Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PKL SURVEILANS PD3I

PROGRAM SURVEILANS CAMPAK-RUBELA DI UPTD PUSKESMAS II DINAS


KESEHATAN KECAMATAN DENPASAR TIMUR KOTA DENPASAR TAHUN 2023

I. LATAR BELAKANG
Penyakit campak adalah suatu penyakit akut yang disebabkan oleh virus campak dari
family Paramixovirus, genus Morbilivius. Penyakit ini ditandai dengan gejala awal demam,
batuk, pilek, dan konjungtivitis yang kemudian diikuti dengan bercak kemerahan pada kulit
(rash). Campak biasanya menyerang anak berusia 5-10 tahun yang belum pernah
mendapatkan imunisasi. Di Indonesia penyakit campak masih menjadi masalah, karena
berdasarkan data jumlah penderita sampai saat ini masih tinggi (Widoyono, 2008).
Rubela adalah penyakit akut dan mudah menular yang sering menginfeksi anak dan
dewasa muda yang rentan. Penyakit ini mempunyai gejala klinis yang ringan dan 50% tidak
bergejala, akan tetapi yang menjadi perhatian dalam kesehatan masyarakat adalah efek
teratogenik apa bila rubella ini menyerang pada wanita hamil terutama pada masa awal
kehamilan. Infeksi rubella pada ibu hamil dapat menyebabkan keguguran atau kecacatan
permanen pada bayi yang dilahirkan atau dikenal dengan sindrom rubella kongenital
(Congenital Rubella Syndrome/CRS).
Di Kota Denpasar didapat data kasus suspek campak pada tahun 2022 terdapat 42 kasus
sedangkan di Puskesmas Denpasar Timur II didapat data kasus suspek campak pada tahun
2023 terdapat 3 kasus dengan target penemuan kasus suspek campak sebanyak 6 kasus dan
mobilitas penduduk di wilayah Denpasar Timur cukup tinggi
Dengan mempertimbangkan beban penyakit rubela dan CRS yang terus meningkat
maka seluruh negara anggota WHO/SEARO termasuk juga Indonesia telah menetapkan
target pencapaian eliminasi campak dan pengendalian rubela/CRS pada tahun 2020. Oleh
Karena itu target regional telah ditetapkan menjadi mencapai eliminasi campak dan
rubela/CRS pada tahun 2023, dimana target eliminasi beserta upaya pengendalian dan
penyelenggaraan surveilans campak terintegrasi dengan rubella. Salah satu program
pemerintah untuk memberantas kasus campak yaitu melalui kegiatan surveilans
epidemiologi yang bertujuan untuk memantau kemajuan kegiatan pemberantasan campak.
Surveilans Campak Rubela adalah kegiatan pengamatan yang sistematis dan terus menerus
berdasarkan data dan informasi tentang kejadian penyakit Campak-Rubela.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan PKL
(Praktek Kerja Lapangan) dengan judul “Program Surveilans Campak-Rubela Di UPTD
Puskesmas II Dinas Kesehatan Kecamatan Denpasar Timur Kota Denpasar Tahun 2023”.

II. PENEMUAN KASUS


Penemuan kasus dilakukan dengan melaksanakan surveilans demam dan ruam
maculopapular untuk penemuan kasus suspek campak-rubela. Sampai dengan Juni 2023 di
wilayah kerja Puskesmas II Dentim ditemukan 3 kasus suspek campak. Penemuan kasus
suspek dilakukan berdasarkan surveilans demam dan ruam maculopapular yang berkunjung
ke hasil dari Penyelidikan Epidemiologi (PE) kasus suspek campak, 3 kasus tersebut telah di
PE dan dilakukan pengambilan spesimen serum. Kasus tersebut telah dilaporkan melalui
laporan mingguan, kasus campak yang terjadi di temukan pada minggu ke 5, minggu ke 6
dan minggu ke 12. Kasus pertama yaitu atas nama Ni Wayan Sariyati (45 th) jenis kelamin
perempuan, alamat Penatih Dangin, JLn. Siulan Gg. Sekar Sari tanggal onset 30 Januari
2023 dan tanggal dilaporkan 6 Februari 2023, kasus kedua atas nama Ni Wayan Suati (36 th)
jenis kelamin perempuan, alamat Penatih Dangin, Jln. Siulan Gg Anyelir, tanggal onset 11
Februari 2023 dan tanggal dilaporkan 13 Februari 2023 sedangkan kasus ketiga I Putu Rama
Arta Nugraha (1th) jenis kelamin laki-laki, alamat Kelurahan Penatih Jln. Trenggana Gg.
VII No. 4 tanggal onset 24 Maret 2023 dan tanggal di laporkan 27 Maret 2023.

III. OBSERVASI DAN PENGELOLAAN SPESIMEN


Pemeriksaan dan pengiriman sampel campak di Puskesmas II Denpasar Timur sudah
terlaksana dengan baik. Pengambilan sampel campak berupa serum dilakukan oleh petugas
laboratorim, pengemasan dilakukan oleh petugas laboratorium dan pengiriman dilakukan
oleh petugas surveilans ke Dinas Kesehatan Kabupaten Denpasar. Petugas melakukan
kerjasama dengan petugas laboratorium terhadap kesiapan laboratorium jika di temukan
adanya kasus PD3I, meliputi kesiapan alat dan bahan seperti: specimen carrier, tabung
vacum,pot urine, pot tinja, tabung serum, ice pack, dan alat centrifuge.
IV. PENCATATAN PELAPORAN
Pencatatan dan pelaporan surveilans campak-rubela di Puskesmas II Denpasar Timur
sudah dilakukan sebagai berikut:
1. Laporan W2 ( SKDR ) yang dikirimkan melalui wa setiap hari senin sesuai minggu
epidemiologi.
2. Laporan Integrasi Kasus Campak, AFP dan Tetanus Neonatorum yang di kirimkan setiap
bulannya ke Dinas Kesehatan Kota Denpasar (paling lambat tanggal 4)
3. Laporan investigasi kasus campak- rubella ( MR 01 ) yang di setiap di temukan adanya
kasus suspek campak dan di laporkan ke dinas kesehatan paling lambat 2 X 24 jam

V. KEGIATAN PENGELOLAAN DAN PENGEPAKAN SAMPEL SURVEILANS


CAMPAK-RUBELA
Pemeriksaan dan pengiriman sampel campak di Puskesmas II Dentim sudah terlaksana
dengan baik. Pengambilan sampel campak berupa serum dilakukan oleh petugas
laboratorium. Sedangkan pengemasan dan pengiriman dilakukan oleh petugas surveilans ke
Dinas Kesehatan Kabupaten Denpasar. Logistik pemeriksaan dan pengiriman sampel berupa
spesimen carier, coolpack, ADS/tabung vacutainer, tabung micro, tabung EDTA, dan
sentrifus sudah tersedia dalam jumlah yang cukup. Petugas surveilans sudah dapat
menjelaskan mekanisme pemeriksaan dan pengiriman sampel campak.

