I. LATAR BELAKANG
• Diphteri masih menjadi masalah kesehatan yang cukup serius di Indonesia
khususnya di Jawa Timur
• Penyakit Diphteri adalah penyakit menular akut pada tonsil, faring dan hidung,
kadang-kadang pada selaput mukosa dan kulit.
• Timbulnya lesi yang khas disebabkan oleh cytotoxin spesifik yang dilepas oleh
bakteri. Lesi nampak sebagai suatu membran asimetrik keabu-abuan yang dikelilingi
dengan daerah inflamasi.
• Pengaruh toksin difteria pada lesi perifer tidak jelas. Difteria sebaiknya selalu
dipikirkan dalam membuat diferensial diagnosa pada infeksi bakteri (khususnya
Streptococcus) dan viral pharingitis, Vincent’s angina, mononucleosis infeksiosa,
syphilis pada mulut dan candidiasis.
• Tenggorokan terasa sakit, diikuti dengan kelenjar limfe yang membesar dan
melunak. Masa Inkubasi Difteri 2 – 5 hari.
• Pada kasus-kasus yang sedang dan berat ditandai dengan pembengkakan dan
oedema di leher dengan pembentukan membran (pseudomembran) pada trachea
secara ekstensif dan dapat terjadi obstruksi jalan napas.
• Difteri hidung biasanya ringan dan kronis dengan salah satu rongga hidung
tersumbat dan terjadi ekskorisasi (ledes).
• Infeksi subklinis (atau kolonisasi) merupakan kasus terbanyak. Toksin dapat
menyebabkan myocarditis dengan heart block dan kegagalan jantung kongestif
yang progresif, timbul satu minggu setelah gejala klinis difteri.
• Penyebab penyakit adalah Corynebacterium diphtheria dari biotipe gravis, mitis
atau intermedius.
• Bakteri membuat toksin bila bakteri terinfeksi oleh coryne bacteriophage yang
mengandung diphtheria toxin gene tox. Strain non toksikogenik jarang
menimbulkan lesi lokal, namun strain ini dikaitkan dengan kejadian endokarditis
infektif.
• Kasus Suspek Diphteri : adalah orang dengan gejala Laringitis,
Nasofaringitis atau Tonsilitis ditambah pseudomembrane putih keabuan yang
tak mudah lepas dan mudah berdarah di faring, laring, tonsil.
• Masa penularan beragam, tetap menular sampai tidak ditemukan lagi bakteri
dari discharge dan lesi; biasanya berlangsung 2 minggu atau kurang bahkan
kadangkala dapat lebih dari 4 minggu. Terapi antibiotik yang efektif dapat
mengurangi penularan. Carrier kronis dapat menularkan penyakit sampai 6
bulan.
• Kecenderungan kasus Diphteri selalu naik di Jawa Timur dari tahun ke tahun.
Tahun 2003 (5 kasus), Tahun 2004 (15 kasus), Tahun 2005 (33 kasus), Tahun
2006 (43 kasus), Tahun 2007 (86 kasus), Tahun 2008 ( 77 kasus), Tahun 2009
(140 kasus), Tahun 2010 (304 kasus) dan s/d 30 Oktober Tahun 2011 sudah
mencapai 415 kasus
• Penyebaran kasus Diphteri cederung meluas dari tahun ke tahun di Jawa Timur.
Tahun 2003 (3 kab/Ko), Tahun 2004 (9 kab/Ko), Tahun 2005 (15 Kab/Ko), Tahun
2006 (17 Kab/Ko), Tahun 2007 (20 Kab/Ko), Tahun 2008 (21 kab/Ko), Tahun 2009
(24 kab/Ko), Tahun 2009 (34 Kab/Ko), dan s/d Oktober 2011 sudah mencapai 36
Kab/Ko.
• CFR karena Diphteri masih tinggi (2.9%), bahkan di tempat tertentu bisa
mencapai 50%. 74% kasus Diphteri di Jatim terjadi pada kelompok umur Balita
& anak TK-SD (<9 th)
• KLB Diphteri yang terus meningkat dari tahun ke tahun di Jawa Timur
membutuhkan penangannan yang baik, serius dan benar pada semua kejadian.
