Lapkas Plastik R2 - Luka Bakar
Lapkas Plastik R2 - Luka Bakar
LUKA BAKAR
Disusun Oleh:
Pembimbing :
dr. Eliza Nindita, Sp.BP-RE
PIMPINAN SIDANG
Puji dan syukur penulis ucapkan pada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis diberikan kesempatan dan kekuatan
untuk dapat menyelesaikan laporan kasus ini yang berjudul “Luka Bakar”.
Penulisan laporan kasus ini adalah salah satu persyaratan untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan dan Profesi Dokter di
Departemen Ilmu Bedah di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dr.
Eliza Nindita, Sp.BP-RE selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu
dan memberikan arahan selama proses penyusunan laporan kasus ini sehingga
dapat terselesaikan dengan baik.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca
sebagai masukan dalam penulisan laporan kasus selanjutnya. Semoga laporan
kasus ini dapat bermanfaat dan dipergunakan sebagaimana mestinya. Akhir kata,
kami mengucapkan terima kasih.
Penulis
1
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN……………………………………………. i
KATA PENGANTAR………………………………………………… ii
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………...1
BAB IV KESIMPULAN 36
DAFTAR PUSTAKA 37
2
BAB I
PENDAHULUAN
Luka bakar merupakan cedera atau kerusakan pada kulit atau kehilangan
jaringan tubuh lainnya yang disebabkan oleh kontak dengan sumber panas seperti
air, api, radiasi, radioaktif, listrik, friksi/gesekan, atau kontak dengan bahan kimia
(WHO, 2018).
Menurut WHO, sekitar 90 persen luka bakar terjadi pada sosial ekonomi
rendah di negara-negara berpenghasilan menengah ke bawah, daerah yang
umumnya tidak memiliki infrastruktur yang dibutuhkan untuk mengurangi insiden
luka bakar. Dari studi epidemiologi di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
(RSCM) tahun 2011-2012 data pasien yang dirawat selama periode 2 tahun adalah
303 pasien. Perbandingan antara pria dan wanita adalah 2,26: 1 dan usia rata-rata
adalah 25,7 tahun (15-54 tahun). Sebagian besar pasien dengan luka bakar berat
20-50% adalah 45, 87%. Rata-rata pasien dirawat adalah 13,72 hari dengan angka
kematian sebanyak 34% pada tahun 2012 dan sebanyak 33% pada tahun 2011
(Kemenkes, 2019).
Penyebab umum luka bakar pada dewasa adalah api sedangkan pada
anak-anak umumnya air panas. Pada anak-anak lebih dari 80% terjadi di rumah.
Lokasi paling berbahaya adalah dapur dan kamar mandi. Selain itu, larutan
pencuci yang mengandung bahan kimia berbahaya dan garasi atau gedung berisi
bahan kimia dan cairan berbahaya yang mudah terbakar. Luka bakar akibat
ledakan memiliki risiko lebih tinggi menyebabkan cedera inhalasi dan kerusakan
kulit. Cedera yang terjadi di tempat kerja kerap terjadi akibat kecerobohan dan
tidak memperhatikan faktor keamanan, terutama dalam penggunaan cairan yang
mudah terbakar. Luka bakar akibat pertempuran mencapai hanya 10% (ANZBA,
2016).
1
Sekitar 1% penduduk Australia dan Selandia baru (220.00) menderita luka
bakar dan membutuhkan perawatan medis setiap tahunnya. Diantaranya 10%
rawat inap, dan 10% tergolong luka bakar berat yang mengancam jiwa. Sekitar
50% pasien mengalami keterbatasan kegiatan kehidupan sehari-hari akibat luka
bakar. Kemampuan seorang dokter dalam menangani luka bakar sejak awal
sampai fase lanjut dapat mengurangi angka morbiditas dan mortalitas (ANZBA,
2016).
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Epidermis
3
• Stratum lusidum: lapisan sel-sel mati tanpa inti sel
Dermis
Dermis merupakan jaringan dibawah epidermis yang juga memberi
4
ketahanan pada kulit. serabut kolagen membentuk sebagian dermis, bersama-sama
serabut elastik memberikan kulit kekuatan dan elastisitasnya.
• Papila dermis : lapisan tipis superfisial yang terdiri atas jaringan vaskular
longgar
• Reticular dermis : lapisan tebal yang lebih dalam dan kurang vaskular
Adneksa
5
Adneksa terdiri dari rambut, kelenjar ekrin dan apokrin, serta kuku.