VI. KEGIATAN DETEKSI DINI


1. Dalam rangka mendeteksi secara dini terjadinya kasus campak di wilayah kerja, petugas
surveilans melakukan koordinasi dengan petugas imunisasi mengenai capaian cakupan
imunisasi MR di wilayah kerja
2. Melaksanakan kegiatan sweping bersama petugas imunisasi di daerah yg cakupan
imunisasi rendah atau daerah beresiko
3. Melakukan analisa berdasarkan data pelaporan SKDR bila terjadi peningkatan kasus
VII. KEGIATAN KORDINASI SURVEILANS
Kegiatan koordinasi yang dilakukan petugas surveilans Puskesmas II Dentim berupa
koordinasi penemuan kasus dengan petugas poli umum, poli KIA, dan laboratorium.
Apabila terdapat pasien dengan gejala campak-rubela petugas jaga melaporkan kepetugas
surveilans.
Koordinasi antara petugas surveilans Puskesmas, petugas di Pustu, Klinik swasta dan
dokter praktek swasta sudah maksimal, sehingga terdapat laporan kasus dari pustu, klinik
swasta dan dokter praktek swasta.

VIII. PENANGGULANGAN KLB CAMPAK-RUBELA


1. Kegiatan yang dilakukan sebagai langkah koordinasi yaitu dengan menyampaikan hasil
analisa SKDR melalui rapat loka karya Puskemas dan rapat lintas sektor. Serta
menciptakan komitmen bersama untuk upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat.
2. Petugas surveilans juga melakukan koordinasi denga jejaring Puskesmas dalam upaya
penemuan kasus.
3. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara di ketahui Puskesmas II Denpasar Timur
tidak pernah mengalami KLB kasus campak. sehingga penanggulangan sacara langsung
tidak pernah dilaksanakan oleh petugas surveilans puskesmas. Apabila nanti ada kasus
campak yang perpotensi KLB maka tindakan yang dilakukan adalah pertama
Penyelidikan Epedemiologi dengan melibatkan Lintas Program dan Sektor terutama yang
punya wilayah, mencari faktor resiko yang menyebabkan terjadi KLB ditempat tersebut,
kedua, melihat Cakupan imunisasi campak diwilayah tersebut untuk persiapan dalam
pelaksanaan ORI nantinya, SDM, ketersediaan vaksin, dan penyimpananya (rantai
dinginnya) serta status Gizi secara umum. Memantau perkembangan KLB sampai 2 kali
masa inkubasi dan melakukan komunikasi resiko kepada masyarakat
IX. KESIMPULAN DAN SARAN
a. Kesimpulan
- Secara umum pelaksanaan surveilans campak-rubela di Puskesmas II Dentim sudah
berjalan dengan baik dimana sudah ditemukan 3 kasus campak
- Kasus campak sudah terekam dengan baik sesuai mekanisme pelaporan campak-
rubela yaitu laporan real time dengan MR-01.
- Belum benar-benar bekerja sama dengan jejaring terutama dokter prakte swasta
b. Saran
- Perlu diperhatikan beban kerja petugas surveilans yang merangkap tugas dengan
tugas yang cukup berat yang memegang lebih dari satu program
- Diharapkan lintas program dapat benar-benar bekerjasama dan juga lebih sensitive
terhadap gejala dari penyakit campak rubella sehingga bisa segera melaporkan
kepada petugas surveilans
LAPORAN PKL SURVEILANS PD3I
MONITORING DAN EVALUASI PROGRAM SURVEILANS AFP DI UPTD
PUSKESMAS II DINAS KESEHATAN KECAMATAN DENPASAR TIMUR KOTA
DENPASAR TAHUN 2023

I. LATAR BELAKANG
Polio adalah penyakit yang disebabkan oleh virus yang menyerang susunan saraf manusia
sehingga bisa menyebabkan kelumpuhan permanen dan bahkan kematian. Sampai saat ini
tidak ada obat untuk mengobati penyakit ini, tetapi tersedia vaksin yang murah, aman dan
efektif untuk mencegah penyakit ini. Karenanya, upaya yang paling penting dalam
mengatasi penyakit ini adalah dengan memberikan imunisasi. Polio dapat menyerang
siapa saja pada usia berapapun, tetapi penyakit ini terutama menyerang anak dibawah
lima tahun (Balita). Polio ditularkan dari orang ke orang melalui makanan/minuman yang
terkontaminasi virus biasanya melalui oro-fecal.
Bila seorang anak terinfeksi virus polio, virus masuk ke tubuh anak dan berkembang di
usus. Selanjutnya virus dikeluarkan melalui tinja ke lingkungan dan menyebar dengan
cepat, terutama
pada kondisi dengan sanitasi lingkungan yang buruk. Virus Polio tidak bisa berkembang
dan mati bila tidak menemukan inang yang rentan, sehingga kalau semua/sebagian besar
anak telah diimunisasi polio, virus polio akan kesulitan menemukan anak yang rentan.
Surveilans AFP adalah pengamatan yang dilakukan terhadap semua kasus lumpuh layuh
akut (AFP) pada anak usia < 15 tahun yang merupakan kelompok yang rentan terhadap
penyakit polio Imunisasi Dasar. Surveilans AFP merupakan tulang punggung program
eradikasi polio. Surveilans AFP untuk menemukan semua Polio diantara semua kasus
kelumpuhan yang bersifat layuh dan akut. Dengan surveilans AFP kita bisa
mengidentifikasi kasus polio baru dan mendeteksi importasi virus polio dari daerah lain.
Dengan surveilans AFP pula kita bisa memastikan kapan virus telah sepenuhnya
tereradikasi.
Dari penjelasan diatas maka perlu adanya penguatan surveilans PD3I yang komprehensif
penekanannya pada konfirmasi laboratorium penyakit, pengumpulan data berbasis kasus
dan pelaporan, penyelidikan epidemiologi, pengelolaan analisis dan visualisasi data,
penggunaan data surveilans PD3I untuk rutin pemantauan, optimalisasi pengambilan
keputusan dan respon khususnya dan respon khususnya surveilans AFP.
Data tahun 2022 di Kota Denpasar ditemukan kasus AFP sebanyak 2 kasus, difteri 1
kasus, suspek campak ada 42 kasus dan tetanus neonatorum belum ditemukan. Saat ini
belum ditemukan kasus AFP, namun pada tahun 2018 sempat ditemukan 1 kasus AFP di
wilayah kerja UPTD Puskesmas II Dinas Kesehatan Kecamatan Denpasar Timur.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan PKL (Praktek
Kerja Lapangan) dengan judul “Monitoring Dan Evaluasi Program Surveilans AFP Di
UPTD Puskesmas II Dinas Kesehatan Kecamatan Denpasar Timur Tahun 2023”.

