Anda di halaman 1dari 59

Surveilans

Epidemiologi
Penyakit
Difteri
Definisi
• Difteri adalah suatu penyakit menular
akut terutama menyerang tonsil, faring,
laring, hidung, adakalanya menyerang
selaput lendir atau kulit serta kadang-
kadang konjungtiva atau vagina (James
Chin)
Penyebab penyakit
• Kuman penyebab: Corynebacterium
diphteriae dari biotipe gravis, mitis atau
intermedius.
• Bakteri m’buat toksin bila trinfeksi oleh
virus yg spesifik (bacteriophage) yg
mngandung diphteria toxin gene tox
• Strain nontoksigenik jarang mnimbulkan
lesi lokal
Penyebab penyakit
• Infeksi kuman sifat’y tdk invasif, ttp
kuman dpt mngelurkan toxin, yaitu
eksotoksin yg memp efek patologik
• eksotoksin  mnyerang otot jantung,
ginjal dan jaringan syaraf.
• Kuman hidup pd slaput mukosa
tenggorokn manusia tanpa menimbulkan
gejala  carrier
Oedem otak
PATOGENESIS

myocarditis

Oedem
Pulmo

Toksin difteri menyebar dari


tempat infeksi ke seluruh tubuh.
Masa Inkubasi
• Masa inkubasi: 2 – 5 hari (kdg2 lebih
lama)
• Masa penularan: beragam, tetap menular
smp tdk dtemukan lg bakteri dr
discharge dan lesi (biasa’y 2 minggu atau
kurang, bhkn kdg2 dpt >4 minggu)
• Carrier dpt mnularkn penyakit smp 6 bln
Sumber dan Cara Penularan
Sumber penularan adl manusia baik sbg penderita
maupun carrier.
S’sorg dpt mnyebarkn bakteri mll pernafasan
droplet infection atau mll muntahan, pada
bakteri kulit bisa mll luka d tangan.
Jrg skl pnularan mll pralatan yg trcemar
discharge dr lesi pdrt. Namun dr susu yg kontak
dg pndrt shg tdp C. diphteriae dan tdk
dpasteurisasi dduga dpt brperan sbg media
penularan
Terapi antibiotik yg efektif dpt mngurangi
penularan
Gambaran klinis
- demam >380C,
- pseudomembran putih keabu2an, tdk
mudah lepas dan mudah berdarah di
faring, laring atau tonsil,
- sakit wktu menelan,
- leher membengkak sprt leher sapi
(bullneck),
- sesak nafas serta bunyi (stridor)
Digores &
agak ditekan
Membran menempel jaringan,
bila diambil menimbulkan perdarahan
Bukan
diphtheria
Spesifikasi Penyakit
• Menurut lokasi gejala yg drasakn penderita:
 Difteri hidung  pnderita pilek dg ingus
yg brcmpur dg darah
 Difteri faring dan tonsil  radang akut
tenggorok, demam up 38,50C, nadi cepat,
tampak lemah, nafas berbau, timbul
pembengkakan kelenjar leher. Jg tampak
membrane brwrna putih keabu2an kotor
d daerah rongga mulut smp dinding
mulut (faring)
Spesifikasi Penyakit
 Difteri laring  tdk bs brsuara, sesak,
nafas brbunyi , demam sangat tinggi up
400C, sgt lemah, kulit tampak kebiruan,
p’bngkakan kelenjar leher.
(difteri laring plg berat dan mngancam
jiwa akibat gagal nafas)
 Difteri kutaneus dan vaginal  luka mirip
sariawan d kulit dan vagina dg
pmbntukan membran di atas’y. Luka pd
difteri cnderung tdk trasa apa2.
Pencegahan
• Penyuluhan: beri penyuluhan kepada
masyarakat terutama kepada para orang
tua tentang bahaya dari difteria
• Imunisasi pada bayi dan anak dg DPT
atau DT
• Pencegahan pada org dewasa dpt dbrikan
vaksin Td
• TD merupakan imunogen yang relatif lemah,
sehingga pada daerah yang cakupan
imunisasinya rendah kasus akan muncul lagi.
• Adanya kasus disuatu daerah menunjukkan
1. adanya kegagalan cakupan
2. Adanya kegagalan vaksinasi
3. Adanya kelemahan program kesehatan
4. Merupakan indikator daerah yang
bermasalah
Kerentanan dan Ketahanan
• Bayi yang lahir dari ibu yang memiliki
imunitas biasanya memiliki imunitas juga;
perlindungan yang diberikan bersifat pasif
dan biasanya hilang sebelum bulan keenam.
• Imunitas seumur hidup tidak selalu, adalah
imunitas yang didapat setelah sembuh dari
penyakit atau dari infeksi yang subklinis.
• Imunisasi dengan toxoid memberikan
kekebalan cukup lama namun bukan
kekebalan seumur hidup
Faktor Risiko
• Penyakit ini sering muncul trutama pd
bulan2 dmn temperatur lbh dingin d
negara subtropis
• Menyerang pada anak2 brumur <15 tahun
yg blm d imunisasi. (Trutama usia 1-5th).
Sring jg djumpai pd klompok remaja yg
tdk d imunisasi
• Pada negara tropis yg variasi musim’y
kurang jelas, jenis yg sering timbul adl
infeksi subklinis dan difteri kulit.
Faktor2 yg Brhubungan Saat KLB
• Umur Balita lbh rawan
• Status imunisasi  imunisasi stiap
individu akn brpengaruh thd kkbalan
klompok. Dg trsedia’y vaksin yg potent,
imunisasi mrpkn slh 1 cara yg plg cost
efektif u mnnggulangi difteri di masy.
• Status gizi  d negara b’kmbang dan dg
status gizi kurng atau buruk akn mudah
trserang peny, infeksi trmasuk difteri
dsbbkn antibodi tdk trbntuk scr cukup.
Faktor2 yg Brhubungan Saat KLB
• Kepadatan hunian;
- rmh tinggal yg padat
- rmh dg bangunan yg kurang baik,
lembab dan ventilasi buruk
- rmh yg dhuni bbrp kluarga
Pelaksanaan Surveilans Difteri
Justifikasi
difteri adl peny. menular yg dpt dcegah dg
imunisasi dan potensial tjd KLB
dampak program imunisasi harus dpantau trus-
mnerus wlaupun insidens difteri yg dlaporkn
sdkt/kecil
plaksanaan surveilans difteri perlu trus
dkembangkn dan laporan nihil serta umpan balik
diintensifkn srta mulai m’buat list kasus difteri d
msg2 wil. kerja
stiap KLB hrus sgera dlakukan PE thd kontak
trdekat dg kasus dg pngambilan dan px. spesimen
Definisi Kasus (1)
• Definisi Kasus klinis
(WHO-2003):
– Faringitis, Laringitis
atau tonsilitis dan
ditemukannya
membran yang
melekat pada
faring/laring atau
mucosa hidung
Definisi Kasus (2)
 Definisi Kasus konfirm (WHO-2003)
 Kasus klinis yang ditemukan kuman difteria pada
pemeriksaan spesimen
 Adanya peningkatan serum antibody 4 kali atau lebih.
Bila dilakukan sebelum pemberian antitoxin

