Anda di halaman 1dari 12

PEMERINTAH KABUPATEN GIANYAR

DINAS KESEHATAN
Jln Ciung Wenara No 6 Gianyar
PROSEDUR TETAP
PENANGGULANGAN KEJADIAN LUAR
BIASA (KLB) DAN KERACUNAN
DINAS KESEHATAN KABUPATEN
GIANYAR

Telp (0361 943436)

No. Dokumen
Revisi
Tanggal Berlaku
Halaman
PENGESAHAN

DISIAPKAN OLEH:
Kepala Seksi Pencegahan Penyakit

DIPERIKSA OLEH:

DISETUJUI OLEH:

Kepala Bidang P2PL

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Gianyar

Nama

A.A.I Sri Laksmi P. Dewi,ST

Nama

Dr Ida Komang Upeksa

Nama

NIP
Tanggal

19620113 198603 2 011


2 Januari 2012

NIP
Tanggal

19620909 198911 1 001

NIP
Tanggal

Dr Pande Putu
Wirbuana,SH,M.Kes
19591201 198410 1 003

Dasar Hukum

1.
2.
3.

Pengertian

Merupakan suatu kegiatan yang meliputi penyelidikan epidemiologi dan surveilans,


penatalaksanaan penderita, pencegahan dan pengebalan, pemusnahan penyebab penyakit,
penanganan jenazah akibat KLB, penyuluhan kepada masyarakat dan upaya
penanggulangan lainnya.

Tujuan

UU No. 4 tahun1984 tentang KLB Penyakit Menular


PP No. 40 tahun 1991 tentang Penanggulangan KLB Penyakit Menular
Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1501 tahun 2010 tentang Jenis Penyakit Menular
Tertentu Yang Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangannya

1.
2.
3.
4.
5.
6.

Kebijakan

Agar KLB penyakit menular dan keracunan tidak menjadi masalah di masyarakat
Menurunnya frekwensi KLB penyakit menular dan keracunan
Menurunnya jumlah kasus kesakitan pada setiap KLB penyakit menular dan keracunan
Mencegah kematian pada setiap KLB penyakit menular dan keragunan
Semakin singkatnya periode KLB penyakit menular dan keracunan makanan
Mencegah meluasnya penularan daerah/wilayah yang terserang KLB penyakit menular
dan keracunan.
7. Meningkatkan pemahaman dan kemampuan masyarakat dalam mencegah dan
menanggulangi KLB di lingkungannya
8. Meningkatkan respon masyarakat dalam penanganan kegawat daruratan KLB serta
mekanisme pelaporan.
Dinas kesehatan dan jejaringnya termasuk laboratoruim dan rumah sakit yang berada di
kabupaten Gianyar.

Prosedur

1.

Menegakkan atau Menetapkan Diagnosis Klinis dan Langkah Operasional


Langkah ini penting karena:
a. Kemungkinan kesalahan dalam diagnosis klinis
b. Kemungkinan tidak dilapori tentang adanya kasus, melainkan adanya tersangka
atau adanya orang yang mempunyai gejala tertentu
c. Kemungkinan informasi dari yang bukan kasus (yaitu kasus-kasus yang dilaporkan
tetapi diagnoosisnya tidak dapat dipastikan) harus dikeluarkan dari informasi kasus
yang digunakan untuk memastikan ada/tidaknya suatu KLB/Keracunan

2.

Memastikan Terjadinya KLB

Tahap ini bertujuan untuk memastikan apakah adanya peningkatan kasus yang benar
benar berbeda dibandingkan dengan kasus yang biasa terjadi pada populasi yang
dianggap mempunyai resiko terinfeksi.

Unit Terkait

3.

Menghitung jumlah kasus/angka insiden yang tengah berjalan


Penghitungan jumlah kasus penting dilakukan untuk memastikan adanya frekwensi
kasus baru yang berlebihan agar sesuai dengan kriteria KLB penyakit menular atau
keracunan.

4.