II. PENEMUAN KASUS


Penemuan kasus dilakukan surveilans Puskesmas, menindaklanjuti laporan dari Dinas
Kesehatan Kota Denpasar yang mendapat laporan dari Rumah Sakit Umum Wangaya
Denpasar. Pasien berusia kurang lebih 2 tahun dan didiagnosis GBS (Guillain Barre
Syndrom). Petugas surveilans puskesmas melakukan PE dan sembari mengambil
specimen faeces. Dan pengisian form seperti pada gambar dibawah :
III. PEMERIKSAAN DAN PENGIRIMAN SAMPEL
Pemeriksaan dan pengiriman sampel AFP di UPTD Puskesmas II Dinas Kesehatan
Kecamatan Denpasar Timur sudah terlaksana dengan baik. Pengambilan sampel AFP
berupa feses dilakukan oleh petugas laboratorium. Sedangkan pengemasan dan
pengiriman dilakukan oleh petugas surveilans ke Dinas Kesehatan Kota Denpasar.
Logistik pemeriksaan dan pengiriman sampel berupa spesimen carier, coolpack, Pot
feses, plastic klip, label, selotip, tisu dan lakban sudah tersedia dalam jumlah yang cukup.
Petugas surveilans sudah dapat menjelaskan mekanisme pemeriksaan dan pengiriman
sampel AFP.

IV. PENCATATAN DAN PELAPORAN


Pencatatan dan pelaporan surveilans AFP di UPTD Puskesmas II Dinas Kesehatan
Kecamatan Denpasar Timur sudah dilakukan sebagai berikut:
a. Setiap kasus yang ditemukan di wilayah kerja UPTD Puskesmas II Dinas Kesehatan
Kecamatan Denpasar Timur sudah didokumentasikan pada format FP1.
b. Setiap bulan mengirimkan laporan zero report kasus PD3I termasuk AFP ke dinas
kesehatan melalui laporan integrasi.
c. Pelaporan kasus suspek AFP tetap dilaporkan melalui SKDR

V. KEGIATAN PENGELOLAAN DATA SURVEILANS AFP


a. Kegiatan analisa data secara deskriptif (variable orang, tempat, dan waktu) sudah
dilakukan oleh petugas Surveilans UPTD Puskesmas II Dinas Kesehatan Kecamatan
Denpasar Timur
b. Pengelolaan data dilakukan dengan register kasus.

VI. KEGIATAN DETEKSI DINI


a. Deteksi dini dengan pemasangan media informasi AFP di poli umum, poli KIA, dan
laboratorium telah dilakukan. Hal ini bertujuan untuk mengingatkan petugas jaga
mengenai gejala dan kriteria pengambilan sampel AFP. Apabila ditemukan kasus
dengan gejala tersebut, petugas jaga dapat menghubungi petugas surveilans.
b. Review register untuk menemukan kasus suspek campak-rubela telah dilakukan
petugas surveilans UPTD Puskesmas II Dinas Kesehatan Kecamatan Denpasar
Timur setiap minggu. Namun review register hanya dilakukan di poli umum,
sedangkan di Rumah Sakit belum dilakukan Hospital Record Review namun
langsung masuk ke laporan jejaring.
VII. KEGIATAN KOORDINASI SURVEILANS
Kegiatan koordinasi yang dilakukan petugas surveilans UPTD Puskesmas II Dinas
Kesehatan Kecamatan Denpasar Timur berupa koordinasi penemuan kasus dengan
petugas poli umum, poli KIA, laboratorium dan jejaring seperti pustu, praktek bidan
swasta, dokter swasta dan rumah sakit sudah baik. Apabila terdapat pasien dengan gejala
AFP petugas jaga melaporkan ke petugas surveilans.
VIII. PENANGGULANGAN KLB AFP
Belum pernah terjadi KLB AFP di wilayah UPTD Puskesmas II Dinas Kesehatan
Kecamatan Denpasar Timur. Apabila terjadi maka pihak puskesmas akan berkoordinasi
dengan Dinas Kesehatan Kota Denpasar untuk penanggulangannya.
Apabila nanti ada kasus PD3I yang perpotensi KLB maka tindakan yang dilakukan
adalah pertama Penyelidikan Epedemiologi dengan melibatkan Lintas Program dan
Sektor terutama yang punya wilayah, mencari faktor resiko yang menyebabkan terjadi
KLB ditempat tersebut, kedua, melihat Cakupan imunisasi diwilayah tersebut untuk
persiapan dalam pelaksanaan ORI nantinya, SDM, ketersediaan vaksin, dan
penyimpananya (rantai dinginnya) serta status Gizi secara umum. Jika dalam satu wilayah
tidak lagi ditemukan kasus AFP.

IX. KESIMPULAN DAN SARAN


a. Kesimpulan
- Secara umum pelaksanaan surveilans AFP di UPTD Puskesmas II Dinas
Kesehatan Kecamatan Denpasar sudah berjalan dengan baik.
- Pelaporan zero report AFP sudah dilakukan dengan baik dengan form integrasi.
- Terdapat kendala untuk surveilans aktif rumah sakit namun sudah tertanangani
lewat laporan jejaring.
c. Saran
- Koordinasi dengan petugas surveilans aktif rumah sakit perlu ditingkatkan
sehingga meningkatkan upaya penemuan kasus

LAPORAN PKL SURVEILANS PD3I


MONITORING DAN EVALUASI PROGRAM SURVEILANS DIFTERI DI UPTD
PUSKESMAS II DINAS KESEHATAN KECAMATAN DENPASAR TIMUR KOTA
DENPASAR TAHUN 2023

I. LATAR BELAKANG
Difteri adalah infeksi menular yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium
diphetria yang menghasilkan toksin difteri. Gejalanya berupa sakit tenggorokan, demam,
dan terbentuknya lapisan pseudomembran putih keabuaan, sulit lepas dan mudah
berdarah jika dilepas/dimanipulasi, sakit waktu menelan (94% mengenai tongsil dan
faring), leher membengkak, sesak nafas disertai bunyi. Dalam kasus yang parah, terjadi
komplikasi seperti tersumbatnya saluran pernafasan, peradangan dan kelumpuhan otot
jantung atau kematian. Adapun cara penularannya yaitu melalui droplet (percikan ludah)
sewaktu batuk, bersin, muntah atau melalui alat makan. Semua kelompok usia dapat
tertular penyakit ini, terutama yang belum mendapatkan imunisasi lengkap difteri pada
dewasa sulit terdeteksi.
Surveilans difteri adalah suatu kegiatan pengamatan yang sistematis dan terus
menerus berdasarkan data dan informasi tentang kejadian penyakit Difteri, yang
mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit Difteri, memperoleh dan
memberikan informasi guna mengarahkan tindakan pengendalian dan penanggulangan
Difteri secara efektif dan efisien. Karena itu Salah satu program pemerintah untuk
mengendalikan penyakit difteri agar kasus difteri tidak terjadi peningkatan yaitu dengan
melalui kegiatan surveilans epidemiologi yang bertujuan untuk memantau pengendalian
penyakit Difteri.
Di Kota Denpasar, khususnya di Kecamatan Denpasar Timur, yaitu di UPTD
Puskesmas II Dinas Kesehatan Kecamatan Denpasar Timur adalah wilayah yang rawan
terjangkit penyakit PD3I karena merupakan wilayah padat dengan jumlah penduduk pada
tahun 2023 adalah 96.099 jiwa yang mempunyai mobilitas yang tinggi. Khusus kasus
difteri, di UPTD Puskesmas II Dinas Kesehatan Kecamatan Denpasar Timur pernah
terdapat 1 kasus suspek Difteri tahun 2022 yang berasal dari RS. Puri Raharja dengan
konfirmasi negatif dari laboratorium. Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan
PKL (Praktek Kerja Lapangan) dengan judul “Monitoring Dan Evaluasi Program
Surveilans Difteri Di UPTD Puskesmas II Dinas Kesehatan Kecamatan Denpasar
Timur.”.

