Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH PENGEMBANGAN PROFESI

ABORTUS INKOMPLIT

OLEH :

Nama : ERNI, A.Md. Keb


NIP : 19850213 201101 2 005
Jabatan : Bidan Pelaksanan Lanjutan
Unit Kerja : UPTD Puskesmas Pendang

PEMERINTAH KABUPATEN BARITO SELATAN


DINAS KESEHATAN
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Angka abortus di seluruh dunia adalah sekitar 35 per 1000 wanita yang
berusia 15-44 tahun, sehingga abortus merupakan salah satu penyebabtingginya
angka kematian ibu dari seluruh kehamilan (selain keguguran danlahir mati).
Salah satu abortus yang menyumbang peran dalam angka kematianibu adalah
abortus inkomplit, yaitu pengeluaran sebagian hasil konsepsi padakehamilan
sebelum 20 minggu dan masih terdapat sisa yang tertinggal di dalamuterus.
Abortus inkomplit memiliki komplikasi yang dapat mengancamkeselamtan ibu
karena adanya perdarahan yang masif yang dapat menimbulkankematian akibat
adanya syok hipovolemik apabila keadaan ini tidakmendapatkan penanganan yang
cepat dan tepat.Indikator keberhasilan pembangunan kesehatan adalah penurunan
dan peningkatan derajat kesehatan, salah satu indikator derajat kesehatan adalah
Angka Kematian Ibu (AKI), sehingga diperlukan penanganan yang cepat dantepat
dalam mengatasi hal-hal yang dapat menyebabkan kematian ibu, salahsatunya
abortus inkomplit. Mengenal lebih banyak tentang abortus inkomplitmenjadi
penting bagi para pelayan kesehatan agar mampu menegakkandiagnosis kemudian
memberikan penatalaksanaan yang sesuai dan akurat sertadapat melakukan
pencegahan komplikasi. Selain penting bagi pelayankesehatan, masyarakat juga
penting mengetahui tanda-tanda dari abortusinkomplit agar dapat menyadari
sedini mungkin sehingga bisa memeriksakan diri sesegera mungkin.
Abortus merupakan masalah kesehatan masyarakat karena memberikan
dampak pada kesakitan dan kematian ibu. Salah satu penyebab utama kematian
ibu adalah perdarahan berupa komplikasi yang disebabkan oleh abortus. Abortus
inkomplit merupakan salah satu penyebab kematian Neonatal dan Maternal di
Indonesia. Risiko terjadinya abortus inkomplit meningkat bersamaan dengan
peningkatan jumlah paritas dan usia ibu. Abortus meningkat 10% pada wanita
dengan paritas primipara dan grandemultipara, sedangkan pada usia abortus
meningkat sebesar 12% pada wanita usia kurang dari 20 tahun dan meningkat
sebesar 26% pada usia lebih dari 40 tahun (Cunningham, 2012).
Angka kematian merupakan indikator keberhasilan sistem pelayanan
kesehatan suatu Negara. Sedangkan Angka Kematian Ibu (AKI) adalah indikator
dalam bidang obstetrik. AKI juga merupakan salah satu target yang telah
ditentukan dalam tujuan Sustainable Development Goals (SDGs) yaitu tujuan ke-
3 yaitu menjamin kehidupan yang sehat dan mendorong kesejahteraan bagi semua
orang di segala usia (Depkes, 2015).
Paritas dan usia dapat menyumbangkan AKI sebesar 21% dimana rentan
terjadi kematian ibu pada paritas pertama (18%) dan lebih dari 3(20%) sedangkan
pada usia kurang dari 20 tahun (22%) dan lebih dari 35 tahun (20%) (Sari, 2014).
Penyebab kematian maternal merupakan hal yang cukup kompleks, yang dapat
digolongkan pada faktor-faktor reproduksi, komplikasi obstetrik, pelayanan
kesehatan dan sosioekonomi. Faktor terbanyak penyebab kematian maternal yaitu
komplikasi obstetrik yang disebabkan oleh 2 perdarahan, perdarahan antara lain
disebabkan oleh abortus, kehamilan ektopik, perdarahan pada kehamilan trimester
tiga, perdarahan post partum, distosia, pengguguran kandungan dan infeksi nifas.
Infeksi nifas sendiri dapat terjadi pada keadaan persalinan yang tidak
mengindahkan syarat-syarat asepsis-antisepsis, partus lama, ketuban pecah dini
dan sebagainya (Prawirohardjo, 2012)
Diwilayah Asia Tenggara, World Health Organization (WHO) tahun 2017
memperkirakan 4,2 juta abortus inkomplit dilakukan setiap tahunnya diantaranya
750.000 sampai 1,5 juta terjadi di Indonesia. Resiko kematian akibat abortus
inkomplit tidak aman di wilayah Asia Tenggara di perkirakan antara satu sampai
250, Negara maju hanya satu dari 3700. Angka tersebut memberikan gambaran
bahwa masalah abortus inkomplit di Asia Tenggara masih cukup tinggi.
AKI salah satu disumbangkan oleh kejadian abortus inkomplit. Angka
kejadian abortus inkomplit di Indonesia adalah sekitar 2 sampai dengan 2,6juta
kasus per tahun atau 43 abortus inkomplit untuk setiap 100 kehamilan dan juga
frekuensiabortus inkomplit di Indonesia berkisar antara 10-15% 3 (Rosai, 2013)

