Anda di halaman 1dari 18

MELANOMA MALIGNA PADA MUKOSA HIDUNG:

Pentingnya diagnosis dini dan penatalaksanaan yang tepat

Adisti Mega Rinindra

ABSTRAK
Melanoma maligna dari mukosa hidung dan sinus paranasal adalah tumor langka
dengan etiologi yang belum pasti, perilaku biologis tumor yang tak terduga dan
prognosis buruk. Tidak seperti melanoma kulit, tidak ada faktor risiko khusus dan
penyakit ini sering ditemukan pada pasien yang lebih tua, dengan keluhan klinis
yang tidak spesifik. Gejala yang sering timbul berupa obstruksi hidung, rhinorrhea
dan epistaksis. Penyakit ini sering terdiagnosis pada stadium yang telah lanjut
sehingga menyebabkan kesulitan untuk operasi. Tumor ini bersifat agresif dengan
prognosis buruk karena kekambuhan lokal dan seringnya metastasis jauh.
Dilaporkan satu kasus mukosa melanoma ganas pada wanita berusia 55 tahun
yang pada awalnya didiagnosis sebagai “neuroblastoma olfactorius” tingkat 3
yang telah dilakukan maksilektomi medial, namun tumor tidak sepenuhnya bersih.
Perawatan lebih lanjut, pasien menjalani kemoradiasi dan debulking tumor dengan
pendekatan endoskopi. Pasien didiagnosis melanoma maligna setelah hasil
pemeriksaan imunohistokimia keluar. Tumor cepat membesar mengenai orbita
kontralateral. Dilakukan kemoterapi dan meninggal 2 bulan kemudian.

Kata kunci: Melanoma maligna mukosa hidung, pemeriksaan histopatologi,


pembedahan. radioterapi, kemoterapi

ABSTRACT
Malignant melanoma of nasal mucosa and paranasal sinus is a rare tumor of
uncertain aetiology, unpredictable biologic behavior and bad prognosis. Unlike
skin melanomas, there are no risk factors and the disease is frequently manifested
in older patients, whose clinical otorhinolaryngology complaints are normally
non-specific and ranges from nasal obstruction, rhinorrhea and epistaxis.
Unfortunately, this disease is diagnosed basically in advanced stages which cause
difficulty for surgery. This tends to be an aggressive tumor with poor prognosis
because of distant metastasis and loco-regional recurrence. One case of mucosal
malignant melanoma in a 55 years old female, at first diagnosed with olfactory
neuroblastoma grade 3 has been done medial maxillectomy, and the tumor was
not resected completely.. The patient was then diagnosed with melanoma maligna
after the histologic examination result came out. The patient was submitted to
chemotherapy and died 2 months later.

Keywords: Mucosal malignant melanoma, histopathologic examination, surgical


excision, radiotherapy, chemotherapy,

PENDAHULUAN tipe, tipe melanoma kulit dan


Melanoma maligna adalah tumor melanoma mukosa. Melanoma
yang berasal dari transformasi mukosa pada kulit memiliki beberapa
melanosit pada lapisan basal mukosa. subtipe, seperti Superficial Spreading
Melanoma maligna memiliki dua Melanoma (SSM), Nodular

Universitas Indonesia | 1
Melanoma, Lentigo Maligna, Acral Gejala tumor melanoma maligna
Lentigous Maligna, Subungual pada mukosa tidak spesifik,
Melanoma, dan Desmoplastic tergantung lokasi dari tumor,
Melanoma.1, 2 sehingga seringkali diagnosis tumor
menjadi terlambat.4 Salah satu
Kasus pertama tumor melanoma karakteristik yang paling penting dari
maligna sinonasal dilaporkan oleh melanoma maligna pada mukosa
Lucke pada tahun 1869 dan telah adalah perjalanan klinis yang tak
dilaporkan terjadi sekitar 2-8% dari terduga. Tumor ini invasif dalam
tumor sinonasal. Kekerapan tumor beberapa kasus, cepat menyebar
melanoma maligna di kepala dan secara regional dan sistemik. Pada
leher terdapat lebih dari 90% pada beberapa kasus lain didapatkan
kulit, 5% di mata, 2,2% lesi primer kekambuhan yang fatal setelah 5
belum diketahui dan hanya 1,3% tahun dari diagnosis awal atau
yang terjadi di mukosa. Melanoma bahkan setelah 10 tahun.3
maligna mukosa (MMM) hidung dan
sinus paranasal sangat jarang terjadi, Diagnosis dini dikonfirmasi oleh
hanya sekitar 0.5-3% dari seluruh imunohistokimia dan pembedahan
melanoma maligna. MMM pada radikal menawarkan harapan terbaik
saluran pernapasan atas lebih sering untuk menyembuhkan penyakit.
terjadi pada pria dibandingkan pada Melanoma maligna bisa salah
wanita. Melanoma pada mukosa jauh didiagnosis sebagai polip atau
lebih agresif daripada melanoma di papiloma inverted. Laporan
kulit dengan prognosis jauh lebih histopatologi dapat menyerupai
buruk, sulit diprediksi, dan sering tumor lainnya seperti tumor limfoma,
menyebabkan kematian.2 sarkoma, dan tumor berdiferensiasi
buruk. Pemeriksaan imunohistokimia
Tiga dekade terakhir terlihat memberikan diagnosis yang akurat.2,
4
peningkatan kejadian melanoma kulit
dan telah teridentifikasi beberapa
faktor risiko melanoma kulit seperti Terdapat beberapa perbedaan
paparan sinar matahari yang tinggi, pendapat mengenai modalitas terapi
jumlah dan jenis nevus melanositik tumor melanoma maligna karena
dan riwayat keluarga yang menderita kelangkaan tumor ini. Pembedahan
melanoma. Pada melanoma mukosa, eksisi lokal luas merupakan pilihan
tidak ada faktor resiko yang terbukti terapi saat ini. Rinotomi lateral,
menjadi predisposisi penyakit maksilektomi, rinotomi total, atau
maupun meningkatkan insiden akibat reseksi kraniofasial dilakukan
2
faktor-faktor resiko tersebut. tergantung luasnya tumor.
Melanoma mukosa dapat terjadi pada
berbagai macam ras dan dari lokasi Peran radioterapi pasca operasi
geografis yang beragam, masih kontroversial. Tidak ada
menunjukkan bahwa kerentanan kulit perbedaan pada angka ketahanan
dan paparan cahaya matahari bukan hidup pasien yang diberikan
merupakan faktor risiko untuk jenis radioterapi pasca operasi dengan
melanoma pada mukosa.3 yang tidak diberikan radioterapi.
Peran kemoterapi juga terbatas dan
umumnya untuk terapi paliatif.4

