Anda di halaman 1dari 8

Outline Journal of Economic Studies 1 (1) (2022) xxx-xxx

Kasus Korupsi Bansos Covid-19 Berdasarkan


Pancasila Sebagai Ideologi Negara
Journal homepage: http://outlinepublisher.com/index.php/OJES

Research Article

Tittle Lorem Ipsum


(Kasus Korupsi Covid-19 Berdasarkan Pancasila Sebagai Ideologi
Negara)
Agnes Sinaga, Enzo Valentino, Farhan Syukri, Feby Triyola Tobing,

Laila Tusifa, Melia Hotnida Tambunan, Yola Frencika Sitorus

*Correspondence: E-mail: email@xx.yy

Abstrak

Article history:
The abstract should be informative and completely self-
Received xxx explanatory, briefly present the topic, state the scope of the
Accepted xxx experiments, indicate significant data, and point out major
Published xxx findings and conclusions. The abstract should be 150 to 250 words
in length. Complete sentences, active verbs, and the third person
should be used, and the abstract should be written in the past
Keywords: tense. Standard nomenclature should be used, and abbreviations
should be avoided. While the abstract is conceptually divided into
Xxxxxx, three sections (background, methods/principal findings, and
Xxxxxx,
Xxxxxx, conclusions/significance), do not apply these distinct headings to
the abstract within the article file. No literature should be cited.
Following the abstract, about five keywords that will provide
indexing references should be listed. (Time New Roman, 10 pt)

