Royan Bagus Alexander - Apresiasi Prosa Fiksi - Clara (Final Version)
Royan Bagus Alexander - Apresiasi Prosa Fiksi - Clara (Final Version)
SINOPSIS
Cerpen Clara Atawa Wanita yang Diperkosa karya Seno Gumira Ajidarma
menceritakan tentang kisah seorang gadis keturunan Cina yang diperkosa dan
keluarganya disiksa selama kerusuhan Mei 1998. Cerpen ini menyoroti masalah
diskriminasi etnis yang pernah terjadi di Indonesia, di mana warga keturunan Cina
diperlakukan secara tidak adil oleh warga pribumi. Pada awal cerita, Clara
menceritakan kisahnya kepada seorang petugas pencatat, namun sayangnya
petugas tersebut tidak percaya karena rasa bencinya terhadap Cina. Cerita ini
menyuguhkan pandangan yang menyentuh dan realistis tentang pengalaman
pemerkosaan Clara yang diceritakan secara lugas.
“... Saya Cuma seorang wanita cina yang lahir di Jakarta dan sejak kecil
tenggelam dalam urusan dagang. Saya bukan ahli bahasa, bukan pula
penyair. Saya tidak tahu apakah di dalam kamus besar Bahasa Indonesia
ada kata yang bisa mengungkapkan rasa sakit, rasa terhina, rasa pahit,
dan rasa terlecehkan yang dialami seorang wanita yang diperkosa
bergiliran oleh banyak orang karena dia seorang wanita Cina.” (Seno,
1998)
Clara adalah seorang pengusaha yang sukses dan tinggal di ibukota, yang dikenal
sebagai seseorang yang tangguh, disiplin, dan cerdas. Ia selalu tahu cara untuk
mengatasi masalah dan mengambil keputusan yang tepat dalam situasi yang sulit.
Clara juga merupakan seorang wanita yang tegar. Tokoh lain yang menjabarkan
tokoh Clara sebagai wanita yang tegar melalui penokohan secara langsung.
“Di matanya kemarahan terpancar sekejap. Bahwa dia punya nyali untuk
bercerita, memang menunjukkan dia wanita yang tegar.” (Seno, 1998)
Aku (Petugas Pencatatan): Tokoh “aku” dalam cerpen ini diperlihatkan sebagai
seseorang yang memiliki kontrol penuh terhadap setiap kasus yang dilaporkan ke
kepolisian tempat dia bekerja. Dia diceritakan sebagai seseorang yang sangat
kritis, selalu ingin mengetahui setiap detail dari sebuah kasus dan tidak ragu untuk
menanyakan jika diperlukan. Dia juga dikatakan memiliki kemampuan untuk
mengubah fakta yang ada dalam sebuah kasus sesuai dengan kebutuhan yang dia
miliki.
“Maka cerita yang akan kau dengar ini bukanlah kalimatnya melainkan
kalimatku. Sudah bertahun-tahun aku bertugas sebagai pembuat laporan
dan hampir semua laporan itu tidak pernah sama dengan kenyataan. Aku
sudah menjadi sangat ahli menyulap kenyataan yang pahit menjadi
menyenangkan, dan sebaliknya perbuatan yang sebetulnya patriotik
menjadi subversif. Pokoknya selalu di sesuaikan dengan kebutuhan.”
(Seno, 1998)
Tokoh “aku” dalam cerpen ini memiliki kewenangan atas setiap kronologi laporan
kasus yang ia tangani, sehingga diharapkan ia adalah seseorang yang jujur dan
tidak berbuat munafik. Namun, pada akhir cerita, tidak jelas apa yang dilakukan
oleh tokoh tersebut terhadap Clara dan apakah ia benar-benar jujur dalam
menangani kasus yang ia hadapi atau malah melakukan pelecehan pada Clara.
“Tentu saja tentang yang satu ini tidak perlu ku laporkan kepada
pimpinan. Hanya kepadamu aku bisa bercerita dengan jujur, tapi dengan
catatan semua ini rahasia. Jadi, jangan bilang-bilang.” (Seno, 1998)
Mama dan Ayah Clara: Tokoh mama dan ayah dalam cerpen ini digambarkan
sebagai orang yang sangat mencintai keluarga mereka. Mereka diceritakan
melalui percakapan telepon dengan nada sangat cemas, memberitahu bahwa
keadaan di luar rumah sangat membahayakan. Tindakan mereka yaitu memberi
tahu keadaan tersebut pada Clara merupakan tindakan yang tepat untuk mencari
bantuan dan melakukan penyelamatan. Namun, ayah Clara sangat terpukul ketika
melihat dua anaknya yang lain, Monica dan Sinta, tewas dibakar massa dan
ibunya pun tidak dapat diselamatkan.