• Folikel rambut
6
Gambar 3. Folikel Rambut
7
2.2 Definisi
Luka bakar merupakan cedera atau kerusakan pada kulit atau kehilangan
jaringan tubuh lainnya yang disebabkan oleh kontak dengan sumber panas seperti
air, api, radiasi, radioaktif, listrik, friksi/gesekan, atau kontak dengan bahan kimia
(WHO, 2018).
2.3 Epidemiologi
8
2021).
2.4 Etiologi
Selama tahun 2002 hingga 2011, sekitar 44% kasus luka bakar diakibatkan
oleh api, 33% akibat terkena cairan panas, 9% akibat kontak dengan benda panas,
4% akibat aliran listrik, 3% akibat terkena bahan kimia, dan sebanyak 7% oleh
sebab yang lainnya (Mulholland et al., 2017).
1. Luka bakar suhu tinggi (Thermal Burn): gas, cairan, bahan padat
Luka bakar thermal burn biasanya disebabkan oleh air panas (scald),
jilatan api ke tubuh (flash), kobaran api di tubuh (flame), dan akibat terpapar atau
kontak dengan objek-objek panas lainnya (logam panas, dan lain-lain). Luka bakar
akibat api merupakan penyebab yang paling sering. Luka bakar akibat api ini
biasanya terjadi akibat terkena cairan yang mudah terbakar (bensin, minyak
tanah), kecelakaan lalu lintas, api untuk memasak, atau akibat baju/alas tidur yang
terbakar. Luka bakar akibat api memiliki risiko komplikasi dan angka mortalitas
yang tinggi dibandingkan etiologi luka bakar lainnya. Luka bakar akibat api paling
sering terjadi di rumah, tempat kerja dan rekreasional (Mulholland et al., 2017).
Luka bakar kimia biasanya disebabkan oleh asam kuat atau alkali yang
9
biasa digunakan dalam bidang industri militer ataupun bahan pembersih yang
sering digunakan untuk keperluan rumah tangga (Mulholland et al., 2017).
Luka bakar radiasi disebabkan karena terpapar dengan sumber radio aktif.
Tipe injury ini sering disebabkan oleh penggunaan radio aktif untuk keperluan
terapeutik dalam dunia kedokteran dan industri. Akibat terpapar sinar matahari
yang terlalu lama juga dapat menyebabkan luka bakar radiasi (Mulholland et al.,
2017).
2.5 Patofisiologi
A. Respon lokal
Jackson di Birmingham pada tahun 1950 melakukan studi eksperimental dengan
menciptakan model luka bakar yang selanjutnya memperkaya pemahaman
mengenai patofisiologi luka bakar
10
Pada daerah yang paling dekat dekat sumber termal (atau penyebab lainnya),
panas tidak dapat dikonduksi secara cepat dan baik, sehingga terjadi koagulasi
protein sel; selanjutnya terjadi kematian sel yang berlangsung sangat cepat.
Daerah ini disebut zona koagulasi atau zona nekrosis (atau zona nekrosis
koagulatif). Di sekitar zona koagulasi adalah daerah dengan kerusakan tidak
seberat zona pertama, namun sirkulasi di daerah tersebut mengalami kerusakan
diikuti gangguan mikrosirkulasi. Dengan terhambatnya mikrosirkulasi, daerah ini
disebut zona statis. Bila tidak ditatalaksanai dengan baik, maka daerah yang cukup
luas ini akan mengalami nekrosis saat dilepaskannya mediator–mediator inflamasi
sebagai respon terhadap jaringan yang rusak. Secara klinis, hal ini disebut sebagai
degradasi luka (bertambah dalamnya luka bakar). Dalam 3–5 hari pasca luka
bakar, luka yang awalnya terlihat vital akan tampak nekrotik (Australia and New
Zealand Burn Association, 2016).
Di sekitar zona stasis adalah suatu daerah dimana jaringan melepaskan
mediator–mediator inflamasi yang menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Daerah
11
ini terlihat kemerahan dan disebut zona hiperemia. Dengan kembalinya respon
vaskular yang bersifat hiperdinamik, daerah ini akan kembalii normal. Pada luka
bakar yang mencakup luas melebihi 10% pada anak atau 20% pada dewasa, zona
hiperemia sangat mungkin terjadi di seluruh tubuh. (Australia and New Zealand
Burn Association, 2016).
