Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan berkat dan rahmat-Nya sehingga Puskesmas UPT BLUD Puskesmas Puyung
Kabupaten Lombok Tengah pada Tahun 2020 ini mendapat kesempatan untuk melaksanakan
akreditasi.
Penyelidikan dan penanggulangan KLB sangat bergantung dari kemampuan dan
kemauan petugas pelaksana yaitu Tim Gerak Cepat maupun petugas Surveilans. Salah satu
tantangan adalah kemampuan petugas melakukan penyelidikan suatu Kejadian Luar Biasa
(KLB).Pada keadaan pandemic saat ini, Perlindungan bagi petugas pelayanan kesehatan
tingkat pertama pada masa pandemi COVID-19 sangat penting untuk diperhatikan.
Pedoman Surveilans merupakan pedoman praktis penyelidikan dan penanggulangan
KLB di lapangan yang menjelaskan aspek klinis, aspek epidemologis, dan langkah-langkah
penyelidikan dan penanggulangan KLB.
Harapan kami semoga panduan pelayanan ini dapat memberikan manfaat bagi UPT
BLUD Puskesmas Puyung sehingga pelayanan yang diberikan lebih baik.
HAFSAH WIDIYANTI,SKM
NIP. 197311141994012001
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah kegiatan yang dilakukan oleh
pemerintah, pemerintah daerah dan secara terpadu meliputi penyelidikan epidemologi,
penanganan penderita dan masyarakat serta fakto-faktor yang menyebabkan munculnya
KLB sehingga tidak lagi menjadi masalah kesehatan masyarakat. Upaya penanggulangan
KLB dilakukan secara dini kurang dari 24 (dua puluh empat) Jam terhitung sejak
terjadinya KLB menurut pasal 14 permenkes Nomor 1501/Menteri/Per/X/2010. Oleh
karena itu disusun pedoman penyelidikan dan penanggulangan kejadian luar biasa (KLB)
penyakit menular, dan keracunan pangan sebagi pedoman bagi pelaksana baik di pusat
maupun daerah. Diperlukan program yang terarah dan sistematis, yang mengatur secara
jelas peran dan tanggung jawab disemua tingkat administrasi, baik di daerah maupun di
tingkat nasional dalam penanggulangan KLB di lapangan, sehingga dalam pelaksanaanya
dapat mencapai hasil yang optimal.
Indonesia merupakan negara yang masih memiliki angka kejadian luar biasa
(KLB) penyakit menular dan keracunan yang cukup tinggi. Kondisi ini menyebabkan
perlunya peningkatan sistem kewaspadaan dini dan respon terhadap KLB dengan
langkah-langkah yang terprogram dan akurat, sehingga proses penanggulangannya
menjadi lebih cepat dan akurat.Angka Kejadian Luar Biasa (KLB) tercatat di SKDR
Surveilans perlu dilakukan penanggulangan secara dini kurang dari 24 jam terhitung
sejak informasi laporan kasus diterima sehingga tidak menyebabkan munculnya masalah
kesehatan yang lainnya.
Untuk dapat mewujudkan respon KLB yang cepat, diperlukan bekal pengetahuan
dan keterampilan yang cukup dari para petugas yang diterjunkan ke lapangan. Kenyataan
tersebut mendorong kebutuhan para petugas di lapangan untuk memiliki pedoman
penyelidikan dan penanggulangan KLB yang terstruktur. Sehingga memudahkan kinerja
para petugas mengambil langkah-langkah dalam rangka melakukan respon KLB
2
.
B. TUJUAN
Sebagai Pedoman Terlaksananya Penyelidikan Epidemologi dan pengendalian
penyakit menular dan KLB
C. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup program Surveilans penanggulangan Kejadian Luar Biasa adalah
sebagai berikut : memastikan diagnosis, memastikan terjadinya KLB, menghitung
jumlah kasus, menggambarkan karakteristik KLB ( waktu, tempat, orang),
mengidentifikasi sumber dari penyebab penyakit dan cara penularannya,
mengidentifikasi populasi yang mempunyai peningkatan resiko infeksi, melaksanakan
tindakan penanggulangan.
D. BATASAN OPERASIONAL
Batasan Operasional program Surveilans dalam pengendalian KLB harus mengikuti
siklus manajemen yang mencakup perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian
( monitoring / evaluasi ).