II. PENEMUAN KASUS


Surveilans UPTD Puskesmas II Dinas Kesehatan Kecamatan Denpasar Timur
Kota Denpasar mendapatkan informasi suspek difteri dari surveilans kota Denpasar pada
tanggal 18 November 2022, kemudian dilakukan pelacakan pada tanggal 19 November
2022, dari hasil pelacakan ditemukan 9 orang kontak erat, namun semua kontak eratnya
belum di ambil sampelnya, dengan alasan menunggu konfirmasi hasil lab dari pasien,
selanjutnya dilakukan wawancara dan hasil wawancara apakah pasien pernah bepergian
ke daerah atau wilayah yang merupakan daerah penyebaran difteri keluarga pasien
mengatakan tidak.

III. OBSERVASI PENGOLAHAN SAMPEL


Pemeriksaan dan pengiriman sampel difteri di UPTD Puskesmas II Dinas
Kesehatan Kecamatan Denpasar Timur tidak dilakukan karena kasus di temukan di RS.
Puri Raharja dan pada saat kejadian kasus, ATLM belum bisa melakukan pengambilan
sampel sehingga sampel di ambil alih oleh Dinas Kesehatan Kota Denpasar.

IV. PENCATATAN DAN PELAPORAN


Pencatatan dan pelaporan surveilans difteri di UPTD Puskesmas II Dinas Kesehatan
Kecamatan Denpasar Timur sudah dilakukan sebagai berikut:
a. peserta melakukan observasi terhadap dokumen pencatatan dan pelaporan yang di
buat di puskesmas.
b. Adapun dokumen yang di buat oleh puskesmas adalah:
a. Form Dif 01 terisi dengan baik (Lampiran)
b. Laporan W2 ( SKDR ) tidak dilampirkan karena kasus suspek difteri terjadi tahun
lalu
c. Laporan investigasi kasus tidak dilampirkan karena kasus kasus suspek difteri
terjadi tahun lalu

V. KEGIATAN PENGELOLAAN DATA SURVEILANS DIFTERI


a. Kegiatan Analisa data secara deskriptif (variable orang, tempat dan waktu) sudah
dilakukan oleh petugas surveilans UPTD. Puskesmas II Dinas Kesehatan Denpasar
Timur
b. Pengolaan data dilakukan dengan register kasus.

VI. KEGIATAN DETEKSI DINI


a. Dalam rangka mendeteksi secara dini terjadinya kasus difteri di wilayah kerja,
petugas surveilans melakukan koordinasi dengan petugas imunisasi mengenai
capaian cakupan imunisasi difteri di wilayah kerja
b. Melaksanakan kegiatan sweping bersama petugas imunisasi di daerah yg cakupan
imunisasi rendah atau daerah beresiko
c. Melakukan analisa berdasarkan data pelaporan SKDR bila terjadi peningkatan kasus

VII. KEGIATAN KOORDINASI SURVEILANS DAN PENANGGULANGAN KLB


a. Kegiatan yang dilakukan sebagai langkah koordinasi yaitu dengan menyampaikan
hasil analisa SKDR melalui rapat loka karya Puskemas dan rapat lintas sektor. Serta
menciptakan komitmen bersama untuk upaya peningkatan derajat kesehatan
masyarakat.
b. Petugas surveilans juga melakukan koordinasi denga jejaring Puskesmas dalam
upaya penemuan kasus.
c. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara di ketahui Puskesmas II Denpasar Timur
tidak pernah mengalami KLB kasus PD3I. sehingga penanggulangan sacara langsung
tidak pernah dilaksanakan oleh petugas surveilans puskesmas.
d. Definisi KLB Difteri adalah :
 Suatu wilayah kab/kota dinyatakan KLB Difteriri jika ditemukan satu (1) suspek
difteri dengan konfirmasi laboratorium kultur positif ATAU
 Jika ditemukan suspek difetri yang mempunyai hunungan epidemiologi dengan
kasus kultur positif.
e. Strategi Penanggulangan KLB Difteri:
 Penyelidikan epidemiologi KLB difteri
 Pencegahan penyebaran KLB difteri dengan:
1. Perawatan dan Pengobatan kasus secara adekuat
2. Penemuan & Pengobatan kasus tambahanan
 Tatalaksana terhadap kontak erat erat dari kasus suspek difteri
 Komunikasi risiko tentang difteri dan pencegahannya kepada masyarakat
 Pelaksanaan Outbreak Response Immunization (ORI) di daerah KLB difteri.

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN


a. Kesimpulan
 Secara umum pelaksanaan surveilans difteri di UPTD Puskesmas II Dinas
Kesehatan Denpasar Timur sudah berjalan dengan baik dimana sudah ditemukan
1 kasus suspek difteri
 Kasus suspek difteri sudah terekam dengan baik sesuai mekanisme pelaporan
difetri yaitu laporan real time dengan DIF 01
 Terdapat kendala bagi petugas laboratorium dalam mengambil sampel karena
belum mengikuti pelatihan pengambilan sampel.
b. Saran
 Koordinasi dengan dokter umum dan dokter interensif di poli umum untuk
menyamakan prespekstif tentang gejala-gejala penyakit PD3I

Memberikan pelatihan pengambilan specimen PD3I kepada petugas laboratorium.