B. Respon sistemik
1. Peningkatan permeabilitas kapiler
Perubahan ini terjadi karena dilepaskannya mediator–mediator inflamasi
oleh sel–sel endotel yang rusak, trombosit dan leukosit (Australia and New
Zealand Burn Association, 2016).
a) Vasodilatasi merupakan suatu respon vaskular utama pada proses
inflamasi dan menyebabkan:
• Peningkatan tekanan hidrostatik di kapiler
• Terbukanya semua pembuluh kapiler; tidak hanya sebagian.
• Meregangnya dinding kapiler yang meningkatkan area permukaan
membran kapiler dan terbentuknya celah di antara sel–sel endotel.
• Berkumpulnya darah di pembuluh vena kecil.
b) Kerusakan jaringan akibat paparan terhadap sumber termal
menyebabkan terurainya substansi dasar intersel. Hal ini mempercepat
peningkatan tekanan osmotik koloid di ruang interstisium; yang dapat
diamati secara eksperimental. Efek lainnya dari luka bakar substansi dasar
intersel adalah terurainya molekul yang diduga berperan menyebabkan
ekspansi ruang diikuti penurunan tekanan hidrostatik.
2. Efek sistemik
Pada luka bakar dijumpai perubahan pada semua organ sistem yang nyata.
Bagaimanapun, pada luka bakar dengan luas <20% efek dimaksud tidak
terlalu bermakna. Perubahan ini terjadi karena dilepaskannya mediator
inflamasi dan rangsang neural, yang menyebabkan perubahan dalam
pengendalian fungsi tubuh akibat reaksi langsung terhadap mediator di
sirkulasi (Australia and New Zealand Burn Association, 2016)
12
a) Efek langsung yang nyata pada sirkulasi. Hipovolemia terjadi karena
kebocoran cairan dan protein ke jaringan interstisium. Albumin mengalami
kebocoran akibat peningkatan permeabilitas kapiler di daerah luka bakar.
Pada luka bakar dengn luas >20%, seluruh sirkulasi sistemik dipengaruhi
dengan akibat peningkatan permeabilitas kapiler sistemik. Koreksi
hipovolemia merupakan tindakan life saving pada jam pertama pada luka
bakar berat.
b) Pada luka bakar berlangsung kondisi hipermetabolik yang disebabkan
sekresi hormon stres seperti kortisol, katekolamin danglukagon disertai
supresi (atau resistensi) hormon anabolik (growth hormone,
insulindansteroid) dan mekanisme sarafi yang menyebabkan katabolisme
dan mengakibatkan penguraian protein otot. Perubahan–perubahan, ini
dapat diamati secara klinis dengan adanya takikardia, hipertermia dan
balans protein negatif.
c) Imunosupresi akibat depresi berbagai mekanisme imun, baik seluler
maupun humoral. Hal ini menjelaskan, mengapa infeksi merupakan faktor
penyebab tingginya mortalitas pada luka bakar
d) Sebagai bagian dari respon terhdap trauma dan syok, fungsi barier usus
terganggu demikian nyata, diikuti translokasi bakteri. Kejadian ini dapat
dihindari dan dicegah dengan penerapan pemberian nutrisi enteral dini.
e) Paru kerap mengalami perubahan inflamatorik yaitu Acute Respiratory
Distress Syndrome (ARDS) meski tanpa cedera inhalasi.
f) Perubahan sistemik yang melibatkan gangguan pertumbuhan terjadi dan
dapat dijumpai selama beberapa bulan hingga beberapa tahun pasca luka
bakar setelah penyembuhan luka. Respons yang dijumpai berupa deposisi
lemak, gangguan pertumbuhan massa otot, berkurangnya mineralisasi
tulang dan terhambatnya pertumbuhan longitudinal tubuh. Meski
kecepatan pertumbuhan kembali normal dalam waktu 1–3 tahun, namun
pertumbuhan normal secara keseluruhan tidak pernah tercapai.
13
2.6 Klasifikasi
Disebut juga luka bakar dangkal. Merupakan bentuk luka bakar yang memiliki
potensi mengalami proses epitelisasi spontan. Termasuk ke dalam kategori ini
adalah luka bakar epidermal dan dermal bagian superfisial.
