• Surveilans AFP
• Surveilans AFP adalah
pengamatan yang dilakukan
terhadap semua kasus
lumpuh layuh akut (AFP)
pada anak usia < 15 tahun
yang merupakan kelompok
yang rentan terhadap
penyakit polio
BAGAIMANA MENENTUKAN KASUS AFP
Bila jawaban ketiganya adalah “ya” maka kasus tersebut adalah kasus AFP dan harus dilaporkan. Segera
hubungi petugas kesehatan/puskesmas terdekat.
Tujuan Umum
a. Mengidentifikasi daerah risiko tinggi, untuk mendapatkan informasi
tentang adanya transmisi dari importasi VPL, cVDPV, dan daerah dengan
kinerja surveilans AFP yang tidak memenuhi standar/ indikator serta
daerah dengan cakupan imunisasi Polio yang rendah.
b. Memantau kemajuan program Eradikasi polio yang mencapai tahap
Endgame. Surveilans AFP memberikan informasi dan rekomendasi
kepada para pengambil keputusan dalam rangka keberhasilan program
Eradikasi Polio Dunia.
c. Mempertahankan Indonesia bebas polio. Untuk menyatakan bahwa
Indonesia bebas polio, harus dapat dibuktikan bahwa:
i. Tidak ada lagi penyebaran virus-polio liar maupun Vaccine Derived Polio Virus (cVDPV) di
Indonesia.
ii. Sistem surveilans AFP mampu mendeteksi setiap kasus polio paralitik yang mungkin terjadi.
Tujuan Khusus
Manajemen spesimen
1. Persiapan sebelum pengambilan spesimen
2. Cara dan waktu pengambilan spesimen
3. Kriteria spesimen yang adekuat
4. Cara pengepakan spesimen
5. Pengiriman Spesimen
6. Jejaring Rujukan Laboratorium
Manajemen Spesimen
1. Persiapan sebelum pengambilan spesimen setiap kasus AFP
a. 2 buah pot bertutup ulir di bagian luarnya yang dapat ditutup rapat, terbuat dari bahan transparan,
tidak mudah pecah, tidak bocor, bersih dan kering (pot-tinja).
b. 2 buah kantong plastik transparan/ziplock bersih ukuran kecil untuk membungkus masing-masing
pot-tinja.
c. 1 buah kantong plastik transparan/ziplock yang berukuran lebih besar untuk membungkus ke 2 pot-
tinja yang telah dibungkus dengan kantong plastik kecil.
d. 1 buah kantong plastik besar untuk membungkus FP1 dan formulir pengiriman spesimen yang akan
disertakan dalam specimen carrier.
e. 2 buah kertas label auto-adhesive (pada umumnya sudah tertempel di pot yang tersedia).
f. Spidol dengan tinta tahan air untuk menulis label.
g. Formulir pelacakan (FP1) dan pengiriman spesimen (FP-S1).
h. Specimen carrier dengan 5 cold pack:
Suhu harus terjaga antara 2 - 8 oC yang dibuktikan dengan adanya thermometer analog khusus
refrigerator.
Tidak dianjurkan menggunakan gel pack atau es batu.
Harus diberi label: KHUSUS SPESIMEN POLIO.
Tidak boleh digunakan untuk transportasi vaksin atau keperluan lainnya.
2. Cara dan Waktu Pengambilan Spesimen
• Spesimen yang diperlukan dari penderita AFP adalah spesimen tinja, namun tidak semua kasus AFP yang
dilacak harus dikumpulkan spesimen tinjanya. Pengumpulan spesimen tinja tergantung dari lamanya
kelumpuhan kasus AFP. Walaupun kemungkinan terbesar untuk ditemukan virus polio dalam tinja adalah
dalam waktu 14 hari pertama kelumpuhan (63 - 96%), namun virus polio masih dapat dideteksi
keberadaannya dalam tinja kira-kira sampai dengan dua bulan setelah kelumpuhan terjadi. Keberadaan
virus polio dalam tinja sangat kecil setelah lebih dari dua bulan kelumpuhan (5 - 10%).