LAPORAN PKL SURVEILANS PD3I

MONITORING DAN EVALUASI PROGRAM SURVEILANS PERTUSIS DI


PUSKESMAS II DENPASAR TIMUR TAHUN 2023

I. LATAR BELAKANG
Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat
yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Pembangunan kesehatan dilaksanakan melalui
peningkatan upaya kesehatan, sumber daya manusia kesehatan, manajemen dan informasi
kesehatan, dan lain sebagainya. (Kementerian Kesehatan RI)
Pertusis (batuk rejan/batuk seratus hari) adalah penyakit menular pada saluran
pernapasan yang disebabkan oleh bakteri Bordetella pertusis. Penyakit ini merupakan
penyakit endemik di hampir seluruh negara di dunia dengan puncak epidemik biasanya
terjadi setiap 2-5 tahun (rata-rata 3-4 tahun). Secara global, WHO memperkirakan
terdapat lebih dari 151.074 kasus terjadi pada tahun 2018, dengan 95% diantaranya
terjadi di negara berkembang.
Keterbatasan data epidemiologi pertusis terutama di negara-negara berkembang
menjadi salah satu alasan untuk meningkatkan upaya surveilans untuk mendapatkan data
yang dapat digunakan untuk penentuan kebijakan program kesehatan masyarakat. Di
Indonesia sendiri, surveilans pertusis masih terbatas sehingga data-data yang dibutuhkan
untuk pengambilan kebijakan terkait imunisasi maupun penanggulangan KLB masih
belum optimal.
Dari penjelasan di atas maka perlu adanya penguatan surveilans PD3I yang
komprehensif penekanannya pada konfirmasi laboratorium penyakit, pengumpulan data
berbasis kasus dan pelaporan, penyelidikan epidemiologi, pengelolaan analisis dan
visualisasi data, penggunaan data surveilans PD3I untuk rutin pemantauan, optimalisasi
pengambilan keputusan, dan respons khususnya surveilan Pertusis. Adapun dengan
adanya surveilans pertusis dapat memantau beban penyakit pertusis di masyarakat dan
dampak dari program vaksinasi pertusis, dengan fokus khusus dalam memahami
morbiditas dan mortalitas akibat pertusis pada anak < 5 tahun serta mendeteksi dini
penyakit dan memberi acuan respons intervensi kesehatan masyarakat yang harus
dilakukan terhadap KLB/wabah dari pertusis.
Kota Denpasar memiliki luas wilayah 127,78 km2 atau sebesar 2,18% dari luas
wilayah Provinsi Bali, terletak pada posisi 08035’31” sampai 08044’49” Lintang Selatan
dan 115000’23” sampai 115016’27” Bujur Timur dengan ketinggian 500 meter dari
permukaan laut. Batas wilayah Kota Denpasar di bagian Utara, Selatan dan Barat
berbatasan dengan Kabupaten Badung, sedangkan di bagian Timur berbatasan dengan
Kabupaten Gianyar. Berdasarkan data pada tahun 2022 jumlah kasus AFP 2 kasus,
Difteri 1 kasus dan susfek campak ada 42 kasus sedangkan Tetanus Neonatorum dan
Pertusis 0 kasus. Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk
melakukan PKL (Praktek Kerja Lapangan) dengan judul “Monitoring Dan Evaluasi
Program Surveilans Pertusis di Puskesmas II Denpasar Timur Tahun 2023”.

II. PENEMUAN KASUS


Penemuan kasus dilakukan dengan melaksanakan surveilans pertusis dengan gejala
batuk rejan (inspiratory whoop) ditambah dengan muntah setelah batuk untuk penemuan
kasus suspek pertusis. Sampai dengan Bulan Juli 2023 di wilayah kerja Puskesmas II
Denpasar Timur tidak ditemukan kasus konfimasi pertusis. Tetapi Penemuan kasus
pertusis tetap dilakukan berdasarkan gejala dan tanda penyakit pertusis dengan cara:
 Penemuan lewat pasien yang berkunjung ke puskesmas.
 Melakukan Surveilan Community Based Surveilan yang melibatkan masyarakat
setempat
 Meningkatkan koordinasi dengan pemegang program TB terkait pasien dengan
gejala batuk terus menerus. Apabila setelah pemeriksaan dahak negative, maka
dilakukan pemantauan terhadap pasien tersebut.
 Pemantauan pencatatan dan pelaporan baik itu dari SKDR, Surveilans Terpadu
Penyakit, register kasus imunisasi dan register berobat pasien di Puskesmas serta
laporan dari kader maupun masyarakat.
 Penguatan imunisasi rutin sesuai dengan program imunisasi nasional.
.

III. PEMERIKSAAN DAN PENGIRIMAN SAMPEL


Meskipun tidak ditemukan kasus di wilayah kerja Puskesmas II Denpasar Timur
Pemeriksaan dan pengiriman sampel tetap dilaksanakan sesuai prosedur. Pengambilan
sampel berupa swab nasopharing dilakukan oleh petugas laboratorium. Sedangkan
pengemasan dan pengiriman dilakukan oleh petugas surveilans puskesmas ke Dinas
Kesehatan Kota Denpasar. Logistik pemeriksaan dan pengiriman sampel berupa
spesimen carier, coolpack, logtag, dan formulir Pert- 01 sudah tersedia dalam jumlah
yang cukup. Khusus untuk media Amies harus menghubungi Dinas Kesehatan Kota
terlebih dahulu agar dikirimkan ke Puskesmas.

A. Pengambilan specimen
Pengambilan spesimen NPS atau NPA harus diupayakan semaksimal mungkin untuk
menghindari kontaminasi sampel dan penularan. Risiko aspirasi paru dapat terjadi selama
pengambilan NPA sehingga hanya dilakukan oleh tenaga terlatih di RS. Spesimen untuk
pemeriksaan kultur diambil dalam kurun waktu kurang dari 2 minggu setelah onset,
sementara pemeriksaan yang dilakukan dengan metode Polymerase Chain Reaction
(PCR) dapat dilakukan hingga 4 minggu setelah onset. Pengambilan darah (serum)
dilakukan khusus pada kasus usia 10 tahun ke atas atau kasus dengan riwayat imunisasi
pertusis lebih dari 1 tahun terakhir.
Catatan : Hasil pemeriksaan serologi tidak bisa ditunggu dalam beberapa hari sehingga
hanya digunakan utk kebutuhan epidemiologi, bukan penatalaksanaan kasus.
B. Nasopharyngeal swabs (NPS)
 Pengambilan spesimen pertusis untuk Nasopharyngeal swabs serupa pengambilan
sampel COVID-19.
 Siapkan tempat ruangan untuk pengambilan sampel
 Siapkan Transport media yang sudah diberi label identitas penderita dan swab
nasofaring
 Gunakan APD (masker, sarung tangan, jas lab) yang telah disiapkan
 Penderita duduk (kalau anak-anak dipangku) atau tidur, kepala ditengadahkan sampai
muka menghadap keatas, petugas berdiri disamping penderita dan memegang bagian
belakang kepala penderita.
 Estimasi tangkai swab yg masuk ke rongga hidung dilakukan dengan mengukur jarak
bagian depan daun telinga dan lubang hidung.
 Masukkan swab kapas ke dalam lubang hidung hingga kedalaman sesuai estimasi
diamkan 2-3 detik agar cairan meresap. Jangan menekan kapas swab pada lubang
hidung apabila dirasa ada sumbatan.
 Tarik swab keluar dengan hati-hati, masukkan ke dalam medium transport
 Tutup tabung dengan rapat dan segera kirim spesimen ke laboratorium
 Sampah medis dimasukan dalam biohazard untuk dimusnahkan
C. Pengemasan dan pengiriman spesimen
 Masing-masing tabung dibungkus tissue kemudian dimasukkan dalam kantung
plastik klip atau dapat disusun rapi posisi tegak lurus dalam kotak cryo vial/ rak
tabung.
 Disusun rapi dalam cool box dan antara tabung spesimen diberi sekat dengan kertas
koran/stereo form untuk menghindarkan benturan selama perjalanan.
 Waktu pengemasan harus diperhatikan posisi spesimen (bagian atas dan bawahnya),
jangan sampai terbalik. Jangan ada celah antara tabung. Kotak pengiriman sebaiknya
terdiri dari 2 buah kotak yang berfungsi sebagai kotak primer dan kotak sekunder dan
bagian luar kotak diberi label alamat pengirim dan alamat yang dituju dengan
lengkap dan label tanda jangan dibalik.
 Disertakan juga dokumen pendukung data formulir kontak dan data investigasi serta
formulir W1.
 Untuk spesimen dengan menggunakan Media slicagel packed dapat dikirimkan pada
suhu kamar (Tanpa menggunakan Ice Pack) dengan menggunakan coolbox yang
sama.
IV. PENCATATAN DAN PELAPORAN
Pencatatan dan pelaporan surveilans Pertusis di Puskesmas Denpasar Timur II
tidak dilakukan karena belum pernah ditemukan kasus sehingga belum pernah
melaporkan kasus pertusis ke dalam Laporan SKDR. Petugas surveilan tidak memiliki
bukti dokumentasi terkait pencatatan dan pelaporan kasus pertusis.

