Anda di halaman 1dari 8

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketepatan... (Fridolina Mau, E.

Elsa Herdiana Murhandarwati)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI


KETEPATAN DIAGNOSIS MALARIA DI PUSKESMAS
KABUPATEN BELU NUSA TENGGARA TIMUR

FACTORS THAT INFLUENCE THE ACCURACY OF DIAGNOSIS OF MALARIA IN


COMMUNITY HEALTH CENTER, BELU DISTRICT, EAST NUSA TENGARA TIMUR

Fridolina Mau*1, E. Elsa Herdiana Murhandarwati2


1
Loka Litbang P2B2 Waikabubak, Badan Litbangkes, Kemenkes RI, Jl. Basuki Rahmat Km.5, Waikabubak,
Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur, Indonesia
2
Bagian Parasitologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada Jogyakarta, Indonesia
*Korespondensi Penulis : fridolin.lokawkb@gmail.com

Submitted: xx-xx-2015, Revised: xx-xx-2015, Accepted: xx-xx-2015

Abstrak
Pengobatan malaria di Kabupaten Belu Propinsi Nusa Tenggara Timur berdasarkan pada diagnosis
klinis dan mikroskopis. Angka kesalahan diagnosis mikroskopis malaria dilaporkan masih tinggi, di atas
nilai toleransi kesalahan diagnosis menurut Kementerian Kesehatan >5%. Tujuan penelitian ini untuk
mengetahui faktor-faktor penyebab kesalahan diagnosis malaria di Puskesmas. Rancangan penelitian
ini adalah explorasi dan observasional secara potong lintang terhadap 16 mikroskopis sampel dalam
mendiagnosis mikroskopis malaria. Penelitian dilakukan di 10 puskesmas Kabupaten Belu dari bulan
April hingga Juni 2012. Hasil pengamatan menunjukkan faktor yang mempengaruhi kesalahan diagnosis
adalah kelengkapan mempersiapkan alat dan bahan sebelum pengambilan darah (p < 0,029), tidak
melakukan sediaan darah tipis (p < 0,07), menggunakan Kaca Sediaan (KS) bekas/slide bekas (p <
0,08) hasil pewarnaan Sediaan Darah (SD) tidak baik (p < 0,02), kurang pengalaman kerja (p < 0,029)
dan kurang pelatihan (p <0,08). Penilaian terhadap mikroskopis dilakukan oleh expert microscopist
yang tersertifikasi dan ditemukan responden memiliki nilai Kappa jelek (0,00-0,20) sebanyak 35,2%.

Kata Kunci : malaria, diagnosis, mikroskopis, ketepatan diagnosis

Abstract
Treatment for malaria in Belu District, East Nusa Tenggara Province, is still mainly based on clinical
and microscopic diagnosis. Error rate of microscopic diagnosis was reported still high, above the value
of diagnostic fault tolerance accoding to ministry of health >5%. The aim of this study is to determine
the factors that cause errors of diagnosis of malaria in community health centers. Exploration and
observation methods with cross sectional was used at 10 community health centers in Belu District
from April to June 2012. The number of sample was 16 health care staffs who was doing the microscopic
diagnosis. The results of this study showed statistically significant factor affecting the completeness of
error diagnosis is microscopic prepare tools and materials prior to blood sampling (p-value < 0.029),
do not used thin blood film (p-value <0.07), do not used new slides (p-value < 0,08), bad staining
preparation (p-value 0.02), less work experience (p-value 0.029) and less training (p-value 0.08). The
low value of kappa (0.0-0.2) as much as 35.2% indicated that the microscopic diagnosis is very poor.

Key Word : malaria, diagnosis, microscopi, accuracy factors

Pendahuluan malaria yang dilakukan dengan pemeriksaan


Penemuan diagnosis malaria sama dengan mikroskopis.1 Diagnosis malaria juga dapat
diagnosis penyakit lainnya yaitu berdasarkan dilakukan dengan tes diagnosis cepat.2
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan Diagnosis malaria secara mikroskopis
laboratorium. Sampai saat ini diagnosis penderita memiliki keunggulan sebagai berikut: 1) Sensitif:

