Anda di halaman 1dari 179

KONSEP PENDIDIKAN ETIKA GURU DAN SISWA DALAM

KITAB MANHAJUS SAWIYYI SYARH USHULIT


THORIQOTIS SADATI ALI BA’ALAWY KARYA
AL HABIB ZAIN BIN IBRAHIM BIN SMITH

SKRIPSI

OLEH
MUHAMAD ZAINURI
NIM : 201964010153
NIMKO : 2019.4.064.0801.1.006636

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS ILMU KEISLAMAN
UNIVERSITAS ISLAM RADEN RAHMAT MALANG
MEI 2023
LEMBAR PERSETUJUAN

KONSEP PENDIDIKAN ETIKA GURU DAN SISWA DALAM


KITAB MANHAJUS SAWIYYI SYARH USHULIT
THORIQOTIS SADATI ALI BA’ALAWY KARYA AL HABIB
ZAIN BIN IBRAHIM BIN SMITH

SKRIPSI

Oleh
MUHAMAD ZAINURI
NIM : 201964010153
NIMKO : 2019.4.064.0801.1.006636

Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji


Malang, ..... Mei 2023

Dosen Pembimbing

Irfan Musaddat, S.Ag.,M.A


NIDN: 0729117701

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS ILMU KEISLAMAN
UNIVERSITAS ISLAM RADEN RAHMAT MALANG
MEI 2023

i
HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Skripsi


Universitas Islam Raden Rahmat Malang dan telah diterima sebagai salah
satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam
(S.Pd.).
Pada hari :
Tanggal :

Ketua, Sekretaris,

……………………… ……………………..
NIDN. NIDN.

Penguji Utama,

………………..
NIDN.

Mengesahkan Mengetahui,
Dekan Fakultas Ilmu Keislaman Ketua Program Studi PAI

Dr. Saifuddin, S.Ag, M.Pd. Siti Muawanatul Hasanah S.Pd.I M.Pd,


NIDN. 2103017601 NIDN. 2104058501

ii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Muhamad Zainuri

NIM/NIMKO : 201964010153/2019.4.064.0801.1.006636

Program Studi : Pendidikan Agama Islam

Fakultas : Ilmu Keislaman

Judul Skripsi : Konsep Pendidikan Etika Guru dan Siswa dalam Kitab

Manhaj As Sawiyyi Syarh Ushulit Thoriqotis Sadati Ali

Ba’alawi Karya Habib Zain bin Ibrahim bin Smith.

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-

benar tulisan saya, dan bukan merupakan plagiasi/falsifikasi/fabrikasi, baik

sebagian atau seluruhnya.

Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa skripsi saya

hasil plagiasi/falsifikasi/fabrikasi, baik sebagian atau seluruhnya, maka saya

bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut sesuai ketentuan yang berlaku.

Malang ,
Yang membuat pernyataan,

Muhamad Zainuri

iii
PERSEMBAHAN

Segala puji bagi Allah Swt tuhan semesta alam tiada sekutu baginya, atas

segala rahmat dan pertolongan-Nya aku bersyukur dapat menyelesaikan skripsi ini

tanpa kehendak-Nya maka semua tidak akan aku selesaikan. Sholawat serta salam

aku haturkan kepada baginda Nabi Muhammad Saw. Karenanya lah kenikmatan

Allah dapat aku dan kita semua rasakan nikmat dlohir atau pun bathin.

Aku persembahkan karya skripsi ini, untuk bapakku yang selalu mendoakan

dan mengajarkan bagaimana anak-anak menjadi orang yang baik, bermanfaat dan

berakhlakul karimah terhadap siapapun, saya ucapkan terima kasih yang tak

terhingga, sehingga penelitian ini dapat terselesaikan.

Ibuku tersayang, dia adalah seseorang yang mempunyai kebeningan dan

kejernihan hati, dengan belaian kasih sayangnya sesejuk embun yang diberikan

kepadaku, yang selalu membuatku tersenyum, yang selalu mendidik putra dan

putrinya dengan sabar, juga yang tak pernah henti mendoakan putra-putrinya di

setiap doanya, aku ucapkan banyak terima kasih atas kesabaran dan ketabahan,

niat tulusmu yang selama ini ku jadikan motivasi semangat untuk menggapai

kesuksesan dalam menempuh jenjang pendidikan ini.

Buat nenekku, yang telah memberikan semangat terus menerus beserta doa-

doa yang dipanjatkan di setiap setelah sholatnya agar supaya anak cucunya

mendapatkan keberkahan dan menjadi anak cucu yang sholih sholihah dan

berakhlakul karimah serta menjadi sukses baik di dunia atau di akhirat semoga

iv
keyakinan dan takdir itu bisa terwujud, serta semoga diberikan keberkahan umur

dengan selalu melakukan kebaikan dan istiqomah beribadah hingga akhir

hayatnya.

Buat kakakku dan keluarga kecilnya serta adik-adikku dan tidak aku

lupakan keluarga besarku, teman seperjuangan dalam berkhidmah, terutamanya

buat pengarang kitab ini, yang menjadi gurunya guru-guru saya beliau Habib Zain

bin Ibrahim bin Smith semoga dipanjangkan umurnya oleh Allah dengan penuh

keberkahan dan manfaat yang dapat mengalir kepada kita, dan seluruh Pengasuh

Pondok Pesantren yang berada di Sarang dan Babussalam Malang, masyayikh,

guru-guruku serta para dosen dan staf Universitas Islam Raden Rahmat Malang

dan yang sangat saya banggakan saudara serta sabahat PAI angkatan 2019 kelas C

yang menjadi semangat, motivator, dan inspirasi dalam menjalani setiap proses.

Terima kasih untuk semua inspirasi dan apresiasinya selama ini. Ada begitu

banyak nama yang ingin kusebut, namun halaman ini terlalu kecil untuk menulis

semua kebaikan kalian. Tapi yakinlah ! hatiku cukup luas dan dalam untuk

mengingat semua kebaikan dan ketulusan kalian. Semoga silaturrahim kita semua

lestari hingga di Surga Allah Swt dan mendapatkan syafa’atul udzmahnya baginda

Nabi Muhammad Saw, Aamiin Ya Mujibassaillin..

Ku Persembahkan kepada

Nusa, Bangsa, dan Agama

v
MOTTO

ً‫ص ْد نَ َد َامة‬ ِ
ُ ْ‫ص ْد غْبطَةً َو َم ْن َي ْز َر ْع َشًّرا حَي‬
ُ ْ‫َم ْن َيْز َر ْع َخْيًرا حَي‬

“Barang siapa yang menanam kebaikan maka dia akan menuai keberkahan dan

barang siapa yang menanam keburukan maka dia akan menuai penyesalan.”

(Kalam datuknya baginda Nabi Muhammad Saw. Yaitu: Ilyas bin Mudlor bin

Nizar bin Ma’ad bin Adnan) 1

KATA PENGANTAR

1
Muhammad Ridlo, Muhammad Rasulullah Shollahu ‘alaihi Wasallam. (Jakarta: Dar Al Kutub
Islamiyyah, 2012), hal 22

vi
Bismillaahirrahmaanirrahiim,

Segala puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT., dimana dengan

rahmat, taufik serta ridlo-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal

skripsi ini.

Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada manusia pilihan

pimpinan para Rasul yaitu Nabi kita Muhammad SAW. beserta keluarga dan

parasahabatnya.Proposal skripsi ini dengan judul: Konsep Pendidikan Etika Guru

Dan Siswa Dalam Kitab Manhajus Sawiyyi Syarh Ushulit Thoriqotis Sadati Ali

Ba’alawi Karya Al Habib Zain Bin Ibrahim Bin Smith

Dengan kerendahan hati penulis menyadari sepenuhnya akan kemampuan dan

kekurangan dalam penyusunan proposal skripsi ini. Oleh karena itu penulisan

proposal skripsi ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, saran serta motivasi

semua pihak, baik langsung maupun tidak langsung yang telah membantu dalam

proses penyusunan proposal skripsi ini. Dengan ini penulis mengucapkan

terimakasih sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak H. Imron Rosyadi Hamid, S. E., M. Si. (Rektor UNIRA Malang)


2. Bapak Dr. Saifudin S.Ag, M.Pd. (Dekan Fakultas Ilmu Keislaman UNIRA

Malang)

3. Ibu Siti Muawanatul Hasanah, S. Pd., M. Pd. (Ketua Program Studi

Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Keislaman UNIRA Malang),

4. Bapak Irfan Musaddat, S. Ag., M. A, (Dosen Pembimbing yang telah banyak

meluangkan waktu, memberikan kontribusi tenaga dan pikiran, guna

vii
memberikan bimbingan dan petunjuk serta pengarahan kepada penulis dalam

menyusunskripsi ini.

5. Serta seluruh dosen yang telah memberikan bimbingan dan pelayanan selama

penulis menempuh masa perkuliahan.

Atas keikhlasan dan ketulusan hati semuanya yang telah membantu

penulis, tiada kata yang dapat penulis sampaikan selain ucapan Jazakumullah

khoiron katsiron, semoga apa yang telah diberikan menjadi amalan yang bisa

mengantarkan menuju rahmat dan ampunan-Nya. Aamiin.

DAFTAR ISI

viii
HALAMAN JUDUL...................................................................................i
HALAMAN PERSETUJUAN....................................................................ii
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................iii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ...........................iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................v
MOTTO......................................................................................................vi
KATA PENGANTAR...............................................................................vii
DAFTAR ISI .............................................................................................ix
DAFTAR TABEL......................................................................................xii
ABSTRAK................................................................................................xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah...................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................14
C. Tujuan Kajian..................................................................................14
D. Kegunaan Kajian.............................................................................15
E. Metode Kajian.................................................................................17
F. Definisi Istilah.................................................................................19
G. Sistematika Penulisan......................................................................23

BAB II KAJIAN TEORI


A. Landasan Teori Konsep Pendidikan Etika Guru dan Siswa..........24
B. Konsep Pendidikan Etika Guru dan Siswa Menurut Habib Zain bin
Ibrahim Smith dalam Kitab Manhaj As Sawi................................54
C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Etika Guru dan Siswa ...........58
D. Faedah yang dibutuhkan untuk Keberhasilan Pendidikan Etika Guru
dan Siswa dalam Kitab Manhaj As Sawi........................................61

BAB III METODE PENELITIAN


A. Desain Penelitian............................................................................68
B. Sumber Data...................................................................................72
C. Prosedur Pengumpulan Data..........................................................75
D. Teknik Analisis Data......................................................................79
E. Pengecekan Keabsahan Temuan....................................................81

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

ix
A. Gambaran obyek penelitian...........................................................83
B. Paparan Data dan Analisis Data...................................................100
C. Pembahasan...................................................................................151

BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan...................................................................................157
B. Saran..............................................................................................160
C. Riwayat Hidup ..............................................................................162

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN

ABSTRAK

x
Zainuri, Muhamad, 2023. “Konsep Pendidikan Etika Guru dan Siswa dalam

Kitab Manhaj As Sawiyyi Syarh Ushulit Thoriqotis Sadati Ali Ba’alawi Karya

Habib Zain bin Ibrahim bin Smith. Skripsi, Program Studi Pendidikan Agama

Islam Universitas Islam Raden Rahmat Malang. Dosen Pembimbing: Irfan

Musaddat, S. Ag., M. A.

Kata Kunci: Konsep, Pendidikan, Etika, Guru, dan Siswa

Penelitian skripsi ini di latar belakangi oleh penerapan etika bagi guru dan

siswa itu sangat penting dalam kehidupan manusia. Karena etika atau akhlak itu

bersumber pada Al Quran dan Al Hadits yang menjelaskan tentang baik dan

buruknya tingkah laku manusia. Urgensi dalam mempelajari pendidikan etika

yang berupa materi tentang akhlak ini, dapat menjadikan seseorang memiliki

pondasi integritas dalam kehidupan sosial yang dapat menghadapi tantangan

perubahan dan perkembangan zaman.

Adapun rumusan masalah dan tujuannya penelitian ini adalah: (1)

Bagaimana Konsep Pendidikan Etika Guru dan Siswa Menurut Habib Zain dalam

Kitab Manhaj As Sawi, (2) Apa saja faktor yang mempengaruhi pendidikan etika

guru dan siswa dalam kitab Manhaj As Sawi, (3) Faedah Apa saja yang

dibutuhkan untuk keberhasilan guru dan siswa dalam pendidikan etika di dalam

kitab Manhaj As Sawi. Sedangkan tujuannya yaitu untuk mengetahui: (1)

Bagaimana Konsep Pendidikan Etika Guru dan Siswa Menurut Habib Zain dalam

Kitab Manhaj As Sawi, (2) Apa saja faktor yang mempengaruhi pendidikan etika

guru dan siswa dalam kitab Manhaj As Sawi, (3) Faedah Apa saja yang

xi
dibutuhkan untuk keberhasilan guru dan siswa dalam pendidikan etika di dalam

kitab Manhaj As Sawi.

Penelitian skripsi ini, menggunakan pemaparan kajian pustaka (library

research) tentang kajian pemikiran tokoh, pendekatan analisisnya dengan

menggunakan pendekatan perspektif sosiologi, dengan menggunakan

pengumpulan data yaitu dokumentasi, membaca secara mendalam dan mencatat

analisis teks dan wacana, teknik analisis data dengan menggunakan analisis isi

(content analisyis), dan menggunakan teknik validasi data berupa: credibility,

transferability, dan confirmability.

Dari hasil penelitian, bahwa konsep pendidikan etika guru dan siswa dalam

kitab Manhaj As Sawi karya Habib Zain bin Ibrahim bin Smith itu dapat

membawa dampak yang positif untuk dunia pendidikan terutamanya dalam

mendidik karakter guru dan siswa sehingga menjadi pribadi yang bertakwa dan

berakhlakul karimah. Maka dari itu, peneliti menyimpulkan bahwa konsep-konsep

pendidikan etika guru dan siswa yang dipaparkan oleh Habib Zain bin Ibrahim bin

Smith dalam kitabnya Manhaj As Sawi sangat penting untuk dipelajari dan

dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari.

Seperti halnya mempraktekkan: bersikap adil, tidak malu berkata “aku tidak

tau” atau “wallahu a’lam” saat menjawab, berhati-hati dalam berfatwa, zuhud,

tawadlu’, meninggalkan perdebatan dan perselisihan, menjauhi penguasa, lemah

lembut terhadap siswa, mensucikan hati dan mengosongkan dari segala maksiat,

xii
Ikhlas dalam menuntut ilmu, tawadlu’ dan khidmah kepada ulama’, mengambil

faedah ilmu dari mana saja, sedikit makan dan tidurnya (tirakat).

xiii
ABSTRACT

Zainuri, Muhamad, 2023. "The concept of the ethical education of teachers and

students in the book of manhaj as sawiyyi sharh thoriqotis sadati ali ba 'alawi by

habib zain bin ibrahim Smith”. Thesis, Islamic Education Study Program, of

Raden Rahmat Islamic University Malang, Supervisor: Irfan Musaddat, S. Ag., M.

A.

Key words: concepts, education, ethics, teachers, and students

This thesis study on the background is an ethical application for the teacher

and the student is essential in human life. Because ethics or morals emanate from

the Koran and the hadith that explain good and bad human behavior. This

urgency in learning a material ethical education about morality can result in a

foundation of integrity in social life that can meet the challenges of changing and

developing times.

As for the formula of the problem and the purpose of this study is: (1) how

the concept of the ethical education of teachers and students according to habib

zain in manhaj as sawi, (2) what factors affect the ethical education of teachers

and students in manhaj as sawi, (3) what benefits are needed for the success of

teachers and students in the ethical education in manhaj as sawi's book. While the

purpose is to know: (1) how the concept of the ethical education of teachers and

students according to habib zain in manhaj as sawi, (2) what factors affect the

ethical education of teachers and students in manhaj as sawi, (3) what benefits

xiv
are needed for the success of teachers and students in the ethical education of

manhaj as cabbage in the book manhaj.

This thesis research, using the exposure of library research on the study of

character figures, the analysis approach by using a socio-perspective approach,

using data collection is documentation, read in depth and record textual and

discourse, data analysis technique using content analysis, and using data

validation technique in the form of: credibility, transformability, and

confirmability.

From research, that haj as sawi's book of manhaj bin ibrahim bin Smith's

concept of ethical education can have a positive effect on the world's principal

education in educating the character of teachers and students and thus becoming

corrupt and ethical beings. Thus, researchers concluded that the concepts of the

ethical education of teachers and students outlined by habib zain bin ibrahim bin

Smith in his book manhaj as sawi are vital to study and practice in daily life.

As much as practicing: being fair, unashamed to say "I do not know" or

"wallahu a 'lam" in reply, being careful in thought, zuhud, tawadlu ', leaving

arguments and strife, shunning rulers, being gentle with the student, consecrated

the heart and emphaters of all iniquity, sincere in demanding science, tawadlu

'and reverent to the clerics', profiting the science from anywhere, eating and

sleeping just a little.

xv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Guru dan siswa merupakan dua komponen yang harus berperan aktif dalam

proses pembelajaran. Seorang guru atau siswa perlu menanamkan kebaikan moral

dan etika pada diri masing-masing dalam kegiatan sehari-harinya. Baik di dalam

lingkungan pendidikan atau di luar lingkungan pendidikan, yaitu dengan cara

berinteraksi sosial dengan baik kepada orang lain. Contohnya baik guru atau siswa

dalam berinteraksi sosial diperlukan adanya kebiasaan untuk bertutur kata yang

halus, sopan, jujur, berwajah gembira saat bertemu orang lain, tidak sombong,

tidak arogan, tidak keras kepala, disiplin, tanggung jawab dan baik hati.

Dengan adanya pembiasaan mempraktekkan kebaikan tersebut, maka guru,

siswa dan orang lain akan saling memberikan hasil positif yang dapat dirasakan

oleh semua pihak. Penanaman kepribadian tentang pendidikan etika pada masa

sekarang sangatlah penting, untuk menjadikan seseorang menjadi manusia yang

berbudi luhur dan memiliki wibawa.

Pendidikan etika atau budi luhur akan dapat membentuk karakter individu

yang taat kepada syariatnya Allah Swt. Atau akan menjadikan pribadi manusia

yang bisa membawanya untuk selalu beramal baik (shaleh) dalam menjalani

kehidupannya dan akan menjadikan masyarakat dapat memiliki karakter sikap

yang baik dalam menjalankan kehidupan sehingga memberi manfaat kepada orang

lain, salah satunya adalah memiliki rasa kepedulian antar sesama dengan saling

1
2

mengingatkan dalam ranah kebenaran dan kegigihan (kesabaran) dalam menjalani

kehidupan sebagai manusia yang menjadi khalifah di muka bumi ini.

Pendidikan etika sebenarnya sudah ada sejak islam diturunkan seiring

diutusnya Nabi Muhammad Saw untuk menyempurnakan akhlak manusia ajaran

islam tidak hanya menekankan pada aspek keimanan ibadah dan muamalah saja

melainkan juga penerapan etika yang membentuk karakter baik pada diri manusia,

karakter akhlak mulia merupakan hasil dari penerapan syariah, ibadah dan

muamalah yang didasari oleh aqidah atau keyakinan yang kuat. 2

Pendidikan etika merupakan salah satu dari pembahasan yang terdapat

dalam pendidikan agama Islam, yang juga dilirik oleh pendidikan nasional sebagai

fungsi dan tujuan dalam pendidikan. Hingga dimasukkan ke dalam undang-

undang nomor 20 tahun 2003 yang berisi tentang sistem pendidikan nasional pada

pasal 3, undang-undang tersebut menyatakan: “Bahwa pendidikan nasional

berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta

peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan

bangsa bertujuan untuk berkembangnya kecakapan dan keterampilan peserta didik

agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara

yang demokratis serta bertanggung jawab.”

2
Hafidz, U. D. 2018. Konsep Pendidikan Karakter dalam Perspektif Islam. Ta’dib: Jurnal
Pendidikan Islam, VII. (I), http://doi.org/10.29313/TJPI.V711.3428 dalam kutipannya Khusnul
Zauharoh. 2022. Studi Komparasi Konsep Pendidikan Karakter Imam Al Ghazali dan Imam An
Nawawi. Skripsi, Sumatra Utara: Universitas Muhammadiyah Sumatra Utara Prodi PAI
3

Dalam rangka membentuk manusia yang beriman dan bertakwa kepada

Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia. Hal ini, tentu harus diproses melalui

penyelenggaraan pendidikan agama di setiap jenjang, jenis dan jalur pendidikan

sebagaimana juga diamanatkan oleh peraturan pemerintah Nomor 55 tahun 2007

tentang pendidikan agama Islam dan pendidikan keagamaan, dijelaskan pada

pasal 3 peraturan pemerintah tersebut yaitu: “Bahwa setiap satuan pendidikan

pada semua jalur, jenjang dan jenis wajib menyelenggarakan pendidikan agama”.

Oleh sebab itu, pendidikan agama Islam di sekolah atau madrasah memiliki

peran penting dalam rangka mencapai tujuan yang dimaksud yaitu melahirkan

manusia di Indonesia yang beriman dan bertakwa serta berakhlak mulia atau

beretika baik. Sehubungan dengan itu, bidang studi pendidikan agama Islam

dalam hal ini adalah pendidikan tentang moral dan etika itu harus dipelajari oleh

peserta didik di sekolah atau madrasah agar penanaman nilai-nilai keimanan dan

ketakwaan serta perilaku akhlak mulia itu dapat ditanamkan sejak dini. 3

Dalam kata pengantar Hadratus Syaikh KH. M. Hasyim Asy’ari dalam

karyanya Adabul ‘Alim wal Muta’allim (pendidikan akhlak untuk guru dan murid)

mengutip sebuah Al-Hadits yang diriwayatkan dari Sufyan bin Uyainah, bahwa

Rasulullah Saw adalah neraca terbesar di mana segala sesuatu akan ditimbang

menggunakan akhlak, riwayat hidup dan petunjuk beliau yang sesuai dengan itu

semua adalah kebenaran dan yang menyimpang merupakan kebatilan. Ibnu

Mubarok juga mengatakan: “Kami lebih membutuhkan akhlak yang sedikit

3
Abdul Wahid Syahlani, et. al. Pendidikan Agama Islam SMP Kelas VII. (Bandung: CV Arfino
Raya, 2009), hal xiii
4

daripada ilmu yang baik.” Sebagian ulama berkata: “Tauhid membawa iman,

barangsiapa yang tidak memiliki Iman berarti tidak mempunyai tauhid. Iman

mendatangkan syariat, Barang siapa yang tidak mempunyai syariat maka tidak

memiliki iman dan tauhid. Syariat menyebabkan munculnya akhlak barangsiapa

yang tidak beradab sama dengan tidak mempunyai syari’at, iman dan tauhid.” 4

Dari kata pengantar beliau Hadratus Syaikh KH. M. Hasyim Asy’ari yang

mengutip ungkapan dari salah satu ulama’, dapat diambil pelajaran yang sangat

berharga yaitu tentang pendidikan etika atau adab yang menjadi ciri bagi

seseorang yang memiliki syari’at, keimanan dan tauhid.

Urgensi dalam penanaman pendidikan etika dengan materi pelajaran

akhlak itu akan dapat membekali guru dan siswa untuk menjadi seseorang yang

berbudi luhur secara multiple effect (bisa berbuat baik kepada diri sendiri, kepada

sesama manusia dan makhluk lain dan kepada Allah Swt). Sehingga dengan

mempelajari materi akhlak atau etika dapat menjadikan seseorang memiliki

pondasi integritas dalam kehidupan sosial yang dapat menghadapi tantangan

perubahan dan perkembangan zaman.5

Tumbuh berkembangnya manusia telah berproses secara bertahap mulai

dalam kandungan hingga meninggalnya. Kesempurnaan dan kematangannya itu

4
M. Hasyim Asy’ari, 1924. Terjemah Adabul ‘Alim wal Muta’allim / Pendidikan Akhlak untuk
Pengajar dan Pelajar. Oleh Tim Dosen Ma’had Aly Hasyim Asy’ari. (Jombang: Pustaka
Tebuireng dan Bina Ilmu Cukir, 2020), Ctk. VI, hal xv-xvi
5
Ahmad Dwi Nur Khalim, 2020. Urgensi Materi Pembelajaran Akhlak KH. M. Hasyim Asy’ari
dalam Menghadapi Tantangan Pembelajaran Abad 21. (Online). Vol. II No. 2
https://www.google.co.id/search?q=urgensi+pendidikan+etika+guru+dan+siswa&client=ucweb-
b&channel=sb#ip=1 (diakses: September 2020)
5

tidak bisa terlepaskan dari proses pendidikan sebagai pembinaan dan

pengembangan pribadi yang beretika luhur baik pengembangan aspek

rohaniyyahnya ataupun jasmaniyyahnya sesuai tahapannya.

Peran pendidikan etika merupakan salah satu pendidikan yang menjadi

tumpuan bangsa untuk membangun jiwa patriot bangsa yang berdaulat

nasionalisme religius dengan berpijak pada landasan norma-norma moral agama,

yang dapat mendongkrak kemandirian anak bangsa memiliki berbagai potensinya

tanpa merubah bawaan karakter baiknya sejak kecil.

Usaha sadar demikian, dilaksanakan untuk menciptakan pembentukan

insan kamil (manusia sempurna) dengan beriman, bertakwa kepada sang pencipta,

memiliki budi pekerti yang baik, etika mulia, kepribadian sungguh-sungguh,

disiplin, tanggung jawab, cerdas, tangguh, cekatan, terampil, sehat jasmaninya

serta rohaninya.

Produk yang dihasilkan dari dunia pendidikan etika adalah seseorang yang

telah memiliki etika serta budaya baik akan menjadi salah satu orang yang

berpengaruh baik dan berperadaban luhur untuk masyarakat. Ruang lingkup

pendidikan ini bebas dalam merefleksi eksplorasi kreativitas dan inovatifitas

dalam dinamika yang komprehensif menuju kehidupan yang harmonis sejahtera

dan sentosa dengan diatur dengan rambu-rambu dan norma-norma hukum yang

solid sebagaimana yang diharapkan dan dicita-citakan oleh seluruh masyarakat,

nusa dan bangsa.


6

Suatu bangsa akan tetap menjaga keeksistensiannya dilihat dari karakter

yang dimilikinya maka bangsa tersebut akan menjadi kuat, solid dan wibawa

sehingga menjadikan citra bangsa yang bermartabat dan disegani oleh bangsa-

bangsa lain. Usaha sadar ini merupakan kepentingan para pendiri bangsa (The

founding father) dalam pembentukan karakter bangsa yang kuat kemudian

dituangkan di alinea kedua Pembukaan Undang-Undang Dasar Republik

Indonesia tahun 1945 dinyatakan: “Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan

Indonesia telah sampailah pada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa

mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan. Negara

Indonesia yang merdeka bersatu berdaulat dan adil dan makmur. 6

Bangsa yang bersatu dan berdaulat akan menciptakan bangsa yang

bermartabat disegani, bapak proklamator Indonesia Ir. Soekarno telah

menegaskan “Bangsa ini harus dibangun dengan mendahulukan pembangunan

karakter karena karakter adalah sebagai penilai yang membuat Indonesia menjadi

bangsa yang besar maju dan Jaya serta bermanfaat kalau karakter ini tidak

dilakukan maka bangsa Indonesia akan menjadi bangsa kuli.” 7

Melihat tujuan mulia dari para pendiri bangsa seperti demikian, dan

menyikapi adanya degradasi moral dengan berbagai macam penyimpangan yang

terjadi di NKRI ini, yang salah satunya diakibatkan oleh perkembangan alat

informatika dan teknologi, perkembangan tersebut juga berdampak pada


6
UUD 1945 yang telah teramandemen, (Surabaya: Nidya Pustaka, 2009), hal 3
7
Muchlas Samani, et. al. Konsep dan Model Pendidikan Karakter. (Jakarta: PT. Remaja
Rosdakarya, 2011), hal 1 dalam kutipannya Koestantono, 2018. Nilai-Nilai Karakter yang
Terdapat dalam Kitab Akhlaq Lil Banin Wal Banat. Tesis, Sidoarjo: Program Studi Magister
Pendidikan Islam Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
7

perubahan watak dan mental yang tidak bisa untuk dihindari. Begitu pula, adanya

perubahan terjadi pada pribadi pendidik yang menyalahi kode etik sebagai guru

atau kiai (pengajar) yang seharusnya menjadi sosok panutan yang digugu dan

ditiru (istilah jawa). Dan adanya perubahan negatif berupa penurunan karakter

siswa atau santri (peserta didik) dari segi etika, pergaulan dan interaksi sosialnya

dengan masyarakat luas.

Dengan adanya penurunan moral dan etika dalam pendidikan berakibat

banyaknya kejadian kriminalitas, yaitu berupa pembunuhan, perzinaan,

pemerkosaan, pergaulan bebas, pencurian, pembegalan, perampasan hak orang

lain yang tidak dimilikinya, penyelewengan, pemakaian obat-obat terlarang,

perjudian, penipuan, terorisme, radikalisme, korupsi dan ada banyak lagi yang

dapat disaksikan.

Salah satu contoh kemerosotan etika guru: video guru SMK tampar

muridnya di Purwokerto hingga mengundang perhatian dari Federasi Serikat Guru

Indonesia (FSGI) Sekjen yang bernama Heru Purnomo saat dihubungi Jumat 20

April 2018 menyatakan: “Kami atas nama organisasi profesi FSGI prihatin

dengan kejadian itu dikarenakan ada seorang guru yang berperilaku kekerasan di

depan siswanya, meskipun tindakan tersebut dilakukan untuk mendisiplinkan

siswa. Tetapi tindakan kekerasan tidak pernah dibenarkan dalam dunia

pendidikan. hal ini, termasuk kategori kekerasan verbal.” Tegasnya. 8

8
Jabbar Ramdhani, Viral Guru Tampar Murid, FSGI: Langgar Etika dan Terancam Pidana,
(Online) https://news.detik.com/berita/d-3981278/viral-guru-tampar-murid-fsgi-langgar-etika-dan-
terancam-pidana (diakses oleh detikNews.com, Jumat, 20 April 2018 10:47 WIB)
8

Bukan hanya itu saja, contoh kasus kemerosotan etika juga terjadi pada

siswa yaitu: meninggalnya salah satu guru yang dianiaya oleh siswa menurut

penilaian bapak Mahfud MD mantan ketua mahkamah konstitusi (MK) dalam hal

ini, telah menanggapi: “Tragedi ini merupakan runtuhnya moral dalam dunia

pendidikan. Karena itu, Mahfud MD mendorong penguatan pendidikan akhlak

dan budi pekerti. Orientasi pendidikan kita supaya dikawal betul sebagaimana

yang telah tertuang dalam pasal 31 UUD 1945 berbunyi: “Bahwa membangun

sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta

akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan negara.”

Tegasnya saat mengunjungi ke kediamannya guru yang menjadi korban

penganiayaan muridnya sendiri di SMA 1 Torjun-Sampang-Madura, 1 Feb 2018. 9

Dari kejadian yang disebutkan di atas, maka perlu adanya penyegaran


revolusi etika yang harus diajarkan dan dipraktikkan dalam dunia pendidikan,
dengan cara menerapkan perilaku yang mengikuti suri tauladan terbaik yaitu
akhlak mulia baginda Nabi Muhammad Saw. Sebagaimana yang digelorakan oleh
baginda Nabi Muhammad Saw yaitu:

ِ
ُ ْ‫ِإمَّنَا بُعث‬
ْ ‫ت ُأِلمَتِّ َم َم َكا ِر َم‬
)‫اَأْلخاَل ق (رواه مالك والبخاري والطرباين واخلرائطي‬

Artinya: “Sebenarnya saya (Nabi Muhammad Saw) diutus untuk


menyempurnakan akhlak/moral/etika yang luhur.” 10
9
Wihdan Hidayat, Guru Dianiaya Siswanya karena Runtuhnya Moral, (Online)
https://www.google.co.id/amp/s/m.republika.co.id/amp/p3mk3z428 (diakses oleh Republika.co.id,
Ahad, 04 Februari 2018, 19:41 WIB)
10
Diriwayatkan oleh Imam Malik bin Anas, Al Bukhori, Al Khara’ithi, dan At Thabrani dari Abu
Hurairah dalam Kutipan Bukunya Prof. Dr. M. Tholhah Hasan, Pendidikan Anak Usia Dini dalam
Keluarga. (Jakarta: Mitra Abadi Press, 2012), hal 101 dan Al Bukhori, (Ismail, 2009) (Bukhori,
2001) Muhammad bin Ismail, Abu Abdillah, 2009. Kitab Adabul Mufrad (Kumpulan Hadits-
Hadits Akhlak). Terjemahan oleh Suri Sudahri. 2009. Jakarta: Pustaka Al Kautsar
9

Akhlak / etika adalah salah satu kunci yang utama untuk kebahagiaan
manusia sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan Al-
Hakim:

ِ ‫َأ ْكَثر ما ي ْدخل النَّاس اجلنَّةَ َت ْقوى‬


)‫اهلل َو ُح ْس ُن اخْلُلُ ِق (رواه البخاري‬ َ َ ُُ َ َ ُ

Artinya: “ paling banyaknya perkara yang menjadikan seseorang masuk


surga itu adalah bertakwa kepada Allah dan berbudi luhur.” 11

Hadits semakna dengan yang di atas yaitu:

)١٥٥٢ ‫َما ِم ْن َش ْي ٍء يِف ْ الْ ِمْيَز ِان َأْث َق َل ِم ْن ُح ْس ِن اخْلُلُ ِق (أخرجه أبو داود والرتميذي وصححه‬

Artinya: “Tidak ada sesuatu yang lebih memberatkan pada timbangan

amal seseorang dibandingkan budi pekerti yang baik.” (HR. Abu Dawud dan At

Tirmidzi dan dia menganggap shohih hadits tersebut [1552]) 12

Sebagai suri tauladan yang mulia hingga Allah Swt berfirman:

)٤ :‫ِإنَّك لَ َعلَى ُخلُ ٍق َع ِظْي ٍم (القلم‬


Artinya: “Sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berbudi

pekerti yang luhur.” (Q.S. Al-Qalam: 4)

11
Al-Bukhori, Muhammad bin Ismail, Abu Abdillah, Kitab As-Shohih Al-Jami’ Al-Bukhori.
(Beirut: Darul Fikr, 2001), hal 39 dalam kutipan Muhammad Mawlana. 2011. Etika Pelajar dalam
Kitab Al Manhaj As Sawi Syarh Ushul Thariqah As Saadah Al Ba’alawi. Skripsi. Banjarmasin:
Program Studi Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyyah dan Keguruan Universitas Islam
Negeri Antasari

12
Abdus Salam, et. al. Kitab Ibanatul Ahkam Syarh Bulughul Maram. (Surabaya: Al Bidayah,
2018) IV: 646
10

Syaikh Nawawi Al Bantani dalam tafsirnya menyebutkan bahwa Sayyidah

Aisyah Ra. Berkata: “Tidak ada seorangpun yang paling baik akhlaknya

dibandingkan Rasulullah Saw”.13

Pastinya kita berusaha semaksimalnya untuk meniru tuntunan mulia

baginda Nabi, sebagaimana firmannya Allah Swt:

)٣١ :‫ور َّر ِحْي ٌم (آل عمران‬ ِ ِ ِ ِ ‫ِإ‬


ٌ ‫قُ ْل نْ ُكْنتُ ْم حُت ُّب ْو َن اهلل فَاتَّبِعُ ْون حُيْبِْب ُك ُم اهللُ َو َي ْغف ْرلَ ُك ْم ذُنُ ْوبَ ُك ْم َواهللُ َغ ُف‬

Artinya: “Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai 8Allah, maka

ikutilah aku (Nabi Muhammad Saw), niscaya Allah akan mencintaimu dan

mengampuni dosa-dosamu. Allah Swt Dzat yang Maha Pengampun lagi Maha

Penyayang.” (Q.S. Ali Imron: 31)

Syaikh Nawawi Al Bantani menafsiri ayat di atas “bahwa seseorang yang

benar-benar mencintai Allah Swt maka ikutilah agama-Ku (Islam), ketika

mengikuti agama-Nya, maka pertanda dia taat kepada Allah dan Allah mencintai

orang-orang yang taat kepada-Nya. Dan ketika seseorang mengikuti syariat islam

maka Allah meridloinya, menghilangkan kesusahan hati (dilapangkan), dan

diampuni dosa-dosa yang sudah diperbuatnya”.14

Ketika seorang mengikuti jalan syari’at yang telah digariskan oleh Allah

dan Rasulnya maka akan sangatlah beruntung sebagaimana Firman-Nya:

13
Muhammad Nawawi, Al Bantani. Marah Al Labid Tafsir Al Munir. (Surabaya: Al Haramain,
2014) Juz II, hal 392
14
Muhammad Nawawi, Al Bantani. Marah Al Labid Tafsir Al Munir. (Surabaya: Al Haramain,
2014) Juz I, hal 95
11

)٧١ :‫َو َم ْن يُط ِع اهللَ َو َر ُس ْولَهُ َف َق ْد فَ َاز َف ْو ًزا َع ِظْي ًما (األحزاب‬

Artinya: “Barang siapa mentaati Allah dan Rasul-Nya (dalam menjalankan

perintah-perintah-Nya serta menjauhi larangan-larangan-Nya), Maka sungguh dia

menang (beruntung dalam kehidupan di dunia dan di akhirat) dengan kemenangan

yang agung (mendapatkan semua yang diharapkannya”. (QS. Al Ahzab: 71)15

Berdasarkan deskripsi tentang pentingnya pendidikan etika bagi guru dan

siswa serta banyaknya kejadian degradasi moral yang bertebaran dimana-mana,

baik dari arah guru atau siswa yang telah disebutkan diatas. Maka hal tersebutlah

yang menjadi objek kajian peneliti tentang konsep pendidikan etika guru dan

siswa yang dapat digunakan untuk menerapkan nilai-nilai karakter bagi guru dan

siswa, yaitu dengan cara diadakannya pembelajaran pendidikan tentang etika,

sehingga menjadi salah satu solusi untuk mengembalikan fitrah manusia yang

memiliki kepribadian baik seperti sebelumnya.