Universitas Indonesia | 2
ANATOMI kribriformis berlubang-lubang, kira-
Hidung luar dibentuk oleh kerangka kira 10-12 lubang pada masing-
tulang dan tulang rawan yang dilapisi masing sisi tempat saraf olfaktorius
oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa menuju rongga tengkorak.
otot kecil yang berfungsi untuk Permukaan bawah daerah ini diliputi
melebarkan atau menyempitkan oleh lapisan epitel sensoris
rongga hidung. Rongga hidung atau olfaktorius yang meluas ke sekitar
kavum nasi berbentuk terowongan mukosa septum dan konka superior.
dari depan ke belakang, dipisahkan Ketebalan lamina kribriformis hanya
oleh septum nasi di bagian tengah.5 1-2 mm tetapi pada daerah
perlekatan dengan atap sinus ethmoid
Septum nasi dibentuk oleh tulang yaitu pada tepi lateral kribriformis
dan tulang rawan. Bagian tulang dindingnya sangat tipis sekali
dibentuk oleh lamina perpendikularis sehingga merupakan daerah yang
os ethmoid, os vomer, krista nasalis mudah tertembus ke durameter
os maksila, dan krista nasalis os selama pembedahan sinus etmoid.7
palatina. Bagian tulang rawan adalah
kartilago septum dan kolumela.5 Regio mukosa hidung, terdiri dari
regio respiratorius (mukosa
Dinding superior atau atap hidung pernapasan) dan regio olfaktorius
sangat sempit dan dibentuk oleh (mukosa penghidu). Mukosa
lamina kribiformis, yang pernapasan terdapat pada sebagian
memisahkan rongga tengkorak dari besar rongga hidung dan permukaan
rongga hidung. Lamina kribiformis dilapisi oleh epitel torak berlapis
merupakan lempeng tulang berasal semu yang mempunyai silia dan
dari os etmoid. Tulang ini berlubang- diantaranya terdapat sel-sel goblet.
lubang tempat masuknya serabut- Regio olfaktorius terletak didaerah
serabut saraf olfaktorius. Di bagian kribriformis dan dapat meluas ke
posterior, atap rongga hidung bagian atas septum nasi dan konka
dibentuk oleh os sphenoid.5 superior adalah area yang kecil
berukuran kira-kira 2,5 cm2 serta
merupakan satu-satunya daerah
tubuh dimana suatu lanjutan sistem
saraf pusat dapat kontak langsung
dengan area ini. Mukosa dilapisi oleh
epitel torak berlapis semu tidak
bersilia. Mengandung secara total
kira-kira 50 juta sel reseptor sensoris
primer. Terdapat tiga jenis sel utama
Gambar 1. Lamina kribiformis dan yaitu, sel basal, sel penyokong dan
serabut saraf olfaktorius6 sel reseptor olfaktorius.5, 7

Pada permukaan superior lamina Bagian atas rongga hidung mendapat


kribiformis pada garis tengah perdarahan dari arteri etmoid anterior
merupakan Krista Galli yang pada dan posterior yang merupakan
bagian superior terdapat tonjolan cabang dari arteri oftalmika dari
tulang yang memisahkan bulbus arteri karotis interna. Arteri
olfaktorius kiri dan kanan. Lamina etmoidalis anterior memberi

Universitas Indonesia | 3
perdarahan pada sepertiga bagian KEKERAPAN
depan dinding lateral rongga hidung
serta septum nasi dan arteri Melanoma maligna adalah keganasan
etmoidalis posterior memperdarahi kulit yang sering terjadi, dengan
konka superior dan sebagian kecil insiden sekitar 15% hingga 33%
septum nasi.5, 7 tumor ini terjadi di daerah kepala dan
leher. Melanoma maligna mukosa
Bagian depan dan atas rongga hidung traktus sinonasal jarang terjadi,
mendapat persarafan sensoris dari berkisar antara 0,3%-2% dari seluruh
nervus etmoidalis anterior, yang melanoma maligna dan sekitar 4%
merupakan cabang dari nervus dari melanoma di kelapa dan leher.
etmoidalis anterior, yang merupakan Lokasi primer melanoma maligna
cabang dari nervus nasosiliaris, yang mukosa adalah di kavum nasi, sinus
berasal dari nervus oftalmikus. paranasal, nasofaring (traktus
9
Ganglion sfenopalatina, selain sinonasal), dan rongga mulut.
memberikan persarafan sensoris,
juga memberikan persarafan Melanoma maligna dapat menyerang
vasomotor atau otonom untuk semua umur dengan insiden paling
mukosa hidung. Ganglion ini banyak pada usia di atas 40 tahun,
menerima serabut saraf sensoris dari dengan predileksi sedikit lebih
nervus maksila, serabut parasimpatis banyak pada laki-laki Usia rata-rata
dari nervus petrosus superfisialis pasien tumor melanoma maligna
mayor, dan serabut saraf simpatis mukosa adalah sekitar usia 60 tahun,
dari nervus petrosus profundus. dengan rentang usia 20 tahun hingga
90 tahun.10, 11

HISTOPATOLOGIS
Melanoma maligna pada mukosa
hidung secara makroskopik
merupakan tumor dengan massa
yang besar, tebal, rapuh dan mudah
berdarah bila dimanipulasi.
Penampilan klinis dari tumor ini sulit
dibedakan dari poliposis jinak,
terutama pada tumor amelanotik.
Warnanya biasanya putih, coklat atau
Gambar 2. Jaras penciuman8
hitam. Konsistensi padat, rapuh atau
lunak seperti agar-agar.2, 4
Fungsi penghidu berasal dari nervus
olfaktorius. Saraf ini turun melalui
Penampakan histopatologis
lamina kribosa dari permukaan
melanoma pada mukosa kepala dan
bawah bulbus olfaktorius dan
leher bervariasi. Sel-sel tumor dapat
kemudian berakhir pada sel-sel
berupa plasmasitoid, sarkomatoid
reseptor penghidu pada mukosa
(sel spindel), atau epitelioid. Tumor
olfaktorius di daerah sepertiga atas
ini tumbuh dalam bentuk lembaran
hidung.5
atau sarang-sarang sel poligonal
dengan ukuran bervariasi, memiliki
inti vesikuler dan nukleolus

Universitas Indonesia | 4
menonjol. Sel spindel mendominasi DIAGNOSIS
pada beberapa kasus. Kandungan Diagnosis melanoma maligna
pigmen melanin bervariasi mulai dari ditegakkan berdasarkan anamnesis,
tumor yang penuh dengan pigmen gambaran klinis atau pemeriksaan
hingga tumor yang amelanotik. fisik, dan pemeriksaan penunjang
Melanoma desmoplastik, pertama berupa pemeriksaan radiologi dan
kali dijelaskan oleh Conley pada histopatologi. Diagnosis pasti
tahun 1971, jarang timbul di mukosa ditegakkan berdasarkan pemeriksaan
kepala dan leher. Tumor ini terdiri histopatologi.13
dari sel amelanotik, fasikula yang
tidak berbatas tegas dan kumpulan Gejala Klinis
sel spindel dengan inti hiperkromatik Melanoma maligna pada mukosa
inti dengan stroma fibrosa padat, tidak berhubungan dengan iritasi
dapat menyerupai neoplasma kronis, infeksi, atau alergi.
lainnya, seperti fibrosarkoma, Melanoma maligna pada mukosa
malignant peripheral nerve sheath hidung dapat berasal dari septum
tumors, dan sarkoma sel spindel.10, 12 nasi (41%), konka media (29%),
konka inferior (23%), dinding lateral
rongga hidung (7%), dan jarang pada
atap atau bagian dasar rongga hidung
(1%). Melanoma maligna yang
timbul pada sinus paranasal adalah
karena perluasan tumor.14