Diharapkan dengan penangannan yang baik, serius dan benar maka KLB dapat
ditanggulangi dan dicegah.
• Untuk menangani KLB Diphteri dengan baik, serius dan benar diperlukan suatu
petunjuk, prosedur tetap yang secara operasional layak digunakan di seluruh
jajaran kesehatan di Propinsi Jawa Timur.
II. TUJUAN
1. Mengetahui besarnya masalah KLB Difteri yang terjadi dan cara
penanggulangannya
2. Mengetahui distribusi kasus menurut variable epidemiologi
3. Mengetahui factor risiko yang mempengaruhi kejadian dimaksud
4. Mengetahui cara pencegahan dan penanggulangan KLB Difteri
5. Menghentikan penyebaran KLB
6. Mencegah terjadinya KLB serupa di kemudian hari
7. Mengetahui tatalaksana penderita Difteri di Rumah Sakit
8. Mengetahui cara pengambilan, pengiriman dan pemeriksaan specimen Difteri
IV. KEBIJAKAN
Semua indikasi kasus Difteri ( Suspek, Probable, Konfirm) harus secepatnya
dilakukan penanggulangan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian
V. STRATEGI
1. Semua kasus Difteri harus dilakukan penyelidikan epidemiologi
2. Memperkuat sistim surveilans epidemiologi Diphteri
3. Penemuan dan penatalaksanaan kasus Difteri secara dini
4. Semua kasus Difteri dirujuk ke Rumah Sakit
5. Menghentikan transmisi Difteri dengan cara pemberian prophilaksis terhadap
kontak dan pemberian imunisasi (ORI) pada yang berisiko
6. Klasifikasi penderita Difteri sesuai dengan tingkat keparahan
7. Manajemen kasus Difteri di Rumah Sakit dengan ketat
8. Fasilitasi keperawatan kasus Difteri termasuk ruang isolasi
9. Mengambil dan memeriksa specimen usap tenggorok dan hidung penderita
serta usap hidung kontak erat penderita dan dikirim ke BBLK Surabaya
10. Meningkatkan cakupan imunisasi rutin difteri (DPT-HB1-3, DT)
11. Melakukan BLF pada daerah yang belum UCI
V. KEGIATAN
Kegiatan penyelidikan dan penanggulangan KLB Difteri dilakukan dengan
keterlibatan antara surveilans epidemiologi, program imunisasi, klinisi dan
laboratorium
Kegiatan penanggulangan Difteri secara klinis di Rumah Sakit terdiri dari 3 bagian :
1) Tatalaksana Bedah/Surgical
• Sumbatan jalan nafas ringan :
❖ penguapan dengan expectorant
• Sumbatan jalan nafas sedang :
❖ Dexamethason 1 mg/kgBB/kali
❖ Penguapan
• Sumbatan jalan nafas berat :
❖ Beri oksigen 100%
❖ Tracheostomy
❖ Perawatan tracheostomy
2) Tatalaksana medik
• Anti Difteri Serum ( ADS )
❖ Ringan : 20.000 IU
❖ Sedang : 60.000 IU
❖ Berat : 100.000 IU
• Antibiotika:
❖ Penicillin procaine 50.000-100.000 KI/KgBB/hari selama 7-10 hari,
bila alergi bisa diberikan Erithromycine 50 mg/kgBB/hari.