Apabila salah satu kriteria diatas tidak terpenuhi maka dikategorikan sebagai
spesimen tidak adekuat.
4. Cara pengepakan spesimen
1. Beri label masing-masing pot-tinja — dengan menggunakan tinta tahan air — yang mencantumkan:
a. Nomor EPID à lihat tatacara pemberian nomor EPID.
b. Nama penderita.
c. Tanggal pengambilan spesimen.
d. Spesimen I atau II
2. Lapisi label dengan cellotape agar tidak mudah lepas, tapi tetap terbaca.
3. Setiap pot-tinja dimasukkan dalam kantong plastik kecil, kemudian bungkus keduanya dalam satu kantong plastic besar.
4. Selanjutnya spesimen dimasukkan ke dalam specimen carrier yang diberi cold packs sehingga suhu dapat dipertahankan
antara 2 - 8 0C sampai di laboratorium pemeriksa atau propinsi.
5. Letakkan spesimen sedemikian rupa sehingga specimen tidak terguncang-guncang. Masukkan thermometer kedalam
spesimen carrier kemudian tutup.
6. Formulir pelacakan (FP1), formulir pengiriman specimen (FP-S1), dan formulir pemantauan rantai dingin (format 22)
spesimen dibungkus plastik dan diletakkan di luar specimen carrier.
7. Tutup specimen carrier dan rekatkan dengan lackban agar tutup tidak dibuka.
8. Tempelkan pada badan specimen carrier: alamat laboratorium yang dituju (Format 4) dan alamat pengirim.
4. Cara pengepakan spesimen
9. Spesimen siap dikirim ke laboratorium polio nasional. Spesimen harus tiba di laboratorium paling lambat 3
hari setelah pengemasan tersebut diatas.
a. Bila diperkirakan akan dikirim ≤ 3 hari setelah pengemasan, maka simpanlah di lemari es pada suhu 2-8
0
C.
b. Bila diperkirakan baru dapat dikirim >3 hari setelah pengemasan, maka simpanlah di freezer.
Laboratorium memiliki peran penting dalam memberikan informasi virologi yang dapat digunakan untuk eradikasi virus
polio. Laboratorium harus memberikan informasi yang akurat dan tepat waktu tentang sirkulasi virus polio yang dapat
digunakan untuk mencapai eradikasi polio global.
1. Melakukan isolasi virus polio dari sampel tinja pada kasus AFP dan menentukan diagnose pasti kasus poliomielitis
melalui isolasi virus polio
2. Melakukan identifikasi pada semua isolat virus polio dengan pemeriksaan ITD sesegera mungkin untuk menentukan
serotipe dan jenis virus
3. Melakukan karakterisasi genetik terhadap isolat virus polio termasuk analisis genom untuk mengetahui asal isolate
4. Saat ini di Indonesia terdapat 3 laboratorium yang ditunjuk oleh Kementerian kesehatan sebagai laboratorium polio
nasional yaitu:
Pusjak SKK dan SDK, BKPK, Kemkes RI, Jakarta
• Mingguan ke Pusat:
Dinkes Form FP1 Investigasi Kasus Suspek AFP
• Bulanan ke Pusat:
Provinsi List Penderita Suspek AFP
Pusat
INSTRUMEN PELAPORAN
SURVEILANS AFP
• Instrumen UTAMA dalam investigasi kasus AFP
• Berisikan identitas kasus, riwayat penyakit, riwayat imunisasi, riwayat
Form FP1 bepergian, dll.