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu abortus inkomplit?
2. Bagaimana epidemiologi abortus inkomplit?
3. Apa penyebab terjadinya abortus inkomplit?
4. Apa faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya abortus inkomplit?
5. Bagaimana gambaran klinis dari abortus inkomplit?
6. Bagaimana diagnosis abortus inkomplit?
7. Bagaimana penatalaksanaan abortus inkomplit?

B. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan abortus inkomplit.
2. Untuk mengetahui epidemiologi abortus inkomplit.
3. Untuk mengetahui penyebab terjadinya abortus inkomplit.
4. Untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya abortus
inkomplit.
5. Untuk mengetahui gambaran klinis dari abortus inkomplit.
6. Untuk mengetahui diagnosis abortus inkomplit.
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan terhadap abortus inkomplit.

C. Manfaat
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan abortus inkomplit.
2. Mengetahui epidemiologi abortus inkomplit.
3. Mengetahui penyebab terjadinya abortus inkomplit.
4. Mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya abortus inkomplit.
5. Mengetahui gambaran klinis dari abortus inkomplit.
6. Mengetahui diagnosis abortus inkomplit.
7. Mengetahui penatalaksanaan terhadap abortus inkomplit.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. PENGERTIAN
Abortus merupakan pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapathidup
di luar kandungan yaitu berat badan kurang dari 500 gr atau usiakehamilan kurang
dari 20 minggu. Berdasarkan aspek klinisnya, abortusspontan dibagi menjadi
beberapa kelompok, yaitu abortus imminens (threatened abortion), abortus
insipiens (inevitable abortion), abortus inkomplit, abortus komplit, missed
abortion, dan abortus habitualis (recurrentabortion), abortus servikalis, abortus
infeksiosus, dan abortus septik (Maryam,2019)
Adapun abortus inkomplit adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi
pada kehamilan sebelum 20 minggu atau berat badan janin kurang dari 500 grdan
masih ada sisa yang tertinggal di dalam uterus. Pada abortus inkomplit
inididapatkan kanalis servikalis yang membuka. (Cunningham, et al., 2014)
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin
dapat hidup luar kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari 20
minggu atau berat janin kurang dari 500 gram (Prawirohardjo, 2008).
Abortus inkompletus adalah pengeluaran hasil konsepsi pada kehamilan
sebelum 20 minggu dan masih ada sisa tertinggal di dalam uterus (Nugroho,
2011).