❖ Sesuai dengan komplikasi bakterial yang lain
3) Tatalaksana Epidemiologic:
• Isolasi penderita
• Imunisasi penderita pasca MRS ( setelah sembuh)
• Pengamatan kontak untuk mencari penderita baru
• Imunisasi kontak erat penderita
• Deteksi sumber penularan
• Profilaksis transmisi kuman
• Imunisasi DTP/DT/Td pada sekitar penderita sesuai lokasi risti
• Penderita sebagai index case
Algoritma untuk diagnosis, terapi dan follow up tersangka
difteri dan kontak terinfeksi
• isolasi
Tersangka/terbukti • Kultur c.diphteria hidung, tenggorok, kulit
difteri • Serum untuk pemeriksaan antibodi
• Terapi serum antitoksin diphteria
• Terapi antibiotik
• Imunisasi aktif (Td) pada fase konvalesen
Lapor ke Dinas Kesehatan • Dua pasang kultur hidung dan tenggorok (selang ≥ 24 jam) minimal 2
mgg paska terapi antibiotik. Bila tanpa antibiotik, kultur dilakukan 2
mgg setelah keluhan (-), atau ≥ 2 mgg dari awal sakit
1. Penyelidikan Epidemiologi
• Penggunaan APD (Alat Pelindung Diri) oleh TGC ( Tim Gerak Cepat) KLB saat
melakukan penyelidikan epidemiologi KLB Diphteri, harus menggunakan
masker
• Salah satu tujuan penyelidikan epidemiologi adalah untuk mencari kasus lain
(kasus tambahan), indeks kasus dan mengetahui penyebaran kasus dengan
kunjungan dari rumah ke rumah menggunakan Form Diph-1.
Contoh : D.13.29.11.001 ( artinya : Kasus pertama di tahun 2011 dari Kabupaten Gresik
Provinsi Jawa Timur )
• Untuk mencari kasus tambahan dan indeks kasus, ditanyakan ada tidaknya
masyarakat disekitarnya yang mempunyai gejala serupa dan kapan mulai
sakitnya
• Semua kontak erat harus dicari gejala dan tanda-tanda Difteri dan diawasi
setiap hari selama 7 hari dari tanggal terakhir kontak dengan kasus ini.
Pengawasan sehari-hari harus mencakup pemeriksaan tenggorokan untuk
menemukan pseudomembran dan pengukuran suhu. Status imunisasi juga
harus diperiksa dan dicatat.
• Desinfeksi serentak : Dilakukan terhadap semua barang yang dipakai
oleh/untuk penderita dan terhadap barang yang tercemar dengan discharge
penderita. Dilakukan pencuci hamaan menyeluruh.
• Populasi Risiko tinggi adalah populasi tertentu yang mempunyai risiko tinggi
untuk tertular (menjadi sakit) bila terjadi KLB Diphteri
• Populasi risiko tinggi inilah yang sangat penting untuk diketahui dan
diberikan perlindungan agar tidak menjadi sakit. Populasi ini biasanya terjadi
pada anak-anak yang tak diimunisasi yang kontak/mungkin kontak dengan
penderita Diphteri, daerah dengan cakupan imunisasi (DPT3/HB3. DT)
rendah (non UCI) dan Cakupan DT (anak sekolah klas 1 SD/ MI atau yang
sederajad) yang rendah pada saat pelaksanaan Bulan Imunisasi Anak Sekolah
(BIAS)
17. Spesimen
• Pengambilan specimen dilakukan untuk konfirmasi kasus dan mengetahui
kepastian terjadinya penularan/penyebaran.
• Untuk kontak yang sudah mempunyai gejala klinis, specimen yang diambil
adalah usap tenggorok dan usap nasofaring (hidung)
• Untuk kontak yang tidak mempunyai gejala klinis, specimen yang diambil
hanya usap nasofaring saja ( untuk efisiensi )
• Bagi Kab/Kota yang sudah mampu melakukan pengambilan specimen,
diharapkan mengambil specimen sendiri namun bagi yang belum mampu
maka pengambilan specimen dilakukan oleh petugas BBLK Surabaya.
18. Prophilaksis
• Bila kontak yang positip (kerier) dan setelah diberikan prophilaksis selama 7
hari kemudian di periksa laboratorium kembali ternyata masih positip maka
pemberian prophilaksis dilanjutkan kembali dengan mengganti jenis
erytromisinya atau antibiotikanya
19. Kerier
• Jika ada kultur positive dari kontak erat, langkah-langkah berikut harus
dilakukan :
❖ Kerier harus menghindari kontak dekat dengan orang yang tidak
divaksinasi lengkap
❖ Catat kontak dekat dari kerier dan beri penyuluhan cara mencegah
penularan. Pengobatan pencegahan bagi orang kontak dengan kerier
dapat dilakukan namun dengan prioritas lebih rendah daripada
untuk yang kontak dengan penderita
❖ Pemeriksaan dengan kultur diulangi setelah 1 minggu selesai
pemberian antibiotic untuk menjamin terberantasnya kuman. Bila
orang tersebut tetap positive setelah pengobatan selama 1 minggu
maka harus dilakukan tambahan pengobatan ulang selama 1 minggu
lagi dan seterusnya diambil swab untuk kultur ulang.