1. Perencanaan
Perencanaan merupakan inti kegiatan manajemen, karena semua kegiatan manajemen
diatur dan di arahkan oleh perencanaan. Untuk menyusun perencanaan untuk
pengendalian KLB penyakit menular dan keracunan makanan dapat mengikuti
tahapan penyusunan perencanaan sebagai berikut :
a. Lakukan analisis masalah
b. Penetapan prioritas masalah
c. Inventarisasi alternative pemecahan masalah
d. Menyusun dokumen perencanaan
3
2. Pelaksanaan
Adalah tahap implementasi dari dokumen perencanaan, tahap pelaksanaan yang
terpenting adalah menggerakkan seluruh komponen perencanaan, sesuai jadwal yang
telah ditetapkan. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada tahap pelaksanaan adalah ;
a. Kemungkinan tidak tepatnya waktu pelaksanaan dalam dokumen perencanaan
seluruh kegiatan
b. Kemungkinan tida terjadinya koordinasi antar kegiatan
c. Pemahaman yang berbeda dari penanggung jawab kegiatan
3. Pengendalian (monitoring/evaluasi )
Agar tercapai tujuan perencanaan maka diperlukan kegiatan monitoring secara
kontinyu selama kegiatan berlangsung. Setiap kegiatan harus dilakukan supervise
secara rutin dan berkesinambungan.
E. LANDASAN HUKUM
1. Undang-Undang Nomor 36/2009 tentang Kesehatan ( lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5063 )
2. UU Nomor 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular ( Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3273 );
3. PP Nomor 40 tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular
( Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1991 Nomor 49, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3447 )
4. Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012 tentang system Kesehatan Nasional
( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 nomor 193 );
5. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1479/2003 tentang Surveilans Penyakit
Menular dan Tidak Menular
6. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 949 tahun 2004 tentang Sistem Kewaspadaan
Dini KLB
7. PermenkesRI No.1501/Menkes/Per/X/2010
tentangJenisPenyakitMenularTertentuYang
DapatMenimbulkanWabahdanUpayaPenanggulangan
8. PeraturanMenteri Kesehatan Nomor 45/2014 tentang Penyelenggaraan Surveilans
Kesehatan
9. PeraturanMenteri Kesehatan Nomor 86/2014
tentangPenanggulanganPenyakitMenular
4
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
B. DISTRIBUSI KETENAGAAN
1. Penanggung Jawab Surveilans
Penanggung Jawab Surveilans mempunyai tugas dan tanggung jawab :
a. Menyusun rencana program dan kebijakan Surveilans
b. Menegakkan diagnose
c. Memberikan solusi terhadap masalah yang timbul
d. Melaksanakan pengawasan, pengendalian dan evaluasi kegiatan Surveilans
2. Pelaksana Surveilans
Pelaksana Surveilans mempunyai tugas dan tanggung jawab :
a. Melaksanakan kegiatan tehnis Surveilans sesuai kompetensi dan kewenangan
berdasarkan pedoman pelayanan dan standart prosedur operasional
b. Melaksanakan kegiatan pencatatan dan pelaporan
c. Melakukan penyelidikan Epidemologiterhadap kasus penyakit menular
d. Mendampingi petugas lapangan dalam melaksanakan kegiatan Surveilans
e. Melakukan koordinasi dengan petugas lapangan
3. Petugas lapangan
Petugas lapangan mempunyai tugas dan tanggung jawab :
a. Melakukan pengamatan di wilayahnya
b. Melakukan pelaporan apabila ada kasus penyakit menular
c. Mendampingi petugas puskesmas dalam melakukan penyelidikan epidemologi
BAB III
STANDAR FASILITAS
5
A. DENAH RUANG
Ruangan Surveilans berada dalam lingkup ruangan UKM UPT BLUD Puskesmas
Puyung.Ruang Surveilans sendiri berada di ruangan P2p bersama dengan Program
P2P lain nya.
