Anda di halaman 1dari 11

PEMERINTAH KABUPATEN BULELENG

DINAS KESEHATAN
PUSKESMAS BULELENG III
Jl. PulauSeribuPenarukan-Singaraja.Tlp. (0362) 26809

E-mail. Puskbllg3@gmail.com

KERANGKA ACUAN KEGIATAN


SURVEILANS ACCUTE FLACCID PARALYSIS (AFP)

A. LATAR BELAKANG
Upaya pemberantasan polio dilakukan melalui 4 strategi yaitu : imunisasi
rutin, imunisasi tambahan, surveilans AFP, dan pengamanan VPL di
laboratorium. Dengan intensifnya program imunisasi polio, maka kasus polio
makin jarang ditemukan. Berdasarkan rekomendasi WHO tahun 1995 dilakukan
kegiatan surveilans AFP yaitu menjaring semua kasus dengan gejala mirip polio
yaitu lumpuh layuh mendadak (Accute Flaccid Paralysis/ AFP), untuk
membuktikan masih terdapat kasus polio atau tidak di populasi.
Surveilans AFP adalah pengamatan yang dilakukan terhadap semua kasus
kelumpuhan yang sifatnya layuh (flaccid) seperti kelumpuhan pada poliomielitis
dan terjadi pada anak berusia < 15 tahun, dalam upaya untuk menemukan
adanya transmisi virus polio liar.
Untuk membuktikan apakah kelumpuhan disebabkan oleh polio atau bukan,
dilakukan pemeriksaan tinja penderita di laboratorium polio nasional yang telah
ditentukan. Namun apabila spesimen penderita tidak bisa diambil atau tidak
memenuhi syarat (tidak adekuat), maka perlu dilakukan pemeriksaan klinis
apakah masih terdapat sisa kelumpuhan setelah 60 hari kelumpuhan. Oleh
sebab itu bagi penderita dengan spesimen tidak adekuat tersebut dilakukan
pemeriksaan residual paralisis setelah 60 hari kelumpuhan, bukan 60 hari sejak
ditemukan.
WHO memperkirakan terdapat lebih 200 diagnosa yang dapat digolongkan
kepada kasus AFP, sebagian besar (30-60 %) kasus AFP yang dilaporkan
adalah GBS. Di Indonesia sampai saat ini dilaporkan sekitar 32 diagnosa yang
termasuk sebagai kasus AFP.
Strategi penemuan kasus AFP dilaksanakan melalui surveilans berbasis
Rumah Sakit dan berbasis masyarakat. Oleh sebab itu para klinisi, rumah sakit,
tenaga kesehatan lainnya, maupun masyarakat mempunyai peran yang sangat
penting dalam surveilans AFP.

B. TUJUAN
Menemukan dan melacak semua kasus AFP yang ada di wilayah Kota Surabaya
Yang terlaporkan dan mengumpulkan spesimen kasus AFP sesegera mungkin
setelah kelumpuhan.

C. SASARAN
1. Sistem surveilans aktif rumah sakit
2. Sistem surveilans masyarakat dengan melibatkan peran petugas Pustu,
Poskesdes dan Bidandesa

D. PENDANAAN
-

E. PELAKSANAAN
1. Surveilans Aktif Rumah Sakit
Pengumpulan data surveilans aktif RS dilakukan di semua bagian rumah
sakit yang merawat anak berusia < 15 tahun, seperti : Instalasi rawat inap dan
instalasi rawat jalan anak, instalasi rawat inap dan instalasi rawat jalan syaraf,
instalasi rehabilitasi medik, instalasi rawat darurat, dan instalasi lainnya yang
merawat anak usia < 15 tahun. Surveilans aktif RS dilaksanakan oleh : Petugas
Kab/ Kota dan Contact Person RS
Persiapan pelaksanaan surveilans aktif RS :
1. Identifikasi RS yang potensial menemukan kasus AFP
2. Lakukan pendekatan dan berikan penjelasan kepada pihak RS
3. Bersama dengan pihak RS mengidentifikasi unit perawatan di RS
bersangkutan yang memberikan pengobatan/perawatan penderita AFP
4. Bersama pihak RS menentukan CP di setiap unit
5. Mengidentifikasi sumber data pada unit tersebut di atas, misalnya register
ruangan, register poliklinik, catatan status penderita
6. Menyediakan bahan-bahan informasi mengenai surveilans AFP (buku
pedoman, leaflet, poster)
7. Membuat daftar nomor telepon penting yang dapat dihubungi
8. Melakukan pelatihan bagi kontak person RS