1
Media Litbangkes, Vol. 25 No. 2, Juni 2015, xx - xx

jika teknisi laboratorium yang trampil dapat dalam meyiapkan sediaan darah untuk diagnosis
mendeteksi parasit malaria dalam densitas rendah, malaria.
2) Informatif: parasit yang ditemukan dapat Tulisan ini merupakan analisis lanjut dari
dibedakan jenis spesiesnya (P. falciparum, P. penelitian “Evaluasi Diagnosis Mikroskopis
vivax, P. malariae, P. ovale) dan juga stadiumnya Malaria pada Puskesmas dan Cross Checker di
(Ring, Tropozoit, Schizon dan Gametozit) serta Kabupaten Belu Provinsi Nusa Tenggara Timur,
memungkinkan untuk menemukan spesies baru yang bertujuan untuk mengkaji lebih detail
yang menyerang manusia, 3) Biaya: relatif faktor-faktor yang mempengaruhi kesalahan
tidak mahal diperkirakan Rp. 5000,-/sediaan diagnosis sediaan darah malaria.
darah dibandingkan dengan dipstik seharga Rp.
30.000,- untuk satu pemeriksaan, 4) Umum: Metode
penggunaan mikroskop adalah metode yang
Penelitian dilakukan pada bulan Mei
umum di laboratorium sehingga bisa berbagi
– Juni 2013. Lokasi penelitian 10 Puskesmas
dengan pemeriksaan Tuberkulosis (TB) dan
(Puskesmas Biudukfoho, Weoe, Weliman, Betun,
penyakit lainya.3
Kota Atambua, Atapupu, Nurobo, Umanen,
Salah satu fakor yang menyebabkan
Atambua Selatan). Rancangan penelitian adalah
kegagalan dalam penanggulangan malaria adalah
observasional eksplorasi secara cross sectional.
kesalahan diagnosis mikroskopi malaria yang
Bahan dan alat untuk pemeriksaan
merupakan kelemahan pemeriksaan mikroskopi.
mikroskopi yang dinilai: kaca sediaan/object glass,
Kesalahan diagnosis dapat dimu-lai di tingkat
blood lancet, kapas alkohol (70%), kapas kering,
Puskesmas pada pemeriksaan mikroskopi untuk
mengidentifikasi adanya para-sit malaria di tissue, pensil 2B, slide book dan plastik sampah.
sediaan darah yang dilakukan oleh mikrokopis Giemsa, methanol absolut, aquades, gelas ukur,
Puskesmas.4,5 emersi oil, mikroskop. Cara pengumpulan data
Banyaknya kebiasaan yang kurang baik untuk menilai kemampuan tenaga mikroskopis
pada pemeriksaan mikroskopi mendorong terja- dalam menyiapkan pembuatan sediaan darah
dinya kesalahan diagnosis malaria, misalnya hingga interpretasi hasil dilakukan dengan cara
pembuatan sediaan darah yang kurang baik, observasi terhadap persiapan alat dan bahan,
pengecatan yang kurang memenuhi syarat, pembuatan sediaan darah tebal/tipis, pengecatan
pemeriksaan sediaan darah menggunakan SD dan pemeriksaan. Menilai kemampuan
mikroskop dengan penyinaran yang tidak diagnosa tenaga mikroskopis Puskesmas dan
optimal, pembesaran yang tidak sesuai standar kabupatan dengan menggunakan hasil kerja
pemeriksaan malaria dan mikroskop yang kotor/ tenaga mikroskopis. Instrumen penilaian, cara
berjamur/rusak dan tidak terpelihara.6 penilaian menggunakan kuesioner dan SD standar
Beberapa penelitian melaporkan bahwa dilakukan oleh tenaga mikroskopis tersertifikasi.
kemampuan diagnosis tenaga mikroskopis Pendidikan, pelatihan dan pengalaman
Puskesmas di berbagai daerah di luar Pulau kerja/masa kerja, alat dan reagensia, lingkungan
Jawa masih rendah.7 Penelitian di Sumba Barat dan beban kerja adalah sebagai variabel bebas.
kesalahan cross check sediaan darah pada Sedangkan ketepatan dianosis SD adalah sebagai
13 puskesmas di Kabupaten Sumba Barat, variabel terikat.
menunjukkan bahwa 61,5% tenaga mikroskopis Uji reliabilitas hasil pemeriksaan dila-
melakukan salah diagnosis pada lebih dari 50% kukan dengan perhitungan nilai Kappa untuk
sediaan darah. Batas nilai toleransi kesalahan kesepakatan antara 2 orang mikroskopis.
diagnosis menurut Kementerian Kesehatan ≤ Analisis faktor yang berpengaruh terhadap
5%.8,9 kesalahan diagnosis menggunakan analisis
Di Kabupaten Belu, angka kesalahan univariat untuk menggambarkan karakteristik
(error rate) dari hasil cross check sediaan darah atau latar belakang dan lingkungan kerja,
rutin masih tinggi, namun belum diketahui mikroskopis penelitian menurut masing- masing
faktor-faktor penyebab kesalahan diagnosis variabel bebas. Analisa bivariat untuk mengetahui
malaria. Oleh karena itu telah dilakukan hubungan antara faktor risiko dengan kejadian
penelitian terhadap kompetensi dan kinerja kesalahan diagnosis dengan menggunakan Chi-
petugas mikroskopis dengan cara menilai Square. Analisis regresi logistik bila uji bivariat
kemampuan petugas mikroskopis puskesmas menunjukan nilai p < 0,05.