B. EPIDEMIOLOGI ABORTUS INKOMPLIT


Kejadian abortus berdasarkan data yang dikumpulkan di rumah sakit pada
umumnya berkisar antara 15-20%. Namun angka kejadian abortussebenarnya
diperkirakan dapat lebih tinggi lagi di masyarakat. Hal inidisebabkan karena tidak
adanya kewajiban untuk melaporkan kejadian abortus pada pihak yang
berwenang. Menurut World Health Organization (WHO)tahun 2004 diperkirakan
4,2 juta abortus terjadi setiap tahun di Asia Tenggara,dengan perincian 1,3 juta
dilakukan di Vietnam dan Singapura, antara 750.000sampai 1,5 juta di Indonesia,
antara 155.000 sampai 750.000 di Filipina, antara300.000 sampai 900.000 di
Thailand. Estimasi nasional menyatakan setiaptahun terjadi 2 juta kasus aborsi di
Indonesia. Ini artinya terdapat 23 kasusaborsi per 100 kelahiran hidup. Laporan
epidemiologis menyatakan bahwa diAmerika Serikat angka kejadian abortus
spontan berkisar antara 10-20% darikehamilan. (Cunningham, et al., 9
2014)Angka kejadian abortus inkomplit bervariasi antara 16-21%. Laporandari
rumah sakit pendidikan di Indonesia menunjukkan kejadian abortus 4 bervariasi
antara 2,5-15%. Data pada dinas kesehatan Sumatera Utaradidapatkan angka
kejadian abortus inkomplit pada tahun 2011 adalah 9,75%.Di RSUP Sanglah
diperoleh data angka kejadian abortus inkomplit pada tahun2015 adalah 8%.
(Anonim, 2015)

C. FATOFISIOLOGI
Pada awal abortus terjadilah perdarahan dalam desidua basalis kemudian diikuti
oleh nekrosis jaringan di sekitarnya. Hal tersebut menyebabkan hasil konsepsi
terlepas sebagian atau seluruhnya, sehingga merupakan benda asing dalam uterus.
Keadaan ini menyebabkan uterus berkontraksi untuk mengeluarkan 9 isinya. Pada
kehamilan kurang dari 8 minggu hasil konsepsi itu biasanya dikeluarkan
seluruhnya karena villi koriales belum menembus desidua secara mendalam. Pada
kehamilan antara 8-14 minggu villi koriales menembus desidua lebih dalam,
sehingga umumnya plasenta tidak dilepaskan sempurna yang dapat menyebabkan
banyak perdarahan. Pada kehamilan 14 minggu keatas umumnya yang
dikeluarkan setelah ketuban pecah ialah janin, disusul beberapa waktu kemudian
plasenta. Peristiwa abortus ini menyerupai persalinan dalam bentuk miniatur.
Hasil konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk. Ada
kalanya kantong amnion kosong atau tampak didalamnya benda kecil tanpa
bentuk yang jelas (blighted ovum), mugkin pula janin telah mati lama (mised
abortion) ( Prawirohardjo, 2006).

D. FAKTOR-FAKTRO RISIKO ABORTUS INKOMPLIT


1. Bertambahnya usia ibu.
Abortus meningkat dengan pertambahan umur setelah usia 30 tahun.Risiko
berkisar 13,3% pada usia 12-19 tahun; 11,1% pada usia 20-24 tahun;11,9%
pada usia 25-29 tahun; 15% pada usia 30-34 tahun; 24,6% pada usia35-39%;
51% usia 40-44 tahun; 93,4% pada usia 45 tahun ke atas. Baru- baru ini
peningkatan usia ayah dianggap sebagai suatu faktor risikoterjadinya abortus.
Suatu penelitian yang dilakukan di Eropa melaporkan bahwa risiko abortus
tertinggi ditemukan pada pasangan dimana usia wanita ≥35 tahun dan pria
≥40 tahun (Maryam, 2019)

2. Riwayat abortus.Risiko pasien dengan riwayat abortus untuk kehamilan


berikutnyaditentukan dari frekuensi riwayatnya. Pada pasien yang baru
mengalamiriwayat 1 kali berisiko 19%, 2 kali berisiko 24%, 3 kali berisiko
30%, dan 4kali berisiko 40%. (Maryam, 2019)

