Anda di halaman 1dari 88

SIGNIFIKANSI Q.

S AL-HUJURAT AYAT 11 TERHADAP


TINDAKAN BODY SHAMING DENGAN PENDEKATAN
MA’NA CUM MAGHZA

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu
(S.1) dalam Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama

Oleh

TRI HANDAYANI

301190068

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI
2023
Pembimbing I : A. Mustaniruddin, M. Ag Jambi, September 2023
Pembimbing II: Nurfadliyati, M. Ag

Alamat: Fak Ushuluddin dan Studi Agama


UIN STS Jambi Jl. Raya Jambi- Kepada Yth.
Ma. Bulian Simp. Sungai Duren Bapak Dekan
Fak. Ushuluddin
dan Studi Agama
UIN STS Jambi
di- JAMBI

NOTA DINAS
Assalâmu’alaikum Wr. Wb.

Setelah membaca dan mengadakan perbaikan sesuai dengan persyaratan


yang berlaku di Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama UIN STS Jambi, maka
kami berpendapat bahwa Skripsi saudari Tri Handayani dengan judul
‚Signifikansi Qs. Al-Hujurat Ayat 11 Terhadap Tindakan Body shaming Dengan
Pendekatan Ma’na cum maghza‛ telah dapat diajukan untuk dimunaqashahkan
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1)
Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir pada Fakultas Ushuluddin dan Studi
Agama UIN STS Jambi.
Demikianlah yang dapat kami sampaikan kepada Bapak/Ibu, semoga
bermanfaat bagi kepentingan agama, nusa dan bangsa.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Pembimbing I Pembimbing II

A. Mustaniruddin, M. Ag Nurfadliyati,S.Ag.,MA
NIP.199108242019031011 NIDN.2028039601

i
MOTO

      


Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia
dalam bentuk yang sebaik-baiknya.
(Qs. At-Tin Ayat 4) 1

1
Kementerian Agama RI, ‚Juz 30,‛ Al-Qur’an dan Terjemahannya Edisi
Penyempurnaan (2019): 901.

ii
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Tri Handayani


Nim : 301190068
Tempat/Tanggal Lahir : Mendahara Ilir, 18 Februari 2001
Konsentrasi : Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir
Alamat : Mendahara Ilir, Kecamatan Mendahara,
Tanjung Jabung Timur

Dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul


‚Signifikansi Qs. Al-Hujurat Ayat 11 Terhadap Tindakan Body shaming Dengan
Pendekatan Ma’na cum maghza‛ adalah benar karya asli saya, kecuali kutipan-
kutipan yang telah disebutkan sumbernya sesuai ketentuan yang berlaku. Apabila
di kemudian hari ternyata pernyataan ini tidak benar, maka saya sepenuhnya
bertanggung jawab sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia dan
ketentuan di Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama UIN STS Jambi, termasuk
pencabutan gelar yang saya peroleh melalui skripsi ini.
Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya untuk dapat
dipergunakan seperlunya.

Jambi, September 2023


Penulis,

Tri Handayani
NIM. 301190068

iii
PERSEMBAHAN

Segala puji bagi Allah SWT. Serta shalawat beriringkan salam tercurahkan
keharibaan Rasulullah saw. maka skripsi ini dipersembahkan untuk orang-orang
berjasa dalam hidupku……

Bapak Dg. Makkelo (Agus/yakub) dan Ibu Bunga Tang terima kasih atas
segalajerih payahnya serta keikhlasannya dalam menjaga, membesarkan, serta
mendidikku. Terimakasih atas beribu cinta, kasih sayang, serta sabar yang telah
dicurahkan. Terimakasih atas dukungan serta doa yang tidak pernah berhenti
diberikan. Terimakasih atas segala semangat dan motivasi yang selalu
dicurahkan hingga skripsi ini dapat terselesaikan. Semoga Uwang dan Emak selalu
Allah beri Kesehatan, keselamatan, serta keamanan dimanapun dan kapanpun
berada. Semoga Allah memberikan umur yang Panjang untuk Uwang dan Emak.
Aamiin….
Kepada diri saya sendiri, terimakasih karena sudah berjuang selama ini, semoga Allah
senantiasa memberikan keberkahan dan kesehatan, karena masih banyak mimpi
mimpi yang harus menjadi nyata.
Kepada Al-Ustadz Moh Mansur Addamawy Al-Hafidz dan Ummi Laili Mukhayyaroh
Al-Hafidzoh serta guru-guru yang telah berjasa, terimakasih karena telah menjadi
embun penyejuk dalam kehausan.
Kepada kakak-kakak dan abang-abangku yang telah memotivasi banyak hal hingga
saat ini . Memberikan dukungan tiada henti. Semoga kita semua menjadi anak yang
membanggakan kedua orang tua aamiin …
Kepada keluarga besar H. Dg. Matteru, Family Group serta Keluarga Besar Bapak
Syarifuddin. Terimakasih atas sponsor yang telah diberikan baik moril maupun
materil, terimakasih karena senantiasa memberikan semangat dan dukungan, semoga
Allah membalas kebaikan yang telah kalian berikan.
Kepada anggota grup Brader Squat, Positif Vibes, Disney Clubs, Calon Orang
Sukses. Kepada anggota komunitas Youth Move Up dan Majelis Raudatuzzahro,
terimakasih karena senantiasa memberikan semangat dan dukungan, semoga Allah
membalas kebaikan yang telah kalian berikan.

iv
ABSTRAK
Saat ini fenomena body shaming cukup marak terjadi. Hal ini dibuktikan
dengan kasus body shaming sebanyak 966 kasus pada tahun 2018. Pelaku body
shaming bisa berasal dari orang terdekat atau orang yang tidak dikenal sama
sekali. Sering ada lelucon yang berujung pada body shaming. Tak sedikit juga
yang sengaja mengolok-olok orang yang berpenampilan fisik, yang menurut
mereka tidak termasuk standar kriteria. Misalnya, orang gemuk disamakan
dengan binatang besar, seperti sapi, kuda nil, kingkong atau binatang besar
lainnya. Bukan hanya orang yang gemuk, orang yang kurus, hitam, atau pendek
pun sering mendapatkan ejekan semacam itu tanpa memikirkan perasaannya. Hal
ini secara tekstual bertentangan dengan apa yang diajarkan oleh agama Islam
melalui Al-Qur’an dan Hadits. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk
melihat gambaran body shaming di Indonesia, kemudian melihat ragam
penafsiran Qs. Al-Hujurat ayat 11 yang berhubungan dengan larangan mengolok-
olok, dan untuk melihat signifikansi Qs. Al-Hujurat ayat 11 terhadap tindakan
body shaming dengan pendekatan ma’na cum maghza.
Penelitian ini berjeniskan kepustakaan dengan metode kualitatif yang
bersifat deskriptif analitis. Pada penelitian ini, metode pengumpulan data yang
digunakan adalah dokumentasi. Data dokumentasi yang dikumpulkan berupa teks
ayat Al-Qur’an, kitab, buku, jurnal, artikel, dan lainnya. Teknik analisis data
yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari pendekatan ma’na cum maghza
yaitu dengan cara analisis linguistik, intratekstualitas, intertekstualitas, analisis
histori baik mikro maupun makro, dan signifikansi fenomenal historis, serta
signifikansi fenomenal dinamis.
Hasil temuan dalam penelitian ini menyatakan bahwa pertama Perbuatan
body shaming ini sangat marak sekali terjadi di Indonesia baik di dunia nyata
maupun dunia maya. Kedua dalam menafsirkan Qs. Al-Hujurat ayat 11 para
mufassir dari klasik, modern hingga kontemporer memiliki kecenderungan
tentang larangan mengolok-olok, menghina, dan panggil-memanggil dengan
gelar-gelar yang buruk. Ketiga hasil dari interpretasi terhadap Qs. Al-Hujurat

v
ayat 11 dengan pendekatan ma’na cum maghza maka ditemukan signifikansi
fenomenal historis yaitu larangan mengolok-olok, menghina diri sendiri dan
panggil-memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Jika dilihat di masa sekarang
hal ini memunculkan signifikansi fenomenal dinamis yakni larangan terhadap
bentuk kekerasan verbal seperti body shaming. Salah satu bentuk kekerasan
tersebut yakni dengan mengolok-olok kondisi tubuh atau dengan menyebut
panggilan yang tidak baik mengenai tubuh, seperti memanggil dengan ‚si kurus‛,
‚si buta‛, ‚si hitam‛, ‚si gendut‛ dan lain sebagainya. tindakan body shaming
tidaklah dibenarkan baik dalam bentuk perkataan maupun isyarat. Maksud dari
isyarat disini adalah mengolok-olok orang lain dengan gerakan tubuh, seperti
mengisyaratkan orang yang bertubuh pendek dengan merendahkan tangan dari
pundak. Tindakan body shaming merupakan tindakan yang sangat tercela, hal ini
tergambarkan jelas pada Qs. Al-Hujurat ayat 11.
Kata Kunci : Body shaming , Ma’na Cum Maghza, Qs. Al-Hujurat Ayat 11.

vi
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin beribu ucapan terimakasih tak terhingga kepada


Allah SWT, yang telah meridhoi terselesaikannya penelitian ini dengan judul
‚Signifikansi Qs. Al-Hujurat Ayat 11 Mengenai Tindakan Body shaming Dengan
Pendekatan Ma’na cum maghza‛. Shalawat beriringkan salam semoga tetap
tercurah limpahkan keharibaan Nabi Muhammad SAW yang telah mampu
mengeluarkan umat manusia dari zaman kebodohan, hingga kini mampu
merasakan nikmatnya ilmu pengetahuan.

Penelitian berbentuk skripsi ini ditujukan sebagai salah satu persyaratan


dalam menyelesaikan studi strata satu (S.1) guna mendapatkan gelar sarjana
agama (S.Ag) pada Prodi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin dan
Studi Agama Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi. Ucapan
terimakasih tak terhingga kepada semua pihak:
1. Bapak A. Mustaniruddin, M.Ag dan Ibu Nurfadliyati S.Ag.,M.A selaku
dosen pembimbing 1 dan dosen pembimbing 2 atas segala curahan waktu,
pikiran, dan arahannya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
2. Bapak Bambang Husni Nugroho, S. Th., I. M.H.I atas arahan dan motivasi
yang selalu diberikan selama menempuh Pendidikan di Prodi Ilmu Al-
Qur’an dan Tafsir.
3. A. Mustaniruddin, M.Ag selaku dosen pembimbing akademik.
4. Bapak Prof. Dr. H. Suaidi Asy’ari, MA., Ph.D selaku Rektor UIN STS
Jambi.
5. Bapak Dr. Abdul Halim, M.A selaku Dekan Fakultas Ushuluddin dan Studi
Agama.
6. Seluruh dosen di lingkungan Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama
UIN STS Jambi yang telah memberikan ilmu selama menempuh Pendidikan
di UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
7. Staf Akademik atas pelayanan yang telah diberikan.
8. Kepada kedua orang tua Bapak Agus/yakub dan Ibu Bunga Tang yang
tiada hentinya mendukung dan mendoakan Ananda setiap saat.

vii
9. Abang dan Kakak-Kakak yang terus mensupport saya yang sedang
berjuang dengan Pendidikan.
10. Teman-teman yang telah menguatkan ketika semangat sedang menurun.
11. Kepada seluruh pihak yang telah membantu terselesaikannya penelitian ini
yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Dalam penelitian ini tentu terdapat banyak kekurangan dan
ketidaksempurnaan. Oleh sebab itu, kritik dan saran yang membangun sangat
diharapkan guna menjadikan skripsi ini lebih baik lagi. Sekali lagi ucapan
terima kasih sebanyak-banyaknya semoga penelitian ini memberikan banyak
manfaat bagi setiap pembaca.

Jambi, September 2023


Penulis

Tri Handayani
NIM. 301190068

viii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

NOTA DINAS .................................................................................................. i

MOTTO ........................................................................................................... ii

SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI ......................................... iii

PERSEMBAHAN ............................................................................................. iv

ABSTRAK ....................................................................................................... v

KATA PENGANTAR ........................................................................................ vii

DAFTAR ISI ..................................................................................................... ix

PEDOMAN TRANSLITERASI.......................................................................... xi

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .......................................................................... 1


B. Permasalahan .......................................................................................... 6
C. Batasan Masalah ..................................................................................... 7
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ............................................................. 7
E. Tinjauan Pustaka .................................................................................... 8
F. Metode Penelitian ................................................................................... 13
1. Pendekatan Penelitian ......................................................................... 13
a. Sumber dan Jenis Data ............................................................. 13
b. Metode Pengumpulan Data ...................................................... 14
c. Teknik Analisis Data ............................................................... 14
G. Sistematika Penulisan ............................................................................. 15

BAB II GAMBARAN UMUM BODY SHAMING DI INDONESIA ..........

A. Definisi Body shaming .......................................................................... 16


B. Sejarah Body shaming ........................................................................... 18
C. Jenis Body shaming ................................................................................ 20

ix
D. Penyebab dan Akibat Body shaming ...................................................... 22
E. Undang-Undang dan Kasus Body shaming Di Indonesia .......................... 26

BAB III RAGAM PENAFSIRAN Q.S AL-HUJURAT AYAT 11 MENGENAI


TINDAKAN BODY SHAMING

A. Penafsiran Mufassir Klasik ..................................................................... 29


B. Penafsiran Mufassir Pertengahan ............................................................ 30
C. Penafsiran Mufassir Modern ................................................................... 31
D. Penafsiran Mufassir Kontemporer ........................................................... 33

BAB IV SIGNIFIKANSI Q.S AL-HUJURAT AYAT 11 TERHADAP


TINDAKAN BODY SHAMING PERSPEKTIF MA’NA CUM MAGHZA
A. Analisis Linguistik ................................................................................. 38
B. Analisis Intratekstualitas ........................................................................ 44
C. Analisis Intertekstualitas ........................................................................ 45
D. Analisis Historis Mikro .......................................................................... 47
E. Analisis Historis Makro .......................................................................... 50
F. Signifikansi Fenomenal Historis QS. Al-Hujurat ayat 11 .......................... 54
G. Signifikansi Fenomenal Dinamis QS. Al-Hujurat ayat 11 ......................... 56
H. Dampak Body shaming Dalam Berbagai Macam Disiplin Ilmu ................. 64

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................................ 68

B. Saran ...................................................................................................... 69

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 70

CURRICULUM VITAE

x
PEDOMAN TRANSLITERASI 2

A. Alfabet

ARAB INDONESIA ARAB INDONESIA

‫ا‬ A ‫ط‬ Th

‫ب‬ B ‫ظ‬ Zh

‫ت‬ T ‫ع‬ ‘a

‫ث‬ Tsa ‫غ‬ Gh

‫ج‬ J ‫ؼ‬ F

‫ح‬ H ‫ؽ‬ Q

‫خ‬ Kh ‫ؾ‬ K

‫د‬ D ‫ؿ‬ L

‫ذ‬ Dz ‫ـ‬ M

‫ر‬ R ‫ف‬ N

‫ز‬ Z ‫ق‬ H

‫س‬ S ‫ك‬ W

‫ش‬ Sy ‫ء‬ A

‫ص‬ Sha ‫م‬ Y

‫ض‬ Dh

2
Tim Penyusun, Panduan Penulisan Karya Ilmiah Mahasiswa Fakultas Ushuluddin IAIN
STS Jambi (Jambi:Fakultas Ushuluddin IAIN STS Jambi, 2016),149-150.

xi
B. Vokal dan Harkat

Arab Indonesia Arab Indonesia Arab Indonesia


‫اى‬ A ‫اى‬ A ‫اًل‬ I

‫اي‬ U ‫اىل‬ A ‫اىك‬ Aw

ً‫ا‬ I ‫اىك‬ U ‫اىل‬ Ay

C. Ta Marbutah
Transliterasi untuk ta marbutah ini ada dua macam:
1. Ta Marbutah yang mati atau mendapat harakat sukun, maka
transliterasinya adalah /h/.

Arab Indonesia
‫صىالة‬ Shalah

‫مراة‬ Mir’ah

2. Ta Marbuta hidup atau yang mendapat harakat fathah, kasrah dan


dammah, maka transliterasinya adalah /t/.
Arab Indonesia

Wizarat al-Tarbiyah
‫وزارةالتربية‬
‫مراةالسمن‬ Mir’at al-zaman

3. Ta Marbutah yang berharakat tanwin maka transliterasinya adalah:


tan/tin/tun.

Arab Indonesia

‫فجنة‬ Fij’atan

xii
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Setiap manusia yang lahir ke dunia tentu telah dikaruniai
kelebihan dan kekurangan dalam segala hal, termasuk dalam hal fisik.
Berbicara tentang fisik, memiliki tubuh yang ideal merupakan dambaan
setiap manusia. Sering dikatakan bahwa kecantikan atau ketampanan
diidentikkan dengan tubuh yang langsing, tinggi, kulit putih dan tidak
berjerawat.3 Akibatnya, ketika ada individu yang tidak memenuhi kriteria
standar kecantikan dan ketampanan yang ditetapkan oleh masyarakat,
maka akan muncul penilaian dari individu lain dengan cara
mengomentari, mengkritik, bahkan sampai menghina secara fisik atau
yang sering disebut dengan istilah body shaming.4
Body shaming adalah kata majemuk yang diambil dari bahasa
Inggris. Body shaming sendiri terdiri dari dua kata yaitu body dan
shaming. Kamus Cambridge mendefinisikan body (struktur fisik apa pun
yang membentuk seseorang atau hewan) dan shaming (melecehkan,
mengkritik seseorang baik secara langsung maupun melalui media sosial).
Dalam kamus psikologi, body shaming diartikan sebagai orang yang
berkomentar buruk terhadap penampilan fisik seseorang. 5 Secara spesifik,
Kamus Oxford mendefinisikan body shaming sebagai tindakan
mengomentari atau menghina bentuk dan ukuran tubuh seseorang. Baik
itu ditujukan kepada seseorang atau sekelompok orang, dengan maksud
untuk membuat mereka merasa tidak nyaman. Body shaming adalah
tindakan atau ucapan seseorang yang menghina yang bertujuan untuk
merendahkan orang lain secara fisik.

3
Sakinah,"Ini Bukan Lelucon" Body shaming, Citra Tubuh, Dampak dan Cara
Mengatasinya,‛ Jurnal Emik 1 (2018): 55.
4
Muhammad Mundzir, Arin Maulida Aulana, and Nunik Alviatul Arizki, ‚Body
shaming dalam Al-Qur’an Perspektif Tafsir Maqasidi,‛ Maghza: Jurnal Ilmu Al-Qur’an
dan Tafsir VI, No. 1 (2021): 94.
5
Chaplin J.P., ‚Kamus Lengkap Psikologi’ (Jakarta: Rajawali Press, 2011),129.

1
2

Body shaming dapat mempengaruhi korban baik secara psikologis


maupun psikis. Dampak negatif yang sering ditimbulkan adalah tekanan
psikologis, resiko gangguan makan dan mental seperti bulimia nervosa,
anorexia nervosa, dan binge,6 serta kualitas hidup yang buruk. Perilaku
body shaming tidak hanya terjadi di dunia nyata, namun kini terjadi di
dunia maya, apalagi saat ini perkembangan teknologi internet
berkembang sangat pesat.7
Berdasarkan laporan ZAP Beauty Index 2020, sekitar 62,2%
wanita di Indonesia pernah menjadi korban body shaming selama
hidupnya. Dari jumlah tersebut, 47% responden mengalami body shaming
karena tubuhnya dianggap terlalu berisi. Sebanyak 36,4% responden
mengalami body shaming karena memiliki kulit yang cenderung
berjerawat. Kemudian, 28,1% responden menjadi korban body shaming
karena memiliki wajah chubby. Ada juga 23,3% responden yang terkena
body shaming karena warna kulitnya yang gelap. Sedangkan 19,6%
responden terkena body shaming karena dianggap memiliki tubuh yang
terlalu kurus. Sementara itu, ZAP Clinic bersama Markplus, Inc.
menyusun laporan tersebut dengan melakukan survei online terhadap
6.460 wanita di Indonesia. Survei dilakukan di 35 kabupaten/kota pada
Juli hingga September 2019.8
Tindakan body shaming dapat hadir melalui berbagai cara.
Pertama, dengan mengkritik penampilan diri sendiri dimana seseorang
akan menilai tubuhnya sendiri dengan membandingkan tubuh orang lain
atau disebut juga body image. Kedua, mengkritik penampilan orang lain

6
Lisya - Chairani, ‚Body Shame dan Gangguan Makan Kajian Meta-Analisis,‛
Buletin Psikologi XXVI, No. 1 (2018): 12.
7
I Made Dedy Priyanto and Ni Gusti Agung Ayu Putu Rismajayanthi, ‚Tinjauan
Yuridis Terhadap Tindak Pidana Penghinaan Citra Tubuh ( Body shaming ) Menurut
Hukum Pidana Indonesia,‛ Journal Kertha Wicara VIII, No. 01 (2019): 3.
8
Monavia Ayu Rizaty, ‚Tubuh Terlalu Berisi, Alasan Utama Perempuan Indonesia
Terkena Body shaming,‛ diakses melalui alamat
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/ 2021/09/14/tubuh-terlalu-berisi-alasan-utama-
perempuan-indonesia-terkena-body shaming#:~:
text=Berdasarkan%20laporan%20ZAP%20Beauty%20Index,karena%20memiliki%20kulit
%20yang%20berjerawat, tanggal 23 November 2022
3

secara terang-terangan atau tanpa sepengetahuannya.9 Pelaku body


shaming seringkali tidak menyadari bahwa perbuatannya salah dan dapat
merugikan orang lain, karena menganggap hal tersebut hanya lelucon.
Padahal, apapun bentuknya, body shaming merupakan perbuatan yang
tidak baik dan tentunya perbuatan tersebut merupakan perbuatan yang
tidak disukai oleh Allah SWT sebagaimana dalam Q.S Al Hujurat ayat 11
yang berbunyi :

             

             

            

 

‚Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum


mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-
olokkan itu) lebih baik daripada mereka (yang mengolok-olok) dan jangan
pula perempuan perempuan (mengolok-olok) perempuan lain (karena)
boleh jadi perempuan (yang diolok-olok itu) lebih baik daripada
perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela dan
saling memanggil dengan julukan yang buruk. Seburuk-buruk panggilan
adalah (panggilan) fasik setelah beriman. Siapa yang tidak bertobat,
mereka itulah orang-orang zalim.‛10
Allah SWT menurunkan ayat ini sebagai peringatan kepada orang-
orang beriman bahwa ada hak-hak orang lain yang harus dijaga dalam
menjalani kehidupan bermasyarakat karena kehidupan bermasyarakat

9
Cnn Indonesia, ‚Body shaming, ‘Hantu’ Yang Timbulkan Krisis Kepercayaan
Diri,‛ diakses melalui alamat https://www.cnnindonesia.com/gaya-
hidup/20181121182737-284-348197/body-shaming-hantu-yang-timbulkan-krisis-
kepercayaan-diri, tanggal 23 November 2022.
10
Kementerian Agama RI, ‚Juz 21-30,‛ Al-Qur’an dan Terjemahannya Edisi
Penyempurnaan 2019 (2019): 373.
4

tidak terlepas dari yang namanya saling membutuhkan satu sama lain.
Oleh karena itu, perilaku body shaming saat ini menjadi masalah publik
yang berdampak pada korban, serta dapat menimbulkan perpecahan dan
rusaknya hubungan sosial di masyarakat. 11 Perilaku body shaming juga
secara khusus dijelaskan dalam hadits yang tertuang dalam kitab Hadits
Sunan Tirmidzi nomor indeks 2502.