14
2. Luka bakar dermal–superfisial
Dengan suasana kondusif, epitel akan menyebar dari struktur adneksa kulit
(folikel rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar keringat) dan menutupi
dermis (proses epitelialisasi). Proses tersebut berlangsung dalam waktu
maksimal 14 hari dengan bekas luka yang menunjukkan perbedaan warna.
Tidak ada skar yang dibentuk pada luka bakar dermal–superfisial ini.
15
Luka bakar mid–dermal sebagaimana namanya, melibatkan kedalaman di
antara luka bakar superfisial dan luka bakar dalam. Lebih cepat mengalami
epitelisasi dibandingkan luka bakar dalam.
Luka bakar dalam lebih berat dibandingkan dua jenis luka bakar yang
dijelaskan sebelumnya. Proses epitelialisasi spontan tidak terjadi, atau
terjadi dalam waktu relatif panjang dengan skar yang nyata. Luka bakar ini
terdiri dari dermal–dalam dan seluruh ketebalan kulit.
16
hilang sensasi. Kulit yang mengalami koagulasi menunjukkan konsistensi
seperti kulit ini disebut eskar.
Pemberian terapi inisial kepada pasien luka bakar adalah kunci untuk perbaikan
klinis pasien. Mengidentifikasi secara dini dan mengontrol jalan napas serta
masalah pernafasan akan mencegah kematian segera. Disamping itu mendeteksi
cedera lainnya juga penting. Primary survey harus dilakukan pada semua pasien
luka bakar. Mulai dari Airway, Breathing, Circulation, Disability, dan Exposure.
Setelah Primary survey berhasil dilakukan, history taking dan pemeriksaan fisik
menyeluruh sangat penting untuk memastikan semua cedera dan penyakit lainnya
sudah teridentifikasi.
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik
Untuk melakukan penilaian area luas luka bakar secara baik dan benar dibutuhkan
penggunaan metode kalkulasi seperti “Rule of Nines” untuk dapat menghasilkan
pesentasi total luas luka bakar (%TBSA) (8).“Rule of Nine” membagi luas
permukaan tubuh menjadi multiple 9% area, kecuali perineum yang diestimasi
17
menjadi 1%. Formula ini sangat berguna karena dapat menghasilkan kalkulasi
yang dapat diulang semua orang.
Sedangkan untuk mengestimasi luas luka bakar pada luka bakar yang tidak luas
dapat menggunakan area palmar (jari dan telapak tangan) dari tangan pasien yang
dianggap memiliki 1% total body surface area (TBSA). Metode ini sangat
berguna bila pasien memiliki luka bakar kecil yang tersebar sehingga tidak dapat
menggunakan metode “Rule of Nine”.
Penggunaan “Rule of Nine” sangat akurat untuk digunakan pada pasien dewasa,
namun tidak akurat bila digunakan pada pasien anak. Hal ini disebabkan karena
proporsi luas permukaan tubuh pada anak sangat berbeda dengan pasien dewasa.
Anak-anak memiliki proporsi paha dan kaki yang kecil dan bahu dan kepala yang
lebih besar dibandingkan orang dewasa. Oleh karena itu, penggunaan “Rule of
Nine” tidak disarankan untuk pasien anak- anak karena dapat menghasilkan
estimasi cairan resusitasi yang tidak akurat.
Penggunaan “Pediatric Rule of Nine” harus digunakan untuk pasien anak dengan
luka bakar. Namun setiap peningkatan umur pada anak, persentasi harus
18
disesuaikan. Setiap tahun setelah usia 12 bulan, 1% dikurangi dari area kepala dan
0,5% ditambahkan pada dua area kaki anak. Setelah anak mencapai usia 10 tahun,
tubuh anak sudah proporsional sesuai dengan tubuh dewasa.