Melanoma mukosa sinonasal


memiliki gejala khas epistaksis yang
paling sering terjadi, selain itu juga
Gambar 3. Pigmen melanin fokal pada
dapat terjadi sumbatan hidung,
mukosa epitel melanoma maligna (kiri).
Pigmen melanin hampir sepenuhnya
deformitas wajah, nyeri wajah,
mengaburkan fitur sitologi sel spindel rinore, dan proptosis dengan
melanoma maligna (kanan)9 diplopia. Diagnosa seringkali
terlambat karena gejalanya yang
kurang spesifik.14, 15
A B
Sinus paranasal letaknya berdekatan
dengan orbita, sehingga lesi pada
sinus paranasal dapat memberikan
C D gejala pada mata. Pada kasus
gangguan penglihatan karena
terdapat sinus mukokel pada sinus
paranasal, visus dapat membaik bila
mendapat terapi yang tepat. Pada
Gambar 4. Subtipe histologis tumor sinus sfenoid, letak berdekatan
melanoma maligna (A) spindel, (B) dengan sinus kavernosus, sehingga
epiteloid, (C)plasmasitoid, (D) sel biru lesi ganas disini dapat merusak dasar
bulat kecil11 tengkorak dan memberikan
kerusakan lebih lanjut.16

Universitas Indonesia | 5
Pemeriksaan Penunjang
Tomografi komputer (TK) digunakan
untuk mengevaluasi tumor primer
dan kelenjar getah bening leher.
Pencitraan resonansi magnetik
berguna untuk mengevaluasi
perluasan tumor sinonasal, terutama
bagi yang mungkin melibatkan
penyebaran ke dasar tengkorak atau
menunjukkan adanya penyebaran
intrakranial. Foto toraks digunakan
untuk mendeteksi metastasis paru. Gambar 5. Potongan sagital resonansi
Pemeriksaan tambahan dapat magnetik tanpa kontras T1-weighed
diindikasikan untuk mendeteksi menunjukkan massa menjadi isointens19
metastasis jauh termasuk resonansi
magnetik otak, tomografi komputer
daerah dada, bone scan, atau position
emission tomography scan (PET-
Scan),10

Penampakan melanoma pada


tomografi komputer (TK) tidak
spesifik (berupa massa yang
berwarna pekat secara homogen),
sehingga beberapa penulis
menyarankan penggunaan pencitraan
resonansi magnetik untuk
Gambar 6, Resonansi magnetik
mendiagnosis melanoma maligna. potongan axial tanpa kontras T2-
Melanin memiliki sifat paramagnetik weighted menunjukkan massa sedikit
yang dapat mempengaruhi sinyal dan hiperintens19
menghasilkan pola intensitas
karakteristik pada MRI. Kadar Secara mikroskopis, terdapat dua
melanin yang berlebih pada pola histopatologis yang dapat
melanoma maligna mukosa dapat digambarkan, yang pertama, sebuah
terdeteksi menggunakan resonansi pola insitu di mana neoplasma
magnetik dimana akan tampak terbatas pada epitel dan
gambaran khas hiperintensitas pada jaringan epitel-ikat, dan yang kedua
T1-weighed dan hipointensitas pada pola invasif di mana neoplasma
T2-weighed. Hal ini diduga terkait ditemukan dalam jaringan ikat
dengan ion logam chelated atau penyangga. Sel-sel tumor dapat
radikal bebas yang diketahui ada berupa plasmasitoid, sarkomatoid
dalam melanin. Meski pola intensitas (sel spindel), atau epitelioid 20
pada MRI spesifik untuk melanoma
mukosa, namun gambaran ini tidak Variasi histomorfologi dari
ditemukan pada melanoma yang melanoma seringkali menyulitkan
amelanotik.15, 17, 18 dalam membuat diagnosis melanoma
terutama karena beberapa spesimen
melanoma memiliki kadar melanin

Universitas Indonesia | 6
yang rendah. Oleh sebab itu STADIUM
diperlukan analisis imunohistokimia Sistem staging untuk melanoma kulit
untuk menyingkirkan keganasan sel seperti yang ditetapkan oleh
epiteloid atau sel spindel.21 klasifikasi Clark tidak dapat
diterapkan untuk staging melanoma
Diagnosis pasti ditegakkan hanya pada mukosa karena tidak adanya
dengan imunohistokimia dari landmark histopatologis yang analog
spesimen bedah dengan hasil dengan dermis papiler dan retikuler
pewarnaan positif pada S-100, HMB dermis sebagai nilai prognostik
45, tirosinase, melan A, dan berbagai tingkat invasi. Berikut ini
vimentin, dan hasil negatif untuk adalah sistem yang sudah cukup
cytokeratin dan antigen membran untuk menentukan staging melanoma
epitel. Melanoma bereaksi keras mukosa:10, 20
dengan subunit alpha dari S-100, 1. Stadium I : tumor terlokalisir
yang merupakan protein pengikatan 2. Stadium II: metastasis ke daerah
kalsium ditemukan dalam jaringan limfatik
saraf. Namun protein ini juga 3. Stadium III: metastasis jauh
terdapat pada berbagai sel normal
dan sel neoplastik. Frekuensi Kedalaman invasi dalam tumor
imunoreaktivitas S-100 dalam stadium I mungkin berguna untuk
melanoma mukosa bervariasi antara memprediksi hasil. The Memorial
86-100%.20 2, 10 Sloan Kettering Cancer Center
mengusulkan sistem mikrostaging
untuk melanoma mukosa stadium I
berdasarkan anatomi arsitektur
mukosa, sebagai berikut:
1. Tingkat I : Melanoma mukosa in
situ tanpa invasi atau dengan
mikroinvasi
2. Tingkat II : Invasi ke lamina
propria
3. Tingkat III : Invasi mendalam ke
Gambar 7. (A) Pemeriksaan IHK tulang, tulang rawan, atau otot
menunjukkan hasil positif untuk HMB rangka
45, (B) IHK positif untuk S1004
Thompson et al9 pada penelitiannya
DIAGNOSIS BANDING mencoba membuat sistem staging
Neoplasma sel bulat kecil dari berdasarkan sistem TNM sebagai
saluran sinonasal sering upaya untuk menghasilkan informasi
menghasilkan kesulitan diagnostik statistik yang signifikan dengan
yang cukup besar. Diferensial menggabungkan penilaian staging
diagnosis tumor sel bulat biru kecil dari ukuran tumor (tingkat
pada saluran sinonasal termasuk mikrostaging menurut Clark dan
neuroblastoma olfaktorius, ketebalan tumor menurut Breslow
karsinoma neuroendokrin sinonasal dikutip oleh Thompson et al9),
tidak berdiferensiasi, sarkoma Ewing keterlibatan anatomi lokal (kategori
atau tumor neuroectodermal perifer T menurut Kadish et al22 dan
dan rabdomiosarkoma.12 Freedman yang dikutip oleh