ً ‫ ح َّدثىػنىا ىَيَي بن سعً و‬،‫ح َّدثىػنىا يُم َّم يد بن بشَّا ور‬


‫ قىاالى‬،‫م‬ ٌ‫الر ٍْحى ًن بٍ ين ىم ٍهد و‬
َّ ‫ ىك ىعٍب يد‬،‫يد‬ ‫ٍى ٍ ي ى‬ ‫ى‬ ‫ى ٍي ى‬ ‫ى‬
ً ‫ىصح‬ ً ً
‫اب ابٍ ًن‬ ‫ م ٍن أ ٍ ى‬،‫ ىكىكا ىف‬،‫ ىع ٍن أًىِب يح ىذيٍػ ىف ىة‬،‫ ىع ٍن ىعل ًٌي بٍ ًن األىقٍ ىم ًر‬،‫ىح َّدثػىنىا يس ٍفيىا يف‬
‫ت‬‫ىِن ىح ىكٍي ي‬ ًٌ‫اؿ " ىما يى يسُّرًِن أ‬ ًٌ ً‫ت لًلن‬
‫َّب ملسو هيلع هللا ىلص ىر يجالن فىػ ىق ى‬ ‫ت ىح ىكٍي ي‬
‫و‬
ٍ ‫ قىالى‬،‫ىم ٍسعيود ىع ٍن ىعائً ىش ىة‬
ً ‫اَّللً إً َّف‬
‫ت‬ ٍ ‫صفيَّ ىة ا ٍمىرأىةه ىكقىالى‬
‫ى‬ َّ ‫وؿ‬ ‫ت ىَي ىر يس ى‬ ‫ت فىػ يق ٍل ي‬ ٍ ‫ قىالى‬. " ‫ىر يجالن ىكأ َّىف ًِل ىك ىذا ىكىك ىذا‬
ً ً ‫ً ً ً و‬ ً ‫بًي ًدىا ى ىك ىذا ىكأىنػَّها تىػع ًِن قى‬
‫اؿ " لىىق ٍد ىمىز ٍجت ب ىكل ىمة لى ٍو ىمىز ٍجت ِبىا ىماءى‬ ‫ فىػ ىق ى‬. ‫ص ىرينة‬ ٍ ‫ى‬ ‫ى ى ى‬
." ‫ًج‬ ‫الٍبى ٍح ًر لى يمز ى‬
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basyar telah
menceritakan kepada kami Yahya bin Sa'id dan ‘Abdurrahman bin
Mahdiy keduanya berkata: Telah menceritakan kepada kami Sufyan dari
‘Ali bin Al Aqmar dari Abu Hudzaifah salah satu sahabat Ibnu Mas'ud,
dari Aisyah berkata: Aku menceritakan seorang lelaki kepada Rasulullah
kemudian bersabda: "Aku tidak suka menceritakan kekurangan seseorang,
sementara aku sendiri memiliki banyak kekurangan seperti ini dan itu."
Berkata Aisyah: Aku berkata: Wahai Rasulullah, sesungguhnya Shafiyah,
Aisyah memperagakan dengan isyarat tangannya, Shafiyah orangnya
pendek. Rasulullah bersabda: "Kamu (Aisyah) telah mengeruhkan dengan
satu patah kata, yang seandainya satu patah katamu itu dicampurkan
dengan air laut pasti akan menjadi keruh". 12

11
Dandf Adab, ‚Perundungan dalam Tafsir Al-Maraghi Telaah Qs. Al-Hujurat/49:
11,‛ Repository.Iainpalopo.Ac.Id (2021) 7.
12
M. Fahmi Azhar and Ida Rochmawati Yusuf, ‚A Review Of Body shaming
Behavior On The Hadith; The Preventive Measurement From Islamic Point Of View,‛ Al-
Bukhari : Jurnal Ilmu Hadis V, No. 1 (2022): 152.
5

Al-Qur’an dan Hadis sudah menjelaskan secara gamblang tentang


tindakan body shaming. Quraish Shihab dalam tafsirnya melarang
tindakan body shaming baik secara terang-terangan maupun secara diam-
diam, dan pelakunya akan mendapat ganjaran berupa siksa dari Allah.
Sedangkan menurut At-Tabari body shaming merupakan perbuatan yang
dilarang, dan pelakunya akan mendapat siksa dari Allah. 13
Al-Qur’an adalah firman Allah SWT yang menjadi pedoman hidup
manusia. Salah satu fungsi Al-Qur’an adalah Al-Huda atau petunjuk,
yaitu petunjuk bagi umat Islam dalam menjalani kehidupan. Selain itu,
Al-Qur’an juga menjadi solusi dalam memecahkan berbagai macam
persoalan hidup yang dialami umat manusia. Oleh karena itu, segala
sesuatu dapat dilihat melalui perspektif Al-Qur’an maupun dalam
masalah body shaming.
Untuk mengambil Al-Qur’an sebagai pedoman, pertama-tama
seseorang harus memahaminya. Memahami teks kitab suci tidak hanya
dengan makna literalnya tetapi juga harus memperhatikan konteks yang
melingkupi teks sejak turunnya wahyu dan untuk menjawab persoalan
kekinian, penting untuk membawa konteks masa lalu untuk
dikontekstualisasikan. pada saat ini. Karena bagaimanapun ayat ini
diturunkan di masa lalu juga memiliki konteks yang melingkupi situasi
saat itu. Dalam upaya memahami ayat-ayat Al-Qur’an, perlu dilakukan
reinterpretasi dengan menggunakan interpretasi kontekstual. Salah satu
pendekatan tersebut adalah ma'na-cum-maghza. Pendekatan interpretasi
yang biasa dikenal dengan hermeneutika subjektivis-cum-objektivis.
Hermeneutika moderat ini dikonsep oleh Sahiron Syamsuddin sebagai
cara pandang baru dalam menafsirkan ayat.14

13
Mundzir, Aulana, and Arizki, ‚Body shaming dalam Al-Qur’an Perspektif Tafsir
Maqasidi.‛
14
Sahiron Syamsuddin (dkk.), Pendekatan Ma’na-Cum-Maghza atas Al-Qur’an dan
Hadis : Menjawab Problematika Sosial Keagamaan di Era Kontemporer , (Yogyakarta:
Asosiasi Ilmu alQur’an dan Tafsir dengan Lembaga Ladang Kata, 2020), 141.
6

Saat ini fenomena body shaming cukup marak terjadi. Pelaku body
shaming bisa berasal dari orang terdekat atau orang yang tidak dikenal
sama sekali. Sering ada lelucon yang berujung pada body shaming. Tak
sedikit juga yang sengaja mengolok-olok orang yang berpenampilan fisik,
yang menurut mereka tidak termasuk standar kriteria. Misalnya, orang
gemuk disamakan dengan binatang besar, seperti sapi, kuda nil, kingkong
atau binatang besar lainnya. Bukan hanya orang yang gemuk, orang yang
kurus, hitam, atau pendek pun sering mendapatkan ejekan semacam itu
tanpa memikirkan perasaannya.15 Hal ini secara tekstual bertentangan
dengan apa yang diajarkan oleh agama Islam melalui Al-Qur’an dan
Hadits dan itulah yang membuat penelitian ini menarik untuk dikaji.
Penelitian ini penting dilakukan agar dapat berkontribusi dalam
meminimalisir tindakan body shaming yang terjadi di Indonesia melalui
penjelasan Al-Qur’an yang dianalisis dengan pendekatan ma’na cum
maghza. Oleh karena itu, penelitian ini akan membahas hal tersebut yang
akan dituangkan dalam bentuk skripsi dengan judul ‚Signifikansi Qs. Al-
Hujurat Ayat 11 Terhadap Tindakan Body shaming Dengan Pendekatan
Ma’na cum maghza.‛.

B. Permasalahan
Masalah utama yang diangkat dalam penelitian ini adalah
bagaimanakah signifikansi Qs. Al-Hujurat ayat 11 terhadap tindakan
body shaming dengan pendekatan ma’na cum maghza.? Masalah pokok
ini dapat dirumuskan menjadi beberapa pertanyaan penelitian, yaitu:
a. Bagaimana gambaran umum body shaming di Indonesia?
b. Bagaimana penafsiran para mufassir tentang Q.S Al-Hujurat ayat
11 mengenai body shaming?
c. Bagaimana signifikansi Q.S Al-Hujurat ayat 11 terhadap tindakan
body shaming perspektif ma’na cum maghza?

15
Mundzir, Aulana, and Arizki, ‚Body shaming dalam Al-Qur’an Perspektif Tafsir
Maqasidi.‛
7

C. Batasan Masalah
Berhubungan luasnya pembahasan, maka perlu adanya sebuah
batasan masalah, supaya pembahasan yang dibahas agar lebih terarah dan
tidak keluar dari tujuan dari penelitian. Maka batasan terhadap masalah
penelitian ini, peneliti hanya fokus pada Q.S Al-Hujurat ayat 11 pada kata
sakhara dalam konteks body shaming dengan menggunakan kacamata
ma’na cum maghza.

D. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian


1. Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
bagaimana penafsiran Q.S Al-Hujurat ayat 11 tentang body shaming di
Indonesia menggunakan pendekatan ma’na cum maghza. Sedangkan
secara khusus penelitian ini memiliki tujuan, antara lain:
a. Untuk mengetahui gambaran umum body shaming di Indonesia.
b. Untuk mengetahui penafsiran para mufassir tentang Q.S Al-
Hujurat ayat 11 mengenai body shaming.
c. Untuk mengetahui signifikansi Q.S Al-Hujurat ayat 11 terhadap
tindakan body shaming perspektif ma’na cum maghza.
2. Kegunaan Penelitian
Berdasarkan uraian yang telah diuraikan secara tuntas pada bagian
latar belakang, maka manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Secara khusus mampu memberikan kontribusi yang berarti
dalam rangka menambah khazanah keilmuan Islam dalam
bidang tafsir tentang Body shaming dengan pendekatan
ma’na cum maghza.
b. Secara umum dapat memperkaya wacana keilmuan di
bidang Al-Qur’an dan tafsir.
c. Hal ini dapat bermanfaat dalam upaya pengembangan
keilmuan Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama,
8

khususnya di Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir


Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
manfaat, yaitu:
1) Bagi kalangan akademisi, penelitian ini diharapkan
dapat memberikan sumbangsih pemikiran yang
dapat dijadikan sebagai masukan atau referensi
dalam upaya pengembangan ilmu pengetahuan di
bidang pendidikan Islam, khususnya bidang Al-
Qur’an dan Tafsir.
2) Memberikan role model bagi peneliti selanjutnya
tentang penelitian Body shaming dalam Al-Qur’an
agar dapat dilakukan penelitian selanjutnya yang
semakin baik.
3) Menjadi salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Agama (S.Ag) pada Program Studi Ilmu
Al-Qur’an dan Tafsir, Fakultas Ushuluddin dan
Studi Agama, Universitas Islam Negeri Sulthan
Thaha Saifuddin Jambi.

E. Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka berisi berbagai literatur penelitian sebelumnya
tentang topik yang akan dibahas dalam penelitian, yang bertujuan untuk
menjelaskan pengelolaan bahan penelitian. Tinjauan pustaka sebagai sarana
untuk memahami penelitian terdahulu dan perkembangannya pada bidang
penelitian yang relevan.
Tinjauan pustaka bertujuan untuk menghubungkan penelitian
sebelumnya dengan penelitian yang akan dilakukan. Dalam penelitian ini
dipilih penelitian yang relevan dengan topik. Setelah meninjau penelitian
9

sebelumnya, peneliti mencatat bahwa penelitian ini memiliki beberapa


tinjauan pustaka, antara lain:
Skripsi dengan judul ‚Body shaming Perspektif Tahir Ibnu ‘Ashur
(Studi Analisis Quran Surat Al-Hujurat: 11 Dalam Kitab At-Tahrir Wa AT
Tanwir)‛ yang ditulis oleh Auwalul Makhfudhoh, pada tahun 2019 UIN
Sunan Ampel Surabaya. Hasil dari penelitian tersebut adalah "Tafsir Ibn
'Asyur' menyatakan bahwa larangan ini bersifat lisan. Larangan ini juga
ditujukan kepada siapa saja yang memberikan gelar yang tidak sesuai dengan
keinginan pemiliknya, dan tafsir ini menjelaskan bahwa perilaku yang
dilarang dan dijelaskan dalam bagian ini adalah tindakan yang tidak hormat
dan kemaksiatan. Ibn Assyria mengutip hadits bahwa menghina muslim itu
adalah suatu tindakan yang jahat, dan perbuatan ini hanya dapat diampuni
dengan bertaubat, dan jika dia tidak bertaubat dalam hal ini, dia akan
menerima hukumannya di akhirat.16 Perbedaan penelitian ini dengan
penelitian tersebut adalah, penelitian ini menggunakan pendekatan ma’na
cum maghza
Selanjutnya yakni jurnal yang ditulis oleh Arin Maulida Aulana
dengan judul ‛Body shaming dalam Al-Qur’an Perspektif Tafs īr Maqaṣidi‛,
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga tahun 2021. 17 Penelitian ini
berfokus pada masalah body shaming dalam sudut pandang Al-Qur’an,
menggunakan pendekatan tafsir maqasidi. Perbedaan penelitian ini dengan
penelitian tersebut adalah, penelitian ini menggunakan pendekatan
ma’nacum maghza.
Kemudian penelitian berbentuk skripsi dengan judul ‚ Penafsiran
tentang ayat-ayat yang berkaitan dengan perilaku Bullying: Studi
Komparatif antara Tafsir Al-Qur’an al Majid dan Tafsir al Maraghi ‛. yang

16
Auwalul Makhfudhoh, ‚Body shaming Perspektif Tahir Ibnu ‘Ashur (Studi
Analisis Qur ’ an Surat Al -Hujurat {49}:11 dalam Kitab At- Tahrir Wa At-Tanwīr)‛ (2019):
1.
17
Mundzir, Aulana, and Arizki, ‚Body shaming dalam Al-Qur’an Perspektif Tafsir
Maqasidi.‛
10

ditulis oleh Yayu Julia pada tahun 2017.18 Dalam penelitian tersebut, penulis
mengumpulkan terlebih dahulu semua ayat yang berkaitan dengan tema dan
membandingkannya dengan penafsiran yang lain atau yang biasa dikenal
dengan muqorron. Sedangkan dalam penelitian ini fokus utamanya adalah
Q.S Al-Hujurat ayat 11 mengenai tindakan body shaming dengan
pendekatan ma’na cum maghza.
Skripsi yang ditulis oleh Mokhammad Ainul Yaqien dengan judul
‚Bullying dalam Perspektif Al-Qur’an dan Psikologi‛, Universitas Islam
Negeri Sunan Ampel Surabaya pada tahun 2018.19 Penelitian tersebut
membahas tentang bullying dalam sudut pandang Al-Qur’an, akan tetapi
dalam pembahasannya penulis lebih dominan membahas dalam sudut
pandang psikologi. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian yang
akan dilakukan oleh penulis adalah penelitian ini membahas bagaimana
tindakan body shaming dari sudut pandang Al-Qur’an menggunakan
pendekatan ma’na cum maghza.
Skripsi yang berjudul ‚al-Taskhi>r fi al-‘A<lam‛ yang ditulis oleh Sitti
Saleha. Pembahasan skripsi ini, juga berfokus pada kata yang sewazan
dengan sakhar namun lebih mengarah kepada makna kedua ‚menundukkan‛
yang objek kajiannya adalah alam. Sedangkan dalam penulisan skripsi yang
berjudul ‚Sakhar dalam Al-Qur’an‛ ini mengarah pada makna pertama yaitu
‚penghinaan‛ Selain dari skripsi yang telah disebutkan di atas, penulis juga
menemukan jurnal ilmiah yang membahas tentang penghinaan namun jurnal
tersebut hanya fokus pada pembahasan tentang sarana atau media yang
digunakan dalam melakukan penghinaan. Jurnal tersebut berjudul ‚Tinjauan
tentang Penghinaan melalui facebook menurut Undang-undang nomor 11
tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik‛. Sedangkan dalam

18
Yayu Julia, ‚Penafsiran Tentang Ayat-Ayat Al-Qur’an Yang Berkaitan Dengan
Perilaku Bullying: Studi Komparatif Antara Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nuur Dan Tafsir
Al-Maraghi‛ (2017): 2.
19
Ainul Yaqien Mokhammad, ‚Bullying dalam Perspektif Al-Qur’an Dan
Psikologi,‛ Skripsi (2018): 1.
11

penelitian ini fokus utamanya adalah Q.S Al-Hujurat ayat 11 mengenai


tindakan body shaming dengan pendekatan ma’na cum maghza.
Selanjutnya skripsi yang berjudul ‚ Body shaming dalam Perspektif
Hukum Islam dan Hukum Positif‛.20 Ditulis oleh Nurul Muhsinin pada tahun
2021 UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Dalam penelitian tersebut, penulis
menyimpulkan bahwa membatasi ekspresi dari perspektif hukum Islam dapat
dilihat sebagai Body shaming. Penghinaan tubuh tidak diperbolehkan untuk
dilakukan dan sebagai bagian dari masyarakat Indonesia, mereka harus bijak
dalam berbicara agar tidak melakukan Body shaming. Karena Body shaming
sendiri dapat dijadikan sebagai tindak pidana. Berbeda dengan penelitian
yang akan dilakukan penulis yaitu fokus analisis tindakan body shaming
dalam perspektif Al-Qur’an.
Kemudian jurnal yang ditulis oleh Sumiati dan Danial dengan
judul ‚Bullying dalam Penafsiran Qs. Al-Ḥujurāt [49]:11 Perspektif Ma’na-
Cum-Maghza‛21 yang ditulis pada tahun 2022, tulisan tersebut adalah kajian
tentang bullying yang berdasar dari penafsiran Q.S Al-Hujurat ayat 11,
penelitian tersebut fokus pada tindakan bullying. Sedangkan pada penelitian
ini, penulis lebih terfokus pada tindakan body shaming.
Penelitian berbentuk jurnal yang berjudul ‚Body Shame dan
Gangguan Makan Kajian Meta-Analisis‛ yang ditulis oleh Lisya Chairani. 22
Penelitian tersebut berfokus pada kajian meta analisis mengenai penyakit
yang terjadi pada korban body shaming terutama pada pola makan korban
dan selera makan yang terganggu. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian
tersebut yakni, penelitian ini menjadikan Al-Qur’an sebagai objek utama
dalam melihat permasalahan body shaming dengan menggunakan
pendekatan ma’na cum maghza.

20
Nurul Muhsinin ‚Body shaming dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum
Positif‛,Skripsi (Yogyakarta: Prodi Perbandingan Mazhab Fakultas Syariah dan Hukum UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2021): 2.
21
Perspektif M A Na, ‚Bullying dalam Penafsiran Qs. Al-Hujurat [49]:11
Perspektif Ma’na Cum Magza Sumiati1, Danial2 1‛ II, No. 2 (2022): 46.
22
Chairani, ‚Body Shame Dan Gangguan Makan Kajian Meta-Analisis.‛
12

Selanjutnya skripsi yang ditulis oleh Moch. Amirudin Ashar


‚Bullying Dalam Al-Qur’an (Studi Analisis Teori dan Kaidah M Quraish
Shihab serta Ibn Katsir dalam Menafsirkan Yaksar) , skripsi 2016 UIN
Sunan Ampel Surabaya . Hasil dari penelitian ini lebih menjelaskan tentang
teori Bullying tentang penafsiran istilah yakhsar menurut pendapat M.
Quraish Shihab dan Ibn Kathir. Dari penjelasan tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa ayat-ayat yang ada didalam alquran tentang bullying dan
menurut M. Quraish Shihab dan Ibn Kathir ada perbedaan pandangan
tentang teori dan aturan yang digunakan dalam menafsirkan yakhsar sebagai
sesuatu yang memalukan. Ibnu Katsir menggunakan fungsi Hadis sebagai
penjelasan Al-Qur’an yaitu sebagai bayan al-Taqrir dalam menjelaskan Al-
Qur’an, selanjutnya Ibnu Katsir memakai metode al ibrah bi khusus al sabab
la bi umum al lafaz pada asbab nuzul.23 Sedangkan dalam penelitian ini fokus
utamanya adalah Q.S Al-Hujurat ayat 11 mengenai tindakan body shaming
dengan pendekatan ma’na cum maghza.
Berdasarkan penelitian terdahulu dapat disimpulkan bahwa penelitian
ini dan penelitian terdahulu sama sama membahas mengenai Verbal Bullying
dan sebagian sama sama membahas mengenai Q.S Al-Hujurat ayat 11.
Namun dalam penelitian terdahulu penulis belum menemukan penelitian
yang secara spesifik membahas Verbal Bullying dalam bentuk body shaming
dalam diskursus Al-Qur’an dengan pendekatan ma’na cum maghza, oleh
karena itu dalam skripsi ini penulis meneliti tentang signifikansi Qs. Al-
Hujurat ayat 11 terhadap tindakan body shaming dengan pendekatan ma’na
cum maghza..

23
Moch. Amirudin Ashar ‚Bullying Dalam Al-Qur’an (Studi Analisis Teori dan Kaidah
M Quraish Shihab serta Ibn Katsir dalam Menafsirkan Yaksar), Skripsi, (Surabaya: UIN Sunan
Ampel Surabaya, 2016), 2.
13

F. Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam penelitian kepustakaan ( library
research) karena subjek penelitian ini adalah teks Al-Qur’an, kitab,
buku, jurnal, artikel, serta literatur lainnya yang akan dianalisis dan
dibuktikan dalam bentuk tulisan. Dalam penelitian ini menggunakan
metode kualitatif sebagai usaha menjawab permasalahan yang ada
dengan bersifat deskriptif-analitis, hal yang dilakukan pertama ialah
memaparkan ayat Al-Qur’an yang telah dipilih, lalu dianalisis
perspektifnya menggunakan pendekatan ma’na cum maghza.
Menganalisis data serta mendeskripsikannya dengan tujuan agar
mudah dipahami.24 Sifat deskriptif digunakan untuk menjelaskan
hal-hal tertentu kemudian menambahkan data lainnya yang
mendukung.
Objek utama pada penelitian ini adalah teks Al-Qur’an, yang mana
menggunakan pendekatan ma’na cum maghza. Ma’na cum maghza
ialah pendekatan yang dilakukan dengan cara mencari makna utama
pada ayat yang diteliti, lalu mencari pesan utama ayat tersebut pada
masa pewahyuan atau pada saat turunnya Al-Qur’an, dan kemudian
signifikansi pesan tersebut pada konteks saat ini. 25
2. Sumber dan Jenis Data
Pada umumnya penelitian kualitatif memiliki dua sumber data, di
antaranya data primer dan data sekunder. 26 Data primer dalam
penelitian ini adalah ayat Al-Qur’an. Sedangkan data sekunder dalam
penelitian ini adalah berupa berbagai literatur yang relevan dengan
penelitian ini baik itu buku, kitab, jurnal, artikel, dan literatur
lainnya.

24
Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitatif, dan R&D (Bandung:
Alfabeta 2017). 13.
25
Metode Penafsiran dengan Pendekatan Ma’na - Cum - Maghza , 13.
26
Sahiron Syamsuddin, Metode Penafsiran dengan Pendekatan Ma’na Cum Maghza,
(2020),13.
14

3. Metode Pengumpulan Data


Sebuah tujuan utama dalam suatu penelitian adalah mendapatkan
data. Pada penelitian kepustakaan ( library research), metode yang
dipilih ialah dokumentasi. Dokumentasi adalah mencari data seperti
catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat,
legger, agenda dan lainnya.27 Dalam penelitian ini, data dokumentasi
yang dicari adalah berupa teks ayat Al-Qur’an, kitab, buku, jurnal,
artikel, dan lainnya.
4. Teknik Analisis Data
Setelah mengumpulkan data dokumentasi, maka langkah
selanjutnya adalah menganalisis semua data yang telah diperoleh.
Dalam penelitian ini, yang dilakukan adalah menganalisis penafsiran
Q.S Al-Hujurat ayat 11 terhadap konteks body shaming dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
a. Menganalisis linguistik ayat yang telah ditentukan yaitu:
1) Mencari makna yang bersifat haqiqi maupun majazi
seperti dalam kitab lisanul arab .
2) Memperhatikan munasabah ayat yaitu siyaqul kalam.
3) Memperhatikan hubungan antar ayat dalam Al-
Qur’an, bisa juga hadis, dan teks-teks yang relevan
pada masa pewahyuan.
4) Konteks sejarah pada waktu turunnya ayat.
b. Analisis histori yaitu melihat asbabun nuzul mikro dengan
melihat tafsir yang kuat dan asbabun nuzul makro dengan
munasabah ayat.