Pendahuluan
Pada periode tahun 2019 dunia tengah mengahadapi krisis akibat munculnya wabah Corona Virus Disease
2019 (COVID-19). Banyak kebiasaan normal masyarakat yang harus berubah demi mengecilkan angka
penularan virus ini, salah satunya dengan diterapkannya pembatasan fisik atau hingga diterapkannya
lockdown. Salah satu sektor yang paling berdampak, yaitu sektor perekonomian. Banyak perekonomian
negara yang hancur karena munculnya Wabah COVID-19 ini. Oleh karena itu, pemerintah mempunyai
tanggung jawab terhadap warga sebagai konsekuensi dari kebijakan yang diberlakukan, yakni pembatasan
kegiatan masyarakat. Hal ini tentunya sangat berdampak dari sisi pemenuhan kehidupan masing-masing
masyarakat (Marzuki, dkk, 2021). Pemutusan hubungan kerja ini menyebabkan tingkat pengangguran
Judul | 1
melonjak tinggi. Peningkatan pengangguran ini membuat pemerintah memutuskan untuk mengeluarkan
bantuan sosial kepada masyarakat, misalnya melalui pembagian sembako (Ruspiantoko, dkk, 2021).
Pemerintah Indonesia telah mempersiapkan dana sejumlah ratusan triliun demi memberikan bantuan kepada
warga yang terpengaruh oleh COVID-19, khususnya masyarakat menengah ke bawah (Marzuki, dkk, 2021).
Bantuan sosial ini dapat dinilai sebagai hal baik yang telah ditetapkan pemerintah, tetapi disertai dengan
problematika di mana bantuan tesebut sangat rawan terhadap korupsi (Jamal, dkk, 2021). Terdapat banyak
kabar yang mengatakan bahwa adanya unsur penyimpangan dalam penyaluran dana bansos, dan hal tersebut
dibuktikan ketika munculnya kasus korupsi yang membawa nama salah satu nama Menteri Sosial Indonesia,
Juliari Batubara. Selain itu, pemerintah daerah, baik kepala desa hingga bupati, juga terbukti melakukan
tindakan korupsi dana bantuan sosial (Jamal, dkk, 2021). Korupsi yang dilakukan dapat berbentuk
pengurangan jumlah dana yang sewajarnya diperoleh masyarakat, hal ini sejalan dengan pernyataan Ketua
Pusat Kajian Antikorupsi (PUKAT) UGM (Jamal, dkk, 2021). Setelah kasus korupsi dana bantuan sosial
yang menjerat Juliari Batubara terungkap dan menetapkannya sebagai tersangka, Presiden Joko Widodo
mengambil tindakan dengan menghimbau kabinetnya untuk tidak melakukan hal yang serupa dalam
penggunaan anggaran dana bencana, terutama di masa pandemi (Marzuki, dkk, 2021).
Dalam Pancasila terdapat lima sila yang dimana setiap sila-sila itu memiliki arti yang berbeda tetapi
memiliki tujuan yang satu yaitu menciptakan dan mewujudkan cita-cita negara Indonesia. Seperti yang telah
dijelaskan bahwa korupsi merupakan salah 1 penyelewangan yang marak terjadi di Indonesia. Tindakan
tersebut bukan hanya melanggar aturan negara tetapi hal itu juga telah melanggar ideologi dan prinsip
terhadap Pancasila. Dengan menyelewengnya tindakan terhadap Pancasila hal tersebut akan membuat cita-
cita yang didambakan oleh negara dan bangsa lama kelamaan akan menjadi hancur. Maka dari itu terdapat
hal penting dalam tindakan korupsi terhadap Pancasila yaitu dengan kita melakukan tindakan korupsi kita
sama saja telah menghancurkan Pancasila yang telah susah payah dibuat oleh pendiri bangsa kita yang
berjuang mati-matian.
Masalah korupsi merupakan sebuah permasalahan yang sangat berpengaruh dan merugikan kinerja ekonomi,
stabilitas politik, dan integritas masyarakat (Ruspiantoko, Dkk, 2021). Korupsi berpengaruh terhadap seluruh
program pembangunan, kualitas pendidikan yang rendah, kualitas pembangunan yang rendah, serta
kemiskinan yang berujung pada kegagalan suatu negara (Lemhannas RI, 2020). Upaya pencegahan tindak
korupsi perlu dilakukan dengan gencar menilai tingginya jenis kerusakan yang ditimbulkan oleh korupsi
(Suherman, 2020). Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan badan hukum yang berperan sebagai
pemberantas korupsi besiaga dalam menjaga keamanan distribusi anggaran penyaluran bantuan sosial
COVID-19. Ketua KPK menyampaikan bahwa KPK akan memberikan sanksi tegas kepada pelaku tindak
pidana korupsi di tengah bencana pandemi COVID-19. Ancaman hukuman mati dapat diberikan kepada
pelaku tindak pidana dalam suasana bencana (Yonimah, dkk, 2021).
Kasus yang diangkat dalam penelitian ini adalah kasus korupsi bantuan sosial COVID-19 yang dilaksanakan
oleh mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara pada tahun 2020. Rumusan masalah dalam penelitian ini,
yaitu korupsi merupakan bentuk pelanggaran Pancasila yang menimbulkan kerugian besar dan marak terjadi
di Indonesia, terutama korupsi yang dilakukan oleh aparat negara, tetapi pengetahuan masyarakat mengenai
cara menganalisis kasus dan pendeteksian adanya pelanggaran Pancasila didalamnya yang masih minim.
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, pertanyaan penelitian ini, yaitu (1) Apakah kasus yang menjerat
Juliari Batubara termasuk dalam kategori pelanggaran Pancasila sebagai Ideologi Negara?; (2) Siapa korban
dan pelaku dalam kasus ini?; (3) Apa yang menjadi motivasi pelaku melakukan tindakan korupsi bantuan
sosial?; (4) Apa dampak yang ditimbulkan oleh kasus korupsi bantuan sosial?