Universitas Indonesia | 7
Thompson et al9), dan pentingnya mikrotubular. Imunoterapi saat ini
metastasis jauh (Ballantyne dan efektif hanya dalam persentase kecil
Chang et al15) menjadi sistem staging dari pasien dengan melanoma ganas.
yang mudah diterapkan, menyerupai Peningkatan tingkat respons diamati
konsep TNM.9 ketika interleukin 2 (IL-2) dan
interferon-alfa (IFN-a) digunakan
dengan cisplatin.20

PROGNOSIS
Melanoma maligna pada mukosa
merupakan tumor yang agresif dan
secara keseluruhan prognosis dan
tingkat kelangsungan hidup berkisar
antara 10-40% dengan rata-rata
Tabel 1. Sistem staging yang diusulkan kelangsungan hidup 21-24 bulan.
untuk Melanoma Maligna Mukosa pada Faktor prognosis yang buruk dapat
traktus sinonasal dan nasofaring9 dilihat dari adanya metastasis lokal
dan jauh, kekambuhan lokal, invasi
PENATALAKSANAAN vaskular, sel yang bermitosis,
Terapi utama pasien dengan ulserasi, dan lesi primer kedua.
melanoma mukosa kepala dan leher Prediktor paling kuat adalah tidak
adalah operasi, yang memerlukan adanya kelenjar getah bening
reseksi lengkap dari tumor primer regional. Faktor lain yang berperan
dan setiap kelenjar getah bening memperburuk prognosis adalah
leher yang positif. Radioterapi pasca keterlambatan dalam mendeteksi
operasi harus dipertimbangkan untuk dan diagnosis histopatologis yang
mengurangi kemungkinan kurang akurat akibat kelangkaan
kekambuhan lokal-regional.10 tumor ini.2, 11
Prosedur bedah yang yang dapat
dilakukan seperti rinotomi lateral, Kerr dkk11 melaporkan dalam
maksilektomi, rinektomi total atau penelitiannya bahwa mayoritas
reseksi kraniofasial dapat dilakukan pasien (82%) mengalami
tergantung perluasan tumor.2 kekambuhan lokal. 71% dari pasien
mengalami metastasis regional atau
Pembedahan dapat diikuti dengan metastasis jauh. Pasien dengan
radiasi atau kemoterapi sistemik metastasis (91%) meninggal karena
dengan atau tanpa imunoterapi. penyakit pada periode tindak lanjut.11
Radioterapi atau kemoterapi dengan
atau tanpa imunoterapi dapat FOLLOW UP
meningkatkan angka ketahanan Tatalaksana follow up melanoma
hidup 5 tahun sebesar 48%.23 maligna mukosa berdasarkan NCCN
(National Comprehensive Cancer
Kemoterapi / imunoterapi biasanya Network) tahun 201224, perlu
digunakan dengan maksud sebagai dilakukan pemeriksaan setiap 1-3
adjuvan atau paliatif. Kemoterapi bulan di tahun pertama, setiap 2-6
yang paling sering digunakan adalah bulan di tahun kedua, setiap 4-8
dacarbazine, analog platinum, bulan pada tahun ke-3 hingga tahun
nitrosoureas, dan toksin

Universitas Indonesia | 8
ke-5, dan setiap 12 bulan sekali
setelah tahun ke-5.24

LAPORAN KASUS
Pasien perempuan berusia 55 tahun
datang ke poliklinik THT RSCM sub
bagian Onkologi bulan Oktober 2013
dengan surat rujukan dari RS Gambar 8. Foto TK SPN di RS Panti
Sardjito pro radioterapi. Keluhan Rapih
awal berupa rasa baal di jidat dan
nyeri pada mata kanan. Pertama kali Pemeriksaan fisik didapatkan tanda
pasien ke dokter Mata dan dikatakan vital dalam batas normal. Pada
normal. Tidak ada pandangan dobel, pemeriksaan telinga dan tenggorok
nyeri kepala, mual muntah, gangguan tidak didapatkan kelainan. Pada
pendengaran ataupun gangguan pemeriksaan rinoskopi serat lentur
penghidu. Pasien kemudian dirujuk didapatkan kavum nasi kanan dan
ke dokter THT dan dilakukan kiri lapang, konka inferior eutrofi,
Tomografi Komputer, dikatakan ada konka media tampak massa torus
tumor. Pasien lalu dirujuk ke RS tubarius menonjol, fossa rosenmuller
Sardjito, dilakukan biopsi dan cekung dan tidak tampak massa di
operasi maksilektomi medial pada nasofaring.
bulan September 2013. Pasca operasi
pasien merasa tebal di dahi serta Pemeriksaan TK sinus paranasal di
kelopak mata kanan berubah dan RSCM tanggal 2 Oktober 2013
pasien tidak bisa mencium apapun. didapatkan kesimpulan masih
Dari hasil patologi anatomi (PA) tampak massa jaringan lunak di sinus
tanggal 9 September 2013 frontal kiri, sinus ethmoid kanan dan
didapatkan hasil Neuroblastoma kiri, serta kavum nasi kiri dengan
Olfaktorius grade III. erosi dinding posterior sinus frontalis
kiri, serta destruksi dinding medial
Hasil pemeriksaan Tomografi orbita kiri. Sinusitis maksilaris kiri,
Komputer (TK) sinus paranasal sfenoidalis bilateral, dan etmoidalis
potongan aksial, koronal, dan sagital kanan. Defek os frontal sisi kanan
pada tanggal 01 Juli 2013 di RS (post op).
Panti Rapih dengan kesimpulan
massa di sinus ethmoidalis dextra
yang meluas ke sinistra dan ke sinus
frontalis yang mendestruksi dinding
sinus ethmoidalis dextra dan dinding
sinus frontalis. Hasil pemeriksaan
imunohistokimia (IHK) tanggal 24
Juli 2013 di UGM didapatkan hasil
S100 dan NSE terpulas positif kuat,
menyokong diagnosis neuroblastoma
olfaktorius.
Gambar 9. CT scan SPN bulan Oktober
2013