BAB IV
TATALAKSANA PELAYANAN
6
A. TATA CARA PELAKSANAAN PENYELIDIKAN EPIDEMOLOGI
Tahapan dalam pelaksanaan penyelidikan dan penanggulangan KLB sebagai berikut :
1. Menegakkan atau memastikan diagnosis
7
BAB IV
PENGENDALIAN MUTU
8
B. STANDAR MUTU PELAYANAN UGD
NO STANDAR INDIKATOR MUTU NILAI
MUTU
1 Pemberian a. Respon time operan pasien 100%
pelayanan Pra b. Kelengakapan pengisian 100%
perawatan Rekam Medis
c. Melakukan identifikasi 100%
pasien
d. Penyiapan ruangan pasien 100%
9
d. ketersedian dan 100%
kelengkapan Tempat Tidur
pasien
e. ketersedian papan 100%
informasi dalam ruangan
10
d. SOP Serumen Frof
e. SOP Benda Asing di Hidung
f. SOP Asma Bronchiale
g. SOP Pneumonia
h. SOP Hipoglokemia Ringan
i. SOP Gastritis
j. SOP Thypoid
k. SOP Fimosis
l. SOP Disentri dengan dehidrasi sedang
m. SOP Anemia
n. SOP Demam Dengue
o. SOP Reaksi Anifilaktif
p. SOP Ulkus pada Tungkai
q. SOP Glikoma
r. SOP Kekerasan Tumpul dan Tajam
s. Luka Bakar derajat 1 dan 2
t. Veruka vulgaris
u. Vulnus laseratumpungtum
2. Standar Operasional Prosedur (SOP) Tindakan pelayanan di Ruang Unit Gawat
Darurat antara lain ;
1. SOP Alur kegawatdaruratan
2. SOP Observasi Pasien Gawat
3. SOP Penerimaan Pasien UGD
4. SOP Penatalaksanaan Heeting
5. SOP penatalaksanaan Luka KLL
6. SOP pemakaian dan pemeliharaan alat Nebulizer
7. SOP Nebulizer
8. SOP pemberian Oksigen
9. SOP anamnesis dan pemeriksaan fisik
10. SOP perawatan luka
11. SOP Pelayanan Visum
12. SOP Penanganan Luka Bakar
13. SOP penatalaksanaan Up heeting
14. SOP ekstraksi kuku
11
15. SOP Penatalaksanaan tertusuk paku
16. SOP penatalaksnaan Insisi Abses
17. SOP Penanganan GHPR
18. SOP Mengukur TTV
19. SOP Pemasangan kateter perempuan
20. SOP Pemasangan kateter laki-laki
21. SOP Up kateter
22. SOP Memasang Infus
23. SOP handscoon
24. SOP Penilaian GCS
25. SOP Perawatan Luka
26. SOP Penatalaksanaan fraktur
27. SOP Pemelihaaan Alat
28. SOP Koordinasi
29. SOP Memasang APD
30. SOP Membuka APD
31. SOP Skreening Covid 19
32. SOP Rujukan
33. SOP Sterilisasi ruangan
12
BAB V
TATALAKSANA PELAYANAN
2. Triase yaitu proses khusus memilih pasien berdasarkan beratnya cedera atau penyakit,
untuk menetukan jenis penanganan / intervensi kegawatdaruratan.Prinsip triase adalah
pemberlakuan system prioritas dengan penentuan pasien yang harus didahulukan
untuk mendapatkan penanganan,yang mengacu pada tingkat ancaman jiwa yang
timbul berdasarkan :
a) Ancaman jiwa yang dapat mematikan dalam hitungan menit
b) Dapat mati dalam hitungan jam
c) Trauma ringan
d) Sudah meninggal
Prosedur Triase :
a) Pasien datang diterima oleh tenaga kesehatan di ruang gawat darurat atau
ruang tindakan.Bila jumlah pasien lebih dari kapasitas ruangan, maka triase
dapat dilakukan di luar ruang gawat darurat
13
b) Penilaian dilakukan secara singkat dan cepat (selintas) untuk menetukan
kategori kegawatdaruratan pasien oleh tenaga medis dengan cara yaitu menila
tanda-tanda vital dan kondisi umum pasien, menilai kebutuhan medis,menilai
kemungkinan bertahan hidup, menilai bantuan yang memungkinkan, dan
memprioritaskan penanganan definitive.
c) Mengkategorikan status pasien menurut kegawatdaruratannya, apakah masuk
dalam kategori merah,kuning,hijau atau hitam berdasarkan prioritas atau
penyebab ancaman hidup.Tindakan ini berdasarkan prioritas ABCDE
(Airway, Breathing, Circulation, Disability, Environment ). Kategori merah
merupakan prioritas pertama ( pasien cidera berat dan mengancam jiwa dan
harus segera ditolong).kategori kuning merupakan prioritas kedua ( pasien
memerlukan tindakan definitive,tidak ada ancaman jiwa segera ). Kategori
hijau merupakan prioritas ketiga ( pasien dengan cidera minimal, dapat
berjalan dan menolong diri sendiri atau mencari pertolongan). Kategori hitam
merupakan pasien meninggal.
Status triase ini harus diulang terus menerus karena kondisi pasien dapat berubah
sewaktu-waktu. Apabila kondisi pasien berubah maka dilakukan retriase.
Melakukan komunikasi dengan pusat komunikasi rumah sakit rujukan bila
diperlukan.