Menggambarkan karakteristik KLB


KLB digambarkan menurut variabel waktu, tempat, orang. Hal ini perlu dibuat agar dapat
disusun hipotesa mengenai sumber, cara penularan dan lamanya KLB berlangsung.
a. Waktu: Variasi kejadian suatu kasus dalam populasi gtertentu menurut waktu
digunakan untuk menggambarkan pola temporal penyakit : periode KLB bervariasi
tergantung dari lamanya KLB yang bersangkutan. Adanya gambaran mengenai
waktu merupakan pertimbangann yang penting dalam memastikan suatu KLB.
b. Tempat: Informasi tentang tempat/alamat kasus diperlukan untuk mengetahui
populasi yang mempunyai resiko terhadap terjadinya suatu KLB serta untuk
mengetahui sumber penularan serta adanya kemungkinan sumber infeksi yang
sama pada suatu populasi tertentu.
c. Orang: Variabel orang digambarkan menurut sifat sifat yang intern atau yang
diperoleh. Hal ini penting untuk menetukan untuk mengetahui siapa yang
mempunyai resiko terbesar pada suatu kejadian KLB/keracunan.

5.

Mengidentifikasikan Sumber dari Penyebab Penyakit dan Cara Penularannya.


Untuk mengidentifikasi sumber dan cara penularan dibutuhkan lebih dari satu kali siklus
perumusan dan pengujian hipotesis. Hipotesis dirumuskan sekitar penyebab penyakit
yang dicurigai, sumber infeksi, periode paparan, cara penularan, dan populasi yang
telah terpapar atau mempunyai resiko akan terpapar.
Tujuan Hipotesis adalah untuk memberikan dasar yang logis untuk merencanakan dan
melaksanakan berbagai penyelidikan yang diperlukan untuk mencapai tujuan
penyerlidikan KLB.

6.

Mengidentifikasi Populasi yang Mempunyai Peningkatan Resiko Infeksi


Apabila sumber dan cara penularan telah dipastikan, maka orang-orang yang
mempunyai mempunyai resiko paparan yang meningkat hrus ditentukan,dan tindakantindakan penanggulangan serta pencegahan yang sesuai harus dilaksanakan. Siapa
yang sesungguhnya mempunyai resiko paparan meningkat tergantung pada penyebab
penyakit, sifat sumbernya, cara penularannya dan berbagai ciri orang-orang rentan yang
meningkatkan kemungkinannya terpapar.

7.

Melaksanakan Tindakan Penanggulangan


Apabila ciri-ciri umum dari populasi resiko tinggi telah digambarkan maka perlu
dilakukan tindakan penanggulangan dan pencegahan yang sesuai untuk populasi yang
bersangkutan.
Tindakan penanggulangan tertentu dapat dimulai sedini tahap diagnosa kasus.Tindakan
penanggulangan dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan situasi.

1. Lintas Program
2. Jejaring Surveilans (Puskesmas, Lab, Rumah Sakit)
3. Lintas Sektor.

PEMERINTAH KABUPATEN GIANYAR


DINAS KESEHATAN
Jln Ciung Wenara No 6 Gianyar
PROSEDUR TETAP
SURVEILANS ACUTE FLACCID
PARALYSIS (AFP)

Telp (0361 943436)

No. Dokumen
Revisi
Tanggal Berlaku
Halaman
PENGESAHAN

DISIAPKAN OLEH

DIPERIKSA OLEH

DISETUJUI OLEH

Nama

A.A.I Sri Laksmi P. Dewi,ST

Nama

Dr Ida Komang Upeksa

Nama

NIP
Tanggal

19620113 198603 2 011


2 Januari 2012

NIP
Tanggal

19620909 198911 1 001

NIP
Tanggal

Dr Pande Putu
Wirbuana,SH,M.Kes
19591201 198410 1 003

Dasar Hukum

Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor: 483/MENKES/IV/2007


Tentang Pedoman Surveilans Acute Flaccid Paralysis (AFP)

Pengertian

Merupakan suatu kegiatan pengamatan yang dilakukan terhadap semua kasus lumpuh layuh
akut (AFP) pada anak usia kurang dari 15 tahun (<15 tahun) yang merupakan kelompok yang
rentan terhadap penyakit polio

Tujuan

1.