27
Samsu, Metode Penelitian Teori dan Aplikasi Penelitian Kualitatif, Kuantitatif,
Mixed Methods, serta Research & Development , (Jambi: Pustaka Jambi: 2017). 99.
15

c. Signifikansi yaitu membawa pesan utama yang telah


didapatkan pada ayat tersebut untuk disesuaikan pada masa
ayat ditafsirkan saat ini. 28

G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan bertujuan untuk mensistemasi penulisan
dan menjawab pertanyaan penelitian pada tulisan ini. Hal ini sudah
disepakati oleh Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama Universitas Islam
Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi dalam teknik penulisan. Adanya
sistematika penulisan diharapkan agar pembahasan dalam penelitian ini
lebih terarah dan terpadu. Dalam penulisan ini terbagi menjadi beberapa
bab, yaitu:
Bab I, berisikan pembahasan yang meliputi latar belakang
masalah, permasalahan, batasan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian,
tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II, berisikan pembahasan tentang pengertian body shaming,
jenis-jenis body shaming, sebab dan akibat body shaming, undang-undang
dan kasus body shaming di Indonesia.
Bab III, bagian ini diarahkan untuk memaparkan penafsiran para
mufassir terhadap Q.S Al-Hujurat ayat 11 mulai dari penafsiran klasik
hingga kontemporer.
Bab IV, bab ini merupakan pembahasan yang berisikan
signifikansi Q.S Al-Hujurat ayat 11 terhadap tindakan body shaming
dengan pendekatan ma’na cum maghza.
Bab V, yakni penutup penelitian, berisikan pemaparan terhadap
kesimpulan akhir penelitian, serta saran-saran.

28
Syamsuddin, Metode Penafsiran dengan Pendekatan Ma’na - Cum - Maghza , 7.
16

BAB II
GAMBARAN UMUM BODY SHAMING

A. Pengertian Body shaming


Secara bahasa body shaming berasal dari frasa bahasa Inggris
yaitu body dan shaming. Kata body sendiri dalam bahasa Indonesia
berarti tubuh dan shaming berarti mempermalukan.29
Kamus Cambridge mendefinisikan Body (struktur fisik apa pun
yang membentuk seseorang atau hewan) dan shaming (mengganggu,
mengkritik seseorang baik secara langsung maupun melalui sosial media).
Dalam kamus psikologi body shaming adalah tindakan mengomentari
fisik atau penampilan pada diri seseorang. Dalam Oxford Dictionary body
shaming merupakan sebuah tindakan mengkritik tentang bentuk atau
ukuran tubuh seseorang yang ditujukan kepada perorangan maupun
kelompok dan dilakukan secara sengaja dalam bentuk verbal maupun
fisik.30 Perilaku body shaming merupakan istilah yang digunakan kepada
perilaku mengomentari atau mengkritik secara negatif bentuk tubuh
sendiri maupun orang lain atau tindakan menghina, mengejek atau
merundung terhadap fisik baik itu ukuran tubuh, bentuk tubuh maupun
penampilan seseorang.31
Siti Mazdafia, selaku direktur Savi Amira Women Crisis Center
mengatakan bahwa Body shaming merupakan sikap sosial yang
mempermalukan korban berdasarkan standar kecantikan tertentu bagi
tubuh manusia.

29
Wahdina, ‚Body shaming Dalam Alquran Surah Al-Hujurat Ayat 11 (Analisis Tafsir
Al-Azhar Karya Buya Hamka)‛ Skripsi (Medan: Universitas Islam Negeri Sumatera Utara
Medan, 2022) 2.
30
Ni Gusti Agung Ayu Putu Risma Jayanthi Dan Imade Dedy Priyanto, ‚Tinjauan
Yuridis Terhadap Tindak Pidana Penghinaan Terhadap Citra Tubuh ( Body shaming) Menurut
Hukum Pidana Indonesia,‛ Journal Ilmu Hukum Universitas Udayana . VII, (2001), 387.
31
Ayuhan Nafsul Mutmainnah, ‚Analisis Yuridis Terhadap Pelaku Penghinaan Citra
Tubuh (Body shaming) Dalam Hukum Pidana Di Indonesia‛ Dinamika Jurnal Ilmiah Ilmu
Hukum, XXVI, No.8 (2020), 976.
17

Menurut Honigam dan Castle, perilaku body shaming merupakan


gambaran mental individu terhadap bentuk dan ukuran tubuhnya, serta
bagaimana individu tersebut menggambarkan dan memberi penilaian atas
sesuatu yang dipikirkan dari penilaian individu lain terhadap dirinya. 32
Menurut Fredricson dan Robbert, body shaming merupakan
bentuk mengevaluasi terhadap penampilan diri sendiri maupun orang lain
terhadap standar kecantikan ideal (citra tubuh) yang berlaku.33 Perilaku
body shaming biasanya dialami individu yang dianggap tidak memenuhi
standar ideal citra tubuh yang berlaku dalam suatu daerah sehingga kritik
maupun komentar yang menjatuhkan mengenai bentuk tubuh sering
dialami oleh individu tersebut.34 Body shaming juga termasuk dalam
tindakan bullying (penganiayaan), meskipun tidak menggunakan
penganiayaan fisik secara langsung akan tetapi body shaming termasuk
dalam penganiayaan secara verbal yang merugikan psikis seseorang.
Body shaming sangat erat kaitannya dengan citra tubuh, citra
tubuh yaitu pembentukan persepsi mengenai tubuh ideal menurut
masyarakat, sehingga muncul standar ukuran kecantikan yang membuat
seseorang merasa minder apabila tidak mencapai pada ukuran standar
tersebut. Di Indonesia misalnya, seseorang dianggap cantik apabila
memiliki kulit yang bersih dan putih padahal kulit asli orang indonesia
mayoritas kuning langsat cenderung coklat. Dengan adanya ukuran
standar seperti ini seringkali perempuan yang dianggap tidak memenuhi
standar mendapat perlakuan yang kurang baik dan cenderung dibeda-
bedakan. Adanya citra tubuh sangat memungkinkan seseorang
membandingkan keadaan dirinya dengan orang lain sehingga

32
Syarifah Amalia‚ ‚Hubungan Antara Body Image Dengan Kepercayaan Diri Pada
Korban Body shaming‛ Skripsi (Surabaya: Uin Sunan Ampel, 2020) 36.
33
Sumi Lestari, ‚Bullying Or Body shaming? Young Women In Patient Body
Dysmorphic Disorder‛ Philanthrophy Journal Of Psychology , III, No.1 (2019), 60.
34
Micheal Suzzy, ‚Perlawanan Penyitas Body shaming Melalui Media Sosial‛ Koneksi,
IV, No.1 (2020), 140.
18

menimbulkan perasaan malu terhadap kondisi tubuhnya.35 Citra tubuh


dipengaruhi beberapa faktor diantaranya faktor budaya, media massa,
pengalaman pribadi, sehingga ukuran atas standarisasi kecantikan,
ketampanan dan ukuran fisik yang ideal berasal dari pemaknaan yang
ditentukan oleh budaya atau lingkungan sekitar.
Jadi dari pengertian di atas dapat disimpulkan, body shaming
merupakan tindakan mengomentari, mengkritik, mencela, atau
merundung fisik (kondisi tubuh) diri sendiri maupun orang lain yang
mana kondisi fisik tersebut tidak ideal sesuai dengan kriteria yang berlaku
dan berpotensi menimbulkan rasa malu dan merasa tidak percaya diri.

B. Sejarah Body shaming


Body shaming memiliki sejarah yang panjang dan dapat ditelusuri
kembali ke berbagai budaya dan periode waktu. Ini melibatkan penilaian
dan kritik negatif terhadap penampilan fisik seseorang, khususnya ukuran
dan bentuk tubuh. Berikut gambaran singkat tentang sejarah body
shaming:
Budaya Kuno: Cita-cita tubuh dan standar kecantikan bervariasi
di berbagai peradaban kuno. Misalnya, di Yunani kuno, tubuh ramping
dan atletis sangat dihargai, sementara di beberapa budaya Afrika, sosok
yang lebih berisi dianggap menarik. Meskipun demikian, masih ada
ekspektasi dan penilaian yang diberikan kepada individu berdasarkan
penampilan mereka.
Era Victoria: Selama abad ke-19, era Victoria di Eropa sangat
menekankan pada kesopanan dan etiket yang pantas. Era ini menyaksikan
munculnya korset, yang dipakai untuk mencapai bentuk jam pasir yang
berlebihan. Keinginan untuk memiliki bentuk tubuh tertentu

35
Damanik, T. M, ‚Dinamika Psikologis Perempuan Mengalami Body shaming.‛
Skripsi, Progam Studi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma. Sakinah, Ini Bukan
Lelucon: Body shaming, Citra Tubuh, Dampak Dan Cara Mengatasinya, Jurnal Emik, I, No.1
(2018), 55.
19

menyebabkan berkembangnya pakaian ketat yang dapat membahayakan


secara fisik.
Abad ke-20: Pada awal abad ke-20, bentuk tubuh ideal
berkembang seiring dengan perubahan tren fashion. Dari tampilan
ramping dan "flapper" pada tahun 1920-an hingga sosok jam pasir yang
lebih berlekuk pada tahun 1950-an, bentuk tubuh ideal terus mengalami
pergeseran. Media dan industri fesyen mulai memainkan peran penting
dalam membentuk cita-cita ini.
Era Modern: Dengan maraknya media massa, termasuk televisi,
majalah, dan kemudian internet dan media sosial, body shaming menjadi
semakin meluas. Iklan dan penggambaran di media seringkali
mempromosikan standar kecantikan yang tidak realistis, sehingga
meningkatkan tekanan pada individu untuk menyesuaikan diri dengan
standar kecantikan tersebut.36
Gerakan Kepositifan Tubuh: Dalam beberapa dekade terakhir,
terdapat gerakan yang berkembang untuk memerangi rasa malu terhadap
tubuh dan mendorong kepositifan tubuh. Para advokat dan organisasi
telah berupaya untuk menantang standar kecantikan yang sempit dan
mendorong penerimaan diri dan cinta diri terlepas dari ukuran atau
bentuk tubuh seseorang.
Meskipun body shaming mempunyai akar sejarah yang dalam,
upaya untuk memeranginya dan mendorong masyarakat yang lebih
inklusif dan menerima masih terus dilakukan. Penting untuk mengenali
dampak buruk dari body shaming dan berupaya menuju budaya yang lebih
inklusif dan positif terhadap tubuh.

36
Edmund Russell, ‚Environment, Culture, And The Brain: New Explorations In
Neurohistory,‛ Rachel Carson Centre Perspectives 6, No. 1 (2012).
20

C. Jenis Body shaming


Menurut Luna Delozal dalam bukunya ‚The Body and Shame:
phenomology, feminism and the socially, shaped body‛, Delozal membagi
body shaming kedalam dua jenis yaitu acute bodyshame dan chronic body
shame.37
1. Acute body shame
Acute body shame merupakan jenis body shaming yang
berhubungan dengan aspek yang ditimbulkan oleh perilaku tubuh
seperti gerak tubuh ataupun tingkah laku.38 Jenis body shaming ini
biasanya terjadi dalam interaksi sosial dengan orang lain seperti:
presentasi diri yang mengalami kegagapan, cara bicara yang cepat,
pendengaran yang kurang tajam, suara bindeng (suara menjadi
sengau-sengau). Kemudian dari perilaku yang mengalami
kegagalan atau ketidaksesuaian tingkah laku seseorang tersebut
menimbulkan komentar, kritikan, maupun hinaan dari orang lain
atas perilaku tubuh yang tidak sesuai dengan standar umum.
2. Chronic body shame
Chronic body shame adalah jenis body shaming yang
diakibatkan oleh bentuk permanen yang dimiliki oleh seorang
individu dari penampilan atau bentuk tubuh, seperti tinggi badan,
berat badan, warna kulit, jerawat, penuaan diri dan lain
sebagainya.39 Jenis body shaming kedua ini yang sering kita
jumpai di tengah-tengah masyarakat, adapun bentuk-bentuk
perilaku body shaming seperti:40

37
Luna Delozal, The Body And Shame ‚Phenomology, Feminism And The Socially,
Shaped Body‛ (New York: Lexinton Book, 2015) 7.
38
Delozal, The Body And Shame 7.
39
Luna Delozal, The Body And Shame ‚Phenomology, Feminism And The Socially,
Shaped Body‛ (New York: Lexinton Book, 2015) 10.
40
Tri Fajariani Fauzia, Lintang Ratri Rahmiaji, Memahami Pengalaman Body shaming
Pada Remaja Perempuan, Jurnal, 2019, 5
21

a. Skin shaming (mempermalukan warna kulit)


Bentuk body shaming ini seringkali kita dengar,
body shaming yang mempermalukan warna kulit biasanya
terjadi untuk orang yang memiliki warna kulit gelap.
Biasanya dengan ungkapan ‚kulit kamu kok item banget
ya‛ ‚ayah ibu kamu putih, kamu kok item?‛ ‚enak ya
kamu kalo mau petak umpet malem-malem ngga keliatan‛
atau dengan ejekan orang Afrika ataupun orang Papua.41
b. Fat shaming (mempermalukan bentuk tubuh yang gemuk)
Fat shaming ini merupakan perilaku body shaming
yang mengomentari negatif berdasarkan bentuk tubuh
seseorang yang gemuk atau kelebihan berat badan. Bentuk
body shaming ini sangat populer terlebih untuk kaum
perempuan yang biasanya sering kita lihat di media sosial.
Fat shaming ini biasanya dengan ungkapan ‚kamu kok
gendutan sekarang‛, ‚dulu badan kamu proporsional
banget sekarang kok tambah melebar‛, ‚kamu itu cantik
kalo kurusan lagi‛ ataupun dengan ejekan kerbau, gajah,
endut dan lain sebagainya.42
c. Skinny shaming (mempermalukan bentuk tubuh yang
kurus)
Skinny shaming ini merupakan kebalikan dari fat
shaming, kalau fat shaming mempermalukan bentuk tubuh
yang gemuk, skinny shaming mempermalukan bentuk
tubuh yang kurus atau kekurangan berat badan seperti pada
umumnya. Skinny shaming biasanya dengan ungkapan
‚kamu kurang gizi ya, kamu kok kurus gitu‛, ‚itu badan
apa triplek kok ramping banget‛, ‚kamu itu cantik
41
Luna Delozal, The Body And Shame ‚Phenomology, Feminism And The Socially,
Shaped Body‛ (New York: Lexinton Book, 2015) 10.
42
Tri Fajariani Fauzia, Lintang Ratri Rahmiaji, Memahami Pengalaman Body shaming
Pada Remaja Perempuan, Jurnal, 2019, 5
22

sebenernya kalo gemukan lagi‛ ataupun dengan ejekan gizi


buruk, triplek, cacingan dan lain sebagainya.
d. Mempermalukan rambut dan bentuk tubuh
Body shaming ini biasanya mempermalukan
seseorang yang memiliki bentuk tubuh yang berbeda
dengan umumnya, seperti rambut keriting, rambut gimbal,
hidung pesek, alis tipis, perempuan yang berkumis maupun
lain sebagainya.43

D. Penyebab perilaku body shaming


Perilaku body shaming erat hubunganya dengan citra tubuh ( body
image). Menurut Honigam dan Castle citra tubuh adalah gambaran
mental individu terhadap ukuran dan bentuk tubuhnya, serta bagaimana
individu tersebut menggambarkan dan memberi penilaian atas sesuatu
yang dipikirkan dari penilaian individu lain terhadap dirinya. 44
Penyebab seseorang melakukan perilaku body shaming terjadi
karena korban body shaming dinilai tidak memenuhi standar ideal body
image (citra tubuh) baik itu dari segi kecantikan atau ketampanan yang
berlaku pada masyarakat umum seperti cantik itu harus putih, hidungnya
mancung, rambutnya lurus, wajahnya mulus, adanya keseimbangan antara
tinggi dan berat badan maupun kriteria lainya. Adanya standarisasi
mengenai citra tubuh ditengah masyarakat mengakibatkan individu-
individu yang tidak memenuhi standar yang berlaku menjadi
termarjinalkan dan sering kali menjadi objek body shaming.

43
M. Fahmi Azhar, ‚Perilaku Body shaming (Studi Ma’anil Hadis Sunan Tirmidzi
Nomor Indeks 2502 Melalui Pendekatan Psikologi)‛, Skripsi (Surabaya: Uin Sunan Ampel
Surabaya, 2021), 18.
44
Villi Januar Dan Dona Ika, ‚Citra Tubuh Pada Remaja Putri Menikah Dan Memiliki
Anak‛ Jurnal Psikologi, I, No.1 (2007), 53.
23

Menurut Devie Rahmawati pengamat sosial dan Kaprodi Vokasi


Komunikasi UI, ada empat penyebab seseorang melakukan perilaku body
shaming yaitu,45
1. Kultur patron klien yaitu orang yang memiliki harta lebih,
terkenal dan mempunyai kekuasaan cenderung bisa melakukan
apapun. Seumpama dalam sebuah sekolah ada seorang siswa yang
lebih kaya, hebat dan memiliki kecenderungan sesuatu atau
memiliki wewenang maka dia akan melakukan tindakan dengan
kekuasaan yang dimilikinya. 46
2. Budaya patriarki yaitu Ketika perempuan sering kali dijadikan
objek dari bahan candaan atau lelucon. ‚gendut‛ ‚item‛ ‚kurus‛
‚jelek‛ ungkapan tersebut jarang kejadian menimpa laki-laki.
3. Minimnya pengetahuan masyarakat terhadap perilaku body
shaming yang merupakan perilaku yang menyimpang, buruk dan
dapat dipidanakan. Dalam berkomentar yang menyangkut hal
sensitif saat ini masyarakat masih sering dilakukan dan
menganggap remeh, apalagi terkait dengan body shaming yang
masih dianggap tabu padahal ada akibat hukumnya karena
perilaku tersebut merugikan orang lain. 47
4. Post kolonial yaitu pandangan yang mengakar di mana orang
Indonesia sering kali melihat sesuatu yang kebarat-baratan seperti
orang yang memiliki tubuh putih, tinggi, mancung dianggap
sempurna dan memenuhi standar citra tubuh, sedangkan pendek,
hitam dan bertubuh besar dianggap buruk dan tidak memenuhi
standar citra tubuh.

45
Iin Rizkiah Dan Nurliana Cipta Apsari, ‚Strategi Coping Perempuan Terhadap
Standarisasi Cantik Di Masyarakat‛ Marwah:Jurnal Perempuan, Agama Dan Jender, XVIII, No.2,
(2019), 136.
46
Ayuhan Nafsul Mutmainnah, ‚Analisis Yuridis Terhadap Pelaku Penghinaan Citra
Tubuh (Body shaming) Dalam Hukum Pidana Di Indonesia‛ Dinamika Jurnal Ilmiah Ilmu
Hukum, XXVI, No.8 (2020), 976.
47
Anggraini Dan Bambang Indra Gunawan, ‚Upaya Hukum Penghinaan (Body shaming)
Dikalangan Media Sosial Menurut Hukum Pidana Dan Uu Ite‛ Jurnal Lex Justitia, I, No.2 (2019),
115.
24

E. Dampak body shaming


Perhatian secara khusus pada body shaming ini perlu dilakukan,
karena perilaku tersebut mempunyai dampak yang cukup besar. Dampak
negatif yang sering ditimbulkan adalah tekanan psikologis, resiko
gangguan makan dan mental seperti bulimia nervosa, anorexia nervosa,
dan binge,48 serta kualitas hidup yang buruk. Body shaming apabila
dilakukan secara intens dan terus menerus akan berdampak dan
berpengaruh pada kondisi mental seseorang, munculnya perasaan malu
terhadap kondisi atau bagian tubuh ketika penilaian orang lain dan
penilaian diri sendiri merasa ada yang kurang tau tidak pas dengan
standar ideal yang ada. Dan juga berpengaruh pada aspek kehidupan
pribadi maupun sosialnya. Selain itu munculnya perasaan cemas, merasa
harga diri rendah dan terkadang membenci terhadap diri sendiri. Beberapa
gangguan mental yang disebabkan body shaming adalah :49
1. Gangguan makan
Gangguan makan adalah gangguan psikologis yang
ditandai dengan kebiasaan makan secara tidak teratur, serta
kecemasan atau kekhawatiran berlebih terhadap berat atau bentuk
tubuh, sehingga hal tersebut dapat mempengaruhi kemampuan
tubuh mendapatkan gizi yang cukup. Penyebab munculnya
gangguan makanan tidak lain karena kesehatan psikologis dan
emosional, faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor
psikologis atau emosional dan faktor lingkungan ini sangat
berpengaruh sekali terhadap penyebab terjadinya gangguan
makan. Contoh yang paling sederhana yaitu orang akan cenderung
merubah gaya hidupnya dan merubah persepsi pada dirinya karena
mendapat celaan dan komentar negatif dari lingkungan sekitar.

