3 Manajemen Spesimen
OUTLINE
4 Pencatatan dan Pelaporan
7
KONSEP SURVEILANS PERTUSIS
01 Penyakit Pertusis merupakan penyakit endemik di hampir seluruh negara
02 Alert suspek pertusis yang muncul dalam SKDR perlu diverifikasi dan respon cepat
B. Tujuan
1. Melakukan deteksi dini kasus pertusis
2. Melakukan Penyelidikan Epidemiologi setiap suspek difteri untuk mencegah
penyerbaran difteri yang lebih luas.
3. Menyediakan informasi epidemiologis untuk memonitor tindakan pencegahan
dan penanggulangan serta penyebaran kasus pertusis di suatu wilayah
4. Sebagai evaluasi keberhasilan program imunisasi
KONSEP SURVEILANS PERTUSIS
C. Manfaat
Manfaat dari pelaksanaan surveilans Pertusis yaitu:
1. Penguatan sistem surveilans difteri yang bisa menyediakan data lengkap, berkualitas dan real-
time (mutakhir).
2. Penguatan jejaring laboratorium Pertusis
3. Penguatan petugas kesehatan dalam penyelidikan epidemiologi dan penanggulangan KLB
pertusis
4. Meningkatkan tatalaksana kontak erat (contact tracing) sesuai standar pelaksanaan
operasional.
5. Meningkatkan tatalaksana kasus difteri sesuai dengan sesuai standar pelaksanaan
operasional pengobatan pertusis
6. Meningkatkan cakupan imunisasi rutin pertusis, baik dasar maupun lanjutan, mencapai target
minimal 95%.
10
MATERI 2
11
PENEMUAN KASUS PERTUSIS
a. Batuk rejan pada saat inspirasi atau napas dalam (inspiratory whoop)
Atau Kasus apneu (berhenti nafas) dengan atau tanpa sianosis pada anak usia <1 tahun dengan batuk tanpa
ada batasan durasi.
Atau Jika dokter menduga pertusis pada pasien dengan batuk tanpa ada batasan durasi.
Sumber : Dinkes Kab. Lumajang (Jawa Timur)
PENEMUAN KASUS PERTUSIS
Klasifikasi Kasus
a. Konfirmasi laboratorium: kasus yang memenuhi kriteria suspek dan hasil pemeriksaan spesimen
(kultur atau PCR) adalah positif.
b. Terhubung secara epidemiologis: kasus yang memenuhi kriteria suspek dan memiliki hubungan
epidemiologis (kontak erat) dengan kasus terkonfirmasi laboratorium dalam waktu tiga minggu
sebelum timbulnya batuk.
c. Kompatibel klinis: kasus yang memenuhi kriteria suspek tetapi tidak memenuhi kriteria konfirmasi
laboratorium maupun epidemiologis.
d. Discarded (bukan kasus pertusis): pasien yang tidak memenuhi kriteria klinis berdasarkan hasil
investigasi.
STRATEGI PENEMUAN KASUS PERTUSIS
KASUS SUSPEK
PERTUSIS
1. Setiap penderita dengan batuk lebih dari 2 minggu yang datang ke puskesmas harus dicari
gejala tambahan dan ditentukan apakah memenuhi kriteria suspek pertusis. Untuk usia
balita dan anak, penemuan kasus bisa didapatkan dari pelayanan Manajemen Terpadu
Balita Sakit (MTBS) dan Manajemen Terpadu Pelayanan Kesehatan Remaja (MTPKR).
2. Bila penderita datang dengan batuk yang kurang dari 2 minggu diupayakan untuk dimonitor
perjalanan penyakitnya serta dicari gejala tambahan pertusis lainnya.
3. Bila kasus memenuhi kriteria klinis pertusis, catat dalam formulir investigasi kasus pertusis
(formulir PERT 01) seperti dalam lampiran (1) dan lakukan penyelidikan epidemiologi untuk
mencari kasus tambahan.
4. Bila memenuhi kriteria KLB maka dilakukan penyelidikan KLB
PENEMUAN KASUS PERTUSIS
Di Rumah Sakit
a. Bila ditemukan kasus pertusis di RS, petugas surveilans RS harus melaporkan dalam
waktu kurang dari 24 jam kepada petugas surveilans dinas kesehatan kabupaten/kota.
b. Surveilans aktif RS dilakukan secara aktif satu kali dalam seminggu oleh petugas
surveilans dinas kesehatan kabupaten/kota dan petugas surveilans rumah sakit/contact
person RS, yang diintegrasikan dengan surveilans AFP dan PD3I lainnya, menggunakan
form Surveilans Aktif Rumah Sakit (SARS).