Peneliti memilih kitab Manhaj As Sawi sebagai obyek kajian, dikarenakan

sebagian pembahasan kitab Manhaj As Sawi ini, telah membahas tentang

keilmuan dan termasuk di dalamnya juga menjelaskan tentang konsep pendidikan

etika guru dan siswa.

Meskipun konsep yang terdapat di dalam kitab Manhaj As Sawi memang

sedikit banyak perlu untuk dikaji dan diaplikasikan dalam pendidikan. Tetapi di

dalam kitab Manhaj As Sawi, tidak hanya mengungkapkan pendapat pribadi


15
Muhammad Nawawi, Al Bantani. Mara Al Labid Tafsir Al Munir. (Surabaya: Al Haramain,
2014) Juz II, hal 190
12

pengarangnya yaitu Habib Zein Semata. Namun, juga diungkapkan pemikiran

ulama-ulama besar terdahulu yang sudah terbukti keberhasilannya dalam

mendidik para muridnya dan menjadi pondasi dalam berkembangnya pendidikan

agama Islam di dunia ini termasuk tentang pendidikan etika guru dan siswa.

Pendidikan yang diberikan oleh ulama terdahulu yang telah berhasil,

kemudian pada masa sekarang mulai terkikis kembali. Maka dari itu, perlu adanya

penerapan kembali pendidikan etika guru dan siswa sesuai dengan konsep ulama

terdahulu serta dikemas dengan tampilan baru yang berbeda untuk menambahkan

minat dalam mempraktekkan dan bisa dijadikan sebagai pedoman dalam

pelaksanaan pendidikan etika guru dan siswa demi terciptanya kesuksesan

pembelajaran di lingkungan pendidikan hususnya dan di lingkungan masyarakat

pada umumnya.

Beberapa hal yang menarik dalam kitab ini menurut peneliti adalah

pengarang kitab Manhaj As Sawi ini telah memilah dan memerinci secara

sistematis dengan menyebutkan etika untuk pribadi seorang guru, kemudian etika

bagi seorang siswa, dilanjutkan dengan menyebutkan tata kramanya dalam

berinteraksi antara keduanya, disebutkan juga suatu hal yang diperlukan bagi guru

dan siswa seperti menjaga kemurnian kegunaan ilmu tersebut untuk apa,

mendorong bagi keduanya untuk semangat dalam mendalami dan memperluas

khazanah keilmuan untuk menjadi seorang yang terpercaya dan profesional dalam

keilmuan dan lain sebagainya.


13

Serta di dalam kitab Manhaj As Sawi, telah dipaparkan salah satu dari

temanya adalah bab yang membahas sesuai dengan yang dikaji oleh peneliti yaitu

tentang konsep pendidikan etika guru dan siswa dalam kitab Manhaj As Sawi.

Pengarang kitab Manhaj As Sawi, juga memaparkan tentang pentingnya memiliki

wadzifah / rutinan dzikir dan doa sebagai pembersihan diri dan penjagaan diri

agar selamat dunia dan akhiratnya dalam rangka untuk menjaga kebaikan

hubungan antara sesama manusia dan hubungan dengan sang pencipta Allah Swt.

Saat ini kehidupan berada pada generasi milenial, yaitu dunia yang

berkembang pesat dan didukung oleh teknologi yang semakin maju di era

globalisasi. Ternyata hal tersebut menjadi salah satu penyebab timbulnya efek

negatif terhadap karakter guru dan siswa. Begitu pula dalam pemberitaan dunia

pendidikan, sering terjadi kasus kemerosotan etika baik guru ataupun siswa,

seperti: kurang tanggung jawab, bolos sekolah, tawuran, pencurian, penyerangan

guru atau sebaliknya, ketidak pedulian dan masih banyak lagi kejahatan lainnya

yang terjadi. Maka dari itu, peneliti tergerak sekaligus bertanggung jawab atas

kemerosotan moral yang terjadi. Karena mengatasi dan mencegah kemerosotan

moral adalah tanggung jawab bersama.

Hal tersebutlah yang melatar belakangi peneliti untuk mengkaji tentang

konsep pendidikan beretika guru dan siswa dalam kitab Manhaj As Sawi karya

Habib Zain bin Ibrahim bin Smith.

B. Rumusan Masalah
14

Berdasarkan dari pemaparan konteks penelitian atau latar belakang masalah

di atas langkah dapat kita ambil rumusan masalahnya antara lain:

1. Bagaimana konsep pendidikan etika guru dan siswa menurut Habib Zain

bin Ibrahim bin Smith dalam kitab Manhaj As Sawi

2. Apa saja faktor yang mempengaruhi etika guru dan siswa dalam kitab

Manhaj As Sawi

3. Apa saja faedah yang dibutuhkan untuk keberhasilan guru dan siswa

dalam pendidikan etika di dalam kitab Manhaj As Sawi

C. Tujuan Kajian

Dengan disebutkannya fokus penelitian di atas maka kajian kitab Manhaj

As Sawi ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui bagaimana pendidikan etika guru dan siswa menurut Habib

Zain bin Ibrahim bin Smith dalam kitab Manhaj As Sawi

2. Mengetahui apa saja faktor yang mempengaruhi etika guru dan siswa

dalam kitab Manhaj As Sawi

3. Mengetahui apa saja faedah yang dibutuhkan untuk keberhasilan guru dan

siswa dalam pendidikan etika dalam kitab Manhaj As Sawi

D. Kegunaan Kajian

Kegunaan tentang pembahasan ini, baik secara teoritis atau praktis dan

pengembangannya yang diharapkan memiliki manfaat sebagai berikut:

1) Secara Teoritis
15

a) Diharapkan dalam kajian ini, dapat menambah wawasan keilmuan yang

hususnya dalam segi pendidikan beretika guru dan siswa

b) Diharapkan dari hasil kajian ini, dapat menjadi tambahan literatur dan

dorongan untuk mengkaji pembahasan tersebut secara lebih lanjut

sehingga dapat memperluas pembahasan dan lebih mendalam

c) Merupakan salah satu sumbangsih sumber informasi ilmiah/acuan/rujukan

pustaka khazanah pengetahuan untuk guru (pendidik) dan siswa (pelajar)

serta menjadi sebuah pemikiran yang dapat digunakan sebagai argument

yang terkait dengan pendidikan beretika guru dan siswa

d) Menyebar luaskan hal positif tentang kajian konsep pendidikan etika guru

dan siswa yang bersumber dari karya ulama’ yang berbahasa arab agar

mudah untuk dikonsumsi karena sudah diklasifikasikan

e) Sebagai sumber motivasi yang relevan untuk menciptakan karakter yang

baik untuk guru, siswa atau orang lain yang ingin berusaha menjadi lebih

baik lagi

2) Secara Praktis

1. Bagi Pengkaji

a) Memberi pengalaman pengkajian bagi pengkaji mengenai pembahasan

konsep pendidikan beretika guru dan siswa dalam kitab Manhaj As Sawi

b) Menjadi pengetahuan intelektual bagi peneliti dan dijadikan bekal untuk

masa depan ketika sudah berkumpul dengan masyarakat


16

c) Mendapatkan data dan fakta yang benar mengenai pokok pembahasan

tentang konsep pendidikan beretika guru dan siswa dalam kitab Manhaj As

Sawi

2. Bagi Guru dan Siswa

a) Kajian ini dibuat untuk dapat dipraktikkan dan diimplementasikan oleh

guru dan siswa serta menjadi dasar pengetahuan tentang pendidikan

beretika guru dan siswa sebagai salah satu upaya untuk menambahkan

iman kepada Allah Swt dan Nabi-Nya sebagai tauladan yang baik dalam

segala hal

b) Menciptakan prilaku dan karakter baik pada diri guru dan siswa dalam

setiap kegiatan pembelajaran atau pada suatu komunitas dan lembaga yang

ingin mencetak karakter yang bagus pendidikan etikanya, atau

dipraktikkan di luar struktur kurikulum pelajaran agar pendidikan

berakhlakul karimah ini. Tidak hanya menyentuh arah koginitif saja, tetapi

yang lebih penting adalah ranah afektif dan psikomotorik

c) Menjadi acuan batasan dan perhatian dalam melaksanakan etika

pembelajaran sehingga tidak keluar batas dalam melakukan tindakan yang

merugikan masing-masing pelajar atau pendidik

d) Suatu hal positif dalam memberikan stimulus pendidikan beretika yang

dapat mencetak karakter baik demi keberlangsungan kehidupan yang

bermartabat dan menjadi pergerakan baik dengan adanya pendidikan dan

prilaku yang baik

3. Bagi Lembaga dan Khalayak Umum


17

Menjadi salah satu sumber referensi bagi Fakultas Ilmu Keislaman dan

lembaga lainnya, yang akan meneliti lebih lanjut dan mendalam mengenai konsep

pendidikan beretika guru dan siswa dalam kitab Manhaj As Sawi untuk

menciptakan mutu pembelajaran yang beretika dan menjadi pencerahan dalam

meniru prilaku yang sesuai dengan jalan pendidikannya ulama’ salafus sholihin

yang berguna untuk dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari.

E. Metode Kajian

Selama melakukan penelitian, peneliti melakukan beberapa tahapan,


diantaranya :
a. Pengajuan judul dan proposal penelitian kepada pihak fakultas.

b. Konsultasi proposal kepada Dosen Pembimbing.

c. Melakukan kajian pustaka yang sesuai dengan judul penelitian.

d. Menyusun metode penelitian

e. Menyiapkan penelitian dan perlengkapannya.

1. Tahap pelaksanaan

Kegiatan yang dilakukan adalah pengumpulan data dan pengolahan data

dari kajian yang telah ditetapkan. Pengumpulan data dilakukan dengan cara:

a. Mencari referensi kajian

b. Membaca dan memahami isi atau informasi dari buku atau sumber

data yang dipilih

c. Menganalisis kajian sesuai judul yang diteliti

d. Mengambil dan mereduksi data yang sesuai dengan konteks

penelitian
18

e. Membandingkan dan mengembangkan hasil dari kajian

f. Memberikan interpretasi pada hasil penelitian yang diambil dari

dan sumber data lainnya

g. Membuat kesimpulan dari data penelitian yang dimiliki atau

menemukan hal baru dari analisis data yang diteliti

Pengolahan data dilakukan dengan cara data yang diperoleh dari hasil

penelitian dianalisis dengan teknik analisis data yang telah ditetapkan.

2. Tahap Penyelesaian, meliputi:

a. Menyusun kerangka laporan hasil penelitian

b. Menyusun laporan akhir penelitian dengan selalu berkonsultasi

kepada Dosen Pembimbing.

c. Ujian pertanggung jawaban hasil penelitian didepan dewan penguji

d. Penggandaan dan menyampaikan laporan hasil penelitian kepada

pihak yang berwenang dan berkepentingan dalam hal ini Fakultas.

Menurut Mestika zed dalam Evanirosa bahwa tahapan-tahapan yang harus

ditempuh oleh peneliti dalam penelitian kepustakaan adalah sebagai berikut:

a) Mengumpulkan bahan-bahan penelitian

Sebab dalam penelitian ini yaitu penelitian yang bercorak kepustakaan,

maka bahan yang ditimbulkan adalah berupa informasi atau data empirik yang

bersumber dari buku-buku jurnal hasil laporan penelitian resmi ataupun ilmiah

dan literatur lain yang mendukung tema penelitian ini

b) Membaca bahan kepustakaan


19

Kegiatan membaca untuk tujuan penelitian bukanlah pekerjaan yang pasif,

pembaca diminta untuk menyerap apa saja semua informasi pengetahuan dalam

bahan bacaan melainkan perburuan data yang menuntut keterlibatan pembaca

secara aktif dan kritis agar bisa memperoleh hasil maksimal. Dalam membaca

bahan penelitian pembaca harus menggali bahan penelitian secara mendalam

bahan bacaan yang memungkinkan akan menemukan ide-ide baru yang terkait

dengan judul penelitiannya.

c) Membuat catatan penelitian

Kegiatan mencatat bahan peneliti boleh dikatakan tahap yang paling

penting, yang barangkali juga merupakan jenis yang paling berat rangkaian dalam

penelitian kepustakaan. Karena pada akhirnya seluruh bahan yang telah dibaca

harus ditarik sebuah kesimpulan dalam bentuk laporan mengolah catatan

penelitian semua bahan yang telah dibaca kemudian diolah atau dianalisis untuk

mendapatkan suatu kesimpulan yang disusun dalam bentuk laporan penelitian.16

F. Definisi Istilah

Untuk mempermudah dalam memahami dan menghindari kerancuan

pengertian, maka perlu adanya penegasan judul dalam penulisan ini sesuai dengan

rumusan masalah yang tertuang dalam teman pembahasan, antara lain:

1. Konsep dalam kamus lengkap Bahasa Indonesia adalah rancangan atau

buram surat-surat dsb.17 Konsep merupakan ide yang diabstrakkan dari

peristiwa konkret. Menurut istilahnya bermula dari bahasa latin conceptum


16
Mestika Zed, 2008 dalam Evanirosa. et. al. Metode Penelitian Kepustakaan (Library Research).
(Bandung: CV. Media Sains Indonesia, 2022), hal 25
20

(sesuatu yang dipahami). Menurut Aristoteles dalam “The classical theory

of concepts” telah menyatakan bahwa konsep adalah penyusun utama/inti

untuk pembentukkan pengetahuan ilmiah dan filsafat pemikiran manusia.

Konsep adalah abstrak atau gambaran mental, yang tertuang dalam suatu

kata atau simbol. Konsep juga disebut sebagai bagian pengetahuan yang

terbangun dari berbagai macamnya karakteristik. 18

2. Pendidikan adalah memberi latihan dan memelihara ajaran bimbingan

mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.19 Arti pendidikan dipandang dari

sebuah istilah yaitu ilmu pendidikan (pedagogiek) dan pendidikan

(pedagogie). Keduanya memiliki perbedaan makna yaitu ilmu pendidikan

atau pedagogiek lebih menitikberatkan kepada pemikiran perenungan

tentang pendidikan. Pemikiran bagaimana sebaiknya sistem pendidikan,

tujuan pendidikan, materi pendidikan, sarana dan prasarana pendidikan,

karakter cara penilaian, cara penerimaan siswa, guru yang seperti

bagaimana, jadi disini lebih menitikberatkan pada teori sedangkan

pendidikan ini lebih menekankan dalam hal praktek yaitu menyangkut

kegiatan belajar mengajar. Tetapi keduanya ini tidak bisa dipisahkan

17
Puthot Tunggal Handayani, et. al. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Praktis. (Surabaya: Giri
Utama, 2011), hal 271
18
Jacobsen, D. A., et. al. Methods for Teaching / Metode-Metode Pengajaran Meningkatkan
Belajar Siswa TK-SMA. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), Eds. 8, hal 28 dalam kutipan M. Nur
Hadi. 2018. Konsep Kepribadian dalam Kitab Al Muntakhabat fi Rabith Al Qolbiyyah wa Shilat
Al Ruhiyyah Karya Hadrat Al Syaikh KH. A Asrori Al Isyhaqi R. A. Surabaya: Program Studi
Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
19
Puthot Tunggal Handayani, et. al. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Praktis. (Surabaya: Giri
Utama, 2011), hal 112
21

secara jelas. Keduanya harus dilaksanakan secara berdampingan, saling

memperkuat peningkatan mutu dan tujuan pendidikan. 20

3. Etika atau disebut juga dengan normatif adalah tingkah laku, tata krama,

sopan santun yang merupakan sebagai ilmu untuk mengetahui apa yang

baik dan apa yang buruk serta berkaitan tentang hak dan kewajiban moral

(akhlak)21 Etika juga bisa diartikan dengan suatu disiplin ilmu yang

membahas masalah perilaku dan perbuatan manusia. Maka etika ini isinya

tentang ketentuan-ketentuan (norma) dan nilai fundamental yang

digunakan dalam kehidupan sehari-harinya.

4. Guru / pengajar / ustadz / pendidik / dosen adalah seorang yang diberi

tugas, wewenang, serta tanggung jawab dari pejabat yang berwenang

dengan tugasnya menggembleng pelaksanaan pembelajaran baik

jasmaninya murid atau rohaniyahnya untuk meningkatkan kedewasaan,

kemampuan mandiri dalam melaksanakan tugas sebagai makhluknya

Allah Swt. Sebagai khalifah/pengelola di muka bumi ini, serta menjadi

makhluk sosial dan individu yang siap sanggup berdiri sendiri.

5. Siswa / Pelajar / santri / peserta didik / mahasiswa adalah anak didik yang

menapaki proses pendidikan/pembelajaran dilingkungan sekolah atau

tempat pembelajaran lainnya, yang dikehendaki yaitu dia merupakan

20
Abu Ahmadi. et. al. Ilmu Pendidikan. (Jakarta: Rineka Cipta, 2015), hal 68-73
21
Puthot Tunggal Handayani, et. al. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Praktis. (Surabaya: Giri
Utama, 2011), hal 143
22

seorang yang serius menjalani belajar secara khusus kepada gurunya, baik

dalam nilai pendidikan formal atau non formal bahkan informal. 22

6. Kitab Manhaj As Sawi ini merupakan salah satu karya beliau Habib Zain

bin Ibrahim bin Sumaith dari kota Madinah yang menjelaskan tentang

akhlak (tashawwuf) yang salah satu pembahasannya menerangkan

pendidikan beretika dan menerangkan 5 kondisi pokok (Al Ilmu, Al Amal,

Al Wara’, Al Khauf dan Al Ikhlas) yang menjadi asas bagi para saadah

bani ‘Alawi (Manhaj / Thariqah Bani ‘Alawi).

Jadi kajian yang dimaksud dari deskripsi sesuai judul diatas adalah

sebuah gagasan untuk memahami dan mengetahui Konsep Pendidikan

Beretika Guru dan Siswa, dalam rangka untuk mengetahui karakteristik

guru sebagai pengajar dan siswa sebagai pelajar baik dari segi sifat, sikap,

etika, tingkah laku, akhlak (tashawwuf) yang harus dipraktikkan oleh

kedua belah pihak dalam menjalani proses pembelajarannya menurut

perspektif pemikirannya Ulama As Salaf As Shalihin dan pemikirannya

Habib Zain bin Ibrahim bin Smith, yang beliau tuangkan kedalam

karyanya kitab Al Manhaj As Sawi.

G. Sistematika Penulisan

Dalam sistematika penulisan diuraikan secara ringkas apa yang menjadi isi

perbabnya yaitu:

22
Kadir, Abdul. et. al. 2019. Etika Murid Terhadap Guru dalam Kitab Al-Manhaj As-Sawi Karya
Habib Zain bin Ibrahim bin Sumaith. Forum Kajian Ilmu Pengelolaan Pembelajaran PAI. (Online)
Vol. II No, II: 15, https://scholar.google.com/scholar?
hl=id&as_sdt=0%2C5&q=manhaj+as+sawi&btnG= (Diakses pada 2 Agustus 2019)
23

BAB I PENDAHULUAN yang meliputi: a). Latar Belakang Masalah, b).

Rumusan Masalah, c). Tujuan Kajian, d). Kegunaan Kajian, e). Metode Kajian, f).

Definisi Istilah, g). Sistematika Penulisan.

BAB II Kajian Teori yang berisikan tentang: a). Landasan Teori, b).

Konsep Pendidikan Beretika Guru dan Siswa dalam Kitab Manhaj As Sawi karya

Habib Zain bin Ibrahim bin Smith, c). Faktor yang mempengaruhi etika guru dan

siswa dalam kitab Manhaj As Sawi, d). Faedah yang dibutuhkan untuk

keberhasilan pendidikan etika guru dan siswa menurut habib zain bin ibrahim bin

smith dalam kitab manhaj as sawi.

BAB III Metode Penelitian yang meliputi: a). Desain Penelitian, b).

Sumber Data, c). Prosedur Pengumpulan Data, d). Analisis Data dan e). Teknik

Pengecekan Keabsahan Data.

BAB IV Hasil Kajian dan Pembahasan yang meliputi: a). Gambaran

Obyek Penelitian, b). Paparan Data dan Analisis Data, c). Pembahasan

BAB V Penutup yang meliputi a). Kesimpulan, b). Saran, c). Riwayat

Hidup, d). Daftar Pustaka, e) Lampiran-lampiran


BAB II

KAJIAN TEORI

A. Landasan Teori Konsep Pendidikan Etika Guru dan Siswa

a) Konsep Pendidikan Etika

Konsep merupakan ide yang diabstrakkan dari peristiwa konkret. Menurut

istilahnya bermula dari bahasa latin conceptum (sesuatu yang dipahami). Menurut

Aristoteles dalam “The classical theory of concepts” telah menyatakan bahwa

konsep adalah penyusun utama/inti untuk pembentukkan pengetahuan ilmiah dan

filsafat pemikiran manusia. Konsep adalah abstrak atau gambaran mental, yang

tertuang dalam suatu kata atau simbol. Konsep juga disebut sebagai bagian

pengetahuan yang terbangun dari berbagai macamnya karakteristik.23

Pendidikan adalah memberi latihan dan memelihara ajaran bimbingan

mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.24 Menurut Abu Ahmadi dan Nur

Uhbiyati dalam buku berjudul Ilmu Pendidikan menyatakan: bahwa arti

pendidikan dipandang dari sebuah istilah yaitu ilmu pendidikan (pedagogiek) dan

pendidikan (pedagogie). Keduanya memiliki perbedaan makna yaitu ilmu

pendidikan atau pedagogie yang lebih menitik beratkan kepada pemikiran

perenungan tentang pendidikan, pemikiran bagaimana sebaiknya sistem


23
Jacobsen, D. A., et. al. Methods for Teaching / Metode-Metode Pengajaran Meningkatkan
Belajar Siswa TK-SMA. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), Eds. 8, hal 28 dalam kutipan M. Nur
Hadi. 2018. Konsep Kepribadian dalam Kitab Al Muntakhabat fi Rabith Al Qolbiyyah wa Shilat
Al Ruhiyyah Karya Hadrat Al Syaikh KH. A Asrori Al Isyhaqi R. A. Surabaya: Program Studi
Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
24
____________. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Praktis. (Surabaya: Giri Utama, 2011), hal
112

24
29

pendidikan, tujuan pendidikan, materi pendidikan, sarana dan prasarana

pendidikan, karakter cara penilaian, cara penerimaan siswa, guru yang seperti

bagaimana, jadi disini lebih menitik beratkan pada teori. Sedangkan pendidikan

(pedagogie), lebih menekankan dalam hal praktek yaitu hal-hal yang berkaitan

dengan kegiatan belajar dan mengajar.

Akan tetapi keduanya ini, tidak bisa untuk dipisahkan. Keduanya harus

dilaksanakan secara berdampingan, saling memperkuat demi peningkatan mutu

dan tujuan pendidikan. Menurut pandangan penulis buku Ilmu Pendidikan

tersebut, juga menyebutkan bahwa “pada hakekatnya Pendidikan adalah suatu

kegiatan secara sadar dan disengaja serta penuh tanggung jawab, yang dilakukan

oleh orang dewasa kepada anak, sehingga timbul interaksi dari keduanya agar

anak tersebut mencapai kedewasaan yang dicita-citakan dan berlangsung secara

terus-menerus. 25

Dalam pendidikan juga tidak terlepas dengan adanya mengajar atau bisa

disebut pembelajaran. Menurut filosof Yunani bernama Seneca telah menyatakan

“Bahwa aktivitas mengajar tidak dapat dipisahkan dari aktivitas belajar karena

sambil mengajar pada hakekatnya guru juga belajar (men learn while they teach),

atau pengajaran mengajari guru (teaching teaches teacher).

Dalam pembelajaran yang baik dan multi arah seorang guru mengajar

sekaligus belajar, para siswa belajar sekaligus mengajar, ia mengajari sesama

temannya. Bahkan dalam hal tertentu juga mengajari gurunya apalagi dalam era

komunikasi Global saat ini, para siswa sering lebih mampu menguasai teknologi
25
Abu Ahmadi. et. al. Ilmu Pendidikan. (Jakarta: Rineka Cipta, 2015), hal 68-73
30

informasi dari pada gurunya misalnya dengan Browsing di internet kadang-

kadang informasi mutakhir tentang subjek tertentu lebih dipahaminya. 26

Menurut Haidar Bagir, bahwa etika pada umumnya diidentikkan dengan

moral atau moralitas. Namun meskipun sama terkait dengan baik-buruknya

tindakan manusia, etika dan moral telah memiliki perbedaan pengertian. Secara

singkatnya jika moral lebih condong kepada pengertian nilai baik dan buruk dari

setiap perbuatan manusia itu sendiri, maka etika memiliki arti ilmu yang

mempelajari tentang tindakan baik dan buruknya, jadi bisa dikatakan etika

berfungsi sebagai teori dari perbuatan baik dan buruk (ethick atau ilm ul akhlak)

dan moral (akhlak) adalah praktiknya dalam disiplin filsafat terkadang etika

disamakan dengan filsafat moral.

Maka dari itu, bisa diambil titik temunya, yaitu antara etika dan moralitas

dari definisi yang telah disebutkan oleh Haidar Bagir, memiliki arti bahwa etika

adalah teori dan moral adalah praktik, sedangkan filsafat itu ada pada tataran

teori atau pemikiran. Jadi pada akhirnya pun nanti etika sebagai teori akan ditarik

kedalam bagian dari salah satu nilai-nilai filsafat, karena dalam filsafat juga

berbicara tentang nilai, norma dan ukuran secara teoritis dari etika itu sendiri. 27
26
Suyono, et. al. Belajar dan Pembelajaran Teori dan Konsep Dasar. (Bandung: PT Remaja
Rosda Karya, 2014), hal 3-4
27
Haidar Bagir. Etika “Barat”, Etika Islam. Sebagai kata pengantar bagi bukunya M.
Amin Abdullah. The Idea of Universality of Etichl Norms in Ghazali and Kant. (Turki:
Turkiye Diyanet Vakfi, 2002), yang diterjemahkan oleh Drs. Hamzah M. Ag. Antara Al
Ghazali dan Kant: Filsafat Etika Islam. (Bandung: Mizan, 2002), Ctk. I, hal 15 dalam
kutipannya Akbar Bahaulloh. Akhlak Etika dalam Perspektif Filsafat Barat. (Online)
http://pusko4u.blogspot.com/2011/06/akhlak-atau-etika-dalam-perspektif.html?m=1 Blog
Pustaka, Label: Dunia Islam (diakses 7 Juni 2011)
31

Menurut Ahmad Amin Pengertian akhlak atau etika menurutnya ialah salah

satu ilmu yang telah menjelaskan dan menerangkan arti baik dan buruk serta

membahas apa yang harus dilakukan oleh manusia kepada sebagian yang lain dan

menjelaskan tentang tujuan yang ingin dicapai oleh manusia dalam perbuatan

serta menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang harus dikerjakan oleh

mereka.28

Sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah Saw:

ْ ‫ِإ َّن‬
‫َأح َس َن احْلُ ْس ِن اخلُلُ ُق احْلَ َس ُن‬

Artinya: “Sesungguhnya kebaikan yang terbaik adalah beretika yang baik”.

(H.R. Ibnu Asakir). 29

Dari perspektif pendidikan Islam, guru adalah orang yang bertanggung

jawab terhadap perkembangan anak didik, berusaha mengembangkan seluruh

potensi anak didik, baik afektif, kognitif maupun psikomotorik, sesuai dengan

nilai-nilai Islam. 30

Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa konsep dasar pendidikan

bertujuan untuk membentuk sikap yang baik, sesuai nilai-nilai yang berlaku,

membangun berbagai macam karakter seseorang dengan pengetahuan secara sadar

dengan saling berinteraksi dan penuh dengan tanggung jawab untuk mencapai

28
Ahmad Amin, Kitab Al Akhlak. (Kairo: Maktabah Dar Al Kitab Al Mishriyyah bil Qahirah,
tanpa tahun), hal 2
29
As Suyuthi, Jalaluddin Abdurrahman. Al Jami’ As Shoghir. (Beirut: Dar Al Kutub Al Ilmiah,
2014), hal 133
30
Helmawati. Pendidikan Keluarga.(Bandung: Remaja Rosdakarya Offiset, 2014), hal 98.
32

segala cita-cita atau harapan dan juga menumbuhkan potensi-potensi yang

dimiliki untuk dikembangkan secara berlanjut.

b) Ruang Lingkup Pendidikan Etika

Dalam ilmu ushul fiqih yang menjadi rujukan pencarian hukum maka

dikenal prinsip Maqashid Syariah, Maqashid al-Syariah terdiri dari dua kata, yaitu

maqashid yang artinya kesengajaan atau tujuan dan syariah artinya jalan menuju

sumber air, ini dapat pula dikatakan sebagai jalan ke arah sumber pokok

kehidupan. Adapun tujuan maqashid syari’ah yaitu untuk kemaslahatan dapat

terealisasikan dengan baik jika lima unsur pokok dapat diwujudkan dan dipelihara,

yaitu agama, jiwa, keturunan, akal, dan harta.31

Maqashid Al Syari’ah ini merupakan prinsip fiqih serta berkaitan dengan

agama, segala sesuatu menjadi benar apabila tidak bertentangan dengan prinsip

tersebut maka ruang lingkup etika harus berpedoman pada menjaga agama,

menjaga keturunan, menjaga jiwa, menjaga akal dan menjaga harta.

Menurut Azhar Basyir, telah mengutip dari Yusuf Al Qardhawi akhlak

karimah dalam Islam bertujuan memperoleh kebahagiaan hidup di dunia dan di

akhirat kelak akhlak karimah juga merupakan salah satu sarana penting dalam

mengikat hubungan manusia dengan Tuhannya mengetahui diri sebagai makhluk,

memposisikan orang lain seakidah dan berdasarkan nilai-nilai kemanusiaan dan

lain-lainnya. Cakupan akhlak itu meliputi semua aspek kehidupan manusia sesuai

31
M. Syukri Albani Nasution, Rahmat Hidayat Nasution, Filsafat Hukum Islam & Maqashid
Syariah. (Jakarta: Kencana, 2020), hal 44
33

dengan kedudukannya sebagai makhluk individu makhluk sosial khalifah di muka

bumi serta sebagai makhluk ciptaan Allah. 32

Maka bisa diambil kesimpulan bahwa ruang lingkup pendidikan etika itu

mencakup akhlak terhadap Allah, akhlak terhadap keluarga dan akhlak terhadap

masyarakat.

c) Unsur-Unsur Pendidikan Etika

1) Tujuan Pendidikan Etika

Pendidikan merupakan sebuah proses manusia untuk menjadi makhluk yang

berakal sehingga pengukuran dari pendidikan tersebut adalah bagaimana tujuan

pendidikan itu dapat tercapai.

Menurut Azyumardi Azra, Apabila dikaitkan dengan ajaran Islam maka

tujuan pendidikan tidak lepas dari tujuan hidup manusia yaitu untuk menciptakan

pribadi sebagai hamba Allah yang selalu bertakwa kepadanya dan dapat mencapai

kehidupan yang bahagia di dunia dan di akhirat. 33

2) Kurikulum

Menurut Zuhairini dkk, bahwa kurikulum pendidikan agama adalah bahan-

bahan pendidikan agama berupa kegiatan pengetahuan dan pengalaman yang

dengan sengaja dan sistematis diberikan kepada anak titik dalam rangka mencapai

tujuan pendidikan agama atau dengan kata yang lain lebih sederhana kurikulum

32
Ahmad Azhar Basyir, Panduan Menuju Akhlak Rabbani. (Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1994),
hal 20-21
33
Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru. (Jakarta:
PT. Logos Wacana Ilmu, 2000), Ctk II, hal 8
34

pendidikan agama adalah semua pengetahuan aktivitas kegiatan-kegiatan dan juga

pengalaman-pengalamannya dengan jenazah dan secara sistematis diberikan oleh

pendidik kepada anak didiknya dalam rangka mencapai tujuan pendidikan agama

tersebut. 34

Jadi kurikulum pendidikan akhlak atau etika dapat diartikan sebagai Jalan

Terang yang dilakukan oleh pendidik atau guru dengan peserta didik untuk

mengembangkan pengetahuan keterampilan dan sikap serta nilai-nilai yang

lainnya. Sebagai sebuah sistem kurikulum terdiri atas komponen-komponen yang

saling terkait berinteraksi dan tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang

lainnya komponen tersebut meliputi:

a. Tujuan Kurikulum

Tujuan kurikulum sering dimaknai sebagai sesuatu yang diharapkan untuk

dicapai setelah melakukan serangkaian proses kegiatan termasuknya dalam

pendidikan yang bertujuan untuk menentukan arah dan target yang ingin dicapai

dan menjadi gambaran tentang hasil akhir dari suatu kegiatan

Ada dua jenis tujuan yang terkandung dalam kurikulum suatu sekolah,

sesuai dengan pendapat Zakiah Darajat yaitu:

a) Tujuan utama yang ingin dicapai sekolah

b) Tujuan yang ingin dicapai dalam setiap mata pelajaran bidang studi.

34
Zuhairini, et. al. Methodik Khusus Pendidikan Agama. (Surabaya: Biro Ilmiah IAIN Sunan
Ampel, 1983), hal 59
35

Dengan maksud bahwa tujuan yang ingin dicapai oleh sekolah adalah

tujuan yang sudah ditetapkan oleh sekolah atau lembaga pendidikan terhadap

proses pembelajaran secara umum, termasuk semua standar-standar dan fasilitas

yang bertanggung jawab dalam mencapai tujuan lembaga pendidikan, sedangkan

tujuan yang ingin dicapai dalam setiap mata pelajaran atau bidang studi adalah

untuk menggambarkan dalam bentuk pengetahuan, keterampilan dan sikap yang

diharapkan dapat dimiliki oleh peserta didik setelah mempelajari suatu bidang

studi pada suatu sekolah atau lembaga pendidikan tertentu. 35

Maka dapat disimpulkan bahwa tujuan kurikulum pendidikan adalah

untuk membentuk peserta didik mencapai tujuan pendidikan pada proses belajar

mengajar baik pada aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.

b. Isi kurikulum atau materi pelajaran


Menurut Abdullah Idi menjelaskan bahwa isi atau materi merupakan

materi yang diprogramkan untuk mencapaikan tujuan pendidikan yang telah

ditetapkan. Isi atau materi yang dimaksud biasanya berupa materi bidang-bidang

studi seperti; Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu

Pengetahuan Sosial, Akidah Akhlak, Fiqih, Al-Quran Hadis, Bahasa Arab, dan

lainnya. 36

35
Zakiah Daradjat, D. Ilmu Pendidikan Islam. (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), hal 123
36
Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum Teori & Praktik. (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2014), hal 38
36

Sedangkan menurut Mohamad Ansyar mengatakan Isi atau konten

kurikulum adalah mata pelajaran (subject matters), pengetahuan, pengalaman

belajar (learning experiences) atau informasi. 37

Dari penjelasan di atas bahwa isi kurikulum merupakan materi pelajaran

atau bahan ajar yang tersusun yang ingin dicapai oleh pendidik kepada peserta

didik melalui proses pembelajaran yang terintegrasi dari ranah pengetahuan,

sikap dan keterampilan. Melalui proses pembelajaran yang mengintegrasikan

ketiga ranah tersebut dalam proses pembelajaran akan membentuk pengetahuan,

pengalaman, dan kompetensi siswa. Sekolah umum maupun madrasah, baik

swasta ataupun negeri pasti mendapatkan pembelajaran Pendidikan Agama

Islam. Isi kurikulum yang diberikan diatur dalam bentuk kelompok mata

pelajaran. Pada struktur program sekolah umum, Pendidikan Agama Islam

meliputi beberapa unsur, yaitu: al-Qur’an, al-Hadis, Fiqh, Tauhid, Akhlak,

Syari’ah. dan Sejarah Islam. 38

Isi kurikulum merupakan bahan kajian dan pelajaran yang meliputi

kompetensi-kompetensi, indikator dalam mencapai tujuan pembelajaran sesuai

dengan tujuan pendidikan nasional. Pendidik dan peserta didik harus

berpartisipasi dalam proses pembelajaran dengan sebanyak mungkin serta

melaksanakan pembelajaran sesuai dengan kebutuhan dan minat peserta didik

37
Mohamad Ansyar, Kurikulum Hakikat, Fondasi, Desain dan Pengembangan. (Jakarta: PT.
Kencana, 2015), Ctk. I, hal 342
38
Marliana, M. (2013). Anatomi Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah. Dinamika Ilmu,
13(2). https://doi.org/10.21093/di.v13i2.22 , hal 137-160 (diakses pada 01 Desember 2013)
37

yang berpedoman pada standar dan kompetensi pembelajaran yang telah

dirumuskan dalam kurikulum.

c. Metode atau Proses Pembelajaran


Metode adalah satu komponen penting pada kurikulum dalam

memindahkan suatu isi atau bahan pelajaran dari pendidik, sumber-sumber ilmu,

dan lingkungan umum kepada peserta didik. Oemar Hamalik & Heri Gunawan

mengatakan bahwa metode kurikulum adalah cara yang cepat dan tepat dalam

mengajar atau menyampaikan mata pelajaran kepada siswa supaya menyampai

tujuan yang ditentukan. 39

Dalam proses pembelajaran dimiliki beberapa macam pendekatan

(approach) dalam menerapkan proses belajar mengajar oleh guru kepada siswa

seperti; pendekatan kontekstual, pendekatan ilmiah, pendekatan berpusat pada

siswa, pendekatan berpusat pada guru dan sebagainya.

Untuk menguatkan pelaksanaan proses pembelajaran, Mulyasa

mengatakan sedikitnya mencakup tiga hal dalam pelaksanaan proses

pembelajaran di sekolah, yakni: pre-tes, pembentukan kompetensi, dan post-test.