Satu Kasus Difteria adalah KLB


(DepKes RI)
Definisi Kasus (3)
• Definisi Kontak:
– Serumah atau se-permainan >4 jam
selama 5 hari berturut-turut atau >24 jam
dalam seminggu atau kontak dengan
sekret penderita

• Definisi Karier:
– Hasil lab positif tetapi tidak ada manifestasi
klinis
Definisi Operasional
• Pasti scr epidemiologi; smua kasus klinis
yg memp hubungan epidemiologi dg kasus
yg pasti scr laboratorium atau dg kasus
pasti scr epidemiologi yg lain.
• Bukan kasus difteri (discarded); kasus
trsangka difteri yg stlh dlakukan
pemeriksaan lab hasil’y negatif.
• Tersangka KLB; ada’y 1 kasus atau lebih
kasus klinis dlm suatu wilayah dan waktu
tertentu
Definisi Operasional
• Pasti KLB; apabila tdp 1 spesimen positif
C. Diphteriae dari hasil pemeriksaan
kasus pada trsangka difteri
• Kematian difteri; kematian dr s’org pdrt
difteri pasti (klinis, laboratorium
maupun epidemiologi), bkn dsbbkn hal2
lain sprt trauma atau penyakit kronik yg
tdk berhub dg komplikasi difteri
Definisi Operasional
• Daerah risiko tinggi: daerah yg
brpotensi tjd’y KLB difteri, dlihat dari
daerah dg cakupan imunisasi rendah
(<80%), lokasi padat pddk dan kumuh,
daerah rawan gizi, daerah sulit djangkau
atau jauh dr fasyankes, daerah dg
budaya tdk mnerima imunisasi
KLB dan Penanggulangan
• Satu kasus probable atau konfirmasi
difteri adalah KLB
• Dilaporkan segera sebagai laporan KLB
• Lakukan penyelidikan menggunakan
formulir penyelidikan KLB pada buku
“Penyelidikan dan Penanggulangan
Kejadian Luar Biasa”. (Pedoman
Epidemiologi Penyakit
LANGKAH PENYELIDIKAN & PENANGGULANGAN KLB DIFTERI