PENEMUAN KASUS PERTUSIS
• Penyelidikan Epidemiologi Pertusis
Penyelidikan Epidemiologi dilakukan untuk mengetahui gambaran kelompok rentan dan penyebaran kasus
agar dapat dilakukan upaya penanggulangan. Identifikasi kemungkinan adanya kasus lain, terutama pada
kelompok rentan dapat dilakukan dengan cara:
1. Kunjungan dari rumah ke rumah seluas perkiraan penularan
2. Kunjungan sekolah/tempat kerja kasus
3. Mengisi format investigasi/penyelidikan epidemiologi terhadap kasus dan kontak (semua umur)
4. Mengidentifikasi dan mencatat status imunisasi kasus suspek dan kontak erat. Jika didapatkan kasus
suspek atau kontak erat berusia <5 tahun dengan status imunisasi DPT-HB-Hib yang tidak/belum lengkap
maka harus dijadwalkan untuk segera dilengkapi.
5. Bila usia <1 tahun, berikan/lengkapi imunisasi DPT-HB-Hib hingga 3 dosis dengan interval minimal 1
bulan antar dosis kemudian pastikan pada usia 18 bulan atau pada interval minimal 12 bulan setelah dosis
ketiga diberikan 1 dosis imunisasi lanjutan; bila usia ≥1 tahun maka lengkapi 4 dosis imunisasi dengan
interval dosis pertama dan kedua adalah 4 minggu, interval dosis kedua dan ketiga adalah 6 bulan dan
interval dosis ketiga dan keempat adalah 12 bulan.
MATERI 3
MANAJEMEN SPESIMEN
19
MANAJEMEN SPESIMEN
Kultur adalah tes diagnostik yang paling spesifik dan merupakan gold standard dalam
pemeriksaan laboratorium pertusis.
Pemeriksaan laboratorium pertusis dapat dilakukan dengan metode PCR dan serologi.
Penatalaksanaan Spesimen Laboratorium Pertusis
Lama Gejala dari Onset
1-3 minggu 3-4 minggu > 4 minggu
Pemeriksaan Kultur dan PCR PCR Kultur dan PCR kontak bergejala
Laboratorium (second case) atau Serologi
Spesimen yang Swab/aspirat Swab/aspirat nasofaring Swab/aspirat nasofaring untuk
Dibutuhkan nasofaring kultur dan PCR; Serum untuk
serologi*
Medium Transpot Regan Lowe atau Regan Lowe atau Amies Regan Lowe untuk kultur dan
Amies** PCR; serum tidak membutuhkan
medium transport
Suhu Penyimpanan 2-8ºC 2-8ºC 2-8ºC
dan Pengiriman
Pemeriksaan Kultur dan PCR Kultur dan PCR kontak bergejala Kultur dan PCR kontak bergejala
Laboratorium untuk kontak bergejala (second case) atau Serologi (second case) atau Serologi
Kasus Usia > 10 (second case) atau
tahun Serologi
MANAJEMEN SPESIMEN
C. Packing Spesimen
Laporan tentang hasil segera dikirimkan ke instansi pengirim, untuk ditindak lanjuti oleh Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Propinsi, Tim Kerja Imunisasi WUS, Surveilans
PD3I dan KIPI dan tim kerja terkait Ditjen P2P melalui Fax/WhatsApp/E-mail/Pos/SMS
Pemeriksaan kultur dan isolasi Bordetella pertusis, PCR dan serologi dapat dilakukan dr. Sri
Oemidjati, BKPK – Kemenkes RI Laboratorium Bakteriologi Jl. Percetakan Negara No.23a Jakarta
10560 Telp./Fax. (021) 4288 1745 / 4288 1754
Untuk lebih jelasnya “Cara pengambilan spesimen
Pertusis” dapat diperhatikan video berikut
Sumber :
https://www.youtube.com/watch?v=ALtbD4
5tmZA&t=460s
MATERI 4
29
PENCATATAN DAN PELAPORAN
A. Pencatatan
1. Setiap kasus suspek pertusis dicatat dalam formulir PERT-01 kemudian setiap hari Senin
dilaporkan ke dinas kesehatan kabupaten/kota melalui mekanisme pelaporan yang ditentukan
(WA, email, dsb).