3. Kebiasaan orang tua.


Merokok dihubungkan dengan peningkatan risiko abortus. Risiko
abortusmeningkat 1,2-1,4 kali lebih besar untuk setiap 10 batang rokok
yangdikonsumsi setiap hari. Asap rokok mengandung banyak ROS
(ReactiveOxygen Spesies) yang akan mendestruksi organel seluler melalui
kerusakan mitrokondria, nukleus, dan membran sel. Selain itu, secaratidak
langsung ROS (Reactive Oxygen Spesies) akan menyebabkankerusakan
sperma. Hal ini menyebabkan fragmentasi DNA rantai tunggal maupun ganda
sperma. (Maryam, 2019)

4. Konsumsi alkohol selama 8 minggu pertama kehamilan. Tingkat aborsi


spontan dua kali lebih tinggi pada wanita yang minum alkohol2x/minggu dan
tiga kali lebih tinggi pada wanita yang mengkonsumsi alkohol setiap hari.
(Maryam, 2019)

5. Kafein dosis rendah tidak mempunyai hubungan dengan abortus. Akantetapi


pada wanita yang mengkonsumsi 5 cangkir (500mg kafein) kopisetiap hari
menunjukkan tingkat abortus yang sedikit lebih tinggi.(Maryam, 2019)
6. Radiasi juga dapat menyebabkan abortus pada dosis yang cukup. Akantetapi,
jumlah dosis yang dapat menyebabkan abortus pada manusia tidak diketahui
secara pasti. (Maryam, 2019)

7. Alat kontrasepsi dalam rahim yang gagal mencegah kehamilan menyebabkan


risiko abortus, khususnya abortus septik meningkat.(Maryam, 2019)

E. GAMBARAN KLINIS ABORTUS INKOMPLIT


Abortus inkompletus didiagnosis apabila sebagian dari hasil konsepsitelah
lahir atau teraba pada vagina, tetapi sebagian tertinggal (biasanya jaringan
plasenta). Perdarahan biasanya terus berlangsung, banyak, dan membahayakanibu
karena dapat menyebabkan terjadinya syok. Sering serviks tetap terbukakarena
masih ada benda di dalam rahim yang dianggap sebagai benda asing (corpus
alienum). Oleh karena itu, uterus akan berusaha mengeluarkannyadengan
mengadakan kontraksi sehingga ibu merasakan nyeri, namun tidak sehebat pada
abortus insipiens. (Anonim, 2018)

F. PENYEBAB ABORTUS INKOMPLIT


Mekanisme pasti yang bertanggungjawab atas peristiwa abortus
tidakselalu tampak jelas. Kematian janin sering disebabkan oleh abnormalitas
padaovum atau zigot atau oleh penyakit sistemik pada ibu, dan kadang-
kadangmungkin juga disebabkan oleh penyakit dari ayahnya. (Maryam, 2019)
1. Genetik
Lima puluh persen sampai tujuh puluh persen abortus spontanterutama abortus
rekuren disebabkan oleh kelainan genetik. Kelainangenetik menjadi penyebab
70% pada 6 minggu pertama, 50% sebelum 10minggu, dan 5% setelah 12
minggu. Kelainan ini dapat disebabkan faktormaternal maupun paternal. Gamet
jantan berkontribusi pada 50% materialgenomik embrio. Mekanisme yang
dapat berkontribusi menyebabkankelainan genetik adalah kelainan kromosom
sperma, kondensasi kromatinabnormal, fragmentasi DNA, peningkatan
apoptosis, dan morfologi spermayang abormal. Sekitar 42% struktur vili
korionik abnormal akibat gangguangenetik. (Maryam, 2019)
2. Gangguan plasenta
Mayoritas kasus abortus berkaitan dengan kelainan genetik maupunkelainan
perkembangan plasenta terutama pada vili korionik yang berperansebagai unit
fungsional plasenta dalam hal transpor oksigen dan nutrisi padafetus. Penelitian
histologi Haque, et al. pada 128 sisa konsepsi abortus,ditunjukkan bahwa 97%
menunjukkan vili plasenta berkurang, 83% vilimengalami fibrosis stroma, 75%
mengalami degenerasi fibroid, dan 75%mengalami pengurangan pembuluh
darah. Inflamasi dan gangguan genetikdapat menyebabkan aktivasi proliferasi
mesenkim dan edema stroma vili.Keadaan ini akan berlanjut membentuk
sisterna dan digantikan dengan jaringan fibroid. Pada abortus, pendarahan yang
merembes melalui desidua akan membentuk lapisan di sekeliling vili korionik.
Kemudian, material pecah dan merangsang degenerasi fibrinoid. (Maryam,
2019)