Landasan Teori
Indonesia mempunyai suatu sumber dan pandangan yang harus digunakan sebagai pedoman dalam
melakukan segala sesuatu yaitu Pancasila. Pancasila merupakan ideologi dasar dalam kehidupan bagi negara
Indonesia bukan hanya sebuah ideologi tetapi, Pancasila merupakan prinsip yang harus di miliki oleh setiap

Judul | 2
warga negara Indonesia. Dengan pengertian tersebut kita dapat memaknai bahwa dalam setiap melakukan
segala sesuatu kita harus berpegangan pada Pancasila yang merupakan prinsip dasar negara kita. Jika kita
melakukan suatu kegiatan dengan berdasarkan pada Pancasila maka kehidupan antar masyarakat akan
terjalin dengan sangat baik, begitu juga dengan pemerintahan.
Sila Pertama “ Ketuhanan Yang Maha Esa”
Sebelum menjadi pejabat atau wakilrakyat diindonesia pasti melakukan sumpah jabatan dandilakukan di atas
semua sumpah alkitab(tergantung agama masing-masing). Yang menandakan bahwa orang tersebut telah
berjanji atas nama tuhan.dengan melakukan korupsi yang sudah pasti di larang semua agama menadakan
bahwa pelaku tidak meng Esa kan tuhan dan ingkar janji terhadap tuhan. Kasus korupsi sudah melanggar
amanah yang dimana kita bisa mengetahui betapa pentingnya keutamaan karakter tanggungjawab dalam
menjalankan amanah sebagai pejabat pemerintahan dan tidak berlaku semena-mena akan jabatan yang
dimilikinya.
Sila Kedua ” Kemanusian Yang Adil Dan Beradap “
Dari permasalahan ini bisa dilihat pelanggaran bentuk sila ke-2 bahwa tindakan koruptor mengakibatkan
dampak yangmembuat rakyat tidak mendapat hak nya secara adil. Padahal dengan kasus iniMenteri sosial
yang seharusnya peduli dengan rakyat, tapi malah melakukan tindakankorupsi hanya untuk kepentingan
pribadi.
Sila Ketiga”Persatuan Indonesia”
Dari kasus korupsi tersebut bisa di simpulkan pelaku telah melanggar sila ketiga yang dimana tidak
menempatkan persatuan,kesatuan serta kepentingan rakyat di atas kepentingan pribadi, yang berarti bahwa
masyarakat/rakyat adalah sama di depan hukum tanpa diskriminasi dan mendapat perlakuan yang sama di
depan hukum, jadi korupsi sama dengan pelanggaran ketertiban ini. Tindakan pelaku merupakan perbuatan
yang dapat merusak kepercayaan masyarakat, sehingga membuat masyarakat merasa takut dan tidak peduli
lagi dengan kegiatan pemerintah. Lama kelamaan akan membuat Indonesia tidak harmonis.

Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Metode penelitian kualitatif
merupakan penelitian untuk menjabarkan dan menganalisis fenomena, kejadian, kegiatan sosial, sikap
kepercayaan, pandangan, serta pemikiran orang, baik secara individu maupun kelompok (Sukmadinata,
2005). Pendekatan penelitian kualitatif menurut Creswell (2015) meliputi studi etnografis, studi
fenomenologi, studi grounded theory, studi naratif, dan studi kasus. Studi kasus menerapkan pendekatan
kualitatif yang mengkaji kasus tertentu dalam konteks kehidupan nyata Kontemporer (Creswell, 2015).
Penelitian ini merupakan studi kasus instrumental tunggal mengenai kasus korupsi bansos COVID-19 yang
dilakukan oleh mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara pada tahun 2020. Hasil studi kasus ini tidak
dimaksudkan untuk digeneralisasikan karena ruang lingkupnya berupa kasus tunggal. Penelitian kualitatif
lebih menekankan makna daripada generalisasi (Sugiyono, 2015). Data diperoleh dari sumber sekunder,
yaitu hasil pengumpulan dari orang lain (Sugiyono, 2015). Sumber pustaka berupa buku, jurnal, dan artikel
dari internet.
Hasil dan Pembahasan
Alasan terjadinya korupsi
Sebagaimana yang disebutkan dalam buku berjudul Peran Parlemen dalam Membasmi Dalam buku tersebut
mengidentifikasi faktor penyebab Juliari Batubara melakukan tindak pidana korupsi diantaranya:

1. Faktor Politik
Judul | 3
Salah satu faktor penyebab juliari melakukan korupsi adalah politik dapat dikatakan bahwa salah satu faktor
politik merupakan salah satu penyebab korupsi karena ketidak stabilan politik terlihat dari kepentingan
politik dan penguasa juga terlihat dalam proses kepemilihan hak. Korupsi pada level pemerintahan adalah
diambil dari sisi penerima, pemerasan uang suap, pemberian perlindungan, pencurian barang public untuk
kepentingan pribadi, itu semua termasuk korupsi yang di sebabkan oleh konstelasi politik.

2. Faktor Hukum
Kedua adalah faktor hukum, faktor hukum dapat mempengaruhi penyebab terjadinya korupsi, faktor hukum
ini dapat dilihat dari dua sisi, yaitu dari sisi peraturan perundang-undangan dan di sisi lain lemahnya
penegakan hukum. Sifat jahat muncul dari sifat hukum, yaitu mudah menemukan aturan yang diskriminatif
dan tidak adil sanksi tindak sama dengan tindakan yang dilarang, sehingga indikasi dianggap terlalu ringan
atau terlalu berat. Menggunkan konsep yang berbeda untuk hal yang sama dapat menciptakan peraturan yang
tidak sesuai, tidak dapat dicapai, kontraproduktif, dan ditentang.

3. Faktor Ekonomi

Faktor ekonomi menjadi penyebab terjadinya korupsi berikutnya faktor, ekonomi dapat menyebabkan
terjadinya korupsi dilihat dari dengan adanya pendapatan atau gaji yang tidak mencukupi kebutuhan.
Pendapat tersebut tidak mutlak dapat dibenarkan.

Pendapat juga diungkapkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menurutnya penggajian
pegawai erat kaitannya dengan prestasi kerja pejabat pemerintah. Gaji yang tidak sebanding dengan tarif
hidup para pekerja, merupakan masalah yang sulit dipecahkan. Pegawai negeri sipil yang pendapatnnya tidak
sebanding dengan kontribusinya terhadap kinerja fungsi utamanya tidak dapat menjalankan fungsinya secara
optimal.

Terkait dengan faktor ekonomi dalam menyebabkan korupsi, banyak pendapat menyatakan bahwa
kemiskinan akar masalah dari korupsi. Pernyataan tersebut tidak benar sepenuhnya, karena kebanyakan
orang yang melakukan korupsi adalah dari kalangan atas, yang mana mereka bukan kalangan orang miskin
yang kekurangan seperti yang dikatakan Pope dengan pernyataan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa
korupsi tidak diakibatkan oleh faktor miskinnya seseorang.

4. Faktor Organisasi
Organisasi masuk dalam faktor penyebab korupsi adalah orgsnisasi dalam arti luas termasuk juga sistem
perorganisasian lingkungan masyarakat. Organisasi yang menjadi penyebab korupsi ini biasanya karena
organisasi tersebut membuka peluang untuk melakukan korupsi, maka tidak akan terjadi kasus korupsi
tersebut.

Waktu terjadinya Korupsi

Kasus korupsi ini terjadi Sebelum Juliari ditetapkan sebagai tersangka, KPK terlebih dahulu melakukan
Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap pejabat Kementerian Sosial atau Kemensos pada 4 hingga 5
Desember 2020. Penangkapan pejabat Kemensos itu diduga terkait korupsi bansos di Kementerian Sosial RI
dalam penanganan pandemi Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek 2020. Kemudian pada Minggu dini hari, 6
Desember 2020 KPK menetapkan Juliari Batubara sebagai tersangka kasus tersebut.