2. Selain itu, suspek pertusis tersebut juga harus dilaporkan melalui mekanisme pelaporan SKDR.
3. Pastikan setiap variabel pada formulir PERT-01 diisi dengan lengkap dan benar, kecuali nomor
EPID, karena nomor EPID diberikan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota.
B. Pelaporan
Jika tidak ada kasus suspek pertusis, formulir PERT-01 tetap dilaporkan pada hari Senin dengan
keterangan NIHIL (zero report). Laporan NIHIL memastikan sistem surveilans pertusis tetap berjalan
meskipun tidak ada kasus yang teridentifikasi.
MATERI 5
B. Rekomendasi
Dinas kesehatan Kab/Kota/Provinsi membuat umpan balik mengenai situasi penyakit pertusis dan
trend cakupan imunisasi DPT-HB-Hib yang merupakan salah satu faktor risiko pertusis kepada
Puskesmas/Kab/Kota di wilayah kerjanya berupa buletin atau media lain yang dapat diintegrasikan
dengan penyakit-penyakit lainnya
ANALIS DATA
REKOMENDASI
• Membuat rekomendasi dan
tindak lanjut berdasarkan hasil
kajian data epidemiologi.
• Hasil kajian dipergunakan
untuk membuat dan
memberikan rekomendasi dan
menentukan rencana tindak
lanjut program surveilans dan
imunisasi.
• Membantu Kab/Kota dalam
menentukan strategi intervensi
Sebaran Pertusis Konfirmasi Laboratorium Tahun 2023; 47 Kab/Kota di 18 Provinsi
Minggu 13, N= 132
Jambi
1. Kota Jambi (4 kasus)
Papua
1. Keerom (1 kasus)
Bengkulu
1. Kota Bengkulu (3 kasus)
2. Bengkulu Utara (2 kasus)
Sumatera Selatan
1. Kota Palembang (14
kasus)
2. Ogan Komering Ilir (1 Lampung Jawa Barat
kasus) 1. Kota Bandar Lampung (1 kasus)
1. Garut (14 Jawa Tengah Jawa Timur NTB
3. Muara Enim (5 kasus) kasus) 1. Kota Matraman
1. Kota Salatiga (2 kasus) 1. Malang (2 kasus)
4. Ogan Komering Ulu Timur DKI Jakarta
2. Bandung Barat 2. Banyumas (1 kasus) 2. Probolinggo (1
(2 kasus) 1. Kota Jakarta Pusat (6 kasus)
(4 kasus) kasus)
5. Lahat (4 kasus) 2. Kota Jakarta Selatan (5 kasus)
3. Kota Bogor (1 3. Kota Malang (4
6. Musi Banyuasin (1 kasus) 3. Kota Jakarta Utara (2 kasus)
kasus) DIY kasus)
7. Kota Pagar Alam (2 4. Kota Jakarta Barat (1 kasus)
1. Sleman (1 kasus) 4. Pacitan (1 kasus)
kasus) 4. Kuningan (1
8. Banyuasin (3 kasus) kasus)
9. Ogan Ilir (1 kasus) 5. Kota Bandung
10. Empat Lawang (1 kasus) (1 kasus)
Verifikasi rumor
Deteksi dini dari
surveillans
penanganan dini
ORI/Imunisasi
massal, pemberian
obat pencegahan
• Menemukan kasus sedini mungkin mencegah terjadi penularan yang lebih luas
• Melakukan upaya containment pelacakan kontak, karantina dan isolasi
• Upaya Eradikasi dan Eliminasi menemukan suspek untuk dibuktikan secara
laboratorium bukan karena pathogen yang akan di-eliminasi atau di-eradikasi
Mengetahui tren Melakukan deteksi dini p
potensial KLB potensial KLB
Meminimalkan kesakitan/
kematian akibat KLB
SISTEM KEWASPADAAN DINI DAN RESPON PERTUSIS
A. Sistem kewaspadaan dini (SKD) Pertusis
Secara umum kegiatan SKD-KLB pertussis meliputi kajian epidemiologi untuk mengidentifikasi ancaman
KLB, peringatan kewaspadaan dini KLB, peningkatan kewaspadaan dan kesiapsiagaan terhadap KLB.