• Setelah dapat diketahui factor risiko KLB Diphteria tersebut maka perlu
dilakukan intervensi sesuai masalahnya (factor risikonya). Misal, status
imunisasi sebagai factor risiko KLB Diphteri dan cakupan imunisasi daerah
KLB rendah, maka peningkatan cakupan imunisasi perlu dilakukan.
Demikian juga jika manajemen imunisasi (rantai dingin, tenaga, kualitas
vaksin, kualitas imunisasi, dll) yang menjadi masalah sedangkan cakupan
imunisasinya tinggi/rendah, maka imunisasi massal sesuai kriteria
pemberian perlu dilakukan.
• Kegiatan ini bisa dilakukan dengan sosialisasi tentang KLB yang sedang
berlangsung dan kewaspadaan terhadap penyakit Dipteri dengan gejala
klinis tertentu untuk secepatnya melaporkan. Sosialisasi bisa
menggunakan surat edaran Kepala Dinas Kesehatan kepada seluruh
fasilitas pelayanan kesehatan atau pertemuan dengan pimpinan
pelayanan kesehatan, masyarakat, tokoh masyarakat maupun tokoh
agama
• Ditanyakan tentang status imunisasi DPT/ HB1, DPT/ HB2,DPT/ HB3. Bila
tidak diimunisasi atau tidak lengkap, perlu ditanyakan kenapa ?
23. Pelaporan
Ada beberapa jenis pelaporan dalam penanggulangan KLB, antara lain :
• Laporan W1
❖ Laporan cepat <24 jam
❖ Bisa didahului dengan telephon atau SMS namun harus dilanjutkan
dengan form W1
❖ Laporan Penanggulangan Sementara KLB
• Melihat kualitas dan manajemen cool chain. Kualitas Cool chain yang jelek
dan manajemen cool chain yang tidak baik, sangat berpengaruh pada
potensi vaksin tersebut
• Imunisasi bagi Kontak Erat : Semua kontak dekat yang belum mendapat
imunisasi 3 dosis toksoid difteri atau tidak diketahui status
imunisasinya, harus mendapatkan sekali dosis vaksin difteri, kemudian
dilengkapi sesuai dengan jadual nasional yang direkomendasikan.
Kontak yang telah diimunisasi 3 kali di masa lalu juga harus menerima
booster, kecuali bila dosis terakhir yang diberikan dalam 12 bulan
sebelumnya. Dalam hal ini dosis booster tidak diperlukan.
• Untuk orang yang termasuk kelompok risiko tinggi dan usianya lebih
dari 25 tahun , perlu imunisasi dengan menggunakan vaksin Td.
D. KEGIATAN BIDANG
LABORATORIUM
• Pemeriksaan laboratorium sangat diperlukan untuk konfirmasi kasus
suspek maupun probable serta untuk mengetahui adanya kerier di
sekitar penderita
• Waktu pengambilan
❖ Saat penderita dinyatakan suspect
❖ Saat kontak penderita dengan gejala
• Bahan
❖ Media transport Amies
❖ Spatula
❖ Alat Pelindung Diri ( Jas Laboratorium Lengan Panjang, Sarung
Tangan, Masker bedah)
❖ Cairan disinfectan (alkohol 70% - 85%, hipoklorit 5%)
• Pengambilan Spesimen
❖ Spesimen usap
tenggorok
Tujuan :
Mendapatkan spesimen usap tenggorok yang memenuhi
persyaratan untuk pemeriksaan bakteri C.diphtheriae.