2
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketepatan... (Fridolina Mau, E. Elsa Herdiana Murhandarwati)

Tabel 1. Pengelompokan nilai Kappa Tabel 3. Perhitungan Nilai Kappa mikroskopis


Puskesmas, Kabupaten Belu berda-
Nilai Kappa Kekuatan Kesepakatan
sarkan hasil pemeriksaan Bagian
Parasitologi FK UGM (2012)
<0 Sangat Jelek
Mikroskopist Nilai Kappa Kesepakatan
0,00 - 0,20 Jelek
A 0,38 Jelek
0,21- 0,40 Kurang
B 0,61 Baik
0,41 - 0,60 Sedang
C 0,26 Kurang
0,61 - 0,80 Baik
D 0,41 Sedang
0,81 - 1,00 Sangat Baik
E 0,45 Sedang
Hasil F 0,00 Jelek
Kemampuan Persiapan Alat dan Bahan G 0,29 Kurang
Hasil evaluasi kemampuan 16 mikroskopis H 1,00 Sangat Baik
Puskesmas dalam menyiapkan pembuatan SD
malaria untuk pemeriksaan mikroskopi dapat I 0,38 Kurang
dilihat pada Tabel 2. dalam menyiapkan SD tebal J 0,00 Jelek
dan tipis hingga diagnosa SD sesuai tahapan
K 0,00 Jelek
kerja (persiapan alat dan bahan, kaca sediaan,
pembuatan SD tebal dan tipis, pemeriksaan secara L 0,00 Jelak
mikroskopis tidak mempengaruhi ketepatan
M 0,00 Jelek
diagnosis (p ≥ 0,05). Namun kualitas pewarnaan/
pengecatan SD dengan Giemsa mempengaruhi N 0,61 Baik
ketepatan diagnosa (p = 0,027). O 0,61 Baik

P 0,41 Sedang

Tabel 2. Proporsi Kemampuan Tenaga Mikroskopis


Puskesmas dalam menyiapkan SD untuk Tabel 3 menunjukkan 6 orang (35,2%)
diagnosis secara mikroskopis Malaria di memiliki nilai Kappa jelek, 3 orang (18,75%)
Kabupaten Belu (2012)
memiliki nilai Kappa baik, 3 orang (18,75%)
Proporsi nilai Kappa kurang, 3 orang (18,75%) memiliki
Kemampuan Kriteria (N=16) Nilai p nilai Kappa sedang dan 1 orang (6,25%) memiliki
(%) nilai Kappa sangat baik.
Persiapan Alat Lengkap 64,5
0,19
dan Bahan Tidak Lengkap 35,5 Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap
Persiapan Kaca Baru 81,8
Kesalahan Diagnosis
0,08
Sediaan (KS) Lama 18,2 Faktor-faktor yang dinilai berpengaruh
Pembuatan SD Baik 87,5
langsung terhadap kesepakatan diagnosis malaria
0,51 oleh mikrokopist dapat dilihat pada tabel 4.
tebal Tidak baik 12,5

Pembuatan SD Baik 12,5


tipis Tidak baik 87,5
0,07 a) Variabel Pendidikan
Tingkat pendidikan mikroskopis di Kabu-
Baik 62,5 paten Belu bervariasi sebanyak 14 orang (87,5%)
Pewarnaan 0,02
Tidak baik 37,5
mikroskopis pendidikan tinggi (D1-D4) analis
Pemeriksaan SD
Tahu 68,6
0,7 kesehatan dan 2 orang (12,5%) pendidikan
Tidak tahu 31,4 rendah (SLTA).
Dari 13 mikroskopis yang berpendidikan
Nilai Kesepakatan Diagnosis (Kappa) tinggi 11 orang (78,6%) dengan nilai Kappa jelek
Nilai Kappa antara mikroskopis Puskes- dan 2 orang (50%) mendapat nilai Kappa baik.
mas dengan mikroskopis dari Parasitologi Dari 2 mikroskopist dengan pendidikan rendah
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada kedua mikroskopist mendapat nilai Kappa jelek.
(FK UGM) dapat dilihat pada tabel 3 berikut : Berdasarkan hasil uji statistik Chi-Squre yang

3
Media Litbangkes, Vol. 25 No. 2, Juni 2015, xx - xx

Tabel 4. Distribusi Frekuensi dan Analisa Bivariat Faktor-faktor yang mempengaruhi Kesa-lahan Diagnosis
terhadap variabel nilai Kappa tenaga mikroskopi puskesmas di Kabupaten Belu (2012)