2.

Kebijakan

1.
2.
3.
4.

Umum:
a. Mengidentifikasi daerah resiko tinggi, untuk mendapatkan informasi tentang adanya
transmisi VPL,VDPV, dan daerah dengan kinerja surveilans yang tidak memenuhi
standar/indikator
b. Memantau kemajuan program eradikasi polio. Surveilans AFP memberikan informasi
dan rekomendasi kepada para pengambil keputusan dalam rangka keberhasilan
program eradikasi polio (ERAPO)
c. Membuktikan Indonesia bebas polio. Untuk menyatakan bahwa Indonesia bebas
polio, harus dibuktikan bahwa:
- Tidak ada lagi penyebaran virus polio liar maupun Vaccine Derived Polio Virus
(cVDPV) di Indonesia
- Sistem surveilans terhadap polio mampu mendeteksi setiap kasus polio paralitik
yang mungkin terjadi
Khusus:
a. Menemukan semua kasus AFP yang ada di suatu wilayah
b. Melacak semua kasus AFP yang ditemukan di suatu wilayah
c. Mengumpulkan dua spesimen semua kasus AFP sesegera mungkin setelah
kelumpuhan
d. Memeriksa spesimen tinja semua semua kasus AFP yang ditemukan di
Laboratorium Polio Nasional
e. Memeriksa spesimen kontak terhadap Hot Case untuk mengetahui adanya sirkulasi
VPL
Satu kasus AFP merupakan suatu Kejadian Luar Biasa (KLB)
Semua kasus yang terjadi pada tahun yang sedang berjalan harus dilaporkan.
Laporan rutin mingguan termasuk laporan nihil, memanfaatkan laporan mingguan PWSKLB (W2) untuk puskesmas dan surveilans aktif rumah sakit (FP-PD)
Mengintegrasikan laporan rutin bulanan dengan penyakit yang dapat dicegah denga
imunisasi (PD3I)

5.
6.
Prosedur

Kasus AFP yang tidak bisa diklasifikasikan secara laboratoris dan atau masih terdapat
sisa kelumpuhan pada kunjungan ulang 60 hari, maka klasifikasi final dilakukan oleh
Kelompok Kerja Ahli Surveilans AFP Propinsi/Nasional.
Melakukan Pemeriksaan tinja terhadap 5 orang kontak Hot Case

1.

Penemuan Kasus: Surveilans AFP harus dapat menemukan semua kasus AFP dalam
satu wilayah yang diperkirakan minimal 2 kasus AFP diantara 100.000 penduduk usia
<15 tahun per tahun (Non Polio AFP rate minimal 2/100.000 pertahun )
Strategi penemuan kasus AFP dilakukan melalui:
a. Sistem surveilans aktif rumah sakit (Hospital Based Surveillance=HBS)
b. Sistem surveilans masyarakat (Community Based Surveillance=CBS)

2.

Pelacakan Kasus AFP: Setiap kasus AFP yang ditemukan harus segera dilacak dan
dilaporkan ke unit pelaporan yang lebih tinggi selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam
setelah laporan diterima.
Pelacakan bertujuan:
a. Memastikan apakah kasus yang dilaporkan benar-benar kasus AFP
b. Mengumpulkan data epidemiologis
c. Mengumpulkan spesimen tinja sedini mungkin dan mengirimkannya ke
Laboratorium
d. Mencari kasus tambahan
e. Memastikan ada/tidaknya sisa kelumpuhan (residual Paralysis) pada
kunjungan ulang 60 hari kasus AFP dengan spesimen tidak adekuat atau virus
polio vaksin positif
f. Mengumpulkan resume medik dan hasil pemeriksaan penunjang lainnya,
sebagai bahan kajian klasifikasi final oleh Kelompok Kerja Ahli Nasional
a.

b.
c.
d.
e.

f.
3.