Dalam menyampaikan sebuah mata pelajaran, seharusnya mempunyai sarana dan

prasarana pendidikan yang baik untuk memudahkan dalam menyampai isi mata

pelajaran. 40

39
Oemar Hamalik, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013)
Ctk. V, hal 26, dan Gunawan, H. Pendidikan Islam Kajian Teoritis dan Pemikiran Tokoh.
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014), hal 55
40
Mulyasa, E. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan: Sebuah Panduan Praktis. (Bandung Remaja
Rosdakarya, 2006), hal 225
38

Metode adalah suatu langkah-langkah strategi untuk melakukan suatu

pekerjaan. Berdasarkan dengan pendidikan etika ada beberapa metode yang dapat

digunakan yaitu sebagai berikut:

a) metode ceramah adalah suatu cara penyajian informasi melalui penerangan dan

peraturan secara lisan oleh guru terhadap siswanya;

b) metode keteladanan adalah suatu metode pendidikan dengan cara memberi

contoh atau memberi teladan yaitu bagaimana cara berbicara bersikap beribadah

dan sebagainya secara baik maka siswa akan dapat melihat menyaksikan dan

meyakini cara sebenarnya;

c) metode pembiasaan adalah suatu cara untuk menciptakan pembiasaan diri dari

siswa secara bertahap dengan proses bimbingan dan latihan serta dengan cara

mengkaji aturan-aturan Tuhan sehingga dapat membentuk watak anak atau siswa

menjadi lebih baik;

d) metode nasehat inilah yang sering digunakan oleh orang tua atau guru terhadap

anak atau siswanya dalam proses pendidikan dan pengarahan; e) metode kisah

atau cerita adalah suatu cara penyampaian materi pelajaran dengan menuturkan

secara kronologis Bagaimana terjadinya sesuatu hal hanya sebenarnya atau yang

rekaan tujuan agar anak atau siswa dapat memetik Hikmah dan mengambil

pelajaran dari kisah-kisah yang disampaikan;

e) metode pemberian hadiah dan hukuman yaitu suatu cara yang tujuannya untuk

memberikan apresiasi kepada peserta didik karena telah melakukan tugas dengan

baik dan hadiah yang diberikan tidak harus berupa materi sedangkan hukuman
39

yang dimaksudkan yaitu untuk memberi efek cerah kepada peserta didik agar

tidak mengulang kesalahannya lagi.

Dengan ini dapat disimpulkan bahwa beberapa metode dan proses

kurikulum yang digunakan pada umumnya adalah pendekatan ceramah atau

seminar, diskusi, hafalan, ilmiah, dan pembelajaran yang bersifat tekstual. Tapi

setiap kali pendidik ingin menerapkan proses pembelajaran, pendidik harus

memiliki ide dalam menggunakan metode yang sesuai dengan situasi peserta

didik, waktu dan sekolah.

d. Evaluasi Kurikulum
Untuk didapatkan sebuah informasi tentang keberhasilan sebuah

kurikulum pendidikan diharuskan mengadakan evaluasi. Evaluasi sebagai salah

satu pendekatan untuk mendapatkan informasi dari pengukuran proses

pembelajaran.

Dalam evaluasi sangat penting tidak hanya untuk memperlihatkan hasil

sejauh mana tingkat prestasi anak didik, tapi juga menjadi suatu sumber input

dalam upaya perbaikan dan pembaruan suatu kurikulum. oleh karena pendidikan

bukan hanya guru di kelas sendiri yang semata bertanggung jawab, bahkan

kesemua pihak yang berkaitan dengan pendidikan, baik guru, orang tua dan

masyarakat. Arifin mengatakan bahwa hasil yang didapat dart evaluasi dapat

dijadikan feed back (balikan) dalam menyempurnakan kurikulum dan

pembelajaran oleh guru. 41

41
Arifin, M. Filsafat Pendidikan Islam. (Jakarta: Bumi Aksara, 2014), hal 268
40

Kegiatan evaluasi memberikan berbagai informasi terkait kurikulum dan

pembelajaran, administrator pendidikan dan sekolah, fasilitas pendukung media,

alat bantu belajar dan berbagai informasi tentang perbaikan kurikulum,

pembelajaran dan manajemen serta akuntabilitas pendidikan pada seterusnya.

Sebagaimana dikemukakan oleh Wright dalam kutipan Sukmadinata bahwa

“curriculum evaluation may be defined as the estimation of growth and progress

of students toward objectives or values of the curriculum”. 42

Beberapa hasil evaluasi atau nilai belajar dapat digunakan oleh guru,

kepala sekolah dan pelaksana pendidikan lainnya dan membantu dalam

meningkatkan kualitas peserta didik, memilih bahan ajar, metode dan media

pembelajaran, cara mengevaluasi serta fasilitas pendidikan lainnya. 43


Melalui

penerapan kurikulum tersebut, diharapkan pendidikan ke depan akan lebih

meningkatkan dan berkualitas.

3) Lembaga

Secara bahasa lembaga adalah badan atau organisasi. Sedangkan menurut

istilah sesuai dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia bahwa lembaga dapat

diartikan sebagai sebuah badan organisasi yang dimaksud ialah melakukan

sesuatu penyelidikan keilmuan atau melakukan suatu usaha.44 Sebagian lagi

mengartikan bahwa lembaga pendidikan sebagai suatu lembaga atau tempat

42
Sukmadinata, N, S. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik. (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2016), hal 173
43
Sukmadinata, N, S. Ibid, hal 17
44
Pusat Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Jakarta: Gramedia,
2008), hal 808
41

berlangsungnya proses pendidikan yang dilakukan dengan tujuan untuk mengubah

tingkah laku individu ke arah yang lebih baik melalui interaksi dengan lingkungan

sekitar. Maka menurut Bukhari dalam Ibrahim, bahwa lembaga pendidikan Islam

itu adalah suatu tempat atau organisasi yang menyelenggarakan pendidikan Islam

yang memiliki struktur yang jelas dan bertanggung jawab atas terlaksananya

pendidikan Islam. Sehingga lembaga pendidikan Islam itu harus menciptakan

suasana yang memungkinkan terlaksananya pendidikan dengan baik menurut

tugas yang diberikan kepadanya seperti sekolah madrasah yang melaksanakan

proses pendidikan Islam.45

4) Guru

Dari perspektif pendidikan Islam, guru adalah orang yang bertanggung

jawab terhadap perkembangan anak didik, berusaha mengembangkan seluruh

potensi anak didik, baik afektif, kognitif maupun psikomotorik, sesuai dengan

nilai-nilai Islam. 46

a) Tugas Guru

Sebagai tenaga pendidikan, status guru sebagai praktisi yang diatur dalam

Undang-Undang Sisdiknas mempertegas nilai dan peran guru sebagai mediator

pembelajaran dan ikut serta dalam peningkatan mutu pendidikan nasional, yang

bertujuan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia. beriman dan

45
Bukhari Umar, Ilmu Pendidikan Islam. (Jakarta: Amzah, 2010), hal 149 dalam kutipan Ibrahim
Bafadhol, Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia. (Online)
http://jurnal.staialhidayahbogor.ac.id/index.php/ei/article/viewFile/95/96 Dosen tetap Prodi PAI
STAI Al Hidayah Bogor. Jurnal Al Afkar Vol V No. I, (diakses 1 April 2016)
46
Helmawati. Pendidikan Keluarga.(Bandung: Remaja Rosdakarya Offiset, 2014), hal 98.
42

bertakwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, kreatif, mandiri dan menjadi warga

masyarakat yang demokratis dan bertanggung jawab. 47

Tugas sebagai seorang guru sangatlah banyak, baik yang berkaitan dengan

jabatannya maupun kiprahnya di sekolah. Antara lain ada 48 :

1) Mengajar dan membimbing peserta didik dalam arti selain memberikan

ilmu pengetahuan, guru juga mampu menanamkan nilai-nilai dasar untuk

membangun akhlak atau moral pada peserta didik. 49

2) Memberikan penilaian terhadap hasil belajar siswa. Anda tidak dapat

belajar tanpa penilaian, karena penilaian adalah proses penentuan kualitas

hasil belajar atau tingkat pencapaian tujuan belajar siswa.50

3) Mempersiapkan organisasi studi yang diperlukan. Hal inilah yang

dibutuhkan oleh guru sebagai acuan dalam proses pembelajaran, agar

siswa berkonsentrasi pada materi pembelajaran dan proses pembelajaran

berlangsung secara terstruktur dan sistematis.

b) Kriteria Guru

Menjadi seorang guru tidaklah mudah karena memiliki tanggung jawab

yang besar dalam mengembangkan potensi anak didik. Untuk mencapai tujuan

tersebut, seorang guru yang baik harus bertanggung jawab terhadap profesinya.

Kriteria guru yang baik adalah sebagai berikut:

47
Mahmud, Profesi Tenaga Kependidikan. (Bandung: Pustaka Setia, 2013), hal 25
48
Syaiful Sagala, Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan. (Bandung: Alfabeta,
2009), hal 11-12
49
Salman Rusydie, Tuntunan Menjadi Guru Favorit. (Jakarta: Buku Kita, 2012), hal 15
50
E. Mulyasa, Kurikulum Tingkatan Satuan Pendidikan Suatu Panduan Praktis. (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2007) Ctk III, hal 61
43

1. Guru yang baik bersifat antusias, menginspirasi, mendorong siswa untuk

maju, mencintai, berorientasi pada tugas dan pekerja keras, toleran,

santun, mudah beradaptasi dan sifat-sifat baik lainnya yang diperlukan

dalam bekerja . proses pembelajaran.

2. Pengetahuan dalam arti memiliki pengetahuan yang cukup tentang mata

pelajaran yang dipelajarinya dan terus memantau kemajuan profesinya.

Selain itu, sebelum tampil di depan kelas, guru harus menguasai materi

agar dapat memimpin pembelajaran secara dinamis.

3. Tujuan penyiaran adalah agar materi siaran memuat secara optimal semua

sub bahasan yang diharapkan.

4. Cara mengajar, yaitu. menjelaskan berbagai informasi dengan cara yang

jelas dan mudah dipahami, menyediakan berbagai layanan, membangun

dan memelihara momentum, menggunakan kelompok kecil secara efektif,

mendorong partisipasi aktif semua siswa, sering memantau dan

mengunjungi siswa.

5. Harapan, yaitu kemampuan untuk meminta pertanggungjawaban siswa

dan mendorong keterlibatan orang tua dalam meningkatkan kemampuan

akademik.

6. Reaksi guru terhadap siswa yaitu. kemampuan menerima masukan, resiko

dan tantangan, selalu mendukung siswa, konsisten dalam perbedaan

kesepakatan dengan siswa, bijak menghadapi kritik yang berbeda dari

siswa.
44

7. Kepemimpinan, yaitu kemampuan untuk menunjukkan sifat pengetahuan

seseorang dalam merencanakan, menyelenggarakan kursus, transisi

dengan baik, efektif dan konsisten menggunakan waktu di tempat kerja

dapat meminimalkan gangguan, mencegah siswa dari belajar menuju

sukses. 51

Kode etik guru ditetapkan dalam suatu kongres yang dihadiri oleh seluruh

utusan cabang dan pengurus daerah PGRI se-Indonesia dalam kongres XIII di

Jakarta tahun 1973, yang kemudian disempurnakan dalam kongres PGRI XVI

tahun 1989 juga dilaksanakan di Jakarta yang berbunyi sebagai berikut:

1. Guru berbakti membimbing siswa untuk membentuk manusia seutuhnya

yang berjiwa pancasila.

2. Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional.

3. Guru berusaha memperoleh informasi tentang siswa sebagai bahan

melakukan bimbingan dan pembinaan.

4. Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang

berhasilnya proses belajar mengajar.

5. Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat

sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama

terhadap pendidikan.

6. Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan

meningkatkan mutu dan martabat profesinya.

51
Abdullah dan Safarina, Etika Pendidikan. (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2015), hal 67
45

7. Guru menjaga hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan

kesetiakawanan sosial.

8. Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi

PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian.

9. Guru melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang

pendidikan.52

5) Siswa

Secara umum siswa adalah siapa saja yang dipengaruhi oleh seseorang atau

sekelompok orang yang melakukan pembelajaran. Sedangkan siswa dalam arti

sempit adalah anak-anak (kepribadian yang belum dewasa) yang diserahkan

kepada tanggung jawab guru.53 Siswa juga memiliki kebutuhan yang tujuannya

untuk memenuhi kebutuhan siswa yaitu dengan menawarkan mata pelajaran yang

sesuai dengan minat siswa. Jika guru mengetahui situasi dan kebutuhan siswa

yang sebenarnya, itu sangat membantu proses belajar mengajar.

1) Kebutuhan Siswa

Mengenai kebutuhan peserta didik yaitu sebagai berikut :

a. Kebutuhan Jasmani

Kebutuhan ini adalah kebutuhan yang berkaitan dengan keadaan jasmani

peserta didik baik yang berhubungan dengan kesehatan seperti olah raga maupun

kebutuhan materi pokok seperti makan, minum, tidur, pakaian dan lain-lain.

b. Kebutuhan Sosial
52
Ali Imron, Kebijakan Pendidikan di Indonesia (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), hal 98
53
Hasbullah. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. ( Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012), hal 23
46

Kebutuhan sosial adalah kebutuhan yang berhubungan langsung dengan

masyarakat, agar peserta didik dapat berkomunikasi dengan lingkungannya.

Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, guru harus mampu menciptakan suasana

kooperatif dengan siswa dan lainnya dengan harapan siswa dapat menciptakan

pengalaman belajar yang lebih baik. Kebutuhan ini juga perlu diarahkan dan

dibimbing oleh siswa karena pergaulan yang tidak terkendali membuat siswa

gagal dalam belajar mengajar.

c. Kebutuhan Intelektual

Setiap siswa itu memiliki minat yang berbeda. Bahkan ada siswa yang

minatnya tidak sesuai dengan harapan masyarakat. Oleh karena itu perlu dibuat

program-program yang mengarahkan minat siswa agar dapat mengembangkannya

dengan baik. 54

2) Kode Etik Sebagai Siswa

Selain tata krama yang harus dimiliki oleh siswa, terdapat kode etika yang

harus diikuti oleh siswa, antara lain:

a. Membersihkan hati dari kotoran

b. Meluruskan niat

c. Menghargai waktu

d. Menjaga kesopanan dalam makan dan berpakaian

e. Memuat jadwal kegiatan yang ketat

f. Menghindari makan terlalu banyak


54
Sardiman. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. (Bandung: Raja Grafindo Persada, 2012),
hal 113-114
47

g. Bersifat wara', mengurangi konsumsi makanan yang menyebabkan

kebodohan dan kelemahan

h. Mengurangi waktu tidur, yang tidak mengganggu kesehatan.

i. Membatasi pergaulan, hanya untuk orang-orang yang dapat bermanfaat

bagi pembelajaran.55

3) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Etika Siswa

Faktor-faktor tersebut diantaranya:

a. Menurut aliran nativisme bahwa yang paling berpengaruh terhadap

pembentukan diri seseorang adalah faktor pembawaan dari dalam atau

naluri yang bentuknya dapat berubah kecenderungan, bakat, akal dan

lain-lain. Jika seorang sudah memiliki pembawaan atau

kecenderungan kepada yang baik, maka dengan sendirinya orang

tersebut menjadi baik.

b. Menurut aliran empirisme bahwa faktor yang paling berpengaruh

terhadap pembentukan diri seseorang adalah faktor dari luar yaitu

lingkungan sosial termasuk pembinaan dan pendidikan yang

diberikan.

c. Menurut aliran konvergensi berpendapat bahwa pembentukan akhlak

dipengaruhi oleh faktor internal yaitu pembawaan si anak dan faktor

55
Is Nurhayati. et. al. Pengaruh Etika Guru terhadap Akhlak Siswa. (Online)
https://scholar.google.com/scholar?hl=id&as_sdt=0%2C5&q=etika+guru+dan+siswa&btnG=
STIT Al Khairiyyah, (diakses tanpa tanggal, bulan dan tahun penerbitan)
48

eksternal yaitu pendidikan dan pembinaan yang dapat dibuat secara

khusus atau melalui interaksi lingkungan sosial.56

Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa faktor yang

mempengaruhi akhlak seseorang terbagi menjadi dua yaitu faktor dari

dalam berupa potensi fisik, intelektual dan hati (rohaniah) yang dibawa

sejak lahir dan faktor dari luar yang dalam hal ini adalah kedua orang tua

saat di rumah guru saat di sekolah dan tokoh-tokoh serta pemimpin

masyarakat.

6) Media

Media adalah alat atau sarana komunikasi seperti: orang, majalah, televisi

dan lain sebagainya. Menurut Zakiah Daradjat, yang dalam hal ini tentang

pendidikan atau pembelajaran, dia mendefinisikan bahwa media pendidikan

adalah suatu benda yang dapat diindrai, khususnya penglihatan dan pendengaran,

baik yang terdapat di dalam ataupun di luar kelas, yang digunakan sebagai alat

bantu penghubung (media komunikasi) dalam proses interaksi belajar mengajar

untuk meningkatkan efektifitas belajar siswa. 57

Hamalik dalam kutipannya Arsyad menyatakan “bahwa pemakaian media

pendidikan dalam proses pembelajaran dapat membangkitkan motivasi dan

rangsangan proses pembelajaran serta membawa pengaruh-pengaruh psikologi

56
Abudin Nata, Akhlak Tashawwuf. (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), hal 167
57
Zakiah Daradjat, Metode Khusus Pengajaran Agama Islam. (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), Ctk I,
hal 226
49

terhadap siswa. 58
Maka dalam pendidikan, media memiliki arti suatu bagian

integral dari proses pendidikan di sekolah. Dan karena itu pula, media menjadi

suatu bidang yang harus dikuasai oleh seorang guru profesional dalam bidang ini

adalah tentang sedemikian rupa perangkat teknologi, kemajuan ilmu dan

teknologi ini ternyata dapat menjadikan perubahan sikap masyarakat. Pada

bidang ini, media akan bisa diarahkan dan difungsikan sebagai pengembangan

pendidikan yang lebih luas setelah memiliki nilai yang sangat penting dalam

dunia pendidikan terutamanya tentang pendidikan akhlak atau etika di sekolah.

d)Macam-macam Akhlak dan Etika

a. Macam-macam Akhlak

Ulama spesialis Akhlaq menyatakan bahwa akhlak yang baik adalah sifat-

sifat yang dimiliki oleh para nabi dan orang-orang saleh, sedangkan akhlak yang

buruk adalah akhlak yang dimiliki oleh setan dan orang-orang yang hina.

Pada dasarnya akhlaq terbagi menjadi dua jenis, yaitu:

1. Akhlak yang baik (al-akhlaqul mahmudah), yaitu beramal baik kepada

Allah, sesama dan makhluk lainnya; dan

2. akhlak buruk atau tercela (al-akhlaqul madzmumah), yaitu perbuatan

buruk terhadap Tuhan, sesama dan makhluk lainnya.59


58
Azhar Arsyad, Media Pembelajaran. (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), hal 15 dalam
kutipan Ibrahim Bafadhol, Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia. (Online)
http://jurnal.staialhidayahbogor.ac.id/index.php/ei/article/viewFile/95/96 Dosen tetap Prodi PAI
STAI Al Hidayah Bogor. Jurnal Al Afkar Vol V No. I, (diakses 1 April 2016)
59
Abdul Haris. Etika Hamka. (Yogyakarta: Elkis, 2019), Cet I, hal 35-37 dalam kutipan Abdul
Mukhid. Konsep Pendidikan Karakter dalam Al Quran. (Online)
https://scholar.google.com/scholar?
50

b. Macam-Macam Etika

Menurut Abdul Mukhid bahwa orang disebut etis, karena orang tersebut

secara keseluruhan dan utuh mampu memenuhi kebutuhan hidupnya dalam

prinsip kepentingan pribadi dan pihak lain, keseimbangan mental dan fisik, dan

antara makhluk dengan penciptanya. Termasuk di dalamnya telah melibatkan

pembahasan tentang nilai atau standar (norma) yang berkaitan dengan etika, ada

dua jenis etika, yaitu sebagai berikut:

1. Etika deskriptif: etika yang secara kritis dan rasional mengkaji sikap dan

perilaku manusia dan apa yang diperjuangkan masing-masing. orang

dalam hidupnya sebagai sesuatu yang berharga. Etika deskriptif berbicara

tentang fakta sebagaimana adanya, yaitu tentang nilai dan perilaku

manusia sebagai fakta yang berkaitan dengan situasi dan realitas yang

mengakar.

2. Etika normatif: etika yang mendefinisikan berbagai sikap dan perilaku

yang ideal dan yang harus dimiliki orang atau apa yang harus dilakukan

orang dan kegiatan apa yang berharga dalam kehidupan ini. Etika normatif

adalah standar yang dapat membimbing manusia untuk bertindak baik dan

menghindari kejahatan sesuai dengan aturan atau norma yang disepakati

dan diterapkan dalam masyarakat.

3. Matematika: Etika yang membahas dan menyelidiki serta menentukan

makna dan makna ekspresi normatif yang diungkapkan oleh pertanyaan

hl=id&as_sdt=0%2C5&q=konsep+pendidikan+etika+menurut+qurais+syihab&btnG= Fakultas
Tarbiyah STAIN Pamekasan, Nuansa, Vol XII No. 2 (diakses tanpa tanggal, Desember 2016)
51

etis yang membenarkan atau mengutuk suatu tindakan. Istilah normatif

yang sering mendapat perhatian khusus antara lain harus, baik, buruk,

benar, salah, terpuji, tercela, adil, pantas.60

c. Pengelompokan Etika

Dalam rangka membenahi moral atau etika atau budi pekerti baik bersifat

personal / individual atau sosial / kelompok, maka seseorang terutamanya bagi

guru dan siswa perlu adanya penanganan dan pendalaman masalah sebagaimana

yang dikutip oleh Prof. Dr. KH. M. Tholhah Hasan dari pendapatnya Cheppy Hari

Cahyono: “Bahwa pendidikan moral atau juga dibedakan antara lain:

a) Pendidikan moral atau etika yang bersifat teoritis dalam wujud pembelajaran

tentang teori dan norma-norma moral seperti berbakti kepada orang tua dan

hormat kepada guru,

b) Pendidikan moral atau etika yang bersifat praktis atau terapan seperti mengajari

untuk memberi kepada orang yang kekurangan dan

c) Pendidikan moral atau etika melalui keteladanan seperti memberi contoh

berbicara dengan sopan.” 61


60
Abdul Mukhid. Konsep Pendidikan Karakter dalam Al Quran. (Online)
https://scholar.google.com/scholar?
hl=id&as_sdt=0%2C5&q=konsep+pendidikan+etika+menurut+qurais+syihab&btnG= Fakultas
Tarbiyah STAIN Pamekasan, Nuansa, Vol XII No. 2 (diakses tanpa tanggal, Desember 2016), hal
317
61
M. Tholhah Hasan, Pendidikan Anak Usia Dini dalam Keluarga. (Jakarta: Mitra Abadi Press,
2012), hal. 97
52

Pada awalnya manusia terlahirkan dalam kondisi yang fithrah (sifat asal;

kesucian; bakat; pembawaan) yang memiliki naluri dan kecenderungan dasar

beriman dan loyal kepada Tuhan. Serta naluri yang ada juga mempunyai

kecenderungan untuk mengikuti kebaikan dan kebenaran seiring

perkembangannya fithrah manusia tersebut juga rentan pengaruh artinya mudah

dipengaruhi oleh lingkungan dan interaksinya, sehingga menjadi berubah dari

dasarnya mengikuti dinamika lingkungan yang mempengaruhinya untuk

menyelamatkan fithrah tersebut sangat dibutuhkan penglihatan dan bimbingan

dari lingkungan terdekat. 62

Salah satu cerita menarik tentang sosok guru yang menjadi teladan yaitu

seorang pemuka agama yang meniru dakwah dan metode baginda Nabi

Muhammad Saw. Sebagaimana yang diceritakan oleh Syaikh Dr. Muhammad

Sa’id Ramadlan Al Buthi, yang telah mengulas cuplikan tentang kepribadian

ayahanda (Syaikh Mulla Ramadhan Al-Buthi) bahwa ayahnya adalah sosok yang

memiliki dedikasi begitu sabar dalam membina masyarakat dengan sangat bijak

meskipun salah satu dari mereka terkenal sangat jahat dan kejam, tak kenal lelah

ayahanda dalam mengajak, menasehati, dan tidak lepas pula mendoakannya agar

mereka diberi hidayah oleh sang penguasa segalanya yaitu Allah Swt. Setelah

melaksanakan sholat tahajudnya.

Dengan kesahajaannya hingga menciptakan di perkampungan yang dulunya

sangat menakutkan dan mengerikan menjadi tentram dalam binaannya. Sebagai

sang guru yang berbudi luhur dengan sentuhan lembut sikap yang lemah lembut

62
M. Tholhah Hasan, Ibid, hal 99
53

serta dibalut dengan doa itulah yang diterapkan oleh ayahandanya. Ayahandanya

juga memiliki keyakinan bahwa rumah merupakan tempat pertama dalam

pendidikan (wadah / tempat pendidikan dan pembelajaran), kedua orang tua

adalah orang yang pertama kali yang bertanggung jawab dalam mendidik anak-

anak mereka.

Bahkan ayahandanya telah mengharuskan anak perempuannya untuk

menguasai terlebih dahulu tentang feminisme. Dengan pendapat ini, bukan berarti

Ayah memiliki pandangan yang bertentangan dengan prinsip pendidikan kaum

wanita yang lain. Tetapi hanya mengharuskan Jalan mereka menuju pendidikan

bersih dan tidak terinfeksi. 63

Inilah salah satu contoh pendidikan moral yang diajarkan orang tua yang

sekaligus juga menjadi panutan umat dan pendidik moral murid dan masyarakat

sekitar dengan budi pekerti dan etika yang luhur untuk menentramkan jiwa-jiwa

murid dan umat yang gersang tak tau arah jalan menuju kebenaran kebahagiaan

sejatinya. Peran guru sangatlah penting dan tidak bisa dipungkiri lagi dia sangat

dibutuhkan oleh siswa sebagai peserta didik dan juga menjadi sorotan oleh

siapapun saja yang memperhatikannya.

B. Konsep Pendidikan Etika Guru dan Siswa Menurut Habib Zain bin

Ibrahim bin Smith dalam Kitab Manhaj As Sawi

Seorang guru harus memiliki sifat-sifat sebagai berikut yaitu: harus adil,

harus mengatakan dengan sejujurnya jika tidak mengetahui atas jawaban dari

63
Al-Buthi, M. Sa’id Ramadhan, 1995. This is My Father (Hadza Walidi/Inilah Ayahku). (Beirut:
Dar al-Fikr, 2010), ctk. XII: 81-82
54

pertanyaan, berhati-hati dalam berdakwah dan memberi fatwa, tidak terlalu

mencintai duniawi, rendah hati, tidak menyibukkan diri untuk mendekati para

penguasa, meninggalkan pertentangan dan perdebatan dalam penentuan

pendapat dan memiliki sifat kasih sayang terhadap para penuntut ilmu.

Menurut analisis peneliti bahwa sifat-sifat (etika) baik guru tersebut juga

telah disebutkan oleh Hadratus Syaikh Kh. Hasyim Asy’ari dalam karyanya Adab

Al ‘Alim wal Muta’allim tentang bersikap adil yang beliau sebutkan dalam urutan

kelima yaitu tawadlu’, kesembilan tidak memuliakan penghamba dunia dengan

cara berjalan dan berdiri untuk mereka kecuali kemashlahatan yang ditimbulkan

lebih besar dari kemafsadahannya dan tidak boleh menghinakan ilmu, kesepuluh

yaitu memiliki peringai zuhud, keenam belas yaitu memperlakukan orang lain

dengan budi pekerti yang baik termasuknya berlaku adil dan tidak menuntut

keadilan.64

Sedangkan bagi siswa untuk membersihkan hati dan mengosongkannya

dari hal-hal yang dilarang oleh agama, ikhlas dalam mencari ilmu karena Allah

Ta'ala, tawadhu (rendah hati) dan mau melayani ahli ilmu atau gurunya, mencari

faedah atau suatu hal yang bermanfaat di manapun tempatnya berada, tidak

memperbanyak makan dan minum (tirakat) yang menjadikan berat bagi nya

untuk mencari ilmu.

64
M. Hasyim Asy’ari, 1924. Terjemah Adabul ‘Alim wal Muta’allim / Pendidikan Akhlak untuk
Pengajar dan Pelajar. Oleh Tim Dosen Ma’had Aly Hasyim Asy’ari. (Jombang: Pustaka
Tebuireng dan Bina Ilmu Cukir, 2020), Ctk. VI, hal 52-61
55

Menurut analisis peneliti bahwa sifat-sifat (etika) baik siswa tersebut juga

telah disebutkan oleh Hadratus Syaikh Kh. Hasyim Asy’ari dalam karyanya Adab

Al ‘Alim wal Muta’allim yaitu tentang akhlak pribadi seorang murid/siswa yang

ada sepuluh macam diantaranya yaitu urutan pertama: seorang murid hendaknya

membersihkan hati dari hal yang dapat mengotorinya seperti dendam, dengki,

keyakinan yang sesat dan perangai yang buruk, kedua harus memiliki niat yang

baik dalam mencari ilmu yaitu bermaksud mendapatkan ridlonya Allah Swt

dengan ikhlas, beliau juga menyebutkan bahwa Imam Syafi’i berkata: “orang yang

mencari ilmu disertai tinggi hati dan kemewahan hidup maka tidak akan

berbahagia, yang berbahagia adalah orang yang mencari ilmu disertai rendah hati,

kesulitan hidup, dan berkhidmah pada ulama’, Hadratus Syaikh juga menyebutkan

bahwa hati dikatakan sehat, bila bersih dari kesewenang-wenangan dan

kesombongan (harus memiliki sikap tawadlu’), di urutan ketiga menyebutkan

hendaknya segera menggunakan masa muda untuk memperoleh ilmu tanpa

terperdaya oleh rayuan “menunda-nunda” dan berangan-angan panjang” dan

pandai membagi waktu, di urutan kelima dan kedelapan menyebutkan untuk

meminimalisir (sedikit) penggunaan makanan dan minum karena kenyang akan

mencegah ibadah dan bikin badan terasa berat untuk belajar (menuntut ilmu). 65

Dan sifat-sifat antara guru ataupun siswa itu juga harus memiliki akhlak

yang baik, tenang dan bijaksana serta tidak boleh sombong dalam membela hak

65
M. Hasyim Asy’ari, 1924. Terjemah Adabul ‘Alim wal Muta’allim / Pendidikan Akhlak untuk
Pengajar dan Pelajar. Oleh Tim Dosen Ma’had Aly Hasyim Asy’ari. (Jombang: Pustaka
Tebuireng dan Bina Ilmu Cukir, 2020), Ctk. VI, hal 19-23
56

orang lain, dan keduanya harus berdzikir, dengan menyebut Asmaul Husna atau

wirid yang lain, yang berfaedah untuk menjaga ilmu dan pemahamannya.

Dari sini dapat disimpulkan bahwa konsep pendidikan menurut Habib Zain

bin Ibrahim bin Smith adalah suatu konsep pendidikan yang sama-sama

menekankan sifat-sifat yang harus dimiliki seorang guru sebagai pendidik, dan

memperhatikan bagaimana kebijakannya dalam menyikapi setiap persoalan dan

kepentingan pendidikan bagi siswa. Begitu juga siswa harus memiliki etika atau

peringai yang baik agar dapat tercipta kepribadian yang baik dalam hubungan

interpersonal dengan sesama manusia atau hubungan dengan sang pencipta, yaitu

dengan berdzikir kepada-Nya, maka Allah akan selalu melindunginya secara

pribadi atau melindungi ilmu yang didapat, sehingga ilmu yang didapatkan akan

selalu bermanfaat bagi siapapun.

Sekilas tentang Habib Zein bin Ibrahim bin Smith merupakan salah satu dari

ulama yang hingga saat ini terus eksis menyebarkan agama Islam, dia termasuk

salah satu dari keturunannya Baginda Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam.

Beliau adalah salah satu Pelopor yang menjunjung nilai-nilai pendidikan

terutamanya pendidikan agama Islam dan bagaimana cara untuk

mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari, karena ajaran ini merupakan

warisan ajaran turun-temurun dari keluarga yaitu Thariqah Saadah Bani Alawi.

Ajaran seperti ini merupakan salah satu jalan atau metode atau cara untuk

membersihkan jiwa dan pikiran (tashawwuf).


57

Jalan ini juga merupakan satu-satunya jalan / cara yang ditempuh yang

paling lurus dan yang terutama, yaitu jalan untuk menuju kebaikan karena

mengajarkan bagaimana berhubungan baiknya seorang hamba dengan Allah Swt.

dan juga hubungan sesama manusia atau hamba yang salah satunya adalah

menghormati ulama (pendidik) dengan cara menjaga perbuatan, perkataan dari

berbagai hal yang dapat merendahkan harga diri dan menampilkan sikap yang

terpuji.

Beliau adalah sosok panutan yang perlu ditiru, beliau termasuk seorang

pengajar dan pendidik ajaran agama islam yang pemikirannya bermuara lebih

mengarah ke akhlak atau tasawuf sehingga sangat cocok sekali untuk dijadikan

referensi atau sumber kajian utama dalam penelitian konsep pendidikan beretika

yang beliau tidak kenal lelah dalam mengembangkan ilmu pengetahuan Islam

melalui karya-karyanya termasuknya kitab manhajus sawi ini dengan bukti beliau

telah melayani para pelajar mulai dari yang berada di Arab Saudi hingga pelajar

Indonesia dengan tujuannya yaitu memurnikan budi pekerti yang baik. Sehingga

tidak sedikit dari didikan beliau yang berhasil memiliki ilmu pengetahuan yang

mumpuni dan menjadi pribadi yang berakhlakul karimah.

Kitab manhajus sawi yang dikarang oleh beliau ini, bukan hanya sekedar

pemikirannya saja. Tetapi beliau juga mendeskripsikan dan memaparkan secara

praktis dan sistematis dengan menyebutkan pula keterangannya dan memaparkan

ayat-ayat Alquran beserta tafsirnya, hadits, perkataan sahabat dan keterangannya

para ulama terdahulu.


58

Kesimpulan dari pendapatnya habib zain tentang konsep pendidikan

beretika guru dan siswa dengan memiliki sifat-sifat yang telah disebutkan

merupakan hal yang sangat penting untuk dimiliki dan dipraktikkan oleh mereka

dalam kehidupan sehari-hari yang tujuan utamanya untuk mendapatkan ridlo dari

Allah Swt serta terciptanya hubungan harmonis dengan sesama manusia atau

merawat dan menjaga bumi ini dengan sebaik-baiknya.

C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendidikan Beretika Guru dan Siswa

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pendidikan beretika guru dan

siswa yaitu sebagai berikut:

1. Meninggalkan tata krama/etika, Abdullah bin Mubarok berkata “orang

yang meremehkan adab maka akan terhalang ibadah sunnahnya, orang

yang meremehkan sunnah maka akan terhalang melaksanakan amal

fardlunya, orang yang meremehkan amal fardlu maka akan terhalang

ma’rifatnya kepada Allah Swt”

2. Bagi pendidik tidak boleh memiliki sifat mengeluh atau pemarah,

sombong, dan tidak beradab; bagi pelajar tidak boleh memiliki sifat bodoh,

tidak mau berfikir, dan tidak beradab. Maka keduanya tidak akan

merasakan kenikmatan yang sempurna

3. Tidak adanya sikap membersihkan diri, menata hati dengan ikhlas, tidak

istiqomah dalam berpegang teguh kepada Al Quran dan As Sunnah,

senang mencari pangkat/kedudukan


59

4. Tidak berhati-hati dalam Memberi jawaban/berfatwa pada pertanyaan

dengan serampangan atas suatu masalah yang belum ia ketahui

jawabannya

5. Tidak adanya rasa amanah/tanggung jawab atas kepercayaan maka akan

menyia-nyiakan baik ilmu, perbuatan, dan apapun yang dimiliki tidak

digunakan sesuai fungsinya

6. Senang dalam memusuhi orang lain dalam perdebatan yang berakibat pada

permusuhan dan dendam

7. Tidak adanya ikhlas, tawadlu’, kebersihan hati seorang pelajar yang dapat

merusak karakter fithrah baiknya

8. Bermalas-malasan salah satu penyebabnya adalah kebanyakan makan dan

minum, sehingga berat untuk melakukan ibadah dan amal baik lainnya

9. Tidak adanya penghubung ikatan/jalinan rohaniyyah dengan saling

mempertautkan doa

10. Bersikap serampangan tanpa adanya kehati-hatian tanpa memikirkan

akibat dan dampak yang akan timbul kedepannya atas apa yang telah

dilakukan.

Kemerosotan moral pada peserta didik di masa ini menjadi ironi yang

menakutkan. Hal ini akan menjadikan anggapan bahwa guru gagal dalam

mendidik dan menjadi panutan bagi peserta didiknya. Oleh sebab itu,

seorang guru harus mempunyai kompetensi yang harus dimiliki olehnya

sebagai seorang pendidik, yaitu salah satunya adalah kompetensi kepribadian

yang sangat berhubungan dengan pembahasan moral dan etika.


60

Dengan kompetensi kepribadian guru yang mantap dan stabil, serta

mempunyai sifat-sifat yang luhur dan suri tauladan yang baik akan

meningkatkan kewibawaan guru dihadapan para peserta didik. Hal ini akan

menjadi tolak ukur bagi peserta didik dalam kemerosotan moral yang terjadi

pada masa ini. Pada zaman dahulu, menilik pada sejarah islam bahwa

Rasulullah sangat memprioritaskan adanya kepribadian (akhlak) pada diri

seseorang, agar mereka disegani oleh semua kalangan masyarakat. Dan

kepribadian untuk seorang guru menjadi prioritas utama dan pembahasan

penting di kalangan ulama terdahulu.