3. Survey primer (Resusitasi dan Stabilisasi )
a. Tindakan resusitasi segera diberikan kepada pasien dengan kategori merah
setelah mengevaluasi potensi jalan nafas (airway), status pernafasan
(breathing), dan sirkulasi ke jaringan (circulation)serta status mental pasien
yang diukur Alert Verbal Pain Unresponsive (AVPU)
b. Batasan waktu (respon time ) untuk mengkaji keadaan dan memberikan
intervensi secepatnya untuk pasien yang membutuhkan pelayanan resusitasi
segera.
c. Melakukan monitoring dan retriase terhadap tindakan resusitasi yang
diberikan.
d. Monitoring kondisi pasien berupa pemasangan peralatan medis untuk
mengetahui status tanda vital, pemasangan kateter urine, dan penilaian ulang
status mental pasien.
e. Apabila kondisi pasien memerlukan tindakan definitf segera namun pada
puskesmas tidak tersedia tenaga yang berkompeten ataupun fasilitas yang
14
memadai, maka harus dilakukan rujukan segera sesuai prosedur tanpa
melakukan survey sekunder.
4. Survey sekunder
a) Survey sekunder tidak wajib dilaksanakan apabila kondisi pasien memerlukan
tindakan definitive segera, namun apabila tidak tersedia tenaga yang
berkompeten ataupun fasilitas yang memadai, pada kondisi ini pasien harus
segera dilakukan rujukan sesuai prosedur tanpa melalui survey sekunder
b) Melakukan anamnrsa untuk mendapatkan informasi mengenai apa yang
dialami pasien pada saat itu
c) Pemeriksaan fisik, neurologis dan status mental secara menyeluruh (head to
toe) dengan menggunakan GCS ( Glasgow Coma Scale )
d) Melakukan pemeriksaan penunjang sesuai dengan ketersediaan fasilitas yang
dimiliki
e) Tindakan restraint sesuai indikasi dengan tehnik terstandar yang aman, dengan
tujuan untuk mengamankan pasien, orang lain dan lingkungan dari perilaku
pasien yang tidak terkontrol
f) Apabila kondisi pasien memerlukan tindakan definitive namun tidak tersedia
tenaga yang berkompeten ataupun fasilitas yang memadai, maka harus
dilakukan rujukan segera sesuai prosedur
5. Tatalaksana definitive
a) Penanganan atau pemberian tindakan terakhir untuk menyelesaikan
permasalahan setiap pasien
b) Penentuan tindakan yang diambil berdasarkan hasil kesimpulan dari
anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Yang berwenang
melakukan tata laksana definitive adalah Dokter dan Dokter Gigi yang terlatih.
15
6. Rujukan
a) Rujukan dilaksanakan jika tindak lanjut penanganan terhadap pasien tidak
memungkinkan untuk dilakukan karena keterbatasan sumber daya
b) Sebelum pasien dirujuk, terlebih dahulu dilakukan koordinasi dengan fasilitas
pelayanan kesehatan yang dituju mengenai komdisi pasien, serta tindakan
medis yang diperlukan oleh pasien
c) Proses pengiriman pasien dilakukan bila kondisi pasien stabil, menggunakan
ambulance Gawat Darurat yang dilengkapi dengan penunjang resusitasi, dan
didampingi oleh tenaga kesehatan terlatih untuk melakukan tindakan
resusitasi membawa surat rujukan.
1. Dokter melakukan asesmen medis awal di lembar anamnese dan pemeriksaan fisik
oleh dokter yang terdiri dari :
a) Subyek yang terdiri dari keluhan utama pasien, anamnesa.
b) Objek yang terdiri dari pemeriksaan fisik head to toe ,tanda tanda vital.
c) Assesman : diagnosis yang di dapatkan , diagnose banding bila ada.
d) Planning : tindakan /pengobatan yang diberikan.
2. Perawat melakukan pengkajian sesuai dengan masalah pasien.
3. Tentukan diagnose pasien, buat rencana keperawatan / medis berdasarkan skala
prioritas ( mulai dari kedaaan umum pasien, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaanpenunjang ).
4. Kolaborasikan dengan dokter untuk tindakan medis, pemberian terapi dan tindakan
pelayanan selanjutnya atau kolaborasikan dengan tim medis lain bila diperlukan.
5. Informasikan / berikan edukasi kepada keluarga/ pasien untuk ikut dalam
pengambilan keputusan untuk pelayanan selanjutnya dan didokumentasikan.
16
d. Menjelaskan cara penggunaaan peralatan seperti : Jam visite dokter, Jam
berkunjung, Jam makan pasien, Jam tindakan rutin, dan tempat sampah medis dan
non medis.