Prosedur Pelacakan:
Mengisi format pelacakan (FP-1) antara lain:
Menanyakan riwayat sakit dan vaksinasi polio serta data lain yang
diperlukan
Melakukan pemeriksaan fisik kasus AFP
Mengumpulkan 2 spesimen tinja dari setiap kasus AFP yang kelumpuhannya
kurang dari 2 bulan
Menjelaskan kepada orang tua tentang pentingnya rehabilitasi medik dan caracara perawatan sederhana untuk mengurangi/ mencegah kecacatan akibat
kelumpuhan yang diderita
Mengupayakan agar semua kasus AFP mendapatkan perawatan tenaga medis
terdekat. Bila diperlukan dapat dirujuk ke dokter spesialis anak (DSA) atau
dokter spesialis saraf(DSS) untuk rehabilitasi medik sedini mungkin
Mencari kasus tambahan. Pencarian kasus tambahan dilakukan dengnan
menanyakan kemungkinan adanya anak berusia <15 tahun yang mengalami
kelumpuhan pada daerah tersebut kepada:
Orang tua penderita
Tokoh masyarakat setempat
Kader
Guru, dll
Melakukan follow up (kunjungan ulang) 60 hari terhadap virus AFP dengan
spesimen tidak adekuat atau hasil laboratorium positif virus polio vaksin

Pengumpulan Spesimen: spesimen yang dikumpulkan adalah spesimen tinja, tetapi


tidak semua kasus AFP yang dilacak harus dikumpulkan spesimen tinjanya, tergantung
dari lamanya kelum puhan pada kasus AFP.
a. Bila kelumpuhan terjadi < 2 bulan pada saat ditemukan, maka:
Isi formulir FP-1
Kumpulkan 2 spesimen penderita AFP
b.

Bila kelumpuhan terjadi>2 bulan pada saat ditemukan, maka:


Isi formulir FP-1 dan KU 60 hari
Tidak perlu dilakukan pengumpuilan spesimen tinja penderita AFP

Membuat resume medik

Kelengkapan untuk pengumpulan spesimen setiap kasus AFP:


2 buah pot bertutup ulir di bagian luarnya yang dapat ditutup rapat, terbuat
dari bahan transparan, tidak mudah pecah, tidak bocor, bersih dan kering
(pot tinja)
2 buah kantong plastik bersih ukuran kecil untuk membungkus masingmasing pot tinja
1 buah kantong plastik besar untuk membungkus ke2 pot tinja yang telah
dibungkus dengan kantong plastik kecil
1 buah kantong plastik besar untuk membungkus FP-1 dan formulir
pengiriman spesimen carrier
2 buah kertas label auto adhesive (pada umumnya sudah tertempel di
pot yang tersedia)
Pena dengan tinta tahan air untuk menulis label
Formulir pelacakan (FP-1) dan pengiriman spesimen (FP-S1)
Spesimen Carrier dengan 5 cold pack:
Suhu harus terjaga antara 2C - 8C
Harus diberi label: KHUSUS SPESIMEN POLIO
Tidak boleh digunakan untuk transportasi vaksin atau
keperluan lainnya
Lakban untuk merekatkan tutup pot dengan badan
pot
Formulir Pemnatauan Rantai dingin Spesimen
Lembar tata cara pengumpulan spesimen
Prosedur Pengumpulan Spesimen
Segera dilakukan pengumpulan spesimen tinja dengan tenggang waktu
pengumpulan antara spesimen pertama dan kedua minimal 24 jam
Pengumpulan 2 spesimen diupayakan dalam kurun waktu 14 hari
pertama setelah kelumpuhan
Pengumpulan spesimen dengan menggunakan pot tinja
Penderita diminta buang air besar diatas kertas atau bahan lainnya yang
bersih agar tidak terkontaminasi dan mudah diambil. Ambil tinja sebanyak
+ 8 gram. Bila penderita AFP sedang diare, spesimen diambil kira-kira 1
sendok makan
Masukkan tiap spesimen ke dalam pot tinja yang telah disiapkan, tutup
rapat, kemudian rekatkan denga cellotape pada batas tutup badan pot
tinja
Beri label masing-masing pot tinja dengan menggunakan tinta tahan air
Lapisi label dengan cellotape agar tidak mudah lepas, tetapi tetap terbaca
Setiap pot tinja dimasukkan dalam kantong plastik kecil, kemudian
keduanya dibungkus dalam 1 kantong plastik besar
Spesimen dimasukkan ke dalam spesimen carrier yang diberi cold pack
sehingga suhu dapat dipertahankan antara 2C-8C sampai di
laboratorium atau propinsi
Letakkan spesimen sedemikan rupa sehingga spesimen tidak terguncangguncang
Tutup spesimen carrier dan rekatkan dengan lackban agar tutup tidak
terbuka
Tempelkan pada badan spesimen carrier, alamat laboratorium yang dituju
Spesimen dikirim ke laboratorium polio nasional/Dinas Kesehatan Propinsi
Bila diperkirakan akan dikirim <3 hari setelah pengemasan, maka
disimpan pada suhu 2C - 8C
Bila diperkirakan baru dapat dikirim > 3 hari setelah pengemasan, maka
simpanlah di freezer
4.