Berdasarkan kedalaman jaringan luka bakar yang rusak, luka bakar dibagi menjadi
3 klasifikasi besar yaitu luka bakar superficial, mid dan deep. Klasifikasi yang
lebih lanjut diperjelas menjadi epidermal, superficial dermal, mid-dermal, deep
dermal atau full-thickness
19
Gambar 7. Penilaian Kedalaman Luka Bakar
2.8 Tatalaksana
Penanganan pertama untuk pasien dengan luka bakar tergantung pada
penyebab luka bakar (termal, kimia, listrik, radiasi), lokasi luka bakar dan
ketersediaan opsi tatalaksana (Jeschke et al., 2020). Menurut Australian & New
Zealand Burn Association (2020), langkah pertama yang harus dilakukan orang
yang terkena api adalah “Stop, Drop, Roll” dengan berhenti, menjatuhkan diri ke
tanah dan berguling sambil menutup muka untuk menghentikan paparan terhadap
api. Padamkan api dengan selimut jika pakaian pasien sedang terbakar. Kemudian,
pindahkan pasien ke tempat yang lebih aman. Seluruh pakaian dan aksesoris
dilepaskan karena aliran darah berhenti apabila terjadinya pembengkakan pada
bagian tubuh yang terdapat aksesoris. Alirkan air dingin ke atas area luka bakar
selama sekitar 20 menit. Pertolongan pertama pada pasien luka bakar harus
dilakukan secara berhati-hati karena penolong beresiko tinggi terkena kontaminasi
apabila melakukan irigasi luka dengan air. Sebelum menolong pasien luka bakar
terkena renjatan listrik, hentikan arus atau gunakan isolator sebelum menyentuh
pasien. Pertolongan pertama luka bakar disarankan tidak menggunakan mentega,
20
lemon, pasta gigi, es batu, kecap, sabun atau bawang merah karena akan merusak
jaringan lebih lanjut. Perawatan luka sederhana yang dapat dilakukan pada lokasi
kecelakaan adalah melepas tekstil yang terbakar dan dapat diganti dengan kain
bersih untuk menghindari risiko kontaminasi luka dan mencegah hipotermia.
Pasien segera dibawa ke fasilitas kesehatan yang berdekatan untuk diberikan
tatalaksana komprehensif (Jeschke et al., 2020). Obat anti nyeri kepada pasien
hanya diberikan jika diperlukan (Australian & New Zealand Burn Association,
2020). Menurut American Burn Association (2018), perlu dilakukan primary
survey yang mencakup Airway-Breathing-Circulation-Disability-Exposure
(ABCDE) sesuai algoritma pada pasien luka bakar yang terdiri dari :
1. Airway dengan proteksi servikal
Menilai patensi jalan nafas dengan meminta pasien berbicara. Mencari
tanda-tanda obstruksi jalan napas. Proteksi servikal dengan in-line
immobilization. Melakukan head tilt, chin lift atau jaw thrust jika ada
kecurigaan terhadap cedera servikal. Kemudian, melakukan oral suction
untuk membersihkan segala macam benda di rongga mulut dari terjadinya
obstruksi jalan napas. Trauma inhalasi dicurigai jika terdapat luka bakar
pada daerah wajah. Jika terdeteksi terjadinya edema laring, lakukan
intubasi secepatnya. Memasang cervical collar dan akhiri dengan
melakukan in-line immobilization (Amirsyah, 2017).
2. Breathing dan ventilasi
Kelainan pernapasan pada luka bakar dapat timbul oleh karena hipoksia,
keracunan karbon monoksida dan trauma inhalasi. Pentingnya melakukan
inspeksi dan menilai frekuensi dan kedalaman pernapasan. Jika dicurigai
trauma inhalasi, pasang oksigen tekanan tinggi 100% dengan
menggunakan non rebreathing mask. Monitor ketat jika luka bakar derajat
III terdapat di bagian dada dan leher yang dicurigai mengganggu
pernapasan pasien (American Burn Association, 2018).
3. Sirkulasi
Periksa tekanan darah, denyut nadi dan meraba nadi karotis pasien luka
bakar. Biasanya terjadi peningkatan katekolamin pada pasien yang terkena
21
luka bakar sehingga menyebabkan terjadi peningkatan detak jantung
menjadi 100-120 bpm. Peningkatan detak jantung pasien luka bakar
mengindikasikan terjadinya hipovolemik. Lakukan pemasangan 2 IV Line
dengan abbocath besar di area yang tidak terkena luka bakar. Usia pasien
dipertimbangkan apabila memberikan cairan resusitasi awal (American
Burn Association, 2018).
4. Disability
Glasgow Coma Scale digunakan untuk memeriksa status kesadaran pasien
luka bakar. Pada awalnya, pasien dengan luka bakar biasanya masih sadar
dan orientasi masih bagus. Jika orientasi pasien tidak bagus, hal seperti
keracunan karbon monoksida, penyalahgunaan zat, hipoksia, atau kondisi
medis yang sudah ada sebelumnya harus dicurigai. Penilaian pasien
dimulai dengan menentukan tingkat kesadaran menggunakan metode
AVPU (Amirsyah, 2017).