Prosedur pengambilan :
Pengambilan usap tenggorok untuk pemeriksaan biakan dilkukan
dengan cara :
▪ Siapkan media Amies & swab steril, tuliskan identitas pasien
yang akan diambil spesimen ( Nama, umur, Jenis Kelamin, tgl
ambil )
▪ Posisi petugas pengambil berada disamping kanan penderita
▪ Pasien dipersilahkan duduk dengan sandaran dan tengadahkan
kepala penderita.
▪ Jika pasien di tempat tidur maka pasien diminta terlentang
▪ Pasien diminta membuka mulut dan mengatakan “ AAA “
Buka swab dari pembungkusnya, dengan spatula tekan pangkal
lidah , kemudian usapkan swab pada daerah faring dan tonsil
kanan kiri. Apabila terdapat membran putih keabuan usap
disekitar daerah tersebut dengan menekan agak kuat (bisa
sampai berdarah)
▪ Buka, tutup media Amies masukkan segera swab (swab harus
terendam media) tutup rapat.
▪ Masukan media Amies dalam spesimen carrier dan kirim segera
ke laboratorim Laboratorium Pemeriksa disertai Foto Copy form
Diph-1, Form Laboratorium.
Prosedur pengambilan :
Pengambilan usap hidung untuk pemeriksaan biakan dilkukan
dengan cara :
▪ Siapkan media Amies & swab steril, tuliskan identitas pasien
yang akan diambil spesimen ( Nama, Umur, Jenis Kelamin, tgl
ambil )
▪ Posisi petugas pengambil berada disamping kanan penderita
▪ Pasien dipersilahkan duduk dengan sandaran dan tengadahkan
kepala penderita.
▪ Jika pasien di tempat tidur maka pasien diminta terlentang
▪ Buka swab dari pembngkusnya, masukkan swab pada lubang
hidung sejajar palatum, biarkan beberapa detik sambil diputar
pelan dan ditekan (dilakukan untuk hidung kanan dan kiri)
▪ Buka, tutup media Amies masukkan segera swab (swab harus
terendam media) tutup rapat.
▪ Masukan media Amies dalam spesimen carrier dan kirim segera
ke laboratorim Laboratorium Pemeriksa disertai Foto Copy
Form Diph-1 dan Form Laboratorium.
• Pengiriman spesimen
▪ Pengiriman spesimen kelaboratorium dilakukan dengan
menggunakan spesimen carrier,
▪ Tidak lebih dari 48 jam setelah pengambilan.
▪ Tidak diperkenankan menggunakan pendingin / ice pack
▪ Diberi alamat lengkap pengirim dan alamat lengkap laboratorium
yang dituju disertai no telpon.
RS / Puskesmas / Lapangan
Spesimen
Spesimen
Syarat pengiriman :
1. Foto Copy Dipht1
2. Form Laboratorium
RS / Puskesmas / Lapangan
Umpan Balik
Keterangan :
1. Media Transport untuk spesimen Difteri adalah Amies Transport Medium.
2. Diharapkan setiap Kab/Kota mempunyai stock media Amies transport
sebanyak 20 pcs.
3. Media Amies dapat disimpan pada suhu ruangan tidak boleh terkena sinar
matahari langsung.
4. Media bisa didapatkan di BBLK Surabaya (kalau mungkin disertai surat
permintaan)
5. Setiap mengirim spesimen bisa minta ganti media di BBLK.
6. Hasil pemeriksaan secara cepat/lisan lewat telpon/sms
7. Hasil pemeriksaan Resmi di Email & dikirim melalui courrier travel.
DAFTAR PUSTAKA
B. RIWAYAT PENYAKIT
5. Status Imunisasi
No Imunisasi Pernah Tdk pernah Tdk tahu
Bulan/tahun Tempat* Sumber**
1 DPT 1
2 DPT 2
3 DPT 3
4 DT
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum : a). Baik b). Cyanosis c). Shock
2. Epistaxis : Ada / Tidak ada
3. Bullneck : Ada / Tidak ada
4. Stridor : Ada / Tidak ada
5. Pseudomembrane : Ada / Tidak ada
6. Kelainan jantung : Ada / Tidak ada
7. Lain-lain, sebutkan ,……………………………....................................
D. DIAGNOSIS KLINIS
E. PEMERIKSAAN BAKTERIOLOGIS
Tanggal Hasil pemeriksaan
No pengambilan Mikroskopis Kultur Type Toxigenicity Resistensi
specimen kuman test test
1
.