Pengiriman Spesimen: Sebelum dikirim ke laboraturium, yakinkan bahwa spesimen


dalam keadaan baik (Volume cukup, tidak kering, dan tidak bocor).

Pengiriman spesimen ke laboratorium dilakukan oleh tim pelacak yang ada di kabupaten
/kota atau propinsi
Kabupaten/kota dapat langsung mengirim ke laboratorium polio nasional yang ditunjuk,
tetapi apabila tidak memungkinkan kabupaten/kota dapat mengirim ke dinas kesehatan
propinsi.
Spesimen dikirim ke laboratorium melalui jasa pengiriman paket yang dapat
menyampaikan paket spesimen tersebut ke alamat laboratorium yang dituju dalam
waktu 1-2 hari.
5.

Survey Status Imunisasi Polio


Survey status imunisasi polio dilakukan pada kasus AFP usia 6 bulan s/d 5 tahun
dengan status imunisasi polio 3 kali terhadap 20-50 anak usia balita disekitar rumah
penderita.

6.

Nomor EPID (Nomor Identitas Kasus AFP): Merupakan suatu nomor yang khas bagi
setiap penderita AFP dan ditentukan sesuai dengan tata cara penentuan nomor EPID
a. Tujuan pemberian nomor epid:
Memberikan kode identitas yang khas bagi setiap penderita AFP untuk
kepentingan kunjungan ulang 60 hari dan pengelolaan spesimen
Untuk menghubungkan data klinis, epideiologis, demografis dan
laboratorium
Mengetahui penyebaran penderita AFP
Menghindari kemungkinan duplikasi dalam pencatatan dan pelaporan
kasus AFP
b. Yang harus memberikan nomor EPID
Pemberian nomoe EPID dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
yang membawahi wilayah domisili/tempat tinggal penderita AFP satu
bulan sebelum kelumpuhan
Apabila seseorang penderita AFP karena suatu alasan berobat ke fasilitas
kesehatan di kabupaten/kota yang tidak membawahi wilayah tempat
tinggal kasus, maka:
Penanganan medis tetap dilakukan oleh fasilitas kesehatan dimana
penderita berobat, kabupaten/kota dimana penderita AFP dirawat harus
menginformasikan dan mengkoordinasikan dengan kabupaten/kota yang
membawahi wilayah tempat tinggal kasus.
Bila nomor EPID belum bisa ditentukan pada saat spesimen dikirim ke
laboratorium, FP-1 tetap harus dikirim tanpa nomor EPID
Daftar nomor EPID harus disimpan di kabupaten/kota di wilayah tempat
tinggal kasus AFP. Bila nomor EPID sudah digunakan atau salah diberikan
nomor tersebuat tidak boleh dipakai lagi
c. Tata Cara Pemberian nomor EPID kasus AFP: Setiap kasus AFP diberi nomor
identitas yangb terdiri dari 9 digit, dengan rincian:
Digit ke 1-2: Kode Propinsi
Digit ke 3-4: Kode kabupaten/kota
Digit ke 5-6: tahun kelumpuhan
Digit ke 7-9: Kode penderita

7.