3. Kelainan uterus
Kelainan uterus dapat dibagi menjadi kelainan akuisita dan kelainanyang
timbul dalam proses perkembangan janin. Cacat uterus akuisita yang berkaitan
dengan abortus adalah leiomioma dan perlekatan intrauteri.Miomektomi sering
mengakibatkan jaringan parut uterus yang dapatmengalami ruptur pada
kehamilan berikutnya, sebelum atau selama persalinan. Perlekatan intrauteri
(sinekia atau sindrom Ashennan) palingsering terjadi akibat tindakan kuretase
pada abortus yang terinfeksi atau pada missed abortus atau mungkin pula
akibat komplikasi postpartum.Keadaan tersebut disebabkan oleh destruksi
endometrium yang sangat luas.Selanjutnya keadaan ini mengakibatkan
amenore dan abortus habitualisyang diyakini terjadi akibat endometrium yang
kurang memadai untukmendukung implatansi hasil pembuahan. (Maryam,
2019)
Inkomptensi serviks adalah ketidakmampuan serviks
untukmempertahankan suatu kehamilan oleh karena defek fungsi maupun
struktur pada serviks. Inkompetensi serviks biasanya menyebabkan abortus
padatrimester kedua dengan insidensi 0,5-8%. Keadaan ini juga
dapatmenyebabkan hilangnya barrier mekanik yang memisahkan kehamilan
dariflora bakteri vagina dan kebanyakan asimptomatik. Serviks merupakan
barier mekanik yang memisahkan kehamilan dari flora bakteri vagina.
(Maryam, 2019)

4. Kelainan endokrina.
a. Defek Fase Luteal dan Defisiensi Progesteron
Defek fase luteal disebut juga defisiensi progesteron merupakan
suatukeadaan dimana korpus luteum mengalami kerusakan sehingga
produksi progesteron tidak cukup dan mengakibatkan kurang
berkembangnyadinding endometrium. (Maryam, 2019)

b. Sindrom ovarium polikistik, hipersekresi LH, dan


hiperandrogenemiaSindrom ovarium polikistik terkait dengan infertilitas
dan abortus. Duamekanisme yang mungkin menyebabkan hal tersebut
terjadi adalah peningkatan hormon LH dan efek langsung hiperinsulinemia
terhadapfungsi ovarium. (Maryam, 2019).

c. Faktor Endokrin Sistemik seperti DM atau hipotiroid. (Maryam, 2019)

d. Defisiensi progesteron karena kurangnya sekresi hormon tersebut


darikorpus luteum atau plasenta mempunyai hubungan dengan
kenaikaninsiden abortus. Karena progesteron berfungsi mempertahankan
desidua,defisiensi hormon tersebut secara teoritis akan mengganggu nutrisi
padahasil konsepsi dan d engan demikian turut berperan dalam
peristiwakematiannya. (Maryam, 2019)

5. Kelainan Imunologi
Sekitar 15% dari 1000 wanita dengan abortus habitualis memilikifaktor
autoimun. Faktor autoimun misal SLE, APS, antikoagulan lupus,antibodi
antikardiolipin. Insidensi berkisar 1-5% tetapi risikonya mencapai70%. Selain
itu, faktor alloimun dapat mempengaruhi melalui HLA.Bila kadar atau reseptor
leptin menurun, terjadi aktivasi sitrokin proinflamasi,dan terjadi peningkatan
risiko abortus. Mekanismenya berhubungan dengantimbal balik aktif reseptor
di vili dan ekstravili tropoblas. (Maryam, 2019)