Kewaspadaan terhadap KLB berupa deteksi dini KLB, deteksi dini kondisi rentan KLB serta penyelidikan
dugaan adanya KLB.
Secara skematis hubungan kegiatan SKD-KLB satu dengan yang lain dapat dilihat dalam 2 kajian yaitu :
1. Kajian Epidemiologi Ancaman KLB Pertusis
Untuk mengetahui adanya ancaman KLB pertusis, maka dilakukan kajian secara terus menerus dan
sistematis terhadap penyakit pertusis dengan menggunakan bahan kajian :
1. data surveilans epidemiologi penyakit berpotensi KLB pertusis,
2. kerentanan masyarakat, antara lain status gizi dan imunisasi,
3. kerentanan lingkungan,
4. kerentanan pelayanan kesehatan,
5. ancaman penyebaran penyakit berpotensi KLB dari daerah ataunegara lain, serta
6. sumber data lain dalam jejaring surveilans epidemiologi.
SISTEM KEWASPADAAN DINI DAN RESPON PERTUSIS
Sumber data surveilans epidemiologi penyakit berpotensi KLB adalah:
a. laporan KLB/wabah dan hasil penyelidikan KLB,
b. data epidemiologi KLB dan upaya penanggulangannya,
c. surveilans terpadu penyakit berbasis KLB,
d. sistem peringatan dini-KLB di rumah sakit.
Peringatan kewaspadaan dini KLB dan atau terjadinya peningkatan KLB pada daerah tertentu dibuat
untuk jangka pendek (periode 3-6 bulan yang akan datang) dan disampaikan kepada semua unit
terkait di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Propinsi, Departemen Kesehatan,
sektor terkait dan anggota masyarakat, sehingga mendorong peningkatan kewaspadaan dan
kesiapsiagaan terhadap KLB di Unit Pelayanan Kesehatan dan program terkait serta peningkatan
kewaspadaan masyarakat perorangan dan kelompok.
Peringatan kewaspadaan dini KLB dapat juga dilakukan terhadap penyakit berpotensi KLB dalam
jangka panjang (periode 5 tahun yang akan datang), agar terjadi kesiapsiagaan yang lebih baik serta
dapat menjadi acuan perumusan perencanaan strategis program penanggulangan KLB.
SISTEM KEWASPADAAN DINI DAN RESPON PERTUSIS
B. Respon
Kewaspadaan dan kesiapsiagaan terhadap KLB meliputi peningkatan kegiatan surveilans untuk deteksi dini
kondisi rentan KLB; peningkatan kegiatan surveilans untuk deteksi dini KLB; penyelidikan epidemiologi
adanya dugaan KLB; kesiapsiagaan menghadapi KLB dan mendorong segera dilaksanakan tindakan
penanggulangan KLB.
Deteksi dini kondisi rentan KLB merupakan kewaspadaan terhadap timbulnya kerentanan masyarakat,
kerentanan lingkungan-perilaku, dan kerentanan pelayanan kesehatan terhadap KLB dengan
menerapkan cara-cara surveilans epidemiologi atau Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) kondisi
rentan KLB.
ldentifikasi timbulnya kondisi rentan KLB dapat mendorong upaya upaya pencegahan terjadinya KLB
dan meningkatkan kewaspadaan berbagai pihak terhadap KLB.
SISTEM KEWASPADAAN DINI DAN RESPON PERTUSIS
a. ldentifikasi Kondisi Rentan KLB
Mengidentifikasi secara terus menerus perubahan kondisi lingkungan, kuwalitas dan kwantitas pelayanan kesehatan,
kondisi status kesehatan masyarakat yang berpotensi menimbulkan KLB di daerah.
b. Pemantauan Wilayah Setempat Kondisi Rentan KLB
Setiap Sarana Pelayanan Kesehatan merekam data perubahan kondisi rentan KLB menurut desa atau kelurahan atau
lokasi tertentu lainnya, menyusun tabel dan grafik pemantauan wilayah setempat kondisi rentan KLB. Setiap kondisi rentan
KLB dianalisis terus menerus dan sistematis untuk mengetahui secara dini adanya ancaman KLB.
c. Penyelidikan Dugaan Kondisi Rentan KLB
Penyelidikan dugaan kondisi rentan KLB dilakukan dengan cara :
1) Sarana Pelayanan Kesehatan secara aktif mengumpulkan informasi kondisi rentan KLB dari berbagai sumber termasuk
laporan perubahan kondisi rentan oleh masyarakat perorangan atau kelompok.