48
Lisya - Chairani, ‚Body Shame dan Gangguan Makan Kajian Meta-Analisis,‛
Buletin Psikologi XXVI, No. 1 (2018): 12.
49
Tri Fajariani Fauzia, Lintang Ratri Rahmiaji, Memahami Pengalaman Body shaming
Pada Remaja Perempuan, Jurnal, 2019, 3-4
25

Ejekan yang berhubungan dengan berat badan yang tidak


semestinya yang sering terjadi ini bisa menyebabkan gangguan
makan pada seseorang. Pada sejumlah negara maju lebih dari 13%
pelajar diperkirakan melakukan diet ketat dengan berpuasa dalam
kurun waktu 24 jam sehari atau berpuasa selama berbulan-bulan
untuk mengurangi berat badan, dan beberapa lebih memilih
melakukan diet dengan mengkonsumsi obat pil diet dalam
beberapa bulan untuk menurunkan berat badan. Gejala umum dari
gangguan makan adalah :
a. Diet kronis walaupun sudah sangat kekurangan berat
badan.
b. Naik turunnya berat badan.
c. Terobsesi dengan makanan, resep atau memasak akan
tetapi hasil dari makanan tersebut untuk orang lain tidak
untuk dirinya.
d. Terlihat gejala depresi dan sering lesu.
e. Pola makan berlebihan atau melakukan puasa terlalu
ekstrem.
f. Menghindari situasi sosial, keluarga, dan cenderung
menarik diri 50
2. Gangguan obsesif kompulsif
Gangguan obsesif kompulsif adalah gangguan kecemasan
yang ditandai dengan pikiran-pikiran yang berlebihan dan
dilanjutkan dengan sebuah tindakan yang dilakukan secara
berulang-ulang untuk meredakan kecemasan yang dirasakan.
Gangguan pada kecemasan yang terjadi ini dimana pada pikiran

50
Auwalul Makhfudhoh,‛ Body shaming Perspektif Tahrir Ibnu ‘Ashur (Studi Analisis
Qur’an Surat Al-Hujurat {49}:11 Dalam Kitab Attah{Rir Wa At-Tanwīr)‛, Skripsi (Surabaya:
Universitas Islam Negri Sunan Ampel Surabaya, 2019), 22.
26

seseorang dipenuhi dengan pendapat atau gagasan gagasan


tertentu yang menetap dan tidak dapat terkontrol. 51
3. Gangguan dismorfik tubuh.
Gangguan dismorfik tubuh adalah gangguan mental yang
ditandai dengan adanya gejala berupa rasa cemas yang berlebihan
terhadap kelemahan atau kekurangan dari penampilan fisik yang
ada pada diri sendiri. Dismorfik tubuh ini mirip dengan gangguan
makan, akan tetapi rasa cemas yang terjadi pada gangguan
dismorfik tubuh ini lebih mengenai bentuk tubuh, contohnya kulit
keriput, kulit gelap, paha yang besar, atau bentuk hidung yang
pesek. Pikiran negatif itu dapat timbul karena penderita
menganggap bentuk tubuhnya tidak ideal. Anggota tubuh yang
sering dicemaskan antara lain:
a. Wajah, misalnya karena bentuk hidung yang kurang atau
terlalu pesek.
b. Kulit yang keriput, jerawat atau bekas luka.
c. Rambut misalnya, rontok atau mengalami kebotakan.
d. Tungkai misalnya, ukuran paha terlalu besar atau terlalu
kecil.52

F. Undang-Undang Dan Kasus Body shaming Di Indonesia


Perbuatan body shaming ini sangat marak sekali terjadi di
Indonesia, pada tahun 2018 Mabes Polri mengungkapkan bahwa body
shaming di seluruh Indonesia terdapat 966 kasus. 53 Body shaming bisa
terjadi secara langsung maupun melalui sosial media. Saat melakukan

52
Auwalul Makhfudhoh,‛ Body shaming Perspektif Tahrir Ibnu ‘Ashur (Studi Analisis
Qur’an Surat Al-Hujurat {49}:11 Dalam Kitab Attah{Rir Wa At-Tanwīr)‛, Skripsi (Surabaya:
Universitas Islam Negri Sunan Ampel Surabaya, 2019), 22.
53
Tri Mulyani And B Rini Heryanti, ‚Peningkatan Pemahaman Anak Panti Asuhan
Baitussalam Kota Semarang Terhadap Nilai-Nilai Kebhinnekaan Sebagai Upaya Menanggulangi
Tindak Pidana Body shaming,‛ Jurnal Tematik, III, No. 1 (2021):1.
27

tindakan body shaming di sosial media para pelaku sering menggunakan


akun palsu dan identitas palsu agar tidak diketahui korban sehingga
pelaku bebas melakukanya. Sudah banyak korban yang terkena body
shaming di sosial media contohnya seperti seorang penyanyi Indonesia
Idol Ke 9 yang bernama Maria Simorangkir ini pernah menjadi korban.
Banyak hujatan tentang penampilan fisik di media sosial instagramnya.
Saking parahnya, maria mengaku sempat menonaktifkan instagramnya
karena merasa terpuruk. 2020 lalu Henny Mona istri dari Rio Reifan
melapor ke Polres Metro Jaya Selatan mengalami penghinaan body
shaming di media sosial Instagram yang di lakukan beberapa akun. Henny
sempat alami gangguan psikis dan stress berat akibat perlakuan
tersebut.54
Payung hukum body shaming adalah KUHP dan Undang-Undang
ITE. KUHP merupakan kitab yang dijadikan rujukan pertama apabila
akan mencari hukuman yang akan dikenakan terhadap suatu perbuatan
pidana. Pengaturan terhadap perbuatan yang digolongkan sebagai tindak
pidana dalam hukum Indonesia diatur di dalam KUHP dan diatur dalam
beberapa undang-undang khusus di luar KUHP seperti UU ITE.
Pengaturan yang dapat dijadikan dasar rujukan terhadap perbuatan
penghinaan citra tubuh (body shaming) terdapat Pasal 310, Pasal 311 dan
Pasal 315 KUHP. Akan tetapi sementara ini yang paling cocok menjadi
dasar hukum bagi tindak pidana penghinaan citra tubuh ( body shaming)
adalah Pasal 315, yang yang menyatakan ‚Tiap tiap penghinaan dengan
sengaja yang tidak bersifat pencemaran atau pencemaran tertulis, yang
dilakukan terhadap seorang, baik di muka umum dengan lisan atau
tulisan, maupun di muka orang itu sendiri dengan lisan atau perbuatan,
atau dengan surat yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya, diancam
karena penghinaan ringan, dengan pidana penjara paling lama empat
bulan dua minggu atau denda paling banyak tiga ratus rupiah‛. Istilah

54
I I Bullying, ‚Perilaku Body shaming Di Media Sosial Instagram‛ (2021): 18.
28

yang juga umum dipergunakan untuk tindak pidana terhadap kehormatan


adalah tindak pidana ‚penghinaan‛.55
Pengaturan tindak pidana penghinaan citra tubuh ( Body shaming)
selain Pasal 315 KUHP yang dapat dijadikan payung hukum bagi
pemidanaan terhadap perbuatan penghinaan terhadap citra tubuh ( body
shaming), terdapat pula aturan di luar KUHP yang mengatur hal tersebut
yang sudah digunakan dalam suatu putusan pengadilan yaitu terdapat
pada beberapa pasal pada Undang-undang No 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik yang kemudian diubah dalam
Undang-undang No 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-
undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik atau (selanjutnya disebut UU ITE). 56

55
Leden Marpaung, Tindak Pidana Terhadap Kehormatan, Pengertian Dan
Penerapannya, (Jakarta: Pt Grafindo Persada, 2007), H.9.
56
Dista Amalia Arifah, ‚Kasus Cyber Crime Di Indonesia‛, Jurnal Bisnis Dan Ekonomi,
XVIII, (2011), 4.
BAB III
RAGAM PENAFSIRAN QS. AL-HUJURAT AYAT 11
TENTANG LARANGAN MENGOLOK-OLOK

Syukron Afani dalam bukunya yang berjudul Tafsir Al-Qur’an Dalam


Sejarah Perkembangannya menjelaskan periodisasi perkembangan tafsir al-
Qur’an terdiri dari 4 periode, yakni: Pertama Periode Awal (Klasik): yaitu pada
abad 7 M - 8 M di masa Nabi, sahabat, dan tabi’in. Periode awal ini dikenal
dengan istilah ‚generasi salaf.‛ Kedua Pertengahan: yaitu pada pada abad 9 M –
19 M yang berlangsung pasca generasi Tabi’in atau periode Tabi’ al-tabi’in saat
tafsir mulai dibukukan. Ketiga Modern Kontemporer: yaitu pada abad 20 M di
mana era pertengahan disimpulkan berakhir. ‘Kini’ yang melampau itu telah
disebut ‚modern‛ (hadatsah). Sedangkan ‘kini’ yang ada bersama waktu akan
selalu disebut ‚kontemporer‛ (mu`ashirah). Kata ‘modern’ sendiri tidak dapat
dipastikan penggalan waktunya dan tidak dapat ditentukan harus mengikuti
momen di wilayah peradaban Islam yang mana. Sedangkan masa kontemporer
menurut sebagian pemikir Arab bermula sejak kekalahan negara-negara Arab dari
Israel dalam momen-momen perang Zon Zipur pada tahun 1967 M.57

A. Penafsiran Mufassir Klasik Terhadap Qs. Al-Hujurat Ayat 11


Dalam kitab tafsir Tanwir Al - Miqbas Ibnu Abbas (W. 687 M)
Menafsirkan Qs. Al-Hujurat Ayat 11 Ditujukan bagi orang-orang yang
beriman. Terdapat larangan agar suatu kaum tidak mengolok olok kaum
yang lainnya,58
Ibnu Mas’ud (W. 650 M) menafsirkan qur’an surah al hujurat ayat
11 yaitu larangan agar tidak memanggil dengan gelar yang mengandung
ejekan, seperti mengatakan kepada orang yahudi yang telah masuk islam

57
Syukron Afani, ‚Tafsir Al-Qur’an Dalam Sejarah Perkembangannya‛.
58
Ibnu Abbas, Tanwir Al – Miqbas, 697

29
30

‚hai Yahudi, hai Nasrani, hai Majusi‛ dan mengatakan kepada orang
islam ‚hai fasik‛. 59

B. Penafsiran Mufassir Pertengahan Terhadap Qs. Al-Hujurat Ayat 11


Al-Thabari (W. 923 M) dalam kitab tafsirnya Jami’ Al-Bayan
menginterpretasikan Qs. Al-Hujurat ayat 11 bahwasanya adanya seruan
kepada orang-orang yang membenarkan Allah dan Rasul-Nya agar suatu
kaum yang beriman tidak mengejek kaum yang beriman lainnya,
barangkali orang yang diejek lebih baik daripada yang mengejek. Serta
larangan bagi wanita-wanita agar tidak mengejek wanita-wanita lainnya,
barangkali wanita yang diejek lebih baik daripada wanita yang mengejek.
Allah melarang saling menggibah dan Allah menyeru orang–orang
yang beriman agar tidak saling mencela, dan Allah juga melarang
mencela diri sendiri serta larangan saling panggil memanggil dengan gelar
yang buruk, barangsiapa telah melakukan perbuatan yang Allah larang,
dan berbuat kemaksiatan kepada Allah setelah imannya, dengan
mengolok-olok orang beriman mengejek saudaranya yang mukmin, dan
memanggil dengan gelar gelar maka dia orang fasik. Karena seburuk-
buruk panggilan adalah panggilan yang buruk sesudah iman, oleh karena
itu At-Thabari memaparkan agar tidak melakukan perbuatan tersebut
barangsiapa yang melakukannya berarti pantas dinamakan orang fasik.
Seburuk-buruk panggilan adalah panggilan kefasikan. Kemudian At-
Thabari juga memaparkan barangsiapa yang tidak bertaubat dari panggil
memanggil saudaranya dengan panggilan atau gelar yang dilarang Allah,
mengolok-olok saudaranya atau mengejeknya, maka merekalah orang-
orang yang menganiaya dirinya sendiri. Karena dengan melanggar apa
yang Allah larang, mereka akan mendapatkan siksa Allah.60

59
Abdullah bin Mas’ud, ‚Tafsir Ibnu Mas’ud‛, (Jakarta: Pustaka Azzam), 928.
60
Abi Ja‟far Muhammad Bin Jarir Al- Tabari, ‚Tafsir Al-Tabari‛, Jilid 23, (Jakarta:
Pustaka Azzam, 2007), 739-752.
31

Menurut Al-Qurtubi (W. 1273 M) Qs. Al-Hujurat ayat 11


mencakup larangan mengolok-olok dengan panggilan yang buruk, serta
larangan menghina orang lain, kemudian memberi hukum sunnah sesuai
dalil hadis apabila memberikan nama panggilan yang baik (di dunia nyata
maupun di dunia maya).61
Ibnu Katsir (W. 1373M ) dalam karya tafsirnya menafsirkan Qs.
Al-Hujurat ayat 11 Allah melarang dari perbuatan mengolok-olok orang
lain, yakni mencela dan menghinakan mereka. Yang dimaksud dengan hal
tersebut adalah menghinakan dan merendahkan mereka adalah hal yang
haram, karena terkadang orang yang dihina itu lebih terhormat di sisi
Allah dan bahkan lebih dicintai-Nya daripada orang yang menghina.
Allah juga melarang tindakan mencela dan mengolok diri sendiri maupun
orang lain, baik bagi laki-laki maupun perempuan. Karena hal itu sangat
tercela dan terlaknat. Ibnu katsir juga memaparkan adanya larangan dari
Allah agar tidak memanggil menggunakan gelar-gelar buruk yang tidak
enak didengar. Karena seburuk-buruk sebutan dan nama panggilan adalah
pemberiaan gelar-gelar dengan nama yang buruk. Sebagaimana orang-
orang jahiliyah dahulu pernah bertengkar setelah masuk islam. Dan
barangsiapa yang tidak bertaubat dari perbuatan tersebut maka mereka
itulah orang-orang yang dzalim.62

C. Penafsiran Mufassir Modern Terhadap Qs. Al-Hujurat Ayat 11


Ahmad Mustofa al-Maraghi ( W. 1952 M) di dalam karyanya
Tafsir Al-Maraghi menafsirkan Qs. Al-Hujurat ayat 11 Jangan mencela
dirimu sendiri Maksudnya ialah mencela antara sesama mukmin karena
orang-orang mukmin seperti satu tubuh. Panggilan yang buruk adalah
gelar yang tidak disukai oleh orang yang digelari, seperti panggilan
kepada orang yang sudah beriman, dengan panggilan seperti: Hai fasik,
Hai kafir dan sebagainya. Maka seyogyanya agar tidak seorang pun

61
Imam Al-Qurthubi, ‚Tafsir Al-Qurthubi‛, Jilid 17, (Jakarta: Pustaka Azzam), 56-70
62
Ibnu Katsir, ‚Tafsir Ibnu Katsir‛, Jilid 7, (Pustaka Imam asy-Syafi’I, 2004), 485-486.
32

mengolok-olok orang lain yang ia pandang hina karena keadaannya yang


compang-camping, atau karena ia cacat pada tubuhnya atau karena ia
cacat pada tubuhnya atau karena ia tidak lancar dalam berbicara. Orang
yang sifatnya seperti itu, dengan demikian berarti ia menganiaya diri
sendiri dengan menghina orang lain yang dihormati oleh Allah Ta’ala.
Firman Allah Ta’ala Anfusakum merupakan peringatan bahwa
orang yang berakal tentu takkan mencela dirinya sendiri. Oleh karena itu,
tidak sepatutnya ia mencela orang lain. Karena orang lain itu pun seperti
dirinya juga. Karena sabda Nabi Saw. ‚Orang-orang mukmin itu seperti
halnya satu tubuh. Apabila salah satu anggota tubuh itu menderita sakit,
maka seluruh tubuh akan merasakan tak bisa tidur dan demam. Hal ini
merupakan isyarat bahwa seorang tak bisa dipastikan berdasarkan pujian
maupun celaan orang lain atas rupa, amal, ketaatan atau pelanggaran yang
tampak padanya. Karena barangkali seseorang yang memelihara amal-
amal lahiriyah, ternyata Allah mengetahui sifat tercela dalam hatinya,
yang tidak patut amal-amal tersebut dilakukan, disertai dengan sifat
tersebut. Dan barangkali orang yang kita lihat lalai atau melakukan
maksiat, ternyata Allah mengetahui sifat terpuji dalam hatinya, sehingga
ia mendapat ampunan karenanya.63
Sayyid Qutb (W. 1966 M) dalam kitab tafsirnya fi Dzilal Al-
Quran menjelaskan bahwa tidak mengolok-olok, mencela dan memanggil
dengan panggilan yang buruk merupakan ciri dan karakter dari
masyarakat yang unggul. Tiga larangan ini merupakan dasar dari etika
yang luhur yang harus dibangun dalam bermasyarakat. Lebih lanjut
Sayyid Qutb menjelaskan tentang petunjuk lain dari ayat 11 yaitu bahwa
bentuk fisik atau lahiriyah dari seseorang itu tidak bisa dijadikan sebagai
standar ukuran tentang nilai hakiki seseorang, hanya Allah yang
mengetahui hal tersebut. Oleh karena itu, jangan sekali-kali orang yang
kaya merasa lebih mulia dan menghina orang miskin, orang yang kuat

63
Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Terjemahan Tafsir Al Maragi, (Semarang: Pt. Karya
Toha Putra, 1993), 220-223.
33

mencela orang yang lemah, yang lebih sempurna merendahkan yang cacat
dan seterusnya, padahal bisa jadi orang yang dihina, yang dicela dan yang
terlihat lebih rendah kualitas tampilannya itu lebih baik daripada yang
mencela dan menghina. Pada ayat ini, Sayyid Qutb juga menyoroti
redaksi wa la talmizu anfusakum. Baginya yang juga seorang sastrawan,
pemilihan redaksi ini sarat makna karena mengumpamakan sesama
muslim dengan satu tubuh, yang berarti bahwa ketika mencela sebagian,
maka dia seperti mencela semuanya. Termasuk yang diwanti-wanti dalam
ayat ini adalah tidak memanggil seseorang dengan panggilan yang jelek
yang seseorang tidak menyukainya. Hal ini dikarenakan pada masa Rasul
banyak para sahabat yang memberi gelar yang tidak baik kepada sahabat
yang lain, dan sahabat tersebut tidak menyukai hal tersebut. 64

D. Penafsiran Mufassir Kontemporer Terhadap Qs. Al-Hujurat Ayat 11


Buya Hamka (W. 1981 M) dalam Tafsir Al-Azhar menjelaskan
bahwa maksud dari Qs. Al-Hujurat ayat 11 adalah Wahai orang-orang
yang beriman.‛ (pangkal ayat 11). Ayat ini pun akan jadi peringatan dan
nasihat sopan-santun dalam pergaulan hidup kepada kaum yang beriman.
Itu pula sebabnya maka di pangkal ayat orang-orang yang beriman juga
yang diseru; ‚Janganlah suatu kaum mengolok-olokkan kaum yang lain. ‛
Mengolok-olok, mengejek, menghina, merendahkan dan seumpamanya,
janganlah semuanya itu terjadi dalam kalangan orang yang beriman;
‚Boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan itu) lebih baik dari mereka
(yang mengolok-olokkan). ‛ Inilah peringatan yang halus dan tepat sekali
dari Tuhan. Mengolok-olok, mengejek, dan menghina tidaklah layak
dilakukan kalau orang merasa dirinya orang yang beriman. Sebab orang
yang beriman akan selalu memilik kekurangan yang ada pada dirinya.
Maka dia akan tahu kekurangan yang ada pada dirinya itu. Hanya orang
yang tidak beriman jualah yang lebih banyak melihat kekurangan orang

64
Sayyid Qutb , ‚Tafsir fi Dzilal Al-Quran‛ Juz Ke-26, (Bairut: Dar Asy-Syuruq, 1992),
530-531.
34

lain dan tidak ingat akan kekurangan yang ada pada dirinya sendiri. ‚Dan
jangan pula wanita-wanita mengolok-olokkan kepada wanita yang lain;
karena boleh jadi (yang diperolok-olokkan itu) lebih baik dari mereka
(yang mengolok-olokkan). ‛ Daripada larangan ini nampaklah dengan
jelas bahwasanya orang-orang yang kerjanya hanya mencari kesalahan
dan kekhilafan orang lain, niscaya lupa akan kesalahan dan kealpaan yang
ada pada dirinya sendiri.
Memperolok-olokkan, mengejek dan memandang rendah orang
lain, tidak lain adalah karena merasa bahwa diri sendiri serba lengkap,
serba tinggi dan serba cukup, padahal awaklah yang serba kekurangan.
Segala manusia pun haruslah mengerti bahwa dalam dirinya sendiri
terdapat segala macam kekurangan, kealpaan dan kesalahan. Maka dalam
ayat ini bukan saja laki-laki yang dilarang memakai perangai yang buruk
itu, bahkan perempuan pun demikian pula. Sebaliknya hendaklah kita
memakai perangai tawadhu', merendahkan diri, menginsafi
kekurangannya. ‚Dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri.‛
Sebenarnya pada asalnya kita dilarang keras mencela orang lain, dan
ditekankanlah dalam ayat ini dilarang mencela diri sendiri. Sebabnya
adalah karena mencela orang lain itu sama juga dengan mencela diri
sendiri. Kalau kita sudah berani mencela orang lain, membuka rahasia aib
orang lain, janganlah lupa bahwa orang lain pun sanggup membuka
rahasia kita sendiri.‚Dan janganlah kamu panggil-memanggil dengan
gelar-gelar yang buruk.‛ Asal-usul larangan ini ialah kebiasaan orang di
zaman jahiliyah memberikan gelar dua tiga kepada seseorang menurut
perangainya.65
Quraish Shihab dalam Tafsir Al - Misbah menafsirkan Qs. Al-
Hujurat ayat 11 bahwasanya ayat ini memberi petunjuk tentang beberapa
hal yang harus dihindari untuk mencegah timbulnya pertikaian. Allah
berfirman memanggil kaum beriman dengan panggilan mesra: hai orang-

65
Prof. Dr. Hamka, ‚Tafsir Al-Azhar,‛ (Singapura: Pustaka Nasional Pte Ltd, 68287-
6830.
35

orang yang beriman janganlah suatu kaum yakni kelompok pria


mengolok-olok kaum kelompok pria yang lain, karena hal tersebut dapat
menimbulkan pertikaian (walau yang diolok-olok kaum yang lemah)
apalagi mereka yang diolok-olok itu lebih baik dari mereka yang
mengolok olok sehingga dengan demikian yang berolok-olok melakukan
kesalahan berganda. Pertama mengolok-olok dan kedua yang diolok-
olokkan lebih baik dari mereka.
Dan jangan pula wanita-wanita mengolok-olok terhadap wanita-
wanita lain karena ini menimbulkan keretakan hubungan antar mereka,
apalagi boleh jadi wanita-wanita yang diperolok-olokkan itu lebih baik
dari wanita yang mengolok-olok itu, dan janganlah kamu mengejek
siapapun secara sembunyi-sembunyi dengan ucapan, perbuatan, atau
isyarat karena perbuatan itu akan menimpa diri kamu sendiri
Dan janganlah kamu panggil-memanggil dengan gelar-gelar yang
dinilai buruk oleh yang kamu panggil (walau kamu menilainya benar dan
indah) baik kamu yang menciptakan gelarnya maupun orang lain.
Seburuk-buruk panggilan adalah panggilan kefasikan yakni panggilan
buruk setelah iman. Pada ayat ini Quraish juga menjelaskan barangsiapa
yang bertaubat sesudah melakukan hal-hal buruk itu, mereka adalah
orang-orang yang menelusuri jalan yang lurus, dan barangsiapa yang tidak
bertaubat maka mereka itulah orang-orang yang dzalim dan mantap
kedzalimannya dengan mendzalimi orang lain serta dirinya. 66

66
Quraish Shihab, ‚Tafsir Al – Misbah‛, Volume 13, (Cairo: Lentera Hati, 1999), 250-
253.
BAB IV
SIGNIFIKANSI Q.S AL-HUJURAT AYAT 11
TERHADAP TINDAKAN BODY SHAMING
PERSPEKTIF MA’NA CUM MAGHZA

Pendekatan ma’na cum maghza adalah pendekatan tafsir dengan cara


mencari makna ayat pada saat Al-Qur’an turun pada abad ke-7, kemudian
diambil pesan utamanya, untuk disignifikansikan pada saat ayat ditafsirkan ini di
masa sekarang. dalam pendekatan ma’na cum maghza terdapat paradigma yang
harus ada dalam menafsirkan Al-Qur’an. beberapa paradigma tersebut
diantaranya:
1. Meyakini bahwa Al-Qur’an merupakan wahyu allah SWT
Hal ini bermaksud bahwa Al-Qur’an merupakan kitab suci yang
diturunkan kepada nabi muhammad. saw yang bersifat rahmatan lil ‘
alamiin . Al-Qur’an juga sebagai pedoman manusia dalam menjalani
kehidupan. oleh sebab itu dalam menafsirkan Al-Qur’an tentu tidak boleh
menghasilkan segala sesuatu yang menyebabkan kesengsaraan bagi umat
manusia. dalam penafsiran Al-Qur’an juga diperlukan memperhatikan
motto Al-Qur’an yang shahih li ku lli zaman . motto ini perlu
diimplementasikan dalam menafsirkan Al-Qur’an agar berguna bagi
kemaslahatan umat.67
2. Pesan Al-Qur’an bersifat universal
Penjelasan-penjelasan dalam Al-Qur’an masih bersifat universal.
masih kental dengan budaya dan kondisi bangsa arab kala itu. oleh sebab
itu, dalam menafsirkan Al-Qur’an diperlukan kontekstualisasi terhadap
kondisi dan tempat Al-Qur’an tersebut ditafsirkan.68 Pendekatan ma’na
cum maghza yang mengkolaborasikan makna teks dan konteks mampu

67
Syamsuddin, Metode Penafsiran Dengan Pendekatan Ma’na - Cum - Maghza , 7.
68
Khusniati Rofiah, ‚Nilai-Nilai Universal Al-Qur’an: Studi Atas Pemikiran Fazlul
Rahman‛, Jurnal Dialogia, Vol. 8, No. 1, (Januari 2010), 20.