2. Surveilans AFP di Masyarakat / CBS


Surveilans AFP di masyarakat dilakukan untuk menjaring kasus AFP yang tidak
dibawa berobat ke RS dengan berbagai alasan. Kegiatan surveilans ini
membutuhkan peran dari Puskesmas maupun kader kelurahan
Peran DKK dalam Pelaksanaan CBS :
1. Menjelaskan strategi CBS dan peran PKM dalam surveilans AFP
2. Mengkkordinasikan pelaksanaan surveilans AFP dengan Pustu,
Poskesdes ,Bidandesa di wilayahnya
3. Menyiapkan bahan-bahan untuk penyebarluasan informasi mengenai SAFP
ke masyarakat
4. Melatih petugas PKM tentang pelaksanaan surveilans AFP di PKM termasuk
mengidentifikasi kasus AFP
Prosedur pelacakan kasus AFP
1. Mengisi format pelacakan (FP1) antara lain :
- Menanyakan riwayat sakit dan vaksinasi polio serta data lain yang
diperlukan
- Melakukan pemeriksaan fisik kasus AFP
2. Mengumpulkan 2 spesimen tinja dari setiap kasus AFP yang kelumpuhannya
kurang dari 2 bulan
3. Menjelaskan kepada orang tua tentang pentingnya rehabilitasi medik dan
cara perawatan sederhana untuk mengurangi kecacatan akibat kelumpuhan
yang diderita
4. Sedapat mungkin mengupayakan agar setiap kasus AFP mendapat
perawatan tenaga medis terdekat. Bila diperlukan dapat dirujuk ke dokter
spesialis anak (DSA) atau dokter spesialis syaraf (DSS) terdekat untuk
pengobatan dan/atau rehabilitasi medik sedini mungkin
5. Mencari kasus tambahan dapat dilakukan tim pelacak dengan menanyakan
kemungkinan adanya anak berusia < 15 tahun yang mengalami kelumpuhan
di daerah tersebut kepada : orang tua penderita, para tokoh masyarakat
setempat, kader, guru, dll
6. Melakukan follow up (kunjungan ulang) 60 hari terhadap kasus AFP dengan
spesimen tidak adekuat atau hasil laboratorium positif virus polio

F. MONITORING DAN EVALUASI


a. Monitoring dan evaluasi oleh Petugas Puskesmas berupa :
Memantau kasus baru bila ada anak berusia < 15 tahun yang
mengalami kelumpuhan secara mendadak dan bukan karena ruda paksa
di wilayah kerjanya .
b. Monitoring dan Evaluasi Tingkat Kabupaten
Monitoring dan evaluasi dilakukan oleh Petugas dari seksi Wabah
dan Bencana Dinas Kesehatan Kabupaten Buleleng.
PEMERINTAH KABUPATEN BULELENG
DINAS KESEHATAN
PUSKESMAS BULELENG III
Jl. PulauSeribuPenarukan-Singaraja.Tlp. (0362) 26809

E-mail. Puskbllg3@gmail.com

KERANGKA ACUAN KEGIATAN


SURVEILANS CAMPAK

A. LATAR BELAKANG
Rencana strategi global maupun regional 2006-2010 yang dicanangkan
WHO bersama UNICEF tahun 2006 menyatakan bahwa tujuan program
pengendalian penyakit campak adalah mengurangi angka kematian campak
sebesar 90 % (estimated) pada tahun 2010 dibanding tahun 2000. Untuk
mencapai tujuan pengendalian penyakit campak tersebut dilakukan upaya :
1. Mencapai cakupan imunisasi campak dosis pertama >90 % secara
nasional dan minimal >80 % de seluruh kabupaten/kota pada tahun 2010
2. Melaksanakan imunisasi campak kesempatan kedua dengan cakupan
>90 % pada anak usia kurang dari 5 tahun pada tahun 2010
3. Penyelidikan dan manajemen kasus pada semua KLB campak tahun 2009
4. Melaksanakan surveilans campak berbasis kasus individu (case based
surveillance) bagi semua negara yang telah melaksanakan kampanye
campak.
Program imunisasi campak di Indonesia dimulai pada tahun 1982,
kemudian pada tahun 1991 berhasil dicapai status imunisasi dasar lengkap
secara nasional. Sejak tahun 2000 imunisasi campak kesempatan kedua
diberikan kepada anak sekolah kelas I-VI secara bertahap yang kemudian
dilanjutkan dengan pemberian imunisasi campak secara rutin kepada anak
sekolah dasar kelas I SD (BIAS). Untuk mempercepat tercapainya
perlindungan campak pada anak, sejak tahun 2005 s/d agustus 2007 dilakukan
kegiatan crash programcampak terhadap anak usia 6-59 bulan dan anak usia
sekolah dasar di seluruh provinsi dalam 5 tahap.
Untuk menilai dampak pelaksanaan program tersebut dan mencapai
regional strategicgoaldiperlukan surveilans campak yang baik agar dapat
memberikan arahan kepada program secara efektif dan efisien. Sejak
dilakukan kampanye campak di Indonesia, angka kematian penderita campak
diharapkan menurun sehingga upaya program pemberantasan campak dari
tahap reduksi mulai diarahkan kepada tahap eliminasi dengan penguatan
strategi imunisasi dan surveilans berbasis kasus individu.