6. Infeksi
Berbagai macam infeksi dapat menyebabkan abortus pada manusia,tetapi
hal ini tidak umum terjadi. Organisme sepert Treponema pallidum,Chlamydia
trachomatis, Neisseria gonorhoeae, Streptococcus agalactina ,virus herpes
simpleks, sitomegalovirus, Listeria monocytogenes dicurigai berperan sebagai
penyebab abortus. Toxoplasma juga disebutkan dapatmenyebabkan abortus.
Isolasi Mycoplasma hominis dan Ureaplasmaurealyticum dari 4 traktus
genetalia sebagaian wanita yang mengalamiabortus telah menghasilkan
hipotesis yang menyatakan bahwa infeksimikoplasma yang menyangkut
traktus genetalia dapat menyebabkanabortus. Dari kedua organisme tersebut,
Ureaplasma Urealyticum
merupakan penyebab utama. (Maryam, 2019)

7. Penyakit kronik
Pada awal kehamilan, penyakit-penyakit kronis yang melemahkankeadaan
ibu misalnya penyakit tuberkulosis atau karsinomatosis jarang menyebabkan
abortus. Hipertensi jarang disertai dengan abortus padakehamilan sebelum 20
minggu, tetapi keadaan ini dapat menyebabkankematian janin dan persalinan
prematur. Pada saat ini, hanya malnutrisiumum sangat berat yang paling besar
kemungkinanya menjadi predisposisimeningkatnya kemungkinan abortus.
(Maryam, 2019)

8. Trauma
Sekitar 7% wanita mengalami trauma selama kehamilan tetapi
banyakkasus yang tidak dilaporkan. Pada umumnya, mekanisme trauma yang
paling banyak adalah jatuh sendiri dan kesengajaan. Keadaan ini
akanmenyebabkan abrupsio plasenta, pendarahan fetomaternal, rupture
uteri,trauma janin langsung. (Maryam, 2019)

G. DIAGNOSIS ABORTUS INKOMPLIT


Diagnosis abortus inkomplit ditegakkan berdasarkan gambaran klinismelalui
anamnesis dan hasil pemeriksaan fisik, setelah menyingkirkan 9 kemungkinan
diagnosis banding lain, serta dilengkapi dengan pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan fisik mengenai status ginekologis meliputi pemeriksaan abdomen,
inspikulo dan vaginal toucher.
Palpasi tinggi fundusuteri pada abortus inkomplit dapat sesuai dengan umur
kehamilan atau lebihrendah. Pemeriksaan penunjang berupa USG akan
menunjukkan adanya sisa jaringan. (Opi, 2018)
Tidak ada nyeri tekan ataupun tanda cairan bebas seperti yang terlihat pada
kehamilan ektopik yang terganggu. Pemeriksaan dengan menggunakanspekulum
akan memperlihatkan adanya dilatasi serviks, mungkin disertaidengan keluarnya
jaringan konsepsi atau gumpalan-gumpalan darah. Bimanual palpasi untuk
menentukan besar dan bentuk uterus perlu dilakukan sebelummemulai tindakan
evakuasi sisa hasil konsepsi yang masih tertinggal.Menentukan ukuran sondase
uterus juga penting dilakukan untuk menentukan jenis tindakan yang sesuai. (Opi,
2018).