Nilai Kappa

Variabel Frekuensi Jelek Baik Nilai P

N % N % N %

Rendah 2 12,5 1 50 1 50
Tingkat Pendidikan 0,19
Tinggi 14 87,5 11 78,6 3 21,4

Belum 12 75 11 91,7 1 8,3


Pelatihan 0,1
Sudah 4 25 1 25 3 75

≤3 8 50 8 100 0 0
Pengalaman Kerja 0,02
≥3 8 50 4 50 4 50

Tidak 1 6,25 1 100 0 0


Supervisi 1
Ya 15 93,75 11 73,3 4 26,7

Tidak 1 6,25 1 100 0 0


Ketersediaan Alat dan Bahan 0,5
Tersedia 15 93,75 9 60 6 40

Tidak 1 6,25 1 100 0 0


Cross Check 0,23
Ya 15 93,75 8 53,3 7 46,7

Tidak 1 6,25 1 100 0 0


Lingkungan Kerja 1
Ya 15 93,75 5 33,3 10 66,7

Tidak 1 6,25 1 100 0 0


Beban Kerja 1
Ya 15 93,75 11 73,3 4 26,7

menghubungkan variabel pendidikan dengan mikroskopis 2 x mengikuti pelatihan dan 1 orang


nilai Kappa ditemukan nilai p = 0,19. Nilai p ≥ (6,25%) ≥ 3x mengikuti pelatihan. Pelatihan
0,05 menyatakan pendidikan tidak ada hubungan mikroskopis dihubungkan dengan ketepatan
dengan ketepatan diagnosis. diagnosis mikroskopis terdapat 11 orang (91,7%)
yang belum pernah pelatihan nilai Kappa jelek
b) Variabel Pelatihan dan 1 orang yang mendapatkan nilai Kappa baik,
Dari 16 mikroskopist yang di teliti 12 sedangkan tenaga mikroskopis sudah pelatihan
mikroskopist (75%) belum mengikuti pelatihan terdapat 1 orang (25%) mendapat nilai Kappa
dan 4 mikroskopist lainnya (25%) sudah pernah jelek dan 3 orang (21,4%) mendapat nilai Kappa
mengikuti pelatihan. Dari 12 miroskopist yang baik. Berdasarkan hasil uji statistik Chi-Squre
belum pernah pelatihan 11 mikroskopist (78,6%) yang menghubungkan variabel jumlah pelatihan
dengan nilai jelek dan satu mikroskopist lainnya dengan nilai Kappa ditemukan nilai p = 0,10.
(8,3%) dengan nilai kappa baik, sedangkan
tenaga mikroskopist sudah pelatihan terdapat 1 d) Variabel Pengalaman Kerja
orang (25%) yang mendapat nilai kappa jelek Pengalaman kerja mikroskopis kurang dari
dan 3 orang (75%) mendapat nilai kappa baik. 3 tahun sebanyak 8 orang (50%) dan 8 orang (50%)
Berdasarkan hasil uji statistik Chi-Squre yang mikroskopis sudah bekerja lebih dari 3 tahun.
menghubungkan variabel pelatihan dengan nilai Pengalaman kerja mikroskopis dihubungkan
Kappa ditemukan nilai p = 0,10. dengan ketepatan diagnosis mikroskopis terdapat
8 orang (100%) bekerja kurang dari 3 tahun
c) Variabel Jumlah Pelatihan nilai Kappa jelek sedangkan tenaga mikroskopis
Banyaknya pelatihan yang pernah diikuti sudah bekerja lebih dari 3 tahun sebanyak 4 orang
mikroskopis di Kabupaten Belu terdapat 3 orang (50%) mendapat nilai Kappa jelek dan 4 orang
(18,8%) tenaga mikroskopis 1 x mengikuti (50%) mendapat nilai Kappa baik. Berdasarkan
pelatihan, terdapat 1 orang (6,25%) tenaga hasil uji statistik Chi-Squre yang menghubungkan

4
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketepatan... (Fridolina Mau, E. Elsa Herdiana Murhandarwati)