W1 Jangan ada
ADS gratis ADS ngganti
Kontak yg lolos
TAK MAMPU MAMPU konfirmasi

IDENTIFIKASI
PE KONTAK
TATALAKSANA Utamakan
KASUS Yg kontak erat
PROPHILAKSIS
AMBIL SPES
ERYTROMISIN
50 mg/Kg.BB/Hari
IDENTIFIKASI RISTI

-PENGAWASAN
SURVEILANS INTENSIF -SIDE EFEK

BUFFER STOCK
DI PROPINSI
TINDAK LANJUT
DPT, DT & dT
Penyelidikan KLB (1)
• Tujuan:
Memastikan KLB
Mencegah penularan
• Mencari kasus tambahan
• Menentukan karier dan kontak
• Memberikan pengobatan yang tepat
Menentukan faktor resiko
Mengetahui gambaran Epidemiologi
Memberikan rekomendasi pengendalian
kejadian difteria
Penyelidikan KLB (2)
• Memastikan KLB
– Klinis
– Lab konfirm: sample swab faring dan nasal
• Mencegah Penularan
– Mencari kasus tambahan/kontak/karier dari
rumah ke rumah
– Memberikan pengobatan sesuai
klasifikasinya.
Penyelidikan KLB (3)
• Menentukan faktor resiko
– Usia
– Status imunisasi
– Cakupan imunisasi desa tempat tinggal kasus
– Kebersihan lingkungan

• Mengetahui gambaran Epidemiologi


– Time, Place, Person
Penyelidikan KLB (4)
• Memberikan rekomendasi pengendalian
kejadian difteria, berdasarkan hasil kajian
penyelidikan KLB
– Sweeping/BLF untuk melengkapi status
imunisasi dasar atau booster
– Perbaikan cold chain
– Sistem surveilans yang lebih sensitif dalam
deteksi dan laporan dini.
– Perbaikan kesling
Pengambilan Spesimen (1)
1. Suspect
• Saat penderita dinyatakan suspect / kasus
• Diambil Usap Hidung & Usap tenggorok
• Suspect bisa diambil beberapa kali ( bisa 3x
atau lebih, sesuai permintaan dokter)
• Suspect boleh pulang dari RS apabila sudah
dinyatakan kultur Difteri negatip sebanyak
minimal 3x berturut-turut
Pengambilan Spesimen (2)
2. Kontak
• Kontak erat minimal dalam satu keluarga setelah
dinyatakan ada suspect.
• Kontak dengan gejala diambil Usap hidung dan
usap tenggorok
• Kontak tanpa gejala diambil Usap hidung saja
• Kontak yang positip di follow up setelah profilaksis
• Kontak erat: keluarga, yang menjaga di RS, guru,
teman sekelas, teman bermain, teman ngaji, dll.
Pengambilan Spesimen (3)
Persiapan
• Siapkan media Loeffler serum dan swab steril,
buang air kondennya dengan cara steril.
Tempelkan label identitas penderita pada
tabung.
• Specimen carrier
• Tempat buangan infeksius
• APD ( Jas Lab, Sarung tangan karet, Masker
bedah)
• Form identitas penderita / kontak
Pengambilan Spesimen Usap Hidung
• Duduk dan tengadahkan kepala pasien
• Posisi Petugas berada disamping kanan
pasien
• Buka swab dari pembungkusnya, masukkan
swab pada lubang hidung sejajar palatum,
biarkan beberapa detik sambil diputar
pelan.
• Inokulasikan swab dengan cara mengusap
sambil memutar swab pada permukaan media
Loeffler serum, segera tutup rapat
tabung media , buang swab dalam wadah
infeksius.
• Masukkan media dalam Specimen carrier,
siap dikirim ke Laboratorium pemeriksa.
Pengambilan Spesimen Usap Tenggorok
• Duduk dan tengadahkan kepala pasien dan
diminta mengucapkan “aaaa”
• Posisi Petugas berada disamping kanan
pasien
• Buka swab dari pembungkusnya, Dengan
spatula tekan pangkal lidah, masukkan swab
pada daerah faring dan tonsil kanan kiri
apabila terdapat membran putih keabuan
usapkan swab pada daerah tersebut dengan
menekan agak kuat ( bisa sampai berdarah)
• Inokulasikan swab dengan cara mengusap
sambil memutar swab pada permukaan media
Loeffler serum, segera tutup rapat tabung
media , buang swab dalam wadah infeksius.
• Masukkan media dalam Specimen carrier, siap
dikirim ke Laboratorium pemeriksa.
Cara Pengiriman Spesimen (1)
• Specimen carrier diberi label Alamat pengirim
dan penerima lengkap.
• Masukan media Loeffler serum yang sudah
diinokulasikan dengan spesimen swab ke
dalam specimen carrier
• Letakkan posisi berdiri dengan tutup diatas
dengan memakai rak tabung. Apabila tidak
ada rak tabung upayakan sedemikian rupa
sehingga posisi tetap dalam keadaan berdiri.
Sisi yang longgar diberi gabus / kertas supaya
tidak berubah posisi.
Cara Pengiriman Spesimen (2)