Kunjungan Ulang 60 Hari : Kunjungan ulang 60 hari dimaksudkan untuk mengetahui


adanya sisa kelumpuhan setelah 60 hari sejak terjadi kelupuhan . Terdapat 2
kemungkinan hasil pemeriksaan kelumpuhan pada KU 60 hari:
a. Tidak ada sisa kelumpuhan:
Apabila tidak ada sisa kelumpuhan pada KU 60 hari, maka kasus AFP tersebut
diklasifikasikan sebagai kasus AFP non-Polio
b.

Ada sisa kelumpuhan:


Apabila ada sisa kelumpuhan pada KU 60 hari, maka kasus tersebut
diperlukan pemeriksaan lanjutan oleh DSA/DSS/dr Umum dan dibuatkan
Resume Medik sebagai bahan pertimbangan Komisi Ahli dalam
mengklasifikasikan kasus AFP tersebut.

Unit Terkait

8.

Pelaporan: dalam surveilans AFP berlaku pelaporan nihil (Zero reporting) yaitu laporan
harus dikirimkan pada saat yang telah ditetapkan walaupun tidak dijumpai kasus AFP
selama periode waktu tersebut dengan menuliskan jumlah kasus 0 (Nol) yang artinya
tidak ada kasus atau kasus nihil
Sumber laporan Surveilans AFP adalah Rumah sakit dan Puskesmas sebagai unit
pelaksana terdepan penemuan kasus. Selanjutnya secara berjenjang laporan
disampaikan ke tingkat yang lebih atas: kabupaten/Kota, Propinsi, dan Pusat.

1.
2.
3.

Lintas Program
Jejaring Surveilans (Puskesmas, Lab, Rumah Sakit)
Lintas Sektor.

PEMERINTAH KABUPATEN GIANYAR


DINAS KESEHATAN
Jln Ciung Wenara No 6 Gianyar
PROSEDUR TETAP
SURVEILANS CAMPAK

No. Dokumen
Revisi

Telp (0361 943436)

Tanggal Berlaku
DINAS KESEHATAN KABUPATEN
GIANYAR

Halaman
PENGESAHAN

DISIAPKAN OLEH

DIPERIKSA OLEH

DISETUJUI OLEH

Nama

A.A.I Sri Laksmi P. Dewi,ST

Nama

Dr Ida Komang Upeksa

Nama

NIP
Tanggal

19620113 198603 2 011


2 Januari 2012

NIP
Tanggal

19620909 198911 1 001

NIP
Tanggal

Dasar Hukum

Pengertian

1.
2.
3.

Dr Pande Putu
Wirbuana,SH,M.Kes
19591201 198410 1 003

UU No. 4 tahun1984 tentang KLB Penyakit Menular


PP No. 40 tahun 1991 tentang Penanggulangan KLB Penyakit Menular
Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1501 tahun 2010 tentang Jenis Penyakit
Menular Tertentu Yang Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangannya

Merupakan kegiatan pengamatan yang dilakukan terhadap semua kejadian campak klinis
(Penyakit yang sangat menular disebabkan oleh virus) yang biasanya terbanyak menyerang
anak-anak usia kurang dari 15 tahun
Definisi: Demam dan bercak merah (Rash) berbentuk mokulopapular, dan disertai dengan
batuk/pilek atau mata merah (Konjungtivitis) atau didiagnosa dokter sebagai kasus campak.

Tujuan

1. 1. Mengidentifikasi daerah maupun populasi resiko tinggi kemungkinan akan terjadinya


transmisi campak
2. 2. Memantau kemajuan progarm pemberantasan campak

Kebijakan

Dinas kesehatan dan jejaringnya termasuk laboratoruim dan rumah sakit yang berada di
kabupaten Gianyar.