Tidak hanya dari ranah guru saja yang perlu diperhatikan timbal balik

sikap murid selayaknya juga harus memperhatikan etikanya terhadap

guru/pendidik untuk menciptakan keselarasan kebaikan dari segala arah yang

berdampingan dalam proses pembelajaran sehingga masing-masing

mempraktekkan kedewasaan sikap dan prilaku yang baik dalam kehidupan

sehari-hari sehingga menjadikan kehidupan bermasyarakat sangat

memberikan kedamaian, ketentraman, keamanan, kenyamanan, dan

kesejahteraan karena masing-masing sadar diri dalam mengemban amanah

tanggung jawab mengelola di bumi ini untuk keberlangsungan kehidupan

selanjutnya yaitu kehidupan akhirat.

D. Faedah yang Dibutuhkan untuk Keberhasilan Pendidikan Etika Guru

dan Siswa dalam Kitab Manhaj As Sawi

1. Syarat-syarat dalam mengajar dan menuntut Ilmu


61

“Seorang yang ingin mendapatkan mutiara yang berharga, maka harus

memiliki semangat yang kuat untuk menggapai harapan dalam menuntut ilmu dan

mengajar”, itulah kata mutiara yang diungkapkan oleh syaikh zakariyyah al

anshori. Maka dalam menuntut ilmu dan mengajarkannya itu memiliki syarat-

syarat sebagai berikut:

a. Menuntut ilmu dan mengajarkannya sesuai kegunaan disusunnya ilmu

tersebut. Maka ilmu tersebut tidak digunakan untuk selain pada fungsinya

yaitu seperti menggunakan ilmu demi mencari harta/honor,

kedudukan/pangkat atau bahkan untuk mengobarkan dan memperbanyak

permusuhan atau lawan dalam perdebatan dan menindas orang lain

b. Menuntut ilmu yang dapat diterima oleh kondisi nalurinya orang tersebut

karena tidak semua orang itu layak dan bisa mengumpulkan ilmu, akan

tetapi setiap hal akan dimudahkan sesuai penciptaannya

c. Menuntut ilmu dengan totalitas supaya menjadi orang yang

terpercaya/dapat dipertanggung jawabkan statmennya atau profesional

d. Harus merata dalam mempelajarinya sampai bisa menggambarkan dan

menemukan tingkat kepercayaan pada ilmu tersebut

e. Mempelajari semua kitab-kitab yang baru untuk mendapatkan

pengetahuan yang merata pada semua jenis bidang keilmuan

f. Membacakan ilmu tersebut berhadapan guru (sorogan) yang memiliki sifat

menunjukkan, terpercaya, menasehati dan tidak belajar secara otodidak

g. Ilmu tersebut dimusyawarahkan dengan teman-teman untuk mencari

kedetailan ilmu tersebut, bukan untuk mengalahkan orang lain dalam


62

perdebatan bahkan untuk menolong dalam memberikan faedah dan

mencari faedah keilmuan

h. Ketika sudah memiliki ilmu maka tidak boleh menyia-nyiakannya dengan

membiarkan ilmu tersebut, dan jangan pernah menolak untuk

mengajarkannya dengan menyebar luaskan kepada orang yang berhak

mendapatkannya, karena orang yang menyimpan ilmu akan diancam kelak

dihari kiamat dengan dikekangnya orang tersebut dengan kekangan dari

api neraka

i. Tidak meyakini dalam sebuah ilmu bahwasanya dirinya hanya dapat

menggapai sebagian saja, tanpa mungkin bisa bertambah. Maka hal

tersebutlah yang akan menjadikan kekurangan dan terhalangi untuk

mendapatkan ilmu

j. Seseorang harus mengetahui bahwasanya setiap ilmu ada batasannya

sendiri-sendiri, jangan sampai melewati batas ilmu tersebut dan jangan

sampai kurang untuk mendapatkannya

k. Jika mempelajari ilmu janganlah mencampur-baurkan ilmu yang satu

dengan yang lain, karena akan membingungkan atau mengacaukan pikiran

harus secara bertahap dalam mempelajarinya

l. Setiap siswa dan guru satu sama lain harus menjaga dan memberikan hak

masing-masing. Terlebih menjaga hak guru, dia (guru) ibarat seperti ayah

bahkan lebih mulia, karena orang tua mengeluarkannya menuju ke alam

yang sirna, sedangkan guru menunjukkan ke jalan lurus agar selamat di

Alam yang kekal.


63

2. Faedah-Faedah yang diperlukan bagi guru dan siswa

a. Seorang penuntut ilmu menurut Imam Syafi'i itu harus memenuhi

kebutuhan tiga hal yaitu waktu yang lama, lapang tangannya yaitu

memiliki sifat dermawan dan kecerdasan. Maka dari itu, ada syair yang

mengatakan bahwasanya: “Wahai saudaraku kamu tidak akan bisa menuai

ilmu kecuali dengan 6 perkara # yang saya akan ceritakan kepadamu

perinciannya dengan jelas, yaitu: memiliki kecerdasan, semangat kuat,

sungguh-sungguh, memiliki biaya, # petunjuk guru dan waktu yang lama

dalam menuntut ilmu”.

b. Menurut Sayyid Ahmad bin Zain al-Habsyi bagi seorang yang mengambil

manfaat suatu ilmu, maka lihatlah pada diri sendiri apakah ilmunya bisa

bermanfaat atau tidak bagi dirinya sendiri, apakah ilmu tersebut bisa

berdampak baik bagi hatinya dan lebih menjadikan lemah lembut pada

hati. Atau bisa diikat untuk memahamkan dengan cara mencatat ilmu

tersebut, dengan mengulang-mengulanginya atau dengan cara lainnya

yang bisa menambahkan ilmu menancap pada hati. Karena dengan cara

itulah dapat menjadikan ilmu tersebut lebih bermanfaat dibandingkan

dengan cara selainnya. Demikian pula halnya dalam semua amal, keadaan,

ucapan dan lainnya. Hendaknya dia meneliti apa yang pantas untuknya

walaupun mungkin itu tidak pantas dan tidak sesuai dengan orang lain. Ini

yang harus dilakukan jika ia hanya menghendaki manfaat untuk dirinya

saja
64

c. Adapun jika ingin memberikan manfaat kepada hamba-hamba Allah

dengan ilmunya, maka dia harus bertindak seperti dokter yang meneliti

penyakit, sebab dan unsurnya, untuk kemudian memberikan kepada pasien

obat yang cocok untuk penyakitnya. Terkadang ada 2 pasien datang

dengan penyakit yang sama, namun dokter memberikan obat yang berbeda

antara keduanya dokter mengetahui bahwa penyebab penyakit pasien

pertama berbeda dengan penyakit pasien lainnya.

d. Demikian pula dengan ilmu, hendaknya ia mengajarkan ilmu kepada

setiap orang yang sesuai untuknya, jangan menilai orang lain akan sesuai

dengan apa yang sesuai bagi dirinya sendiri dengan kadar nilainya. Hal ini

juga berlaku bagi orang yang ingin menulis atau semisalnya

e. Menuntaskan suatu bidang ilmu yang dipelajari hingga tuntas dan menjadi

pakar dalam bidang ilmu tersebut baru kemudian mengambil sekedarnya

ilmu yang bersifat pokok dan inti dari bidang ilmu yang lain supaya

mampu menjawab mengenai bidang-bidang ilmu yang dia sudah kuasai

f. Mencari berbagai faedah dari manapun dan dimanapun berada meskipun

kepada orang awam, karena betapa banyak akhlak mulia yang terdapat

dalam diri sebagian orang awam yang tidak dapat ditemukan pada orang

lain dan tidak pula pada dirinya sendiri. Diantara ciri orang tersebut yang

tulus dalam mencari ilmu adalah ia dapat mengambil semua sisi baik yang

ia lihat dari teman duduknya, baik ucapan ataupun perbuatan dan

meninggalkan sisi buruk yang ia temukan padanya. Jika ia dapat

mengambil hal tersebut yang bermanfaat yang ia temukan padanya, maka


65

kerusakan dan kekeliruan yang ada padanya tidak akan membahayakan

dirinya

g. Menyadari hakikat dari pemahaman yang ia tuai dari belajarnya itu

merupakan anugerah karunia dari Allah dan pertolongannya dalam meraih

harapan-harapannya

h. Bagi penuntut ilmu menurut imam ahmad bin hasan Alatas beliau

menegaskan untuk memperhatikan dua hal yaitu memulai apapun baik

dalam belajar ilmu atau beramal kecuali dengan niat yang baik dan

hendaknya melihat buah dan hasil dari ilmu yang akan ia pelajari

i. Ketika tidak memahami suatu bahasan suatu ilmu Maka dianjurkan untuk

mengulanginya di waktu lain karena waktu-waktu memiliki perbedaan di

saat menelaah kembali maka fokuskan pikiran dalam memahami makna

yang belum dimengerti

j. Memberikan apa yang disampaikan oleh seorang murid dalam membuka

bacaannya seharusnya untuk menyiratkan kabar gembira bagi

pendengarnya karena kemampuan memulai sesuatu dengan yang baik

adalah pertanda kecerdasan seseorang atau siswa di hadapan guru dan

kesuksesannya

k. Sebagian ulama telah memberikan tips waktu yang baik untuk digunakan

dalam menghafal yaitu dini hari antara tengah malam sampai waktu subuh

waktu terbaik untuk kajian ilmu adalah pagi hari waktu terbaik untuk

menulis adalah tengah hari dan waktu terbaik untuk menelaah pelajaran

dan mengulanginya kembali adalah waktu malam hari dan menurut Imam
66

Al Khatib bahwa waktu terbaik untuk menghafal adalah dini hari

kemudian tengah hari kemudian pagi hari serta penggunaan tempat terbaik

untuk menghafal adalah kamar tertutup dan setiap tempat yang jauh dari

suatu yang dapat melalaikannya

l. Harus menguasai pokok-pokok yang terdapat di suatu bidang ilmu Maka

sudah hampir pasti ia akan menguasai cabang dari masalah pokok-pokok

tersebut

m. Menurut Habib Ahmad bin Umar bin Smith beliau menegaskan bahwa

kalau sudah mendapatkan suatu faedah ilmu Maka sampaikanlah kepada

orang lain sehingga Allah akan menambahkan faedah-faedah ilmu baru

untuknya sebagaimana ungkapan syair: “Sampaikanlah apa yang engkau

ketahui kepada orang yang tidak tahu, maka Allah yang maha pengasih

akan memberikan kalian faedah yang belum kalian ketahui”

n. Menurut Habib Alwi Bin Abdurrahman Al masyhur bahwa seorang

penuntut ilmu harus memiliki tiga hal yaitu jam untuk mengatur jadwal

kesehariannya, kemudian kompas untuk menentukan arah kiblat dan pena

untuk menulis hasil pelajarannya.


BAB III

METODE PENELITIAN

Dalam Bab III ini, dikemukakan uraian mengenai metode penelitiannya

yaitu: a) desain penelitian; b) sumber data; c) prosedur pengumpulan data; d)

teknik analisis data; e) pengecekan keabsahan data.

A. Desain Penelitian

Jenis dari penelitian ini adalah penelitian bersifat literatur atau penelitian

kepustakaan (library research). Menurut Mestika zed, penelitian kepustakaan

atau library research adalah serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan

metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat serta mengolah

bahan pustaka tanpa penelitian lapangan.66Atau bisa diartikan sebagai

penelitian yang dilakukan di perpustakaan di mana objek penelitian biasanya

digali lewat beragam informasi kepustakaan (buku, ensiklopedi, jurnal ilmiah,

koran, majalah dan dokumen).67

Sedangkan menurut Abdul Rahman Sholeh, penelitian perpustakaan

adalah penelitian yang menggunakan metode perolehan informasi dengan

menempatkan fasilitas yang ada di perpustakaan seperti buku, terbitan

berkala, dokumen, catatan sejarah. 68

66
Mestika Zed, Penelitian Kepustakaan. (Jakarta: Yayasan Bogor Indonesia, 2008), hal 3
67
Mestika Zed, Penelitian Kepustakaan. Ibid, hal 89
68
Abdul Rahman Sholeh, Pendidikan Agama dan Pengembangan untuk Bangsa. (Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2005), hal 63

68
68

Menurut Sugiyono bahwa studi kepustakaan itu berkaitan dengan kajian

teoritis dan referensi lain yang terkait dengan pemahaman obyek yang diteliti,

nilai, budaya dan norma yang dibangun pada situasi sosial yang diteliti

dengan mengumpulkan data pustaka yang diperoleh dari berbagai sumber

informasi kepustakaan yang berkaitan dengan obyek penelitian seperti

melalui abstrak hasil penelitian, indeks, review, jurnal dan buku referensi. 69

Dengan pemaparan dari beberapa teori diatas, peneliti telah melakukan

pengumpulan data dari berbagai sumber baik berupa buku atau secara online

melalui web (internet), jurnal, hasil skripsi dan thessis sesuai dengan judul

yang dikaji oleh peneliti dalam skripsi ini, kemudian setelah terkumpul maka

peneliti membacanya dengan seksama untuk memilah dan memilih sesuai

dengan judul yang diteliti, dan mengambil yang diperlukan dengan mengolah

data referensi yang sudah didapatkan untuk direpresentasikan.

Berdasarkan tipologinya, pendekatan yang dapat digunakan oleh peneliti

dalam melakukan analisis penelitian kepustakaan tentang konsep pendidikan

etika guru dan siswa yaitu dengan menggunakan pendekatan perspektif

sosiologis. Pengertian perspektif sosiologis sendiri adalah suatu metode yang

menggunakan cara pandang tentang manusia sebagai makhluk sosial dan

interaksi yang terjadi di dalamnya. Dalam perspektif keilmuan sosiologi

dapat berfungsi untuk mengetahui dan memahami gejala-gejala sosial,

konflik sosial, dan cara-cara yang dapat digunakan untuk menyelesaikannya.

69
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. (Bandung: Alfabeta, 2019 ), Ctk
I, hal 387
69

Sosiologi tersendiri, adalah ilmu pengetahuan tentang masyarakat,

sedangkan masyarakat adalah sekelompok individu yang mempunyai

hubungan, memiliki kepentingan bersama, dan memiliki budaya. Sosiologi

merupakan bentuk cara mempelajari masyarakat, perilaku masyarakat, dan

perilaku sosial manusia, dengan mengamati perilaku kelompok yang

dibangunnya sebagai sebuah ilmu. Sosiologi tersusun dari hasil-hasil

pemikiran ilmiah, dan dapat dikontrol oleh orang lain, yang mencakup

keluarga, suku, bangsa, negara dan berbagai organisasi politik ekonomi

sosial.70

Dalam hal ini, peneliti dalam mengkaji kitab Manhaj As Sawi

menggunakan pendekatan perspektif sosial. Karena Habib Zain bin Ibrahim

seorang ulama yang berjiwa sosial, yang sangat memperhatikan pendidikan

masyarakat bahkan rela dan patuh pada guru yang menugaskannya menuju ke

pelosok-pelosok desa yang berada di Yaman, memperjuangkan dengan gigih

dalam menyebarluaskan ajaran agama Islam, meskipun dengan keadaan yang

sangat payah dan susah.

Hal ini, membuktikan beliau sangat tahu betul kondisi sosial dan apa

yang mereka butuhkan saat berada di tengah-tegah masyarakat yang beliau

tempati. Sehingga beliau memberikan suatu wacana bagaimana konsep

pendidikan etika guru dan siswa, agar supaya moralitas masyarakat menjadi

70
Amir Hamzah, Metode Penelitian Kepustakaan (LIBRARY Research) Kajian Filosofis, Teoritis
dan Aplikatif, Ibid, hal 38-39
70

tertata dan baik untuk selamanya sesuai dengan ajaran Baginda Nabi para

sahabat para pengikutnya serta ulama Salafus Sholeh

Sudah barang tentu, penelitian yang dikaji oleh penulis dalam kitab

Manhaj As Sawi ini, merupakan bentuk penelitian tentang Kajian Pemikiran

Tokoh. Kajian pemikiran tokoh tersebut adalah usaha menggali pemikiran

tokoh-tokoh tertentu yang memiliki karya fenomenal karya tersebut bisa

berbentuk buku, surat, pesan atau dokumen lain, yang menjadi refleksi

pemikirannya. Jika tokoh yang ingin diteliti tidak meninggalkan karya, maka

untuk mendapatkan data harus melibatkan berbagai pihak yang memiliki

hubungan tertentu dengan tokoh tersebut. Peneliti harus memberikan alasan-

alasan secara akademik tentang pentingnya mengkaji pemikiran tokoh yang

dimaksud. Salah satu pertimbangan yang paling dominan adalah karya-karya

yang ditinggalkan baik secara kualitas maupun kuantitas pertimbangan lain

adalah pengaruh sepak terjang tokoh tersebut selama hidupnya bagi

kehidupan masyarakat. 71

Maka dari itu, peneliti sangat ingin sekali membahas atau mengkaji judul

skripsi ini tentang konsep pendidikan guru dan siswa dalam kitab Manhaj As

Sawi karya Habib Zain bin Ibrahim, tak lain untuk mendongkrak dan

memperluas referensi agar bisa dimanfaatkan oleh siapapun pembaca,

sehingga kajian ini diharapkan menjadi sebuah pengetahuan untuk bisa

dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Sebagaimana yang telah dipelajari

71
Amir Hamzah, Metode Penelitian Kepustakaan (LIBRARY Research) Kajian Filosofis, Teoritis
dan Aplikatif, Ibid, hal 34
71

dari pemaparan tentang konsep pendidikan beretika guru dan siswa di dalam

kajian kitab Manhaj As Sawi ini.

B. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian analisis kajian ini yaitu sebagai berikut:

1. Sumber Data Primer (pokok)

Menurut mestika zed Sumber data primer adalah semua bahan-bahan

informasi dari tangan pertama atau dari orang sumber yang terkait langsung

dengan suatu gejala atau peristiwa tertentu. 72

Menurut Sugiyono bahwa Sumber data primer adalah sumber data yang

langsung memberikan data kepada pengumpul data. 73

Sebagaimana pemaparannya mestika maka peneliti sudah pasti memilih

sumber data primernya dari kitab yang dikaji dalam skripsi ini, yaitu kitab

Manhajus As-Sawi Syarh Ushul At-Thariqah Al Saadati Al-Ba’alawi karya Al

Habib Zain bin Ibrahim bin Smith

2. Sumber Skunder (pendukung)

Menurut Sugiono bahwa Sumber data sekunder merupakan sumber yang

tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data misalnya lewat orang

lain atau lewat dokumen. 74

72
Mestika zed, Metode Penelitian Kepustakaan, Op, Cit. Hal 90
73
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Op. Cit, hal 296
74
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Op. Cit, hal 296
72

Jadi peneliti melakukan sebuah tindakan mengambil referensi data selain

pada kitab ini yang memiliki kesamaan dengan pemikiran pengarang kitab yang

peneliti kaji dalam skripsi ini, adapun data pendukungnya, di antaranya yaitu:

1. Al-Qur’an dan Al-Hadits

2. Al Jami’ As-Shohih lil Bukhori fil Hadits

3. Terjemahan Karya Hadratus Syaikh KH. M. Hasyim Asy’ari yang

berkaitan dengan pendidikan beretika atau adab bagi pelajar dan pengajar

serta hal yang menjadi kebutuhannya dalam mencari ilmu dan

penyampaiannya

4. Karya Prof. Dr. M. Tholhah Hasan tentang Pendidikan Anak Usia Dini

dalam Keluarga yang mengulas tentang etika dan pendidikan awal dalam

pembinaan anak hingga membersamai anak hingga mandiri dalam beretika

dan attitude baik.

5. Terjemahan karya As Syahid Al Allamah As Syaikh Dr. M. Sa’id

Ramadhan Al Buthi dengan judul Hadza Walidi/This is My Father yang

mengulas tentang perjalanan, perjuangan dedikasi ayahanda dan keluarga

baik dalam membina mendidik keluarga dan masyarakat luas.

6. Konsep dan Model Pendidikan Karakter yang diulas oleh Muchlas Samani

membahas tentang karakteristik pendidikan etika dalam membangun citra

dan wibawa bangsa dalam kutipannya Koestantono. 2018. Nilai-Nilai

Karakter yang Terdapat dalam Kitab Akhlaq Lil Banin Wal Banat. Tesis,

Sidoarjo: Program Studi Magister Pendidikan Islam Universitas

Muhammadiyah Sidoarjo (UMSIDA).


73

7. Al Baijuri dalam karyanya Hasyiyah nya yang membahas penjelasan luas

tentang bahasan fiqh madzhab Syafi’iyyah.

8. Jurnal terkait dan skripsi yang sama sebelumnya dengan judul penelitian:

a) Penganalisisnya Abdul Kadir dan Siti Rahmawati jurnal PAI dengan

judul: Etika Murid Kepada Guru dalam Kitab Manhaj As Sawi Karya

Al Habib Zain bin Ibrahim bin Sumaith,

b) Muhammad Mawlana. 2011. Etika Pelajar dalam Kitab Al Manhaj As

Sawi Syarh Ushul Thariqah As Saadah Al Ba’alawi. Skripsi.

Banjarmasin: Program Studi Pendidikan Agama Islam Fakultas

Tarbiyyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Antasari

Banjarmasin,

c) Kun Muhandis, Muhammad. 2016. Konsep Kompetensi Kepribadian

Guru dalam Membentuk Etika Peserta Didik Menurut Habib Zain bin

Ibrahim bin Smith dalam Kitab Manhaj As Sawi. Tesis Kudus:

Program Studi Pendidikan Agama Islam Sekolah Tinggi Agama Islam

Negeri,

d) Nazili, Muhammad Abi Hakkin. 2021. Etika Pendidik dalam

Pendidikan Islam (Analisis Manhaj As Sawi Syarh Ushul Thariqah As

Saadah Al Ba’alawi karya Habib Zain Ibrahim bin Smith). Forum

Penelitian. I (I): 13

e) Kamus Lengkap Arab-Indonesia Al Munawwir karya A. Warson

Munawwir
74

C. Prosedur Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah upaya yang dilakukan untuk menghimpun

informasi yang relevan dengan topik atau masalah yang akan diteliti atau sedang

diteliti. Informasi dapat diperoleh dari buku-buku ilmiah, laporan penelitian,

karangan-karangan ilmiah, tesis dan disertasi, peraturan-peraturan, ketetapan-

ketetapan, buku tahunan, ensiklopedia dan sumber-sumber tertulis baik tercetak

ataupun bersifat menggunakan media elektronik dan lain-lain.

Menurut Amir Hamzah seorang peneliti kepustakaan hendaknya mengenal

lingkungan perpustakaan agar mudah menemukan apa yang diperlukan. Untuk

mendapatkan informasi peneliti harus mengetahui sumber-sumber informasi,

misalnya: kartu katalog, referensi umum dan khusus, buku-buku pedoman, buku

petunjuk, laporan-laporan penelitian, tesis, disertasi, jurnal, ensiklopedia dan surat

kabar. Data-data yang dikumpulkan harus tetap handal untuk menjawab persoalan

penelitian.75 Menurut Andi Prastowo bahwa teknik pengumpulan data adalah

metode yang digunakan untuk mengumpulkan informasi atau fakta tentang suatu

bidang tertentu. Teknik pengumpulan data merupakan tahapan penelitian yang

paling strategis karena tujuan utama penelitian adalah untuk mendapatkan

informasi. Tanpa mengetahui dan menguasai teknik pengumpulan data, kita tidak

dapat memperoleh data yang memenuhi standar data yang telah ditetapkan.76

75
Amir Hamzah, Metode Penelitian Kepustakaan (LIBRARY Research) Kajian Filosofis, Teoritis
dan Aplikatif, (Malang: CV. Literasi Nusantara Abadi, 2019), Ctk I, hal 80
76
Andi Prastowo. Metode Penelitian Kualitatif dalam Perspektif Rancangan Penelitian.
(Yogyakarta: Ar Ruzz Media, 2016), Cet III, hal 208
75

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Dokumentasi, atau teknik pencarian informasi, yaitu dengan mengumpulkan

dokumen berupa karya tulis atau karya monumental. Teknik ini memungkinkan

untuk memperoleh berbagai macam informasi dari sumber tertulis baik tercetak

ataupun melalui media elektronik dll.77 Dalam hal ini, kegiatan pengumpulan

dokumen tersebut bertujuan untuk memperoleh pengetahuan tentang konsep

pendidikan etika guru dan siswa menurut Habib Zein bin Ibrahim bin Smith dalam

kitab Manhaj As Sawi. Metode penelitian ini tidak mengharuskan kita terjun

langsung ke mata publik untuk melihat fakta sebagaimana adanya.

Menurut Amir Hamzah mengatakan bahwa konteks penelitian kepustakaan

(liberary research) tentang pengambilan data sebagai ganti dari kegiatan

wawancara dan observasi diubah menjadi membaca secara mendalam dan

mencatat analisis teks dan wacana. Membaca adalah kegiatan meresepsi,

menganalisis, dan menginterpretasi, yang dilakukan oleh pembaca untuk

memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis dalam media tulisan.

Sedangkan mencatat bahan pustaka adalah kegiatan memindahkan informasi atau

data yang dianggap penting dari hasil membaca ke media pencatatan agar mudah

dirujuk atau dipelajari. 78

Hal-hal penting yang biasanya dicatat berkaitan dengan buku atau bahan

pustaka yang dijadikan objek penelitian antara lain: gambaran umum topik atau

bahasan, gagasan-gagasan pokok atau landasan teori dari bahasan tertentu,

77
Amir Hamzah. Metode Penelitian Kepustakaan (Library Research Kajian Filosofis, Teoritis,
dan Aplikatif). Op. Cit, hal 80
78
Amir Hamzah. Metode Penelitian Kepustakaan. Ibid, hal 61
76

penjelasan sumber-sumber atau literatur tambahan yang berkaitan dengan teori

teori atau konsep-konsep yang sedang dicatat, berbagai pandangan atau

perdebatan ilmiah mengenai bahasan tersebut, penjelasan dan contoh-contoh di

dunia nyata, insights atau pelajaran penting dari contoh-contoh maupun

penjelasan yang menjadi fokus, organisasi gagasan dan struktur gagasan

interpretasi atau kejelasan maksud dari materi atau bacaan di buku acuan kritik

atau komentar terhadap isi buku atau materi yang diteliti. 79

Analisis teks adalah yaitu yaitu analisis mendalami suatu kesatuan bahasa

yang memiliki isi dan bentuk penulisan maupun tulisan yang disampaikan oleh

seorang pengirim kepada penerima untuk menyampaikan pesan tertentu teks tidak

hanya berbentuk deretan kalimat-kalimat secara tulis, namun juga dapat berupa

ujaran-ujaran atau dalam bentuk lisan bahkan ada juga Teks itu terdapat di balik

teks. Sedangkan analisis wacana yaitu menganalisa peristiwa keabsahan yang utuh

baik lisan maupun tulisan yang berupa rentetan kalimat yang saling berkaitan

(menghubungkan proposisi yang satu dengan yang lainnya) dan membentuk satu

kesatuan makna.80 Untuk keperluan metode kerja yang dapat digunakan sebagai

alat dalam memahami teks dan wacana secara tepat dan menyeluruh akan

disebutkan dalam pembahasan teknik analisis data.

Menurut Mestika Zed ada empat tahapan dalam pengumpulan data riset

kepustakaan, antara lain:

a) Menyiapkan alat perlengkapan yang diperlukan

b) Menyiapkan bibiliografi kerja (working bibiliografi)

79
Amir Hamzah. Metode Penelitian Kepustakaan. Ibid, hal 71-72
80
Amir Hamzah. Metode Penelitian Kepustakaan. Ibid, hal 87-89
77

c) Mengorganisasi waktu

d) Kegiatan membaca dan mencatat bahan penelitian 81

Teknik pengumpulan data, dalam hal ini yaitu: peneliti akan melakukan

identifikasi wacana dari buku-buku, makalah atau artikel, majalah, jurnal, web

(internet), ataupun informasi lainnya yang berhubungan dengan judul penulisan

untuk mencari hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat

kabar, majalah dan sebagainya yang berkaitan dengan kajian tentang Konsep

Pendidikan Beretika Guru dan Siswa dalam Kitab Manhaj As Sawi Karya Habib

Zain bin Ibrahim bin Smith. Maka upaya dilakukan oleh peneliti meliputi

langkah-langkah sebagai berikut:

1. Mengumpulkan dan menghimpun informasi yang relevan dengan topik

atau masalah yang akan diteliti atau sedang diteliti. Informasi dapat

diperoleh dari buku-buku ilmiah, laporan penelitian, karangan-karangan

ilmiah, tesis dan disertasi, peraturan-peraturan, ketetapan-ketetapan, buku

tahunan, ensiklopedia dan sumber-sumber tertulis baik tercetak ataupun

elektronik, data-data tersebut yang ada baik melalui buku-buku, dokumen,

majalah internet (web), dan lain-lain

2. Mengkaji judul skripsi ini, peneliti juga menyiapkan alat perlengkapan

yang diperlukan seperti bolpoin, buku catatan dan lain sebagainya

3. Menyiapkan bibiliografi kerja (daftar kepustakaan terpilih yang tercatat

diatas lembaran kartu atau buku catatan untuk kepentingan penelitian)

81
Mestika Zet. Metodologi Penelitian Kepustakaan. (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia,
2018), Cet V, hal 22
78

4. Mengorganisasikan waktu untuk penelitian dan mendalaminya dengan

membaca, memahami, mencatat materi yang akan dicantumkan kedalam

skripsi ini

5. Menganalisa data-data tersebut yang didapatkan dan yang dipilih

6. Peneliti bisa merepresentasikan dan menyimpulkan tentang masalah yang

dikaji.82

D. Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian pustaka (library research) ini adalah analisis

isi (content analysis) menurut Amir Hamzah yaitu metode analisis teks yang

digunakan untuk mengumpulkan dan menganalisis muatan sebuah teks dapat

berupa kata-kata makna gambar simbol gagasan tema dan bermacam bentuk

pesan yang dapat dikomunikasikan metode ini tidak sekedar mengkaji persoalan

isi teks yang komunikatif melainkan juga mengungkapkan bentuk linguistiknya.83

Penelitian ini, bersifat membahas secara mendalam terhadap isi suatu

informasi tertulis atau tercetak lalu menyimpulkan berdasarkan data-data yang

telah dikumpulkan dan dianalisis tersebut. Menurut Reyvan Maulid analisis isi

didefinisikan sebagai teknik penelitian ilmiah yang bertujuan untuk

mendeskripsikan ciri-ciri isi dan menarik kesimpulan dari isi tersebut. Analisis isi

adalah penelitian yang melibatkan pembahasan mendalam tentang isi informasi

tertulis atau tercetak di media. Pelopor analisis isi adalah Harold D. Lasswell,
82
Mirshad Zaki, 2014. Motivasi Konsumsi Islam Versus Sekuler: Study Komparatif Pemikiran Al
Ghazali dan Abraham Maslow. Thessis, Surabaya: UIN Sunan Ampel Prodi Ekonomi Islam, hal
57
83
Amir Hamzah, Metode Penelitian Kepustakaan (LIBRARY Research) Kajian Filosofis, Teoritis
dan Aplikatif, Op. Cit, hal 99-100
79

yang memprakarsai teknologi pengkodean simbol, atau pencatatan dan

interpretasi sistematis simbol atau pesan.84

Tujuan dari penelitian analisis isi ini, adalah sebuah kajian untuk

mengungkapkan isi pemikiran tokoh yang diteliti serta menguraikan dan

menyimpulkan isi dari proses komunikasi (lisan ataupun tulisan) dengan cara

mengidentifikasi karakteristik tertentu pada pesan-pesan yang jelas secara

objektif, dan sistematis. 85


Metode ini digunakan penulis untuk menganalisis

makna yang terkandung dalam konsep pendidikan etika guru dan siswa menurut

Habib Zain bin Ibrahim bin Smith dalam kitab Manhaj As Sawi.

Maka peneliti dengan menggunakan metode analisis isi ini, sesuai

pendapatnya Titscher dkk 86


yaitu melakukan prosedur kerja dengan penentuan

materi, analisis situasi sumber teks, pengaturan materi secara formal, penentuan

arah analisis, menentukan diferensiasi (pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab

sesuai dengan teori yang ada), penyeleksian teknik-teknik analisis, pendefinisian

unit-unit analisis, dan interpretasi.

E. Teknik Pengecekan Keabsahan Temuan

Layaknya penelitian kualitatif pemeriksaan keabsahan data dilakukan

setelah selesai analisis dan interpretasi data untuk memastikan hasil dapat

84
Reyvan Maulid. Ed. Memulai Belajar Data Science untuk Kenali Analisis Data. (Online) Web
https://dqlab.id/mengenal-analisis-konten-dalam-analisis-data-kualitatif DqLab Vol V No. 25
(diakses 25 Mei 2021)
85
Amir Hamzah, Metode Penelitian Kepustakaan (LIBRARY Research) Kajian Filosofis, Teoritis
dan Aplikatif, Op. Cit, hal 113-114
86
Stefan Titscher, et. al. Metode Analisis Teks dan Wacana, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009),
hal 108
80

dipercaya dan temuan penelitian sudah akurat. Menurut Guba (1985) 87


validasi

temuan meliputi beberapa kriteria yakni:

1. Credibility, digunakan untuk mengatasi kompleksitas data yang tidak mudah

untuk dijelaskan oleh Sumber data

2. Transferability, adalah validitas yang menyatakan bahwa kebergantungan untuk

menunjukkan stabilitas data

3. Confirmability (kepastian) untuk menunjukkan netralitas dan objektivitas data

Untuk memperoleh hasil analisis yang valid sesuai dengan pemaparan teori

di atas, maka peneliti melakukan langkah-langkah sebagai berikut:

a) Dengan cara berada di latar penelitian sepanjang waktu (prolonged

participation at study site), melakukan observasi yang cermat (parsistent

observation), dan melakukan diskusi dengan sejawat selama proses

penelitian berlangsung (peer debriefing)

b) Dengan memeriksa data dari beberapa metode yang digunakan sehingga

tidak terjadi perbedaan antara data yang satu dengan yang lain

c) Dengan menggunakan jurnal guna melakukan refleksi terhadap data yang

dikumpulkan.

Tabel 3. 1. Alur Metode Penelitian

Teknik
Desain Sumber Pengumpulan Teknik Validasi
Analisis
Penelitian Data Data Data
Data

87
Amir Hamzah, Metode Penelitian Kepustakaan (LIBRARY Research) Kajian Filosofis, Teoritis
dan Aplikatif, Op. Cit, hal 113-114
81

Library 1.Primer 1. Dokumentasi Analisis 1.Credibility

Research 2.Skunder 2. Membaca Isi 2.Transferability

(Kajian Secara (content 3.Confirmability

Pustaka) mendalam dan analisyis)

mencatat hasil

analisis teks dan

wacana
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Obyek Penelitian

1. Biografi Habib Zain bin Ibrahim bin Smith

a. Nama dan Nasabnya Habib Zain bin Ibrahim bin Smith

Beliau adalah lautan ilmu yang sangat teliti, seorang pakar fiqih yang ahli

ibadah serta bersifat zuhud (tidak mencintai dunia), pendidik sejati yang selalu

berdakwah di jalan Allah, nama lengkap dan silsilah nasabnya yaitu sebagai

berikut: Sayyid Habib Abu Muhammad Zain bin Ibrahim bin Zain bin

Muhammad bin Zain bin Abdurrahman bin Ahmad bin Abdurrahman bin Ali bin

Salim bin Abdullah bin Muhammad Smith bin Ali bin Abdurrahman bin Ahmad

bin Alwi bin Ahmad bin Abdurrahman bin Alawi (Ammul Faqih Al Muqoddam)

bin Muhammad (Shahib Mirbath) bin Ali (Khali’ Qasm) bin Alwi bin Muhammad

bin Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad Al Muhajir bin Isa Ar Rumi bin Muhammad

An Naqib bin Ali Al Uraidhi bin Ja’far As Shodiq bin Muhammad Al Baqir bin

Ali Zainal Abidin bin Husain putra Imam Ali bin Abi Tholib dan Sayyidah

Fatimah Az Zahra yang merupakan putri pemimpinnya para Rasul Sayyidina wa

Maulana Muhammad SAW.

Beliau adalah seorang sayyid dari keluarga Nabi yang nasabnya

bersambung kepada Sayyidina Husain Ra. yang tidak lain adalah cucunya

Rasulullah Saw. Dia berasal cabang keluarga Alawi, yakni dari keturunan As

Syarif Alwi cucu dari imam Al Muhajir, beliau bermadzhab syafi'i, berakidah

83
83

Ahlus Sunnah wal Jama’ah, berthoriqoh salaf, melalui jalur datuk-datuknya yang

berasal dari hadramaut dari kalangan sadah keluarga abi alawi radhiyallahu

anhum ajma’in.

b. Kelahiran dan Pertumbuhannya Habib Zain bin Ibrahim bin Smith

Penulis dilahirkan pada tahun 1357 H atau 1936 M di kota Jakarta

(indonesia), dalam keluarga agamis yang dikenal dengan kebaikan dan

kesalehannya. Di masa kecil, ayahanda penulis rahimahullah seringkali

membawanya untuk menghadiri majelis Al Arif Billah Habib Alwi bin

Muhammad Al Haddad (yang berdomisili di Bogor, rujukan sadah Alawiyyin di

wilayah tersebut). Penulis juga selalu menghadiri maulid yang diadakan oleh

Habib Alwi di kediamannya setiap Ashar hari Jumat, terkadang penulis

menghadiri madras (kajian ilmu) Ad Da’i Ilallah Al Imam Habib Ali bin

Abdurrahman Al Habsyi yang diadakan setiap pagi hari Ahad di kediaman beliau

di daerah Kwitang. Keberkahan hadir di majelis-majelis mulia itu telah meliputi

jati diri penulis. Bisa dikatakan bahwa Habib Alwi merupakan guru pertama

dalam kehidupan penulis.