• Tidak boleh memakai pendingin / ice


pack.
• Kirim secepatnya ke Laboratorium dalam
waktu 24 jam tiba diLaboratorium.
• Sertakan form List Penderita dan form
W1.
Penanggulangan
• Dtujukan pada upaya pengobatan
penderita u m’cegah komplikasi berat
serta sekaligus m’hilangkan sumber
penularan
• Dsmping identifikasi kasus baru lain’y,
identifikasi cakupan imunisasi pada bayi
dan anak sekolah slama 5 -10th trakhir
prlu dlakukn dg cermat
• Imunisasi dbrikan u m’brikan prlindungan
pd klompok masy. rentan
Penanganan Penderita, Kontak dan
Lingkungan Sekitar

• 1) Laporan kepada petugas kesehatan


setempat
• 2) Isolasi: Isolasi ketat dilakukan terhadap
penderita difteria faringeal, isolasi untuk
difteria kulit dilakukan terhadap kontak
hingga 2 kultur dari sampel tenggorokan
dan hidung
• 3) Desinfeksi serentak: Dilakukan
terhadap semua barang yang dipakai
oleh/untuk penderita dan terhadap barang
yang tercemar dengan discharge
penderita. Dilakukan pencucihamaan
menyeluruh.
• 4) Karantina: Karantina dilakukan
terhadap dewasa yang pekerjaannya
berhubungan dengan pengolahan
makanan (khususnya susu) atau terhadap
mereka yang dekat dengan anak-anak
yang belum diimunisasi.
• 5) Manajemen Kontak: Semua kontak
dengan penderita harus dilakukan kultur
dari sample hidung dan tenggorokan,
diawasi selama 7 hari.
• 6) Investigasi kontak dan sumber infeksi:
• 7) Pengobatan spesifik: Jika diduga kuat
bahwa seseorang menderita difteria
didasarkan kepada gejala klinis maka
antitoksin harus diberikan setelah sampel
untuk pemeriksaan bakteriologis diambil
tanpa harus menunggu hasil pemeriksaan
bakteriologis tersebut.
Tatalaksana Kasus (1)
• Pengobatan penderita
– Anti toksin: ADS (test sensitivitas lebih dulu)
– Terapi Curative: Eritromysin/PenicillinG
selama 14 hari
– Suportif
• Pengobatan Kontak dan Karier
– Terapi profilaksi: Eritromysin/PenicillinG
selama 7-10 hari
Antibiotik
 Erythromicin po 40-50mg/kg BB max 2
gram 14 hari
 Penicillin G 100.000-150.000U/kg/hr
bgi 4 dosis atau PP 25.000-
50.000U/kg /hr max 1,2 jt U bagi 2
dosis im-14 hari
 Bila kulit –cleansing dan terapi
antimikrobial 10 hari
Suportif
• Tirah rebah 2-3 minggu (lebih lama bila
terjadi miokarditis)
• Diet makanan lunak kalori tinggi yang
mudah dicerna
• Roboransia
• Prednison 1,0-1,5 mg/kgbb/hari, p.o. tiap 6-
8 jam pada kasus berat selama 14 hari
• Waktu dipulangkan: Imunisasi DPT 0,5 mL,
i.m. untuk anak < 7 tahun, DT/Td 0,5 mL,
i.m. untuk anak > 7 tahun (tanpa melihat
status imunisasi sebelumnya)
Tatalaksana Kasus (2)
• Kultur ulang dilakukan minimal 2 minggu
setelah terapi terhadap
kasus/kontak/karier, bila masih positif
diberikan terapi ulang selama 10 hr.
Tatalaksana Karier
• Tidak diberikan antitoksin
• Antibiotik profilaksis selama 7-10 hari
• Imunisasi sesegara mungkin bila belum
mendapat booster dalam 1 tahun terakhir
• Isolasi sampai hasil kultur yang diambil tiap 24
jam 2 kali berturut-turut negatif
• Kultur diulang paling cepat 2 minggu setelah
pasien dan karier diterapi; bila hasilnya positif,
diberi tambahan eritromisin p.o. selama 10 hari
kemudian dilakukan kultur kembali
Pencegahan thp Kontak (1)
• Tanpa memperhatikan status imunisasinya:
– Lakukan surveilans selama 7 hari
– Lakukan kultur untuk C. diphtheria (APT
dan APH)
– Profilaksis: eritromisin p.o. (40-50
mg/kg/hari; maks. 2 g/hari) atau benzatin
penisilin G i.m. dosis tunggal (600.000 U
untuk BB <30 kg) dan 1,2 juta U untuk BB
>30 kg)
– Kemudian ulangi kultur faring minimum 2
minggu setelah profilaksis lengkap
Pencegahan thp Kontak (2)
• Kontak erat, asimtomatik, imunisasi
lengkap, harus diberi booster 1 kali jika
belum diimunisasi dalam 5 tahun
• Kontak erat, asimtomatik, imunisasi
belum lengkap (<3 dosis) atau status
imunisasi tidak diketahui, berikan
imunisasi berdasarkan usia
• Kontak yang tidak dapat disurveilans
diberikan benzatin penisilin G i.m. dosis
tunggal dan 1 dosis imunisasi
Analisis data & Interpretasi
 Analisis data dengan interpretasi Tabel, Grafik &
Peta penyebaran kasus untuk memantau keadaan
dan trend kasus Difteri.
 grafik: kasus mnurut umur dan status imunisasi,
kasus mnurut periode wktu, laporan nihil,
cakupan imunisasi DPT3
 tabel: kasus menurut geografi kasus dan hasil
laboratorium, Insidens per area geografis
kasus, % laporan bulanan
 map: Insidens /100.000 populasi
 Daftar list kasus b’dsrkn wilayah pusk yg
mliputi: identitas kasus, status imunisasi,
konfirm lab dan keadaan kasus stlh pengobatan
Analisis data & Interpretasi