variabel pengalaman kerja dengan nilai Kappa h) Variabel Lingkungan Kerja


ditemukan nilai p = 0,029. Lingkungan kerja mikroskopis puskesmas
di Kabupaten Belu terdapat 15 orang (93,75%)
e) Variabel Supervisi tenaga mikroskopis lingkungan kerja memenuhi
Di Kabupaten Belu, kegiatan supervisi syarat dan 1 orang (6,25%) tidak lingkungan
dilakukan pada semua tenaga mikroskopis lokasi kerja memenuhi syarat. Lingkungan kerja dihu-
penelitian sebanyak 15 orang (93,8%) tenaga bungkan dengan ketepatan diagnosis, terdapat 1
mikroskopis disupervisi namun ada 1 orang orang (100%) lingkungan kerja tidak memenuhi
(6,25%) tidak disupervisi. Supervisi terhadap syarat nilai Kappa jelek, sedangkan tenaga
tenaga mikroskopis dihubungkan dengan mikroskopis lingkungan kerja memenuhi syarat
ketepatan diagnosis, terdapat 11 orang (73,3%) terdapat 5 orang (33,3%) mendapat nilai Kappa
disupervisi nilai Kappa jelek dan 4 orang (26,7%) jelek dan 10 orang (66,7%) mendapat nilai Kappa
mendapat nilai Kappa baik sedangkan tenaga baik. Berdasarkan hasil uji statistik Chi-Squre
mikroskopis tidak disupervisi terdapat 1 orang yang menghubungkan variabel lingkungan kerja
(100%) mendapat nilai Kappa jelek dan tidak ada dengan nilai Kappa ditemukan nilai p = 1,00.
yang mendapat nilai Kappa baik. Berdasarkan
hasil uji statistik Chi-Squre yang menghubungkan i) Variabel Beban Kerja
variabel supervisi dengan nilai Kappa ditemukan Beban kerja mikroskopis puskesmas di
nilai p = 1,00. Kabupaten Belu terdapat 15 orang (93,75%)
tenaga mikroskopis lingkungan kerja memenuhi
f) Variabel Ketersediaan Alat dan Bahan syarat dan 1 orang (6,25%) tidak memenuhi
Ketersediaan stok alat dan bahan di syarat. Beban kerja dihubungkan dengan kete-
Kabupaten Belu terdapat 15 orang (93,8%) patan diagnosis, terdapat 1 orang (100%) beban
tenaga mikroskopis lengkap ketersediaan alat kerja tidak memenuhi syarat nilai Kappa jelek
dan bahan dan 1 orang (6,26%) tidak tersedia dan tidak ada yang mendapat nilai Kappa baik
stok alat dan bahan. Ketersediaan alat dan sedangkan tenaga mikroskopis beban kerja
bahan dihubungkan dengan ketepatan diagnosis, memenuhi syarat terdapat 11 orang (73,3%)
terdapat 9 orang (60%) tersedia alat dan bahan mendapat nilai Kappa jelek dan 4 orang (26,7%)
nilai Kappa jelek dan 6 orang (40%) mendapat mendapat nilai Kappa baik. Berdasarkan hasil uji
nilai Kappa baik sedangkan tenaga mikroskopis statistik Chi-Squre yang menghubungkan variabel
tidak tersedia alat dan bahan terdapat 1 orang beban kerja dengan nilai Kappa ditemukan nilai
(100%) mendapat nilai Kappa jelek dan tidak ada p = 1,00.
yang mendapat nilai Kappa baik. Berdasarkan
hasil uji statistik Chi-Squre yang menghubungkan Pembahasan
variabel ketersediaan alat dan bahan dengan nilai Hasil penelitian menunjukkan sebagian
Kappa ditemukan nilai p = 0,52. Nilai p > 0,05 besar tenaga mikroskopis tidak lengkap mem-
menyatakan ketersediaan stok alat dan bahan persiapkan alat dan bahan sebelum pembuatan
tidak ada hubungan dengan ketepatan diagnosis. sediaan darah salah satunya adalah tidak
menyiapkan kapas alkohol, masih ditemukan
g) Variabel Cross Check SD penggunaan kaca obyek bekas untuk membuat
Kegiatan Cross Check SD rutin di sediaan darah. Penggunaan kapas alkohol sangat
Kabupaten Belu terdapat 15 orang (93,8%) penting kerena selain sebagai disinfektan, kapas
tenaga mikroskopis di Cross Check secara rutin alkohol untuk membersihkan jari penderita dari
dan 1 orang (6,25%) tidak dilakukan Cross Check kotoran dan lemak yang menempel sebelum
SD rutin. Cross Check SD dihubungkan dengan pengambilan darah. Penggunaan kaca obyek
ketepatan diagnosis, terdapat 8 orang (53,3%) bekas, berlemak dan kotoran sisa darah yang
dilakukan Cross Check SD rutin nilai Kappa jelek menempel pada sediaan darah menjadi artefak/
dan 7 orang (46,7%) mendapat nilai Kappa baik benda asing yang meyerupai parasit, apabila
sedangkan tenaga mikroskopis tidak dilakukan dalam pemeriksaan mikroskopis akan terdiagnosis
Cross Check SD rutin terdapat 1 orang (100%) menjadi Plasmodium malaria.9 Pembuatan
mendapat nilai Kappa jelek. Berdasarkan hasil sediaan darah tebal kurang baik, diantaranya
uji statistik Chi-Squre yang menghubungkan disebabkan volume darah pada sediaan darah
variabel Cross Check SD rutin dengan nilai terlalu sedikit sedangkan pembuatan sediaan darah
Kappa ditemukan nilai p = 0,23. tipis untuk diagnosis spesies belum dilakukan di