• Sebagai dokumen pendukung dalam pemeriksaan spesimen
(Puskesmas) • Dilaporkan segera setelah kasus ditemukan
• Digunakan pada saat kunjungan ulang 60 hari kasus AFP yang spesimen tidak
Form KU 60 dan R diambil/tidak adekuat/hasil positif VPV
esume • Memantau apakah kasus masih memiliki kelumpuhan setelah 60 hari atau tidak
• Jika masih memliki paralisis residual/meninggal perlu dibuatkan resume medik
Medik • Dilaporkan segera setelah dilakukan KU60
(Puskesmas)
Tanggal pelacakan
Tidak Boleh tidak boleh
kosong mendahului tanggal
mulai sakit / lumpuh
Tanggal pengambilan
dan pengiriman
spesimen harus diisi
dan sesuai dengan
data pada form
pengiriman spesimen
Tidak
Boleh
kosong
REKOMENDASI
• Membuat rekomendasi dan
tindak lanjut berdasarkan hasil
kajian data epidemiologi.
• Hasil kajian dipergunakan
untuk membuat dan
memberikan rekomendasi dan
menentukan rencana tindak
lanjut program surveilans dan
imunisasi.
• Membantu Kab/Kota dalam
menentukan strategi intervensi
Materi Pokok 6:
Sistem Kewaspadaan Dini
dan Respon
1. Sistem Kewaspadaan Dini
2. Respon
SISTEM KEWASPADAAN DINI
DAN RESPON
SKD DAN RESPON
Terlambat
dilaporkan atau
tidak dilaporkan
Verifikasi rumor
Deteksi dini dari
surveillans
penanganan dini
ORI/Imunisasi
massal, pemberian
obat pencegahan
• Menemukan kasus sedini mungkin mencegah terjadi penularan yang lebih luas
• Melakukan upaya containment pelacakan kontak, karantina dan isolasi
• Upaya Eradikasi dan Eliminasi menemukan suspek untuk dibuktikan secara
laboratorium bukan karena pathogen yang akan di-eliminasi atau di-eradikasi
Mengetahui tren potensial Melakukan deteksi dini p
KLB potensial KLB
Meminimalkan kesakitan/
kematian akibat KLB
SISTEM KEWASPADAAN DINI DAN RESPON
B. Respon
• satu kasus AFP dilakukan investigasi /Surveilans AFP yang sensitif
• Jika kasus AFP di perlukan pembahasan dengan komite ahli untuk menentukan kasus polio atau
bukan
• Jika hasil lab positif maka segera respon mencari kasus tambahan dan dilakukan dengan notifikasi
ke IHR dan WHO
• Jika tidak terkonfirmasi positif/negative maka tidak diperlu mencari kasus tambahan
Materi Pokok 7:
Penanggulangan KLB
1. Penyelidikan Epidemiologi
2. Strategi Penanggulangan KLB Polio
Penanggulangan KLB
Penyelidikan Epidemiologi
• Respon Imunisasi
Respon Imunisasi terbatas Adalah pemberian imunisasi polio tambahan
kepada sasaran tanpa melihat status imunisasi polio sebelumnya yang
dilaksanakan selambat-lambatnya 14 hari setelah teridentifikasi virus polio liar
maupun VDPV melalui konfirmasi laboratorium rujukan nasional. Kelompok
sasaran merupakan seluruh anak usia kurang dari 5 tahun (balita) atau
kelompok usia lainnya berdasarkan kajian epidemiologi.
Lanjutan Penanggulangan KLB/Wabah Polio
SubPIN Polio adalah pemberian imunisasi polio tambahan kepada sasaran
sebanyak 3 putaran, tanpa melihat status imunisasi polio sebelumnya,
pada daerah yang berisiko tinggi terjadi transmisi virus polio.
Putaran pertama Sub PIN harus dilaksanakan selambat-lambatnya 4
minggu setelah pelaksanaan respon imunisasi polio terbatas. Kelompok
sasaran merupakan seluruh anak usia kurang dari 5 tahun (balita) atau
kelompok usia lainnya berdasarkan kajian epidemiologi.
Apabila penyebaran virus polio sudah meluas dan secara epidemiologi
dibuktikan bahwa transmisi dapat terjadi pada skala nasional maka harus
dilakukan PIN Polio. PIN Polio dilaksanakan diseluruh wilayah Indonesia,
juga sebanyak 3 putaran tanpa terkecuali.
Thank You