 Analisis kasus dikaitkan dengan variabel Waktu


– Orang–Tempat dan faktor determinan lain.
 Berdasarkan hasil analisis dirumuskan upaya
tindak lanjut sebagai tindakan korektif thd
upaya yang telah dilakukan sebelumnya
SKD KLB

• Difteri  PD3I dan potensial mnyebbkn


KLB
• KLB difteri cenderung meningkat  prlu
dlakukan pnguatan plaksanaan surveilans
difteri yg trintegrasi dg surveilans AFP
mll surveilans aktif di RS
SKD KLB di Puskesmas
• Penemuan kasus  stiap kasus dcatat,
dlakukan p’carian kasus tambahn srta
identifkasi kontak
• Pencatatn dan plaporan  stiap kasus
baik yg brasal dr dalam maupun luar
wilayah krja dicatat dan dlaporkan sbg
KLB. Drekap dlm W2/PWS KLB dan STP
• Smua laporan rutin maupun laporan KLB
ddokumentasikn
SKD KLB di Puskesmas
• Analisa data  stiap akhir bln dlakukn
tabulasi kasus mnururt bln, desa, klompok
umur, status imunisasi. M’buat grafik tren
kasus blnn/tahunn. M’buat grafik kasus
difteri brdasarkan status imunisasi dan
golongn umur. M’buata spot map kasus
b’dsrkn desa. M’identifkasi daerah2 yg msh
prlu m’dpt prhatian. Mapping populasi
rentan dlm 5 th trakhir
• Diseminasi informasi
SKD KLB di Rumah Sakit
• Penemuan kasus  dlakukan oleh kontak
person RS atau saat kunjungan aktif
ptugas dinkes
• Pencatatn dan pelaporan  stiap kasus
dlaporkan dg formulir KDRS ke Dinkes.
Data drekap dlm form STP RS dan
dlaporkn stiap bulan k Dinkes
SKD KLB Kabupaten
• Penemuan kasus  dlakukan kunjungan
aktif ptugas dinkes k RS. Stiap kasus yg
dtemukan d RS d informasikn k
Puskesmas lokasi kasus u pncarian kasus
tambahn dan identifikasi kontak
• Pencatatn dan pelaporan  laporan
integrasi
Pelaporan kasus
Berlaku Laporan Nihil (zero repport)
• Laporan Mingguan Puskesmas (W2) dan
RS (FP-PD/KDRS)
• Laporan Bulanan Integrasi
Kab/Kota/Propinsi
• Laporan KLB Puskesmas/Kab-
Kota/Propinsi

Anda mungkin juga menyukai