5. Exposure
Pakaian pasien dilepaskan untuk melihat kelainan pada semua bagian
tubuh dengan melakukan log roll. Pasien dibungkus dengan selimut agar
tetap hangat.
Pada secondary survey, dilakukan observasi lebih lanjut terhadap luas dan
kedalaman luka bakar. Rumus Rule of Nine digunakan untuk menghitung luas
luka bakar. Resusitasi cairan awal pada pasien luka bakar dalam 24 jam pertama
adalah dengan menggunakan rumus Parkland, yaitu 3-4 ml/kgBB/% TBSA dan
ditambahkan jumlah cairan maintenance pada anak. Trauma inhalasi, luka bakar
derajat III, trauma multipel, trauma listrik dan keterlambatan resusitasi
menggunakan rumus 4 ml. 50% jumlah cairan resusitasi harus diberikan dalam 8
jam pertama dan 50% sisanya diberikan 16 jam kemudian. EKG, nadi, tekanan
darah, laju pernafasan dan saturasi dipantau untuk melihat apakah cairan resusitasi
yang diberikan sudah adekuat atau tidak (Amirsyah, 2017). Resusitasi cairan ini
diharapkan agar hasil urine output pasien mencapai 0,5-1,0 ml/kgBB/jam pada
dewasa (Australian & New Zealand Burn Association, 2020).
22
Gambar 6. Metode Rule of Nine pada Anak dan Dewasa
Terapi analgesik diperlukan untuk mengatasi keluhan nyeri pada luka bakar
dengan memberikan terapi analgesik seuai dengan penilaian VAS. Pada luka bakar
berat dengan keluhan nyeri yang hebat dapat diberikan morfin IV 2-5mg pada
dewasa dan morfin 0,1 mg/kgBB dengan dosis maksimal 0,3 mg/kg pada
anak-anak. Pemberian morfin dapat diulangi setiap 5 menit dengan
mempertimbangkan hasil penilaian ulang dari VAS. Selanjutnya fokus tatalaksana
adalah dengan melakukan perawatan luka agar terhindar dari sepsis. Luka bakar
dibersihkan terlebih dahulu dengan menggunakan air atau cairan salin normal.
Infeksi pada luka dapat dicegah dengan penggunaan obat antibiotik topikal.
Antibiotik topikal dapat diberikan dalam bentuk krim, salep, cairan dan di dalam
23
balutan. Namun, penggunaan obat antibiotik topikal hanya diindikasikan apabila
ditemukan tanda infeksi karena dapat menyebabkan proses penyembuhan luka
menjadi lama. Balutan atau dressing bertujuan untuk merawat luka bakar dengan
memproteksi luka dari lingkungan luar, mengurangi nyeri dan mempertahankan
kelembaban agar penyembuhan luka menjadi cepat. Penggunaan emolien atau
balutan ringan pada luka bakar derajat I jika diperlukan. Luka dicuci setiap hari
pada luka bakar derajat II, bersama dengan penggunaan emolien dan balutan harus
diganti setiap hari. Sebagian besar luka bakar derajat III memerlukan intervensi
pembedahan, namun jika area terkena luka bakar adalah sedikit, maka akan
terbentuk kontraktur pada area luka bakar tersebut (Australian & New Zealand
Burn Association, 2020).
Tatalaksana surgikal seperti eskarotomi dilakukan pada luka bakar sirkumferensial
yang mengakibatkan gangguan pernapasan dengan/tanpa gangguan sirkulasi
ataupun hipertensi abdominal. Eskarotomi melibatkan sayatan dengan ketebalan
penuh dari area sirkumferensial luka bakar hingga ke lemak subkutan, mencapai
jaringan sehat, untuk memastikan dekompresi penuh, memungkinkan reperfusi
anggota tubuh secara distal atau ekspansi dada / perut.
Jika tanda dan gejala kompresi masih belum tereradikasi setelah dilakukan
eskarotomi, maka fasiotomi dapat dilakukan. Hal ini sering terjadi pada luka bakar
listrik bertegangan tinggi dan luka bakar termal yang sangat dalam. Fasiotomi
melibatkan sayatan fasia, untuk mencapai pelepasan penuh struktur yang lebih
dalam. Selain dari luka bakar listrik tegangan tinggi dan luka bakar yang sangat
dalam, fasiotomi jarang diindikasikan sebagai prosedur utama dalam luka bakar.
Dalam kasus luka bakar listrik, fasiotomi memungkinkan pemeriksaan langsung
otot untuk eksisi jaringan nekrotik dini dari jaringan nekrotik, sehingga mencegah
gagal ginjal akut, infeksi, dan kehilangan anggota tubuh lebih lanjut (European
Burns Association, 2017).
2.9 Komplikasi
Terdapat beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada kasus luka bakar, antara
24
lain :
1. Infeksi
Infeksi pada luka bakar merupakan komplikasi yang paling sering terjadi.
Sistem integumen memiliki peranan sebagai pelindung utama dalam
melawan infeksi. Kulit yang rusak atau nekrosis menyebabkan tubuh lebih
rentan terhadap patogen di udara seperti bakteri dan jamur (Rusihana,
2019).
3. Kontraktur
25
luka aslinya. Etiologinya dikaitkan dengan penyembuhan luka yang tidak
normal dan epitelisasi yang lama sebagai akibat penanganan yang tidak
memadai sejak awal. Tanda yang terlihat adalah tampak parut yang
menebal, tidak rata, lebih gelap dan dapat menimbulkan gangguan
kepercayaan diri pada pasien (Kemenkes RI, 2019).
2.10 Prognosis
Oleh karena begitu lama dan panjangnya perawatan pada pasien luka bakar di
seluruh unit luka bakar, penentuan prognosis mortalitas pada pasien luka bakar
sangatlah penting untuk memprediksi hasil dari perawatan luka bakar tersebut.
Terdapat hingga 45 macam model yang dapat digunakan untuk memprediksi
mortalitas dari pasien luka bakar. Salah satu model yang paling sering digunakan
dan cukup akurat adalah ABSI (abbreviated burn severity index) (Kemenkes RI,
2019).
Terdapat lima variabel yang dibutuhkan untuk menentukan mortalitas dari pasien
luka bakar. Lima variable tersebut adalah jenis kelamin, usia, terdapatnya trauma
inhalasi, terdapatnya luka bakar fullthickness, dan persentasi TBSA yang terkena
luka bakar, dapat dilihat pada tabel 6. Jika skor ABSI lebih dari 6, maka pasien
disarankan untuk dirujuk ke rumah sakit dengan unit luka bakar yang lengkap
(Kemenkes RI, 2019).
26
27
BAB III
LAPORAN KASUS
STATUS PASIEN
ANAMNESIS PRIBADI
ANAMNESIS PENYAKIT
Telaah:
Pasien dibawa dalam keadaan kulitnya melepuh dikarenakan api membakar tubuh
pasien. Bedasarkan pengakuan dari keluarga pasien (adik pasien), pada tanggal 29
Juni 2023 pukul 20.30 saat pasien sedang mengisi bahan bakar di spbu Langsa
mobilnya mengalami korslet kemudian api membakar tubuh pasien dan
masyarakat membantu memadamkan api. Pasien sempat tidak sadarkan diri,
setelah itu pasien di evakuasi menuju RSUD Langsa, kemudian pasien di rujuk ke
RS Putri Hijau, pasien dirawat dan dilakukan pengobatan debridement. Lalu
pasien dirujuk ke RSUP H. Adam Malik untuk penanganan lebih lanjut. Riwayat
kejang (-), sesak (-), suara serak (-).
Riwayat penyakit terdahulu: -
Riwayat penggunaan obat: -
Riwayat operasi: -
28
PEMERIKSAAN FISIK DIAGNOSTIK
STATUS PRESENS :
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan Darah : 120/69 mmHg
Frekuensi Nadi : 92 x/menit
Frekuensi Nafas : 24 x/menit
Suhu : 36.7 °C
SpO2 : 99% NRM 10 lpm
VAS: 4
Berat badan : 65 kg
Tinggi badan : 170 cm
STATUS GENERALISATA :
Kepala : Normosefali , deformitas (+), luka bakar pada wajah (+)
Mata : Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), pupil bulat isokor, diameter
3 mm / 3 mm, refleks cahaya langsung (+/+), reflex cahaya tidak langsung (+/+)
Telinga: Bentuk normal, tidak perdarahan, ataupun cairan. Luka bakar (+)
Hidung: Septum nasi tidak deviasi, luka bakar (+), terpasang NGT (+)
Mulut : Bibir kering tidak dijumpai, gigi baik, mukosa lembab, mulut sianosis (-),
luka bakar (-)
Leher : Trakea medial, pembesaran KGB (-), benjolan (-), luka bakar (+)
Paru
Inspeksi :Gerakan dinding dada simetris, ketinggalan bernapas(-),
penggunaan otot bantu napas (-)
Palpasi : Stem fremitus kiri = kanan,
29
Perkusi : sonor pada seluruh lapangan paru kanan dan kiri
Auskultasi : Suara napas : vesikuler
Suara tambahan : wheezing dan ronki tidak dijumpai
Jantung
Inspeksi : Pulsasi iktus kordis tidak terlihat, CVC (+) di ICS 7-8 kanan
Palpasi : Iktus kordis teraba
Auskultasi : Denyut jantung reguler, murmur (-)
Abdomen
Inspeksi : Simetris, distensi (-), luka bakar (+)
Auskultasi : Bising usus (+), normoperistaltik
Palpasi : Soepel (+), nyeri tekan (-)
Perkusi : timpani
Ekstremitas Superior:
Akral hangat, luka bakar pada lengan kanan dan kiri (+)
Ekstremitas Inferior:
Akral hangat, luka bakar pada kaki kanan dan kiri (+)
30
Kaki kiri 13,5%
Total 76.5%
HASIL LABORATORIUM
31
Kimia Klinik
Albumin g/dL 2.02 3.4 - 4.8
Glukosa Darah (Sewaktu) mg/dL 136 < 200
Blood Urea Nitrogen (BUN) mg/dL 28.7 6-20
Ureum mg/dL 61 16 - 49
Kreatinin mg/dL 0.68 0.62 - 1.1
Natrium (Na) mmol/L 138 136 - 146
Kalium (K) mmol/L 4.4 3.5 - 5.1
Klorida (Cl) mmol/L 101 98 - 106
Kesan :
Anemia, Leukositosis, hipoalbuminemia, alkalosis metabolik tidak terkompensasi
32
33
34
DIAGNOSIS
● Flame burn injury 76.5% o/t face, neck, abdomen, back, both arm and Leg
● anemia (6.8)
● hipoalbuminemia (2.02)
TATALAKSANA
Cairan :
Obat-Obatan :
● Debridement
35
BAB IV
KESIMPULAN
Tn. IMH, Laki-laki, 25 tahun dibawa ke RSUP Haji Adam Malik dengan
kulit melepuh pasca terbakar saat mengisi bensin, berdasarkan anamnesis lebih
lanjut, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang pasien didiagnosis dengan
Flame Burn Injury Mid To Deep Dermal TBSA 76.5% o/t Face, Abdomen, Back,
Both Hand, Both Arm, and Both Leg. Pada pasien dilakukan resusitasi dengan
total cairan awal 19.890ml RL, maintenance 100ml/jam, transfusi 4 bag, 3 fl
albumin 25% 100cc kemudian dirujuk ke dokter spesialis Bedah Plastik untuk
dilakukan Debridement.
36
DAFTAR PUSTAKA
American Burn Association, 2018, ̒Advanced Burn Life Support Course Provider
Manual 2018 Update ̓ [Online], accesed 1 May 2021, Available at:
http://ameriburn.org/wpcontent/uploads/2019/08/2018-abls-providermanual.pdf
Amirsyah, M. 2017, ‘Tatalaksana awal pasien luka’, Aceh Surgery Update 2, pp.
112–118.
European Burns Association. European Practice Guidelines for Burn Care. Euro
Burn. 2017;4:14-9
Jeschke MG, van Baar ME, Choudhry MA, Chung KK, Gibran NS, Logsetty S.
Burn injury. Nat Rev Dis Primers. 2020 Feb 13;6(1):11. doi:
10.1038/s41572-020-0145-5. PMID: 32054846; PMCID: PMC7224101.
LeMone, Burke, & Bauldoff, (2016). Keperawatan Medikal Bedah, Alih bahasa.
Jakarta: EGC
Sudjatmiko, G., 2007. Kraniofasial. In: Petunjuk Praktis Ilmu Bedah Plastik
Rekonstruksi. Jakarta: Yayasan Khazanah Kebajikan, p. 80.
37
Jakarta: Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
Rusihana, I., 2019. Merawat Anak dengan Luka Bakar. Malang : Universitas
Muhammadiyah Malang.
38