Universitas Indonesia | 9
Berdasarkan hasil tumor meeting kavum nasi tertutup massa tumor
tanggal 4 Oktober 2013, pasien mulai dari konka media, struktur lain
direncanakan konsul IPD tidak dapat dinilai. Pasien diberikan
Hematologi-Onkologi Medik (HOM) terapi Fluticasone furoate nasal spray
untuk rencana kemoterapi untuk 2 x 2 semprot serta rencana untuk
mengecilkan massa tumor, kemudian review tomografi komputer (TK)
akan dievaluasi kembali apakah akan terbaru. Hasil konsul Mata,
dilanjutkan operasi atau radiasi. Serta didapatkan lagoftalmus, retinopati
konsul Mata untuk evaluasi kelainan hipertensi grade I. Disarankan untuk
di bidang Mata. dilakukan TK orbita dengan kontras,
serta diberikan tetes mata kemicetin
Hasil konsultasi ke Mata tanggal 8 dan lid tapping. Hasil konsul
Oktober 2013 didapatkan hasil Radioterapi, berdasarkan hasil tumor
neuroblastoma olfaktorius dengan meeting tanggal 19 November 2013,
perluasan ke orbita. Saat ini tidak ada pasien direncanakan untuk
tindakan khusus di bidang Mata. radioterapi mulai tanggal 19
Terapi sesuai THT. November 2013. Rencana
kemoterapi ditunda karena tidak
Hasil konsultasi ke IPD HOM pada respon, diganti dengan radiasi.
tanggal 16 Oktober 2013, pasien Setelah mendapat radiasi 4x, pada
direncanakan untuk kemoterapi 3 tanggal 22 November 2013 pasien
siklus dilanjutkan dengan boleh rawat jalan.
kemoradiasi. Tiap siklus ada jeda 3
hingga 4 minggu. Pasien kemudian Hasil tomografi komputer orbita,
menjalani kemoterapi siklus pertama orofaring, nasofaring tanggal 20
sejak tanggal 18 Oktober 2013 November 2013, dibandingkan
hinggga 20 Oktober 2013. dengan TK tanggal 2 Oktober 2013,
Kemoterapi yang diberikan berupa didapatkan kesimpulan ukuran massa
Cisplatin 120 mg dan Etoposide 160 membesar, tampak perluasan ke
mg. Pasca kemoterapi siklus intrakranial lobus frontalis bilateral,
pertama tidak didapatkan keluhan dan intraorbita bilateral terutama
mual muntah, demam, atau diare. kanan.

Pada tanggal 12 November 2013


pasien kembali dirawat oleh IPD
HOM untuk kemoterapi siklus
kedua. Satu minggu sebelum dirawat,
sempat ada keluhan mimisan dari
kedua hidung, menjadi tersumbat
pada kedua hdung disertai gangguan
penciuman. Mata kanan tampak
semakin menonjol. Pasien kemudian
direncanakan review ulang patologi
anatomi (PA) serta dikonsulkan ke
Mata, THT, dan Radioterapi. Hasil
konsul ke THT Onkologi, dari
pemeriksaan fisik ditemukan kedua
Gambar 10. TK bulan November 2013
kavum nasi sempit, serta tampak
menunjukkan massa tumor yang meluas.

Universitas Indonesia | 10
Berdasarkan hasil TK terbaru, pasien mulai dari meatus media sehingga
direncanakan oleh Onkologi THT struktur lain tidak dapat dievaluasi.
untuk debulking massa tumor per
endoskopi di OK IBP. Pada tanggal 12 Desember 2013,
pasien kontrol ke poli Onkologi THT
Tanggal 2 Desember 2013 dilakukan membawa hasil review slide PA
debulking tumor dan bedah sinus yang dibawa dari RS Sardjito. Hasil
endoskopi fungsional (BSEF) review PA tanggal 14 November
lanjutan. Dipasang tampon adrenalin 2013 histologik sesuai dengan
pada kavum nasi dekstra dan sinistra, gambaran tumor ganas yang sulit
tampak massa memenuhi kavum ditentukan jenisnya. Sudah
nasi. Massa berwarna kehitaman, didiskusikan bersama-sama,
mudah berdarah. Massa diangkat kemungkinan karsinoma
sedikit demi sedikit menggunakan berdiferensiasi buruk. Melanoma
kauter bipolar. Pada kavum nasi malignum atau limfoma belum dapat
dekstra tampak massa memenuhi diabaikan. Saran pulasan
meatus media, sinus etmoid anterior imunohistokimia untuk konfirmasi.
dan posterior, sinus sfenoid hingga Hasil PA debulking tumor 2
ke nasofaring. Massa dilepaskan Desember 2013 perendoskopi
dengan menggunakan kauter bipolar, didapatkan kesimpulan tumor ganas
masih tampak sisa massa di sangat mencurigakan Melanoma
kompleks osteomeatal dan bagian Malignum. Disarankan pulasan
superior kavum nasi dekstra. Pada imunohistokimia. Hasil pulasan
kavum nasi sinistra, massa imunohistokimia hasil positif untuk
memenuhi meatus media, etmoid, HMB-45, Melan-A, S100, LCA,
hingga ke rongga nasofaring. Massa sinaptofisin dan negatif untuk
dilepaskan dengan kauter bipolar, chromogronin, AE 1/3, mendukung
masih tampak sisa massa di sinus ke arah melanoma maligna.
frontal, etmoid, dan bagian superior
kavum nasi. Perdarahan dirawat Hasil pencitraan resonansi magnetik
dengan surgical cell dan spongostan, pada tanggal 22 Januari 2014
lalu ditampon dengan netcell 1/1. dibandingkan dengan tomografi
komputer tanggal 20 November 2013
Hari ketiga pasca operasi, dilakukan tampak massa sinonasal yang
pengangkatan tampon di poli prominen dengan komponen padat
Onkologi THT. Hasil evaluasi, masih dan kistik disertai destruksi tulang-
terdapat rembesan darah di kavum tulang sinonasal, destruksi lamina
nasi dekstra, kemudian dilakukan kribiformis, dan sebagian os frontal
pemasangan tampon baru dan rawat dengan perluasan dan infiltrasi
jalan. . sebagian inferior lobus frontalis
bilateral. Dibandingkan sebelumnya,
Tanggal 9 Desember 2013 pasien massa terlihat lebih luas.
kontrol ke poli Onkologi THT tidak
terdapat rembesan darah atau Bulan Januari 2014 pasien dirawat di
perdarahan aktif. Dari pemeriksaan RSCM karena keluhan nyeri kepala
dengan endoskopi rigid, didapatkan memberat di seluruh kepala. Tanggal
kavum nasi dekstra dan sinistra 13 Februari 2014 pasien kembali
tampak massa keputihan menutupi dirawat karena penurunan kesadaran