5
Media Litbangkes, Vol. 25 No. 2, Juni 2015, xx - xx

puskesmas. Pewarnaan sediaan darah sebagian dengan nilai Kappa yang jelek dan secara statistik
besar tidak bisa dibaca, hal ini disebabkan karena masa kerja mempunyai hubungan yang bermakna
pH air pengencer yang tidak sesuai atau pH dengan ketepatan diagnosis. Namun tidak
asam (< 7,2) sehingga hasil pewarnaan menjadi sejalan dengan yang dilaporkan dari Kalimantan
terlalu merah dan atau terlalu biru. Selain dan Jepara dimana tidak ada hubungan yang
pH air, kualitas pewarnaan dipengaruhi juga bermakna antara pengalaman kerja dengan
oleh waktu pengecatan, jika terlalu cepat atau ketepatan diagnosis. Adanya perbedaan hasil ini
terlalu lambat menyebabkan hasil pewarnaan karena adanya perbedaan tingkat pendidikan dan
yang kurang baik.10 Penggunaan pembesaran pengelompokan masa kerja tenaga mikroskopis
lensa yang tidak sesuai dalam mengidentifikasi pada penelitan sebelumnya. Pengalaman kerja
Plasmodium merupakan salah satu penyebab berpengaruh terhadap ketepatan diagnosis.
kesalahan diagnosis, walaupun secara statistik Tingkat pendidikan dan masa kerja merupakan
tidak ada hubungan yang signifikan, namun salah satu dasar pertimbangan penentu jangka
salah satu kunci utama ketepatan diagnosis pada waktu atau lamanya suatu kegiatan pelatihan
pembesaran lensa mikroskopis. 11 mikroskopis.12,13
Beberapa faktor pendukung kinerja Supervisi atau kunjungan kerja tenaga
selain kompetensi tenaga mikroskopis yang mikroskopis dari tingkat kabupaten atau oleh
berpengaruh langsung terhadap ketepatan petugas yang lebih tinggi ke mikroskopis
diagnosis adalah tingkat pendidikan, pelatihan puskesmas yang bertujuan untuk monitoring
tenaga mikroskopis, pengalaman kerja, supervisi, kinerja tenaga mikroskopis. Secara statistik
kualitas alat dan bahan, cross check sediaan darah variabel ini tidak mempunyai hubungan antara
rutin, lingkungan dan beban kerja. Hasil penelitian ketepatan hasil diagnosis sediaan darah.
ini ditemukan sebagian besar tenaga mikroskopis Menurut anjuran WHO kegiatan supervisi
puskesmas tingkat pendidikan D1-DIV analis sangat berpengaruh terhadap hasil perbaikan
kesehatan, ini sudah sesuai dengan anjuran kualitas pembacaan hasil sediaan darah sebab
WHO dimana dalam proses seleksi untuk tenaga kunjungan dari petugas dari tingkat atas ke
pemeriksa malaria di semua tingkat administrasi perifer/puskesmas memberi bimbingan terhadap
paling sedikit berpendidikan analis kesehatan.10 tenaga mikroskopis puskesmas dalam rangka
Tingkat pendidikan mikroskopis secara statistik
meningkatkan kinerja yang lebih baik namun
tidak ada hubungan yang bermakna dengan
pada penelitian ini 93,6% tenaga mikroskopis
ketepatan diagnosis, hal serupa ditemukan juga
yang disupervisi mendapatkan nilai Kappa
di Kalimatan dan di Jepara.12,13
jelek, dengan demikian dapat dikatankan bahwa
Sebagian besar tenaga mikroskopis
supervisi yang dilakukan oleh petugas kabupaten
belum pernah mengikuti pelatihan mikroskopis.
tidak memberi suatu perubahan kepada tenaga
Secara statistik tidak ada hubungan yang
mikroskopis puskesmas.8
bermakna dengan ketepatan diagnosis, hasil
serupa ditemukan di Kalimantan.12 Pelatihan Ketersediaan alat dan reagensia (stok alat
suatu kegiatan non formal yang dilakukan untuk dan bahan) disetiap puskesmas tersedia lengkap
neningktakan ketrampilan dan pengetahuan untuk pemeriksaan malaria, namun belum
petugas mikroskopis. Menurut rekomendasi memadai dari segi kualitas dan kuantitasnya,
WHO seorang mikroskopis kabupaten harus secara statistik tidak ada hubungan yang
mempunyai pengetahuan dan ketrampilan lebih bermakna terhadap hasil pembacaan sediaan
tinggi dari petugas mikroskopis puskesmas darah hal serupa ditemukan Sumatera tidak ada
namun kenyataanya tidak demikian, beberapa hubungan yang bermakna antara kualitas alat dan
tenaga mikroskopis puskesmas mempunyai reagensia dengan ketepatan diagnosis.
keterampilan dan kemampuan diganosa yang Ketersediaan alat dan bahan seperti
lebih baik hal ini dapat dibuktikan dari ketepatan mikroskop binokular, kaca obyek yang bersih,
hasil diagnosa dan nilai Kappa dimana kesalahan lancat steril minyak imersi, bak pengering, kotak
diagnosis mikroskopis kabupaten lebih tinggi sediaan darah, alkohol, Giemsa, Kualitas alat dan
dibandingkan dengan tenaga mikroskopis reagen harus yang berkualitas memenuhi standar
puskesmas.10 internasional yang telah ditetapkan sangat
Kurang pengalaman kerja/masa kerja berpengaruh terhadap hasil identifikasi SD. 8,1
sebagai tenaga mikroskopis berpengaruh Cross check/pemeriksaan silang meru-
terhadap ketepatan diagnosis hai ini diukur pakan alternatif memantau kemampuan petugas