H. PENATALAKSANAAN ABORTUS INKOMPLIT


Terlebih dahulu dilakukan penilaian mengenai keadaan pasien dandiperiksa
apakah ada tanda-tanda syok. Penatalaksanaan abortus spontan dapatdilakukan
dengan menggunakan teknik pembedahan maupun medis. Teknik pembedahan
dapat dilakukan dengan pengosongan isi uterus baik dengan carakuretase maupun
aspirasi vakum. Induksi abortus dengan tindakan medismenggunakan preparat
antara lain : oksitosin intravenus, larutan hiperosmotikintraamnion seperti larutan
salin 20% atau urea 30%, prostaglandin E2, F2adan analog prostaglandin yang
dapat berupa injeksi intraamnion, injeksiekstraokuler, insersi vagina, injeksi
parenteral maupun per oral,antiprogesteron - RU 486 (mefepriston), atau berbagai
kombinasi tindakantersebut di atas. (Opi, 2018).
Pada kasus-kasus abortus inkomplit, dilatasi serviks sebelum
tindakankuretase sering tidak diperlukan. Pada banyak kasus, jaringan plasenta
yangtertinggal terletak secara longgar dalam kanalis servikalis dan dapat
diangkatdari ostium eksterna yang sudah terbuka dengan memakai forsep ovum
atauforsep cincin. Bila plasenta seluruhnya atau sebagian tetap tertinggal di dalam
10 uterus, induksi medis ataupun tindakan kuretase untuk mengevakuasi
jaringantersebut diperlukan untuk mencegah terjadinya perdarahan lanjut.
Perdarahan pada abortus inkomplit kadang-kadang cukup berat, tetapi jarang
berakibatfatal. Evakuasi jaringan sisa di dalam uterus untuk menghentikan
perdarahandilakukan dengan cara:
1. Evakuasi dapat dilakukan secara digital atau cunam ovum
untukmengeluarkan hasil konsepsi yang keluar melalui serviks. Jika
pendarahan berhenti, beri ergometrin 0,2 mg intramuskular atau misoprostol
400 mcg per oral. (Opi, 2018)

2. Evakuasi hasil konsepsi dengan:


a. Aspirasi Vakum merupakan metode evakuasi yang terpilih.
Evakuasidengan kuret tajam sebaiknya dilakukan jika aspirasi vakum
manualtidak tersedia. (Opi, 2018)
b. Jika evakuasi belum dapat dilakukan segera, beri ergometrin 0,2
mgintramuskular (diulangi setelah 15 menit jika perlu) atau misoprostol
400mcg per oral (dapat diulangi setelah 4 jam jika perlu). (Opi, 2018)
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Abortus inkomplit merupakan salah satu hal yang menjadi penyumbang
terbesar dalam angka kematian ibu. Terdapat berbagai faktor yang dapat
mempengaruhi terjadinya abortus inkomplit ini seperti faktor fetal dan
faktormaternal. Penanganan yang cepat dan tepat diperlukan dalam menangani
kasus abortus inkomplit karena merupakan kegawatdaruratan yang dapat
mengancam nyawa ibu seperti mengakibatkan komplikasi yaitu syok hipovolemik
dan perdarahan terus menerus. Oleh karena itu pelayan kesehatan sudah
seharusnya menerapkan cara-cara yang tepat dan cepat dalam menangani kasus
abortus inkomplit sehingga tidak menambah angka kematian ibu.

B. Saran
Sebagai petugas kesehatan kita harus melakukan asuhan kebidanansecara teliti
dan cermat agar masalah kebidanan yang timbul dapat diatasisesuai dengan hak
dan kewenangan masing-masing petugas kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA

Akbar, A. (2019). Faktor Penyebab Abortus di Indonesia Tahun 2010-2019 : Studi Meta
Analisis, 182–191

Aminin, F., Wulandari, A., & Pratidina, R. lestari. (2014). Pengaruh kekurangan energi kronis
(kek) dengan kejadian anemia pada ibu hamil, 167–172.

Andriza, 2013. Hubungan Umur dan Paritas Ibu Hamil dengan Kejadian Abortus Inkomplit di
Rumah Sakit Muhammadiyah. Palembang. Jurnal Harapan Bangsa 1(1) : 81-84

Arif, K. (2015). Analisis Faktor Ibu Sebagai Prediktor Kejadian Abortus Inkomplit, 500

Arikonto. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Aspiani. R.Y. (2017). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Maternitas Aplikasi Nanda, NIC, dan
NOC. Jakarta : TIM

Anda mungkin juga menyukai