Universitas Indonesia | 11
sejak 4 hari sebelum masuk rumah melanosit yang berasal dari neural
sakit, terdapat nyeri kepala hebat crest dan didistribusikan ke seluruh
disertai muntah. Pada pemeriksaan kulit, mata, dan permukaan mukosa.
fisik didapatkan benjolan di dahi Melanoma maligna pada kulit
kanan, meluas ke mata kanan, kiri, mencakup 3% dari seluruh
dan hidung dengan batas tegas, keganasan dan memiliki tingkat
ireguler, terfiksir, dan nyeri tekan. morbiditas dan mortalitas yang
Dari pemeriksaan fisik hidung tinggi. Melanoma pada mukosa
tampak kavum nasi sempit dengan hidung dan sinus paranasal sangat
massa memenuhi kavum nasi jarang terjadi, hanya sekitar 0,7 dari
bilateral, perdarahan aktif tidak ada. 100.000 orang.25 Telah dilaporkan
Regio frontal terdapat massa satu kasus melanoma maligna
berukuran 10x8x2 cm, keras, sinonasal pada perempuan berusia 55
terfiksir, hiperemis, ada nyeri tekan. tahun. Pada kepustakaan telah
hasil laboratorium terdapat disebutkan bahwa insiden melanoma
leukositosis 25.700 UL dan maligna paling banyak pada usia di
hiponatremi 12,3 mEq. Hasil X-Ray atas 40 tahun, Thompson et al9 dan
thorax tanggal 23 Januari 2014 Kerr et al11 melaporkan kasus
terdapat infiltrat di perihiler kanan melanoma maligna paling banyak
kiri dan parakardial kanan, suspek terjadi pada usia diatas 60 tahun
pneumonia. dengan predileksi laki-laki dengan
perempuan berbanding tipis..2, 9, 10, 25
Pasien dirawat untuk perbaikan
keadaan umum dan persiapan untuk Pada kasus ini terdapat keluhan nyeri
kemoterapi siklus ke tiga. Hasil pada mata kanan, disertai benjolan
pencitraan resonansi magnetik pada mata kanan yang semakin
serebral tanpa kontras tanggal 24 membesar, ada nyeri kepala, hidung
Februari 2014 didapatkan massa tersumbat dan mimisan yang sesuai
sinonasal yang prominen dengan dengan literatur yang menyatakan
komponen padat dan kistik disertai bahwa gejala klinis yang timbul
destruksi tulang-tulang sinonasal, tergantung dari lokasi timbulnya
destruksi lamina kribiformis dan tumor. Thompson et al melaporkan
sebagian os frontal dengan perluasan melanoma maligna paling banyak
dan infiltrasi sebagian inferior lobus terjadi di kavum nasi dan sinus
frontalis. Dibandingkan sebelumnya, (39%), dapat juga terjadi pada
massa terlihat lebih luas. septum (20%), konka (10%), dan
nasofaring (3%).9 Melanoma maligna
Keadaan umum pasien semakin pada mukosa hidung sering memberi
memburuk. Terdapat tanda-tanda gejala epistaksis, hidung tersumbat,
sepsis seperti nadi 140x per menit, dan dapat terjadi proptosis. Pasien
suhu 39,4 derajat Celcius, dan juga mengalami proptosis dan
leukositosis (25.700 UL). Tanggal 28 gangguan penglihatan, ini sesuai
Februari 2014 pasien dinyatakan dengan literatur yang menyatakan
meninggal karena gagal napas akibat bahwa bila terjadi lesi di sinus
pneumonia aspirasi dan syok sepsis. sphenoid, dapat memberikan gejala
pada orbita.14-16
DISKUSI
Melanoma berkembang dari Pemeriksaan fisik juga didapatkan

Universitas Indonesia | 12
adanya massa yang memenuhi Hasil PA ini telah dikonfirmasi
rongga hidung sebelah kanan dan dengan pemeriksaan
kiri. Ini sesuai dengan literatur yang imunohistokimia dimana hasil
menyatakan bahwa melanoma pewarnaan pada S100 dan NSE
maligna sinonasal paling sering terpulas positif kuat, menyokong
timbul pada kavum nasi.11 diagnosis neuroblastoma olfaktorius.
Ini sesuai dengan literatur yang
Tomografi komputer dan pencitraan menyatakan neuroblastoma
resonansi magnetik dapat olfaktorius memang ditegakkan dari
mengidentifikasi asal tumor, luas dan pemeriksaan histopatologis dan akan
batas tumor. Destruksi tulang juga bereaksi positif terhadap
dapat dilihat dengan tomografi kromogranin, sinaptofisin, CD56,
komputer. Pencitraan resonansi protein S-100, dan neurone-specific
magnetik berguna untuk enolase. 11, 13
mengevaluasi perluasan tumor
sinonasal, terutama kemungkinan Diagnosis banding neuroblatoma
melibatkan penyebaran ke dasar olfaktorius adalah tumor-tumor sel
tengkorak atau menunjukkan bulat kecil warna biru lainnya yang
penyebaran intrakranial. Hasil dapat timbul di traktus sinonasal
tomografi komputer menunjukkan seperti karsinoma sel skuamosa,
massa jaringan lunak di sinus frontal hemangioma, papilloma inverted,
kiri, sinus ethmoid kanan dan kiri, karsinoma sinonasal tak
serta kavum nasi kiri dengan erosi berdiferensiasi, limfoma ekstranodul
dinding posterior sinus frontalis kiri, NK/sel T, Ewing sarkoma,
serta destruksi dinding medial orbita plasmasitoma, melanoma, karsinoma
kiri. Kemudian dari hasil CT scan anaplastik, rabdomiosarkoma,
terakhir didapatkan ukuran massa karsinoma sel transisional.,
membesar, tampak perluasan ke neuroblastoma ganglion simpatis,
intrakranial lobus frontalis bilateral, dan retinoblastoma.17, 26
dan intraorbita bilateral terutama
kanan. Hal ini menunjukkan bahwa Pada pasien ini telah terjadi
tumor melanoma maligna bersifat perluasan tumor hingga ke sinus
sangat agresif karena sudah terjadi paranasal serta telah mendestruksi
perluasan ke intrakranial.11 dinding orbita. Pasien direncanakan
kemoterapi untuk mengecilkan
Diagnosis pada kasus ini berdasarkan massa tumor. Hal ini sesuai dengan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan literatur yang menyatakan
pemeriksaan penunjang. Sedangkan kemoterapi dapat digunakan pada
untuk diagnosis pasti melanoma tumor stadium lanjut atau pada tumor
maligna ditegakkan berdasarkan yang rekuren.27 Namun setelah
hasil histopatologis. Pada kasus ini dilakukan kemoterapi, gejala klinis
diagnosis awal pasien berupa dan ukuran tumor bertambah berat,
Neuroblastoma Olfaktorius karena sehingga kemudian diputuskan
terdapat hasil pemeriksaan histologis pemberian radioterapi untuk
dari jaringan yang diperiksa saat mengecilkan massa tumor. Menurut
pasien di RS Sardjito. Hasil PA literatur neuroblastoma olfaktorius,
semula menyatakan hasil PA adalah radioterapi dapat digunakan pada
neuroblastoma olfaktorius grade 3. kasus tumor yang tidak dapat