6
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketepatan... (Fridolina Mau, E. Elsa Herdiana Murhandarwati)

mikroskopis uji statistik tidak ada hubungan Kesimpulan


yang signifikan antara ketepatan diagnosis Ketepatan diagnosis malaria oleh mikros-
dengan variabel cross check. Tujuan dilakukan kopis dipengaruhi pada penyiapan alat dan
pemeriksaan silang merupakan salah satu bahan sebelum pembuatan sediaan darah.
alternatif untuk memantau kemampuan diagnosis Kualitas sediaan darah, pewarnaan/pengecatan
dari petugas daerah terlebih petugas puskesmas, sedian darah mempengaruhi hasil diagnosis.
Jumlah sediaan darah yang di periksa silang Umumnya nilai kesepakatan kappa mikroskopist
adalah semua sediaan darah positif ditambah adalah jelek yang menunjukan kemampuan
10% sediaan darah negatif.1 tenaga mikroskopis di Puskesmas kabupaten
Mikroskopi puskesmas melakukan Belu masih perlu ditingkatkan. Faktor lain yang
pengiriman SD untuk cross check sesuai prosedur. mempengaruhi ketepatan diagnosis malaria
Tujuan pengiriman SD yang bervariasi kepadatan adalah pengalaman kerja dan kesempatan men-
parasit menurut WHO, untuk mendapatkan dapatkan pelatihan.
informasi kemapuan diagnosis diharapkan
agar sediaan darah yang kepadatan parasitnya Saran
rendah untuk dapat menilai kemampuan seorang Kualitas pewarnaan sediaan darah diper-
mikroskopis, sebab jika kepadatan tinggi seorang baiki dengan menguji mutu Giemsa dan pH buffer
tenaga mikrokopis dengan kemampuan rendah sebelum pewarnaan sediaan darah dilakukan.
bisa menghasilkan sensitifitas yang tinggi. Pelatihan atau penyegaran secara berkala perlu
Lingkungan kerja secara statistik tidak dilakukan untuk meningkatkan kemampuan
ada hubungan yang bermakna tidak berpengaruh tenaga mikroskopist untuk diagnosis malaria.
terhadap ketepatan diagnosis malaria. Lingkungan Penempatan mikroskopist sebaiknya disesuaikan
kerja sangat berpengaruh terhadap ketepatan dengan pengalaman di laboratorium sebagai
diagnosis SD. Kriteria lingkungan kerja yang mikroskopis malaria.
baik atau suatu ruangan yang memenuhi standar
dinilai dari pencahayaan yang cukup apabila pada Ucapan Terima Kasih
siang hari tidak menggunakan bantuan cahaya Penulis menyampaikan terima kasih
listrik, jika menggunakan mikroskop non elektrik kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten
pencahayaan sangat mendukung, kelembaban Belu, Kelapa Bagian Pengendalian Penyakit
ruangan perlu diperhatikan, ketersediaan air dan Penyehatan Lingkungan, Kepala Puskesmas
bersih sebagai kebutuhan vital laboratorium, (Biudukfoho,Weoe,Weliman, Betun, Kota,
ketersediaan listrik, selain itu juga ketersediaan Seon, Atapupu, Nurobo, Umanen dan Atambua
meja dan kursi yang argonomis sehingga Selatan) bersama para mikrokopist Puskesmas,
memberikan rasa nyaman bagi petugas. mikroskopist Parasitologi FK UGM, yang telah
Ketidaktepatan hasil pemeriksaan juga mambantu dan memberi dukungan hingga
dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain berakhirnya penelitian ini.
: ruang laboratorium yang kurang memenuhi
syarat (penyinaran mikroskop yang tidak optimal, Daftar Pustaka
lembab, dan lain-lain), dan mikroskop yang 1. Kemenkes RI. Menkes canangkan eliminasi
kotor/rusak/tidak terpelihara.1,8 Malaria [Internet]. (2009). Tersedia dari
Beban kerja berkenaan dengan waktu dan http://depkes.go.id/index.php?=new s&taks=
tugas tambahan yang dibebankan kepada seorang viewarticcle & Depertemen Kesehatan RI.
tenagan mikroskopis malaria mendapatkan beban Direktorat jenderal pengendalian dan penyehata
lingkungan. Informasi pengendalian penyakit dan
tambahan memeriksa spesimen tuberkolosis. Hal
pengendalian penyakit penyakit dan penyehatan
serupa dilaporkan bahwa di Kalimantan hampir lingkungan.
semua petugas mempunyai beban kerja tambahan 2. Departemen Kesehatan RI. 2010. Modul
yaitu mendiagnosis spesimen tuberkolosis.12 Parasitologi Malaria 2, Departemen Kesehatan
Beban kerja petugas sangat berpengaruh terhadap Ditjen PP & PL Direktorat P2B2. Jakarta.
kinerja, SD yang diperiksa harus dibatasi bila 3. Sutamiharharja A, Krisin, Wangsamuda
S, Rogers OW, Projodipuro P. 2009. Buku
waktu yang digunakan untuk diagnosis SD yang
Panduan Pelatihan Mikroskopis Malaria.
diperiksa melebihi kapasitas maka sensitifitas Lembaga Eijkman, US-NAMRU 2, The Sumba
hasil pemeriksaan menurun Secara statistik tidak Foundation, Prior, Badan Litbang Kesehatan RI.
ada hubungan yang bermakna terhadap kinerja.8 Jakarta. Hal. 9