17
F. ALUR PELAYANAN PASIEN DI RUANG UNIT GAWAT DARURAT
1. POLI UMUM
2. POLI ANAK/MTBS
3. POLI KIA & KB
4. POLI GIGI
5. POLI TB PEMERIKSAAN PENUNJANG
6. KONSLING
LOKET APOTIK
PASIEN
PENDAFTARAN
UGD RUJUK INTERNAL PASIEN
PULAN
1. RAWAT INAP
EKSTERNAL 2. PERSALINAN (PONED)
RUMAH SAKIT
18
11 Buka infuse Rp 5.000
14 Up heeting
Jahitan di bawah 5 Rp 4.000
Jahitan di atas 5 selanjutnya Rp 1.000
15 Nebulizer Rp 25.000
16 Oksigen (O2 ) per jam Rp 25.000
17 Corfus Allenum ( THM ) Rp 15.000
18 Ekstrasksi kuku Rp 10.000
19 Insisi Rp 20.000
20 EKG Rp 50.000
21 Mobil Rujukan Ke-
RSUD Praya Rp 112.500
RSI Yatofa Bodak Rp 135.000
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN
19
Tujuan dari ditetapkannya sasaran keselamatan pasien adalah untuk mendorong
perbaikan spesifik dalam keselamatan pasien.
Untuk meningkatkan keselamatan pasien perlu dilakukan pengukuran terhadap
sasaran-sasaran keselamatan pasien. Indikator pengukuran sasaran keselamatan pasien di
UGD sebagai berikut ini:
1. Tidak terjadinya kesalahan identifikasi pasien
Identifikasi pasien yang tepat meliputi tiga detail wajib, yaitu: nama, umur, nomor rekam
medis pasien. Kegiatan identifikasi pasien dilakukan pada saat pendaftaran, pemberian
obat, pengambilan spesimen atau pemberian tindakan
2. Peningkatan komunikasi efektif
Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan yang dipahami oleh
pasien/penerima akan mengurangi kesalahan, dan menghasilkan peningkatan
keselamatan pasien. Komunikasi dapat secara elektronik, lisan, atau tertulis. Komunikasi
yang paling mudah mengalami kesalahan adalah perintah diberikan secara lisan dan yang
diberikan melalui telpon. Komunikasi lain yang mudah terjadi kesalahan adalah
pelaporan kembali hasil pemeriksaan klinis, seperti laboratorium klinis menelpon unit
pelayanan untuk melaporkan hasil pemeriksaan segera/ cito.
3. Pengurangan terjadinya risiko infeksi di puskesmas
Agar tidak terjadi risiko infeksi, maka semua petugas UPT BLUD Puskesmas Puyung
wajib menjaga kebersihan tangan dengan cara mencuci tangan 6 langkah dengan
menggunakan handrubs. Enam langkah cuci tangan pakai handrubs harus dilaksanakan
pada lima keadaan, yaitu:
a. Sebelum kontak dengan pasien
b. Setelah kontak dengan pasien
c. Sebelum tindakan aseptik
d. Setelah kontak dengan cairan tubuh pasien
e. Setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien
Saat masa pandemic, sebelum melakukan pelayanan terhadap pasien harus
memperhatikan protocol covid dengan benar yaitu :
1. Mencuci tangan menggunakan sabun sebelum dan setelah memegang sesuatu
2. Selalu menggunakan masker baik oleh petugas maupun pasien
3. Saling menjaga jarak antar yang satu dengan yang lainnya
4. Membatasi penunggu pasien 1 orang
20
BAB VII
PENUTUP
21
Pedoman Pelayanan UGDUPT BLUD Puskesmas Puyungini digunakan sebagai acuan
pelaksanaan pelayanan UGD di UPT BLUD Puskesmas Puyung. Untuk keberhasilan
pelaksanaan Pedoman Pelayanan UGD UPT BLUD Puskesmas Puyungdiperlukan komitmen
dan kerja sama semua pihak.
Hal tersebut akan menjadikan Pelayanan UGD di UPT BLUD Puskesmas
Puyungsemakin optimal dan dapat dirasakan manfaatnya oleh pasien dan masyarakat yang
pada akhirnya dapat meningkatkan citra puskesmas dan kepuasan terhadap proses pelayanan
pendaftaran kepada pasien maupun masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
22
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 2014 Tentang Kewajiban
Rumah Sakit Dan Kewajiban Pasien
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 75 Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat.
Peraturan Bupati Ponorogo Nomor 53 Tahun 2015 Tentang Tarif Pelayanan Kesehatan Pada
Pusat Kesehatan Masyarakat.
23