Profil pelaku

KPK menetapkan empat tersangka dalam kasus ini, yaitu Juliari, Matheus Joko Santoso, Adi Wahyono,
ketiganya adalah penerima, “Dan sebagai pemberi yaitu Ardian IM dan Harry Sidabuke,”

Biodata lengkap dari Juliari Batubara.


Nama : Juliari P. Batubara
Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 22 Juli 1972
Alamat Kantor : Jl. Salemba Raya No. 28, Jakarta 10430
Alamat Rumah : Komplek Pejabat Tinggi Negara, Jl. Widya Chandra IV No. 18, Jakarta 12196.

Judul | 4
Pendidikan

1979 – 1985, SD St. Fransiscus Asisi – Tebet, Jakarta Selatan


1985 – 1988, SMP St. Fransiscus Asisi – Tebet, Jakarta Selatan
1988 – 1991, SMA Negeri 8 Jakarta – Tebet, Jakarta Selatan
1991 – 1995, Riverside City College, Riverside, California, USA
1995 – 1997, Chapman University, Orange, California, USA (MBA in Business Administration with minor
in Finance)
2005 – 2006, Program Studi Ilmu Manajemen Pasca Sarjana Universitas Indonesia & Harvard University
Business School, Kuliah Jarak Jauh “Microeconomics of Competitiveness”
Riwayat karier pekerjaan

1998 – 2000, Marketing Supervisor & Business Development Manager, PT. Wiraswasta Gemilang Indonesia
2000 – 2003, Commercial Division Head, PT. Wiraswasta Gemilang Indonesia
2003 – 2012, Direktur Utama PT. Wiraswasta Gemilang Indonesia
2003 – 2019, Komisaris Utama PT. Arlinto Perkasa Buana
2005 – 2019, Komisaris Utama PT. Tridaya Mandiri
2014 – 2019, Anggota DPR Republik Indonesia
2016 – 2019, Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen
2019, Wakil Ketua Komisi IX DPR Republik Indonesia
2019 – sekarang, Menteri Sosial Republik Indonesia

Riwayat organisasi

1986 – 1987, Pengurus Osis SMP Asisi Tebet, Jakarta Selatan


1989 – 1990, Pengurus Osis SMAN 8, Tebet, Jakarta Selatan
2002 – 2004, Ketua IV Pemberdayaan Usaha dan Masyarakat PB Perbasi (Persatuan Bola Basket Seluruh
Indonesia)
2003 – 2011, Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Motor Indonesia (IMI)
2003 – 2019, Ketua Yayasan Pendidikan Menengah 17 Agustus 1945
2003, Anggota Badan Pemenangan Pemilu Pusat PDI Perjuangan
2007 – 2011, Ketua Biro Promosi & Pemasaran KONI Pusat (Komite Olahraga Nasional Indonesia Pusat)
2007 – 2012, Ketua Harian Aspelindo (Asosiasi Produsen Pelumas Indonesia)
2008, Anggota Badan Pemenangan Pemilu Pusat PDI Perjuangan
2008 – 2012, Anggota Dewan Penasehat Masyarakat Pelumas Indonesia (MASPI)
2009 – 2010, Wakil Ketua Komite Tetap Akses Informasi Peluang Bisnis – Bidang UMKM (Usaha Mikro,
Kecil, Menengah & Koperasi) KADIN Indonesia.
2010 – sekarang, Wakil Bendahara DPP PDI Perjuangan.

Investigasi Kasus

1. Terungkapnya korupsi bansos yang melibatkan Juliari Baru Bara

Sebelum Juliari ditetapkan sebagai tersangka, KPK terlebih dahulu melakukan Operasi Tangkap Tangan
(OTT) terhadap pejabat Kementerian Sosial atau Kemensos pada 4 hingga 5 Desember 2020. Penangkapan
pejabat Kemensos itu diduga terkait korupsi bansos di Kementerian Sosial RI dalam penanganan pandemi
Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek 2020. Kemudian pada Minggu dini hari, 6 Desember 2020 KPK
menetapkan Juliari Batubara sebagai tersangka kasus tersebut.

Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan pejabat pembuat komitmen (PPK) pada Program Bansos di Kemensos
diduga telah menerima hadiah dari para Vendor Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (PBJ) bansos di
Kemensos dalam penanganan Pandemi Covid-19. KPK menetapkan empat tersangka dalam kasus ini, yaitu
Juliari, Matheus Joko Santoso, Adi Wahyono, ketiganya adalah penerima, “Dan sebagai pemberi yaitu
Ardian IM dan Harry Sidabuke,” kata Firli.

2. Juliari menerima miliaran rupiah


Judul | 5
Menurut FirliBahuri, pada pelaksanaan paket bansos sembako periode pertama, diduga PPK telah menerima
fee Rp12 miliar yang pembagiannya diberikan secara tunai oleh Matheus kepada Juliari melalui Adi
Wahyono dengan nilai sekitar Rp 8,2 miliar. Pemberian uang tersebut, selanjutnya dikelola oleh Eko dan
orang kepercayaan Juliari bernama Shelvy untuk digunakan membayar berbagai keperluan pribadi Juliari.
Untuk periode kedua pelaksanaan paket bansos sembako, terkumpul fee dari Oktober 2020 sampai dengan
Desember 2020 sejumlah sekitar Rp 8,8 miliar yang juga diduga akan digunakan untuk keperluan Juliari.

3. Juliari minta dibebaskan dari dakwaan korupsi

Juliari meminta majelis hakim membebaskannya dari semua dakwaan kasus korupsi bansos Covid-19. Dia
mengatakan putusan majelis hakim dapat membebaskan dirinya dan keluarga dari derita. “Akhirilah
penderitaan kami ini dengan membebaskan saya dari segala dakwaan,” kata Juliari dalam nota pembelaan
atau pledoi, yang dibacakan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin, 9 Agustus 2021.

Juliari menuturkan, keluarganya menderita karena dipermalukan dan dihujat untuk sesuatu yang mereka
tidak pahami. “Badai kebencian dan hujatan akan berakhir tergantung dengan putusan dari majelis hakim,”
kata politikus PDIP itu. Dia mengaku menyesal telah menyusahkan banyak pihak karena perkara ini. “Oleh
karena itu permohonan saya, permohonan istri saya, permohonan kedua anak saya yang masih kecil-kecil
serta permohonan keluarga besar saya, pada majelis hakim yang mulia,” kata dia.

4. ICW desak agar Juliari dipidana seumur hidup

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhan, mendesak agar Juliari dipidana seumur
hidup. Ada empat argumentasi yang disampaikan Kurnia. Pertama, Juliari melakukan kejahatan saat
menduduki posisi sebagai pejabat publik. Kedua, praktik suap bansos Covid-19 dilakukan di tengah
pandemi. “Hal ini menunjukkan betapa korupsi yang dilakukan Juliari sangat berdampak, baik dari segi
ekonomi maupun kesehatan, bagi masyarakat,” kata Kurnia dalam keterangannya, Senin, 23 Agustus 2021.

Ketiga, saat pembacaan pleidoi, Juliari tak mengakui perbuatannya. Padahal, kata Kurnia, dua tersangka
lainnya, Ardian dan Harry, telah terbukti secara sah dan meyakinkan menyuap Juliari. Keempat, hukuman
berat bagi Juliari akan memberikan pesan kuat bagi pejabat publik lain supaya tak melakukan praktik korupsi
di tengah pandemi Covid-19.

5. Divonis penjara 12 tahun dan denda Rp 500 juta

Dalam perkara tersebut, Juliari terbukti menerima uang suap terkait pengadaan bansos Covid-19 sekitar Rp
32,482 miliar. Juliari dijatuhi hukuman oleh Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pidana
penjara 12 tahun plus denda Rp 500 juta pada 23 Agustus 2021. Hakim juga mewajibkan Juliari membayar
uang pengganti sejumlah Rp 14,5 miliar. Selain itu, hakim mencabut hak politik Juliari untuk dipilih dalam
jabatan publik selama empat tahun setelah selesai menjalani pidana pokok.