2) Di Sarana Pelayanan Kesehatan, petugas kesehatan meneliti serta mengkaji data kondisi rentan KLB, data kondisi
kesehatan lingkungan dan perilaku masyarakat, status kesehatan masyarakat, status pelayanan kesehatan.
3) Petugas kesehatan mewawancarai pihak-pihak terkait yang patut diduga mengetahui adanya perubahan kondisi rentan
KLB.
4) Mengunjungi daerah yang dicurigai terdapat perubahan kondisi rentan KLB.
MATERI 7
KLB PERTUSIS
Suatu wilayah kab/kota dinyatakan KLB Pertusis jika ditemukan satu suspek pertusis dengan
konfirmasi laboratorium PCR/kultur positif
ATAU
Jika ditemukan Suspek Pertusis yang mempunyai hubungan epidemiologi dengan kasus
PCR/kultur positif
PENANGGULANGAN KLB PERTUSIS
A. Penyelidikan Epidemiologi
Penyelidikan Epidemiologi dilakukan untuk mengetahui gambaran kelompok rentan dan
penyebaran kasus agar dapat dilakukan upaya penanggulangan. Identifikasi kemungkinan
adanya kasus lain, terutama pada kelompok rentan dapat dilakukan dengan cara:
1. Kunjungan dari rumah ke rumah seluas perkiraan penularan
2. Kunjungan sekolah/tempat kerja kasus
3. Mengisi format investigasi/penyelidikan epidemiologi terhadap kasus dan kontak (semua
umur)
PENANGGULANGAN KLB PERTUSIS
4. Mengidentifikasi dan mencatat status imunisasi kasus suspek dan kontak erat. Jika
didapatkan kasus suspek atau kontak erat berusia <5 tahun dengan status imunisasi
DPT-HB-Hib yang tidak/belum lengkap maka harus dijadwalkan untuk segera dilengkapi.
5. Bila usia <1 tahun, berikan/lengkapi imunisasi DPT-HB-Hib hingga 3 dosis dengan interval
minimal 1 bulan antar dosis kemudian pastikan pada usia 18 bulan atau pada interval
minimal 12 bulan setelah dosis ketiga diberikan 1 dosis imunisasi lanjutan; bila usia ≥1 tahun
maka lengkapi 4 dosis imunisasi dengan interval dosis pertama dan kedua adalah 4 minggu,
interval dosis kedua dan ketiga adalah 6 bulan dan interval dosis ketiga dan keempat adalah
12 bulan.
PENANGGULANGAN KLB PERTUSIS
B. Langkah-langkah penanggulangan KLB
Penanggulangan KLB pertusis didasarkan analisis dan rekomendasi hasil penyelidikan KLB,
dilakukan sesegera mungkin untuk meminimalisasi jumlah penderita.
Tujuan Penanggulangan:
1. Mencegah komplikasi dan kematian
2. Memperpendek periode KLB
3. Memutuskan rantai penularan KLB di wilayah terjangkit dan wilayah sekitarnya
PENANGGULANGAN KLB PERTUSIS
Langkah–langkah :
1. Tatalaksana/Pengobatan : Kasus klinis/konfirmasi laboratorium diberikan antibiotika
eritromisin selama 7-14 hari (maks 3 minggu) dengan dosis untuk anak-anak 40-50
mg/kgbb/hari, dewasa 2 gram/hari yang masing-masing dibagi dalam 4 dosis.
2. Lakukan pemisahan terhadap kontak yang tidak pernah diimunisasi atau yang tidak
diimunisasi lengkap. Pemisahan tersebut berlaku sampai dengan 21 hari sejak terpajan
dengan penderita atau sampai dengan saat penderita dan kontak sudah menerima
antibiotika minimal 5 hari dari 14 hari yang diharuskan.
3. Melaksanakan RCA (Rapid Convenience Assessment) atau survei cepat status imunisasi
DPT-HB-Hib anak usia <5 tahun pada wilayah lokasi terjangkit dan wilayah sekitarnya yang
berisiko tinggi. Penentuan wilayah sekitar yang berisiko tinggi dilakukan dengan melakukan
analisa terhadap kriteria wilayah, akses terhadap layanan imunisasi, trend cakupan imunisasi
difteri serta performa surveilans.