B. TUJUAN
1. Terlaksananya pengumpulan data campak dan mengetahui gambaran
epidemiologi yang meliputi waktu, tempat kejadian, umur, dan status
imunisasi di setiap Puskesmas dan rumah sakit
2. Terlaksananya analisis data campak dan faktor risiko di setiap tingkat
administrasi kesehatan
3. Terlaksananya penyelidikan epidemiologi setiap KLB campak dan konfirmasi
laboratorium

C. SASARAN
Pengelola program surveilans campak di Puskesmas
D. PENDANAAN

E. PELAKSANAAN
1. Penemuan dan pencatatan rutin
- Di Tingkat Puskesmas
1. Petugas surveilans harus memastikan bahwa setiap kasus campak yang
ditemukan, baik yang berasal dari dalam maupun luar wialayah kerja,
telah dicatat dalam form c1 dan dilaporkan ke Dinas Kesehatan
Kabupaten setiap bulan sebagai lampiran STP
2. Setiap minggu direkap dalam W2/PWS KLB dan dilaporkan ke Dinas
Kesehatan Kabupaten sebagai alat SKD KLB
2. Pelaporan segera KLB
Puskesmas : Apabila pkm telah mengidentifikasi adanya KLB campak sesuai
kriteria KLB campak, maka dalam waktu 1x24 jam dilaporkan ke Dinas
Kesehatan menggunakan sms atau telepon yang diikuti dengan laporan w1.
Selanjutnya laporan hasil penyelidikan KLB dikirim setelah selesai
penyelidikan
3. Tatalaksana kasus
1. Pengobatan penderita yang tidak ada komplikasi (antipiretik)
2. Pemberian vitamin A dosis tinggi
3. Pengobatan komplikasi di Pkm (antibiotik)
4. Apabila keadaan penderita cukup berat, segera rujuk ke RS
4. Pemeriksaan laboratorium untuk diagnosa campak
 Pemeriksaan serologi bertujuan untuk membantu menegakkan diagnosa
dengan mendeteksi adanya antibodi spesifik dari virus campak. Antibodi
tersebut akan terbentuk optimal dalam waktu 4-28 hari timbulnya rash
 Pemeriksaan isolasi bertujuan untuk identifikasi virus campak dan
pemeriksaan genotype ataupun epidemiologi molecular, jumlah virus
campak optimal dalam urin penderita pada hari 1-5 hari timbulnya rash
5. Pengambilan, penyimpanan, dan pengiriman sampel laboratorium campak
1. Spesimen (serum/darah) untuk pemeriksaan serologi
a. Siapkan label identitas pasien, lekatkan pada syringe atau tabung
vacutainer dan tabung serum
b. Darah diambil 3-5 ml menggunakan syringe atau vacutainer lalu di
centrifuge 3000 rpm selama 10 menit
c. Bila tidak ada centrifuge, diamkan selama 30 menit-1 jam sampai serum
terpisah
d. Serum diambil dengan menggunakan pipet steril, masukkan ke dalam
tabung serum
e. Selanjutnya tabung serum dimasukkan dalam plastik, yang telah diberi
tissue/kertas yang bisa menyerap, ikat yang rapat/selotip lalu masukkan
dalam wadah primer (box plastik)
 Masukkan wadah primer kedalam specimen carrier dan diberi ice
pack 3-4 buah, tata sedemikian rupa sehingga tidak pecah saat
terjadi goncangan
Catatan :
1. Darah dapat disimpan dulu pada 2-8oC, 24 jam sebelum dipisahkan
serumnya
2. Darah tidak boleh dibekukan dalam freezer
3. Spesimen harus dikirim dengan es (2-8oC) dengan maksimum lama
pengiriman 48 jam
4. Spesimen boleh disimpan dalam lemari es (bukan freezer) maksimal
7 hari sebelum
5. Spesimen urin untuk isolasi campak

F. MONITORING DAN EVALUASI


1. Analisa pencapaian kinerja surveilans campak, untuk mengevaluasi
pelaksanaan surveilans campak, lakukan analisa terhadap pencapaian
masing-masing indikator kinerja surveilans campak dan analisa terhadap data
campak. Hasil analisa diumpan balikkan kepada pengelola program
surveilans dan program imunisasi
2. Pertemuan review atau pertemuan validasi data meliputi :
a. Pencapaian kinerja surveilans campak
b. Analisa kasus campak
c. Permasalahan dan upaya pemecahannya
3. Indikator kinerja surveilans campak :
a. Kelengkapan laporan Puskesmas (C1) : ≥ 90 %
b. Ketepatan laporan Puskesmas (C1) : ≥ 80 %
c. KLB dilakukan penyelidikan : 100 %

Mengetahui Penarukan
Kepala puskesmas buleleng III Surveillans Puskesmas

dr dewa Putu merta suteja M.A.P Sri Achyati


NIP.197102262000121001 NIP.196912011990122003

Anda mungkin juga menyukai