PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kusta berasal dari bahasa India, yakni kushtha berarti kumpulan gejala-
gejalakulit secara umum. Penyakit kusta disebut juga Morbus Hansen, sesuai
dengan namayang menemukan kuman yaitu Dr. Gerhard Armauwer Hansen pada
tahun 1874sehingga penyakit ini disebut Morbus Hansen. Penyakit ini adalah suatu
penyakit infeksi kronis yang disebabkan Mycobacterium Leprae, mikroorganisme
yangmempunyai predileksi pada kulit dan syaraf.
Karakteristik penyakit ini secara klinis terdiri atas tiga tanda kardinal yaitu lesikulit
hipopigmentasi atau eritematosa yang disertai hilangnya sensasi sensoris
atauanestesi, penebalan syaraf perifer dan BTA positif pada apusan kulit atau
material biopsi.
M. Leprae menginfeksi sel schwan dari saraf perifer sehingga
menyebabkankerusakan saraf dan menyebabkan disabilitas. M. Leprae pada Negara
yang endemissetelah implementasi multidrug therapy, kasus baru yang dideteksi
masih tinggi menunjukan adanyatransmisi yang aktif. Kerentanan terhadap
mycobacterium dan gejala klinis bergantung kepadarespon imun penderita.
Penderita dengan respon imun yang baik menunjukan gejala ke arah tipetuberkuloid,
sementara penderita dengan sistem imun yang buruk menunjukan ke arah
tipelepromatosa.
B. Tujuan Pedoman
Mengendalikan penyebaran kasus kusta pada kondisi eliminasi sehingga kusta
bukan merupakan masalah kesehatan masyarakat.
D. Batasan Operasional
1. Penemuan kasus ( case finding )
Penemuan kasus dilaksanakan secara fasif, di ikuti dengan penanganan
daerah focus yaitu pemeriksaan kontak keluarga dan tetangga. Bila diperlukan
dapat dilakukan kegiatan penemuan aktif lain nya.
1
2. Diagnosis
Diagnosis di tegakkan oleh PRK/RSUD/Wasor. Bila puskesmas non PRK
menemukan suspek, harus dirujuk ke PRK/RSUD/Wasor untuk konfirmasi
diagnosis. Rujukan dapat ke atas atau ke bawah tergantung dari kondisi
setempat. Konfirmasi diagnosis terhadap suspek yang dilaporkan, bila positif
langsung diadakan On The Job Training.
3. Pengobatan
Regimen pengobatan diberikan oleh puskesmas non PRK.
4. Pemantauan pengobatan
Pemantauan pengobatan di lakukan oleh petugas puskesmas non PRK dan
pasien harus mendapatkan informasi penting berkaitan dengan pengobatan.
Bila penderita mangkir lebih dari 1 bulan perlu dilakukan pelacakan penderita
mangkir.
5. POD
Pemeriksaan POD dilakukan oleh PRK/RSUD/Wasor, bila di pandang mampu
petugas non PRK dapat melaksanakan POD dengan bimbingan.
6. Penanganan penderita reaksi
Penanganan penderita reaksi oleh PRK/RSUD/Wasor. Jika puskesmas non
PRK menemukan penderita reaksi harus di rujuk ke PRK/RSUD/Wasor,
pengobatan reaksi akan diberikan oleh PRK/RSUD/Wasor, selanjut nya
pemantauan pengobatan reaksi dilakukan oleh puskesmas non PRK.
E. Landasan Hukum
Yang menjadi dasar pedoman pelaksanaan pelayanan kusta di Puskesmas
Karangmalang adalah :
1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah
beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang- Undang Nomor 9 Tahun 2015
tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5679);
2
3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 298, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5607);
4. Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2015 tentang Kementerian Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 59);
5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 82 Tahun 2014 tentang Penanggulangan
Penyakit Menular (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor
1755);
6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 64 Tahun 2015 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Kementerian Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2015 Nomor 1508) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 30 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 64 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018
Nomor 945);
3
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
B. Distribusi Ketenagaan
Distribusi ketenagaan di Puskesmas Karangmalang untuk program kusta tahun
2023 adalah :
C. Jadwal Kegiatan
Jadwal Kegiatan pelaksanaan pelayanan kusta di adakan untuk kasus baru,
kasus lama dan suspek setiap hari pelayanan jam kerja.