Universitas Indonesia | 13
direseksi secara komplit, terdapat sulit tervisualisasi dapat terlihat,
kekambuhan, atau pada tumor tahap serta fungsi estetika dan fungsional
lanjut (Kadish B hingga D) meskipun dapat dipertahankan.22
telah dilakukan reseksi komplit, Dari hasil review PA terakhir, hasil
untuk meningkatkan kontrol lokal.22 PA debulking tumor perendoskopi
didapatkan kesimpulan tumor ganas
Modalitas terapi yang optimal untuk sangat mencurigakan Melanoma
neuroblastoma olfalktorius masih Malignum. Disarankan pulasan
menjadi bahan perdebatan karena imunohistokimia. Menurut
masih terbatasnya jumlah penelitian kepustakaan, melanoma maligna juga
Kohort yang telah dilakukan dapat timbul dari bagian superior
sebelumnya serta penanganan tumor kavum nasi. Untuk membedakan
ini masih inkonsisten. Terapi melanoma maligna, limfoma, atau
neuroblastoma olfaktorius masih neuroblastoma olfaktorius harus
banyak dilakukan dengan pendekatan dilakukan pemeriksaan
multidisiplin dan multimodalitas. imunohistokimia untuk
Reseksi bedah masih menjadi terapi mengkonfirmasi jenis sel tumor.
pilihan, namun teknik operasi Setelah dilakukan pemeriksaan IHK,
pengangkatan tumor tergantung dari hasil menyatakan tumor adalah
perluasan tumor dan kemungkinan melanoma maligna. Pemeriksaan
dapat tidaknya dilakukan reseksi. IHK ini sesuai dengan literatur yang
Kemoterapi, umumnya dilakukan menyatakan melanoma maligna akan
pada pasien yang memiliki stadium memberikan hasil positif pada S-100,
lanjut, metastasis, atau kekambuhan. HMB 45, Tirosinase, Melan A, dan
Radioterapi dapat digunakan Vimentin, dan hasil negatif untuk
terutama pada pasien dengan reseksi Cytokeratin dan antigen membran
bedah yang inkomplit atau terdapat epitel.11, 26
rekurensi. Beberapa literatur
menyebutkan radioterapi pada Thompson et al9 pada penelitiannya
neuroblastoma olfaktorius digunakan mengajukan sistem staging yang
pada kasus tumor tahap lanjut menyerupai sistem TNM. Pada kasus
(kadish B hingga D) meskipun telah melanoma maligna yang dilaporkan,
dilakukan reseksi komplit, untuk massa yang terdapat pada kavum
meningkatkan kontrol lokal. 17, 22, 28 nasi memiliki perluasan tumor
hingga mendestruksi tulang-tulang
Pasien kemudian dilakukan sinonasal, lamina kribiformis,
debulking tumor dengan pendekatan sebagian os frontal, hingga infiltrasi
per nasoendoskopi. Stamberger dkk sebagian ke lobus frontalis bilateral.
yang dikutip oleh Monteiro dkk22 Hal ini menunjukkan tumor telah
telah menangani berbagai keganasan melibatkan lebih dari satu lokasi
hidung menggunakan teknik anatomis. Namun tidak terdapat
endoskopi, termasuk tumor pembesaran pada kelenjar getah
neuroblastoma olfaktorius. bening dan tidak terdapat metastasis
Keuntungan yang didapat dari teknik pada organ lain. Dapat disimpulkan
ini yaitu komplikasi pasca operasi kasus yang dilaporkan bila menurut
yang lebih minimal, jaringan sistem staging Thompson et al, telah
penunjang bisa dipertahankan masuk stadium II, dengan T2N0M0.9
semaksimal mungkin, daerah yang Bila menurut American Joint

Universitas Indonesia | 14
Committee on Cancer (AJCC) yang sesuai dengan literatur yang
diterbitkan pada NCCN (National menyatakan prognosis melanoma
Comprehensive Cancer Network) maligna buruk karena seringkali
2012, tumor ini sudah masuk ke terdiagnosa saat sudah stadium
stadium IVB dengan T4bN0M0 lanjut, pemeriksaan histopatologi
karena sudah perluasan ke yang kurang khas sehingga harus
intrakranial.24 dikonfirmasi ulang dengan
imunohistokimia, bersifat agresif,
Terapi utama pasien dengan sering terjadi kekambuhan lokal, dan
melanoma mukosa kepala dan leher dapat terjadi metastasis jauh.2, 4
adalah operasi pembedahan, yang
memerlukan reseksi lengkap dari Melanoma merupakan tumor yang
tumor primer dan setiap kelenjar agresif dengan prognosis yang
getah bening leher yang positif. rendah. Kekambuhan lokal
Namun bila tumor sudah mencapai merupakan faktor utama kegagalan
stadium IVB atau IVC, pembedahan terapi tumor ini. Reseksi inkomplit,
tidak disarankan.10, 24 tumor yang multifokal, penyebaran
ke kelenjar getah bening submukosa,
Radioterapi ajuvan cukup efektif implantasi lokal saat pembedahan,
untuk meningkatkan kontrol lokal perubahan melanosit pada tepi insisi
dan tingkat kelangsungan hidup. tumor menjadi melanoma, dapat
Radioterapi lebih disarankan pada berkontribusi meningkatkan
melanoma maligna stadium lanjut kekambuhan lokal.9
(IVB dan IVC) daripada terapi
pembedahan. Radioterapi pasca Menurut sebuah studi yang dilakukan
operasi harus dipertimbangkan untuk di Memorial Sloan-Kettering Cancer
mengurangi kemungkinan Center yang dikutip oleh Neeraj et
kekambuhan lokal-regional.10, 24 al20, stadium klinis, ketebalan tumor
lebih besar dari 5mm, invasi vaskular
Kemoterapi pada melanoma maligna pada pemeriksaan histolopatologis,
digunakan dengan maksud sebagai dan perluasan tumor adalah prediktor
adjuvan atau paliatif. Kemoterapi independen dari melanoma mukosa
paliatif digunakan pada melanoma dari kepala dan leher. Prediktor
maligna stadium lanjut dengan histopatologis terdapatnya sel
dacarbazine sebagai agen sarkomatoid, gambaran
kemoterapi.2 Terapi sistemik lainnya pseudopapiler dan sel tidak
berupa imunoterapi juga disarankan berdiferensiasi juga terkait
pada terapi melanoma maligna, menurunkan angka ketahanan hidup
seperti pemberian interferon dan pasien.20
interleukin.24
Penelitian yang dilakukan Thompson
Pasien direncanakan pemberian et al9, tidak ditemukan korelasi yang
kemoterapi dacarbazine siklus ketiga signifikan antara berbagai pola
sebagai terapi paliatif namun karena histopatologis tumor dengan
tumor melanoma maligna ini bersifat prognosis pasien. Prognosis
sangat progresif, pasien mengalami memburuk dengan semakin besarnya
perburukan dan meninggal 7 bulan ukuran tumor, terlambat
setelah mulai timbul tumor ini. Ini mendiagnosis karena gejala yang