6. Vonis pidana diringankan karena dihujat

Saat membacakan putusan, hakim menyebut hukuman yang diterima Juliari diringankan. Alasannya,
terdakwa mendapat cercaan, hinaan dan vonis masyarakat. Padahal, menurut hakim anggota majelis hakim
Yusuf Pranowo, saat itu Juliari masih menjalani proses hukum yang belum tentu bersalah dan belum ada
hukuman tetap.

7. Alasan memperingan hukuman Juliari disebut mengada-ada

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menilai alasan meringankan hukuman Juliari dalam putusan oleh majelis
hakim terlalu mengada-ada. Menurutnya, hujatan yang diberikan masyarakat adalah wajar. Ekspresi
semacam itu merupakan hal yang wajar mengingat dampak yang terjadi akibat praktik korupsi eks Kemensos
itu. Kurnia mengatakan, praktik suap menyuap itu dilakukan secara sadar Juliari tersebut di tengah kondisi
kesehatan dan ekonomi masyarakat yang ambruk akibat pandemi Covid-19.

Judul | 6
“Cercaan, makian, dan hinaan kepada Juliari tidak sebanding dengan penderitaan yang dirasakan masyarakat
karena kesulitan mendapatkan bansos akibat ulah mantan Menteri Sosial dan kroni-kroninya,” ujar Kurnia.

KPK telah menyetorkan uang pengganti dari terpidana kasus korupsi bansos Covid-19, Juliari Batubara,
sejumlah Rp 14,5 miliar ke kas negara. Mantan Menteri Sosial tersebut disebut telah lunas membayar uang
pengganti seperti putusan pengadilan. Pelaksana Tugas (Plt.) Juru Bicara KPK Ali Fikri di Jakarta, Senin, 1
Agustus 2022 mengatakan Juliari melunasi uang pengganti sebesar Rp 14,5 miliar secara bertahap dengan
tiga kali pembayaran.

Bukti korupsi

Pejabat Kemensos terkait korupsi bansos di Kementerian Sosial RI dalam penanganan pandemi Covid-19
untuk wilayah Jabodetabek 2020 bermula dari adanya program pengadaan bansos penanganan Covid-19
berupa paket sembako di Kemensos tahun 2020 dengan nilai sekitar Rp 5,9 Triliun dengan total 272 kontrak
dan dilaksanakan dengan 2 periode.
Juliari sebagai menteri sosial saat itu menunjuk Matheus dan Adi sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)
dalam pelaksanaan proyek tersebut dengan cara penunjukkan langsung para rekanan dan diduga disepakati
ditetapkan adanya fee dari tiap-tiap paket pekerjaan yang harus disetorkan para rekanan kepada Kemensos
melalui Matheus. Untuk setiap paket bansos, fee yang disepakati oleh Matheus dan Adi sebesar Rp 10.000
per paket sembako dari nilai Rp 300.000 per paket bansos.

Pada Mei sampai November 2020, Matheus dan Adi membuat kontrak pekerjaan dengan beberapa suplier
sebagai rekanan yang di antaranya Ardian I M dan Harry Sidabuke dan juga PT RPI yang diduga milik
Matheus.
Pada pelaksanaan paket bansos sembako periode pertama diduga diterima fee Rp 12 miliar yang
pembagiannya diberikan secara tunai oleh Matheus kepada Juliari melalui Adi.

Dari jumlah itu, diduga total suap yang diterima oleh Juliari sebesar Rp 8,2 miliar. Uang tersebut selanjutnya
dikelola Eko dan Shelvy N selaku orang kepercayaan Juliari untuk digunakan membayar berbagai keperluan
pribadi Juliari. Kemudian pada periode kedua pelaksanaan paket bansos sembako, terkumpul uang fee dari
Oktober sampai Desember 2020 sekitar Rp 8,8 miliar.
Sehingga, total uang suap yang diterima oleh Juliari menurut KPK adalah sebesar Rp 17 miliar. Seluruh uang
tersebut diduga digunakan oleh Juliari untuk keperluan pribadi.