Pimpinan: Tokoh yang disebut sebagai pimpinan dalam cerpen ini merupakan
orang yang tidak bertanggung jawab dan hanya mementingkan diri sendiri.
“... Satu lagi! Hari ini banyak sekali perkara beginian. Tahan dia di situ.
Jangan sampai ada yang tahu. Terutama jangan sampai ketahuan
wartawan dan LSM!” (Seno, 1998)
“... Braakk! Kap mobil digebuk. Seseorang menarik saya dengan kasar
lewat jendela. Saya dilempar seperti karung dan terhempas di jalan tol.”
Ibu Tua: Tokoh ibu tua dalam cerpen ini merupakan seorang warga yang masih
memiliki hati nurani. Tidak seperti warga-warga lainnya yang membenci Cina.
Hal ini terlihat ketika dia rela menolong Clara saat ia menemukan Clara yang
menjadi korban pemerkosaan warga terletak begitu saja.
“... Ia hanya mengenakan kain. Seorang ibu tua yang rumahnya berada di
kampung di tepi jalan tol telah menolongnya...” (Seno, 1998)
Dia juga murah hati dengan sikapnya yang meminta maaf atas kesalahan warga
kepada Clara.
”Saya tidak bisa bergerak sampai seorang ibu tua datang terbungkuk-
bungkuk. Dia segera menutupi tubuh saya dengan kain. ’Maafkan anak-
anak kami,’ katanya..” (Seno, 1998)
TEMA
Cerpen karya Seno Gumira Ajidarma menyoroti masalah diskriminasi etnis yang
pernah terjadi di Indonesia. Dalam cerpen ini, warga keturunan Cina diceritakan
mengalami perlakuan kekerasan dari warga pribumi, termasuk pembunuhan,
perkosaan, dan berbagai jenis penyiksaan lain yang dilakukan hanya karena
keturunan Cina.
ALUR
Cerpen ini menggunakan alur campuran – perpaduan alur maju dan mundur –
karena tokoh utama (Clara) menceritakan kembali kejadian yang dialaminya
kepada tokoh “aku”.
Perkenalan tokoh “aku”: Cerpen ini dibuka dengan pengenalan tokoh “aku”,
meskipun tokoh “aku” bukan tokoh utama.
“Wajahnya yang cantik sarat dengan luka batin yang tak terbayangkan.
Aku hampir-hampir terharu bahkan sebelum dia bercerita. Tidak pernah
bisa kubayangkan bahwa manusia bisa mengalami beban penderitaan
seberat itu justru karena dia lahir sebagai manusia.”
Konflik: Konflik dimulai dengan Clara yang sedang menuju rumahnya dicegat
oleh kumpulan orang-orang di jalan tol. Hal ini ditunjukkan oleh:
“Saya tancap gas. BMW melaju seperti terbang. Di kiri kanan jalan
terlihat api menerangi malam. Jalan tol itu sepi, BMW terbang sampai
120 kilometer per jam. Hanya dalam sepuluh menit saya akan segera tiba
di rumah. Tapi, di ujung itu saya lihat segerombolan orang. Sukar sekali
menghentikan mobil.”
Klimaks: Puncak konflik ini ditunjukkan oleh Clara yang sedang dianiaya dan
diperkosa oleh kumpulan orang-orang itu. Hal ini ditunjukkan oleh:
Konflik: Konflik dilanjutkan dengan Clara yang baru saja tersadar dari
pingsannya laku mendapati dirinya telah mengalami pelecehan oleh kumpulan
orang-orang tadi. Hal ini ditunjukkan oleh:
“Saya tidak tahu apakah di dalam kamus besar Bahasa Indonesia ada
kata yang bisa mengungkapkan rasa sakit, rasa terhina, rasa pahit, dan
rasa terlecehkan yang dialami seorang wanita yang diperkosa bergiliran
oleh banyak orang –karena dia seorang wanita Cina.”
“Saya ambil HP saya, dan saya dengar pesan Papa: ”Kalau kamu dengar
pesan ini, mudah-mudahan kamu sudah sampai di Hong Kong, Sydney,
atau paling tidak Singapore. Tabahkanlah hatimu Clara. Kedua adikmu,
Monica dan Sinta, telah dilempar ke dalam api setelah diperkosa. Mama
juga diperkosa, lantas bunuh diri, melompat dari lantai empat.
Barangkali Papa akan menyusul juga. Papa tidak tahu apakah hidup ini
masih berguna. Rasanya Papa ingin mati saja.””
Masalah (Kembali ke Masa Sekarang): masalah kembali datang di kantor
polisi, tokoh “aku” mempertanyakan kebenaran cerita yang tokoh Clara
sampaikan. Hal ini ditunjukkan oleh:
““Padahal kamu bilang tadi, kamu langsung pingsan setelah … apa itu …
rok kamu dicopot?”