PENANGGULANGAN KLB PERTUSIS
Wilayah sekitar yang berisiko tinggi adalah wilayah dengan kriteria sebagai berikut:
a. Wilayah padat penduduk, kumuh, terdapat pekerja migran, kelompok marjinal dan pengungsi yang
berdomisili, wilayah pedesaan dan sulit secara geografis atau wilayah pemukiman baru
b. Status gizi dan PHBS masyarakat secara umum kurang baik
c. Kegiatan pelayanan imunisasi di puskesmas atau fasilitas pelayanan kesehatan dilaksanakan
kurang dari 2 kali setiap minggu dan pelayanan imunisasi
d. Trend cakupan imunisasi rutin DPT-HB-Hib1, DPT-HB-Hib2, DPT-HB-Hib3 dan DPT-HB-Hib4
(dosis lanjutan) selama 3 tahun terakhir kurang dari 80%
Apabila dari hasil RCA ditemukan balita yang tidak/belum lengkap status imunisasinya DPT-HB-
Hib nya, maka jadwalkan pemberiannya di puskesmas, fasilitas pelayanan kesehatan atau
posyandu setempat sesegera mungkin. Bila usia <1 tahun, berikan/lengkapi imunisasi DPT-HB-Hib
hingga 3 dosis dengan interval minimal 1 bulan antar dosis kemudian pastikan pada usia 18 bulan
atau pada interval minimal 12 bulan setelah dosis ketiga diberikan 1 dosis imunisasi lanjutan; bila usia
≥1 tahun maka lengkapi 4 dosis imunisasi dengan interval dosis pertama dan kedua adalah 4 minggu,
interval dosis kedua dan ketiga adalah 6 bulan dan interval dosis ketiga dan keempat adalah 12 bulan.
PENANGGULANGAN KLB PERTUSIS
4. Berdasarkan hasil RCA dibuat strategi komunikasi berbasis wilayah dengan melibatkan tokoh
masyarat, pemuka agama, organisasi masyarat, PKK, kader kesehatan untuk mengaktifkan
posyandu, edukasi pengendalian partusis, pentingya imunisasi, perilaku penggunaan masker, cuci
tangan pakai sabun, penrapan etika batuk, perbaikan dan keberishan lingkungan seperti siklasi
udara, penyinaran matahari.
5. Meningkatkan dan mempertahankan cakupan imunisasi rutin DPT-HB-Hib1, DPT-HBHib2, DPT-HB-
Hib3 dan DPT-HB-Hib4 (dosis lanjutan) minimal 95% dan merata, di wilayah terjangkit dan wilayah
sekitar yang berisiko tinggi, melalui upaya-upaya penguatan imunisasi rutin.
6. Dianjurkan pemberian erythromycin selama 7 hari bagi anggota keluarga dan kontak dekat tanpa
memandang status imunisasi dan umur. Lakukan Investigasi terhadap kontak dan sumber infeksi:
Lakukan penilaian status imunisasi dan lengkapi status imunisasi kontak erat yang berusia <5
tahun. Lakukan pencarian kasus secara dini, cari juga kasus yang tidak dilaporkan dan kasus-kasus
atipik. Oleh karena bayi-bayi dan anak tidak diimunisasi mempunyai risiko tertular.
PENANGGULANGAN KLB PERTUSIS
Dalam suatu kondisi KLB selain peningkatan cakupan imunisasi pertusis perlu diberikan antibiotik
propilaksis pasca paparan (postexposure antimicrobial propilaksis /PEP) kepada:
a. Kontak serumah dari pertusis
b. Orang yang beresiko tinggi dalam waktu 21 hari sejak terpapar dengan kasus pertusis, yaitu:
1) Bayi dan wanita hamil trimester ke-3 pada lokasi yang posyandu tidak dilaksanakan rutin
1 kali setiap bulan.
2) Semua orang yang kondisi kesehatannya bisa diperburuk oleh infeksi pertusis misalnya
orang dengan imunocompromised atau penderita dengan pengobatan asma sedang atau
berat
3) Kontak erat dari orang-orang di atas
4) Masyarakat sekitar yang lebih luas bila KLB terjadi pada lingkungan yang terbatas dan
kasusnya sedikit namun bila KLB meluas tidak dianjurkan pemberian propilaksis ke
masyarakat luas melainkan melakukan monitoring kepada kontak untuk melihat tanda
dan gejala pertusis selama 21 hari.