36
37

memberikan pemahaman sesuai dengan zaman dan tempat Al-Qur’an


ditafsirkan.
3. Perlunya penafsiran Al-Qur’an dengan reaktualisasi dan implementasi
Penjelasan Al-Qur’an yang bersifat universal namun didalamnya
terdapat pesan yang dapat diambil. namun pesan tersebut tidak cukup
hanya dicari dengan pemaknaan tekstual saja. pemaknaan kontekstual
sangat diperlukan untuk menemukan maksud daripada ayat yang
ditafsirkan. 69
4. Tidak adanya pertentangan antara akal dan wahyu
Meskipun akal manusia terus berkembang sesuai dengan
zamannya. namun tentunya akal sehat tidak akan mungkin bertentangan
dengan wahyu yang allah turunkan. kebenaran yang dimiliki akal tentu
menjadi tolak ukur dalam kehidupan manusia.70 Oleh sebab itu dalam
menafsirkan Al-Qur’an tidak boleh adanya pertentangan dengan akal
sehat.
5. Tidak ada nasikh dan mansukh
Pendapat sahiron syamsuddin yang menyatakan bahwa nasikh dan
mansukh harusnya tidak ada dalam menafsirkan Al-Qur’an. ini hanya
tentang perbedaan konteks saja. pemahaman teks dan konteks harus
dipahami dengan benar agar dapat tercapai maksud dari pada ayat yang
ditafsirkan.71

Selain paradigma yang telah dijelaskan di atas, dalam menafsirkan Al-


Qur’an menggunakan pendekatan ma’na cum maghza juga perlu adanya prinsip-
prinsip yang tidak boleh dilanggar. prinsip-prinsip tersebut diantaranya yaitu: 1.
penafsiran harus berdasarkan oleh ilmu pengetahuan. 2. al-muḥāfaẓah ‘alā
alqadīm al-ṣāliḥ wa al-akhz bi al-jadīd al-aṣlaḥ yaitu mempertahankan tradisi
yang baik terdahulu dan mengembangkan pemikiran-pemikiran yang sejalan. 3.

69
Syamsuddin, Metode Penafsiran Dengan Pendekatan Ma’ Na - Cum - Maghza , 6.
70
Nurcholish Madjid, Kaki Langit Peradaban Islam, (Jakarta: Paramadina, 1997), 162
71
Syamsuddin, Metode Penaf Siran Dengan Pendekatan Ma’na - Cum - Maghza
38

penafsiran untuk kemaslahatan. 4. penafsiran bersifat dinamis dan berkembang.


5. penafsiran kebenaran relatif.72
Langkah-langkah penafsiran ma’na cum maghza yang telah ditentukan
oleh sahiron syamsuddin diantaranya yaitu, pertama al-ma’na al-tarikhi yaitu
menganalisis linguistik ayat dengan menggunakan kitab Lisanul Arab karya ibnu
manzur, memperhatikan intratekstualitas yaitu munasabah ayat dengan siyaqul
kalam yang telah ditentukan, memperhatikan intertekstualitas yaitu berupa
hubungan ayat dengan teks-teks di luar Al-Qur’an, dan melihat melihat konteks
sejarah pada saat ayat diturunkan. Kedua yaitu al-maghza al-tarikhi yaitu analisis
historis dengan melihat kitab-kitab asbabun nuzul untuk menemukan asbabun
nuzul mikro dan asbabun nuzul makro ayat yang akan ditafsirkan. Ketiga yaitu,
al-maghza al-mutaharrik al-mu’ashir adalah signifikansi menentukan pesan
utama ayat yang ditafsirkan untuk dapat dibawa pada kedinamisan pada saat ayat
ditafsirkan sekarang.73

A. Analisis Linguistik

                

                

           

‚Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok


kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan itu) lebih baik
daripada mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula perempuan-perempuan
(mengolok-olok) perempuan lain (karena) boleh jadi perempuan (yang diolok-
olok itu) lebih baik daripada perempuan (yang mengolok-olok). janganlah kamu
saling mencela dan saling memanggil dengan julukan yang buruk. seburuk-buruk

72
Syamsuddin, 5.
73
Syamsuddin, Metode Penafsiran Dengan Pendekatan Ma’na - Cum - Maghza ,7- 14.
39

panggilan adalah (panggilan) fasik) setelah beriman. siapa yang tidak bertobat,
mereka itulah orang-orang zalim‛.74

Di dalam Mu’jam Maqayis Al-Lugah kata Sakhar berasal dari akar kata
sakhira – yaskharu - sakhran yang makna struktur dasar kata tersebut adalah
ihtiqa>r wa istiz|la>l yang berarti ‚memandang rendah dan menghinakan‛. 75 Kata
yaskhar adalah fi’il mud}a>ri’ yang dijazm dengan sukun. Adapun asalnya terdiri
dari huruf sin, kha dan ra.. Ra>gib al-As}faha>ni> menjelaskan bahwa terdapat dua
bentuk sakhara dalam Al-Qur’an yaitu berbentuk al-taskhir yang bermakna
‚menundukkan‛ dan berbentuk sukhriyyah yang bermakna ‚merendahkan atau
mengolok-olok‛.76

Dalam kitab Lisanul ‘Arab ‫ سخر‬berasal dari kata ‫ىك ىس ىخنر يى ٍس ىخ ير ىس ٍخنر ىس ًخىر‬

‫ ىكىم ٍس ىخنر‬ketika dibaca dhommah menjadi ‫ ىك يس ٍخنرا‬Azhari berkata bahwasanya kata

‫ىس ىخىر‬ bisa menjadi kata sifat, contohnya: ٌ‫خ ًريىة‬


ٍ ‫ىك يس‬ ‫يس ٍخ ًر ه‬
‫م‬ Ketika mudzakkar

kalimatnya berubah menjadi ‫ يس ٍخ ًرنَي‬ketika muannas berubah menjadi ‫ يس ٍخ ًريىنة‬Al-

‫ ىس ىخىر‬disebut ‫ت‬ ً
Fara' berkata bahwasanya ia pernah mendengar kata ‫ىسخ ٍر ي‬ seperti

firman Allah ‫يى ٍس ىخ ٍر قىػ ٍوهـ ًٌم ٍن قىػ ٍووـ‬. Menurut fulan kata ‫ت‬ ً
‫ىسخ ٍر ي‬ adalah bahasa yang

fasih, dan sebagaimana firman Allah ‫ ىفي ٍس ىخ يرك ىف منهم سخر هللا منهم‬.77 Pada kamus

Munawwir kata sakhar berarti ‚mengejek, mencemooh‛. Lafadz laa yaskhar

Artinya janganlah mengolok-olok. Lafad ini berasal dari fi’il madhi ‫سىخىر‬ yang

74
Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir-Kamus Arab Indonesia (Surabaya: Pustaka
Progressif, 1997), H. 618.
75
Abu Al-H{Usain Ahmad Bin Fa>Ris Bin Zakariyya, Mu’jam Maqa>Yis Al-Lugah, Juz
Iii (Ittihad Al-Kitab Al-’Arab 2007 ), 144.
76
Al-Ra>Gib Al-Asfaha>Ni>, Al-Mufrada>T Fi> Gari>Bi Al-Qura>N, Juz I, 402.
77
Abul Fadhal Jamaluddin Muhammad bin Mukrim Ibnu Manzhur, Lisanul ‘Arab
(Beirut: edisi ke-enam 1997) 352-353.
40

artinya Mengolok-olok, menyebut-nyebut aib dan kekurangan-kekurangan orang


lain dengan cara menimbulkan tawa. Orang mengatakan sakhira bihi dan
sakhiraminhu (mengolok-olokkan). Dhahika bihi dan dhahika minhu
(menertawakan dia). Adapun isim masdarnya As-sukhriyah dan As-sikhriyah
(huruf sin didhamahkan atau dikasrah). Sukhriyah bisa juga terjadi dengan
meniru perkataan atau perbuatan atau dengan menggunakan isyarat atau
menertawakan perkataan orang yang diolokkan apabila ia keliru perkataanya
terhadap perbuatannya atau rupanya yang buruk.78

Di dalam Kamus al - ma’a>ni kata sakhara dibedakan menjadi dua bentuk


yakni dengan menggunakan tashdid dan tidak menggunakan tashdid. Jadi apabila
lafadz sakhara tanpa tashdid memiliki arti mengejek, mencemooh memperolok,
mempertawakan dan mencibir. Sedangkan jika lafadznya berupa sakhkhara yakni
dengan tashdid, maka memiliki arti menundukkan, memanfaatkan,
menggunakan. Begitu juga dengan penjelasan al-Asfihani dalam kitab mu
’ jam li> al-fa>z}i Alqur-an dalam kata ini memiliki dua arti yang berbeda, terkadang
lafadz sakhara konteksnya kepada sesuatu yang ditundukan dan dari sekian ayat
yang menunjukkan arti menundukkan lafadh sakhara selalu menggunakan
tashdid.79 Begitu juga lafadz sakhara yang memiliki arti mengolok-olok
seringkali tanpa menggunakan tashdid. Menurut Imam al-Shabuni kata
sikhriya dengan di kasrohsin-nya berasal dari al-Sakhiru artinya alIstikhdamu
(mempekerjakan sebagai pelayan) bukan berasal dari al-sikhriyah yang artinya al-
Huzu’ (mempermainkan).80

78
Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Terjemahan Tafsir Al-Maragi, (Semarang, Karya Toha,
1993), 220.
79
Abi Al-Qasim Al-H{usain Bin Muh{ammad ‚Al-Raghib Al-Asfahahi‛, Al -Mufradai Fi>
Gharib Alquran, Juz 1, (Maktabah Nazar> Musta}fa> Al-Baz), 402.
80
M. Dhuha Abdul Jabbar, N. Burhannudin, Ensiklopedia Makna Alquran: Syarah Al-
Alfadz Alquran, 30.
41

Mahmud Yunus di dalam kamusnya kata sakhar diartikan ‚mengejek,


menertawakan, atau menghinakan‛.81 Kata sakhar adalah bentuk masdar dari
kata sakhira – yaskharu- sakhran yang berasal dari huruf si>n, kha>’ dan ra>’ yang
memiliki dua makna dasar yaitu ‚merendahkan dan menundukkan‛. Makna
pertama berkembang menjadi antara lain:

1. ‚Mengolok-olok‛ karena hal itu bersifat merendahkan yang lain.


2. ‚Meninggalkan‛ karena biasanya yang demikian menganggap rendah atau
hina dan tidak menghargai yang ditinggalkan.
3. ‚Menghina‛ karena menganggap rendah status sosial atau derajat orang
yang dihinanya.
Makna kedua dari kata sakhar yang berarti ‚menundukkan‛ juga berkembang
menjadi, antara lain:
1. ‚Memaksa‛ karena hal itu dapat menundukkan yang dipaksa dan
karenanya pekerja paksa disebut sukhriyyah.
2. ‚Berjalan dengan baik‛ karena hal itu menunjukkan bahwa pelakunya
tunduk pada aturan atau etika berjalan.
Dalam berbagai bentuknya sakhar terulang sebanyak 42 kali yang
tersebar ke beberapa surah yang tersebar ke beberapa surah.82 Bentuk kata kerja
lampau (fi’il ma>d}i): sakhira , seperti dalam QS al-Taubah/9:79, sakhiru>, seperti
dalam QS al-An’am/6:10, sakhkhara, seperti dalam QS al-Ra’d/13:2, bentuk kata
kerja sekarang (fi’il mud}a>ri’): yaskharu>n, seperti dalam QS al-Baqarah/2:212,
taskharu>n, seperti dalam QS Hu>d/11: 38, naskharu, seperti dalam QS Hu>d/11:38,
yastaskhiru>n, seperti dalam QS alS}affa>t/37:14, bentuk kata kerja larangan (fi’il
na>hiyah): la> yaskhar, seperti dalam QS al-Hujura>t/49:1, bentuk ism fa>’il:
sa>khiri>n, seperti dalam QS alZumar/39:56, bentuk ism maf’u>l: musakhkhar,
seperti dalam QS al-Baqarah/2:164, musakhkhara>t, seperti dalam QS al-

81
Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia (Jakarta: Pt. Mahmud Yunus Wadzuryah,
1989), 165.
82
Muh}ammad Fuwadi Abdu Al-Baqi>, Al-Mu’jam Al-Mufahras Fi Alfa>zi Al-Qur’an
Alkari>m (Kairo: Da>r Al-Kutub Al-Mis}riyah, 1364 H), 441.
42

A’ra>f/7:54, bentuk masdar: sikhri>, seperti dalam QS al-Mu’minu>n/23:110, sukhri>,


seperti dalam QS al-Zukhru>f/43:32.
Kata sakhar yang mengandung makna ‚merendahkan‛ terulang sebanyak
16 kali sedangkan yang bermakna ‚menundukkan‛ terulang sebanyak 26 kali
.Jika diperhatikan secara keseluruhan penggunaan kata-kata sakhar di dalam Al-
Qur’an beserta derivasinya, maka dapat disimpulkan bahwa sakhar yang
bermakna ‚merendahkan‛ menggunakan wazan s\ula>s\i, fa’ala dan sederetannya
yaitu sakhira – yaskharu- sakhran dan seterusnya, juga berwazan suda>si,
yastaf’ilu yaitu yastaskhiru, sedangkan sakhar yang bermakna menundukkan
menggunakan wazan ruba>’i, fa’’ala dan mufa’’alun yaitu sakhkhara dan
musakhkharun.
Beberapa penjelasan tentang sakhar, baik pandangan dari para ulama
tafsir lewat kitab-kitab tafsirnya maupun dari pandangan ulama sufi lewat kitab-
kitab tasawufnya. Muhammad Husain dalam kitab tafsirnya menjelaskan bahwa
sakhar adalah menertawakan dengan menyebutkan kekurangan yang dengannya
seseorang menjadi terhina baik dengan ucapan, isyarat atau perbuatan yang
dengannya seseorang akan ditertawakan.83
Ahmad Musthofa al-Maraghi, dalam tafsir Al-Maraghi menjelaskan
َ َ َ
‫ ال َي ْسخ ْر‬artinya janganlah mengolok-olok. ‫ َي ْسخ ْر‬berasal dari fi’il madhi ‫سخر‬
artinya mengolok-olok, menyebut aib seseorang, atau kekurangan seorang yang
menimbulkan tawa. Adapun isim masdarnya al-Sukhriyah dan alSikhriyah (huruf
sin di kasroh atau di dhummah). KataalSukhriyah bisa juga bermakna menjadi
meniru perkataan atau perbuatan maupun dengan menggunakan isyarat atau
menertawakan perkataan orang yang diolokkan apabila ia keliru perkataanya
terhadap perbuatan atau rupanya yang buruk. 84
Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah menyebutkan bahwa ayat di atas
diturunkan untuk memberi petunjuk tentang beberapa hal yang harus dihindari
untuk mencegah timbulnya pertikaian. Kata ‫ يسخر‬yaskhar/memperolok-olokkan

83
Muhammad Husain, Al-Miza>n Fi Al-Tafsi>r Al-Qur’an, Jilid XVIII ( Bairut : Dar Al-
Fikr, T.Th.), 321.
84
Ahmad Musthofa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi,(Beirut: Dar al-Fikr, 2006), 132.
43

yaitu menyebut kekurangan pihak lain dengan tujuan menertawakan yang


bersangkutan baik dengan ucapan, perbuatan, atau tingkah laku. Ayat di atas
melarang melakukan ejekan terhadap orang lain. Redaksi tersebut dipilih untuk
mengisyaratkan kesatuan dan bagaimana seharusnya seseorang merasakan bahwa
penderitaan dan kehinaan yang menimpa orang lain menimpa pula dirinya
sendiri. Dan dampak dari ejekan tersebut bisa kembali kepada si pengejek.
Larangan ini memang ditujukan kepada masing-masing dalam arti jangan
melakukan suatu aktivitas yang mengundang orang menghina dan mengejek
karena itu seperti mengejek diri sendiri. 85
Dalam tafsir al-Munir, Wahbah az-Zuhaily memaknai lafadz lā yaskhar
adalah jangan menghina, meremehkan, dan mencela. Al-Qurthubi berpendapat
as-Sukhriyyah adalah al-Istihza’ yang berarti olok-olokan. As-Sukhriyyah dan as-
Sikhrā, maknanya al-izdiraa’ wal ihtiqār (menghina dan meremehkan).
Kemudian Ibnu Katsir memaknai ayat di atas agar umat manusia tidak
mencela satu sama lain. Orang yang mengolok dan mencela orang lain (baik laki-
laki maupun perempuan), maka mereka sangat tercela dan terlaknat.
Imam al-Gaza>li memaknai sakhar dalam arti menganggap remeh, menghina dan
mengingatkan atas kesalahan dan kekurangan dengan cara menertawakan, dan
terkadang sakhar itu dilakukan dengan menceritakan tentang perbuatan,
perkataan atau dengan isyarat. 86
Al-Razi dalam kitabnya Mafatih al-G}aib bahwa Sakhar ialah melihat
seseorang dengan satu sisi saja dan memalingkan muka padanya serta
menjatuhkan atau menjauhinya karena perbedaan derajat di antara mereka dan
tidak membicarakan aibnya ketika ia tidak berada ditempat. 87
Ada pula yang mengatakan bahwa sakhar ialah perbuatan
mempermainkan atau tidak menghormati orang lain yang dilakukan dengan
isyarat/perkataan yang bersifat menyindir atau mengejek. Termasuk dalam
perbuatan sakhar ialah menjatuhkan derajat orang lain tanpa bukti atau menghina
85
Al-Misbah, Vol. 12, 606.
86
Imam Al-Gaza>Li, Ihya’ Ulum Al-Din, Jilid Iii ( Bairut : Dar Al-Fikr , T;Th. ), 206.
87
Abu> ‘Abdillah Muh}Ammad Bin ‘Umar Bin Al-H}Usain Al-Tamimi> Al-Razi>, Mafa>tih
Al-Gaib -Tafsir Al-Kabir (Cet.I, Beirut: Dar Ihys Al-Turas\, 1430), 108.
44

seseorang agar perhatian tidak tertuju kepada orang yang dihina tersebut tetapi
hanya tertuju padanya. Perbuatan ini sangat tercela meskipun dilakukan dengan
main-main karena sangat berpotensi menyakiti perasaan orang lain. 88
Berdasarkan beberapa pengertian sakhar yang dikemukakan oleh para
ulama diatas maka penulis menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan sakhar
adalah suatu perbuatan yang bersifat menghina atau merendahkan, yang
diungkapkan secara langsung maupun tidak langsung kepada orang lain, baik
dengan ucapan, perbuatan maupun dengan isyarat.

B. Analisis Intratektualitas
Menurut analisis intratekstualitas yang telah dilakukan lafadz sakhara
dalam Al-Qur’an dimaknai dan diartikan dengan beragam. Di dalam kitab al-
mu’jam al-mufahras li al-fadz Al-Qur’anul karim yang ditulis oleh Muhammad
Fuad Abdul Baqi bahwa selain pada Qs. Hujurat Ayat 11 terdapat beberapa
bentuk kata sakhara dalam Al-Qur’an, yang termaktub dalam beberapa surah
lain, yaitu Qs. At-Taubah ayat 79, Qs. Huud ayat 38, Qs. Al- Anbiya’ ayat 41
dan 79, Qs. Al-‘An’am ayat 10, Qs. Al-Jatsiyah ayat 12 dan 13, Qs. An-Nahl ayat
12 ayat 14 dan 79, Qs. Luqman ayat 20 dan 29, Qs. Al-Haj Ayat 65 ayat 36 dan
37, Qs. Al-Zukhruf ayat 13 dan 32, Qs. Al-Haqqah ayat 7, Qs. Shaad ayat 18 ayat
36 dan 63, Qs. Al-Mu’minun ayat 110, Qs. Al-A’raf ayat 54, Qs. Az-Zumar ayat
5 dan 56, Qs. Al-Ra’ad ayat 2, Qs. Fatir Ayat 13, Qs. Al-ankabuut ayat 61, Qs.
Ibrahim ayat 32 dan 33, Qs. Al-Shaffat ayat 12, Qs. Al-Baqarah ayat 164 dan
21289
Dalam Qs. Al-Jasiyah ayat 12 kata sakhara dimaknai sama dengan Qs.
An-Nahl ayat 14, Qs. Luqman ayat 20, Qs. Al-Hajj ayat 65, Qs. Az-Zukhruf ayat
13, yakni menundukkan. Sedangkan pada Qs. Al-Anbiya ayat 41, Qs. Hud ayat
38, dan Qs. Al-An’am ayat 10 terdapat bentuk yang berbeda dari kata sakhara
yakni sakhiruu yang memiliki makna mencemooh. Terdapat bentuk lain lagi
88
Kamaruddin Shaleh. Dkk., Ayat-Ayat Larangandan Perintah Dalam Al-Qur’an (Cet.
IV; Bandung: Cv Penerbit Diponegoro, 2008), 350.
89
Muhammad Fuad ‘Abd Al- Baqi, Al-Mu’jam Al-Mufahras Li Al-Fadz Al-Qur’anul
Karim, 828-829.
45

dalam Qs. Al-Hajj ayat 7 yakni sakhkharaha yang berarti menimpakan. Pada Qs.
Shad ayat 17 dengan bentuk sakharna yang berarti menundukkan. Kemudian
pada Qs. Hud ayat 38 dengan bentuk kata taskharu yang berarti kamu mengejek
dan naskharu yang memiliki arti akan mengejek. Selanjutnya dalam Qs. Az-
Zumar ayat 5, Qs Ar-Ra’ad ayat 2, Qs. Al-Jasiyah ayat13, Qs. An-Nahl ayat 12,
Fatir Ayat 13, Qs. Al-ankabuut ayat 61, Qs. Ibrahim ayat 32 dan 33 dalam
bentuk kata wasakhara yang berarti dan menundukkan. Kemudian pada Qs. Az-
Zumar Ayat 56 dengan bentuk kata sakhirina yang berarti orang-orang yang
memperolok-olok. Terakhir pada Qs. Al-Shaffat ayat 12, Qs. Al-Baqarah ayat
212 dengan bentuk kata wayaskharuna yang dimaknai dan mereka menghina.
Dari pembacaan intratekstualitas dapat ditarik suatu benang merah.
Bahwa pemaknaan kata sakhara yang beragam dengan bentuk kata yang berbeda,
disesuaikan pada penggunaannya. Namun dari sini dapat menunjukkan keluasan
tempat.