Prosedur

1.

2.
3.

4.

Unit Terkait

1.
2.
3.

Penemuan Kasus:
Kasus ditemukan melalui kunjungan ke rumah sakit di wilayah kerja. Setiap kasus
campak yang ditemukan di rumah sakit segera diinformasikan kepada Puskesmas
dimana kasus tersebut tinggal untuk dilakukan pencarian kasus tambahan
Pencatatan Dan Pelaporan:
Data campak dilaporkan ke jenjang yang lebih tinggi (Dinas Kesehatan Provinsi) dengan
format C-1 dan laporan Surveilans Integrasi.
Pengambilan spesimen (sampel) :
a. Spesimen darah: diambil pada hari ke 4-28 sejak hari pertama timbulnya rash.
b. Spesimen urin: Spesimen diambil sesegera mungkin sampai dengan hari kelima
setelah timbulnya rash.
Pengiriman Sampel
Sampel dikirim ke Dinas Kesehatan Provinsi dengan disertai form C-1.
Lintas Program
Jejaring Surveilans (Puskesmas, Lab, Rumah Sakit)
Lintas Sektor.

PEMERINTAH KABUPATEN GIANYAR


DINAS KESEHATAN
Jln Ciung Wenara No 6 Gianyar
PROSEDUR TETAP
SISTEM KEWASPADAAN DINI DAN
RESPON

Telp (0361 943436)

No. Dokumen
Revisi
Tanggal Berlaku
Halaman
PENGESAHAN

DISIAPKAN OLEH

DIPERIKSA OLEH

DISETUJUI OLEH

Nama

A.A.I Sri Laksmi P. Dewi,ST

Nama

Dr Ida Komang Upeksa

Nama

NIP
Tanggal

19620113 198603 2 011


2 Januari 2012

NIP
Tanggal

19620909 198911 1 001

NIP
Tanggal

Dr Pande Putu
Wirbuana,SH,M.Kes
19591201 198410 1 003

Dasar Hukum

1. UU No. 4 tahun1984 tentang KLB Penyakit Menular


2. PP No. 40 tahun 1991 tentang Penanggulangan KLB Penyakit Menular
3. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1501 tahun 2010 tentang Jenis Penyakit
Menular Tertentu Yang Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangannya

Pengertian

Suatu kegiatan yang dilaksanakan untuk mendeteksi sedini mungkin kemungkinan suatu
penyakit menular dapat menimbulkan seatu kejadian luar biasa (KLB)

Tujuan

3.
4.
5.
6.
7.

1. Terselenggaranya Deteksi Dini KLB bagi penyakit menular


2. Stimulasi dakam melakukan pengendalian penyakit menular
3. Meminimalkan kesakitan/kematian yang berhubungan dengan KLB
4. Memonitor kecendrungan penyakit menular
5. Menilai dampak program pengendalian penyakit yang spesifik

Kebijakan

Dinas kesehatan dan jejaringnya termasuk laboratoruim dan rumah sakit yang berada di
kabupaten Gianyar.

Prosedur

1.

Unit Terkait

Menerima laporan mingguan wabah dari semua puskesmas di wilayah kerja (melalui
SMS/telepon)
2. Membuat transkrip laporan dari puskesmas dalam format mingguan
3. Melakukan pengecekan (Validasi Data) terhadap kemungkinan adanya kesalahan
4. Menghubungi Puskesmas bila ada puskesmas yang tidak mengirim laporan.
5. Memasukan data dari puskesmas dalam aplikasi komputer
6. Melakukan pengecekan akan kemungkinan adanya kesalahan dalam entry data
7. Mengirim data mingguan ke Dinas Kesehatan Provinsi dan Pusat (melalui E.Mail)
8. Bila laporan telah terkirim, cek ada tidaknya alert/peringatan pada sistem aplikasi
komputer akan adanya sinyal KLB
9. Melakukan respon bila ditemukannya alert pada sistem, yaitu dengan menghubingi
Puskesmas dimana alert tersebut terjadi, memastikan kemungkinan KLB, melakukan
pengambilan sampel bila diperlukan. (Sesuai dengan SOP Penanganan KLB)
10. Diskusi dengan Laboratoruium dan unit terkait mengenai hasil laboratorium
11. Membuat laporan kegiatan SKD.
1. Lintas Program
2. Jejaring Surveilans (Puskesmas, Lab, Rumah Sakit)
3. Lintas Sektor.

