Anda di halaman 1dari 18

RESPON KEJADIAN LUAR BIASA

(KLB) DIFTERI

DISAMPAIKAN PADA:
Pertemuan Manajemen Kasus Difteri Bagi RS dan
Puskesmas, 8 Juni 2022

TIM KERJA IMUNISASI WUS, SURVEILANS PD3I & KIPI


Faktor Risiko difteri
1. Tidak imunisasi
2. Imunisasi dasar tidak lengkap
3. Imunisasi dasar tanpa booster
4. Penanggulangan tidak optimal
5. Pengendalian terlupakan
6. Tatalaksana epid yang kurang memadai
• Isolasi
• Profilaksis kontak erat
• Imunisasi kontak dan penderita

Penyempurnaan cakupan rutin - STRENGHTENING R I


Epidemiologi : Difteri
• KLB besar terjadi di Eropa pada PD-2 dengan 1 juta kasus
dan 50.000 kematian.
• Sebelum ditemukannya ADS, CFR-nya bisa 50% (sesudah
akhir tahun 1940-an)
• Setelah adanya vaksinasi yang luas, jumlah kasus turun
>90%
• Regional SEARO berkontribusi 55-99% dari total kasus
yang dilaporkan per tahun
• Insidensi kasus shifted ke usia yang lebih tua (>15 tahun)
• Mayoritas kasus tidak divaksinasi atau tidak lengkap
Pencegahan dan Pengendalian

• Prinsip dasar
• Pencegahan primer : vaksinasi
• Pencegahan sekunder : investigasi cepat untuk
menemukan kontak erat agar segera
mendapatkan tindakan (obat
pencegahan/profilaksis dan pemberian imunisasi)
• Kekebalan tubuh  IgG difteri
• Target >1.0 IU/mL perlindungan jangka Panjang
• Infeksi alami jarang dapat meningkatkan IgG pada
level “long term protection” sehingga harus
dilengkapi setelah sembuh.
Mengapa Bisa Muncul KLB dan Kenapa Harus Imunisasi
dengan Cakupan Tinggi

TIDAK ADA IMUNISASI ADA IMUNISASI

PENULAR RENTAN PENULAR RENTAN PENULAR/SAKIT IMUNISASI RENTAN


PERAN SURVEILANS
Terlambat
dilaporkan atau
tidak dilaporkan

Verifikasi rumor Deteksi dini


dari surveillans
 penanganan
dini

ORI/Imunisasi massal,
pemberian obat pencegahan
Definisi Penyakit Difteri
• Suspek Difteri: gejala-gejala demam, sakit menelan,
dan pseudomembran putih keabu-abuan, yang tidak
mudah lepas dan mudah berdarah.
• Kasus Konfirmasi:
a. Kasus suspek dengan hasil laboratorium positif
b. Kasus hubungan epidemiologi: kasus suspek yang
ada hubungannya dengan kasus laboratorium
positif.
• Carrier/pembawa: kontak kasus yang tidak
menunjukkan gejala klinis, tetapi hasil pemeriksaan
laboratorium positif.
KLB DIFTERI Strategi Penanggulangan KLB Difteri:
1. Penyelidikan epidemiologi KLB difteri
2. Pencegahan penyebaran KLB difteri
Definisi KLB Difteri dengan:
a. Perawatan dan Pengobatan
kasus secara adekuat
b. Penemuan & Pengobatan kasus
tambahanan
c. Tatalaksana terhadap kontak erat
erat dari kasus suspek difteri
3. Komunikasi risiko tentang difteri dan
• *Selama masa pandemi, penentuan status KLB dikonsultasikan dengan pencegahannya kepada masyarakat
komite ahli difteri nasional
4. Pelaksanaan Outbreak Response
• KLB ditetapkan oleh kepala dinas kesehatan kabupaten/kota, kepala dinas
kesehatan provinsi atau menteri kesehatan Immunization (ORI) di daerah KLB
difteri
Tujuan Penyelidikan Epidemiologi Difteri
1. Pemberian profilaksis dan imunisasi terhadap kontak erat (satu
rumah, satu asrama, satu kelas, dll)
2. Menemukan kasus tambahan
3. Menentukan luas wilayah berisiko
4. Menentukan rentang usia rentan melalui survei evaluasi cakupan
imunisasi di wilayah terjangkit
(No. 3 dan 4, terutama sebagai bahan persiapan pelaksanaan
ORI/Outbreak Reponse Immunization)
Langkah-Langkah Penyelidikan
Epidemiologi
Kumpulkan informasi dasar: tempat, orang, waktu kejadian.
1. Konfirmasi KLB awal: apakah sesuai dengan definisi Difteri
klinis/suspek
2. Pelaporan segera berjenjang: Puskesmas-Kab-Prov-Pusat
3. Persiapan investigasi: tim, data dasar, bahan KIE, form
investigasi, media amis, antibiotic, APD, lapor ke
pemerintah setempat,
4. Investigasi kasus termasuk kontak dengan penderita difteri,
pengambilan specimen, pemberian antibiotic profilaksis,
5. Telaah/analisis data hasil investigasirekomendasi/ ORI
• Mendata usia dan st. imun kasus , riwayat bepergian
ke daerah KLB dalam 1 bulan terakhir.
• Pendataan dilanjutkan ke area yg mempunyai hub
epid dengan kasus-kasus yg ditemukan.
• Ambil sample pada kasus dan kontak sesuai kajian
• Mengukur besar KLB: luas wilayah, # kasus, # karier
• Kelompok usia dan rentang usia terjangkit
• Cakupan imunisasi DPT di tingkat puskesmas, desa
terjangkit dan desa sekitar beresiko selama 3 - 5
tahun terakhir.
• Frekuensi pelayanan imunisasi masyarakat setempat
• Ketenagaan, ketersediaan vaksin, penyimpanan
vaksin
Skema Pelacakan Kontak
• Jika ditemukan ada yang
mempunyai gejala sakit
tenggorokan maka dirujuk ke
Fasyankes terdekat.