C. Analisis Intertekstualitas
Dalam penelusuran intertekstualitas melalui pencarian makna kata dalam
hadis. Maka ada 4 hadis yang dipilih dengan kata kunci sakhara, yaitu: Pertama
dalam hadis riwayat Abu Daud yang membahas mengenai do'a yang dibaca
Rasulullah saat mengendarai kendaraannya:90

‫اؿ يسٍب ىحا ىف الَّ ًذم‬


‫احلىتىوي ىكبَّػىر ثىىال نث يثَّ قى ى‬ ً ‫اَّلل علىي ًو كسلَّم ىكا ىف إً ىذا ركًب ر‬
‫ى ى ى‬ ‫صلى َّ ي ى ٍ ى ى ى‬
َّ ‫َّب ى‬
َّ ً‫أ َّىف الن‬
‫ي ىكإً َّّن إً ىل ىربًٌنىا لى يمٍنػ ىقلًبيو ىف‬ ً
‫ىس َّخ ىر لىنىا ىى ىذا ىكىما يكنَّا لىوي يم ٍق ًرن ى‬
… Bahwasanya dahulu Nabi ‫ ملسو هيلع هللا ىلص‬apabila mengendarai kendaraannya, beliau

bertakbir tiga kali kemudian berdoa, (Mahasuci Rabb yang menundukkan

90
Hr. Abu Daud, ‚Jihad, apa yang di ucapkan saat dalam perjalanan‛, Al-Alamiyah,
2232.
46

kendaraan ini untuk kami, sedang sebelumnya kami tidak mampu. Dan kami
akan kembali kepada Rabb kami)… (HR. Abu Daud: 2232) 91
Kedua hadis mengenai amalan terbaik seorang lelaki yang tetap
memberikan hak kepada pekerjanya yang sudah berlalu pada masa yang lama:

ًَّ ‫اؿ ك‬ ً ً ‫َّؽ علىي فىأ‬ ًَّ ‫َي عب ىد‬


‫ك إًنػ ى‬
‫َّها‬ ‫اَّلل ىال أى ٍس ىخ ير بً ى‬‫ىعط ًِن ىح ٌقي قى ى ى‬
ٍ َّ ‫صد ٍ ى‬ ‫اَّلل ىال تى ٍس ىخ ٍر ًِب إً ٍف ىَلٍ تى ى‬ ٍ‫ى ى‬
ً‫ُّك ما ًِل ًمٍنػها ىشيء فى ىدفىػعتيػها إًلىي ًو ى‬
‫َج نيعا‬ ٍ ‫ى ٍه ٍ ى‬ ‫ىلىق ى ى‬
… Wahai abdullah, janganlah kamu mencemoohku, jika kamu tidak ingin
bersedekah padaku maka berikanlah hakku. Laki-laki (shalih) itu berkata, "demi
allah, aku tidak mencemoohmu. Sesungguhnya harta itu adalah hakmu, aku tidak
berhak sedikitpun darinya.' Maka aku menyerahkan semua itu harta itu
kepadanya… (HR. Ahmad: 17691)92
Ketiga hadis yang membahas mengenai Keutamaan Uwais Al Qorni
radhiallahu 'anhu:

ٍ ‫اسًم ىح َّدثػىنىا يسلىٍي ىما يف ٍب ين الٍ يم ًغ ىريةً ىح َّدثىًِن ىسعًي هد‬


ُّ ‫اْليىرٍي ًر‬
‫م ىع ٍن‬ ً ‫ب ح َّدثػىنىا ىا ًشم بن الٍ ىق‬‫و‬
‫ىح َّدثىًِن يزىىٍيػ ير ٍب ين ىح ٍر ى ى ي ٍ ي‬
‫َّن ىكا ىف يى ٍس ىخ ير ًِبىيكيٍ و‬ ً ً ً ً َّ ‫يس ًٍري بٍ ًن ىجابًور أ‬
‫س‬ ٍ ‫ىف أ ٍىى ىل الٍ يكوفىة ىكفى يدكا إ ىل يع ىمىر ىكفي ًه ٍم ىر يج هل ِم‬ ٍ ‫أًىِب نى‬
‫ضىرةى ىع ٍن أ ى‬
‚ Telah menceritakan kepadaku Zuhair bin Harb, telah menceritakan kepada
kami Hasyim bin Al Qasim, telah menceritakan kepada kami Sulaiman bin Al
Mughirah, telah menceritakan kepadaku Sa'id Al Jurairi dari Abu Nadhrah dari
Usair bin Jabir bahwa penduduk Kufah mengutus beberapa utusan kepada Umar
bin Khaththab, dan di antara mereka ada seseorang yang biasa mencela Uwais…‛
(HR. Muslim: 4612)93

91
Hr. Abu Daud, ‚Jihad, apa yang di ucapkan saat dalam perjalanan‛, Al-Alamiyah,
2232.
92
Hr. Ahmad, ‚Musnad Penduduk Kuffah: Hadist An Nu’man Bin Basyir Dari Nabi‛,
Al-Alamiyah, 17691
93
Hr. Muslim, ‚Keutamaan Uwais Al Qorni radhiallahu 'anhu‛, Al-Alamiyah, 4612.
47

Keempat hadis mengenai Rasulullah yang diperlihatkan hal yang akan


terjadi dari urusan dunia dan akhirat yang membuatnya tertawa diwaktu dhuha:

‫ُّحى‬ ً ً ‫وؿ ًَل تىسخر ًِب كأىنٍت اٍلملًك قى ىاؿ ك ىذ ىاؾ الَّ ًذم ض ًح ٍك‬
‫ت مٍنوي م ٍن الض ى‬
‫ى ي‬ ‫ى‬ ‫قى ىاؿ فىػىيػ يق ي ى ٍ ى ي ى ى ى ي‬
… Hamba tersebut berkata, 'mengapa Engkau menghinaku sedangkan Engkau
adalah raja?" Nabi ‫ ﷺ‬bersabda, "Itulah yang membuatku tertawa di waktu
Duha." (HR. Ahmad: 15)94

Melalui analisis intertekstualitas dapat dipahami bahwa kata sakhara


memiliki berbagai macam bentuk makna, yaitu: menundukkan, menghina,
mencela dan mencemooh. Pemaknaan kata sakhara dapat berubah sesuai pada
penggunaannya. namun pada intinya kata sakhara ialah menunjukkan makna
mengolok-olok atau mencemooh.

D. Analisis Histori Mikro


Proses analisis historis suatu ayat guna mendapatkan makna histori ayat
tersebut dapat melalui proses analisis histori mikro dan histori makro. Histori
mikro adalah asbabun nuzul ayat atau sebab-sebab diturunkannya ayat tersebut.
Sedangkan, asbabun nuzul makro adalah kondisi bangsa Arab saat ayat tersebut
diturunkan berdasarkan kategori makiyyah atau madaniyyah.
Pengetahuan akan sebab turunnya suatu ayat dapat membantu dalam
memahami kandungan ayat tersebut. Karena dengan mengetahui sebab turunnya
suatu ayat, maka seseorang dapat mengetahui akibat dari sebab tersebut.
Beberapa orang salaf tidak jarang mengalami kesulitan dalam memahami makna
makna ayat Alquran. Namun ketika mengetahui sebab turunnya ayat, maka
hilanglah kesulitan yang menghalangi pemahaman mereka.95 Namun, tidak
semua ayat memiliki asbabun nuzul, misalnya ketika terjadi suatu peristiwa
maka Al-Qur’an turun berkaitan dengan peristiwa tersebut. Pada situasi lain juga

94
Hr. Ahmad, ‚Musnad 10 Sahabat Yang Dijamin Masuk Surga: Musnad Abu Bakr As
Siddik‛, Al-Alamiyah, 15.
95
Abdul Hayyie, ‚Terjemah Lubabun Nuqul Fi Asbabin Nuzul Jalaluddin As Suyuthi ,‛
(Depok: Gema Insani, 2008), 10-11
48

terjadi ketika Nabi Muhammad Saw. ditanya tentang hukum atau suatu kejadian,
maka Al-Qur’an turun membawa jawabannya. Dari adanya pengetahuan tentang
asbabun nuzul, disitu kita dapat mengambil hikmah dari adanya suatu peristiwa
terdahulu, misalnya pemberlakuan suatu syari’at hukum untuk menjaga
kemaslahatan umat dan mengatasi berbagai permasalahan. Demikian juga pada
asbabun nuzul surah al-Hujurat ayat 11 Menurut Wahbah Al-Zuhaili QS. al-
Ḥujuat ayat 11 diturunkan berkaitan dengan beberapa sebab diantaranya;
Pertama, Menurut ad-Dhahak pada ayat‚ la yaskhar qaumun min qaumin ‛
diturunkan berkaitan dengan delegasi Bani Tamim yakni mereka menghina
orang-orang miskin dari kalangan sahabat-sahabat Nabi Saw seperti Bilal,
Salman, Ammar, dan lainnya. Dan Mujahid berkata bahwa itu adalah ejekan
orang-orang kaya kepada orang-orang miskin. Dan Ibnu Zaid berkata : orang-
orang yang ditutupi aibnya oleh Allah Swt. janganlah menghina orang-orang
yang berdosa yaitu orang-orang yang ditampakkan dosanya oleh Allah, bisa saja
orang-orang yang ditampakkan dosanya oleh Allah di dunia lebih baik ketika di
akhirat.96 Ada juga yang mengatakan‚ ayat ini diturunkan terkait Tsabit bin
Qawais bin Syamas yang menghina seorang laki- laki yang menyebutkan ibunya
pada masa jahiliyah, kemudian dia tertunduk malu, maka diturunkanlah ayat
ini.97 Ada pula yang mengatakan: ayat ini diturunkan berkaitan dengan Ikrimah
bin Abi Jahl ketika ia menginjakkan kakinya di Madinah, ketika orang-orang
muslim melihatnya mereka berkata: ini adalah keturunan Fir’aun. Kemudian ia
mengadu kepada Rasulullah Saw. maka turunlah ayat ini.
Kedua, sebab turunnya ayat ‚ wa la nisaʻ min nisaʻ in‛ berkaitan dengan
riwayat sebagai berikut: Ibnu Abbas berkata: Saat Shafiyyah binti Huyaiy bin
Akhthab mengadukan pada Rasulullah Saw. Dia berkata: wahai Rasulullah,
sesungguhnya para perempuan mencela saya, dan mereka berkata kepada saya:
hai yahudi anak perempuan dari yahudi!. maka Rasulullah Saw. berkata:
mengapa kamu tidak berkata: ayahku adalah Harun, dan pamanku adalah Musa,
96
Imam Nawawi, Riyadush Sholihin terjemah: Agus Hasan Bashori al-Sanuwi,
Muhammad Syu’aib al-Faiz al-Sanuwi, (Surabaya: Duta Ilmu,2006), 583
97
Imam al-Wahidi al-Naisabur, Asbabun Nuzul, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah,1971),
203-204.
49

dan suamiku adalah Muhammad.98 Kemudian Allah menurunkan ayat ini.


Diriwayatkan juga: ayat ini turun berkaitan dengan istri-istri Nabi yang
menghina Ummu salamah.
Ketiga , pada ayat ‚ wa la tanbazu bial-alqab‛ sebab turunnya ayat ini
terkait beberapa riwayat, diantaranya: sunan al-arba’ah (al-Tirmiżi, al-Nasa’i,
Abu Dawud, dan Ibnu Majah) meriwayatkan dari Abu Jabirah bin ad-Dhahak, ia
berkata: seorang laki-laki dari kami memiliki tiga nama panggilan. ketika
dipanggil salah satu namanya, kemungkinan ia tidak menyukai nama panggilan
tersebut. Maka turunlah ayat ini.99 Menurut al-Tirmiżi riwayat ini hasan. Al-
Hākim dan lainnya meriwayatkan dari hadis Abi Jabirah juga, ia berkata: julukan
telah ada pada masa jahiliah, kemudian Rasulullah memanggil salah seorang dari
mereka dengan nama julukan, lalu mereka berkata: Wahai Rasulullah,
sesungguhnya dia tidak senang dengan nama julukan tersebut, maka turunlah
ayat ini. Redaksi Ahmad pada riwayat tersebut, ia berkata: ayat ini turun
berkaitan dengan Bani Salamah, ketika Rasulullah tiba di Madinah dan tidak
seorangpun dari kami kecuali memiliki dua atau tiga nama. Ketika dipanggil
salah seorang dari kami dengan nama tersebut, mereka berkata: wahai
100
Rasulullah, sesungguhnya dia marah dengan nama itu, lalu turunlah ayat ini.
Berdasarkan dari riwayat-riwayat di atas turunnya ayat Qs. Al-Hujurat
ayat 11 di latar belakangi oleh kondisi tertentu yaitu pada ayat di awal terkait
dengan larangan untuk mengolok-olok orang-orang mukmin seperti orang kaya
yang mengolok-olok orang miskin, mengolok-olok orang yang berdosa dan lain
sebagainya, larangan untuk mukmin mencela sebagian lainnya serta larangan
memberikan nama panggilan yang tidak disukai oleh pemilik nama. Oleh karena
itu, Qs. Al-Hujurat ayat 11 turun sebagai penegasan bahwa pada dasarnya

98
Ahmad Musthofa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi,188
99
Ayat ini turun di Bani Salamah, pada saat Nabi datang ke Madinah. Hadis riwayat
Abu Daud dalam al-Sunan (no.4962), Ahmad dalam al-Musnad (4/260), al-Hakim dalam al-
Mustadrak (4/314), dia mengatakan bahwa sanad Hadis ini shahih, namun al-Bukhari dan Muslim
tidak meriwayatkanya, hal ini disepakati oleh al-Dzahabi. Hadis ini diriwayatkan pula oleh al-
Thabrani dalam al-Kabir (22/239) dikutip dari Ahmad Abdurraziq al-Bakri, Muhammad Adil
Muhammad, dkk.,, Terjemah Tafsir al-Thabari Jilid 23, 745
100
Wahbah Az Zuhaily, Tafsir Al Munir, Juz 13, (Damaskus: Dar Al Fikr, 2009), 579-
580.
50

mengolok-olok, mengejek, mencela serta memanggil seseorang dengan julukan


atau nama panggilan buruk adalah perbuatan yang dilarang oleh Allah.

E. Analisis Histori Makro


Proses analisis historis suatu ayat guna mendapatkan makna histori ayat
tersebut dapat melalui proses analisis histori mikro dan histori makro. Histori
mikro adalah asbabun nuzul ayat atau sebab-sebab diturunkannya ayat tersebut.
Sedangkan, asbabun nuzul makro adalah kondisi bangsa Arab saat ayat tersebut
diturunkan berdasarkan kategori makiyyah atau madaniyyah.101
Surat Al-Hujurat merupakan salah satu surat dalam Al-Qur’an yang
menempati urutan surat ke-49 dalam penyusunannya dan berjumlah 18 ayat.
Secara bahasa, kata ‚‫ ‛الحجرات‬merupakan bentuk jamak dari kata ‚‫‛حجرة‬, yang
berarti kamar-kamar atau ruangan-ruangan. Menurut Wahbah Az-Zuhaili,
disebut surat Al-Hujurat karena dalam surat ini Allah Swt. menceritakan tentang
pendidikan terhadap orang-orang Arab yang memanggil Nabi Saw. dari luar
kamarnya. Kamar-kamar tersebut adalah milik para istri Rasulullah Saw.,
berjumlah 9, dan setiap istrinya menempati satu kamar. Surat ini juga disebut
dengan surat ‚al-akhlak‛ dan ‚al-adab‛, karena di dalamnya terkandung tentang
adab-adab masyarakat muslim dan cara pembinaannya.102 Surat ini termasuk
kedalam surat madaniyah, yakni surat yang diturunkan setelah Rasulullah Saw.
hijrah dari kota Mekah ke Kota Madinah, dan diturunkan setelah surat Al-
Mujadilah.103 Nama surat Al-Hujurat terambil dari kata yang disebut pada salah
satu ayatnya, yaitu ayat ke-4.
Khalifah Umar di masa kepemimpinannya menetapkan awal tahun Hijriah
(tahun Islam atau Qamariyah) pada saat terjadinya peristiwa Hijrah ini. 104

101
Sahiron Syamsuddin (dkk.), Pendekatan Ma’na-Cum-Maghza atas Al-Qur’an dan
Hadis : Menjawab Problematika Sosial Keagamaan di Era Kontemporer, (Yogyakarta: Asosiasi
Ilmu alQur’an dan Tafsir dengan Lembaga Ladang Kata, 2020), 12.
102
Wahbah Az Zuhaily, Tafsir Al Munir, Juz 13, (Damaskus: Dar Al Fikr, 2009), 540.
103
Imam Az-Zamahsyari, Tafsir Al-Kasysyaf, Juz 4, (Libanon: Darul Kutub Al-Ilmiah,
2009), Cet 5, 340.
104
Philip K. Hitti, History Of The Arabs; From The Earliest Times To The Present. Terj
R.Cecep Lukman Yasin, (Jakarta; Serambi Ilmu Semeste, 2010), 145.
51

Namun, Tidak ada data pasti mengenai waktu pasti surah al-Hujurat> ini turun,
yang ditemui penulis hanya kepastian bahwa ayat ini turun setelah hijrah, dengan
kesepakatan para ulama bahwa surah ini Surah Madaniyah.
Walaupun tidak dapat memperkecil jangkauan waktu sejarah dan konteks
dimana ayat ini turun, setidaknya diketahui bahwa ayat ini turun di konteks
Madinah, yakni setelah peristiwa Hijrah yang di mana menurut Quraish Shihab,
Nabi Muhammad pada fase ini melakukan tiga hal penting yakni: Pertama
membangun Masjid, Kedua menjalin persaudaraan dan yang ketiga menggalang
kerukunan.105 Hal yang paling serius dilakukan oleh Nabi setelah membangun
Masjid adalah membangun Ukhuwah dan menggalang kerukunan. Ini karena di
Madinah sendiri terdapat berbagai suku dan bahkan kelompok agama yang
beragam, ini adalah situasi atau keadaan yang tidak ditemukan ketika masih
berada di Mekah. Nabi sendiri melihat semua kelompok yang ada merindukan
kehidupan yang damai dan tentram, jauh dari segala pertentangan dan
permusuhan yang telah memecah belah mereka di masa lalu. Nabi ingin
menjadikan kota ini sebagai kota yang membawa ketentraman bagi penduduknya
di masa depan, dan juga menjadi kota yang lebih makmur dan lebih maju
dibanding Mekah.106
Surah al-Hujurat menurut al-Suyu>t}i turun di Madinah, atau dikenal
sebagai surah Madaniyah. Ada beberapa versi terkait sebab turunya ayat Qs. al-
Hujurat ayat 11. Dalam suatu riwayat mengatakan bahwa ayat ini turun
berkenaan dengan tingkah laku Bani Tamim yang pernah berkunjung kepada
Rasulullah SAW, lalu mereka mengolok-olok beberapa sahabat yang faqir dan
miskin, seperti: ‘Amar, Suhaib, Bilal, Khabbab, Salman al-Farisi, dan lain-lain
karena pakaian mereka sangat sederhana.107

105
M. Quraish Shihab, Membaca Sirah Nabi Muhammad Saw; Dalam Sorotan Al-Qur’an
Dan Hadits-Hadits Shahih, (Jakarta; Lentera Hati, 2014), 509.
106
Muhammad Husain Haekal, Hayat Muhammad, Terj. Miftah A. Malik, (Tt; Pustaka
Akhlak, 2015), 321-322.
107
Imam Nawawi, ‚Riyadush Sholihin Terjemah: Agus Hasan Bashori Al-Sanuwi,
Muhammad Syu’aib Al-Faiz Al-Sanuwi,‛ (Surabaya: Duta Ilmu,2006), 583
52

Riwayat yang lain telah ditetapkan oleh Qays bin Syamas bahwasanya
saat itu yang mendengardan menghormati majlis Nabi Muhammad SAW dan
dalam majlis ini berkata: ‚meluaslah di majlis ini agar dia dapat duduk
bersandingan dengan Nabi dan mendengarkan kajian dalam majlis ini.‛
Kemudian seorang laki-laki berkata: ‚Anda telah membuat kegaduhan dalam
majlis ini maka duduklah.‛ Kemudian Tsabit berkata ‚Siapa ini?‛. Kemudian
seorang laki-laki menjawab: ‚ saya Fulan.‛ Kemudian Tsabit berkata: anaknya
Fulanah maka di sebutkanlah nama ibunya pada zaman jahiliah yang menjadi
bahan hinaan‛. Laki-laki tersebut merasa malu, maka turunlah ayat ini.108
Ikrimah meriwayatkan ayat ini turun berkaitan dengan Shafiyah bin
Huyay bin al-Akhtab yang mengadu kepada Rasulullah mengatakan beberapa
perempuan Madinah yang tak lain adalah istri-istri Rasulullah yang pernah
menegurnya dengan kata-kata yang menyakitkan, ‚hai perempuan Yahudi,
keturunan Yahudi‛ ang dimaksud adalah ayahnya Nabi Harun dan pamannya
Nabi Musa. Kemudian Shafiyah mengadukan hal ini kepada Rasulullah yang tak
lain adalah suaminya. Lalu Rasulullah SAW memberikan solusi dengan
mengatakan: ‚cukup kau katakan: ‚ayahku Nabi Harun dan pamanku Nabi Musa,
engkau dan aku adalah istri dari seorang nabi dan semuanya adalah nabi. 109
Selain itu, ayat ini turun berkenaan dengan cemburunya istri-istri nabi dengan
Ummu Salamah dengan mengatakan Ummu Salamah pendek, dan ini adalah
sebuah ejekan.110 QS. Al-Hujurat ayat 11 memiliki keterkaitan dengan Q.S. al-
Hujurat ayat 12 dan Q.S al-Humazah ayat 1.

             

           

         

108
Imam Al-Wahidi Al-Naisabur, Asbabun Nuzul, (Beirut: Dar Al-Kutub Al-
Ilmiyah,1971), 203-204
109
Ahmad Musthofa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi,188
110
Imam Al-Wahidi Al-Naisabur, Asbabun Nuzul, 204.
53

‚Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah banyak prasangka! Sesungguhnya


sebagian prasangka itu dosa. Janganlah mencari-cari kesalahan orang lain dan
janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada
di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu
kamu merasa jijik. Bertakwalah kepada Allah! Sesungguhnya Allah Maha
Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.‛ (Qs. Al-Hujurat Ayat 12)111

    

‚Celakalah setiap pengumpat lagi pencela.‛ (Qs. Al-Humazah Ayat 1)112

Larangan mengenai perilaku body shaming secara tekstual dijelaskan


dalam Q.S. al-Hujurat ayat 11. Dalam ayat tersebut Allah melarang kaum
mukmin mengolok, mencela, dan memanggil dengan panggilan yang tidak baik
terhadap kaum lain. Perilaku tersebut bertentangan dengan konsep fundamental
Al-Qur’an yang menganjurkan untuk saling menjaga persatuan dengan cara
menjaga perasaan orang lain. Selain itu, perbuatan body shaming juga dapat
mengakibatkan renggangnya hubungan satu sama lain.

Kemudian, dalam Q.S. al-Hujurat ayat 12 dan Q.S al-Humazah ayat 1,


menyebutkan larangan mengumpat, mencari kesalahan, dan menampakkan
keburukan orang lain. Larangan tersebut selaras dengan perilaku body shaming
yang tidak bisa dianggap remeh dampaknya, karena dapat mempengaruhi
keadaan psikologis korban. Ketiga ayat tersebut melarang body shaming, meski
tidak spesifik menyebutkan body shaming. Dapat ditarik juga maksud dari
pelarangan ini adalah agar manusia dihindarkan dari perilaku menghina,
mencemooh, mengolok, dan mencela orang lain. Selain tidak membawa manfaat,
perilaku body shaming dapat membuat keadaan masyarakat tidak kondusif.
Suasana kondusifitas di masyarakat perlu untuk dikembangkan, sebab kondisi

111
Kementerian Agama RI, ‚Juz 21-30,‛ Al-Qur’an dan Terjemahannya Edisi
Penyempurnaan, (2019): 755.
112
Tim Penerjemah dan Pentashihan Al-Qur’an, Al Hikmah Al-Qur’an dan
Terjemahannya. (Bandung: CV. Penerbit Diponegoro, 2014), 1517.
54

yang baik akan memberikan aura positif dalam perkembangan dan pertumbuhan
masyarakat. Maka ayat di atas cukup menonjolkan dalam mengembangkan spirit
nilai kemanusiaan.