Universitas Indonesia | 15
tidak spesifik, kesulitan JC, Dell´Aringa AR. Primary
memvisualisasi tumor saat Malignant Melanoma of Nasal
pemeriksaan fisik, dan kesulitan Mucosa.2005; 9(19 June 2014).
akses ke tumor primer. Prognosis Available from:
paling bururk terjadi pada pasien http://www.internationalarchives
yang berusia diatas 60 tahun, tumor ent.org/conteudo/acervo_eng.asp
rekuren, tumor yang berukuran lebih ?id=304.
dari 3cm. Angka kelangsungan hidup 4. Gore CR, Pagaro PM, Panicker
rendah, sekitar 42,6% untuk 5 NK, Singh S, Chandanwale SS,
tahun,dan 24,3% untuk 10 tahun.9, 11 Bamanikar S. Sinonasal
melanoma: Clinical features and
Target terbaru saat ini yaitu meneliti diagnostic dilemma. Int J Pharm
jalur transduksi sinyal, onkogen, Biomed. 2013;2(1):21-3.
faktor pertumbuhan, dan reseptor 5. Soetjipto D, Mangunkusumo E,
faktor pertumbuhan tumor. Hal ini Wardani RS. Hidung. In:
dapat memprediksi perkembangan Soepardi EA, Iskandar N,
penyakit, hasil pengobatan, dan Bashiruddin J, Restuti RD,
prognosis. Tingkat ekspresi c-Kit editors. Buku Ajar Ilmu
pada pasien melanoma mukosa, Kesehatan Telinga Hidung
termasuk dari kepala dan leher Tenggorok Kepala dan Leher.
sangat tinggi. Ekspresi c-Kit ini juga Jakarta: Fakultas Kedokteran
terkait dengan prevalensi mutasi sel Indonesia; 2007. p. 118-22.
tumor. Mauerer et al seperti yang 6. Olfaction. [12 Juni 2014];
dikutip oleh Kerr et al11, menemukan Available from:
panel baru sebagai marker yang http://faculty.stcc.edu/AandP/AP
berhubungan dengan jalur signaling /AP2pages/Units14to17/unit16/o
melanoma, yaitu pada jalur sinyal lfactio.htm.
MAPK (mitogen-activated protein 7. Boies LR. Applied Anatomy and
kinase), Notch, dan Wnt.11 Physiology of the Nose. In:
Boies's Fundamental of
DAFTAR PUSTAKA Otolaryngology 5th ed.
Philadelphia.1978. p. 283-324.
1. Clinical Practice Guidelines for 8. Smell. [12 Juni 2014];
the Management of Melanoma Available from:
in Australia and New Zealand, http://www.cf.ac.uk/biosi/staffin
Evidence Based Practice fo/jacob/teaching/sensory/olfact
Guidelines. Australia: Australia 1.html.
Cancer Network; 2008. 9. Thompson LDR, Wieneke JA,
Available from: Miettinen M. Sinonasal Tract
www.cancer.org.au/skincancerg and Nasopharyngeal
uides. Melanomas. The American
2. Ghate G, Thomas J, Shah P, Journal of Surgical Pathology.
Deogaonkar, Chavan P. Mucosal 2003;27(5):594–611.
Malignant Melanoma of Nasal 10. Mendenhall WM, Amdur RJ,
Cavity. JOURNAL OF CASE Hinerman RW, Werning JW,
REPORTS. 2013;3(2):295-8. Villaret DB, Mendenhall NP.
3. Person OC, Nishimoto ES, Head and Neck Mucosal
Okada ÉF, Hamasaki SF, Nardi

Universitas Indonesia | 16
Melanoma. Am J Clin Oncol. Association of Radiologists
2005;28:626-30. Journal. 2012;63:341-3.
11. Kerr EH, Hameed O, James S. 19. Dion-Cloutier P, Gologan O,
Lewis J, Bartolucci AA, Wang Melancon D, Tampieri D. Case
D, Said-Al-Naief N. Head and of the Month #179: Nasal
Neck Mucosal Malignant Mucosal Melanotic Melanoma.
Melanoma: Clinicopathologic Canadian Association of
Correlation With Contemporary Radiologists Journal.
Review of Prognostic Indicators. 2012;63:341-3.
INT J SURG PATHOL. 20. Mathur NN, Poznanovic SA,
2012;20:37. Wax MK, Talavera F, Sadeghi
12. Bothale KA, Maimoon S, N, Meyers AD. Head and Neck
Patrikar A, Mahore S. Mucosal Mucosal Melanomas. 2013. 19
malignant melanoma of the nasal Juni 2014. Available from:
cavity. Indian Journal of Cancer. http://emedicine.medscape.com/
2009;46(1):67-70. article/853662-
13. Thompson LDR. Olfactory overview#aw2aab6c11.
Neuroblastoma. Head and Neck 21. Rinaggio J, Hameed M, Baredes
Pathology. 2009;3:252–9. S. Melanoma with cartilaginous
14. Lo R-H, Chang K-P, Chu S-T. differentiation originating within
Malignant Mucosal Melanoma the mucosa of the nasal cavity.
in the Nasal Cavity: An Oral Surg Oral Med Oral Pathol
Uncommon Cause of Epistaxis. Oral Radiol Endod.
J Chin Med Assoc. 2008;106:861-5.
2010;73(9):496-8. 22. Monteiro EMR, Lopes MG,
15. Venkatesan N, Hessel A. Case Santos ER, Diniz CV,
Presentation: Mucosal Albuquerque AS, Monteiro
Melanoma. Department of APAF, et al. Endoscopic
Otolaryngology – Head & Neck treatment of
Surgery. The University of esthesioneuroblastoma. Braz J
Texas Medical Branch, 2013. Otorhinolaryngol. 2011;77:171-
16. Tsukahara K, Nakamura K, 7.
Motohashi R, Endo M, Sato H. 23. Muna SJ, Jung HY, Frolova A,
Case Report: A Case Report of Park KD, Rhee C-S. Malignant
Malignant Melanoma of the mucosal melanoma in the
Sphenoid Sinus. Hindawi. olfactory cleft of a 10-year-old
2013:1-3. child. Auris Nasus Larynx.
17. Ansari S, Ahmad K, Dhungel K, 2013;40:235-23.
Gupta MK, Amanullah MF. 24. Spencer S, III AT, Weber RS,
Case report: Wolf G, Worden F, Samant S, et
Esthesioneuroblastoma: one of al. Mucosal Melanoma of the
the causes of proptosis. Head & Head and Neck. J Natl Compr
Face Medicine. 2013;9(19):1-4. Canc Netw. 2012;10:320-38.
18. Dion-Cloutier P, Gologan O, 25. Tas F, Keskin S. Mucosal
Melanc D, Tampieri D. Case of Melanoma in the Head and Neck
the Month #179: Nasal Mucosal Region: Different Clinical
Melanotic Melanoma. Canadian Features and Same Outcome to

Universitas Indonesia | 17
Cutaneous Melanoma. ISRN
Dermatology. 2013:1-5.
26. Faragalla H, Weinreb I.
Olfactory Neuroblastoma, A
Review and Update. Adv
Anatomic Pathology.
2009;16(5):322-31.
27. Yoh K, Tahara M, Kawada K,
Mukai H, Nakata M, Itoh K, et
al. Chemotherapy in the
treatment of advanced or
recurrent olfactory
neuroblastoma. Asia–Pacific
Journal of Clinical Oncology.
2006;2(180-184).
28. Kim J-W, Kong IG, Lee CH,
Kim DY, Rhee C-S, Min Y-G, et
al. Expression of Bcl-2 in
olfactory neuroblastoma and its
association with chemotherapy
and survival. Otolaryngology–
Head and Neck Surgery.
2008;139:708-12.

Universitas Indonesia | 18

Anda mungkin juga menyukai