V. KEGIATAN PENGELOLAAN DATA SURVEILANS PERTUSIS


a. Kegiatan analisa data secara deskriptif (variable orang, tempat, dan waktu)
belum dilakukan petugas Surveilans Puskesmas II Denpasar Timur dikarenakan
belum pernah ditemukan kasus pertusis.
b. Pengelolaan data khusus pertusis tidak disajikan karena tidak dilakukan pencatatan
dan pelaporan.
c. Hasil buletin mingguan Kabupaten yang telah diseminasi melalui WA Grup
Surveilans sudah diteruskan ke Kepala Puskesmas

VI. KEGIATAN DETEKSI DINI


Puskesmas II Denpasar Timur tetap waspada terhadap kejadian kasus penyakit PD3I
dengan melaksanakan kegiatan dan kerjasama sebagai berikut :
 Pemantauan pencatatan dan pelaporan baik itu dari SKDR, Surveilans Terpadu
Penyakit, register kasus imunisasi dan register berobat pasien di Puskesmas serta
laporan dari kader maupun masyarakat.
 Penguatan imunisasi rutin sesuai dengan program imunisasi nasional.
 Penemuan dan penatalaksanaan dini kasus penyakit PD3I
 Bekerjasama dengan lintas program dan lintas sector.
 Pemasangan media informasi pertusis di semua unit pelayanan puskesmas telah
dilakukan. Hal ini bertujuan untuk mengingatkan petugas jaga mengenai gejala dan
kriteria pengambilan sampel pertusis. Apabila ditemukan kasus dengan gejala
tersebut, petugas jaga dapat menghubungi petugas surveilans.
VII. KEGIATAN KORDINASI SURVEILANS
Kegiatan koordinasi yang dilakukan petugas surveilans Puskesmas II Denpasar
Timur berupa koordinasi penemuan kasus dengan petugas di semua unit pelayanan
puskesmas yang terdapat pasien dengan gejala batuk rejan (inspiratory whoop)
ditambah dengan muntah setelah batuk harap segera melaporkan ke petugas surveilans.
Kordinasi antara petugas surveilans Puskesmas dengan Jejaring sudah berjalan dengan
baik sehingga apabila terjadi kasus, jejaring segera melaporkan ke petugas surveilan.

VIII. PENANGGULANGAN KLB PERTUSIS


Di wilayah kerja Puskesmas Denpasar Timur II belum pernah terjadi KLB pertusis,
namun apabila ditemukan terjadi KLB pertusis segera lakukan langkah berikut:
1. Penyelidikan epidemiologi secara menyeluruh dalam waktu 1x24 jam sejak dilaporkan
2. Pemberian Antibiotik Eritromisin selama 7 hari
3. Karantina suspek dan kontak erat selama 21 hari
4. Melaksanakan RCA (Rapid Convienence Assesment)

IX. MONITORING DAN EVALUASI


Komponen
Monitoring
Aspek Temuan
dan
Evaluasi
Input Sumber daya manusia  Petugas surveilans Puskesmas II Denpasar
Timur terdiri dari 1 orang dengan lama
bertugas sebagai surveilans lebih dari 10
tahun
 Pendidikan terakhir D3 Kebidanan
 Petugas surveilans telah mengikuti pelatihan
mengikuti pelatihan surveilans PD3I
 Petugas surveilans merangkap jabatan sebagai
petugas pelayanan KIA
Pembiayaan  Pembiayaan pendukung surveilans Pertusis
berupa dana BBM untuk kegiatan
penyelidikan epidemiologi
Pedoman/Juknis  Pedoman surveilans Pertusis sudah ada dalam
bentuk softcopy
Sarana prasarana  Tersedia 1 unit laptop untuk pencatatan dan
pelaporan
 Logistik pengambilan dan pengiriman sampel
Pertusis berupa spesimen carier, coolpack,
logtag, plastic klip, selotip dan lakban sudah
tersedia
Jejaring kerja  Jejaring kerja antara petugas surveilans
dengan petugas imunisasi, petugas KIA,
petugas poli umum, dan laboratorium telah
dilakukan koordinasi dan kerja sama
 Koordinasi penemuan kasus dengan praktek
bidan swasta dan dokter swasta serta Rumah
Sakit sudah berjalan baik.
Proses Penemuan kasus  Penemuan kasus sudah dilakukan dengan cara
penemuan kasus di puskesmas dan
komunitas (CBS)
 Penemuan kasus melalui jejaring praktek
bidan swasta dan dokter swasta serta Rumah
Sakit swasta sudah terlaksana
Pelaksanaan penyelidikan  Setiap kasus suspek pertusis sudah dilakukan
epidemiologi penyelidikan epidemiologi secara
menyeluruh dalam waktu 1x24 jam sejak
dilaporkan
Advokasi  Advokasi telah dilakukan secara internal
dengan kepala puskesmas dan secara
eksternal dengan kepala wilayah penemuan
kasus
 Advokasi dengan jejaring praktek bidan
swasta dan dokter swasta serta Rumah Sakit
swasta sudah terlaksana
Manajemen spesimen  Pengambilan dan pengiriman spesimen telah
dilakukan sesuai pedoman dan SOP yang
berlaku
Cakupan dan respon  Cakupan Imunisasi tercapai
imunisasi
Output Discarded rate dinyatakan  Tidak ditemukan kasus pertusis
KLB jika terdapat kasus ≥
1
Kasus suspek pertusis yang  Tidak ditemukan kasus suspek pertusis yang
diinvestigasi adekuat (< 24 diinvestigasi
jam)

X. KESIMPULAN DAN SARAN


d. Kesimpulan
Praktik lapangan merupakan proses pembelajaran untuk memperdalam dan memantapkan
keterampilan yang diperoleh saat pelatihan. Berbekal pengalaman nyata dilapangan, peserta
diharapkan telah memiliki kemampuan untuk terus menerapkan kompetensi di intansi
kerjanya masing-masing. Pelatihan Surveilans PD3I ini diharapkan dapat memberikan perbaikan
dalam hal pencatatan dan pelaporan, lebih memiliki sensitifitas terhadap kasus PD3I di
wilayah kerjanya sehingga tidak ada kasus yang terabaikan agar dapat ditangani dengan cepat
sesuai prosedur/ SOP agar tidak terjadi lonjakan kasus yang dapat menyebabkan Kejadian Luar
Biasa atau KLB
Secara umum pelaksanaan surveilans Pertusis di Puskesmas II Denpasar Timur sudah
berjalan dengan baik walaupun belum ditemukan kasus pertusis. Terdapat kendala surveilans
pertusis yaitu SDM rangkap jabatan serta belum dilakukannya analisa pengelolaan data.
e. Saran
- Perlu dilakukan analisa pengelolaan data secara deskriptif (orang, tempat waktu)
dalam bentuk tabel dan grafik
- Advokasi ke jejaring praktek bidan swasta dan dokter swasta agar ditingkatkan
sehingga penemuan kasus dari jejaring bisa ditingkatkan.