F. Signifikansi Fenomenal Historis Qs. Al-Hujurat Ayat 11


Hasil dari analisis linguistik Qs. Al-Hujurat ayat 11 melalui proses
intratekstualitas dan intertekstualitas menunjukkan bahwa kata sakhara memiliki
banyak makna. Mulai dari mengejek, mencemooh, memperolok, menertawakan,
mencibir, memanfaatkan, mempergunakan, merendahkan, menghina dan
menundukkan. Jika dianalisa lebih lanjut maka kata sakhara dalam Qs. Al-
Hujurat ayat 11 dapat diartikan bahwa Allah melarang tindakan mengolok-olok
atau menertawakan kekurangan yang terdapat pada diri orang lain melalui kata-
kata, tindakan, atau tingkah laku yang menyudutkan seseorang.
Kemudian melalui analisis konteks histori Qs. Al-Hujurat ayat 11 yang
dikategorisasikan ke dalam golongan surat madaniyyah yaitu surah yang turun di
Madinah.113 Ayat ini sama hal nya seperti ayat-ayat lain yang turun di Madinah
yang biasanya bagi ayat-ayat yang turun di Madinah menggunakan kalimat yaa
ayyuhal aladzi na a am anu yang artinya wahai orang-orang yang beriman. Jika
dilihat dari konteks histori makro ayat ini pada saat itu di Kota Madinah yakni
setelah peristiwa hijrah yang di mana menurut Quraish Shihab, Nabi Muhammad
pada fase ini melakukan tiga hal penting yakni: pertama membangun Masjid,
kedua menjalin persaudaraan dan yang ketiga menggalang kerukunan.114 Hal
yang paling serius dilakukan oleh Nabi setelah membangun Masjid adalah
membangun Ukhuwah dan menggalang kerukunan. Ini karena di Madinah sendiri
terdapat berbagai suku dan bahkan kelompok agama yang beragam, ini adalah
situasi atau keadaan yang tidak ditemukan ketika masih berada di Mekah. Nabi
sendiri melihat semua kelompok yang ada merindukan kehidupan yang damai dan
tentram, jauh dari segala pertentangan dan permusuhan yang telah memecah

113
Imam Az-Zamahsyari, Tafsir Al-Kasysyaf, Juz 4, (Libanon: Darul Kutub Al-Ilmiah,
2009), Cet 5, 340.
114
M. Quraish Shihab, Membaca Sirah Nabi Muhammad Saw; Dalam Sorotan Al-Qur’an
Dan Hadits-Hadits Shahih, (Jakarta; Lentera Hati, 2014), Hlm. 509.
55

belah mereka di masa lalu. Nabi ingin menjadikan kota ini sebagai kota yang
membawa ketentraman bagi penduduknya di masa depan, dan juga menjadi kota
yang lebih makmur dan lebih maju dibanding Mekah.
Selanjutnya melalui hasil analisis konteks mikro turunnya QS. Al-
Ḥujurat ayat 11 diturunkan berkaitan dengan beberapa sebab diantaranya;
Pertama, diturunkan berkaitan dengan delegasi Bani Tamim yakni mereka
menghina orang-orang miskin dari kalangan sahabat-sahabat Nabi Saw seperti
Bilal, Salman, Ammar, dan lainnya. Dan Mujahid berkata bahwa itu adalah
ejekan orang-orang kaya kepada orang-orang miskin.115 Adapula yang
mengatakan ayat ini diturunkan terkait Tsabit bin Qawais bin Syamas yang
menghina seorang laki- laki yang menyebutkan ibunya pada masa jahiliyah,
kemudian dia tertunduk malu.116 Kedua , sebab turunnya ayat ini adalah saat
Shafiyyah binti Huyaiy bin Akhthab mengadukan pada Rasulullah Saw. Dia
berkata: wahai Rasulullah, sesungguhnya para perempuan mencela saya, dan
mereka berkata kepada saya: hai yahudi anak perempuan dari yahudi!. maka
Rasulullah Saw. berkata: mengapa kamu tidak berkata: ayahku adalah Harun, dan
pamanku adalah Musa, dan suamiku adalah Muhammad. Kemudian Allah
menurunkan ayat ini. Diriwayatkan juga: ayat ini turun berkaitan dengan istri-
istri Nabi yang menghina Ummu salamah. Ketiga ayat ini turun berkaitan dengan
Bani Salamah, 117 ketika Rasulullah tiba di Madinah dan tidak seorangpun dari
mereka kecuali memiliki dua atau tiga nama. Ketika dipanggil salah seorang dari
mereka dengan nama tersebut, mereka berkata: wahai Rasulullah, sesungguhnya
dia marah dengan nama itu. Lalu turunlah ayat ini. 118
Dari berbagai proses penafsiran yang telah dilalui, mulai dari menggali
makna linguistik hingga menggali konteks histori Qs. Al-Hujurat ayat 11.
Langkah selanjutnya yang perlu ditempuh adalah signifikansi fenomenal historis.

115
Ahmad Musthofa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, 188.
116
Imam al-Wahidi al-Naisabur, Asbabun Nuzul, (Beirut: Dar al-Kutub al-
Ilmiyah,1971), 203-204.
117
Imam al-Wahidi al-Naisabur, Asbabun Nuzul, 204.
118
Wahbah Az Zuhaily, Tafsir Al Munir, Juz 13, (Damaskus: Dar Al Fikr, 2009), 579-
580.
56

Langkah ini merupakan menganalisa signifikansi dari pemaknaan yang sudah


dikaji pada langkah-langkah sebelumnya. Terdapat beberapa poin yang bisa
diambil sebagai pesan utama pada ayat tersebut.
Pertama yaitu larangan mengolok-olok. Allah dan RasulNya telah
menerangkan alasan tidak diperbolehkannya mengolok-olok ataupun mencaci,
hal itu dikarenakan bisa jadi orang yang diolok itu lebih mulia disisi Allah
daripada orang yang mengolok-olok.
Kedua yaitu larangan mencela diri sendiri. dalam ayat ini, ada sebuah
peringatan secara tersirat bahwa orang yang berakal tidak akan mencela dirinya
sendiri. Karena jika kita berpandangan bahwa seolah kita menghina, mencela
orang lain atau melakukan hal yang tidak baik lainnya, maka secara langsung hal
tersebut juga mencela diri kita sendiri, oleh karena itu Allah melarangnya dan
sangat tidak pantas jika dilakukan oleh orang yang beriman. Maka sudah
sepantasnya dia tidak akan mencela orang lain, karena orang lain ibarat dirinya
sendiri.
Ketiga larangan panggil memanggil dengan gelar yang buruk. Allah
melarang seseorang panggil memanggil dengan panggilan yang buruk, karena
dengan memanggil nama seseorang dengan gelaran yang buruk hal itu dapat
menyakiti hati, 119 dan menyebabkan perpecahan antara saudara, menggelari
orang-orang dengan panggilan yang tidak baik dan menggelari seseorang dengan
gelaran yang tidak sepatutnya yang menjelekannya, dan menyebabkan dia
ditertawakan.

G. Signifikansi Fenomenal Dinamis Qs. Al-Hujurat ayat 11 pada tindakan


body shaming.
Pada tahap ini yang perlu dilakukan adalah mencoba
mengkontekstualiasikan maqsad atau maghza al - ayah guna dikembangkan pada
konteks kekinian, dalam artian usaha mengembangkan definisi lalu
mengimplementasikan signifikansi ayat yang telah didapat guna konteks ayat

119
M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Jilid XIII, 251-252.
57

tersebut ditafsirkan saat ini. 120 Dalam mencari signifikansi fenomenal dinamis
terdapat beberapa langkah metodologis yang perlu ditempuh, diantaranya adalah:
1. Menentukan kategori ayat. Sebagian ulama mengkategorikan ayat-ayat
menjadi 3 klasifikasi besar, yaitu: 1. Ayat-ayat yang membahas tentang
masalah ketauhidan. 2. Ayat-ayat tentang hukum. 3. Ayat-ayat tentang
kisah-kisah nabi pada zaman dan dahulu serta kisah-kisah umat terdahulu.
Abdullah Saeed membagi ayat-ayat tentang hukum ke beberapa hirarki
nilai: 1. Obligatory values (nilai-nilai kewajiban), yaitu contohnya
perintah sholat, zakat, puasa, dan juga haji. 2. Fundamental values (nilai-
nilai basis kemanusiaan), contohnya adalah seperti perintah menjaga
kehormatan manusia, perintah berbuat baik kepada setiap manusia, dan
perintah melaksanakan keadilan. 3. Protection al values (nilai-nilai
proteksi), adalah ayat-ayat penjagaan atas dasar-dasar, contohnya adalah
ayat-ayat yang berisikan larangan membunuh, mengurangi timbangan dan
mengkonsumsi khamr yang mampu merusak akal dan pikiran. 4.
Implementational values (nilai-nilai yang diaplikasikan atau
dilaksanakan), yaitu seperti ayat-ayat tentang hukuman ketika melakukan
perbuatan melanggar dan merusak nilai-nilai dasar kemanusiaan.
Contohnya ayat tentang qisas , ayat tentang hukuman rajam bagi para
pezina, dan lain-lain. 5. Instructional values (nilai-nilai tentang perintah),
adalah ayat-ayat yang berisi tentang perintah yang Allah berikan kepada
Nabi Muhammad saw. dan para sahabat guna menyelesaikan suatu
permasalahan. Contohnya ayat tentang poligami.
Tiga hirarki yang pertama seperti obligatory values, fundamental values
dan instructional values tidak memerlukan konstektualisasi karena
bersifat universal. Sedangkan dua hirarki yang terakhir yaitu
implementasi values dan instructional values memerlukan adanya
kontekstualisasi dan reaktualisasi ketika menafsirkan Al-Qur’an pada
ayat-ayat tersebut. Hal ini disebabkan nilai-nilai tersebut sangat erat

120
Abdullah Saeed. Interpreting The Qur’an : To Wards Acontemporary Approach .
(London & New York: Routledge, 2006). 126-144.
58

hubungannya dengan budaya arab dan kondisi bangsa Arab kala itu.
Upaya kategorisasi ayat ini sangat dibutuhkan dan perlu dilakukan guna
menentukan sebatas mana dapat dilakukan kontekstualisasi dan
rekonstruksi terhadap signifikansi fenomenal dinamis. Pada Qs. Al-Nisa
ayat 1 dikategorikan kepada fundamental values karena pada pada ayat
tersebut terdapat pesan utama menjaga garis keturunan, perintah berbuat
baik, menjaga islam, serta dilarangnya merubah hal baik menjadi hal
buruk.
2. Mengembangkan hakikat yang telah didapat yaitu al-maghza al-tarikhi
atau disebut dengan signifikansi fenomenal historis menuju konteks
waktu dan tempat saat ayat ditafsirkan. Pada Qs. Al-Hujurat ayat 11
setelah menganalisis konteks bahasa dan konteks histori maka ditemukan
beberapa pesan utama yaitu pertama yakni larangan suatu kelompok
mengolok-olok kelompok lainnya, karena bisa jadi yang diolok-olok lebih
baik dari pada yang mengolok-olok. Kedua larangan mencela diri sendiri,
maksudnya adalah saat seseorang mencela orang lain berarti ia mencela
dirinya sendiri. Ketiga yakni larangan panggil-memanggil dengan gelar-
gelar yang buruk, seperti si pendek, si kurus, dsb. 121
Dalam mengembangkan signifikansi fenomenal dinamis haruslah
diperkuat dengan argumentasi menggunakan ilmu bantu lain, seperti
psikologi, sosiologi, antropologi, dengan catatan harus sesuai batasan
yang cukup saja dan tidak berlebihan. Dari beberapa pesan utama yang
telah didapat maka dapat ditarik signifikansi fenomenal dinamisnya
bahwa pertama larangan mengolok-olok. Hal ini jika disignifikansikan
kembali dan dikaitkan dengan tindakan body shaming yang ada di
Indonesia yang sering menganggap tindakan mengolok-olok hanyalah
sebagai gurauan semata, meskipun tindakan seperti ini terlihat sepele atau
dianggap sebagai gurauan semata. Akan tetapi, bila orang yang menjadi
objek body shaming menanggapi hal tersebut dengan serius bukan tidak

121
Abdullah Saeed. Interpreting The Qur’an : To Wards Acontemporary Approach .
(London & New York: Routledge, 2006). 126-144.
59

mungkin bila dapat mengganggu psikologis orang tersebut. Padahal


dalam ayat yang lain, Allah SWT dengan tegas mengingatkan bahwa
yang membedakan seseorang disisi Allah adalah ketaqwaannya.
Sebagaimana firman Allah SWT pada Qs. Al-Hujurat ayat 13:

         

            

‚Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-


laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsabangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang
yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling
takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal. (Q.S. al-Hujurat:13)122
Ayat tersebut terlihat secara jelas bahwa Allah tidak membedakan
seseorang dari kondisi fisik atau penampilan lahiriyah. Seyogyanya,
seseorang tidak boleh melakukan tindakan body shaming dengan
mengolok-olok seseorang lainya yang keadaanya tidak sesuai dengan
standar di masyarakat, atau mempunyai cacat di tubuhnya, atau kurang
baik dalam berkomunikasi. karena Allah telah menerangkan alasan tidak
diperbolehkanya mengolok-olok ataupun mencaci, hal itu dikarenakan
bisa jadi orang yang diolok itu lebih mulia disisi Allah daripada orang
yang mengolok-olok. Dengan demikian dia telah mendzalimi dirinya
sendiri, karena telah menghina apa yang dimuliakan oleh Allah, dan
merendahkan apa yang diagungkan oleh Allah. Rasulullah SAW juga
pernah melarang keras para sahabat, ketika beliau mengambil ranting
untuk dijadikan siwak, angin berhembus dan menyingkap betis Abdullah

122
Kementerian Agama RI, ‚Juz 26,‛ Al-Qur’an Dan Terjemahannya Edisi
Penyempurnaan, (2019): 755.
60

bin Mas’ud yang kecil, lalu para sahabat menertawakan betis Abdullah
bin Mas’ud yang kecil. Rasulullah menegur para sahabat dengan berkata:

‫مم تضحكوف؟‬

“Apa yang membuat kalian tertawa?” Mereka berkata, “Wahai Nabi Allah,

karena kedua betisnya yang kurus.” Maka Nabi shallallahu alaihi

wasallam bersabda,

‫كالذم نفسي بيده هلما أثقل يف امليزاف من أحد‬


‚Demi Dzat yang jiwaku berada di tangannya sungguh kedua betis itu
lebih berat di timbangan daripada gunung Uhud.‛123
Pada hadist lain juga dijelaskan, ‘Aisyah pernah merasa sangat cemburu
terhadap istri nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang lainnya yaitu
shafiyah. shafiyah ini bertubuh pendek, ‘aisyah lalu menghina dengan
isyarat, maka hinaan dengan isyarat ini dilarang oleh nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam.
Perhatikan hadits berikut,

ٍ‫ ىتعًٍني‬: ‫ قيلٍتي لًلنٌىبًيًٌ حىسٍيبكى مًنٍ صىفًيٌىة كىذىﺍ ﻭى ىكذىﺍ ﻭى قىاﻝى ىبعٍﺾي ﺍلرٌيﻭىﺍﺓي‬: ٍ‫عىنٍ عىائًشىةى قىالىت‬

‫ ىلقىدٍ قيلٍتً كىلًمىةن لىوٍ ميزًجىتٍ بًمىاﺀً ﺍلٍبىحٍرً لىمىزىجىتٍوي‬: ‫ ىفقىاﻝى‬, ‫قىصًيٍرىﺓه‬
‚Dari ‘Aisyah beliau berkata: Aku pernah berkata kepada
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : ‚Cukup bagimu dari Shafiyah ‚Ini
Dan Itu‛. Sebagian perawi berkata :‛Aisyah mengatakan Shafiyah
pendek‛. Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: ‛Sungguh
engkau telah mengucapkan suatu kalimat, yang seandainya kalimat

123
Hr.Ahmad 3991 Dan Dishahihkan Syuaib Al-Arnauth.
61

tersebut dicampur dengan air laut niscaya akan merubahnya (karena


sangat kotor dan bau sehingga bisa merubah air laut).‛ 124
Hadist diatas mampu memperkuat argumentasi bahwa tindakan
body shaming adalah tindakan yang tercela meskipun dalam konteks
bercanda dan menganggap bahwa hal itu adalah tindakan yang biasa karna
hubungan pertemanan yang erat ataupun hubungan kekeluargaan, seerat
apapun hubungan kepada seseorang tidak bisa dijadikan acuan untuk
melakukan tindakan body shaming. Karena ini merupakan tindakan yang
tercela dan mampu melukai hati orang lain yang menjadi korban body
shaming.
Kedua yaitu larangan mencela diri sendiri dalam Qs. Al-Hujurat
ayat 11 ada sebuah peringatan secara tersirat bahwa orang yang berakal
tidak akan mencela dirinya sendiri. Quraish Shihab menafsirkan bahwa
ayat diatas melarang mencela terhadap diri sendiri, sedang maksudnya
adalah orang lain.125 Redaksi tersebut dipilih untuk mengisyaratkan
kesatuan masyarakat dan bagaimana seharusnya seseorang merasakan
bahwa penderitaan dan kehinaan yang menimpa orang lain menimpa pula
dirinya sendiri. Di sisi lain, tentu saja siapa yang mengejek orang lain
maka dampak buruk ejekan itu menimpa si pengejek, bahkan tidak
mustahil ia memperoleh ejekan yang lebih buruk dari orang yang diejek.
Bisa juga larangan ini memang ditujukan kepada masing-masing dalam
arti jangan melakukan suatu aktivitas yang mengundang orang menghina
dan mengejek anda, karena jika demikian, anda bagaikan mengejek diri
sendiri.126 lewat isyarat maupun perkataan. Hal ini selaras dengan pepatah
yang mengatakan ‚menepuk air di dulang terpercik muka sendiri‛,
membuka aib orang lain maka terbukalah aibnya sendiri, mencela orang
lain artinya buka cela pada diri sendiri. 127

124
Fatwa Nurun Alad Darb Kaset No. 295.
125
Al-Misbah, Vol. 12, 606.
126
M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Jilid XIII, 251-252.
127
Kamaruddin Shaleh. Dkk., ‛Ayat-Ayat Larangandan Perintah Dalam Al-Qur’an,‛
(Cet. Iv; Bandung: Cv Penerbit Diponegoro, 2008), 350.
62

Pendapat lain juga menjelaskan, jika kita berpandangan bahwa


seolah kita menghina, mencela orang lain atau melakukan hal yang tidak
baik lainya, maka secara langsung hal tersebut juga mencela diri kita
sendiri, oleh karena itu Allah melarangnya dan sangat tidak pantas jika
dilakukan oleh orang yang beriman. Maka sudah sepantasnya dia tidak
akan mencela orang lain, karena orang lain ibarat dirinya sendiri.
Rasulullah SAW bersabda: Artinya: ‚Orang-orang yang beriman itu
seperti tubuh yang satu. Jika ada satu anggota tubuh yang mengeluh
sakit, maka seluruh anggota tubuh akan merasakan dengan tidak dapat
tidur dan demam.‛
Pesan ini jika dikontekstualisasikan terhadap tindakan body
shaming yang sedang marak saat ini maka hal tersebut tidak dapat
dibenarkan. Meskipun dengan alasan bercanda atau basa basi, karena
sejatinya saat seseorang mencela orang lain, maka ia menggambarkan
bagaimana kepribadiannya, dan tindakan itu mampu menjadi pemicu
orang lain untuk mencelanya. Hal ini senada dengan pepatah, mulutmu
adalah harimau mu dan lidah ibaratkan pedang karena di dalam Mulut ada
lidah yang lebih tajam dari pisau, dan apabila kita tidak pandai
menanganinya dengan baik, maka pisau itu akan menusuk diri kita sendiri
dan akan menusuk orang lain. Allah berfirman pada Qs. Al-Qaf ayat 18:

        

Artinya: Tidak ada suatu kata yang diucapkannya melainkan ada di


sisinya malaikat pengawas yang selalu siap (mencatat). 128
Menjadi seorang muslim hendaklah menjaga setiap perkataan
yang keluar dari dalam mulut, sebab semua itu akan diminta pertanggung
jawaban kelak dihadapan Allah SWT. Karena itu kita harus menjaga
setiap perkataan yang kita keluarkan.

128
Kementerian Agama RI, ‚Juz 26,‛ Al-Qur’an Dan Terjemahannya Edisi
Penyempurnaan, (2019): 758.
63

Ketiga larangan panggil memanggil dengan gelar-gelar yang


buruk, jika di signifikansi kan kembali dan dikaitkan di masa sekarang,
hal seperti itu juga banyak terjadi di Indonesia. Orang-orang diberi nama
sesuai dengan kebiasaan, perangainya, bentuk, atau peristiwa apapun
yang terjadi pada mereka. Tanpa disadari hal ini mampu menjadi salah
satu sebab terjadinya tindakan body shaming, padahal tindakan panggil
memanggil dengan gelar gelar yang buruk ini merupakan kebiasaan
orang-orang jahiliyah, yang seharusnya kita hindari, karena hal itu sudah
jelas larangan nya. Hal ini sangat sering terjadi, misalnya seperti, orang
gemuk diberi gelar dengan nama binatang besar, seperti si gajah, kuda nil,
kingkong atau binatang besar lainnya. Bukan hanya orang yang gemuk,
orang yang memiliki tubuh yang kurus tinggi pun terkadang digelar
dengan tiang listrik atau si cungkring yang berarti kurus tinggi, orang
yang memiliki kulit hitam digelar dengan si hitam, serta orang yang
memiliki tubuh pendek pun sering mendapatkan ejekan semacam itu
tanpa memikirkan perasaannya.129
Jadi di dalam ayat ini ada peringatan dan perintah bagi seluruh
orang-orang yang beriman untuk tidak menyebut teman-temannya dengan
nama yang buruk. Jika memungkinkan, ubah panggilannya menjadi
bahasa yang lebih baik lagi, terutama menggantinya dengan nama yang
lebih disukainya. Inilah sebabnya mengapa Abu Hurairah, yang berarti
bapak kucing, tidak berubah. Karena Abu Hurairah suka dipanggil dengan
nama itu, karena dia sangat menyukai kucing. 130
Melalui pembacaan Qs. Al-Hujurat ayat 11 dapat
dikontekstualisasikan terhadap body shaming yang saat ini marak terjadi
di Indonesia. Dapat ditarik kesimpulan bahwa ketiga kata tersebut
menunjukkan larangan terhadap bentuk kekerasan verbal seperti body
shaming yakni dengan mencaci, menghina, mengolok-olok, maupun

129
Mundzir, Aulana, And Arizki, ‚Body shaming Dalam Al-Qur’an Perspektif Tafsir
Maqasidi.‛
130
Prof. Dr. Hamka, Tafsir Al-Azhar (Pustaka Nasional Pte Ltd Singapura)Hal,6828
64

memanggil seseorang dengan sebutan yang tidak disukai. Salah satu


bentuk kekerasan tersebut yakni dengan mengolok-olok kondisi tubuh
atau dengan menyebut panggilan yang tidak baik mengenai tubuh, seperti
memanggil dengan ‚si kurus‛, ‚si buta‛, ‚si hitam‛, ‚si gendut‛ dll.

Dalam mengembangkan signifikansi fenomenal dinamis haruslah diperkuat


dengan argumentasi menggunakan ilmu bantu lain. Maka dari itu penulis akan
memaparkan bagaimana dampak dari tindakan body shaming melalui kacamata
psikologi, antropologi, sosiologi dan kesehatan.
A. Pengaruh Body shaming Terhadap Kesehatan Mental dan Fisik
Seseorang yang sering mengalami body shaming akan mengalami
berbagai dampak buruk, termasuk kesehatan mental. Pada awalnya orang
yang menjadi korban body shaming akan merasakan malu. Lama-kelamaan,
dirinya akan menganggap dirinya tidak berguna. Pada suatu titik, dampak
dari body shaming terhadap kesehatan mental dapat menyebabkan
seseorang mengalami depresi hingga gangguan makan, seperti:
1. Anoreksia
Salah satu dampak dari body shaming pada kesehatan mental
adalah anoreksia. Gangguan ini termasuk hal ekstrem yang terjadi
untuk menurunkan berat badan karena perlakukan buruk terhadap
penampilannya. Orang yang mengalami ini akan berusaha keras
agar tubuhnya menjadi kurus. Jika gangguan ini sudah terjadi,
perlu dilakukan perawatan yang sangat serius dan hati-hati dengan
psikiater dan terapis. 131
2. Binge Eating Disorder
Gangguan kesehatan mental lainnya yang berhubungan
dengan body shaming adalah binge eating disorder. Hal ini
umumnya terjadi pada seseorang yang terlalu kurus, karena

131
Hallodoc, ‚Dampak Body shaming pada Kesehatan Mental‛ diakses melalui alamat
https://www.halodoc.com/artikel/dampak-body-shaming-pada-kesehatan-mental, tanggal 5
oktober 2023.
65

membuatnya akan makan tanpa henti. Dirinya akan berusaha keras


agar dapat menambah berat badan dengan cepat, sehingga tidak
diejek karena tubuhnya yang kurus. Bantuan dari psikolog atau
psikiater dapat membantu mengatasi gangguan ini.
3. Depresi
Seseorang juga dapat mengalami depresi disebabkan oleh
body shaming yang diterimanya setiap hari. Hal ini dapat
menyebabkan orang tersebut mengalami rasa cemas, takut, dan
khawatir yang parah. Selain itu, perasaan tidak mempunyai
harapan dan semangat untuk hidup juga dapat terjadi, yang
berakhir pada keinginan untuk bunuh diri.
Dr. Carolyn Becker seorang ahli dalam bidang gangguan
makan dan body image mengemukakan bahwa stres yang diinduksi
oleh body shaming juga dapat berdampak pada kesehatan fisik,
seperti gangguan tidur, peningkatan risiko penyakit
kardiovaskular, dan gangguan pencernaan.