Penulis belajar membaca dan menulis di berbagai madrasah ada di pulau

Jawa. Beliau juga bertalaqi Al Quran dan ilmu tajwid di sana pada tahun 1371 H

atau 1950 M, lalu ayahandanya membawa beliau ke Hadramaut saat itu beliau

sekitar berumur 14 tahun beliau menetap di kediaman Ayahandanya di Kota

Tarim Al Ghana yang penuh berkah.

c. Pencarian Jati Diri dalam Menuntut Ilmu dan Guru-Gurunya Habib Zain
84

Di kota Tarim, beliau dengan gigih dan sungguh-sungguh mengerahkan

totalitasnya untuk menuntut ilmu dan bertalaqi, berpindah dari satu madrasah ke

madrasah lainnya, seraya mengunjungi satu persatu peninggalan-peninggalan

Salaf yang diberkahi khususnya di Rubath Tarim. Rubath adalah lembaga

pendidikan semacam pondok pesantren, di sana beliau mempelajari berbagai kitab

fiqih kepada Al alamah Habib Muhammad Bin Salim Bin Hafidz dalam

bimbingan beliau pula penulis menghafal kitab Shafwat Az Zubad karya Imam

Ibnu Ruslan dan Al Irsyad karya As Syaraf Ibnu Muqri sampai Bab Jinayat,

mendalami ilmu Waris dan Bab nikah, sebagian kitab Al Minhaj beberapa kitab-

kitab ilmu tashawwuf, sekilas ilmu Falak dan menghafal syair Hadiyatus Shodiq

Karya Habib Abdullah bin Husein bin Thohir

Dari Habib Umar bin Alwi Al Kaf, penulis mempelajari ilmu Nahwu,

Ma'ani dan Bayan, membaca kitab Mutammimah Al Ajurumiyah, menghafal kitab

Alfiyah karya Ibnu Malik dan mempelajari permulaan syarahnya.

Dalam bidang ilmu fiqih beliau belajar kepada Al Allamah Al Muhaqiq

Syaikh Mahfudz bin Salim Az Zubaidi dan Mufti Tarim Syaikh Al Faqih Salim

bin Said Bukayir Baghitsan, penulis mengkaji kitab Mulhatul I'rab karya Al

Hariri kepada Habib Salim bin Alwi Al Khirid, penulis juga mempelajari Ushul

fiqih dari Syaikh Fadhl bin Muhammad Bafadhl dan Habib Abdurrahman Bin

Hamid As Siri. kepada keduanya, beliau membaca kitab Matan Al Waraqat.


85

Selain itu, penulis selalu menghadiri majelis-majelis Arif Billah Habib Alwi

bin Abdullah Bin Syihabuddin dan rauhah-rauhahnya, Madrasah (kajian ilmiah)

di Rubath, serta majelis Syaikh Ali Bin Abu Bakar As Sakran radhiyallahu anhu.

Penulis menimba ilmu juga kepada Al Barokah Habib Ja'far bin Ahmad Al

Idrus, penulis sering kali mengunjungi beliau dan mendapatkan banyak ijazah dari

beliau, penulis juga belajar Al Quran kepada Habib Ibrahim bin Umar bin Agil

dan Al Barokah Habib Abu Bakar Al Atthas bin Abdullah Al Habsyi, kepada

beliau penulis mengkaji kitab Al Arbain Al Ashl Karya Imam Al Ghazali, penulis

juga belajar kepada guru-guru lainnya kesemua guru itu memuji beliau karena

keistimewaannya di antara kawan-kawan sejawatnya dan kebaikan adab, suluk

dan akhlak beliau.

Penulis seringkali meminta ijazah kepada banyak guru-guru beliau dari

kalangan para tokoh saadah Ba’alawi atau ulama dunia islam lainnya. Diantaranya

kepada: Al Allamah Al Arif Billah Habib Muhammad Bin Hadi As Segaf, Habib

Ahmad bin Musa Al Habsyi, Al Allamah Al Muhadits Sayyid Alwi Bin Abbas Al

Maliki Al Makki, Al Allamah Ad Da’iyah Habib Umar bin Ahmad bin Smith, Al

Qudwah Habib Ahmad Masyhur Al Haddad, Al Qudwah Habib Abdul Qodir bin

Ahmad As Segaf, Ad Da’iyah Habib Muhammad bin Abdullah Al Haddar, Al

Murobbi Habib Hasan bin Abdullah dan ulama-ulama lain. biografi guru-guru

beliau ditulis secara terperinci dalam kitab kumpulan sanad dan guru-guru beliau.

Penulis menghabiskan waktu delapan tahun untuk menuntut ilmu di Kota

Tarim. Delapan tahun itu, beliau lalui dengan penuh keseriusan dan kesungguhan
86

serta totalitas dalam mencari ilmu dan merenggutnya dari sumber ilmu yang tawar

dan bersih, dari kota yang terkenal dengan keberkahannya yang melimpah ruah

serta banyak ulama serta orang sholeh di dalamnya di samping kemuliaan lain

dengan keberadaan makam-makam para wali, peninggalan-peninggalan sejarah,

serta tanah-tanah yang penuh dengan keberkahan.

d. Sepak Terjang Habib Zain dan Keteguhannya dalam Pendidikan Agama

Setelah menghabiskan masa delapan tahun menuntut ilmu di Kota Tarim,

guru beliau yaitu Al Habib Muhammad Bin Salim Bin Hafidz memerintahkannya

untuk beralih ke kota Baidho’ yang terletak di ujung selatan Negeri Yaman untuk

mengajar di rubathnya dan turut mengemban kewajiban berdakwah ke jalan Allah

di wilayah itu. Perintah ini, datang setelah datang permintaan dari Al Allamah

Negeri Yaman dan Mufti Baidho’ Ad Da’i Ilallah Habib Muhammad Bin

Abdullah Al Haddar rahimahullah

Penulis pun bergegas menuju kota Baidho’ melalui jalur yang melewati

kota Aden di kota tersebut terdapat seseorang kawan tercinta beliau Habib Salim

Bin Abdullah As Sathiri, saat itu Habib Salim bertugas menjadi Khatib dan Imam.

Di daerah Khaur Maskar, sekitar kota Aden. Di sana terdapat perpustakaan

lengkap dengan berbagai kitab. Beliau pun menyibukkan waktunya dengan

menelaah kitab-kitab yang ada di sana dengan penuh kesungguhan. Penulis dan

Habib Salim banyak melakukan berbagai diskusi ilmiah keduanya sama-sama

menelaah banyak kitab-kitab berharga yang terdapat dalam perpustakaan tersebut.


87

Kemudian penulis, meneruskan perjalanannya dari Khaur Maskar ke kota

Baidho’. Sesampainya di sana, penulis disambut oleh Habib Muhammad Al

Haddar dengan penuh sukacita. Semenjak kedatangannya di sana, penulis selalu

teladan mengajar para murid secara bergantian menyambung malam dan siang

untuk mengejar mereka. Habib Muhammad Al Haddar menikahkan beliau dengan

putrinya dan memberikan ijazah dari semua ilmu yang beliau dapatkan. Penulis

tidak pernah absen menghadiri kajian-kajian pertama kali di majelis ilmiah yang

diisi oleh Habib Muhammad terhadap penulis menganggap beliau sebagai salah

satu guru terbesar yang paling banyak memberikan manfaat padanya walaupun

penulis tidak banyak mengkaji kitab kepada beliau sebagaimana guru-guru

lainnya. Di sana penulis menjadi tangan kanan Habib Muhammad Al Haddar.

Habib Muhammad Al Haddar mengandalkan penulis untuk mengisi kajian-

kajian ilmiah, sebab beliau mengerahkan seluruh waktunya untuk berdakwah dan

mengadakan kajian dan nasihat kepada orang-orang awam. Penulis juga menjadi

pengganti beliau, ketika beliau mengadakan lawatan dakwah ke berbagai negeri.

Selain itu, penulis juga menggantikan beliau dalam memberi jawaban dan

permohonan fatwa fiqih.

Penulis bermukim di kota Baidho’ selama lebih dari dua puluh tahun.

Selama itu pula, beliau mengisi waktunya dengan melayani ilmu dan para

penuntut ilmu, memberikan fatwa dalam madzhab syafi’i, dan memberikan

manfaat kepada orang banyak. Dari hasil didikan beliau, banyak keberhasilan para

pelajar yang mencapai cita-citanya menjadi orang yang berhasil, ulama serta
88

pendakwah ulung. Terkadang, beliau melakukan dakwah dengan murid-muridnya

ke berbagai pedusunan yang ada di sekitar Kota Baidho’.

Selama tahun-tahun keberadaan beliau di Baidho’, beliau mengerahkan

totalitasnya untuk bermujahadah, beribadah, serta mensucikan jiwanya disertai

kesungguhan, ketekunan dan keteladanan dalam menelaah kitab-kitab tafsir,

hadits, fiqih dan kitab-kitab lainnya, serta kitab-kitab ulama Salafus Sholeh.

Beliau memiliki tekad baja yang tidak pernah kendor dalam belajar mendidik

murid dan memberi petunjuk kepada mereka yang lalai dan tidak tahu.

Penulis memiliki kedudukan istimewa di sisi Habib Muhammad Al Haddar

rahimahullah. Jika datang suatu masalah ilmiah yang dijawab oleh penulis, maka

Habib Muhammad Al Haddar, berkata “Jika Habib Zain telah menjawab, maka

tidak ada perlunya meneliti kembali”. Hal ini karena kepercayaan beliau yang

tinggi terhadap kemampuan ilmu penulis.

Pada masa-masa itu, penulis melakukan beberapa kunjungan di musim haji

dan musim ziarah, bertemu dengan banyak ulama dan orang soleh, berguru dan

meminta ijazah kepada mereka.

e. Pengabdian Diri Hidup Berdampingan dengan Al Mustofa Shallallahu

Alaihi Wasallam di Kota Madinah

Selama masa dua puluh satu tahun yang diisi dengan kesungguhan yang

tidak kenal lelah dalam bidang ilmu dan dakwah usaha tanpa henti dalam menaati

dan menjalani Thariqah Salaf, akhirnya beliau berhijrah ke tanah Hijaz yang

diminta untuk membuka Rubath oleh Sayyid Abdurrahman Bin Hasan Al Jufri
89

Rahimallahu wa ta'ala di kota Madinah Munawaroh beliau tinggal di sana di

tempat hijrah datuknya Al Mustofa (Nabi Muhammad) Shallallahu Alaihi

Wasallam.

Penulis juga memulai perjalanan pada bulan Ramadan 1406 H, mulanya

beliau bekerja sama dengan Habib Salim bin Abdullah As Sathiri untuk

mengelola Rubath Al Jufri dengan sebaik-baiknya selama 12 tahun. Kemudian

Habib Salim As Sathiri kembali ke kota Tarim untuk mengelola Rubath Tarim

yang telah dibuka kembali, sehingga tersisa penulis seorang diri yang mengajar

dan mengelola Rubath Madinah.

Banyak penuntut ilmu yang datang ke Rubath dari berbagai negeri Islam.

Melalui didikan beliau, banyak pelajar yang berhasil menyelesaikan studinya.

Walaupun murid-murid beliau yang banyak dan semakin bertambah kesibukan

beliau mengajar dan mendidik mereka serta usia Beliau yang bertambah. Namun

semua itu tidak melemahkan semangat beliau untuk mengambil kesempatan

berguru kepada sejumlah tokoh ulama yang bermukim di kota Madinah Al

Munawaroh, beliau mempelajari ilmu Ushul fiqih kepada Al Allamah Al Ushuli

Al Faqih Syaikh Zaidan As Syinqithi Al Maliki. Kepadanya, penulis mengkaji

Kitab At Tiryaq An Nafi’ ala Al Masail Jami'il Jawami’ karya Imam Abu Bakar

Bin Syihab, serta Mandzumah Maroqis Su’ud karya Syarif Abdullah Al Alawi As

Syinqithi yang merupakan matan bagi para senior dalam ilmu ushul.

Penulis juga menyibukkan diri berguru kepada Al Allamah An Nahrir

Ahmaddu bin Muhammad Hamid Al Hasani As Syinqithi, salah seorang Imam


90

dalam ilmu Lughah dan ushul di masanya. Kepadanya, beliau membaca kitab

Syarah Qothr, sebagai syarah Alfiyah Ibnu Aqil. ‘Idhoatul Dujunnah karya Imam

Al Muqqari dalam ilmu aqidah, As Sullam Al Muraunaq karya Imam Al Akhdlori

serta kitab asalnya yang tersebar luas Isanguji karya Imam Al Abhari keduanya

adalah kitab Ilmu Mantiq, Itmamud Dirayah Liqurrain Nuqayah karya Imam

Suyuthi, Al Maqshur wal Mamdud dan Lamiyatul Af’al karya Ibnu Malik, Jilid

pertama kitab Mughni Labib karya Ibnu Hisyam, dua kitab dalam Ilmu Sharaf dan

Al Jauhar Al Maknun dalam Ilmu Balaghah. Syaikh Ahmaddu memuji penulis

yang memiliki semangat tinggi dan tekun dalam mencari ilmu.

Dalam masa mukimnya beliau di Madinah, penulis yang memiliki semangat

tinggi dan tekun dalam mencari ilmu telah melakukan banyak kunjungan dakwah

yang penuh berkah ke negeri-negeri Islam dan menemui para ulama dan wali.

Beliau mengunjungi Syam, Indonesia, berbagai negeri di Afrika serta wilayah

lainnya.

f. Sifat dan Keadaan Habib Zain bin Ibrahim bin Smith

Allah Subhanahu Wa Ta'ala menjadikan sosok beliau mudah diterima oleh

manusia dan menganugerahkan kewibawaan dalam wajah dan penampilan beliau

jika anda memandang beliau Anda akan melihat sosok seorang lelaki yang

berperawakan sedang tingginya, kurus tubuhnya, berkulit coklat dan memiliki

janggut yang sudah dipenuhi uban dan diliputi cahaya. Lidah beliau tidak pernah

berhenti untuk berdzikir kepada Allah. Tasbihnya hampir tidak pernah lepas dari
91

tangan beliau. Beliau memakai imamah putih, sarung dan rida’ sesuai dengan adat

kaum Salaf Hadramaut.

Penulis memiliki kegiatan harian yang teratur dalam membaca berbagai

wirid dzikir dan amalan setiap harinya di samping kesibukan mengajar. Anda

akan melihat beliau tidak pernah berhenti berdzikir kepada Allah pada salat

malamnya, kemudian keluar untuk menunaikan salat subuh di Masjid Nabawi,

beliau tidak beranjak dari sana sampai setelah isyraq (terbit matahari). Kemudian

beliau beranjak menuju Rubath untuk mengejar murid-muridnya. setelah Ashar,

beliau mengadakan majelis Rauhah sampai Maghrib. Beliau terus mengajar

sampai sebelum Isya, kemudian pergi menuju masjid Nabawi untuk menunaikan

salat Isya dan menziarahi kakek beliau yang paling Agung, Nabi Muhammad

Shallallahu Alaihi Wasallam.

Demikianlah, kegiatan yang beliau lazimi setiap harinya selama beliau

berada di kota Toyibah Madinah. Tidak pernah sekalipun kegiatan mengajar,

dzikir dan amalan lainnya terputus kecuali ketika beliau bepergian atau sakit

berat. Setelah Isya, beliau mengadakan beberapa kajian dan majelis di berbagai

tempat sesuai dengan waktu dan musim.

Semua itu, beliau lazimi di samping kegiatan beliau menelaah dan

berdiskusi, mempraktekkan dan mengarahkan para murid, mengajar dan mendidik

mereka, menemui para peziarah dan tamu, dan bepergian untuk berdakwah dan

memberi petunjuk. Orang yang memiliki mata hati akan melihat ketika duduk

bersama beliau, pandangan yang menembus ufuk. Beliau tidak akan berbicara
92

padamu sehingga seakan pandangan keduanya ditarik ke tempatnya semula.

Beliau memiliki sifat-sifat luhur, dan ciri-ciri kaum Arifin yang diketahui oleh

orang-orang dekat beliau. Nafa’anallahu wal Muslimin bihi amin..

g. Karya-Karya Tulisnya Habib Zain

Beliau menyusun berbagai karya tulis yang bermanfaat dan berfaedah

dalam berbagai bidang ilmu diantaranya adalah:

1. Al Manhaj As Sawi Syarah Ushul Thariqah Sadah Al Ba’alawi

(kitab yang dikaji dan merupakan karya yang termasuk paling

utama dan berharga beliau Habib Zain).

2. Al Fuyudhat Ar Rabbaniyah min Anfasi Sadah Al Alawiyah (tafsir

isyari, yang ringkas terhimpun di dalamnya ucapan para jaga

Aladin mengenai sejumlah ayat Alquran dan hadis Nabawi, dalam

1 jilid [telah dicetak]).

3. Al Futuhat Al Aliyah fil Khutab Al Minbariyah (dua jilid berisi

khotbah beliau selama menggantikan Habib Muhammad Al

Haddar di Kota Baidho’ [telah dicetak])

4. Syarah Hadits Jibril yang berjudul: Hidayatut Thalib fi Bayani

Muhimmatiddin (dalam kitab ini, menjelaskan hadis Jibril

Alaihissalam mengenai makna Islam iman dan ihsan dengan

menjadikan kitab ini matan yang ringkas dalam Ilmu Akidah, Fiqih

dan Tashawwuf [telah dicetak])


93

5. Al Ajwibah Al Ghaliyah fi Aqidati Firqatin Najiyah (kitab ini

adalah sanggahan syubhat-syubhat dari aliran yang menyimpang

dalam bentuk tanya jawab, kitab telah dicetak berkali-kali dan

tersebar luas sehingga mendatangkan manfaat umum bagi orang

khusus dan Awam)

6. Hidayatut Zairin ila Ad’iyatiz Ziyaratin Nabawiyah wa Masyahidis

Shalihin (dalam kitab ini, beliau mengumpulkan doa-doa salaf

yang dibaca ketika berziarah ke makam baginda Nabi Muhammad

Saw, dan menziarahi peninggalan-peninggalan serta pemakaman di

Al Haramain dan Hadramaut [telah dicetak])

7. Majmu’ (mengumpulkan faedah-faedah yang tersebar mengenai

hukum fiqih, doa dan adab [belum dicetak])

8. Majmu’ Khabir min Fatawa Fiqhiyyah (dihimpun dan ditertibkan

oleh sebagian murid-murid pilihan beliau baru-baru ini)

9. Tsabat Asanid was Syuyukh (kumpulan sanad dan guru-guru beliau

[belum dicetak]).

h. Pujian dan Pengakuan Para Ulama Terhadap Habib Zain

Pendakwah dan pemikir Islam Sayyid Abu Bakar bin Ali Al Masyhur

menyifati beliau di sela-sela biografi penulis dalam kitab ‘Qobasatun Nur’

halaman 189: “Seorang berilmu yang pakar fiqih, penjaga mazhab yang

menguasai ilmu Nahwu dan berbagai serta berserikat dalam berbagai bidang

ilmu, Al ‘Arif Billah, seorang yang menuntun ke jalan Allah dengan nasihat-
94

nasehat, serta paparan-paparan sufi yang memiliki penampilan Alawiyah

Salafiyah.”

Al Musnid Muhammad Namir Al khatib, seorang Al Allamah pakar dalam

ilmu akidah yang tinggal di kota Madinah Al Munawarah mengatakan dalam

ijazahnya kepada beliau: “Seorang yang memiliki keutamaan, Al ‘Allamah, yang

memiliki cita rasa tinggi seorang pendidik yang unggul.”

Syaikh Abdullah Al Lahji Al Hadrami, seorang tokoh ulama dan ahli hadits

Kota Mekah (wafat 1410 H), menulis dalam pembukaan ijazahnya kepada beliau:

“Ijazah dari seorang yang berkedudukan rendah kepada yang berkedudukan

lebih tinggi.” dan menyifati beliau dengan: “Seorang Sayyid yang berilmu lagi

utama.”

Al ‘Allamah Al Faqih Doktor Muhammad Hasan Hitu, menyifati beliau

dengan: “Seorang Sayyid yang cemerlang dan sempurna, berilmu, tawaduk dan

mengamalkan ilmunya.”

Dalam ijazah dari Sayyid Yusuf Ar Rifa’i Al Kuwaiti, beliau disifati

dengan: “Seorang ahli ilmu yang sempurna, pakar fiqih serta pendidik.”

Guru beliau Al Habib Muhammad bin Abdullah Al-Haddar menyifatinya

dengan: “Seorang Sayyid yang ahli ilmu, pendakwah di jalan Allah, pemuda yang

tumbuh dalam ketaqwaan kepada Allah, penempuh jalan ibadah yang gemar

beribadah, seorang yang dicintai dan dipinang (karena ilmunya) junjunganku

dan simpananku, pondasiku dan rujukanku.”


95

Al Qudwah Habib Ibrahim bin Agil, menyifati beliau dengan: “Keturunan

para tokoh besar, yang menghimpun berbagai kebanggaan, menjadi penghias

sifat-sifat mulia, yang dibesarkan oleh keutamaan-keutamaan, seorang kekasih

Yang dicintai, pemimpin yang dijadikan rujukan, yakni Zain bin Ibrahim.”

Dalam ijazahnya Al Qudwah Al Qutub Habib Abdul Qodir bin Ahmad As

Segaf, menyifati beliau: “Seorang Sayyid yang paling baik yang mencintai jalan-

jalan kemuliaan keluarganya terdahulu, Zain bin Ibrahim...,Ia adalah seorang

yang mengenalku dan aku mengenalnya, mencintaiku dan aku cintai.”

Sampai saat ini, penulis masih terus mengajarkan ilmunya, memberikan

perhatian kepada para murid dan mengerahkan mereka, memberi petunjuk kepada

para penempuh jalan akhirat, mendidik para murid, meneliti fatwa-fatwa atas

masalah-masalah fiqih yang ditanyakan kepadanya dari berbagai negeri, serta

melakukan lawatan dakwah dari satu waktu ke waktu yang lainnya, mencari

kabar-kabar mengenai keadaan kaum muslimin, dan menyampaikan nasihat-

nasihat agama. Semua itu disertai dengan amalan-amalan luhur beliau, dan

penghambaan sempurna kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala, serta

mempersiapkan kehidupan akhirat dengan semangat yang tinggi.

Ringkasnya beliau nafa’allahu bihi, telah dianggap sebagai bagian dari

guru-guru teragung di masa kini yang manfaatnya dapat dirasakan secara umum.

Semoga Allah senantiasa menjaga beliau sebagai simpanan bagi Islam dan

memberikan kenikmatan untuk kaum muslimin dengan tetapnya beliau berada

bersama mereka. Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam.


96

2. Sekilas Tentang Kitab Manhaj As Sawi

Manhaj As Sawi ini, merupakan salah satu karangan dari beberapa karangan

Habib Zain bin Ibrahim bin Smith. Al Manhaj as Sawiy adalah sebuah kitab yang

merupakan literasi bermodel syarh yaitu berbentuk elaborasi atau penjelasan dari

statemen populer mengenai lima pilar Thariqah ‘Alawiyah yang diproklamirkan

oleh Habib Ahmad bin Zain Al Habsyi. Beliau seorang ulama besar pada abad 11

H, dan dikutip oleh Habib Idrus bin Umar Al Habsyi. Lima pilar itu adalah al-Ilm,

al-Amal, al-Wara, al-Khauf dan al-Ikhlas.

Sekilas lima unsur diatas terkesan sangat sederhana akan tetapi

mengandung makna yang sangat luas, jika dikaji dari berbagai sudut pandang

dengan analisa yang mendetail. Hal ini, yang memberikan inspirasi kepada

pengarang untuk menuliskan karyanya diatas lembaran setebal 775 halaman yang

menjabarkan secara luas hakikat dari lima poin besar tersebut.

Dalam kitab ini, Habib Zain bin Ibrahim bin Smith telah mengumpulkan

argumentasi yang beragam dalam setiap bab dan sub babnya, tanpa sama sekali

mendiskreditkan nilai-nilai ilmiah, karena semuanya disajikan dalam tampilan

yang sistematis. Hal itu dibuktikan dengan memaparkan ayat-ayat Al Quran,

beserta tafsirnya, hadis, dan perkataan para sahabat Nabi beserta keterangannya.

Selain itu, juga disebutkan perkataan ulama’ klasik dan tokoh Bani Alawi, dan

hikayat ulama’ salaf. Kitab ini, juga disempurnakan dengan solusi problematika

yang ada dan semua diposisikan sesuai dengan pembahasannya.


97

Berdasarkan paparan diatas, kitab ini sangat ideal untuk dijadikan rujukan.

Di samping itu, lebih dari separuh pembahasan yang ada, didominasi pembahasan

tentang al-Ilm, sehingga sudah sepantasnya Manhaj as Sawiy dijadikan pedoman

oleh guru dan peserta didik, baik dalam hal niat, tata cara belajar, dan mengajar,

etika guru dan murid.

3. Thariqah Habib Zain bin Ibrahim bin Smith (Saadah Ali Ba’alawi)

Nasab para Saadah Ba‘alawi kembali kepada kakek mereka yang mulia

yaitu Alawi bin Ubaidillah, beliau adalah cucu Imam Muhajir Ahmad bin Isa

yaitu pemimpin para ulama yang mulia di Iraq, beliau adalah putra Muhammad

an-Naqib bin Ali al-Uraidhi bin Ja’far ash-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin

Ali Zainal ‘Abidin bin Imam Husain bin Ali bin Abu Thalib.
98

Imam Muhajir mempunyai anak bernama ‘Ubaidillah. Beliau mempunyai

tiga orang anak yaitu Bashri, Jadid, dan ‘Alwi. Kepada ‘Alwi inilah keturunan

para Saadah Ba’alawi bernasab. Sedangkan keturunan kedua saudaranya, habis

bersamaan berakhirnya abad keenam Hijriyah. Pada tahun 350 H, al-Muhajir

wafat, kemudian beberapa tahun kemudian keturunannya pindah ke kota Tarim.

Mereka menetap di sana. Keturunan al-Muhajir pertama kali yang mendiami kota

ini adalah al-Imam Ali bin Alwi yang dikenal sebagai Khali` Qasam dan

saudaranya yang bernama Salim, serta mereka yang segenerasi dengan keduanya

dari keturunan Bashri dan Jadid yang ada pada saat itu, maka Tarim pun menjadi

tempat tinggal mereka. Peletak pondasi sebenarnya pada bangunan Thariqah ini

adalah al-Imam Muhammad bin Ali Ba’alawi yang digelari dengan al-Faqih al-

Muqoddam yang lahir di Tarim pada tahun 574 H dan wafat di sana pada tahun

653 H.

Ajaran Thariqat Saadah Ba’alawi bila ditinjau berdasarkan mazhab fiqihnya

adalah mazhab Syafi’i. Sedangkan mazhab akidahnya mengikuti Imam Asy’ari.

Ilmu-ilmu yang diajarkan oleh Saadah Ba’alawi, ialah ilmu-ilmu syariat islam.

Ilmu-ilmu tersebut berkembang sampai saat ini, dan menjadi bagian dari cabang

ilmu keislaman. Pondok pesantren Saadah Ba’alawi tidak kenal lelah untuk

membuat cara-cara yang sistematis dalam memberikan pengajaran ilmu-ilmu

tersebut. Dan selain itu, pengarang juga mengajarkan mengenai pentingnya

pendidikan melalui suri tauladan (Tarbiyyah fi Tazkiyah) atau bahasa modernnya

disebut sebagai kepribadian.


99

B. Paparan Data dan Analisis Data

1. Paparan data

1). Paparan data konsep pendidikan etika guru dan siswa dalam kitab Manhaj As-

Sawi karya Habib Zain bin Ibrahim bin Smith

a. Etika atau Adab sebagai Guru menurut Habib Zain Ibrahim bin Smith dalam

Kitab Manhaj As Sawi

Sayyidina Al Qutub Abdullah bin Alwi Al Haddad Nafa Allahu Bihi telah

berkata: “ Siapa yang merenungkan keadaan para sahabat dan keengganan mereka

terhadap hal-hal yang tidak bermanfaat, maka dia akan mengetahui adab tokoh-

tokoh besar, adab ilmu pada para pemimpin, dia akan mengetahui ilmu seperti apa

yang semestinya diperbanyak, dan mana yang semestinya cukup diketahui

sekedarnya saja, ilmu seperti apa yang harus ditampakkan, dan yang mana yang

harus dirahasiakan.

Renungkanlah misalnya, Bagaimana tidak satupun dari sahabat yang

bertanya kepada Rasulullah mengenai lelaki yang sangat putih pakaiannya dengan

pertanyaan: Siapakah dia atau dari manakah datangnya; sampai Rasulullah sendiri

yang mengabarkan siapa lelaki itu, kepada Umar setelah berselang waktu yang

lama. Dari kejadian ini, dapat dipahami bahwa tidak boleh mengabarkan sesuatu

sebelum waktunya tiba jika sudah tiba, maka ia harus mengabarkannya walaupun

tidak ada yang bertanya.”


100

Beliau juga mengungkapkan, “bahwasanya seseorang ulama tidak akan

mendapati kelezatan ilmu, sampai ia bisa mensucikan diri dan akhlaknya,

istiqomah dalam koridor Al Quran dan Sunnah Rasul, serta membuang keinginan

untuk mendapatkan kedudukan (pangkat) di bawah kakinya.

Habib Zain bin Ibrahim bin Smith telah menyebutkan di dalam Kitab

Manhaj As Sawi, bahwasanya sifat-sifat yang harus dimiliki oleh seorang guru

adalah sebagai berikut serta penjelasannya:

a) Bersikap Adil

Di antara adab atau etika seorang ulama (sebagai guru) adalah mengakui

kesalahannya. Imam Ibnu Abdil Bar telah berkata: “di antara keberkahan ilmu

dan adab-adabnya adalah bersikap adil.” Imam Malik juga mengatakan: “bahwa

di zaman kita ini tidak ada yang lebih sedikit daripada bersikap adil.” Imam Ad

Damiri memberikan komentar atas ucapan Imam Malik tersebut yaitu: “itu saja

terjadi di zamannya Imam Malik, maka bagaimana dengan di zaman kita ini, dan

tentunya zaman-zaman setelahnya di mana banyak orang yang celaka.”

Di antara contoh bersikap adil adalah kisah tentang seorang wanita yang

menyanggah ucapan Sayyidina Umar dan mengingatkannya tentang kebenaran.

Saat itu, sayyidina Umar sedang berkhotbah di hadapan orang banyak. Namun,

beliau tidak malu untuk berkata “perempuan itu benar, Sedangkan lelaki ini yakni

(dirinya sendiri jadinya Umar) itu yang keliru.” Diceritakan oleh seorang laki-laki

bertanya kepada sayyidina Ali lantas beliau pun menjawab pertanyaannya. Lelaki

itu pun berkata jawabannya bukan demikian wahai Amirul Mukminin, melainkan
101

begini. Maka Sayyidina Ali menjawab: “engkau benar dan aku salah.” di sana

lalu beliau membaca ayat:

)٧٦ :‫َو َف ْو َق ُك َّل ِذ ْي ِع ْل ٍم َعلِْي ٌم (يوسف‬

Artinya: “Dan di atas setiap orang yang berilmu pengetahuan, ada yang

lebih mengetahui lagi.” (Quran Surat Yusuf ayat 76)

)Dinukil dari Kitab Ihya’ ‘Ulumiddin)

b) Tidak Malu Berkata “Aku Tidak Tau” atau “Wallahu A’lam”

Di antara adab atau etika seorang ulama adalah tidak malu untuk berkata

“aku tidak tahu” atau “wallahu a’lam”. Ketika ditanya mengenai sesuatu yang ia

tidak tahu jawabannya. Dalam suatu riwayat disebutkan bahwa sahabat Ibnu Umar

telah berkata: “ilmu terdiri dari tiga bagian yaitu Kitab Al Quran yang senantiasa

menyuarakan kebenaran, Sunnah Nabi yang telah diajarkan, dan ucapan “Aku

tidak tahu”.

Imam Muhidin An Nawawi rahimahullah mengatakan: “bahwa termasuk

ilmu seseorang ulama adalah berkata mengenai apa yang ia tidak ketahui yaitu

dengan mengucapkan ‘aku tidak tahu’ atau ‘wallahu a’lam’.” Sahabat Ibnu

Mas'ud telah berkata: “Wahai manusia, siapa yang mengetahui sesuatu maka

katakanlah. dan siapa yang tidak mengetahui hendaklah berkata ‘wallahu a’lam’.
102

Karena termasuk bagian dari ilmu adalah mengatakan atas sesuatu yang tidak

diketahui ‘wallahu a’lam’. Allah berfirman kepada Nabi-nabi-Nya:

)٨٦ :‫َأج ٍر َو َما َأنَا ِم َن الْ ُمتَ َكلِّ ِفنْي َ (ص‬ ِِ


ْ ‫َأسَألُ ُك ْم َعلَْيه م ْن‬
ْ ‫قُ ْل َما‬

Artinya: “Katakanlah wahai (Nabi Muhammad) bahwa “Aku tidak meminta

imbalan sedikitpun kepadamu atasnya {dakwahku}, dan aku bukanlah termasuk

orang-orang yang mengada-ada.” (QS. Shad: 86)

Kemudian Imam Nawawi berkata: “Ketahuilah ! yang menjadi keyakinan

para ahli bahwa ucapan seorang ulama ‘Aku tidak tahu’, tidak menjatuhkan

kedudukannya. Bahkan itu adalah tanda tingginya kedudukan, ketakwaan, serta

kesempurnaan pengetahuannya. Bukan suatu aib atau celah bagi seorang yang

memiliki kemapanan dalam ilmu untuk tidak mengetahui beberapa masalah.

Bahkan, ucapannya ‘Aku tidak tahu’ menunjukkan ketakwaannya, sehingga ia

tidak sembarangan menyampaikan fatwa.” (Dikutip dari mukadimah Syarh Al

Muhadzab)

Sayyidina Amirul Mukminin Ali Bin Abi Thalib karamallahu wajhahu

berkata: “Betapa sejuknya hatiku ini, dan mengatakan tiga kali, lantas Mereka

bertanya kepada beliau: “Apakah itu yang menyejukkan hati anda wahai Amiral

Mu’minin.” Beliau menjawab: “Ketika seorang ditanya mengenai apa yang ia

tidak tahu, lantas dia berkata ‘wallahu a’lam’.” Sahabat Abdullah bin Abbas juga

mengatakan: “Tameng seorang ulama adalah perkataan ‘aku tidak tahu’.

Perkataan semisal ini sangat banyak dikatakan oleh pembesar sahabat dan tabi’in,

terlebih oleh selain mereka.


103

c) Berhati-hati dalam Memberi Fatwa

Telah diriwayatkan bahwa Abdurrahman Bin Abi Laila berkata: “aku

mendapati 120 orang sahabat Rasulullah Saw. Apabila salah seorang diantara

mereka ditanya mengenai suatu masalah, maka ia akan mengalihkan pertanyaan

itu kepada yang lain. Kemudian sahabat kedua itu telah menghadirkan kepada

sahabat yang lain lagi. Terus demikian sampai pertanyaan itu dialihkan kepada

sahabat yang pertama tadi.” Dalam riwayat lain, disebutkan tidak ada satupun

sahabat yang menyampaikan suatu hadits, kecuali ia berharap ada sahabat lain

yang bisa menggantikannya untuk menyampaikan hadis itu. Tidak pula ada yang

dimintai fatwa, kecuali ia berharap pada sahabat lain yang bisa menggantikannya

untuk menyampaikan fatwa itu.”

Diriwayatkan dari sahabat Ibnu Masud dan Ibnu Abbas radhiyallahu ta'ala

anhum bahwa: “Siapa yang berfatwa atas semua masalah yang ditanyakan, maka

ia adalah orang gila.” Imam Malik radhiyallahu anhu berkata: “Siapa yang ingin

menjawab sebuah pertanyaan, hendaknya sebelum menjawab ia merenungkan

dirinya berada diantara surga dan neraka, bagaimana ia dapat selamat dari

neraka ? setelah itu barulah ia menjawab pertanyaan tersebut.” Beliau Imam

Malik juga berkata: “Aku tidak berfatwa, kecuali setelah 70 orang ulama bersaksi

bahwa aku telah layak untuk berfatwa.” (Dikutip dari Muqaddimah ‘Syarah Al

Muhadzab’)

Sayyidina Imam Al Allamah Abdullah Bin Husain Bil Faqih radhiyallahu

anhu berkata dalam Mukadimah kitab ‘Mathlabil Iqodz’: “Orang yang telah
104

dikaruniai Taufik harus selalu mengingat apa yang disampaikan oleh Nabi Al

Mukhtar dalam sabdanya:

)‫ (رواه الدارمي‬.‫َأجَرُئ ُك ْم َعلَى النَّا ِر‬


ْ ،‫َأجَرُؤ ُك ْم َعلَى الْ ُفْتيَا‬
ْ

Artinya: “Orang yang paling berani berfatwa di antara kalian adalah

orang yang paling berani untuk masuk neraka.” (HR. Ad Darimi)

Hendaknya ia merenungkan bagaimana keadaan para salaf yang soleh dari

kalangan sahabat, tabiin dan ulama agama setelah generasi mereka. Mereka sangat

berhati-hati dalam berfatwa, padahal mereka telah memiliki dasar yang kokoh

dalam berbagai ilmu, kekuatan dalam berijtihad, serta jauh dari hawa nafsu.

Sehingga telah diriwayatkan bahwa Imam Malik yang termasuk ulama salaf

shaleh teragung, beliau hanya menjawab 4 masalah dari 40 masalah yang diajukan

kepadanya. Beliau menyatakan untuk masalah lainnya: ‘wallahu a’lam’.”

d) Enggan Terhadap Dunia

Termasuk adab atau etika seorang ulama adalah memiliki harga diri enggan

menemui para penguasa serta para pecinta dunia. Sahabat Ibnu Abbas

radhiyallahu anhu mengatakan: “Jika seorang ulama benar-benar menjaga

ilmunya dan menyampaikannya kepada orang yang tepat, maka akan menjadi

pemimpin di masanya. Akan tetapi apabila mereka mengerahkan ilmunya kepada

pecinta dunia, karena mengharapkan keduniaan mereka. Maka mereka akan

dipandang hina oleh masyarakat di masanya.”