LAPORAN PKL SURVEILANS PD3I

MONITORING DAN EVALUASI PROGRAM SURVEILANS TETANUS


NEONATORUM DI UPTD. PUSKESMASDINAS KESEHATAN KECAMATAN
DENPASAR TIMUR TAHUN 2023
I. LATAR BELAKANG
Tetanus adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh strain toksigenik dari bakteri
Clostridium tetani (C. tetani). Spora C. tetani terdapat di lingkungan (di dalam tanah, air liur, debu
dan pupuk). Spora memasuki tubuh melalui luka kulit yang terkontaminasi atau cedera jaringan
termasuk luka tusuk. Penyakit ini dapat terjadi pada semua usia, mulai dari bayi baru lahir (neonatus)
yang dikenal dengan istilah tetanus neonatorum (TN), dan usia selain neonatus yang dikenal dengan
istilah tetanus non-neonatorum yang termasuk didalamnya tetanus maternal.

Tetanus neonatorum (TN) adalah penyakit tetanus yang terjadi pada neonates (usia < 28 hari)
yang disebabkan oleh Clostridium tetani dimana bakteri mengeluarkan toksin (racun) dan menyerang
system saraf pusat.

Indonesia pada tahun 2016 berhasil mencapai status Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
(TN) dan menjadi negara terakhir di Wilayah Regional Asia 9 Tenggara WHO yang divalidasi untuk
Eliminasi TN. Saat ini Indonesia terus berupaya untuk mempertahankan status Eliminasi TN.
Terdapat 4 strategi yang direkomendasikan oleh WHO untuk dapat mempertahankan status eliminasi
TN, yaitu penguatan imunisasi rutin, pemberian imunisasi tetanus tambahan (SIA/Supplementary
Immunization Activities) di wilayah-wilayah risiko tinggi dengan menargetkan wanita usia subur,
mempromosikan persalinan dan perawatan tali pusat yang bersih dan penguatan surveilans TN.

Surveilans PD3I ini merupakan kunci untuk melakukan pemantauan risiko kejadian luar biasa
PD3I melalui upaya penemuan kasus sedini mungkin agar dapat segera menemukan kasus potensi
KLB untuk dapat ditangani segera agar tidak meluas dan menimbulkan KLB. Indonesia masih
dianggap berisiko tinggi terhadap penyakit-penyakit tersebut dengan mempertimbangkan status
cakupan imunisasi rutin, kinerja surveilans dan akses terhadap fasilitas kesehatan.

Surveilans TN yang berkualitas dan dilakukan secara terus menerus sangat diperlukan. Kegiatan
surveilans TN terdiri dari upaya penemuan kasus mulai dari tingkat masyarakat, investigasi kasus,
pencatatan pelaporan, analisis data serta penyusunan rekomendasi terkait upaya kesehatan
masyarakat yang diperlukan jika ditemukan kasus TN.

Kota Denpasar memiliki luas wilayah 127,78 km2 atau sebesar 2,18% dari luas wilayah Provinsi
Bali, terletak pada posisi 08035’31” sampai 08044’49” Lintang Selatan dan 115000’23” sampai
115016’27” Bujur Timur dengan ketinggian 500 meter dari permukaan laut. Batas wilayah Kota
Denpasar di bagian Utara, Selatan dan Barat berbatasan dengan Kabupaten Badung, sedangkan di
bagian Timur berbatasan dengan Kabupaten Gianyar. Berdasarkan data pada tahun 2022 jumlah
kasus AFP 2 kasus, Difteri 1 kasus dan susfek campak ada 42 kasus sedangkan Tetanus Neonatorum
dan Pertusis 0 kasus.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan PKL (Praktek Kerja
Lapangan) dengan judul “Monitoring dan Evaluasi Program Surveilans Tetanus Neonatorum Di
UPTD Puskesmas II Dinas Kesehatan Kecamatan Denpasar Timur Tahun 2023”

II. PENEMUAN KASUS


Penemuan kasus dilakukan dari berkoordinasi dengan poli KIA terkait MBTS jika ada
kunjungan bayi < 28 hari yang mengalami tanda gejala (kesulitan menyusu, mulut mencucu,
wajah seperti senyum terpaksa dan alis terangkat, spasmus otot yang luas dan kejang umum
seperti opisthotonus atau tulang belakang seperti melengkung ke belakang) serta terkait
pemeriksaan kesehatan ibu hamil atau MTBM (kunjungan ANC, pemberian TT pada ibu
hamil dengan cara skrining dan TT caten), kemudian berkoordinasi dengan pemegang
program imunisasi terkait capaian imunisasi dan daerah mana di wilayah puskesmas yang
cakupan imunisasinya kurang, serta berkoordinasi dengan jejaring puskesmas untuk
melaporkan jika ada kasus suspek Tetanus Neonatorum (TN). Sampai dengan Juni 2023 di
wilayah kerja UPTD. Puskesmas II Dinas Kesehatan Kecamatan Denpasar Timur belum
pernah terjadi kasus suspek Tetanus Neonatorum(TN).

III. OBSERVASI PENGELOLAAN SPESIMEN


Untuk kasus Tetanus Neonatorum (TN) tidak diperlukan pemeriksaan laboratorium untuk
menegakkan diagnosa Tetatun Neonatorum (TN).

IV. PENCATATAN DAN PELAPORAN


Pencatatan dan pelaporan surveilans Tetanus Neonatorum (TN) di UPTD. Puskesmas II
Dinas Kesehatan Kecamatan Denpasar Timur tetap mengirimkan form integrasi yang
mencakup (Campak, Tetanu Neonatorum, dan AFP) tiap bulannya ke Dinas Kota Denpasar
walaupun tidak ada kasus (zero report) dengan data Nihil.