• Jika disertai adanya


pseudomembran maka dirujuk ke
tim Ahli untuk penetapan
diagnosis dan ADS.
Pengambilan
Spesimen
• Dua sampel untuk setiap kasus menggunakan stik swab (kapas )
di tepi-tepi lapisan putih.
1. Sampel dari nasal/rongga hidung
2. Sampel dari tenggorokan/faring
• Spesimen ideal-nya diambil sebelum pemberian antibiotik.
Jika antibiotik sudah diberikan tetap ambil spesimennya.
• Ujung kapas harus tertanam dalam agar pada media amis
• Spesimen adekuat : Transport spesimen pada suhu 2-8C,
segera kirimkan dan idealnya sudah sampai di laboratorium
dalam 2 hari setelah pengumpulan spesimen.
• Untuk kasus difteria non-respiratorik, perlakuan sampel sama
dengan difteria respiratorik.
Tatalaksana Kontak Erat

21/03/2022 14
EDUKASI PETUGAS KESEHATAN TENTANG DIFTERI KEPADA MASYARAKAT

1. Jelaskan kepada Masyarakat tanda-tanda dini difteri


2. Rujuk ke Rumah Sakit jika ada anggota keluarga atau masyarakat yang
menderita sesuai gejala difteri
3. Jelaskan cara untuk menghindari penularan dengan :
 Kurangi kontak penderita dengan orang lain
 Keluarga yang menunggu penderita agar memakai masker dan selalu
mencuci tangan
 Minum eritomisin 50mg/kg BB selama 7 hari
4. Jelaskan kenapa keluarga/kontak erat harus minum obat eritromisin dan
harus 7 hari.
5. Jelaskan cara minum eritromisin dan efek sampingnya dan harus diminum
setelah makan.
6. Minta keluarga untuk imunisasi difteri lengkap dan jelaskan jadwal imunisasi
difteri.
7. Minta keluarga agar penderita diimunisasi 1 bulan setelah pulang dari RS

15
Outbreak Response Immunization/ORI
• ORI dilaksanakan setelah dilakukan kajian epidemiologi.
• Luas wilayah ORI : Kabupaten/kota, Kecataman. Jadwal ORI 3 kali
dengan interval 0-1-6 bulan, tanpa mempertimbangkan cakupan
imunisasi di wilayah KLB.
• Jenis vaksin yang digunakan tergantung kelompok umur sebagai berikut:
anak usia 1 - < 5 tahun menggunakan vaksin DPT-HB-Hib,
anak usia 5 - <7 tahun menggunakan vaksin DT
anak usia ≥ 7 tahun menggunakan vaksin Td
• Pelaksanaan ORI diperlukan persiapan
• Untuk dapat memberikan kekebalan komunitas yang optimal maka
cakupan ORI harus mencapai minimal 90%.
KLB DIFTERI DINYATAKAN
BERHENTI JIKA
• Jika dalam suatu wilayah tida ditemukan lagi kasus difteri selama 4
minggu sejak timbulnya gejala kasus terakhir dengan pertimbangan:
masa penularan terpanjang adalah 4 minggu.
• ORI tetap dilanjutkan sampai dengan selesai walaupun status KLB
Difter sudah dinyatakan berakhir.
• Untuk dapat memberikan kekebalan komunitas optimal maka
cakupan ORI harus >90%.
“Without high quality
surveillance, the billion dollar
program effort is flying blind’.

Anda mungkin juga menyukai