Al Faqih Al Jurjani mengisyaratkan hal ini, ketika berkata dalam syairnya:


105

ِ ِ ِ ِ ِ
‫ُأَلخ َد َما‬
ْ ‫ لَك ْن‬،‫ت‬ ْ *** ْ ‫َومَلْ َْأبتَذ ْل يِف ْ خ ْد َمة الْع ْل ِم َم ْه َجيِت‬
ُ ‫َأَلخ ُد ُم َم ْن لََقْي‬

“Aku tidak mengerahkan jiwaku untuk menjadi pelayan ilmu, agar aku menjadi

pelayan setiap orang-orang yang aku temui, namun agar aku dilayani.”

ِ ِ ِ ‫َأَأ ْش َقى بِِه َغرسا و‬


ْ ‫َأجنْيه ذلَّةً *** ِإذًا فَاتِّبَاعُ اجْلَ ْه ِل قَ ْد َكا َن‬
‫َأحَز َما‬ ْ َ ًْ

“Mungkinkah aku celaka karena menanam benih ilmu ?, Mungkinkah aku petik

kehinaan karenanya ?. Kalau begitu, menuruti kebodohan tentu lebih bijaksana.”

‫الص ُد ْو ِر لَعُظِّ َما‬


ُّ ْ ‫صانُ ُه ْم *** َولَ ْو َعظَّ ُم ْوهُ يِف‬ ِ
َ ‫َأن َْأه َل الْع ْل ِم‬
َ ُ‫صانُ ْوه‬ َّ ‫َولَ ْو‬

“Andai para ulama menjaga ilmunya, tentu ilmu akan menjaga mereka. Andai

mereka mengagungkan ilmu dalam dada mereka, tentu mereka akan

diagungkan.”

ِ ‫َّس ْوا *** حُمَيَّاهُ بِاَأْلطْ َم‬


‫اع َحىَّت جَتَ َّه َما‬ ِ
ُ ‫َولَك ْن ََأهانُ ْوهُ َف َها َن َو َدن‬

“Namun, mereka menghinakan ilmu, maka mereka pun menjadi hina. Mereka

kotori wajahnya dengan kerakusan sehingga ia berwajah masam.”

Sayyidina Imam Ali bin Muhammad Al Habsyi telah berkata dalam

syairnya:

‫ص ْو ُن َماءَ الْ َو ْج ِه اَل يُْب َذ ُل‬ ِ ِ‫إ ْن حز ِ خَّت‬


ُ َ‫ت ع ْل ًما فَا ْذ ح ْرفَةً *** ت‬
َ ُْ

“Jika engkau telah meraih ilmu, jadikan ilmumu sebagai keahlian untuk menjaga

kemuliaan wajahmu sehingga tidak terhina.”


106

‫َواَل تُ ِشْنهُ َأ ْن ُتَرى َساِئاًل *** فَ َشْأ ُن َْأه ِل الْعِْل ِم َأ ْن يُ ْسَألُْوا‬

“ Jangan hinakan ilmu dengan sikap meminta-minta, sifat orang berilmu adalah

diminta dan bukan meminta.”

Rabiah Ar-Ra'yi telah mengatakan: “Seorang yang memiliki suatu ilmu,

tidak pantas melakukan hal yang dapat menghinakan dirinya.” Sahabat Umar Bin

Khattab radhiyallahu anhu berkata kepada Abdullah Bin Salam radhiyallahu

anhu: “Siapakah orang-orang berilmu ?, beliau menjawab yaitu: “Mereka yang

mengamalkan ilmunya.”

Sahabat Umar kembali bertanya apa penyebab hilangnya ilmu dari dada

para ulama, dia menjawab: ketamakan atau rakus. Imam Hasan Al Basri

mengatakan: “Hukuman bagi ulama adalah matinya hati nurani, penyebab

kematian hati nurani adalah mencari harta duniawi dengan amal akhirat. Salah

seorang penduduk Basrah pernah ditanya: “Siapakah tokoh yang kalian patuhi ?”,

ia menjawab: “Hasan al-Bashri, lalu ia ditanya: “Karena apa ia menjadi tokoh

kalian ?”, “Karena orang-orang memerlukan ilmunya, sedangkan ia tidak

memerlukan harta dunia yang ada pada mereka.”

Imam Abdullah bin Mubarak rahimahullah ta'ala berkata: “Siapa yang

menghimpun Al Quran dalam dirinya, kemudian hatinya tertarik kepada dunia.

Maka akhirnya ia telah menjadikan ayat-ayat Allah, sebagai buah ejekan dan

permainan.” Imam Sufyan Bin ‘Uyainah rahimahullah ta'ala berkata: “Telah

sampai kepada kami, bahwa sahabat Ibnu Abbas radhiyallahu anhu berkata:

“Andai para penghimpun Al Quran dan hak-haknya Al Quran dan melakukan apa
107

yang seharusnya, niscaya Allah akan mencintai mereka. Namun, mereka justru

mencari kenikmatan duniawi dengannya, sehingga Allah memurkai mereka dan

mereka pun menjadi hina di mata manusia. Imam Ghazali rahimahullah ta'ala

menyampaikan: “Sesungguhnya seorang ulama menjadi pecinta dunia, lebih

rendah keadaannya dan lebih berat azabnya daripada orang bodoh.”

e) Rendah hati atau tawadhu

Di antara adab atau etika seorang ulama adalah tawaduk kepada Allah,

ketika sendiri ataupun dalam keramaian serta menjaga dirinya dari perbuatan

maksiat. Syaikh Ayyub As Sakhtiyani rahimahullah berkata: “Seseorang yang

berilmu sudah sepatutnya meletakkan debu di atas kepalanya, karena rasa

tawaduk kepada Allah.” Imam Fadhâil bin Iyad rahimahullah telah mengatakan:

“Sungguh Allah mencintai seorang ulama yang tawadhu dan membenci seorang

ulama otoriter. Siapa yang bertawadhu kepada Allah, maka Dia akan

mewariskan padanya hikmah.”

Imam An Nawawi rahimahullah berkata: “Ada banyak kaum salaf yang

belajar dari murid mereka sendiri, mengenai ilmu yang belum mereka pelajari.”

Diriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam membaca surat Al-

Bayyinah kepada sahabat Ubay bin Khattab radhiyallahu anhu bersabda:

َ ‫ََأمَريِن َ اهللُ َأ ْن َأْقَرَأ َعلَْي‬


)‫ك (رواه البخاري واملسلم‬

“Allah memerintahkan aku (Nabi) untuk membacakannya di hadapanmu.” (HR.

Bukhari Muslim).
108

Para ulama mengambil beberapa faedah dari hadits ini diantaranya: hadits

ini, menjelaskan tentang tawadhu orang yang lebih utama, jangan enggan untuk

membaca atau belajar kepada orang yang lebih rendah derajatnya keutamaannya.

Habib Abdullah Bin Hasan bin Thohir rahimahullah telah mengatakan

saudaraku yang bernama Thohir rahimahullah ia berguru kepada setiap orang

yang ditemui, kepada yang setara maupun yang lebih rendah derajatnya darinya,

di mana saja ia tidak akan tampil berdakwah kepada masyarakat atau memberi

nasihat kecuali jika tidak ada orang lain yang dapat melakukannya. Karena ia

sangat ingin menyembunyikan diri dari ketenaran atau disebut khumul.

Jika di suatu daerah ada orang yang mengaku memiliki pengetahuan, maka

ia akan membuka kitabnya dan berkata kepadanya ‘bolehkah aku berguru

kepadamu’ dengan demikian ia dan orang lain mendapatkan manfaat karena sifat

tawadhu dan kesucian jiwanya. ‘Siapa yang tinggi hati kepada orang lain dan

menuntut mereka datang belajar padanya, maka ilmunya tidak akan bermanfaat

baginya maupun bagi orang lain’.

Said bin Zubair rahimahullah berkata: “Seorang senantiasa memiliki status

sebagai orang yang berilmu, selama ia masih mau belajar. Apabila ia sudah

tidak mau belajar mengira ilmunya sudah cukup dan merasa puas dengan

ilmunya, maka ia berubah menjadi orang yang paling bodoh.” Penulis Habib Zain

bin Ibrahim bin Smith berkata: “Diantara petuah Sayyidina Imam Muhammad bin

Zain bin Smith radhiyallahu ‘anhu: “Siapa yang mengekang nafsu dan menerima
109

kebenaran dari setiap orang yang membawakannya, maka ia telah bersikap

tawadhu.”

Dari mengedepankan kebenaran inilah sifat pemberi sejati ia menerima

faedah ilmu dari siapa saja dan dari mana saja, yang tidak membatasi diri untuk

belajar hanya kepada ulama tertentu dan tidak mau mengambil dari orang lain.

Namun ingin mengambil kesempatan untuk memperoleh keutamaan dan mencari

perantara yang dapat menyampaikannya kepada Allah Swt. Allah Swt berfirman:

)٣٥ :‫اه ُد ْوا يِف ْ َسبِْيلِ ِه لَ َعلَّ ُك ْم تُ ْفلِ ُح ْو َن (املائدة‬


ِ ‫يَأيُّها الَّ ِذين آمنوا َّات ُقوا اهلل وابتغوا ِإلَي ِه الْو ِسيلَةَ وج‬
َ َ ْ َ ْ ْ ُ َْ َ َ ْ ْ ُ َ َ ْ َ َ

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada-Nya,

carilah wasilah jalan untuk mendapatkan diri kepada-Nya dan benci adalah

berjuang melalui jalannya agar kamu beruntung.” (QS. Al Maidah: 35)

Kata falah artinya adalah beruntung yaitu meraih semua harapan dan

keinginan yang dicita-citakan. Hikmah adalah benda hilang milik orang mukmin.

Taufik ada dalam kuasa Allah. Petunjuk hakiki adalah petunjuk Allah:

)١٧ :‫ضلِ ْل َفلَ ْن جَتِ َد لَهُ َولِيًّا ُم ْر ِش ًدا (الكهف‬


ْ ُ‫َم ْن َي ْه ِد اهللُ َف ُه َو الْ ُم ْهتَ ِد َو َم ْن ي‬

Artinya: “Siapa yang Allah memberinya petunjuk, dialah yang

mendapatkan petunjuk. Siapa yang Dia sesatkan, engkau tidak akan menemukan

seorang penolong pun yang dapat memberinya petunjuk.” (QS. Al Kahfi: 17)

Beliau, juga berkata: “Tawadhu adalah sebuah Perangai dan anugerah yang

Allah istimewakan bagi hamba-hamba-Nya yang dicintai-Nya. Sikap tawadhu


110

dapat diterapkan terhadap semua orang, kepada para pelaku maksiat, orang fasik

kaum durhaka bahkan terhadap hewan dan benda-benda mati serta orang-orang

kafir, yang engkau dapat melihat sikap itu dalam kehidupan Al Mustofa.

Perhatikan bagaimana cara beliau mengajak bicara, serta menjawab para

penguasa, orang-orang lemah dan manusia yang hina. Bagaimana beliau

merendahkan diri dari kedudukannya yang tinggi ketika menghadapi mereka

karena kasih sayang beliau terhadap mereka, ini karena beliau sangat mengenal

Tuhan dan sangat takut kepadanya.

Sebagian ulama’ berkata: “Jika pohon bidara penuh dengan buah maka

tangkainya akan turun ke bawah sehingga buahnya dapat dicapai oleh setiap

orang dan sebaliknya. Demikian pula, pohon kurma semakin banyak buahnya

akan semakin merunduk dan sebaliknya, di Indonesia terkenal perumpamaan

seperti padi semakin berisi semakin menunduk.” (Dikutip dari isi surat-menyurat

beliau)

Penulis Habib Zain bin Ibrahim bin Smith berkata: “Seorang penyair

mengisyaratkan makna ini dalam bait syairnya:

‫اض ًعا *** َوِإ ْن َز َاد اجْلَ ْه ُل الْ َم ْرِئ َز َاد َتَر ُّف ًعا‬ ِ
ُ ‫ِإذَا َز َاد الْع ْل ُم الْ َم ْرِئ َز َاد َت َو‬

“Ketika ilmu seorang bertambah, bertambah pula sifat tawadhunya. Ketika

kebodohan seorang bertambah, bertambah pada sifat sombongnya.”

ِ ِ
َ ‫ص ِن َع ْن مَحْ ِل الث َِّما ِر مثَالُهُ *** فَِإ ْن َي ْع ُر م ْن مَحْ ِل الث َِّما ِر مَتَن‬
‫َّعا‬ ْ ُ‫َويِف ْ الْغ‬
111

“Bagaikan dahan yang penuh dengan buah dan akan merunduk. Sedangkan yang

kosong tanpa buah akan meninggi.”

Sebagian ulama’ berkata dalam syairnya:

‫ات الْ َم ِاء َو ْه َو َرفِْي ٌع‬


ِ ‫السما *** علَى ص َفح‬
َ َ َ ِ ‫َّع تَ ُك ْن َكالن ْ يِف‬
َ َّ ‫َّج ِم ْ ُأفُق‬ ْ ‫َت َوض‬

“Tawadhulah engkau akan menjadi seperti bintang yang berada di ufuk langit. Ia

terlihat di permukaan air namun kenyataannya tinggi di angkasa.”

ِ ‫ان يرفَع َن ْفسه *** ِإىَل طَب َق‬


‫ات اجْلَِّو َو ْه َو َو ِضْي ٌع‬ ِ ‫ك َكالد‬
َ ُ َ ُ ْ َ ‫ُّخ‬ َ ُ َ‫َواَل ت‬

“Janganlah engkau seperti asap yang membumbungkan diri tinggi dan lapisan

angkasa, namun kenyataannya Ia tetap saja rendah tak berguna.”

Diriwayatkan bahwa walaupun Nabi Sulaiman alaihissalam dianugerahkan

kerajaan namun beliau tidak pernah mengangkat pandangannya ke langit karena

rasa khidmat serta tawadlu’ kepada Allah. Beliau mendermakan makanan-

makanan lezat kepada orang lain, namun beliau sendiri hanya makan roti kasar.

Suatu saat ada seorang nenek tua yang mencegatnya ketika beliau tengah berada

di atas kendaraan angin bersama bala tentara. Beliau pun memerintahkan angin

untuk berhenti, kemudian memperhatikan keperluan nenek itu. (Qodli Iyad

menyebutkan dalam kitab As Syifa’).

f) Meninggalkan perdebatan dan perselisihan


112

Imam Syafi'i rahimahullah ta'ala berkata: “Aku mendengar Sufyan bin

‘Uyainah berkata: Seorang ulama tidak semestinya berdebat atau membujuk

rayu, yang semestinya dilakukannya adalah menebar hikmah Allah. Jika ada

yang menerima maka ia akan melanjutkan puji syukur kepada Allah. Dan

kalaupun ditolak, tetap ia panjatkan puji syukur kepada Allah.”

Imam Abdullah bin Alwi Al Haddad radhiyallahu anhu berkata: “Termasuk

sifat orang yang tulus adalah meninggalkan perdebatan. Jika mereka harus

berdebat, maka itu dilakukan dengan satu kalimat saja. Allah Swt berfirman:

ِ ِ َ‫واَل جُتَ ِادلُوا َْأهل الْ ِكت‬


ْ ‫اب ِإاَّل بِالَّيِت ْ ه َي‬
)٤٦ :‫َأح َس ُن (العنكبوت‬ َ ْ َ

Artinya: “Janganlah kamu mendebat ahli kitab melainkan dengan cara yang

lebih baik.” (QS. Al Ankabut: 46)

Beliau nafa’anallahu bihi juga berkata: “Jika seorang yang menguasai suatu

ilmu dan membidanginya mendengar pakar lain berbicara mengenai ilmu tersebut,

maka hendaknya ia diam dan tidak perlu ikut berbicara untuk menunjukkan

keahliannya. Jika ia ikut berbicara, maka sikapnya itu menunjukkan kelemahan

akalnya. Betapa banyak orang yang baru mempelajari satu bab ilmu atau 10

masalah keilmuan, lantas ia ikut-ikutan berbicara setiap kali mendengar ada

seorang yang menyinggung masalah itu dalam suatu diskusi.”

g) Menjauhi Penguasa

Imam Ja'far As Shodiq radhiyallahu anhu berkata: “Ulama adalah

pengemban amanat Rasul selama mereka tidak bergaul dengan Penguasa dan
113

mencampuri urusan dunia. Jika mereka bergaul dengan Penguasa dan mencampuri

urusan dunia, maka mereka telah berkhianat kepada Allah dan Rasul-Nya, maka

kucilkanlah mereka dan berhati-hatilah terhadap mereka.”

Diriwayatkan dalam sebuah hadits:

ِ َّ ِ ِ ِ ِ ِ
َ‫اُأْلمَراء الذيْ َن يَْأُت ْو َن الْعُلَ َماء‬ َ ‫شَر ُار الْعُلَ َماء الَّذيْ َن يَْأُت ْو َن‬
َ ‫ َوخيَ ُار‬،َ‫اُأْلمَراء‬

Artinya: “Ulama terburuk adalah yang mendatangi para penguasa,

sedangkan penguasa terbaik adalah yang mendatangi para ulama.”

Disebutkan dalam biografi Syaikh Ali Bin Husain As Shandali bahwa

Sultan Malik Syah pernah bertanya kepada beliau: “Mengapa engkau tidak pernah

mengunjungiku ?”. Beliau menjawab: “Aku berharap engkau menjadi raja terbaik,

dengan mengunjungi ulama, dan aku tidak ingin diriku menjadi ulama terburuk,

dengan mengunjungi raja.”

(Faedah) Sayyidina Imam Ahmad bin Zain Al Habsyi nafa'anallahu bihi

berkata: “Larangan mengunjungi para penguasa dan menemui mereka tidak

berlaku secara mutlak. Namun, larangan itu hanya bagi ulama yang bertujuan

untuk mendapatkan dunia. Adapun ulama yang mendatangi penguasa dengan

maksud memberi nasihat, maka ia tidak tergolong dalam celaan ini. Memutlakkan

celaan mendatangi penguasa adalah keliru. Banyak orang Sholeh yang

mengunjungi penguasa dengan tujuan memberi nasehat terdorong oleh sifat kasih

sayang terhadap mereka dan terhadap umat Islam. Telah dikisahkan bahwa Al
114

Aidrus (Al Habib Abdullah Bin Abu Bakar) pernah mencium telapak kaki salah

seorang penguasa untuk mencegah keburukan yang hendak ia timpakan kepada

umat Islam. (Dikutip dari manaqib beliau Qurrotul Ain)

h) Memiliki sikap lemah lembut terhadap penuntut ilmu

Imam Nawawi rahimahullah berkata dalam Mukadimah Syarh Al

Muhadzab: “Disunahkan bagi seorang guru agar bersikap lemah lembut terhadap

muridnya dan mengarahkan segala yang ia mampu untuk berbuat baik kepadanya.

Imam Turmudzi rahimahullah meriwayatkan dari Abi Harun Al Abdari, beliau

berkata: “Kami menemui sahabat Abu Said Al Khudri radhiyallahu anhu maka

beliau berkata: “Selamat datang wasiat Rasulullah, sesungguhnya Nabi bersabda:

‫ص ْوا هِبِ ْم َخْيًرا‬ ْ َ‫ فَِإ َذا َأَت ْو ُك ْم ف‬،‫َّه ْو َن يِف ْ الدِّيْ ِن‬
ُ ‫اسَت ْو‬ ِ ‫اَأْلر‬
ُ ‫ض َيَت َفق‬
ِ
ْ ‫ َوِإ َّن ِر َجااًل يَْأُت ْونَ ُك ْم م ْن َأقْطَا ِر‬،‫َّاس لَ ُك ْم َتبَ ٌع‬
َ ‫َّن الن‬
‫ِإ‬

Artinya: “Sungguh manusia akan menjadi pengikut kalian, dan sungguh

orang-orang akan mendatangi kalian dari penjuru bumi untuk mendalami ilmu

agama. Jika mereka datang kepada kalian, maka terimalah wasiatku untuk

memperlakukan mereka dengan baik.”

Sayyidina Imam Abdullah bin Alwi Al Haddad radhiyallahu anhu berkata:

“Kami tidak suka membingungkan murid. Akan tetapi, kami menyampaikan

kepadanya pelajaran yang sesuai dengan kemampuannya. Engkau dapat

menyaksikan beberapa orang yang menjelaskan secara tertele-tele kepada para

pemula dan membingungkan mereka sehingga mereka bosan belajar. Ada dua

jenis ilmu yang tidak dapat kami percayakan kepada para pelajar fiqih zaman ini,
115

yaitu ilmu hakikat dan ilmu mengenai perselisihan antara ulama. Kami memiliki

banyak kitab mengenainya, namun kami tidak menyampaikannya.” (Dari kitab

Tatsbitul Fuad)

Beliau nafa’anallahu bihi juga berkata: “Pada zaman ini, yang sepatutnya

dicari adalah orang yang mencari murid, walau ini bertentangan dengan apa yang

dilakukan oleh ulama salaf. Dengan demikian, ia dapat mengingat ilmunya. Sebab

jika bukan karena perbincangan ilmu, ia akan lupa. Selain itu ia juga dapat meraih

pahala mengajar.

(Peringatan) Sayyidina Imam Ahmad bin Zain Al Habsyi nafa’anallahu

bihi berkata: “ Ilmu adalah amanat, hendaknya dijaga dan tidak diberikan kecuali

kepada murid terpercaya yang dapat menjaga amanat, wara’, dan bertakwa. Jika

tidak, maka ia telah menyia-nyiakan ilmu dan meletakkannya di selain tempatnya.

Beliau nafa’anallahu bihi juga berkata: “Kami tidak memperoleh ilmu dengan

banyak meriwayatkan ini dan itu, tidak pula dengan saling berdesakan dengan

para tokoh ulama. Namun, Kami memperoleh ilmu dengan mengosongkan hati

dari keinginan duniawi, menangis di tengah malam dan selalu merasa diawasi

oleh Allah yang Maha Perkasa. Kami tidak menemukan seluruh kebaikan kecuali

dalam ilmu. Jika bukan karena ilmu, seorang hamba tidak akan mengenal

Tuhannya, tidak pula ia dapat mengetahui bagaimana cara beribadah kepada-

Nya.”

b. Etika atau Adab sebagai Siswa dalam Menuntut Ilmu Menurut Habib Zain

Ibrahim bin Smith dalam Kitab Manhaj As Sawi


116

Etika atau adab sebagai siswa dalam menuntut ilmu menurut habib zain bin

ibrahim bin smith dalam kitab manhaj as sawi adalah sebagai berikut:

a) Mensucikan hati dan mengosongkan dari hal-hal yang menyelisihi agama

Imam Nawawi rahimahullah ta'ala berkata dalam Mukadimah Syarah Al

Muhadzab: “Seorang penuntut ilmu harus mensucikan hati dari segala kotoran

sehingga pantas untuk menerima ilmu, menjaga, dan memetik buahnya.”

Dalam Kitab Shahih (Bukhari dan Muslim) diriwayatkan hadits dari

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam:

ِ
ْ ‫ َوِإذَا فَ َس َد‬،ُ‫صلَ َح اجْلَ َس ُد ُكلُّه‬
ُ ‫ َأاَل َوه َي الْ َق ْل‬،ُ‫ت فَ َس َد اجْلَ َس ُد ُكلُّه‬
‫ب‬ َ ‫ت‬
ْ ‫صلَ َح‬ ْ ‫ِإ َّن يِف ْ اجْلَ َس ِد ُم‬
َ ‫ ِإذَا‬:ً‫ضغَة‬

Artinya: “Sesungguhnya di dalam jasad ada segumpal daging yang jika ia

baik akan baik pula seluruh jasadnya. Namun, jika ia busuk akan menjadi busuk

pula seluruh jasadnya. Ketahuilah, itu adalah hati.”

Para ulama berkata: “Cara untuk menjadikan hati pantas menerima ilmu

sama seperti cara untuk menjadikan tanah pantas untuk ditanami tumbuhan.”

Sayyidina Imam Abdullah bin Alwi Al Haddad nafa’anallahu bihi berkata:

“Jika engkau datang dengan membawa wadah kotor kepada seseorang, lantas

meminta minyak samin, madu atau semisalnya, sudah barang tentu ia akan

menolaknya. Ia akan berkata padamu: “Pergilah, bersihkan dulu wadahmu.” Jika

untuk mendapatkan benda-benda duniawi saja perlu untuk membersihkan wadah

terlebih dahulu, maka bagaimana mungkin rahasia-rahasia ilahi yang suci akan

diletakkan dalam hati yang kotor ?.”


117

Diriwayatkan bahwa ketika Imam Syafi’i datang kepada Imam Malik

rahimahumallah, Beliau membaca kitab Al Muwatha’ langsung dari hafalannya.

Bacaan beliau ini membuat Imam Malik kagum, sehingga beliau pun

mendekatkannya. Imam Malik berkata kepadanya: “Wahai Muhammad bin Idris,

bertakwalah engkau kepada Allah dan hindarilah perbuatan maksiat. Sungguh

engkau akan memiliki masa depan yang menakjubkan dan gemilang.”

Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Imam Malik berkata kepada Imam

Syafi’i: “Allah meletakkan cahaya di hatimu, maka jangan engkau padamkan

cahaya itu dengan perbuatan maksiat.” Imam Syafi'i rahimahullah berkata dalam

syairnya:

ِ ‫َش َكوت ِإىَل وكِي ٍع سوء ِح ْف ِظي *** فََأر َش َديِن ِإىَل َتر ِك الْمع‬
‫اصي‬ ََ ْ ْ ْ َ ُْ ْ َ ُ ْ

“Aku mengadukan buruknya hafalanku kepada Imam Waqi’ (guru beliau).

Beliau pun menunjukkan kepada aku agar meninggalkan maksiat.”

ِ ‫َوَأ ْخبَ َرنِ ْي بَِأ َّن ْال ِع ْل َم نُوْ ٌر *** َونُوْ ُر هللاِ اَل يُ ْهدَى لِ َعا‬
‫صي‬

“Beliau mengabarkan bahwa ilmu adalah cahaya, dan cahaya Allah tidak

akan diberikan kepada pelaku maksiat.”

Imam Sahal bin Abdullah nafa’anallahu bihi telah berkata: “Hati akan

terhalang untuk dimasuki cahaya selama di dalamnya terdapat sesuatu yang

dibenci oleh Allah Swt.”

b) Ikhlas karena Allah dalam menuntut ilmu


118

Ketahuilah menuntut ilmu harus memiliki niat yang baik dalam belajar.

Niat adalah inti dari segala perbuatan berdasarkan hadits Nabi Muhammad

shallallahu alaihi wasallam:

ِ َّ‫الني‬
ِّ ِ‫ال ب‬
)‫ات (رواه البخاري واملسلم‬ ْ ‫ِإمَّنَا‬
ُ ‫اَأْلع َم‬

Artinya: “Sesungguhnya segala perbuatan itu hanya berdasarkan pada niat-

niatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Maka hendaknya dalam menuntut ilmu, seorang siswa harus meniatkan:

Ikhlas karena Allah, mengamalkan ilmunya, menghidupkan hukum syariat islam,

mendekatkan diri kepada Allah, mencari keridhaan-Nya, menyingkirkan

kebodohan dari dirinya dan dari semua orang yang tidak mengetahui,

menghidupkan ajaran agama islam, mengekalkan ajaran agama islam dengan

melakukan amar ma'ruf dan nahi mungkar kepada dirinya sendiri atau orang lain

sesuai dengan kemampuannya.

c) Rendah Hati (Tawadlu) dan Melayani (Khidmat) kepada Ulama’

Seorang penuntut ilmu semestinya tidak menghinakan diri dengan sifat

tamak dan ia harus melindungi dirinya dari sifat sombong atau takabur. Imam

Syafi'i rahimahullah telah berkata: “Tidak ada seorangpun yang berhasil

menuntut ilmu ini dengan menggunakan kekuasaan dan tinggi hati. Siapa yang

menuntut ilmu dengan merendahkan diri, penghidupan yang sempit, dan khidmat

kepada ulama’, maka ia pasti akan berhasil.”


119

Dalam sebuah Atsar disebutkan bahwa sahabat Ibnu Abbas radhiyallahu

anhu berkata: “Aku hina ketika menuntut ilmu, kemudian menjadi mulia ketika

menjadi rujukan ilmu.” Beliau seringkali mengunjungi kediaman sahabat Ubay

bin Ka'ab radhiyallahu anhu untuk menuntut ilmu. Terkadang pintu kediamannya

terbuka, sehingga beliau diizinkan untuk segera masuk. Jika pintunya tertutup,

beliau merasa malu untuk mengetuk pintu rumah gurunya. Maka, beliau akan

menunggu sampai gurunya membuka pintu. Terkadang beliau duduk menunggu di

luar hampir sepanjang siang. Angin menghembuskan debu kepada beliau,

sehingga beliau sulit dikenali karena tertutupi oleh debu yang melekat pada badan

dan pakaiannya. Saat sahabat Ubay radliyallahu anhu keluar dan melihat beliau

dalam kondisi demikian, beliau pun terkejut dan berat hati melihat kondisinya itu.

Beliau pun berkata kepada sahabat Ibnu Abbas: “Mengapa engkau tidak

mengetuk pintu untuk meminta izin masuk ?”, sahabat Ibnu Abbas mengemukakan

alasannya bahwa beliau merasa malu terhadapnya.”

Pernah suatu ketika, sahabat Ubay radliyallahu anhu hendak menunggangi

kudanya. Sahabat Ibnu Abbas pun memegang tali kekang kuda, sampai gurunya

itu naik kendaraan. Lalu Beliau berjalan mengiringi gurunya. Sahabat Ubay

berkata: “Kenapa engkau lakukan ini, wahai Ibnu Abbas ?”. “Demikianlah kami

diperintahkan untuk memuliakan ulama kami.” jawab Ibnu Abbas. Saat itu

sahabat Ubay menaiki kendaraan sedangkan sahabat Ibnu Abbas berjalan di

samping kudanya. Saat Sahabat Ubay turun dari kendaraan, beliau pun mencium

tangan Sahabat Ibnu Abbas. Tentu beliau terkejut atas perlakuan gurunya itu, dan

bertanya: “Mengapakah engkau lakukan ini ?”. “Demikianlah kami diperintahkan


120

untuk memulihkan keluarga Nabi kami.” jawab sahabat Ubay (Kisah ini

disebutkan oleh Habib Al Allamah Abdullah Bin Husain Bil faqih sebagaimana

dinukilkan dalam kitab Iqdul Yawaqit).

Imam Sufyan bin ‘Uyainah rahimahullah berkata: “Aku telah membaca Al

Quran ketika aku berusia 4 tahun. Aku menulis Hadits saat aku berusia 7 tahun.

Ketika usiaku menginjak 15 tahun ayahku berpesan: “Hai anakku, engkau sudah

bukan anak kecil lagi. Bergaullah dengan orang baik, agar engkau menjadi orang

baik. Ketahuilah ! tiada yang beruntung dengan keberadaan ulama kecuali orang

yang mentaati mereka. Maka, taatilah mereka sehingga engkau mendapatkan

keberuntungan. Berkhidmatlah kepada mereka dan tuntutlah ilmu mereka.” Lalu

aku jalani wasiat Ayahku dan tidak pernah berpaling darinya.” (Imam Nawawi

menukilkannya dalam kitab Tahdzib)

Di antara petuah Imam Ja'far As-Shodiq radhiyallahu ta'ala anhu: “Seorang

Syarif yang berketurunan mulia tidak boleh enggan untuk melakukan empat hal

ini yaitu: 1) Bangkit dari duduknya untuk menyambut ayahnya; 2) Berkhidmat

kepada tamunya; 3) Merawat kendaraannya sendiri; 4) Berkhidmat kepada guru

yang mengajarinya.”

Diriwayatkan bahwa Imam Mujahid rahimahullah ta'ala berkata: “Ada dua

golongan yang tidak akan pernah menuntut ilmu: pemalu dan orang yang

sombong.”

Penulis Habib Zein bin Ibrahim bin Smith berkata: “Rasa malu

menghalangi seorang pemalu untuk mendalami ilmu agama dan menanyakan


121

masalah yang tidak diketahuinya. Sedangkan tinggi hati akan menghalangi orang

sombong untuk mengambil faedah ilmu dan belajar dari orang yang tidak setara

kedudukannya. Padahal, tidak ada yang bisa menjadi seorang ulama sampai ia

mau mempelajari ilmu dari siapa saja, baik dari orang yang memiliki kedudukan

lebih tinggi, setara, maupun yang lebih rendah darinya.

d) Mengambil Faedah Ilmu dari Mana Saja

Sayyidina Imam Idrus bin Umar Al Habsyi telah berkata: “Seorang salik

(penempuh jalan akhirat) semestinya mengambil faedah ilmu dan adab syariat

yang baik dari mana saja ia mendapatkannya: dari yang dekat atau yang jauh, dari

yang berkedudukan tinggi atau rendah, dari orang yang terkenal atau yang tidak

terkenal. Jangan membatasi diri dengan ikatan tabiat atau adat, sehingga nafsunya

menghalangi untuk menuntut ilmu dari orang yang tidak pernah didengar

namanya, tidak terkenal dan tidak memiliki kedudukan. Yang melakukan ini

hanyalah orang-orang bodoh merupakan kandungan dari hadits:

)‫ َحْيثُ َما َو َج َد َها ِإلْتَ ِقطْ َها (رواه الرتمذي وابن ماجة‬،‫ضالَّةُ الْ ُمْؤ ِم ِن‬ ِ
َ ‫َأحْل ك‬
َ ُ‫ْمة‬

Artinya: “Hikmah adalah barang hilang milik orang yang beriman di mana

saja ia menemukannya maka ia akan memungutnya.” (HR. Turmudzi dan Ibnu

Majah)

Demikian pula ia lalai atas perkataan seorang bijak:

‫ُأنْظُْر ِإىَل َما قَ َال َواَل َتْنظُْر ِإىَل َم ْن قَ َال‬


122

Artinya: “Lihatlah apa yang dikatakan, jangan melihat Siapa yang

menyampaikannya.”

Diriwayatkan oleh Imam Abu Nu’aim dalam kitab ‘Hilyatul Aulia’ bahwa

Sayyidina Ali Zainal Abidin bin Husein mengunjungi Zaid bin Aslam dan duduk

di majelisnya. Zaid bin Aslam merupakan keturunan budak. Maka sebagian orang

berkata kepada Sayyidina Ali Zainal Abidin: “Anda adalah pemimpin umat dan

manusia yang paling utama, mengapa anda mengunjungi keturunan budak

seperti dia dan duduk di majelisnya?.” Sayyidina Ali menjawab: “Ilmu sudah

semestinya diikuti dimanapun ia berada dan diambil dari siapapun orangnya.”

Diceritakan bahwa Abul Bakhtari pernah berkata keberadaanku bersama

kaum yang lebih berilmu lebih aku sukai daripada keberadaanku bersama kaum

yang aku lebih berilmu dari mereka. Jika aku adalah yang paling berilmu aku

tidak bisa mendapatkan faedah ilmu, namun jika aku bersama orang-orang yang

lebih berilmu aku dapat menimba faedah ilmu darinya.”

Imam Yafi'i menukilkan dalam kitab ‘Mir’atul Jinan’, lantas memberikan

komentar: “Ada alasan yang lebih baik dari alasan yang beliau ungkapkan, yaitu:

Jika ia menjadi orang yang paling berilmu di antara mereka, ia akan dipasrahkan

urusan-urusan yang penuh resiko dan diserahkan berbagai tanggung jawab yang

besar konsekuensinya. Bisa jadi iya tidak dapat menunaikannya dengan sempurna

atau terjerumus dalam resikonya yang membinasakan. Namun, apabila mereka

lebih berilmu maka ia akan selamat dari resiko tersebut dan aman dari

kekhawatiran menanggung jawab semua akibat itu.”


123

Sayyidina Quthub Abdullah bin Alwi Al Haddad telah berkata: “Seorang

tidak akan mendapatkan Futuh (tersingkap hakikat) dalam suatu ilmu sampai ia

menuntutnya dan meyakini bahwa dirinya tidak mengetahui apapun darinya.

Sebab aspek-aspek keduniaan terkadang mengurangi aspek-aspek akhirat.”

e) Sedikit Makan dan Tidurnya

Imam Sahnun rahimahullah berkata: “Ilmu tidak pantas disandang oleh

seorang yang makan sampai kenyang.” Di antara petuah Lukman Al Hakim

kepada putranya: “Wahai Putra Kecilku, jika perutmu penuh maka pikiranmu

akan terlelap, lidahmu akan kelu cari mengucapkan hikmah, dan anggota

tubuhmu akan menjadi malas untuk beribadah.”

Imam Syafi'i juga berkata: “Sejak 16 tahun, aku tidak pernah merasa

kenyang kecuali satu kali saja lantas aku muntahkan saat itu juga. Sesungguhnya

kenyang akan memberatkan badan, mengeraskan hati, menghilangkan kecerdasan,

mengundang kantuk, dan membuat lemah beribadah.” (Dikutip dari kitab

‘Hilyatul Auliya’)

Sayyidina Umar Bin Khattab radhiyallahu anhu juga berkata: “Berhati-

hatilah dari kekenyangan yang berlebihan akibat makan dan minum, sebab itu

dapat merusak tubuh dan menimbulkan rasa malas menunaikan salat. Hendaknya

kalian makan dan minum sewajarnya saja, sebab itu dapat menyehatkan tubuh dan

lebih jauh dari sifat berlebihan. Sungguh, Allah membenci seseorang ulama yang

gemuk (karena banyak makan). (Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dari kitab ‘At

Thib An Nabawi’ dan dinukil dalam kitab ‘Kasyful Khofa’)


124

Sahal bin Abdullah Al Tustari berkata: “Allah menjadikan kebodohan dan

maksiat dalam rasa kenyang; dan ilmu serta hikmah dalam rasa lapar.” Sebagian

ulama mengatakan:

ِ ‫يا طَالِب الْعِْل ِم ب‬


‫اش ِر الْ َو َر َعا *** َو ْاه ُج ِر الن َّْو َم َوا ْت ُر ِك الشَِّب َعا‬َ َ َ

“Hai pencari ilmu, jalani sifat wara’, jauhkan diri dari tidur, dan

tinggalkan rasa kenyang.”