7
Media Litbangkes, Vol. 25 No. 2, Juni 2015, xx - xx

4. Departemen Kesehatan RI, NAMRU, IAIM, Assurance) Pemeriksaan Mikroskopis Malaria


UGM, USAID. 2013 Panduan Praktis Diagnosis Di Pulau Sumba. Jurnal Ekologi Kesehatan Vol.
Malaria. Inisiatif Anti Malaria Indonesia (IAMI) 12 No. 2 Juni 2013. Hal. 79-86
& P2Pm-PL Depkes. Jakarta. Hal. 11. 10. Budiyanto, A. Tingkat Akurasi Pemeriksaan
5. Tuti, S. Beberapa prinsip dasar pemantapan Sediaan Darah Malaria di Ogan Komering
kualitas (Quality Assurance/QA) petugas UluProvinsi Sumatera Selatan Tahun 2007.
mikroskopis malaria. Maj Kedokteran Indo,Vol Fokus Utama, http://www.encarta.msn.com
(60) 329-336 diakses tanggal 20 Januari 2013
6. Ariyanti E, Riyanti E, Prasetyorini B, Aisyah, 11. Mau F. Laporan kegiatan pelatihan tenaga teknis
Khairiri, Harun S, Handayani S, Tjitra E. laboratorium dan tenaga mikroskopis malaria
2011. Cek Silang Mikroskopis Sediaan tingkat puskesmas di Pulau Timor (Kabupaten
Darah Malaria Pada Monitoring Pengobatan TTS,TTU dan Belu) Kupang - NTT. Care
Dihidroartemisisnin-Piparakuin Di Kalimanatan Internasional (MIAT) Project. 2009
dan Sulawesi. Media Litbang Kesehatan. Vol 22 12. Chadijah, S., Labatjo, Y., Gartijo, A., Wijaya,
No. 4. Desember 2012 Y., Udin, Y., Efektifitas diagnosis mikroskopis
7. Basundari S. Dkk. Efektifitas Diagnosis malaria di puskesmas donggala, puskesmas
Mikroskopis Malaria Di Tiga Puskesmas Di Lembasada, dan puskesmas Kulawi Propinsi
Kabupaten Purworejo Jawa Tengah, 2002. Sulawesi Tengah. Jurnal Ekologi Kesehatan Vol.
8. Sidabutar, M. Laporan operasional riset: upaya ( 5) No.1, April 2006 hal. 385-394
peningkatan akurasi pemeriksaan sediaan 13. Marsela W., Konfirmasi Pemeriksaan
darah pemeriksaan malaria oleh mikroskopis Mikroskopik terhadap Diagnosis Klinis
puskesmas di Kabupaten Sumba Barat, 2002. Malaria. Tersaji dalam : http://www.academia.
9. Mau F, Desato Y. 2013. Studi Kualitas (Qualitas edu/3463457/ Diunduh tanggal 24 Mei 2014

Anda mungkin juga menyukai