2.
3.
I. POPULASI RENTAN
No. Gol. Umur Jumlah
1. ≤ 3 tahun ........................... or
2. Apakah ada tamu yang datang dan kontak dengan penderita ( 2 minggu sebelum
sakit) yang mempunyai gejala sama ?
a) ya b) tidak c) tidak tahu ( kalau ya , usahakan kontak dimaksud diambil spesimennya)
K. PERJALANAN PENYAKIT
I-------------------I----------------------I---------------------I-----------------------I-------------------------->
……………..,…………………..
__________________________
- BWK KEREN-sekali
I. LAPORAN “ SEMENTARA “ PENANGGULANGAN KLB DIFTERI
• Judul
• Dasar :
Laporan dari PKM, Televisi, Radio, Koran, dll
• Kronologis Kejadian
• Kegiatan :
Menceritakan kegiatan yang telah dilakukan dalam penyelidikan
epidemiologi
• Hasil Penyelidikan :
menceritakan siapa yang sakit/mati, dimana sakitnya, berapa yang
sakit/mati, kenapa bisa sakit/mati, situasi perkembangan KLB saat ini
setelah mulai ditanggulangi
• Pembahasan :
diceritakan tentang siatuasi KLB menurut versinya disesuaikan dengan
analisis dan teori yang ada, buat hipotesa
• Kesimpulan :
buat kesimpulan sementara tentang penyebab dan kemungkinan
perkembangan KLB
• Tindakan yang telah dan akan dilakukan :
Ceritakan secara singkat tentang tindakan yang telah dilakukan dan
akan dilakukan untuk mengatasi KLB tersebut
• Dasar
• Kronologis Kejadian
• Tinjauan Pustaka
• Metodelogi
• Hasil Kegiatan dan Pembahasan
❖ Jumlah yang tercakup di wilayah KLB
❖ Keadaan sanitasi , social ekonomi, budaya dan adapt yang
berkaitan dengan KLB
❖ Lamanya KLB berlangsung ( Mulai, akhir, lama kejadian, masa
inkubasi, dll)
❖ Distribusi menurut waktu, tempat dan orang, attack rate, CFR,
gejala klinis
❖ Sumber dan cara penularan
❖ Pengambian dan pemeriksaan specimen
• Tindakan Penanggulangan yang telah dilakukan
❖ Jenis tindakan, nama & jumlah bahan yang dipergunakan
❖ Vaksin (jenis vaksin, sasaran, dosis & fekuensi pemberianm
cakupan, dll
❖ Pengobatan (jenis obat, jml kasus diobati, dosis pemberian, jumlah
obat, dll
Lampirkan hasil survey cakupan dan pelaksanaan imunisasi tambahan.
• Biaya penanggulangan
❖ Perjalanan, bahan dan alat
• Masalah dan Hambatan
• Kesimpulan dan saran
.
Kontributor :
Prof. Dr.dr. Ismoediyanto, SpA (K)., DTMH.
Prof. Parwati S. Basuki.dr.DTM&H.MSc.(CTM)., SpA (K)
dr.Dominicus Husada.,SpA (K)., Trop.Paed.
dr. Dwiyanti Puspitasari, DTM&H, MCTM,Sp(A)
Drg. MVS. Mahanani., MKes.
Drs. Bambang WK., MKes.
dr. Evelin Irawan
Aris Wiji Utami, SSi.,Mkes.
Bernadette Soesmiati, SSt.
GAMBAR :
Media Amies
PEDOMAN
PENANGGULANGAN KLB DIFTERI
PROVINSI JAWA TIMUR
Oleh :
DINAS KESEHATAN DAERAH
PROVINSI JAWA TIMUR
TAHUN 2011