‫َدا ِو ْم َعلَى الد َّْر ِس اَل ُت َفا ِرقُهُ *** فَالعِْل ُم بِالد َّْر ِس قَ َام َو ْارَت َف َعا‬

“Teruslah belajar, jangan pernah kau tinggal. Ilmu akan semakin kokoh

dan tinggi dengan belajar.”

Para ulama telah mengatakan: “Kenyang yang sesuai dengan syariat adalah

makan sekedar menguatkan tubuhnya agar dapat melakukan kegiatan dan bekerja.

Baginda Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam telah bersabda:

ِ ‫حسب اب ِن آدم لَُقيم‬


ُ‫ص ْلبَه‬
ُ ‫ات يُق ْم َن‬
ٌ َْ ََ ْ ُ ْ َ

“Beberapa suapan kecil sudah cukup bagi anak Adam (manusia) untuk

menegakkan punggungnya.”

Boleh melebihkan kadar ini, sampai memenuhi sepertiga perut, ini tidak

dihukumi makruh. Sedangkan berlebihan dari kadar ini hukumnya makruh.

Dengan kadar yang berlebihan, seorang akan merasakan tubuhnya berat dan

kantuk. Haram hukumnya melebihkan kadar makan sampai batas yang


125

membahayakan yaitu terlampau kenyang dan menyebabkan gangguan

pencernaan. Ini adalah sumber dari segala penyakit. Demikian pula menyantap

makanan sebelum makanan sebelumnya selesai setelah tercerna.

Al Khatib Al Baghdadi berkata: “Disunahkan bagi pencari ilmu agar tidak

menikah selama memantapkan ilmunya. yang demikian itu agar tidak sibuk

dengan hak-hak rumah tangganya sehingga tidak sempurna dalam menuntut ilmu.

Betapa indah untaian syair yang digubah oleh Abul Fath Al Busti:

‫س لَهُ ِذ ْكٌر ِإذَا مَلْ يَ ُك ْن نَ ْس ٌل‬ ِِ ِ ‫ِئ‬ ِ


َ ‫َي ُق ْولُْو َن ذ ْك ُر الْ َم ْر َيْب َقى بنَ ْسله *** َولَْي‬

“Mereka berkata bahwa manusia akan dikenang dengan keturunan. Tanpa

keturunan, seorang dengan mudah terlupakan.”

‫ْميِت *** فَ َم ْن َسَّرهُ نَ ْس ٌل فَِإنَّا بِ َذا نَ ْسلُ ْو‬ ِ ‫ِ ِئ‬


َ ‫ت هَلُ ْم نَ ْسل ْي بَ َدا ُع حك‬
ُ ‫َف ُق ْل‬

“Aku katakan pada mereka keturunanku adalah keindahan-keindahan

Hikmah. Ketika orang lain senang dengan keturunan, maka kami terhibur dengan

keberadaan Hikmah.

c. Etika atau Adab seorang murid bersama gurunya

Diriwayatkan dalam sebuah Atsar:

ِ ِ ِ َّ ‫َتعلَّموا الْعِْلم وَتعلَّموا لِْلعِْل ِم‬


َ ‫ َوَت َو‬،‫السكْينَةَ َوالْ َوقَا ِر‬
ُ‫اضعُ ْوا ل َم ْن َتَت َعلَّ ُم ْو َن مْنه‬ ُْ َ َ َ ُْ َ

“Pelajarilah ilmu, pelajari dari sikap tenang dan hormat terhadap ilmu,

dan bertawadu'lah kepada guru yang mengajari kalian.” Imam Nawawi


126

rahimahullah ta'ala berkata: “Seorang murid harus bersikap tawadlu’ terhadap

guru serta menjaga adab terhadapnya, walaupun gurunya itu berusia lebih

mudah serta lebih rendah darinya dari segi ketenaran, nasab, serta

kesalehannya.” Dengan sikap tawadhu ia akan memperoleh ilmu. Para ulama

menyampaikan dalam syairnya:

ِ ِ ‫السي ِل حر‬ ِ ‫العِْلم حر‬


ْ ‫ب ل ْل َم َكان الْ َعايِل‬
ٌ ْ َ ْ َّ ‫ب ل ْل َفىَت الْ ُمَت َعايِل *** َك‬
ٌ َْ ُ

“llmu senantiasa bermusuhan dengan pemuda yang tinggi hati. Bagaikan

air bah yang selalu memusuhi tempat-tempat tinggi.”

Sayyidina Imam Ali Bin Hasan Al Athos nafa'anallahu bihi berkata: “Ilmu,

kefahaman, dan cahaya (yakni tersingkapnya hijab) yang akan engkau peroleh

sesuai dengan kadar adab bersama syaikh. seberapa besar kadar kedudukannya

dalam hatimu, pasti sebesar itu pula besarnya kadar kedudukanmu di sisi Allah,

tanpa ada keraguan lagi,”

Beliau berkata “Al-Amiin dan Al Ma’mun, 2 Putra khalifah Harun Ar-

Rasyid saling berebut mengambilkan sandal gurunya, Al Kisai. Mereka berlomba

untuk menjadi yang paling dahulu memasangkannya kepada gurunya. Melihat ini,

Al Kisai, berkata: “Hendaknya setiap satu dari kalian memasangkan satu

sandalku.

Dalam hadits diriwayatkan:

ِ ِ ِ
َ ‫ َوالَّذ ْي َعلَّ َم‬،ُ‫ك ِإ ْبنَتَه‬
َ ْ‫ك َو ُه َو َأف‬
‫ضلُ ُه ْم‬ َ ‫ َوالَّذ ْي َز َّو َج‬،‫ َأبُ ْو َك الَّذ ْي َولَ َد َك‬:ٌ‫ك ثَاَل ثَة‬
َ ‫آبَاُئ‬
127

“Ayahmu ada tiga yaitu: Ayahmu yang menjadi sebab kelahiranmu,

Ayahmu yang menikahkanmu dengan putrinya, dan Ayahmu yang mengajarkan

ilmu kepadamu dan ia adalah ayahmu yang paling utama.” (Dari kitab Al Athiyah

Al Haniyah)

Penulis (Habib Zain bin Ibrahim bin Smith) berkata: Terkait hal ini, seorang

penyair berkata dalam syairnya:

‫ُأستَ ِاذ ْي َعلَى بِِّر َوالِ ِد ْي *** َوِإ ْن َكا َن يِل ْ ِم ْن َوالِ ِد ْي الْرِب ُّ َوالْ َعطْف‬ ُ ‫ُأقَد‬
ْ ‫ِّم‬

“Aku dahulukan guruku sebelum bakti kepada Ayahku, walaupun aku

dapat kebaikan dan kasih sayang dari Ayahku.”

ِ
‫ف‬ َ ‫الر ْو ُح َج ْو َهٌر *** َو َه َذا ُمَريِّب اجْل ْس ِم َو ُه َو هَلَا‬
ْ ‫ص َد‬ ُّ ‫ َو‬،‫الر ْو ِح‬
ُّ ‫َف َه َذا ُمَريِّب‬

“Guruku telah mendidik ruhku, dan ruh adalah inti kehidupan. Sedangkan

Ayahku menjaga tubuhku, sedangkan tubuh hanyalah cangkang bagi ruhku.”

Imam Syakrani berkata: “Telah disampaikan kepada kami bahwa Syaikh

Baha’uddin As Subki bercerita: “Ketika aku berkendaraan bersama Ayahku

Syaikhul Islam Taqiyuddin As-Subki di salah satu jalan kota Syam. Tiba-tiba

beliau mendengar seorang petani Syam berkata: “Aku pernah bertanya kepada Al-

Faqih Muhyiddin An-Nawawi mengenai masalah ini dan itu...” Dengan segera

Ayahku turun dari kudanya, seraya berkata: “Demi Allah, aku malu untuk menaiki

kendaraan. Sedangkan mata yang pernah memandang sosok Muhyiddin (Imam

Nawawi) berjalan kaki. Ayahku memaksa petani tadi untuk menaiki kudanya dan
128

bersumpah demi Allah agar ia melakukannya. Sedangkan Syekh Taqiyuddin

berjalan kaki sampai memasuki kota Syam.”

Setelah mengisahkan kisah ini, Imam Syakrani berkata: “Perhatikan sifat

takdzim beliau ini, wahai saudaraku ! Demikianlah perlakuan para ulama

terdahulu terhadap guru-guru mereka. Padahal Syekh Taqiyuddin itu tidak pernah

berjumpa dengan Imam Nawawi. Beliau lahir beberapa tahun setelah wafatnya

Imam Nawawi.

Penulis (Habib Zain bin Ibrahim bin Smith) telah berkata: “Diantara kisah

yang diriwayatkan mengenai Imam As Subki, bahwa beliau pernah mengunjungi

Darul Hadits yaitu lembaga pendidikan yang dinisbatkan kepada Imam Nawawi di

Damaskus. Lantas beliau melepas pakaiannya dan mengusapkan wajahnya ke

tanah Darul Hadits, seraya berkata:

ٍ ِ ‫ويِف دا ِر احْل ِدي‬


ٌ ‫ث لَ ِطْي‬
ْ ‫ف َم ْعىًن *** ِإىَل بَ ْسط هَلَا‬
‫َأصُب ْو َوآ ِو ْي‬ ْ َ َْ َ

“Dalam Darul Hadits tersimpan makna-makna yang halus. Di lantainya

kutumpahkan cintaku (dengan mengusapkan wajahku dan aku bernaung).”

‫س مِب ُِّر َو ْج ِه ْي *** َم َكانًا َم َّسهُ قَ َد ُم الن ََّوا ِو ْي‬


َّ ‫َع َسايِن ْ َأ ْن ََأم‬

“Semoga saja usapan wajahku menyentuh satu tempat, yang pernah diinjak

oleh telapak kaki Imam Nawawi.”

Imam Abu Hanifah radhiyallahu ta'ala anhu pernah berkata: “Semenjak

wafatnya Syekh Hammad (guru beliau) tak pernah sekalipun aku lupa untuk
129

memohonkan ampun untuk beliau dan ayahku selepas setiap salatku. Sungguh aku

selalu memohonkan ampun untuk semua orang yang pernah mengajariku dan

yang pernah aku ajari.”

Imam Abu Yusuf murid dari Imam Abu Hanifah pernah berkata: “ Aku

selalu mendoakan Abu Hanifah sebelum mendoakan kedua orang tuaku.”

Sungguh aku pernah mendengar Abu Hanifah berkata: “Aku mendoakan Syaikh

Hammad bersamaan dengan ayahku.” (Demikian kutipan dari kitab ‘Tahdzibul

Asma’ karya Imam Nawawi)

Imam Syafi'i rahimahullah berkata: “Jika aku berada bersama Imam Malik

rahimahullah ta'ala aku akan membuka lembaran kertas dengan sangat perlahan

untuk menghormati beliau agar tidak mendengar suara kertasku. Imam Rabi Al

Muradi murid Imam Syafi'i radhiyallahu ta'ala anhu berkata: “Aku tidak pernah

berani untuk meneguk air saat Imam Syafi'i melihatku karena rasa takdzimku

kepada beliau.”

Imam Syakrani rahimahullah ta'ala berkata: “Diceritakan kepada kami

bahwa suatu saat, Imam Nawawi rahimahullah diundang oleh guru beliau, Al

Kamal Al Irbili, untuk makan bersama. Imam Nawawi menjawab: “Sayyidi

(wahai tuanku), maafkan aku karena tidak dapat memenuhi undanganmu. Aku

memiliki uzur atau halangan yang bersifat syariat.” Maka guru beliau pun

memakluminya. Salah seorang kawan Imam Nawawi bertanya kepada beliau:

“Sebenarnya apa uzur yang menghalangimu saat itu ?” Imam Nawawi, lalu

menjawab: “Aku khawatir guruku memandang kepada suatu makanan, namun


130

aku mendahului memakan makanan itu tanpa aku sadari.” Setiap kali Imam

Nawawi radhiyallahu ta'ala anhu keluar untuk belajar dan membaca kepada

gurunya, beliau selalu bersedekah semampunya di tengah perjalanan, dan berdoa:

ِ ِ
‫َأح ٌد‬ َ ‫ص ٍة َواَل يَُبلِّغُيِن ْ َذل‬
َ ُ‫ك َعْنه‬
ِ
َ ‫ب ُم َعلَّم ْي َحىَّت اَل َت َق َع َعْييِن ْ لَهُ َعلَى نَقْي‬ ْ ‫َأللَّ ُه َّم‬
َ ‫اسُت ْر َعيِّن ْ َعْي‬

“Ya Allah tutupilah aib guruku dariku sehingga mataku tidak memandang

suatu kekurangan apapun dari beliau, dan jangan pula ada seorangpun yang

menyampaikan kepadaku.”

Diriwayatkan bahwa Amirul Mukminin Ali Bin Abi Thalib radliyallahu

anhu pernah berkata: “Diantara hak gurumu adalah: 1) Apabila engkau

mengucapkan salam kepada semua orang secara umum, engkau harus

mengucapkan salam penghormatan baginya secara khusus. 2) Hendaknya engkau

duduk dengan khidmat di hadapannya, jangan menunjuk-nunjuk dengan jari,

jangan pula melirik dengan kedua matamu. 3) Jangan pernah berkata kepadanya:

“Si Fulan mengatakan pendapat yang berbeda dengan pendapat Anda. 4) Jangan

menggunjing tentang seorangpun di sisinya. 5) Jangan berbincang dengan teman

dudukmu saat berada di majelisnya. 6) Jangan menarik bagiannya ketika ia

berdiri. 7) Jangan memaksanya apabila ia terlihat tidak bersemangat. 8) Jangan

pula engkau berpaling darinya, yakni jangan merasa puas dengan lamanya belajar

kepadanya.” (Disebut oleh Imam Nawawi dalam kitabnya: At Tibyan fi Adabii

Hamalatil Quran)

Imam Abu Bakar bin Ayyasy bercerita: “Suatu hari, saudara dari Imam

Sufyan Ats Tsauri wafat dan banyak orang yang mengunjungi beliau untuk
131

bertakziah. Saat Imam Abu Hanifah datang, Imam Sufyan segera bangkit berdiri

menyambutnya, memuliakannya serta mempersilahkannya duduk di tempatnya.

Kemudian Imam Sufyan duduk dengan takdzim di hadapan beliau. Setelah semua

orang pulang, salah seorang sahabat Imam Sufyan bertanya: “Kami melihat

engkau melakukan suatu hal yang ganjil !” Beliau pun menjawab: “Beliau ini

(yakni Imam Abu Hanifah) adalah seorang yang memiliki kedudukan tinggi

dalam ilmu agama. Jika aku tidak berdiri untuk menghormati ilmunya, aku harus

berdiri untuk menghormati usianya. Jika aku tidak berdiri untuk menghormati

usianya, aku harus berdiri karena menghormati kedalaman ilmu fiqihnya. Jika aku

tidak berdiri karena kedalaman ilmu fiqihnya, aku harus berdiri karena sifat

wara’nya.”

Abu Sahal As Shu’luki rahimahu ta'ala berkata: “Durhaka kepada orang

tua dapat dihapus dengan taubat, sedangkan durhaka kepada guru tidak dapat

dihapus oleh apapun sama sekali.” (Di menukilkan oleh Imam Nawawi dalam

kitab ‘Tahdzib’nya)

Sayyidina Imam Ahmad bin Umar Al Hinduan radhiyallahu ta'ala anhu

pernah berkata: “Mereka terhalangi dari ilmu karena sedikitnya penghormatan

kepada para ulama.” Salah seorang ulama berkata:

ِ ‫ِإ َّن الْمعلِّم والطَّبِيب كِاَل مُه ا *** اَل يْنصح‬


‫ان ِإذَا مُهَا مَلْ يُكَْر َما‬ ََ َ َ َ ْ َ َ َُ

“Guru dan dokter tidak akan memberi nasehatnya jika keduanya tidak

dihormati.”
132

ِ ِ َ‫ف‬
‫ت ُم َعلِّ َما‬ َ ‫اصرِب ْ جِلَ ْهل‬
َ ‫ك ِإ ْن َج َف ْو‬ َ ‫اصرِب ْ ل َداِئ‬
َ ‫ك ِإ ْن ََأهْن‬
ْ ‫ت طَبِْيبَهُ *** َو‬ ْ

“Jika engkau berani menghina dokter, engkau harus sabar terus-menerus

menderita penyakitmu. Jika engkau bersiap kasar pada guru, engkau harus sabar

untuk terus berada dalam kebodohanmu.”

2). Paparan data Faktor-faktor yang mempengaruhi pendidikan etika guru dan

siswa dalam kitab Manhaj As Sawi

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pendidikan beretika guru dan

siswa yaitu sebagai berikut:

1. Meninggalkan tata krama/etika, Abdullah bin Mubarok berkata “orang

yang meremehkan adab maka akan terhalang ibadah sunnahnya, orang

yang meremehkan sunnah maka akan terhalang melaksanakan amal

fardlunya, orang yang meremehkan amal fardlu maka akan terhalang

ma’rifatnya kepada Allah Swt”

2. Bagi pendidik tidak boleh memiliki sifat mengeluh atau pemarah,

sombong, dan tidak beradab; bagi pelajar tidak boleh memiliki sifat bodoh,

tidak mau berfikir, dan tidak beradab. Maka keduanya tidak akan

merasakan kenikmatan yang sempurna

3. Tidak adanya sikap membersihkan diri, menata hati dengan ikhlas, tidak

istiqomah dalam berpegang teguh kepada Al Quran dan As Sunnah,

senang mencari pangkat/kedudukan


133

4. Tidak berhati-hati dalam Memberi jawaban/berfatwa pada pertanyaan

dengan serampangan atas suatu masalah yang belum ia ketahui

jawabannya

5. Tidak adanya rasa amanah/tanggung jawab atas kepercayaan maka akan

menyia-nyiakan baik ilmu, perbuatan, dan apapun yang dimiliki tidak

digunakan sesuai fungsinya

6. Senang dalam memusuhi orang lain dalam perdebatan yang berakibat pada

permusuhan dan dendam

7. Tidak adanya ikhlas, tawadlu’, kebersihan hati seorang pelajar yang dapat

merusak karakter fithrah baiknya

8. Bermalas-malasan salah satu penyebabnya adalah kebanyakan makan dan

minum, sehingga berat untuk melakukan ibadah dan amal baik lainnya

9. Tidak adanya penghubung ikatan/jalinan rohaniyyah dengan saling

mempertautkan doa

10. Bersikap serampangan tanpa adanya kehati-hatian tanpa memikirkan

akibat dan dampak yang akan timbul kedepannya atas apa yang telah

dilakukan.

3). Paparan data Faedah yang diperlukan untuk keberhasilan guru dan siswa

dalam pendidikan etika di dalam kitab Manhaj As Sawi

Adapun faedah yang diperlukan untuk keberhasilan guru dan siswa dalam

pendidikan etika di dalam kitab manhaj as sawi meliputi:

(1). Syarat-syarat dalam mengajar dan menuntut Ilmu


134

“Seorang yang ingin mendapatkan mutiara yang berharga, maka harus

memiliki semangat yang kuat untuk menggapai harapan dalam menuntut ilmu dan

mengajar”, itulah kata mutiara yang diungkapkan oleh syaikh zakariyyah al

anshori. Maka dalam menuntut ilmu dan mengajarkannya itu memiliki syarat-

syarat sebagai berikut:

a. Menuntut ilmu dan mengajarkannya sesuai kegunaan disusunnya ilmu tersebut.

Maka ilmu tersebut tidak digunakan untuk selain pada fungsinya yaitu seperti

menggunakan ilmu demi mencari harta/honor, kedudukan/pangkat atau bahkan

untuk mengobarkan dan memperbanyak permusuhan atau lawan dalam

perdebatan dan menindas orang lain

b. Menuntut ilmu yang dapat diterima oleh kondisi nalurinya orang tersebut

karena tidak semua orang itu layak dan bisa mengumpulkan ilmu, akan tetapi

setiap hal akan dimudahkan sesuai penciptaannya

c. Menuntut ilmu dengan totalitas supaya menjadi orang yang terpercaya/dapat

dipertanggung jawabkan statmennya atau profesional

d. Harus merata dalam mempelajarinya sampai bisa menggambarkan dan

menemukan tingkat kepercayaan pada ilmu tersebut

e. Mempelajari semua kitab-kitab yang baru untuk mendapatkan pengetahuan

yang merata pada semua jenis bidang keilmuan

f. Membacakan ilmu tersebut berhadapan guru (sorogan) yang memiliki sifat

menunjukkan, terpercaya, menasehati dan tidak belajar secara otodidak


135

g. Ilmu tersebut dimusyawarahkan dengan teman-teman untuk mencari kedetailan

ilmu tersebut, bukan untuk mengalahkan orang lain dalam perdebatan bahkan

untuk menolong dalam memberikan faedah dan mencari faedah keilmuan

h. Ketika sudah memiliki ilmu maka tidak boleh menyia-nyiakannya dengan

membiarkan ilmu tersebut, dan jangan pernah menolak untuk mengajarkannya

dengan menyebar luaskan kepada orang yang berhak mendapatkannya, karena

orang yang menyimpan ilmu akan diancam kelak dihari kiamat dengan

dikekangnya orang tersebut dengan kekangan dari api neraka

i. Tidak meyakini dalam sebuah ilmu bahwasanya dirinya hanya dapat menggapai

sebagian saja, tanpa mungkin bisa bertambah. Maka hal tersebutlah yang akan

menjadikan kekurangan dan terhalangi untuk mendapatkan ilmu

j. Seseorang harus mengetahui bahwasanya setiap ilmu ada batasannya sendiri-

sendiri, jangan sampai melewati batas ilmu tersebut dan jangan sampai kurang

untuk mendapatkannya

k. Jika mempelajari ilmu janganlah mencampur-baurkan ilmu yang satu dengan

yang lain, karena akan membingungkan atau mengacaukan pikiran harus secara

bertahap dalam mempelajarinya

l. Setiap siswa dan guru satu sama lain harus menjaga dan memberikan hak

masing-masing. Terlebih menjaga hak guru, dia (guru) ibarat seperti ayah bahkan

lebih mulia, karena orang tua mengeluarkannya menuju ke alam yang sirna,

sedangkan guru menunjukkan ke jalan lurus agar selamat di Alam yang kekal.

(2). Faedah-Faedah yang diperlukan bagi guru dan siswa


136

a. Seorang penuntut ilmu menurut Imam Syafi'i itu harus memenuhi kebutuhan

tiga hal yaitu waktu yang lama, lapang tangannya yaitu memiliki sifat dermawan

dan kecerdasan. Maka dari itu, ada syair yang mengatakan bahwasanya: “Wahai

saudaraku kamu tidak akan bisa menuai ilmu kecuali dengan 6 perkara # yang

saya akan ceritakan kepadamu perinciannya dengan jelas, yaitu: memiliki

kecerdasan, semangat kuat, sungguh-sungguh, memiliki biaya, # petunjuk guru

dan waktu yang lama dalam menuntut ilmu”.

b. Menurut Sayyid Ahmad bin Zain al-Habsyi bagi seorang yang mengambil

manfaat suatu ilmu, maka lihatlah pada diri sendiri apakah ilmunya bisa

bermanfaat atau tidak bagi dirinya sendiri, apakah ilmu tersebut bisa berdampak

baik bagi hatinya dan lebih menjadikan lemah lembut pada hati. Atau bisa diikat

untuk memahamkan dengan cara mencatat ilmu tersebut, dengan mengulang-

mengulanginya atau dengan cara lainnya yang bisa menambahkan ilmu menancap

pada hati. Karena dengan cara itulah dapat menjadikan ilmu tersebut lebih

bermanfaat dibandingkan dengan cara selainnya. Demikian pula halnya dalam

semua amal, keadaan, ucapan dan lainnya. Hendaknya dia meneliti apa yang

pantas untuknya walaupun mungkin itu tidak pantas dan tidak sesuai dengan

orang lain. Ini yang harus dilakukan jika ia hanya menghendaki manfaat untuk

dirinya saja

c. Adapun jika ingin memberikan manfaat kepada hamba-hamba Allah dengan

ilmunya, maka dia harus bertindak seperti dokter yang meneliti penyakit, sebab

dan unsurnya, untuk kemudian memberikan kepada pasien obat yang cocok untuk

penyakitnya. Terkadang ada 2 pasien datang dengan penyakit yang sama, namun
137

dokter memberikan obat yang berbeda antara keduanya dokter mengetahui bahwa

penyebab penyakit pasien pertama berbeda dengan penyakit pasien lainnya.

d. Demikian pula dengan ilmu, hendaknya ia mengajarkan ilmu kepada setiap

orang yang sesuai untuknya, jangan menilai orang lain akan sesuai dengan apa

yang sesuai bagi dirinya sendiri dengan kadar nilainya. Hal ini juga berlaku bagi

orang yang ingin menulis atau semisalnya

e. Menuntaskan suatu bidang ilmu yang dipelajari hingga tuntas dan menjadi

pakar dalam bidang ilmu tersebut baru kemudian mengambil sekedarnya ilmu

yang bersifat pokok dan inti dari bidang ilmu yang lain supaya mampu menjawab

mengenai bidang-bidang ilmu yang dia sudah kuasai

f. Mencari berbagai faedah dari manapun dan dimanapun berada meskipun kepada

orang awam, karena betapa banyak akhlak mulia yang terdapat dalam diri

sebagian orang awam yang tidak dapat ditemukan pada orang lain dan tidak pula

pada dirinya sendiri. Diantara ciri orang tersebut yang tulus dalam mencari ilmu

adalah ia dapat mengambil semua sisi baik yang ia lihat dari teman duduknya,

baik ucapan ataupun perbuatan dan meninggalkan sisi buruk yang ia temukan

padanya. Jika ia dapat mengambil hal tersebut yang bermanfaat yang ia temukan

padanya, maka kerusakan dan kekeliruan yang ada padanya tidak akan

membahayakan dirinya

g. Menyadari hakikat dari pemahaman yang ia tuai dari belajarnya itu merupakan

anugerah karunia dari Allah dan pertolongannya dalam meraih harapan-

harapannya
138

h. Bagi penuntut ilmu menurut imam ahmad bin hasan Alatas beliau menegaskan

untuk memperhatikan dua hal yaitu memulai apapun baik dalam belajar ilmu atau

beramal kecuali dengan niat yang baik dan hendaknya melihat buah dan hasil dari

ilmu yang akan ia pelajari

i. Ketika tidak memahami suatu bahasan suatu ilmu Maka dianjurkan untuk

mengulanginya di waktu lain karena waktu-waktu memiliki perbedaan di saat

menelaah kembali maka fokuskan pikiran dalam memahami makna yang belum

dimengerti

j. Memberikan apa yang disampaikan oleh seorang murid dalam membuka

bacaannya seharusnya untuk menyiratkan kabar gembira bagi pendengarnya

karena kemampuan memulai sesuatu dengan yang baik adalah pertanda

kecerdasan seseorang atau siswa di hadapan guru dan kesuksesannya

k. Sebagian ulama telah memberikan tips waktu yang baik untuk digunakan dalam

menghafal yaitu dini hari antara tengah malam sampai waktu subuh waktu terbaik

untuk kajian ilmu adalah pagi hari waktu terbaik untuk menulis adalah tengah hari

dan waktu terbaik untuk menelaah pelajaran dan mengulanginya kembali adalah

waktu malam hari dan menurut Imam Al Khatib bahwa waktu terbaik untuk

menghafal adalah dini hari kemudian tengah hari kemudian pagi hari serta

penggunaan tempat terbaik untuk menghafal adalah kamar tertutup dan setiap

tempat yang jauh dari suatu yang dapat melalaikannya

l. Harus menguasai pokok-pokok yang terdapat di suatu bidang ilmu Maka sudah

hampir pasti ia akan menguasai cabang dari masalah pokok-pokok tersebut


139

m. Menurut Habib Ahmad bin Umar bin Smith beliau menegaskan bahwa kalau

sudah mendapatkan suatu faedah ilmu Maka sampaikanlah kepada orang lain

sehingga Allah akan menambahkan faedah-faedah ilmu baru untuknya

sebagaimana ungkapan syair Sampaikanlah apa yang engkau ketahui kepada

orang yang tidak tahu, maka Allah yang maha pengasih akan memberikan kalian

faedah yang belum kalian ketahui

n. Menurut Habib Alwi Bin Abdurrahman Al masyhur bahwa seorang penuntut

ilmu harus memiliki tiga hal yaitu jam untuk mengatur jadwal kesehariannya,

kemudian kompas untuk menentukan arah kiblat dan pena untuk menulis hasil

pelajarannya.

2. Analisis Data

(1) Analisis Data Konsep Pendidikan Etika Guru dan Siswa dalam Kitab Manhaj

As Sawi

a. Analisis perbedaan pemikiran Habib Zain bin Ibrahim bin Smith dan

Permendiknas nomor 16 tahun 2007

Tentang konsep pendidikan akhlak guru dan siswa yang dijelaskan oleh

Habib Zain bin Ibrahim bin Smith dan Permendiknas nomor 16 tahun 2007 pada

bab II terdapat perbedaan, yaitu sebagai berikut:

1) Lemah lembut dalam hal ini, Habib Zain berkeyakinan bahwa sikap lemah

lembut harus selalu diterapkan pada pribadi seorang guru yang memberikan

cahaya ilmu kepada murid-muridnya agar dapat mengatur kehidupan sehari-

harinya dengan mengamalkan ilmunya yang mereka dapatkan Peran utama ini
140

adalah salah satu alasan mengapa guru harus memiliki kasih sayang. Kasih sayang

kepada anak didiknya merupakan pendidikan etika, sehingga siswa dapat

menerima guru sebagai pribadi yang benar-benar mempengaruhi kehidupannya

sehari-hari, baik materi (jasmani/dunia) atau in material (rohani/akhirat),

sedangkan dalam Permendiknas nomor 16 tahun 2007 tidak menyebutkan hal

tersebut yang termasuk kekurangan guru yang harus memiliki kepribadian lemah

lembut

2) Zuhud dalam hal ini, profesi guru merupakan tugas yang sangat mulia dan

orientasinya terhadap kehidupan akhirat. Oleh karena itu, Habib Zain

memasukkan nilai zuhud ke dalam kategori pendidikan etika yang dapat

menciptakan kepribadian baik, yang harus dipenuhi oleh seorang guru, sikap

zuhud agar guru menjadi pribadi yang benar-benar melayani muridnya dalam

situasi apapun, berusaha membimbing mereka untuk mencapai prestasi dan

kepribadian yang terbaik, sedangkan pada Permendiknas tahun 2007 nomor 16,

tidak memasukkan nilai zuhud sebagai kompetensi pendidikan etika yang

menjadikan kepribadian baik yang harus dipenuhi oleh guru.

3) Dalam Permendiknas Nomor 16 tahun 2007, guru harus melakukan sikap yang

sesuai dengan norma hukum Negara, sedangkan dalam kitab Manhaj As Sawi,

seluruh hukum yang digunakan harus sesuai dengan ajaran syariat agama islam,

dan terkadang norma hukum tatanan negara bertentangan dengan norma hukum

syariat.
141

b. Analisis persamaan pemikiran Habib Zain bin Ibrahim bin Smith dengan

Permendiknas dan Kitab Adab Al ‘Alim wal Muta’allim

1) Seorang guru harus menghargai peserta didik tanpa membedakan keyakinan

yang dianut suku adat istiadat daerah asal dan gender. Sikap yang ditunjukkan

dalam kompetensi pendidikan etika guru dan bidang kesiswaan dalam

Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 88, itu sama seperti yang diharapkan oleh

Habib Zain bin Ibrahim untuk kesetaraan atau keadilan, dengan sikap adil yang

dimiliki oleh seorang guru akan menjadikan dirinya peka terhadap latar belakang

dan masalah yang dialami peserta didik dan juga mampu memberikan sesuatu

yang membuat peserta didik menerima kenyamanan dengan sikap adil, guru tidak

memilah dan memilih, karena peserta didik yang berhak mendapatkan

pengetahuan dan pendidikan darinya. Tetapi hal itu, harus dilakukan untuk

seluruh peserta didik yang membutuhkan kehadiran seorang guru yang adil

2) Bersikap sesuai dengan norma agama, hukum dan norma sosial yang dianut

dalam masyarakat dan keragaman budaya bangsa Indonesia. 89


Pemikiran Habib

Zein tentang kepribadian seorang guru bersumber dari ayat-ayat Al-Qur'an,

Hadits, sabda para sahabat dan ulama yang berdasarkan Al-Qur'an dan Al Hadits,

sehingga hal ini, sesuai dengan kaidah agama. Kemudian respek

menghormati/peduli terhadap orang lain merupakan salah satu penerapan norma

sosial.

88
Kementerian Pendidikan Nasional, Permendiknas RI, Standar Pengelolaan Pendidikan Oleh
Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, Nomor XVI, 2007, hal 7
89
Kementerian Pendidikan Nasional, Permendiknas RI, Standar Pengelolaan Pendidikan Oleh
Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, Nomor XVI, 2007, hal 12
142

3) Bersikap Jujur, berakhlak mulia dan menjadi teladan bagi peserta didik dan

masyarakat. 90
Dalam konteksnya, konsep La Adry yang dijelaskan oleh Habib

Zain diantaranya yaitu konsep kejujuran guru dan mengangkat kisah para ulama

terdahulu merupakan pelajaran bahwa seorang guru harus menjadi teladan bagi

setiap orang dan akhlak yang mulia adalah pondasi dari ajaran yang Islami.

4) Menurut analisis peneliti bahwa sifat-sifat (etika) baik guru tersebut juga telah

disebutkan oleh Hadratus Syaikh Kh. Hasyim Asy’ari dalam karyanya Adab Al

‘Alim wal Muta’allim tentang bersikap adil yang beliau sebutkan dalam urutan

kelima yaitu tawadlu’, kesembilan tidak memuliakan penghamba dunia dengan

cara berjalan dan berdiri untuk mereka kecuali kemashlahatan yang ditimbulkan

lebih besar dari kemafsadahannya dan tidak boleh menghinakan ilmu, kesepuluh

yaitu memiliki peringai zuhud, keenam belas yaitu memperlakukan orang lain

dengan budi pekerti yang baik termasuknya berlaku adil dan tidak menuntut

keadilan.91

Menurut analisis peneliti bahwa sifat-sifat (etika) baik siswa tersebut juga

telah disebutkan oleh Hadratus Syaikh Kh. Hasyim Asy’ari dalam karyanya Adab

Al ‘Alim wal Muta’allim yaitu tentang akhlak pribadi seorang murid/siswa yang

ada sepuluh macam diantaranya yaitu urutan pertama: seorang murid hendaknya

membersihkan hati dari hal yang dapat mengotorinya seperti dendam, dengki,

90
Kementerian Pendidikan Nasional, Permendiknas RI, Standar Pengelolaan Pendidikan Oleh
Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, Nomor XVI, 2007, hal 10

91
M. Hasyim Asy’ari, 1924. Terjemah Adabul ‘Alim wal Muta’allim / Pendidikan Akhlak untuk
Pengajar dan Pelajar. Oleh Tim Dosen Ma’had Aly Hasyim Asy’ari. (Jombang: Pustaka
Tebuireng dan Bina Ilmu Cukir, 2020), Ctk. VI, hal 52-61
143

keyakinan yang sesat dan perangai yang buruk, kedua harus memiliki niat yang

baik dalam mencari ilmu yaitu bermaksud mendapatkan ridlonya Allah Swt

dengan ikhlas, beliau juga menyebutkan bahwa Imam Syafi’i berkata: “orang yang

mencari ilmu disertai tinggi hati dan kemewahan hidup maka tidak akan

berbahagia, yang berbahagia adalah orang yang mencari ilmu disertai rendah hati,

kesulitan hidup, dan berkhidmah pada ulama’.

Hadratus Syaikh juga menyebutkan bahwa hati dikatakan sehat, bila bersih

dari kesewenang-wenangan dan kesombongan (harus memiliki sikap tawadlu’), di

urutan ketiga menyebutkan hendaknya segera menggunakan masa muda untuk

memperoleh ilmu tanpa terperdaya oleh rayuan “menunda-nunda” dan berangan-

angan panjang” dan pandai membagi waktu, di urutan kelima dan kedelapan

menyebutkan untuk meminimalisir (sedikit) penggunaan makanan dan minum

karena kenyang akan mencegah ibadah dan bikin badan terasa berat untuk belajar

(menuntut ilmu). 92

Dan sifat-sifat antara guru ataupun siswa itu juga harus memiliki akhlak

yang baik, tenang dan bijaksana serta tidak boleh sombong dalam membela hak

orang lain, dan keduanya harus berdzikir, dengan menyebut Asmaul Husna atau

wirid yang lain, yang berfaedah untuk menjaga ilmu dan pemahamannya.