Antiklimaks: Cerita kemudian reda ketika tokoh Clara hendak pulang. Namun,
dilarang oleh tokoh “aku”. Hal ini ditunjukkan oleh:
“”Kamu tidur saja di situ. Di luar masih rusuh, toko-toko dibakar, dan
banyak perempuan Cina diperkosa.”
”Siapa mau mengantar kamu dalam kerusuhan begini. Apa kamu mau
pulang jalan kaki seperti itu? Sedangkan pos polisi saja di mana-mana
dibakar.”
Penyelesaian: Penyelesaian dari cerpen ini menggantung. Kita tidak bisa tahu
dengan pasti apa yang akhirnya dilakukan tokoh “aku” pada Clara. Dari semua
petunjuk yang ada, bisa jadi tokoh “aku” juga memperkosa Clara. Penyelesaian ini
ditunjukkan dengan:
LATAR
Latar yang digunakan dalam cerpen ini adalah tiga latar, yaitu latar tempat, latar
waktu, dan latar suasana.
Di jalan tol
“ Saya tancap gas. BMW melaju seperti terbang. Di kiri jalan terlihat api
menerangi malam. Jalan tol itu sepi, BMW terbang sampai 120 kilometer
per jam. Hanya dalam sepuluh menit saya akan segera tiba di rumah.
Tapi, di ujung itu saya melihat segerombolan orang. Sukar sekali
menghentikan mobil. Apakah saya harus menabraknya? Pejalan kaki
tidak dibenarkan berdiri di tengah jalan tol, tapi saya tidak ingin
menabraknya….” (Seno, 1998)
Di kantor polisi
“Dia menangis lagi. Tanpa air mata. Kemudian pingsan. Kudiamkan saja
dia tergeletak di kursi. Ia hanya mengenakan kain. Seorang Ibu tua yang
rumahnya berada di kampung di tepi jalan tol telah menolongnya. “Dia
terkapar telanjang di tepi jalan,” kata ibu tua itu. Aku sudah melaporkan
soal ini kepada pimpinanku. Lewat telepon dia berteriak, “ (Seno, 1998)
“Saya tancap gas. BMW melaju seperti terbang. Di kiri jalan terlihat api
menerangi malam. Jalan tol itu sepi, BMW terbang sampai 120 kilometer
per jam…” (Seno, 1998)
Latar suasana
Banyak Sekali suasana yang di lukiskan dalam cerpen ini. Berikut akan di bahas
mengenai suasana dalam cerpen ini.
A. Tegang
B. Sepi
“Jalan tol itu sepi, BMW terbang sampai 120 kilometer per jam. Hanya
dalam sepuluh menit saya akan segera tiba di rumah.”
C. Ketakutan
D. Sedih
“Wanita itu menangis. Mestinya aku terharu. Mestinya. Setidaknya aku bisa
terharu kalau membaca roman picisan yang dijual di pinggir jalan.”
E. Mengharukan
“ Luka hati saya, apakah harus saya bawa sampai mati? Siapakah kiranya
yang akan membela kami? Benarkah kami dilahirkan hanya untuk dibenci?”
F. Duka
G. Kemarahan
“Di matanya kemarahan terpancar sekejap. Bahwa dia punya nyali untuk
bercerita, memang menunjukkan dia wanita yang tegar.”
SUDUT PANDANG
Sudut pandang yang penulis gunakan dalam cerita ini yaitu menggunakan sudut
pandang orang pertama sampingan dan sudut pertama orang tokoh utama. Hal ini
dikarenakan tokoh “aku” dalam cerita ini menceritakan kembali kejadian yang
dialami Clara, namun peran tokoh “aku” dalam cerpen tidak sebagai pelaku
utama. Kemudian tokoh “aku” di dalam cerpen ini berperan sebagai pembuat
laporan. Hal ini ditunjukkan dengan kalimat:
Kemudian sudut pandang dari tokoh Clara digambarkan menggunakan kata ganti
saya yang ditujukan dalam:
GAYA BAHASA
Di dalam cerpen ini, terdapat beberapa majas yang digunakan oleh penulis.
Berikut akan penulis jelaskan.
1. Majas Retorik
2. Majas Personifikasi
Majas ini membandingkan atau memberikan sifat manusia atau hewan kepada
benda mati. Majas personifikasi termasuk ke dalam jenis majas perbandingan.
3. Majas Asosiasi
4. Majas Repetisi
Dalam cerpen Clara, Seno Gumira Ajidarma ingin menyampaikan beberapa pesan
kepada pembacanya. Di antaranya adalah: