Abstrak
Pengobatan malaria di Kabupaten Belu Propinsi Nusa Tenggara Timur berdasarkan pada diagnosis
klinis dan mikroskopis. Angka kesalahan diagnosis mikroskopis malaria dilaporkan masih tinggi, di atas
nilai toleransi kesalahan diagnosis menurut Kementerian Kesehatan >5%. Tujuan penelitian ini untuk
mengetahui faktor-faktor penyebab kesalahan diagnosis malaria di Puskesmas. Rancangan penelitian
ini adalah explorasi dan observasional secara potong lintang terhadap 16 mikroskopis sampel dalam
mendiagnosis mikroskopis malaria. Penelitian dilakukan di 10 puskesmas Kabupaten Belu dari bulan
April hingga Juni 2012. Hasil pengamatan menunjukkan faktor yang mempengaruhi kesalahan diagnosis
adalah kelengkapan mempersiapkan alat dan bahan sebelum pengambilan darah (p < 0,029), tidak
melakukan sediaan darah tipis (p < 0,07), menggunakan Kaca Sediaan (KS) bekas/slide bekas (p <
0,08) hasil pewarnaan Sediaan Darah (SD) tidak baik (p < 0,02), kurang pengalaman kerja (p < 0,029)
dan kurang pelatihan (p <0,08). Penilaian terhadap mikroskopis dilakukan oleh expert microscopist
yang tersertifikasi dan ditemukan responden memiliki nilai Kappa jelek (0,00-0,20) sebanyak 35,2%.
Abstract
Treatment for malaria in Belu District, East Nusa Tenggara Province, is still mainly based on clinical
and microscopic diagnosis. Error rate of microscopic diagnosis was reported still high, above the value
of diagnostic fault tolerance accoding to ministry of health >5%. The aim of this study is to determine
the factors that cause errors of diagnosis of malaria in community health centers. Exploration and
observation methods with cross sectional was used at 10 community health centers in Belu District
from April to June 2012. The number of sample was 16 health care staffs who was doing the microscopic
diagnosis. The results of this study showed statistically significant factor affecting the completeness of
error diagnosis is microscopic prepare tools and materials prior to blood sampling (p-value < 0.029),
do not used thin blood film (p-value <0.07), do not used new slides (p-value < 0,08), bad staining
preparation (p-value 0.02), less work experience (p-value 0.029) and less training (p-value 0.08). The
low value of kappa (0.0-0.2) as much as 35.2% indicated that the microscopic diagnosis is very poor.
1
Media Litbangkes, Vol. 25 No. 2, Juni 2015, xx - xx
jika teknisi laboratorium yang trampil dapat dalam meyiapkan sediaan darah untuk diagnosis
mendeteksi parasit malaria dalam densitas rendah, malaria.
2) Informatif: parasit yang ditemukan dapat Tulisan ini merupakan analisis lanjut dari
dibedakan jenis spesiesnya (P. falciparum, P. penelitian “Evaluasi Diagnosis Mikroskopis
vivax, P. malariae, P. ovale) dan juga stadiumnya Malaria pada Puskesmas dan Cross Checker di
(Ring, Tropozoit, Schizon dan Gametozit) serta Kabupaten Belu Provinsi Nusa Tenggara Timur,
memungkinkan untuk menemukan spesies baru yang bertujuan untuk mengkaji lebih detail
yang menyerang manusia, 3) Biaya: relatif faktor-faktor yang mempengaruhi kesalahan
tidak mahal diperkirakan Rp. 5000,-/sediaan diagnosis sediaan darah malaria.
darah dibandingkan dengan dipstik seharga Rp.
30.000,- untuk satu pemeriksaan, 4) Umum: Metode
penggunaan mikroskop adalah metode yang
Penelitian dilakukan pada bulan Mei
umum di laboratorium sehingga bisa berbagi
– Juni 2013. Lokasi penelitian 10 Puskesmas
dengan pemeriksaan Tuberkulosis (TB) dan
(Puskesmas Biudukfoho, Weoe, Weliman, Betun,
penyakit lainya.3
Kota Atambua, Atapupu, Nurobo, Umanen,
Salah satu fakor yang menyebabkan
Atambua Selatan). Rancangan penelitian adalah
kegagalan dalam penanggulangan malaria adalah
observasional eksplorasi secara cross sectional.
kesalahan diagnosis mikroskopi malaria yang
Bahan dan alat untuk pemeriksaan
merupakan kelemahan pemeriksaan mikroskopi.
mikroskopi yang dinilai: kaca sediaan/object glass,
Kesalahan diagnosis dapat dimu-lai di tingkat
blood lancet, kapas alkohol (70%), kapas kering,
Puskesmas pada pemeriksaan mikroskopi untuk
mengidentifikasi adanya para-sit malaria di tissue, pensil 2B, slide book dan plastik sampah.
sediaan darah yang dilakukan oleh mikrokopis Giemsa, methanol absolut, aquades, gelas ukur,
Puskesmas.4,5 emersi oil, mikroskop. Cara pengumpulan data
Banyaknya kebiasaan yang kurang baik untuk menilai kemampuan tenaga mikroskopis
pada pemeriksaan mikroskopi mendorong terja- dalam menyiapkan pembuatan sediaan darah
dinya kesalahan diagnosis malaria, misalnya hingga interpretasi hasil dilakukan dengan cara
pembuatan sediaan darah yang kurang baik, observasi terhadap persiapan alat dan bahan,
pengecatan yang kurang memenuhi syarat, pembuatan sediaan darah tebal/tipis, pengecatan
pemeriksaan sediaan darah menggunakan SD dan pemeriksaan. Menilai kemampuan
mikroskop dengan penyinaran yang tidak diagnosa tenaga mikroskopis Puskesmas dan
optimal, pembesaran yang tidak sesuai standar kabupatan dengan menggunakan hasil kerja
pemeriksaan malaria dan mikroskop yang kotor/ tenaga mikroskopis. Instrumen penilaian, cara
berjamur/rusak dan tidak terpelihara.6 penilaian menggunakan kuesioner dan SD standar
Beberapa penelitian melaporkan bahwa dilakukan oleh tenaga mikroskopis tersertifikasi.
kemampuan diagnosis tenaga mikroskopis Pendidikan, pelatihan dan pengalaman
Puskesmas di berbagai daerah di luar Pulau kerja/masa kerja, alat dan reagensia, lingkungan
Jawa masih rendah.7 Penelitian di Sumba Barat dan beban kerja adalah sebagai variabel bebas.
kesalahan cross check sediaan darah pada Sedangkan ketepatan dianosis SD adalah sebagai
13 puskesmas di Kabupaten Sumba Barat, variabel terikat.
menunjukkan bahwa 61,5% tenaga mikroskopis Uji reliabilitas hasil pemeriksaan dila-
melakukan salah diagnosis pada lebih dari 50% kukan dengan perhitungan nilai Kappa untuk
sediaan darah. Batas nilai toleransi kesalahan kesepakatan antara 2 orang mikroskopis.
diagnosis menurut Kementerian Kesehatan ≤ Analisis faktor yang berpengaruh terhadap
5%.8,9 kesalahan diagnosis menggunakan analisis
Di Kabupaten Belu, angka kesalahan univariat untuk menggambarkan karakteristik
(error rate) dari hasil cross check sediaan darah atau latar belakang dan lingkungan kerja,
rutin masih tinggi, namun belum diketahui mikroskopis penelitian menurut masing- masing
faktor-faktor penyebab kesalahan diagnosis variabel bebas. Analisa bivariat untuk mengetahui
malaria. Oleh karena itu telah dilakukan hubungan antara faktor risiko dengan kejadian
penelitian terhadap kompetensi dan kinerja kesalahan diagnosis dengan menggunakan Chi-
petugas mikroskopis dengan cara menilai Square. Analisis regresi logistik bila uji bivariat
kemampuan petugas mikroskopis puskesmas menunjukan nilai p < 0,05.
2
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketepatan... (Fridolina Mau, E. Elsa Herdiana Murhandarwati)
P 0,41 Sedang
3
Media Litbangkes, Vol. 25 No. 2, Juni 2015, xx - xx
Tabel 4. Distribusi Frekuensi dan Analisa Bivariat Faktor-faktor yang mempengaruhi Kesa-lahan Diagnosis
terhadap variabel nilai Kappa tenaga mikroskopi puskesmas di Kabupaten Belu (2012)
Nilai Kappa
N % N % N %
Rendah 2 12,5 1 50 1 50
Tingkat Pendidikan 0,19
Tinggi 14 87,5 11 78,6 3 21,4
≤3 8 50 8 100 0 0
Pengalaman Kerja 0,02
≥3 8 50 4 50 4 50
4
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketepatan... (Fridolina Mau, E. Elsa Herdiana Murhandarwati)
5
Media Litbangkes, Vol. 25 No. 2, Juni 2015, xx - xx
puskesmas. Pewarnaan sediaan darah sebagian dengan nilai Kappa yang jelek dan secara statistik
besar tidak bisa dibaca, hal ini disebabkan karena masa kerja mempunyai hubungan yang bermakna
pH air pengencer yang tidak sesuai atau pH dengan ketepatan diagnosis. Namun tidak
asam (< 7,2) sehingga hasil pewarnaan menjadi sejalan dengan yang dilaporkan dari Kalimantan
terlalu merah dan atau terlalu biru. Selain dan Jepara dimana tidak ada hubungan yang
pH air, kualitas pewarnaan dipengaruhi juga bermakna antara pengalaman kerja dengan
oleh waktu pengecatan, jika terlalu cepat atau ketepatan diagnosis. Adanya perbedaan hasil ini
terlalu lambat menyebabkan hasil pewarnaan karena adanya perbedaan tingkat pendidikan dan
yang kurang baik.10 Penggunaan pembesaran pengelompokan masa kerja tenaga mikroskopis
lensa yang tidak sesuai dalam mengidentifikasi pada penelitan sebelumnya. Pengalaman kerja
Plasmodium merupakan salah satu penyebab berpengaruh terhadap ketepatan diagnosis.
kesalahan diagnosis, walaupun secara statistik Tingkat pendidikan dan masa kerja merupakan
tidak ada hubungan yang signifikan, namun salah satu dasar pertimbangan penentu jangka
salah satu kunci utama ketepatan diagnosis pada waktu atau lamanya suatu kegiatan pelatihan
pembesaran lensa mikroskopis. 11 mikroskopis.12,13
Beberapa faktor pendukung kinerja Supervisi atau kunjungan kerja tenaga
selain kompetensi tenaga mikroskopis yang mikroskopis dari tingkat kabupaten atau oleh
berpengaruh langsung terhadap ketepatan petugas yang lebih tinggi ke mikroskopis
diagnosis adalah tingkat pendidikan, pelatihan puskesmas yang bertujuan untuk monitoring
tenaga mikroskopis, pengalaman kerja, supervisi, kinerja tenaga mikroskopis. Secara statistik
kualitas alat dan bahan, cross check sediaan darah variabel ini tidak mempunyai hubungan antara
rutin, lingkungan dan beban kerja. Hasil penelitian ketepatan hasil diagnosis sediaan darah.
ini ditemukan sebagian besar tenaga mikroskopis Menurut anjuran WHO kegiatan supervisi
puskesmas tingkat pendidikan D1-DIV analis sangat berpengaruh terhadap hasil perbaikan
kesehatan, ini sudah sesuai dengan anjuran kualitas pembacaan hasil sediaan darah sebab
WHO dimana dalam proses seleksi untuk tenaga kunjungan dari petugas dari tingkat atas ke
pemeriksa malaria di semua tingkat administrasi perifer/puskesmas memberi bimbingan terhadap
paling sedikit berpendidikan analis kesehatan.10 tenaga mikroskopis puskesmas dalam rangka
Tingkat pendidikan mikroskopis secara statistik
meningkatkan kinerja yang lebih baik namun
tidak ada hubungan yang bermakna dengan
pada penelitian ini 93,6% tenaga mikroskopis
ketepatan diagnosis, hal serupa ditemukan juga
yang disupervisi mendapatkan nilai Kappa
di Kalimatan dan di Jepara.12,13
jelek, dengan demikian dapat dikatankan bahwa
Sebagian besar tenaga mikroskopis
supervisi yang dilakukan oleh petugas kabupaten
belum pernah mengikuti pelatihan mikroskopis.
tidak memberi suatu perubahan kepada tenaga
Secara statistik tidak ada hubungan yang
mikroskopis puskesmas.8
bermakna dengan ketepatan diagnosis, hasil
serupa ditemukan di Kalimantan.12 Pelatihan Ketersediaan alat dan reagensia (stok alat
suatu kegiatan non formal yang dilakukan untuk dan bahan) disetiap puskesmas tersedia lengkap
neningktakan ketrampilan dan pengetahuan untuk pemeriksaan malaria, namun belum
petugas mikroskopis. Menurut rekomendasi memadai dari segi kualitas dan kuantitasnya,
WHO seorang mikroskopis kabupaten harus secara statistik tidak ada hubungan yang
mempunyai pengetahuan dan ketrampilan lebih bermakna terhadap hasil pembacaan sediaan
tinggi dari petugas mikroskopis puskesmas darah hal serupa ditemukan Sumatera tidak ada
namun kenyataanya tidak demikian, beberapa hubungan yang bermakna antara kualitas alat dan
tenaga mikroskopis puskesmas mempunyai reagensia dengan ketepatan diagnosis.
keterampilan dan kemampuan diganosa yang Ketersediaan alat dan bahan seperti
lebih baik hal ini dapat dibuktikan dari ketepatan mikroskop binokular, kaca obyek yang bersih,
hasil diagnosa dan nilai Kappa dimana kesalahan lancat steril minyak imersi, bak pengering, kotak
diagnosis mikroskopis kabupaten lebih tinggi sediaan darah, alkohol, Giemsa, Kualitas alat dan
dibandingkan dengan tenaga mikroskopis reagen harus yang berkualitas memenuhi standar
puskesmas.10 internasional yang telah ditetapkan sangat
Kurang pengalaman kerja/masa kerja berpengaruh terhadap hasil identifikasi SD. 8,1
sebagai tenaga mikroskopis berpengaruh Cross check/pemeriksaan silang meru-
terhadap ketepatan diagnosis hai ini diukur pakan alternatif memantau kemampuan petugas
6
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketepatan... (Fridolina Mau, E. Elsa Herdiana Murhandarwati)
7
Media Litbangkes, Vol. 25 No. 2, Juni 2015, xx - xx