Untuk kegiatan kunjungan rumah pasien kusta di lakukan hanya kalau ada kasus.
4
10 POD & perawatan diri
11 Penyuluhan perorangan
Pendukung pelayanan
12 Stok MDT
13 Pengisian kartu penderita
14 Register monitoring penderita
15 Pelaporan
16 Penanggung jawab program
5
BAB III
STANDAR FASILITAS
A. Denah Ruang
B. Standar Fasilitas
Dalam pelaksanaan kegiatan program Kusta dibutuhkan beberapa sarana atau
fasilitas bagi menunjang keterlaksanaanya kegiatan program Kusta. Beberapa
Fasilitas atau penunjang yang dapat membantu Tugas Program Kusta yaitu :
a. Alat Transportasi
Kendaraan berfungsi untuk menunjang kegiatan Kusta untuk melakukan
Kunjungan Rumah kepada pasien mangkir, maka petugas Kusta dapat
dengan cepat sampai ke wilayah atau tempat kejadian.
b. Alat Komunikasi
Alat komunikasi berperan penting dalam menunjang komunikasi dengan
lintas sektor bila terjadi penemuan penderita Kusta ,dan untuk menghubungi
PMO (Pengawas Minum Obat) jika lalai dalam pengawasan minum Obat.
6
c. Alat Pencatatan dan Pelaporan
Laptop atau komputer dapat digunakan sebagai sarana mencatat laporan dan
mengirimkan laporan, form pelaporan, ATK.
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN
A. Lingkup Kegiatan
Lingkup pelayanan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat meliputi upaya
kesehatan perorangan (UKP) maupun upaya kesehatan masyarakat (UKM).
Pelayanan kesehatan yang diberikan lebih di fokuskan pada promotif dan
preventif tanpa mengabaikan kuratif dan rehabilitative.
Upaya preventif meliputi pencegahan tingkat pertama (Primary Prevention),
Pencegahan tingkat kedua (Secondary prevention) maupun pencegahan tingkat
ketiga (Tertiary prevention).
Upaya promotif (peningkatan kesehatan)
● penyuluhan kes.masy
UpayaPreventif (pencegahan)
● mendeteksi dini
● home nursing
7
B. Metode Kegiatan
Penyelenggaraan Keperawatan Kesehatan masyarakat di Puskesmas,
dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan sumber daya yang di miliki oleh
Puskesmas. Metode yang di tetapkan adalah :
a. penemuan kasus ( case finding )
b. penemuan kasus dilaksanakan secara fasif, di ikuti dengan penanganan
daerah focus yaitu pemeriksaan kontak keluarga dan tetangga. Bila
diperlukan dapat dilakukan kegiatan penemuan aktif lain nya.
c. Diagnosis
Diagnosis di tegakkan oleh PRK/RSUD/Wasor. Bila puskesmas non PRK
menemukan suspek, harus dirujuk ke PRK/RSUD/Wasor untuk konfirmasi
diagnosis. Rujukan dapat ke atas atau ke bawah tergantung dari kondisi
setempat. Konfirmasi diagnosis terhadap suspek yang dilaporkan, bila positif
langsung diadakan On The Job Training.
d. Pengobatan
Regimen pengobatan diberikan oleh puskesmas non PRK.
e. Pemantauan pengobatan
Pemantauan pengobatan di lakukan oleh petugas puskesmas non PRK dan
pasien harus mendapatkan informasi penting berkaitan dengan pengobatan.
Bila penderita mangkir lebih dari 1 bulan perlu dilakukan pelacakan penderita
mangkir dan apabila penderita mangkir lebih dari 3 bulan penderita di
anggap DO dan pada prinsip nya semua kegiatan harus di monitor dan di
evaluasi baik dari aspek masukan, proses dan keluaran. Monitoring dan
evaluasi merupakan kegiatan untuk melihat penampilan program.
f. POD
Pemeriksaan POD dilakukan oleh PRK/RSUD/Wasor, bila di pandang
mampu petugas non PRK dapat melaksanakan POD dengan bimbingan.
g. Penanganan penderita reaksi
C. Langkah Kegiatan
Penemuan penderita secara aktif
a. Membawa kartu penderita dari penderita yang sudah tercatat dan kartu
penderita kosong. Alat-alat untuk pemeriksaan serta obat MDT.