PENANGGULANGAN KLB PERTUSIS
Pencabutan Status KLB
• Pencabutan status KLB pertusis dapat ditetapkan Jika di suatu wilayah tidak ditemukan
lagi kasus pertusis selama 2 kali masa inkubasi terpanjang dihitung sejak dari kasus
terakhir (28 hari).
Satu suspek Pertusis dilakukan penanganan lebih
dini untuk mencegah KLB Pertusis yang lebih luas
Waktu : 75 menit 65
Lembar Kasus (IHB 8.4,IHB 8.5,IHB 8.6,IHB 8.7)
• Berdasarkan laporan W1 dari Dinas Kesehatan Kabupaten PM pada tanggal 23 April 2023 yang diterima
oleh Dinas Kesehatan Provinsi S bahwa telah terjadi KLB Pertusis di Desa T Kecamatan L Kabupaten PM
dengan jumlah penderita sebanyak 11 orang.
• Kasus index dengan insial A usia 7 tahun jenis kelamin laki-laki terjadi pada tanggal 5 April 2023 dengan
gejala batuk-batuk. Sumber penularan dari index cases tidak bisa dipastikan karena menurut keterangan
dari orang tua kasus selama 1 sampai 2 minggu sebelumnya tidak mempunyai riwayat berpergian
kemana-mana. Kasus tidak pernah mendapatkan imunisasi menurut keterangan orang tua. Kasus
bersekolah di SD Negeri T.
• Penularan berikutnya terjadi 3 hari kemudian pada orang serumah (2 kasus) dan satu minggu kemudian
pada tetangga (1 kasus). Setelah itu 4 hari kemudian penularan terjadi pada teman sekolah (4 kasus).
Kemudian 2 hari setelahnya terjadi penularan pada guru disekolah (3 kasus).
• Telah dilakukan pengambilan spesimen usap tenggorok pada 3 kasus, namun baru hasil lab index case
yang diketahui positif.
Lembar Pertanyaan (IHB 8.4,IHB 8.5,IHB 8.6,IHB 8.7)
1. Berdasarkan soal kasus diatas, saudara diminta untuk menginput data kasus ke dalam form
pencatatan pelaporan pertusis yang tersedia.
2. Buatlah analisa secara deskriptif dan interpretasikan hasilnya berdasarkan data hasil
Penyelidikan Epidemiologi pertusis tersebut.
3. Dari data tersebut tersebut, apakah benar telah terjadi KLB pertusis, dasar apa yang dipakai
untuk penetapan KLB?
4. Apa tindakan saudara sebagai petugas Surveilans Puskesmas/Kab/Kota/Provinsi setelah tahu
bahwa telah terjadi KLB pertusis?
5. Informasi apa saja yang harus dikumpulkan untuk melengkapi laporan KLB pertusis?
6. Apa rencana tindak lanjut setelah KLB pertusis berakhir
06/02/2024
68
06/02/2024
69
PELATIHAN SURVEILANS PENYAKIT YANG DAPAT DICEGAH DENGAN IMUNISASI (PD3I)
BAGI PETUGAS SURVEILANS DI KABUPATEN/KOTA DAN PROVINSI
B. Langkah-langkah:
1. Fasilitator membagi dalam 3 kelompok (masing-masing kelompok 10
peserta)
2. Masing -masing anggota kelompok bergantian mensimulasikan:
a. Bagaimana pengepakan spesimen pertussis (25 menit)
b. Bagaimana pengiriman spesimen pertussis (25 menit)
3. Di setiap kelompok ada fasilitator pendamping untuk memastikan langkah-
langkah simulasi sudah sesuai dengan SOP yang ada.
4. Fasilitator memberikan komentar/klarifikasi hasil obrvasinya (7 menit)
5. Fasilitator merangkum dan menyimpulkan hasil simulasi (3 menit)
Waktu: 60 menit
71
Bahan dan Alat (IHB 8.3)
1. Panduan Simulasi
2. Lembar penugasan
3. Alat Tulis
4. Form /Tabel jenis penyakit PD3I dan spesimen yang digunakan untuk
pemeriksaan Laboratorium.