PEMERINTAH KABUPATEN GIANYAR


DINAS KESEHATAN
Jln Ciung Wenara No 6 Gianyar
PROSEDUR TETAP
PEMERIKSAAN KESEHATAN HAJI

Telp (0361 943436)

No. Dokumen
Revisi
Tanggal Berlaku
Halaman

PENGESAHAN
DISIAPKAN OLEH

DIPERIKSA OLEH

DISETUJUI OLEH

Nama

A.A.I Sri Laksmi P. Dewi,ST

Nama

Dr Ida Komang Upeksa

Nama

NIP

19620113 198603 2 011

NIP

19620909 198911 1 001

NIP

Dr Pande Putu
Wirbuana,SH,M.Kes
19591201 198410 1 003

Tanggal
Dasar Hukum

Pengertian

Tujuan

Kebijakan

Prosedur

Unit Terkait

2 Januari 2012

Tanggal

Tanggal

1.

Undang-Undang No 23 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji

2.

Keputusan Menteri Kesehatan RI No: 442/Menkes/SK/VI/2009 Tentang Pedoman


Penyelenggaraan Kesehatan Haji Indonesia

Merupakan rangkaian kegiatan pelayanan kesehatan haji yang meliputi pemeriksaan


kesehatan, imunisasi, surveilans, SKD dan respon KLB, penanggulangan KLB dan musibah
massal, kesehatan lingkungan dan manajemen penyelenggaraan kesehatan haji.
8. 1. Meningkatkan kondisi kesehatan jemaah haji sebelum keberangkat
2.Menjaga agar jemaah haji dalam kondisi sehat selama menunaikan ibadah, sampai tiba
kembali di Tanah Air
3. Mencegah terjadinya transmisi penyakit menular yang mungkin terbawa keluar/masuk oleh
jemaah haji
1. Melaksanakan perekrutan tenaga kesehatan profesional secara transparan
2. Meningkatkan kemampuan teknis medis petugas pemeriksa kesehatan jemaah haji
di tingkat puskesmas dan rumah sakit
3. Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di Puskesmas dan Rumah sakit
4. Melaksanakan pelayanan kesehatan bermutu bagi jemaah haji di Puskesmas dan
Rumah sakit
5. Melaksanakan pembinaan kesehatan sejak dini bagi jemaah haji resiko tinggi di
Tanah Air
6. Memberikan vaksinasi Meningitis meningokokus bagi jemaah haji
7. Mengembangkan sistem kewaspadaan dini dan respon cepat KLB, bencana, serta
musibah masal
1.

Pemeriksaan Tahap Pertama:


a. Jemaah haji mengajukan permintaan pemeriksaan kesehatan tahap pertama
di tingkat puskesmas yang ditunjuk
b. Jemaah haji mendapatkan pemeriksaan kesehatan di puskesmas yang
ditunjuk, sesuai dengan tempat tinggsl/domisili jemaah haji tersebut. Bilamana
Puskesmas tidak/belum mampu menegakkan diagnosis status kesehatan,
maka dapat dilakukan rujukan ke rumah sakit yang ditunjuk
c. Biaya pemeriksaan kesehatan ditanggung oleh jemaah haji yang
bersangkutan
d. Pelaksanaan pemeriksaan jemaah haji

4. Lintas Program
5. Jejaring Surveilans (Puskesmas, Lab, Rumah Sakit)
6. Lintas Sektor.

Anda mungkin juga menyukai