8
b. Mendatangi rumah penderita dan memeriksa semua anggota keluarga
penderita yang tercatat dalam kolom yang tersedia pada kartu penderita.
c. Mendatangi rumah tetangga dan memeriksa tetangga yang sering kontak
dengan penderita.
d. Bila ditemukan penderita baru dari pemeriksaan itu, maka di buatkan kartu
baru dan di catat sebagai penderita baru, kemudian di berikan obat MDT dosis
pertama.
e. Memberikan penyuluhan kepada penderita dan semua anggota keluarga.
Pengobatan
Regimen pengobatan MDT di Indonesia sesuai dengan regimen pengobatan yang
di rekomendasikan oleh WHO regimen tersebut adalah sebagai berikut :
1. Penderita pauci baciler ( PB )
Untuk pengobatan dewasa ( pengobatan bulanan ) : hari pertama ( dosis yang
di minum di depan petugas )
2. Penderita Multi-Basiler ( MB )
Dewasa
Pengobatan bulanan : hari pertama ( dosis yang di minum di depan petugas )
● 1 tablet Lamprene 50 mg
9
1 blister untuk 1 bulan dan lama pengobatan : 12 blister di minum selama
12-18 bulan
3. Dosis MDT menurut umur
Bagi dewasa dan anak usia 10-14 tahun tersedia paket dalam bentuk blister.
Dosis anak di sesuaikan dengan berat badan.
o Rifampisin : 10 mg / kg BB
o DDS : 2 mg / kg BB
o Clofazimin : 1 mg / kg BB
BAB V
LOGISTIK
Tujuan utama dari pengelolaan MDT ini untuk memastikan ketersediaan obat
bagi penderita kusta tepat waktu di UPK.
MDT yang di berikan secara grafis oleh WHO di sediakan dalam kemasan
blister. Perkiraan kebutuhan MDT suatu Negara di hitung berdasarkan data terakhir
yang di kumpulkan melalui suatu standar format tahunan.
Pengelolaan logistic yang efisien memerlukan pelaporan tepat waktu untuk
menghitung kebutuhan MDT. Berbagai kesulitan geografi dan operasional serta
endemisitas suatu daerah harus di pertimbangkan ketika menghitung kebutuhan dan
persediaan.
Agar ada keseragaman dan kesesuaian dalam perhitungan kebutuhan MDT
maka di perlukan standarisasi dalam pengelolaan MDT di Indonesia.
a. Pengelolaan logistic MDT
Pengelolaan MDT adalah satu rangkaian kegiatan yang meliputi perencanaan
kebutuhan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, penggunaan, pencatatan
dan pelaporan serta monitoring dan evaluasi.
b. Formulir – formulir
10
o Kartu register stok MDT
o Formulir permintaan MDT ke unit provinsi
o Formulir permintaan MDT ke unit kabupaten
o Formulir permintaan MDT ke unit pelayanan kesehatan ( puskesmas / Rumah
sakit )
o Formulir permintaan ke unit pelayanan kesehatan ( kabupaten / puskesmas )
o Formulir monitoring MDT ke unit pusat
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN
11
BAB VII
KESELAMATAN KERJA
Keselamatan kerja merupakan salah satu factor yang harus dilakukan selama
kerja. Tidak ada seorang pun di dunia ini yang menginginkan terjadinya kecelakaan.
Keselamatan kerja sangat bergantung pada jenis, bentuk, dan lingkungan dimana
pekerjaan itu dilaksanakan.
Tenaga kesehatan yang setiap hari melaksanakan pelayanan yang beresiko
besar terhadap paparan penyakit akibat kerja maka dalam setiap pelayanan
seharusnya kita menggunakan alat pelindung diri guna mengantisipasi dampak
negative yang mungkin terjadi di lingkungan kerja akibat bahaya factor kimia maka
perlu dilakukan pengendalian lingkungan kerja secara teknis.
1. Sarung tangan
Sarung tangan merupakan solusi untuk melindungi tangan dari bahaya terpapar
cairan tubuh seperti darah.
2. Masker atau penutup mulut
Merupakan solusi untuk menjaga kesehatan tubuh akibat kuman yang masuk
melalui udara yang terhirup melalui pernafasan.
12
3. Barakshort
Selain untuk menghindari dari percikan air juga berfungsi sebagai pelindung diri
paparan cairan tubuh.
4. Tersedia nya tempat sampah medis dan non medis
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU
13
BAB IX
PENUTUP
14
15