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan dan

persamaan pemikiran Habib Zein bin Ibrahim bin Smith dengan Permendiknas
92
M. Hasyim Asy’ari, 1924. Terjemah Adabul ‘Alim wal Muta’allim / Pendidikan Akhlak untuk
Pengajar dan Pelajar. Oleh Tim Dosen Ma’had Aly Hasyim Asy’ari. (Jombang: Pustaka
Tebuireng dan Bina Ilmu Cukir, 2020), Ctk. VI, hal 19-23
144

nomor 16 tahun 2007. Namun, jika dipahami secara mendalam/kontekstual,

pemikiran Habib Zein bin Ibrahim bin Smith dan Permendiknas nomor 16 tahun

2007 tidak jauh berbeda satu sama lain. Dan mungkin ada perbedaan kecil yang

menonjol, tepatnya dalam kaitannya dengan Zuhud, dimana pemerintah

menghalalkan (legal) adanya gaji dan melegitimasi adanya gaji melalui program

sertifikasi harus dicari olehnya, sehingga sejak saat itu Permendiknas nomor 16

tahun 2007 tidaklah menerapkan unsur kezuhudan pada pendidikan etika yang

menciptakan kepribadian baik bagi seorang guru.

Dan konsep pendidikan menurut Habib Zain bin Ibrahim bin Smith serta

menurut Hadratus Syaikh Kh. Hasyim Asy’ari adalah suatu konsep pendidikan

yang sama-sama menekankan sifat-sifat yang harus dimiliki seorang guru sebagai

pendidik, dan memperhatikan bagaimana kebijakannya dalam menyikapi setiap

persoalan dan kepentingan pendidikan bagi siswa. Begitu juga siswa harus

memiliki etika atau peringai yang baik agar dapat tercipta kepribadian yang baik

dalam hubungan interpersonal dengan sesama manusia atau hubungan dengan

sang pencipta, yaitu dengan berdzikir kepada-Nya, maka Allah akan selalu

melindunginya secara pribadi atau melindungi ilmu yang didapat, sehingga ilmu

yang didapatkan akan selalu bermanfaat bagi siapapun.

(2) Analisis Data Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Guru dan Siswa dalam Kitab

Manhaj As Sawi

Setelah peneliti menganalisa dalam kitab manhaj as sawi tentang faktor-

faktor yang mempengaruhi guru dan siswa itu juga serupa dengan yang
145

dipaparkan oleh Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari dalam kitab Adabul ‘Alim wal

Muta’allimnya, antara lain:

a). Disebutkan oleh beliau hadrotus syaikh di poin ke sepuluh bahwa guru harus

memperhatikan hal-hal yang akan merawat interaksi di antara murid seperti

menyebarkan salam bertutur kata yang baik sopan dalam berbicara saling

mencintai tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan dan juga dalam

mencapai tujuan-tujuan bersama selama mencari ilmu yaitu mengajarkan hal-hal

yang berguna bagi mereka dalam berinteraksi dengan sesama agar sempurna

agama dan dunia mereka.93 Begitu juga disebutkan dalam poin ke sembilan

tentang akhlak atau etika siswa kepada guru sebisanya siswa berkata yang baik

kepada guru dan sopan santun di dalam proses pembelajaran dengan duduk yang

sopan dan berusaha tidak meremehkan meskipun dia sudah mengetahui apa yang

disampaikan oleh gurunya serta tidak memotong apapun omongan guru untuk

mendahului atau menyamai dalam perkataan.94

b). Dalam poin ke tiga belas bahwa guru harus menjaga keistiqomahan semangat

dalam menjalankan dan menyebarkan syiar-syiar Islam dan hukum dhohir dan di

dalam poin ke enam belas disebutkan bahwa guru harus memperlakukan orang

lain dengan budi pekerti yang baik dan di poin ke tujuh belas bahwa guru agar

senantiasa membersihkan jiwa dan raga dari akhlak atau yang tercela dan

membangunnya dengan akhlak atau etika yang mulia di antara akhlak tercela yaitu

93
M. Hasyim Asy’ari, 1924. Terjemah Adabul ‘Alim wal Muta’allim. Ibid, hal 97

94
M. Hasyim Asy’ari, 1924. Terjemah Adabul ‘Alim wal Muta’allim. Ibid, hal 32
146

dendam, dengki, dzalim, marah bukan karena Allah, menipu, sombong, ingin

dipuji atau riya’, bangga diri, ingin dihormati, pelit, tidak mensyukuri kenikmatan,

tamak, berpakaian dengan penuh gaya, berebut memburu kekayaan, bersaing

dengan cara yang tidak baik, cari muka dengan berkata manis bila bersolek akan

dilihat orang, ingin dipuji atas sesuatu yang tidak dia kerjakan, buta terhadap aib

sendiri dan peka dengan aib orang lain, posesif dan lain sebagainya.95

c). Hadrotus Syaikh juga menyebutkan bahwa jika guru ditanya perihal sesuatu

yang tidak tahu jawabannya maka tetapkan saja tidak tahu atau tidak mengerti

sebab dalam hal ini perkataan tidak tahu merupakan tanda ilmu Sebagian ulama

berkata perkataan tidak mengerti merupakan sebagian dari ilmu jadi ini adalah

bentuk dari kehati-hatian dalam menjawab atau perpaduan dan hal tersebut tidak

menjadikan runtuhnya derajat keilmuannya seperti prasangka orang-orang yang

bodoh justru hal tersebut malah mengangkat derajat keilmuan seseorang karena

menunjukkan bahwa seorang tersebut memiliki pengetahuan yang luas agama

yang kuat ketakwaan pada Tuhannya hati yang bersih dan berhati-hatian yang

positif dalam memastikan sesuatu.96

d). Hadrotus Syekh juga menyebutkan akhlak murid kepada guru itu harus

memiliki kepatuhan dan tunduk serta kerendahan diri atau tawadhu dan

mengetahui hak-haknya guru dan tidak lupa kemuliaannya serta mendoakan baik

ketika hidup maupun setelah meninggalnya tetap menghormati keturunan kerabat

dan orang-orang yang dikasihinya dan bersabar.97


95
Ibid, hal 58-62
96
M. Hasyim Asy’ari, 1924. Terjemah Adabul ‘Alim wal Muta’allim. Ibid, hal 78-79
97
Ibid, hal 25-26
147

e) hadrotus syaikh juga menyebutkan bawah harus Memiliki semangat

memanfaatkan waktu-waktu senggang, sehat dan masa muda sebaik mungkin

sebelum datangnya berbagai penghalang hati-hati jangan sampai memandang diri

sendiri sempurna dan tidak butuh kepada guru.98 karena hal itu merupakan

kebutuhan dan kedunguan dan siswa hendaknya memotivasi teman-temannya

untuk berusaha mendapatkan ilmu dan menunjukkan kepada mereka tempat-

tempatnya menyingkirkan dari segala keinginan yang melalaikannya, membentuk

memudahkan mereka dalam urusan biaya hidup, menyampaikan kepada mereka

pengetahuan pengetahuannya tentang kaidah berbagai ilmu dan masalah-masalah

yang jarang diketahui dengan sistem belajar bersama agar pikirannya tambah

cemerlang, timbulnya ilmunya berkah dan pahalanya bertambah banyak.99

(3) Analisis Data Faedah yang dibutuhkan untuk Keberhasilan Guru dan Siswa

dalam Kitab Manhaj As Sawi

Setelah peneliti menganalisa dalam kitab manhaj as sawi tentang faedah yang

dibutuhkan untuk keberhasilan guru dan siswa dalam pendidikan etika itu juga

serupa dengan yang dipaparkan oleh Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari dalam kitab

Adabul ‘Alim wal Muta’allimnya, antara lain:

a). Hadrotus Syaikh Hasyim Asy'ari telah menyebutkan akhlak atau etika pribadi

seorang guru pada poin ke-7 dan ke-8 beliau menyebutkan hendaknya guru

memasrahkan semua urusannya kepada Allah Subhanahu wa ta'ala dan tidak

menjadikan ilmu sebagai batu loncatan untuk memperoleh tujuan-tujuan duniawi

98
Ibid, hal 44
99
Ibid, hal 50-51
148

seperti jabatan harta perhatian orang ketenaran dan keunggulan atas teman-teman

se-profesinya.100

b). Hadrotus Syaikh memberikan arahan seyogyanya dalam menghafal dan

mencari keterangan ilmu siswa harus menyesuaikan dengan batas kemampuan

yang dimilikinya jangan terlalu banyak mengambil hafalan dan keterangan agar

tidak bosan dan jangan terlalu sedikit sehingga mengurangi kualitas pencapaian

belajarnya.

c). Hadrotus syaikh mengatakan bahwa siswa tidak lupa harus terus melakukan

telaah dan pencatatan hal-hal yang ditemui dan didengarnya berupa keterangan

penting detail masalah perluasan perluasan masalah yang unik jawaban atas

masalah-masalah yang rumit perbedaan-perbedaan antara hukum-hukum yang

mirip dari semua macam disiplin ilmu motivasi belajar Hikmah seorang siswa

dalam mencari ilmu harus tinggi tidak merasa cukup dengan mendapatkan ilmu

yang sedikit Jika masih ada kesempatan mendapatkan ilmu lebih banyak lagi tidak

menerima kalau mendapat bagian sedikit dari warisan Nabi itu yaitu ilmu. Tidak

boleh menunda untuk memperoleh ilmu yang berkaitan bila masih ada

kesempatan. Sebab dengan menunda merupakan bencana, dan karena ilmu yang

akan tidak dapat oleh siswa pada masa yang akan datang tidak sama dengan ilmu

yang dia dapat sekarang. Siswa harus memanfaatkan waktu-waktu senggang,

semangat, sehat dan masa muda dengan sebaiknya mungkin sebelum datangnya

berbagai penghalang.101

100
M. Hasyim Asy’ari, 1924. Terjemah Adabul ‘Alim wal Muta’allim. Ibid, hal 53

101
M. Hasyim Asy’ari, 1924. Terjemah Adabul ‘Alim wal Muta’allim. Ibid, hal 44
149

d). Hadrotus Syaikh menyebutkan sebaiknya siswa mengajak teman-temannya

mengingat-ingat perihal yang terjadi di majelis pengajian Guru sebelumnya

tentang informasi berharga konsep kaidah dan lain sebagainya sembari juga

bersama-sama mengulang-ulang perkataan guru karena hal tersebut sangat

bermanfaat.102

e). Mengetahui hak-hak guru dan tidak lupa kemuliaannya, mendoakan baik

ketika hidup maupun setelah meninggalnya, tetap menghormati keturunan,

kerabat dan orang-orang yang dikasihinya, berperilaku sesuai perilakunya dan

selalu meneladaninya. Begitu juga dengan guru sudah Selayaknya guru

mendekatkan diri kepada siswa dengan sesuatu yang menurut guru itu terpuji

seperti anjuran hadis dan menjauhkan murid dari apa yang menurut guru itu

terserah memperhatikan kemaslahatan siswa memperlakukannya sebagaimana

guru tersebut memperlakukan kepada anak kesayangannya. Yakni dengan penuh

kasih sayang dan kelembutan berlaku baik kepadanya, bersabar atas kekasaran

dan segala kekurangannya karena pada suatu waktu manusia tidak lepas dari

kekurangan dan ketidaksopanan, menerima dengan lapang dada alasan-alasannya

yang dipandang masih mungkin dapat ditoleransi disertai upaya untuk meredam

perilaku kasarnya dengan nasehat dan kelembutan bukan dengan cara keras dan

kasar.103

f). Hadrotus Syekh pada poin ke-5 menyebutkan bahwa seorang siswa harus

pandai Membagi waktu dan memanfaatkan sisa umur yang paling berharga itu

102
Ibid, hal 45
103
M. Hasyim Asy’ari, 1924. Terjemah Adabul ‘Alim wal Muta’allim. Ibid, hal 87
150

waktu yang baik untuk hafalan adalah waktu sahur untuk pendalaman pagi buta

untuk menulis tengah hari dan untuk belajar serta mengulangi pelajarannya adalah

waktu malam Sedangkan tempat yang paling baik untuk menghafal adalah kamar

dan tempat-tempat yang jauh dari gangguan tidak baik melakukan hafalan di

depan tanaman tumbuhan sungai dan tempat yang ramai.104 Begitu juga Syekh

zarnuji dalam kitab Ta'lim muta'alim telah menyebutkan bahwa suatu keharusan

bagi pelajar untuk kontinyu atau rutin dalam belajar serta mengulanginya pada

setiap awal dan akhir malam karena antara waktu Maghrib dan Isya serta waktu

sahur adalah waktu yang penuh berkah.105

C. Pembahasan

Setelah peneliti mendapatkan data yang diinginkan dari hasil penelitian

yang telah dilakukan maka peneliti akan menganalisa temuan yang ada untuk

dimodifikasi dengan teori yang ada dan kemudian menjelaskan dari hasil

penelitian sebagaimana yang telah diterangkan dalam teknik analisis dan

penelitian. Peneliti menggunakan analisis isi dari beberapa literatur atau kajian

kepustakaan dalam hal ini merupakan kajian pemikiran tokoh tentang bagaimana

konsep pendidikan etika guru dan siswa menurut Habib Zain bin Ibrahim bin

Smith dalam karyanya Manhaj sebagai sumber data pokok atau primer yang juga

didukung dengan beberapa kitab lain atau kajian pemikiran seorang tokoh selain

Habib Zain bin Ibrahim bin Smith.

104
Ibid, hal 20
105
Syaikh Al Zarnuji. Etika Belajar Bagi Penuntut Ilmu Terjemah Ta’limul Muta’allim, oleh A.
Ma’ruf Asrori. (Surabaya: Al Miftah, 1996) Ctk I, hal 50
151

Konsep-konsep yang dipaparkan oleh Beliau merupakan konsep pendidikan yang

relevan yang dapat dipraktekkan pada masa sekarang untuk meningkatkan

perkembangan moral atau etika baik dari segi guru ataupun siswa sehingga

dengan mempraktekkan konsep-konsep tersebut menjadikan seseorang memiliki

karakter baik tanpa adanya penerapan konsep-konsep yang disebutkan maka bisa

menjadi penghambat terhadap proses pendidikan yang bertujuan dalam

membentuk pertumbuhan dan perkembangan manusia menjadi lebih baik.

Adapun data yang akan dipaparkan dan dianalisa oleh peneliti sesuai dengan

rumusan penelitian tersebut dan untuk lebih jelasnya peneliti akan mencoba

membahasnya antara lain:

1. Konsep pendidikan etika guru dan siswa dalam kitab manhaj As Sawi karya

Habib Zain bin Ibrahim bin Smith

Konsep-konsep yang ditawarkan oleh Beliau merupakan konsep yang sudah

baku dan sudah teruji terlaksana oleh para pendahulunya bahkan merupakan

mempraktekkan dari sunnah Rasul dan perilakunya para sahabat sehingga sudah

tentu pasti konsep-konsep ini bisa membawa guru dan siswa menjadi pribadi yang

berakhlak mulia kepada siapapun dan di manapun ia berada. Konsep-konsep

tersebut antara lain dari segi guru maka hendaknya bersikap adil, tidak malu untuk

berkata aku tidak tahu atau wallahualam, berhati-hati dalam berfatwa, enggan

terhadap duniawi atau zuhud, rendah hati atau tawadhu, meninggalkan perdebatan

dan perselisihan, menjauhi penguasa, lemah lembut terhadap para penuntut ilmu

karena ilmu adalah merupakan amanat hendaknya dijaga dan tidak diberikan
152

kecuali kepada murid terpercaya yang dapat menjaga amanah dan bertakwa jika

tidak maka ia telah menyia-nyiakan ilmu dan meletakkannya di Selain tempatnya.

Sedangkan dari segi siswa, hendaknya dia mensucikan hati dan

mengosongkannya dari segala hal yang menyelisihi agama atau maksiat kepada

Allah, ikhlas karena Allah dalam menuntut ilmu, rendah hati atau tawaduk dan

khidmat kepada ulama atau gurunya, mengambil faedah ilmu dari mana saja, dan

sedikit makan dan tidur yang digunakan untuk semangat dalam menuntut ilmunya

karena terlalu berlebihan, itu terkadang menjadikan tidak baik seperti halnya

kekenyangan yang mengakibatkan muntah, memberatkan badan, mengeraskan

hati, mengurangi kecerdasan, mengundang rasa kantuk, dan membuat lemah atau

malas untuk beribadah.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi pendidikan etika guru dan siswa menurut

Habib Zain bin Ibrahim bin Smith dalam kitab Manhaj as sawi

Faktor-faktor yang disebutkan oleh Beliau Habib Zain bin Ibrahim bin

Smith merupakan faktor yang bisa dibuat pelajaran baik dari segi guru atau siswa

karena faktor-faktor yang disebutkan merupakan kunci kesuksesan bagi mereka

seperti halnya dengan tidak memperdulikan tata krama atau etika sehingga

pekerjaan sehari-harinya pun menjadi tidak baik di mata manusia maupun di sisi

Allah. Bagi mereka pun juga tidak boleh memiliki sifat mengeluh, pemarah,

sombong, tidak mau belajar, dan berpikir maka mereka juga tidak akan merasakan

kenikmatan yang sempurna dan Hakiki.


153

Begitu juga mereka tidak mau membersihkan diri, menata hati dengan

ikhlas, istiqomah dalam berpegang teguh kepada Al Quran dan Al Hadits, gemar

mencari pangkat atau kedudukan maka bisa mengakibatkan dirinya akan

menghalalkan segala cara untuk menggapai apa yang diinginkan meskipun cara

tersebut dilarang oleh agama. Mereka juga tidak boleh memberikan jawaban atau

fatwa secara serampangan yang bisa menjerumuskan dan menyesatkan umat atau

orang awam. Mereka juga harus memiliki rasa tanggung jawab dan amanah atas

kepercayaan diberikan ilmu oleh Allah. Karena mereka tidak boleh menyia-

nyiakan amanah tersebut dengan melakukan perbuatan atau tindakan yang tidak

terpuji, sehingga dapat menjadikan orang tersebut memusuhi orang lain berselisih

dan dendam bahkan bisa mengakibatkan pembunuhan.

Mereka juga tidak boleh bersikap serampangan dalam bertindak tanpa

adanya kehati-hatian dengan memikirkan terlebih dahulu Apa dampak atau akibat

yang akan ditimbulkan kedepannya. Jika mereka melakukan hal tersebut tanpa

menghiraukan faktor-faktor yang telah disebutkan, maka pastinya mereka akan

merugi dan menyesal baik di dunia atau di akhirat.

3. Faedah-faedah yang dibutuhkan untuk keberhasilan guru dan siswa dalam kitab

Manhaj As Sawi karya Habib Zein bin Ibrahim bin Smith

Faedah-faedah yang diungkapkan oleh Beliau itu meliputi syarat dalam

mengajar dan menuntut ilmu antara lain harus memiliki semangat yang kuat untuk

memiliki dan menggapai harapan dalam menuntut ilmu, dan mengajar

menggunakan ilmu dengan sesuai penerapannya ilmu tersebut dikarang. Dalam


154

menuntut ilmu juga harus memiliki totalitas belajar dan mempelajarinya supaya

menjadi orang yang terpercaya, yang dapat dipertanggungjawabkan ke

profesionalitasnya sebagai guru dan siswa dan diperlukan untuk memiliki ilmu

yang benar-benar terpercaya lewat membaca langsung di depan guru tidak murni

selalu belajar dengan otodidak, karena bisa menimbulkan pemahaman yang salah

dan menyimpang.

Untuk meningkatkan daya ingat maka perlu dimusyawarahkan baik antara

guru dengan siswa atau sesama siswanya untuk mencari kedetailan ilmu tersebut

bukan untuk mengalahkan orang lain dalam perdebatan sehingga bisa membantu

siswa yang kurang dalam kemampuan berpikir menjadi paham akibat

mendengarkan dari Musyawarah tersebut. Begitu juga setelah mengetahui ilmu

maka tidak boleh menyia-nyiakannya baik itu guru tidak boleh untuk menyimpan

ilmunya dan menolak orang yang ingin belajar kepadanya, ataupun siswa setelah

ia mengetahui tidak mempraktekkan apa yang ia dapatkan dari ilmu tersebut serta

tidak mau berbagi ilmu kepada temannya yang lambat dalam memahami dan

antara guru dengan siswa juga harus menjaga dan memberikan haknya masing-

masing.

Beliau Habib Zain bin Ibrahim bin Smith, juga mengungkapkan dan

mengutip beberapa kalam dari ulama-ulama semasanya ataupun terdahulu

bagaimana beliau menuturkan pendapatnya Sayyid Ahmad bin Zain Al Habsyi

yang mengungkapkan “bagi seorang yang mengambil manfaat suatu ilmu, maka

lihatlah pada diri sendiri apakah ilmu bisa bermanfaat atau tidak baginya dirinya
155

sendiri. Hal ini untuk mengetahui seberapa bermanfaatnya ilmu yang ingin Ia

ambil.

Dan beliau mengungkapkan bahwa mencari faedah itu kepada siapapun dan

dimanapun meskipun kepada orang awam karena betapa banyak akhlak mulia

yang terdapat dalam diri sebagian orang awam yang tidak dapat ditemukan pada

orang lain dan tidak pula pada dirinya sendiri maka ia akan menemukan ketulusan

dalam mencari ilmu, ia akan dapat mengambil semua Sisi baik yang ia lihat yang

ia temui dan mampu meninggalkan sisi buruk yang ia temukan.

Beliau juga mengungkapkan dalam kitab Manhaj As sawinya tentang waktu

yang baik untuk digunakan dalam belajar baik itu untuk menghafalkan yaitu pada

waktu dini hari antara tengah malam sampai waktu subuh, waktu kajian ilmu yang

baik yaitu di pagi hari, untuk menulis adalah di tengah hari, dan untuk menelaah

pelajaran dan mengulanginya kembali adalah waktu malam hari, serta beliau

mengungkapkan tempat yang baik untuk belajar menghafal terutamanya itu di

tempat yang tertutup dan setiap tempat yang jauh dari suatu yang dapat

melalaikannya dan ada satu metode yang beliau ungkapkan bahwa ketika sudah

mendapatkan suatu faedah ilmu. Maka hendaknya untuk disampaikan kepada

orang lain, sehingga Allah akan menambahkan faedah-faedah ilmu baru untuknya

dari apa yang ia belum ketahu


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pada bab ini, setelah mengkaji dan menganalisis tentang konsep pendidikan

etika guru dan siswa menurut Habib Zain bin Ibrahim bin Smith dalam kitab

Manhaj as-Sawi, penulis dapat menyimpulkan bahwa pendidikan etika bagi

seorang guru dan siswa merupakan suatu tindakan yang bersifat mendidik untuk

selalu dilakukan dalam menyalurkan ilmu kepada siswa/anak didiknya serta

pencarian faedah ilmu dan penerapan sikap terpuji dari siswa kepada gurunya.

Maka seorang guru harus memiliki kepribadian yang baik dengan mengetahui dan

menerapkan pendidikan etika agar dapat membimbing dan mendidik siswanya

dengan baik. Begitu juga dengan siswa, ia harus memiliki perangai baik dalam

berinteraksi dengan gurunya secara khidmat dan semangat dalam menimba faedah

ilmu.

Dengan pendidikan etika maka akan menimbulkan kepribadian yang baik,

seorang guru dapat dengan mudah berkomunikasi baik di lingkungan sekolah

maupun di masyarakat, bahkan dengan siswa. Begitu juga dengan siswa, akan

memiliki kepribadian baik pula dalam interaksinya baik dengan guru maupun

dengan teman-temannya. Sehingga dapat tercipta pembelajaran yang kondusif.

Diantara yang dapat peneliti simpulkan dari pemaparan bab-bab

sebelumnya antara lain:

157
157

1. Konsep pendidikan etika guru dan siswa dalam kitab Manhaj As Sawi bahwa

guru dan siswa diharapkan memiliki kepribadian dengan cara mengetahui

pendidikan etika yang layak untuk pribadinya, yaitu sebagai berikut: a) guru harus

memiliki sikap: adil, tidak sombong atau tidak malu jika tidak mengetahui

jawaban dengan berkata ‘Aku tidak Tahu’, berhati-hati dalam berfatwa, zuhud,

rendah hati, hormat (meninggalkan perdebatan dan perselisihan), menjauhi

penguasa dan lemah lembut terhadap siswa. b) siswa harus melakukan sikap:

mensucikan hati dan mengosongkan dari segala yang bertentangan dengan agama,

ikhlas karena Allah dalam menuntut ilmu, rendah hati dan khidmat kepada ulama,

mengambil faedah ilmu dari mana saja, sedikit makan dan tidur.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi pendidikan etika dalam kitab Manhaj As

Sawi diantaranya: a) Tidak memperdulikan tata krama atau etika, b) Tidak boleh

memiliki sifat mengeluh, pemarah, sombong, tidak mau belajar, dan berpikir, c)

Tidak mau membersihkan diri, menata hati dengan ikhlas, istiqomah dalam

berpegang teguh kepada Al Quran dan Al Hadits, d) gemar mencari pangkat atau

kedudukan, e) Tidak boleh memberikan jawaban atau fatwa secara serampangan

yang bisa menjerumuskan dan menyesatkan umat atau orang awam, f) Mereka

juga harus memiliki rasa tanggung jawab dan amanah atas kepercayaan diberikan

ilmu oleh Allah, g) Mereka juga tidak boleh bersikap serampangan dalam

bertindak tanpa adanya kehati-hatian dengan memikirkan terlebih dahulu Apa

dampak atau akibat yang akan ditimbulkan kedepannya.

3. Faedah yang dibutuhkan untuk keberhasilan guru dan siswa dalam pendidikan

etika di dalam kitab Manhaj As Sawi diantaranya: a) menuntut ilmu dan


158

mengajarkan ilmu tersebut sesuai kegunaannya, b) menuntut ilmu yang dapat

diterima oleh nalurinya, c) dengan totalitas semangat, d) merata dalam

mempelajarinya, e) jika mampu hendaknya mempelajari segala bidang ilmu, f)

dalam belajar tidak lepas oleh bimbingan guru, g) menghidupkan ilmu dengan

musyawarah, h) tidak menyia-nyiakan ilmu dan tidak menolak yang ingin belajar

kepadanya, i) tidak boleh ragu kalau tidak bisa untuk mempelajari suatu ilmu, j)

mengetahui batasan kemampuannya, k) tidak boleh mencampur-baurkan dalam

belajar, l) harus menjaga hak antara guru dan siswa, syarat menuntut ilmu harus

memiliki kecerdasan, semangat kuat, sungguh-sungguh, memiliki biaya, dengan

petunjuk dan bimbingan guru, dan melalui kurun waktu yang lama. Mereka juga

harus introspeksi diri dalam menilai kemanfaatan ilmu yang sudah didapatkan,

harus memberikan ilmu selayaknya dokter memberi resep obat, mengajarkan ilmu

sesuai kemampuan yang dapat ditangkap oleh siswa, menuntaskan terlebih dahulu

dalam suatu bidang keilmuan baru mempelajari bidang ilmu lainnya, mencari

faedah ilmu dari manapun dan di manapun, menyadari hakikat yang dipahami

merupakan anugerah dari Allah Swt, harus menata niat dan melihat apa buah yang

dituai dari mempelajari ilmu tersebut, mempelajarinya dengan berulang-ulang,

menyiratkan kabar gembira atau menyenangkan dalam pembelajaran, mempelajari

sesuai waktunya, menguasai pokok-pokok dalam suatu bidang ilmu yang dia

pelajari, menyampaikan kepada orang lain setelah dia mendapatkan ilmu tersebut,

dan mempersiapkan kebutuhan dalam belajarnya.

Konsep pendidikan etika dalam Manhaj as-Sawiy mencerminkan tindakan

orang yang berpengalaman, baik dari ulama Salaf maupun Khalaf. Pendidikan
159

etika guru dan siswa dalam perspektif Habib Zain bin Ibrahim bin Smith adalah

pengetahuan yang seluruh bagiannya diwujudkan dan tercermin dalam ajaran

agama Islam yang diambil dari Al-Qur'an dan Hadis. Konsep pendidikan tersebut

dikelompokkan menjadi tiga bagian yaitu: 1) Aspek yang berhubungan dengan

Allah seperti Zuhud, Tawadhu, 2) Aspek yang berhubungan dengan diri sendiri

yaitu keadilan, tidak sombong dan 3) Aspek yang berhubungan dengan siswa

yaitu rasa hormat (respek) dan lemah lembut.

Pendidikan etika dalam menciptakan kepribadian baik terhadap guru dan

siswa dalam kitab Manhaj as-Sawiy sangat diperlukan bagi keduanya.

Kepribadian yang didakwahkan dalam Manhaj as-Sawiy oleh Habib Zein bin

Ibrahim bin Smith tidak hanya sesuai dengan peraturan pemerintah, tetapi juga

memberikan kewibawaan, kharisma dan menciptakan kearifan guru untuk

memecahkan masalah yang dialami siswa sehingga siswa merasa nyaman, tenang

dan bisa belajar dengan baik.

Begitu juga yang akan diterima dan yang akan dilakukan oleh siswa, siswa

akan berlaku sopan, asyik, tenang dalam menerima pembelajaran yang kondusif

dan menarik serta merangkul karakter siswa yang dapat mendorong semangat

belajar setiap hari, karena mereka para siswa dapat merespon baik dari

keteladanan gurunya.

B. Saran
160

Setelah melalui proses penelitian dan kajian yang mendalam tentang konsep

pendidikan etika guru dan siswa dalam Manhaj as-Sawiy oleh Habib Zain bin

Ibrahim bin Smith, maka penulis memberikan beberapa saran sebagai berikut:

1. Seorang guru dan siswa harus memiliki kepribadian yang dapat direfleksikan

sebagai guru atau siswa, agar siswa tidak sekedar mendapatkan informasi, tetapi

harus berakhlak baik, dan guru merasa mudah dalam menyalurkan nilai-nilai

pendidikan dan spiritual religiusnya kepada siswa karena suasana dalam

pembelajarannya sangat kondusif

2. Guru harus menjadi teladan bagi siswanya, karena guru adalah pemimpin dan

pembimbing bagi siswanya, sedangkan siswa harus hormat, khidmat dan giat

semangat dalam menuntut ilmunya

3. Setiap sekolah/madrasah hendaknya memberikan perhatian khusus terhadap

pendidikan etika yang dapat menciptakan kepribadian dan keteladanan bagi guru

dalam rangka meningkatkan mutu pengajaran di sekolah/madrasah tersebut, serta

meningkatkan keterampilan dan budi pekerti luhur pada siswa

4. Guru tidak perlu memecahkan masalah dengan bentakan dan jeritan, sehingga

menimbulkan rasa takut pada siswa bahkan dapat melemahkan pola pikir

psikologis siswa. Seorang guru harus baik hati dan bertutur kata lembut, sopan

serta meningkatkan komunikasi (hubungan dengan siswa kapanpun dan

dimanapun agar siswa merasa aman bersama mereka). Sudah selayaknya siswa

akan merespon baik dan bersikap sopan serta khidmat baik dihadapan gurunya
161

ataupun tanpa ada gurunya karena sifat baik tersebut sudah melekat pada

kepribadiannya dan dapat dipraktikkan dalam kehidupannya sehari-hari.

RIWAYAT HIDUP

Nama : MUHAMAD ZAINURI

TTL : DEMAK, 29 Agustus 1995

Alamat : Morodemak – Bonang – Demak – Jawa Tengah, Jl. Sunan Mumbul, No.

25 Rt 002 – Rw 002

Nama Ayah dan Ibu : - Ayah : Zainul Arifin, - Ibu : Siti Asmaiyyah

Domisili Sekarang : Ponpes Babussalam, Banjarejo – Pagelaran – Malang – Jawa

Timur

Riwayat Pendidikan:

Sekolah TK : Raudhatul Athfal Morodemak

Sekolah MI : Bustanul Huda Morodemak

Sekolah MTs : Sunan Barmawi Morodemak

Sekolah SMA : Pendidikan Kesetaraan Pondok Pesantren Salafiyah Tingkat Ulya

Babussalam, Banjarejo – Pagelaran – Malang


162

Mondok di Pesantren I : Pondok Pesantren Al Anwar, Karang Mangu – Sarang –

Rembang – Jawa Tengah

Mondok di Pesantren II : Pondok Pesantren Babussalam, Banjarejo – Pagelaran –

Malang – Jawa Timur

Melanjutkan Jenjang Perguruan Tinggi : Universitas Islam Raden Rahmat Malang

– Jawa Timur Mulai 2019 hingga selesai


DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, M. A. (2002). The Idea of Universality of Etichl Norms in Ghazali and


Kant. Turki: Turkiye Diyanet Vakfi.
Abdullah, S. (2015). Etika Pendidikan . Jakarta : Raja Grafindo Persada .
Ahmadi, A. (2015). Ilmu Pendidikan . Jakarta : Rineka Cipta .
Amin, A. (n.d.). Kitab Al-akhlak . Kairo : Maktabah Dar Al Kitab Al Mishriyyah
bi Qohirah.
Anwar, S. (2001). Metode Penelitian . yogyakarta : Pustaka Pelajar Offiset .
As Suyuthi, J. A. (2014). Al Jami' As-Shoghir . Beirut : Dar Al kutub Al ilmiah .
Asy'ari, M. H. (2020). Terjemah Adabul Alim Wal Muta'allim/ Pendidikan Akhlak
Untuk Pengajar dan Pelajar. Jombang: Pustaka Tebuireng dan Bina Ilmu
Cukir.
Bogdan, & Robert . (1982). Qualitative Research for Education: An Introduction
to Theory and Metodhs . London : Allyn and Bacon .
Bukhori, A. (2001). Kitab As-shohih Al- Jami' Al Bukhori . Beirut : Darul Fikr .
Buthi, M. S. (2010). This My Father . Beirut : Dar Al Fikr .
Djamarah, S. B. (2000). Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif . Jakarta :
Rineka Cipta .
Fitria, R. (2016, Agustus ). Retrieved from ww.google.co.id/search?
q=hermeneutika
Hajar, I. (1996). Dasar - Dasar Metodelogi Penelitian Kuantitatif dalam
Pendidikan . Jakarta : Raja Grafindo Persada .
Hamalik, O. (n.d.). Kurikulum dan Pembelajaran . Jakarta : Bumi Aksara .
Handayani, P. T. (2011). Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Praktis . Surabaya :
Giri Utama .
Harahap, & Syafri , S. (2001). Tips Menulis Skripsi dan Ujian Komprehensif .
Jakarta : Quantum .
Haris, A. (2019). Etika Hamka . Yogyakarta : Elkis .
Hasan, M. T. (2012). Pendidikan Anak Usia Dini dalam Keluarga . Jakarta : Mitra
Abadi Press.

137
164

Hasbullah. (2012). Dasar - Dasar Ilmu Pendidikan . Jakarta : Raja Grafindo


Persada .
Helmawati. (2014). Pendidikan Keluarga . Bandung : Remaja Rosdakarya.
Hidayat, W. (2018, Februari 4). Retrieved from m.republika.co.id
Imron, A. (1996). Kebijakan Pendidikan di Indonesia . Jakarta : Bumi Aksara .
Ismail, M. b. (2009). Kitab Adabul Mufrod ( Kumpulan Hadits-Hadits Akhlak ).
Jakarta : Pustaka Al-Kautsar .
Jacobsen. (2009). Methods For Teaching / Metode - Metode Pengajaran
Meningkatkan Belajar Siswa TK-MA. Yogyakarta : Pustaka Pelajar .
Jamaluddin, M. (1995). Mauidhotul Mu'minin . Beirut : Dar Al fikr .
Kamal, Z. (1999). Sebuah Pengantar Tahdzib Al Akhlak . Bandung : Mizan .
Kaplan, & David , M. (2010). Teori kritis Paul Ricouer . Yogyakarta : Pustaka
Utama Yogyakarta .
Khalim, A. D. (2020). Urgensi Materi Pemebelajaran Akhlak KH> Hasyim
Asy'ari dalam Menghadapi Tentangan Pembelajaran Abad 21. 2(2).
Mahmud. (2011). Metode Penelitian Pendidikan . Bandung : CV. Pustaka Setia .
Mahmud. (2013). Profesi Tenaga Kependidikan . Bandung : Pustaka Setia .
Moleong, & Lexy. (2008). Penelitian Kualitatif . Bandung : PT. Remaja Rosda
Karya .
Mufid, M. (2012). Etika dan Filsafat Komunikasi . Jakarta : Kharisma Putra
Utama .
Mukhid, A. (2016, Desember ).
Musa, M. Y. (1963). Falsafah Al Akhlak fi Al Islam . Kairo : Muassasah Al
Khaniji bi Al Qohirah .
Nasution, H. S. (1999). Filsafat Islam . Jakarta: Gaya Media Pratama.
Nurhayati, I. (n.d.). Retrieved from scholar.google.com
Ramdhani, J. (2018, April 20). Retrieved from news.detik.com
Ricauer, & Paul . (2012). Hermeneutika ilmu Sosial . Bantul : Kreasi Wacana .
Rusydie, s. (2012). Tuntutan Menjadi Guru Favorit . Jakarta : Buku Kita .
Salam, A. (2018). Kitab Ibanatu Al - Ahkam Syarh Bulugh Al - Marom . Surabaya
: Al - Bidayah .
165

Samani, M. (2011). Konsep dan Model Pendidikan Karakter . Sidoarjo :


Universitas Muhammadiyah Sidoarjo.
Sudirman. (2012). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar . Bandung : Raja
Grafindo Persada .
Suyono. (2014). Belajar dan Pembelajaran Teori dan Konsep Dasar . Bandung :
PT. Remaja Rosda Karya .
Syahlani, A. W. (2009). Pendidikan Agama Islam SMP Kelas VII. Bandung: CV.
Arvino Raya.
U.D, H. (2018). Konsep Pendidikan Karakter dalam Perspektif Islam. Ta'bid:
Jurnal Pendidikan Islam .
UUD 1945 yang telah teramandemen . (2009). Surabaya : Nidya Pustaka .
166

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Kitab dan Buku Rujukan Referensi

Kitab Manhaj As-sawi Kitab Tafsir An-Nawawi

Terjemah Ta’limul Muta’allim Buku Pendidikan Akhlak


167

Buku Ilmu Pendidikan Buku Pendidikan Usia Dini


dalam Keluarga

Buku Metode Kepustakaan Buku Metode Penelitian


Kepustakaan

Anda mungkin juga menyukai