V. KEGIATAN PENGELOLAAN DATA SURVEILANS TETANUS NEONATORUM


a. Kegiatan analisa data secara deskriptif (variable orang, tempat, dan waktu) tidak
dilakukan petugas Surveilans UPTD Puskesmas II Dinas Kesehatan Kecamatan Denpasar
Timur dikarenakan tidak pernah di temukan kasus Tetanus Neonatorum sampai Juni 2023.
b. Pengelolaan data kasus suspek Tetanus Neonatorum melalui form integrasi yang
mencakup (Campak, TN, dan AFP) yang dikirim tiap bulannya ke Dinas Kota
Denpasar walau kasus nihil.
c. Hasil buletin minggu Kabupaten yang telah diseminasi melalui WA Grup Surveilans
sudah diteruskan ke Kepala Puskesmas

VI. KEGIATAN DETEKSI DINI


Kegiatan deteksi dini yang dilakukan agar tetap waspada terhadap kejadian kasus KLB di
wilayah kerja UPTD Puskesmas II Dinas Kesehatan Kecamatan Denpasar Timur sebagai
berikut:
a. Pemantauan pencacatan dan pelaporan baik itu SKDR, surveilans terpadu penyakit,
register kasus imunisasi dan register berobat pasien di Puskesmas serta laporan dari
kader maupun masyarakat
b. Penguatan imunisasi rutin sesuai dengan program imunisasi nasional
c. Penemuan dan penatalaksanaan dini kasus penyakit PD3I
d. Bekerjasama dengan lintas program dan lintas sektor
e. Dengan pemasangan media informasi Tetanus Neonatorum di poli umum, poli KIA,
dan laboratorium. Hal ini bertujuan untuk menginatkan petugas jaga mengenai gejala
Tetanus Neonatorum. Apabila ditemukan kasus dengan gejala tersebut, petugas jaga
dapat menghubungi petugas surveilans.

VII. KEGIATAN KORDINASI SURVEILANS


Kegiatan koordinasi yang dilakukan petugas surveilans Puskesmas II Denpasar Timur
berupa koordinasi penemuan kasus dengan petugas poli Umum, poli KIA, Laboratorium,
Pemegang Progroram Imunisasi, jika ditemukan pasien bayi < 28 hari yang mengalami
tanda gejala (kesulitan menyusu, mulut mencucu, wajah seperti senyum terpaksa dan alis
terangkat, spasmus otot yang luas dan kejang umum seperti opisthotonus atau tulang
belakang seperti melengkung kebelakang) agar segera melaporkan ke petugas surveilans.
Koordinasi antara petugas surveilans dengan jejaring sudah berjalan dengan baik sehingga
apabila terjadi kasus di jejaring akan segera melaporkan ke petugas surveilans.

VIII. PENANGGULANGAN KLB TETANUS NEONATORUM


Di UPTD. Puskesmas II Dinas Kesehatan Kecamatan Denpasar Timur tidak pernah
mengalami KLB Tetanus Neunatorum. Apabila terjadi KLB setiap kasus suspek Tetanus
Neunatorum akan dilakukan penyelidikan epidemiologi secara menyeluruh dalam waktu
1x24 jam sejak dilaporkan.
Namun bisa dilakukan upaya pencegahan KLB berupa :
1. Monitoring kedatangan D/S Bumil
2. Monitoring Status TT pada Ibu Hamil
3. Monitoring cakupan Imunisasi pada bayi & balita (DPT, HB, Hib) dan anak
sekolah kelas 1, 2 dan 5 SD (Td dan DT)
4. Monitoring tatalaksana persalinan pada puskesmas dan jejaring puskesmas yang
melayani persalinan
5. KIE pada orang tua bayi, keluarga, pengasuh anak untuk perawatan tali pusat
yang baik dan benar
6. Monitoring register imunisasi

IX. MONITORING DAN EVALUASI


Komponen
Monitoring
Aspek Temuan
dan
Evaluasi
Input Sumber daya manusia  Petugas surveilans Puskesmas II Denpasar
Timur terdiri dari 1 orang dengan lama
bertugas sebagai surveilans lebih dari 10
tahun
 Pendidikan terakhir D3 Kebidanan
 Petugas surveilans telah mengikuti pelatihan
mengikuti pelatihan surveilans PD3I
 Petugas surveilans merangkap jabatan sebagai
petugas pelayanan KIA
Pembiayaan  Pembiayaan pendukung surveilans Tetanus
Neonatorum (TN) berupa dana BBM untuk
kegiatan penyelidikan epidemiologi
Pedoman/Juknis  Pedoman surveilans Tetanus Neonatorum
(TN) sudah ada dalam bentuk softcopy
Sarana prasarana  Tersedia 1 unit laptop untuk pencatatan dan
pelaporan
Jejaring kerja  Jejaring kerja antara petugas surveilans
dengan petugas imunisasi, petugas KIA,
petugas poli umum, dan laboratorium telah
dilakukan koordinasi dan kerja sama
 Koordinasi penemuan kasus dengan (semua
jejaring di wilayah kerja Puskesmas) baik
praktek bidan swasta dan dokter swasta serta
Rumah Sakit sudah berjalan baik.
Proses Penemuan kasus  Penemuan kasus sudah dilakukan dengan cara
penemuan kasus di puskesmas dan
komunitas (CBS)
 Penemuan kasus melalui jejaring praktek
bidan swasta dan dokter swasta serta Rumah
Sakit swasta sudah terlaksana
Pelaksanaan penyelidikan  Setiap kasus suspek Tetanus Neonatorum
epidemiologi (TN) dilakukan penyelidikan epidemiologi
secara menyeluruh dalam waktu 1x24 jam
sejak dilaporkan
Advokasi  Advokasi telah dilakukan secara internal
dengan kepala puskesmas dan secara
eksternal dengan kepala wilayah penemuan
kasus

 Advokasi dengan jejaring (semua jejaring di


wilayah kerja Puskesmas) praktek bidan
swasta dan dokter swasta serta Rumah Sakit
swasta sudah terlaksana
Manajemen spesimen  Tidak dilakukan karena tidak memerlukan
pemeriksaan laboratorium untuk
menegakkan diagnosa Tetanus Neonatorum
(TN)
Cakupan dan respon  Cakupan Imunisasi tercapai
imunisasi
Output Discarded rate dinyatakan  Tidak ditemukan kasus Tetanus Neonatorum
KLB jika terdapat kasus (TN)
TN ≥ 1 / 1.000 kelahiran
hidup.
Kasus suspek Tetanus  Tidak ditemukan kasus suspek Tetanus
Neonatorum (TN) yang Neonatorum (TN) yang diinvestigasi
diinvestigasi adekuat (< 24
jam) > 95%

X. KESIMPULAN DAN SARAN


f. Kesimpulan
- Secara umum pelaksanaan surveilans Tetanus Neonatorum di UPTD Puskesmas II
Dinas Kesehatan Kecamatan Denpasar Timur Sudah berjalan dengan baik.
- Pelaporan zero report Tetanus Neonatorum Sudah dilakukan dengan baik dengan
mengisi form integrasi.
- Terdapat kendala untuk surveilans aktif rumah sakit namun sudah diatasi melalui
laporan dari jejaring.

g. Saran
- Koordinasi dengan dokter umum dan dokter internsip di poli umum di UPTD
Puskesmas II Dinas Kesehatan Kecamatan Denpasar Timur perlu ditingkatkan
sehingga meningkatkan upaya penemuan kasus di Puskesmas.
- Koordinasi dengan petugas surveilans aktif rumah sakit dan semua jejaring yang ada
di wilayah kerja di UPTD Puskesmas II Dinas Kesehatan Kecamatan Denpasar
Timur perlu ditingkatkan sehingga meningkatkan upaya penemuan kasus

DOKUMENTASI PKL

Anda mungkin juga menyukai