemahannya

Quthb Sayyid Tafsir Fi Zhilalil Qur'an Dibawah Naungan Al-Qur’an


Penerjemah As’ad Yasin ( Jakarta: Gema Insani Press,2003)

Azra Azyumardi (ed.), Sejarah & Ulum Al-Qur’an (Jakarta: Pustaka Firdaus,
2013)

Buchori Abdusshomad, Bungai Rampai Kajian Islam (Jawa Timur: MUI,


2009)

Djazuli, Fiqh Siyasah; Implementasi Kemaslahatan Umat dalam Rambu-


Rambu Syariah,( Kencana, Jakarta, 2009)

Karim Abdullah, Pengantar Studi Al-Qur‟an (Banjarmasin: Kafusari Press,


2011), Hlm 66

Khaeruman Badri, Sejarah Perkembangan Tafsir al-Qur’an, (Bandung:


Pustaka Setia, 2004)

Kumalaningsih Sri, Metodologi Penelitian (Malang: Universitas Brawijaya


Press, 2012)

Muthahhari Murtadha, Kepemimpinan islam (Banda Aceh: Penerbit Gua Hira,


1991)

Narbuko Chalid, Dan Abu Dawud, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Bumi


Aksara, 1991)

Porwanto Ngalim, et.all, Administrasi Pendidikan, (mutiara, Jakarta, 1984)

Purwadinata, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1989)

Rivai Veithzal, Pemimpin dan kepemimpinan dalam Organisasi, (Jakarta :


Rajgrefindo Persada,2013)

Sahabuddin et.al., Ensiklopedi al-Qur’an, Kajian Kosakata, (Jakarta: Lentera


Hati, 2007)

Syaikh Manna’ al-Qatthan, Dasar-Dasar Ilmu al-Qur’an (Jakarta: Ummul


Qura, 2016)
Syauqi Dhaif, Al-Mu‟jam Al-Wasith, (Mesir: Maktabah Shurouq Ad-
Dauliyyah, 2011)

Sarwono Jonthan, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif (Yogyakarta:


Graha Ilmu, 2006)

B. Penelitian/Jurnal Ilmiah
Umam Choerul, “Konsep Pemimpin Negara Menurut Al-Ghazali Dan Ali
Syari‟ati”, (Skripsi, UIN Raden Intan, Lampung, 2015).

Quraish M. Shihab, Tafsir Al-Mishbah Volume 2

Bay Kaizal, “Pengertian Ulil Amri dalam Al-Qur‟an dan Implementasinya


dalam Masyarakat,” Jurnal Ushuluddin 17, no. 1 (Januari 2011)

Nur Annisa Zaqia, siti Nurkamalia Nor Fatmah, dan Inawati Siti Mawaddah
Rumisa, “Konsep Munzhaharah terhadap pemimpin dalam Perspektif
Hukum Tata Negara dan Hadits NabiSaw,” Jurnal of Islamic and Law
Studies 2, no. 1 (Juni 2018)

Ali Mohammad Masyrofi, “Ketaatan Pada Ulil Amri Dalam Penentuan Awal
Bulan Kamariah Perspektif Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII)”,
(Skripsi, Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang 2020).

Thaib Muhamad ” Ketaatan Kepada Pemimpin Menurut Hadis Dalam Kitab


Shahȋh Al-Bukhȃri.( Tesis, UIN Sultan Syarif Kasim Riau 2021)

Raihan Cut Saida,“Penerapan Ayat 59 Surat Al-Nisa‟ dalam Menaati


Pemimpin di Gampong Batoh”, (Skripsi, UIN Ar-Raniry Darussalam
Banda Aceh 2021).

Rahman Miftahur, Ulil Amri Dalam Al-Qur‟an: Sebuah Aplikasi Teori


Konstektual Abdullah Saeed, Jurnal Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur‟an dan
Hadist,( Vol, 18, No, 2, Juli 2017).

Farida Ida, “Pengertian Taat”, islamicahaya (blogspot), diakses tanggal 20


Januari
2023 .http://islamicahaya.blogspot.com/2023/01/pengertiantaat.html?
m=1

Nzogele Elijah Judah, Hukum-Hukum mendengar dan taat kepada imam


selama tidak untuk kemaksiatan. No 73 Bab 3738, Hadits No 6611 (May.
28.2020)

Tafsir KEMENAG Diakses Pada11 Mei 2023 11:50,


100
https://quran.kemenag.go.id /quran/per-ayat/surah/4?from=59

101
Daftar Riwayat Hidup

Data Pribadi
Nama : Putra Satria Wibowo
Tempat, tanggal lahir : Dabo Singkep,29 Oktober 2000
Jenis kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Alamat : Senggarang
No Hp : 085273646893

Riwayat Pendidikan
SD 008 Singkep Barat : Tahun 2006-2012
SMP 01 Singkep Barat : Tahun 2012-2015
SMA 01 Singkep Barat : Tahun 2015-2018

Pendidikan Non Formal

Pengalaman Organisasi

BOK STAIN SAR : Tahun 2018-2021

Demikian daftar riwayat hidup ini saya buat dengan sebenar-benarnya sehingga
dapat digunakan sebagaimana mestinya.

Hormat Saya

Putra Satria Wibowo

102

Anda mungkin juga menyukai