Formulasi Hukuman pidana mati terhadap pelaku tindak korupsi di Indonesia

Upacaya memasukkan klausul hukuman mati dalam beberapa Pasal yang terdapat dalam UU No. 20 Tahun
2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Hukuman mati bagi pelaku tindak pidana korupsi di beberapa negara sudah diberlakukan seperti Cina, Korea
Utara, Irak, Iran, Thailand, Laos, Vietnam, Myanmar dan Maroko.

Indonesia menempati posisi ke-30 dari 85 negara sebagai negara paling korup di dunia menurut US News,
upaya untuk memberlakukan hukuman mati di Indonesia mengalami pro kontra yang sangat kuat di
masyarakat. Mereka yang tidak setuju dengan hukuman mati, menentang penghapusan hukuman mati dari
sistem peradilan pidana Indonesia dengan mempertanyakan kemampuan hukum dalam menangkal kejahatan
dan memberantas pelaku kejahatan korupsi.

Lemahnya penegakan hukum Indonesia menjadi akar penyebab sulitnya pemberantasan kasus korupsi yang
dilakukan oleh oknum pejabat. Hal ini terlihat dari informasi dalam laporan Mahkamah Agung tahun 2017
tentang hukuman bagi individu koruptor. Menurut Mahkamah Agung, 442 kasus korupsi telah diputuskan.
Sebanyak 269 kasus atau 60,68 persen dari para terdakwa hanya dijatuhi hukuman antara satu sampai dua
tahun, dan sebanyak 400 kasus atau 90,27 persen dari para terdakwa divonis secara khusus. Kemudian,
sebanyak 42 kasus atau 9,73 persen terdakwa diputus bebas, dan sebanyak 28 kasus atau 6,33 persen
terdakwa divonis kurang dari satu tahun. Individu yang korup menerima hukuman yang sangat sedikit
berdasarkan data ini. Hal ini berbeda dengan laporan Mahkamah Agung tentang kasus pidana terorisme dan
narkoba yang diancam hukuman minimal sepuluh tahun penjara atau bahkan hukuman mati.

Judul | 7
Pada dasarnya hukuman mati bagi koruptor di Indonesia sebenarnya telah diatur dalam Pasal 2 ayat (2) UU
No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi. Tindakan pengayaan yang berpotensi merugikan keuangan negara diatur dalam Pasal 2 ayat
1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Padahal, hukuman yang paling berat, seperti
hukuman mati dalam pasal tersebut di atas, bisa digunakan untuk menghentikan korupsi hanya saja, sampai
saat ini belum terdapat koruptor yang divonis hukuman mati oleh pengadilan.

Kesimpulan
The conclusion should answer the research question and not be expressed in statistical sentences, followed
by implications and suggestions for further research.
The references required 30 minimum, should be within the last ten years 80%. The list of expected referrals
is 80% of primary sources derived from national and international research articles. The self-citation authors'
frequency maximum is three articles. Writing a bibliography should use the 7 th APA (American
Psychological Association) style. Scriptwriting and citation referred to in this manuscript are suggested using
reference applications such as Mendeley, Zotero, RefWorks, and Endnote.

Referensi:
Belanche, D., Cenjor, I., & Pérez-Rueda, A. (2019). Instagram Stories versus Facebook Wall: An advertising
effectiveness analysis. Spanish Journal of Marketing - ESIC, 23(1), 69–94. https://doi.org/10.1108/SJME-
09-2018-0042
Hair, J. F., Black, W. C., Babin, B. J., & Anderson, R. E. (2018). Multivariate Data Analysis (8th Edition).
Cengage.

Judul | 8

Anda mungkin juga menyukai