B. Dampak body shaming dalam ilmu sosiologi


Dampak dari tindakan body shaming yang diterima korban adalah
timbulnya rasa malu sehingga memunculkan ketidak percayaan diri dalam
lingkungan sosialnya, selain itu korban merasa depresi dan tertekan karena
merasa lingkungannya tidak bisa menerima kondisi fisiknya. Dampak dari
tindakan ini akan membawa pengaruh negatif terhadap korban, seperti
mengalami kesulitan bersosialisasi ketika beranjak dewasa. 132
Korban body shaming akan mengalami perubahan perilaku sosial
karena merasa tertekan dan menganggap lingkungannya tidak lagi aman
dan nyaman karena korban rentan mengalami tindakan body
shaming. Perubahan perilaku sosial body shaming dapat dijelaskan dengan
cara menentukan motif dan sebab tentang perilaku korban yang mengacu

132
Tri Fajariani Fauzia, L. R. R. (2019). Memahami pengalaman. Body shaming, 4--5.
66

pada perilaku pelaku oramg lain berdasarkan faktor internal dan eksternal,
untuk menyimpulkan perubahan pada perilaku yang merupakan dampak
dari tindakan perundungan.
Perubahan perilaku sosial pada korban body shaming juga melalui
proses berpikir atau dalam umum memiliki arti proses mental manusia yang
meliputi perubahan kemampuan berfikir dan mempelajari lingkungannya.
Setelah proses tersebut, korban akan menyadari tindakann body shaming
tersebut dan menyadari sekelilingnya melalui indera.
Hal ini membuat korban berpikir ulang dalam membangun
pertemanan dengan lingkungan sekelilingnya, hal ini disebabkan karena
pengalaman body shaming yang dialaminya ketika berada dalam
lingkungan sosial yang membuat korban merasa cemas, tidak aman dan
tidak nyaman. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari tindakan body
shaming yang terus menerus terjadi karena perilaku menghina,
mengomentari, dan memepermalukan yang dianggap sebagai lelucon oleh
para pelaku. Pelaku body shaming biasanya melakukan tindakan ini karena
pengaruh lingkungan yang negatif serta tidak memikirkan efek jangka
panjang yang akan diterima seperti masuk penjara dan dampak dari
tindakan yang mereka lakukan kepada korban.133

C. Dampak Body shaming terhadap Kesejahteraan Psikologis


Body shaming juga memiliki dampak terhadap kondisi kesejahteraan
psikologis orang yang menerimanya. Berdasarkan studi oleh Sartika,
Yustiana, dan Saripah (2021), body shaming tidak hanya menyebabkan rasa
malu atau citra diri yang negatif, tetapi juga adanya psychological distress,
seperti kecemasan tinggi, gejala depresi, bahkan hingga pikiran untuk
mengakhiri hidup. Hal tersebut dikarenakan korban body shaming
cenderung akan memiliki tingkat kesejahteraan psikologis yang rendah,
seperti perasaan tidak bahagia, self-esteem rendah, perasaan marah, sedih,

133
Wijaya, A. A. G. S., Kebayanti, N., & Krisna, I. ‚Body shaming dan Perubahan
Perilaku Sosial Korban (Studi Pada Remaja di Kota Denpasar )‛, (Unud: 2020) 1-15.
67

tertekan, serta terancam saat berada pada situasi tertentu yang


memungkinkan individu mendapat komentar negatif atas kondisi tubuhnya.
Akan tetapi, tidak semua korban body shaming lantas memiliki
kesejahteraan psikologis yang rendah. Tingkat kesejahteraan psikologis
tersebut kembali lagi tergantung bagaimana persepsi dan cara individu
menghadapi penilaian negatif yang ia terima. Terlebih jika individu sudah
benar-benar menerima dirinya, body shaming mungkin tidak berpengaruh
terhadap kesejahteraan psikologisnya.134
Menurut Dr. Carolyn Becker dalam menghadapi tindakan body
shaming ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi rasa
malu antara lain membentengi diri dengan rasa percaya dan bangga,
berlatih untuk mensyukuri kondisi diri sendiri, karena dengan berfokus
pada hal-hal yang positif akan menumbuhkan rasa syukur, sehingga kita
dapat menerima dan mencintai diri sendiri, kemudian menyadari dan
menerima kekurangan diri sendiri, menenamkan kata-kata yang dapat
menguatkan diri, misalnya ‚saya cantik‛ atau ‚saya ganteng‛.
Mengubah pola pikir terhadap diri sendiri, dan lebih selektif terhadap
pesan di media sosial, karena penggunaan media sosial berpengaruh
terhadap tindakan body shaming. Mulai sekarang ikutilah akun yang
mempopulerkan ajakan untuk mencintai, menerima, dan menghargai diri
sendiri dan hindari akun yang mengandung ejekan atau lelucon tentang
fisik seseorang.

134
Gendis Hanum Gumintang, ‚ 6 Dampak Body shaming Menurut Para Ahli Psikologi‛,
diakses pada https://dosenpsikologi.com/dampak-body-shaming-menurut-para-ahli-psikologi,
Tanggal 5 Oktober 2023.
BAB V
KESIMPULAN

A. Kesimpulan
Dari pemaparan mulai dari bab awal hingga akhir maka dapat
ditarik kesimpulan. Body shaming diartikan sebagai orang yang
berkomentar buruk terhadap penampilan fisik seseorang. Body shaming
dapat mempengaruhi korban baik secara psikologis maupun psikis.
Perilaku body shaming bisa terjadi didunia nyata maupun dunia maya.
Body shaming memiliki sejarah yang panjang dan dapat ditelusuri
kembali ke berbagai budaya dan periode waktu. Mulai dari Budaya Kuno,
Era Victoria, Abad ke-20, hingga Era Modern. Delozal membagi body
shaming kedalam dua jenis yaitu acute body shame dan chronic body
shame. Perbuatan body shaming ini sangat marak sekali terjadi di
Indonesia, pada tahun 2018 Mabes Polri mengungkapkan bahwa terdapat
966 kasus body shaming di seluruh Indonesia.
Terdapat beberapa penafsiran para mufassir tentang Qs. Al-
Hujurat ayat 11 mengenai Body shaming. Penafsiran mufassir klasik
yakni pada kitab tafsir Tanwir Al - Miqbas Ibnu Abbas Menafsirkan Qs.
Al-Hujurat Ayat 11 Ditujukan bagi orang-orang yang beriman. Terdapat
larangan agar suatu kaum tidak mengolok olok kaum yang lainnya.
Kemudian pada tafsir pertengahan, menurut Al-Qurtubi Qs. Al-Hujurat
ayat 11 mencakup larangan mengolok-olok dengan panggilan yang buruk,
serta larangan menghina orang lain, selanjutnya penafsiaran era modern
pada tafsir Al-Maraghi Qs. Al-Hujurat ayat 11 mengandung larangan
mencela antara sesama mukmin karena orang-orang mukmin seperti satu
tubuh. Selanjutnya pada tafsir kontemporer, yaitu Buya Hamka dalam
Tafsir Al-Azhar menjelaskan bahwa maksud dari Qs. Al-Hujurat ayat 11
adalah ‚Janganlah suatu kaum yang beriman mengolok, menghina dan
merendahkan kaum yang lain, karna bisa jadi yang diolok lebih baik
daripada yang menghina dan mengolok-olok‛.

68
69

Dalam menafsirkan Qs. Al-Hujurat ayat 11 berkaitan dengan kata


sakhara menggunakan pendekatan ma’na cum maghza. Maka terdapat
analisis makna linguistik yang menghasilkan sebuah penjelasan bahwa
kata sakhara yang terdapat dalam Qs. Al-Hujurat ayat 11 memiliki makna
mengolok-olok, menghina, mengejek, mencemooh, merendahkan. Maka
jika disimpulkan kata sakhara yang dimaksud adalah suatu perbuatan
yang bersifat menghina atau merendahkan. Melalui penelusuran makna
historis Qs. Al-Hujurat ayat 11 maka dijelaskan bahwa ayat tersebut
turun di Madinah dengan maksud untuk mengajarkan membangun
Ukhuwah dan menggalang kerukunan agar mencapai kehidupan yang
damai dan tentram. Dari penelusuran makna linguistik dan makna historis
Qs. Al-Hujurat ayat 11 tersebut mampu diambil pesan utamanya yaitu
larangan mengolok-olok, mencela, dan panggil-memanggil dengan gelar-
gelar yang buruk. Dari beberapa pesan utama tersebut dapat
disignifikansikan terhadap tindakan body shaming yang saat ini marak
terjadi di Indonesia. Dapat ditarik kesimpulan bahwa ketiga kata tersebut
menunjukkan larangan terhadap bentuk kekerasan verbal seperti body
shaming.
B. Saran
Hadirnya pendekatan ma’na cum maghza mampu menjadi pilihan
yang baru dalam menafsirkan Al-Qur’an. ma’na cum maghza sebagai
pendekatan tafsir yang mampu menyeimbangkan antara makna tekstual
dan kontekstual. Oleh sebab itu penulis menyarankan kepada para peneliti
lainnya untuk dapat menggunakan metode tersebut. Kemudian untuk para
masyarakat Indonesia dan khususnya umat islam agar menjauhi tindakan
body shaming. Bijaklah dalam berbicara, bertindak dan menjalin
komunikasi dengan orang lain, Agar umat islam terus menampilkan hal-
hal baik dari agama islam. Sebagai cerminan islam yang baik. Untuk para
peneliti selanjutnya agar dapat melanjutkan penelitian ini menjadi lebih
mendalam lagi.
70

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an

Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Tafsirnya Juz 25 , (Yogyakarta: Pt, Dana
Bhakti Wakaf, 1990).
Kementerian Agama RI. ‚Juz 21--30.‛ Al-Qur’an dan Terjemahannya Edisi
Penyempurnaan 2019 (2019): 373-374.

Buku

Abdullah bin Mas’ud, ‚Tafsir Ibnu Mas’ud‛, (Jakarta: Pustaka Azzam).


Abi Ja’far Muhammad Bin Jarir Al- Tabari. Tafsir Al-Tabari, Jilid 23, Jakarta:
Pustaka Azzam: (2007).
Abul Fadhal Jamaluddin Muhammad bin Mukrim Ibnu Manzhur, Lisanul ‘Arab
(Beirut: edisi ke-enam 1997) 352-353.
Al-AsfahaIi‛, Abi Al-Qasim Al-Husain Bin Muhammad‚ Al – Raghib, Al -
Mufradat Fi> Gharib Alquran , Juz 1, (Maktabah Nazar Mustafa Al-Baz).
Al-Gazali, Imam, Ihya’ Ulum Al-Din, Jilid Iii ( Bairut : Dar Al-Fikr , T;Th. ),
206.
Al Maragi, Ahmad Mustafa, ‚ Terjemahan Tafsir Al-Maraghi‛, (Semarang: Pt.
Karya Toha Putra, 1993).
Al Qurthubi, Imam, ‚Tafsir Al-Qurthubi‛, Jilid 17, (Jakarta: Pustaka Azzam).
Al-Razi, Abu ‘Abdillah, Mafatih Al-Gaib -Tafsir Al-Kabir (Cet.I, Beirut: Dar
Ihys Al-Turas, 1430).
Az-Zamahsyari, Imam, Tafsir Al-Kasysyaf, Juz 4, (Libanon: Darul Kutub Al-
Ilmiah, 2009).
Delozal, Luna, The Body And Shame ‚Phenomology, Feminism And The
Socially, Shaped Body‛ (New York: Lexinton Book, 2015).
Hayyie, Abdul, Terjemah Lubabun Nuqul Fi Asbabin Nuzul Jalaluddin As
Suyuthi, (Depok: Gema Insani, 2008).
71

Hitti, Philip K, History Of The Arabs; From The Earliest Times To The Present.
Terj R.Cecep Lukman Yasin , (Jakarta; Serambi Ilmu Semeste, 2010).
Hr. Ahmad, ‚Musnad Sahabat Yang Banyak Meriwayatkan Hadist: Musnad
Abdullah bin Umar bin Al Khattab radiallahuta’ala ‘anhuma‛, Al-
Alamiyah.
Hr. Bukhari, ‚Hal-Hal Yang Melunakkan Hati: Sifat Surga Dan Neraka‛,
Fathul Bari.
Ibnu Abbas, Tanwir Al – Miqbas.
J.P, Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi. Rajawali Press (Jakarta: Rajawali Pers,
2011).
Katsir, Ibnu, ‚Tafsir Ibnu Katsir‛, Jilid 7, (Pustaka Imam asy-Syafi’I, 2004).
Madjid, Nurcholish, Kaki Langit Peradaban Islam , (Jakarta: Paramadina, 1997).
Marpaung, Leden, Tindak Pidana Terhadap Kehormatan, Pengertian Dan
Penerapannya, (Jakarta: Pt Grafindo Persada, 2007).
Moleong J. Lexy, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2007).
Munawwir, Ahmad Warson, Al-Munawwir-Kamus Arab Indonesia (Surabaya:
Pustaka Progressif, 1997).
Nawawi, Imam, ‚Riyadush Sholihin Terjemah: Agus Hasan Bashori Al-Sanuwi,
Muhammad Syu’aib Al-Faiz Al-Sanuwi,‛ (Surabaya: Duta Ilmu,2006).
Prof. Dr. Hamka, ‚Tafsir Al-Azhar,‛ (Pustaka Nasional Pte Ltd Singapura).
Qutb ,Sayyid, ‚Tafsir fi Dzilal Al-Quran‛ Juz Ke-26, (Bairut: Dar Asy-Syuruq,
1992),
Samsu, Metode Penelitian Teori dan Aplikasi Penelitian Kualitatif, Kuantitatif,
Mixed Methods, serta Research & Development , (Jambi: Pustaka Jambi:
2017).
Saeed, Abdullah, Interpreting The Qur’an : To Wards Acontemporary Approach.
(London & New York: Routledge, 2006).
Shaleh, Kamaruddin, Dkk., Ayat-Ayat Larangandan Perintah Dalam Al-Qur’an
(Cet. IV; Bandung: Cv Penerbit Diponegoro, 2008).
72

Shihab, M. Quraish, Membaca Sirah Nabi Muhammad Saw; Dalam Sorotan Al-
Qur’an Dan Hadits-Hadits Shahih, (Jakarta; Lentera Hati, 2014).
Shihab, M. Quraish, Tafsir Al-Misbah, Jilid XIII.
Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitatif, dan R&D (Bandung:
Alfabeta 2017).
Syamsuddin Sahiron, Pendekatan Ma’na Cum-Maghza Atas Al-Qur’an dan
Hadis, Menjawab Problematika Masyarakat Sosial Keagamaan di Era
Kontemporer. (Lembaga Ladang Kata dan Asosiasi Ilmu Al-Qur’an dan
Tafsir Se-Indonesia, Yogyakarta : 2020).
Yunus, Mahmud, Kamus Arab Indonesia (Jakarta: Pt. Mahmud Yunus
Wadzuryah, 1989).
Zakariyya, Abu Al-Husain Ahmad Bin Faris Bin, Mu’jam Maqayis Al-Lugah,
Juz III (Ittihad Al-Kitab Al-’Arab 2007 ).
Az Zuhaily, Wahbah, Tafsir Al Munir , Juz 13, (Damaskus: Dar Al Fikr, 2009).

Internet
Rizaty, Monavia Ayu. ‚Tubuh Terlalu Berisi, Alasan Utama Perempuan
Indonesia Terkena Body shaming,‛ Diakses melalui alamat
https://databoks.katadata. co.id/datapublish/2021/09/14/tubuh-terlalu-
berisi-alasan-utama-perempuan-ind onesia-terkena-
bodyshaming#:~:text=Berdasarkan%20laporan%20ZAP%20Beau
ty%20Index,karena%20memiliki%20kulit%20yang%20berjerawat,
Tanggal 23 November 2022.
Gendis Hanum Gumintang, ‚ 6 Dampak Body shaming Menurut Para Ahli
Psikologi‛, diakses pada https://dosenpsikologi.com/dampak-body-
shaming-menurut-para-ahli-psikologi, Tanggal 5 Oktober 2023.
Hallodoc, ‚Dampak Body shaming pada Kesehatan Mental‛ diakses melalui
alamat https://www.halodoc.com/artikel/dampak-body-shaming-pada-
kesehatan-mental, tanggal 5 oktober 2023.
73

Indonesia, Cnn. ‚Body shaming, ‘Hantu’ Yang Timbulkan Krisis Kepercayaan


Diri,‛ Diakses melalui alamat https://www.cnnindonesia.com/gaya-
hidup/20181121182737-284-348197/body-shaming-hantu-yang-timbulkan-
krisis-kepercayaan-diri, Tanggal 23 November 2022.

Jurnal
Adab, Dandf. ‚Perundungan dalam Tafsir Al-Maraghi Telaah Qs. Al-Hujurat/49:
11.‛ Repository.Iainpalopo.Ac.Id (2021): 7.
Apsari, Iin Rizkiah Dan Nurliana Cipta, ‚Strategi Coping Perempuan Terhadap
Standarisasi Cantik Di Masyarakat‛ Marwah: Jurnal Perempuan, Agama
Dan Jender, XVIII, No.2, (2019), 136.
Arifah, Dista Amalia, ‚Kasus Cyber Crime Di Indonesia‛, Jurnal Bisnis Dan
Ekonomi, XVIII, (2011), 4.
Azhar, M. Fahmi, and Ida Rochmawati Yusuf. ‚A Review Of Body shaming
Behavior On The Hadith; The Preventive Measurement From Islamic Point
Of View.‛ Al-Bukhari : Jurnal Ilmu Hadis V, No. 1 (2022): 152.
Chairani, Lisya -. ‚Body Shame dan Gangguan Makan Kajian Meta-Analisis.‛
Buletin Psikologi XXVI, No. 1 (2018): 12–17.
Gunawan, Anggraini Dan Bambang Indra, ‚Upaya Hukum Penghinaan ( Body
shaming) Dikalangan Media Sosial Menurut Hukum Pidana Dan Uu Ite‛
Jurnal Lex Justitia , I, No.2 (2019), 115.
Heryanti, Tri Mulyani And B Rini, ‚Peningkatan Pemahaman Anak Panti
Asuhan Baitussalam Kota Semarang Terhadap Nilai-Nilai Kebhinnekaan
Sebagai Upaya Menanggulangi Tindak Pidana Body shaming,‛ Jurnal
Tematik, III, No. 1 (2021):1.
Ika, Villi Januar Dan Dona, ‚Citra Tubuh Pada Remaja Putri Menikah Dan
Memiliki Anak‛ Jurnal Psikologi, I, No.1 (2007), 53.
Lestari, Sumi, ‚Bullying Or Body shaming? Young Women In Patient Body
Dysmorphic Disorder‛ Philanthrophy Journal Of Psychology , III, No.1
(2019), 60.
74

Mundzir, Muhammad, Arin Maulida Aulana, and Nunik Alviatul Arizki. ‚Body
shaming dalam Al-Qur’an Perspektif Tafsir Maqasidi.‛ MAGHZA: Jurnal
Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir VI, No. 1 (2021): 94.
Mutmainnah, Ayuhan Nafsul, ‚Analisis Yuridis Terhadap Pelaku Penghinaan
Citra Tubuh (Body shaming) Dalam Hukum Pidana Di Indonesia‛
Dinamika Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum, XXVI, No.8 (2020), 976.
Na, Perspektif M A. ‚ Bullying dalam Penafsiran Qs. Al-Hujurat [49]:11
Perspektif Ma’na Cum Magza Sumiati1 , Danial2 1‛ II, No. 2 (2022): 46.
Priyanto, I Made Dedy, and Ni Gusti Agung Ayu Putu Rismajayanthi. ‚Tinjauan
Yuridis Terhadap Tindak Pidana Penghinaan Citra Tubuh ( Body shaming )
Menurut Hukum Pidana Indonesia.‛ Journal Kertha Wicara , VIII, no. 01
(2019): 3.
Rahmiaji, Tri Fajariani Fauzia, Lintang Ratri, "Memahami Pengalaman Body
shaming Pada Remaja Perempuan," Jurnal, 2019, 3-5.
Rofiah, Khusniati, ‚Nilai-Nilai Universal Al-Qur’an: Studi Atas Pemikiran
Fazlul Rahman‛, Jurnal Dialogia, Vol. VIII, No. 1, (Januari 2010), 20.
Russell, Edmund, ‚Environment, Culture, And The Brain: New Explorations In
Neurohistory,‛ Rachel Carson Centre Perspectives , VII, No. 1 (2012).
Sakinah. ‚‘Ini Bukan Lelucon’: Body shaming, Citra Tubuh, Dampak dan Cara
Mengatasinya.‛ Jurnal Emik 1 (2018): 55.
Suzzy, Micheal, ‚Perlawanan Penyitas Body shaming Melalui Media Sosial‛
Koneksi, IV, No.1 (2020), 140.
Wijaya, A. A. G. S., Kebayanti, N., & Krisna, I. ‚ Body shaming dan Perubahan
Perilaku Sosial Korban (Studi Pada Remaja di Kota Denpasar )‛, (Unud:
2020) 1-15.

Skripsi
Amalia‚ Syarifah, ‚Hubungan Antara Body Image Dengan Kepercayaan Diri
Pada Korban Body shaming‛ Skripsi, Surabaya: Uin Sunan Ampel, 2020.
Azhar, M. Fahmi, ‚Perilaku Body shaming (Studi Ma’anil Hadis Sunan Tirmidzi
75

Nomor Indeks 2502 Melalui Pendekatan Psikologi)‛, Skripsi, Surabaya:


Uin Sunan Ampel Surabaya, 2021.
Julia, Yayu. ‚Penafsiran tentang ayat-ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan
perilaku Bullying: Studi Kompratif antara Tafsir Al-Qur’an al Majid dan
Tafsir al Maraghi, Skripsi, Bandung: Fakultas Ushuluddin Universitas
Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung, 2017.
Makhfudhoh, Auwalul. ‚Body shaming Perspektif Tahir Ibnu ‘Ashur (Studi
Analisis Quran Surat Al-Hujurat: 11 Dalam Kitab At-Tahrir Wa AT
Tanwir)‛, Skripsi. Surabaya: Progam Studi Ilmu Alquran Dan Tafsir
Fakultas Ushuluddin Dan Filsafat Universitas Islam NegrimSunan Ampel
Surabaya, 2019.
Mokhammad, Ainul Yaqien. ‚Bulliying Dalam Prespektif Al-Qur’an Dan
Psikologi‛, Skripsi, Surabaya: Prodi Ilmu Al-Qur’an Dan Tafsir Fakultas
Ushuluddin Dan Filsafat Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya,
2018.
Nurul Muhsinin ‚Body shaming Dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum
Positif‛, Skripsi, Yogyakarta: Prodi Perbandingan Mazhab Fakultas
Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2021.
Wahdina, ‚Body shaming Dalam Alquran Surah Al-Hujurat Ayat 11 (Analisis
Tafsir Al-Azhar Karya Buya Hamka)‛ Skripsi, Medan: Universitas Islam
Negeri Sumatera Utara Medan, 2022.

Anda mungkin juga menyukai