Konsep Yurisdiksi
Konsep Yurisdiksi
Disusun Oleh:
Abstract
The state is the most important subject of law (par execellence) compared to other subjects of
international law. The state has supreme power to force all its inhabitants to obey its laws and
regulations. In addition, the country has the power to defend its independence against attacks from
other countries and maintain sovereignty to the outside. To that end the state demands absolute loyalty
from its citizens. This method of writing uses library research methods or librarianship methods.
Library research is conducted by reviewing and reviewing various documents either in the form of
books or writings related to the topic or study that is being discussed. By studying relevant sources
from librarianship and previous research writing, this writing is expected to be a contribution to
related studies and can be accepted by academics as a reference material for subsequent writing.
Abstrak
Negara merupakan subjek hukum yang terpenting (par execellence) dibandingkan dengan subyek-
subyek hukum internasional lainnya. Negara mempunyai kekuasaan tertinggi untuk memaksa semua
penduduknya agar mentaati undang-undang serta peraturan-peraturannya. Disamping itu negara
berkuasa untuk mempertahankan kemerdekaannya terhadap serangan-serangan dari negara lain dan
mempertahankan kedaulatan ke luar. Untuk itu negara menuntut loyalitas yang mutlak dari warga
negaranya. Metode penulisan ini menggunakan metode library research atau metode kepustakaan.
penelitian kepustakaan (library research) yang dilakukan dengan cara mengkaji dan menelaah berbagai
dokumen baik berupa buku atau tulisan yang berkaitan dengan topik atau studi yang tengah dibahas.
Dengan menelaah dari sumber-sumber yang relevan dari pustakaan dan penulisan penelitian
sebelumnya, penulisan ini diharapkan dapat menjadi sumbangsih untuk studi terkait serta dapat dapat
diterima oleh kalangan akademisi sebagai bahan rujukan untuk penulisan selanjutnya.
1
Pendahuluan
Dalam arti sempit yurisdiksi diartikan sebagai kekuasaan yudikatif saja yakni
kekuasaan peradilan negara. Yurisdiksi muncul karena dalam masyarakat
internasional masing-masing negara merupakan anggota yang berdaulat. Selain itu,
hubungan-hubungan kehidupan yang berlaku dalam masyarakat internasional terjadi
melampaui batas-batas satu negara, sehingga tak jarang muncul suatu masalah
sehingga penyelesaiannya harus melalui prosedur hukum. Keadaan itu juga
menimbulkan permasalahan sampai di manakah yurisdiksi suatu negara atas orang,
perbuatan dan benda yang terkait dalam hubungan internasional tersebut. Dalam
prakteknya, ada dua asas yang menjadi landasan yurisdiksi negara terhadap orang,
perbuatan ataupun benda yang terkait dalam hubungan internasional.
Ada beberapa jenis perluasan yuridiksi teritosrial yang terjadi di dunia. Jenis
perluasan itu berdasarkan prinsip dan sebabnya masing-masing. Adapun yurisdiksi
teritorial dapat diperluas berdasarkan perluasan teknik, kewarganegaraan, prinsip
proteksi dan prinsip universal.
2
Perluasan teknik yurisdiksi teritorial terjadi karena perbuatan hukum, khususnya
perbuatan pidana, dirumuskan dengan menetapkan unsur-unsur perbuatan tersebut.
Sebagian unsur-unsur itu mungkin terjadi di suatu negara dan sebagian unsur-unsur
yang lain terjadi di negara lain.
Dalam hal demikian negara itu tidak dapat mengadili perbuatan tersebut,
mengingat tidak semua unsur perbuatan itu terjadi di wilayah negaranya. Untuk dapat
mengadili perbuatan tersebut beberapa negara menggunakan prinsip teritorial
subyektif dan prinsip teritorial obyektif. Prinsip teritorial subyektif membenarkan
negara melakukan yurisdiksi atas perbuatan yang mulai dilakukan di wilayahnya
tetapi berakhir atau menimbulkan akibat di wilayah negara lain. meskipun prinsip ini
belum diterima umum,namun telah ditetapkan berlaku juga dalam beberapa konvensi
internasional,misalnya : Konvensi Jenewa tahun 1929 tentang penumpasan pemalsuan
uang dan Konvensi Jenewa tahun 1936 tentang penumpasan perdagangan obat-obatan
terlarang.
Atas kelalaian awak kapal Lotus tersebut, Turki menjatuhkan hukuman. Turki
menyatakan mereka mempunyai Yurisdiksi karena perbuatan yang dilakukan diatas
kapal Lotus menimbulkan akibat di kapal turki,yang berarti wilayah negaranya.
Mahkamah Internasional pun menetapkan berdasarkan suara mayoritas bahwa
tindakan penguasa turki itu tidak bertentangan dengan hukum internasional.
2. Berdasarkan Kewarganegaraan
3
terjadi karena 2 prinsip yakni prinsip kewarganegaraan aktif dan pasif. Dalam
perluasan yurisdiksi, prinsip kewarganegaraan aktif yaitu menetapkan yurisdiksi
negara atas warga negaranya yang melakukan pelanggaran hukum di wilayah
negaranya atau di wilayah negara lain.
4
Hal ini diatur dalam Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa Bangsa
(PBB) tahun 1982. Sedangkan yurisdiksi universal atas penjahat perang diatur dalam
Konvensi Jenewa tahun 1949 tentang perbaikan keadaan mereka yang luka, sakit dan
korban karam, tawanan perang dan perlindungan penduduk sipil. Sementara untuk
kejahatan lain seperti perdagangan obat-obatan terlarang, perdagangan manusia,
pembunuhan dan pemalsuan uang tidak masuk dalam prinsip yurisdiksi universal tapi
sistemnya “aut punire aut dedere” yaitu pelaku kejahatan itu dihukum oleh negara
tempat kejahatan itu dilakukan atau diserahkan kepada negara yang berwenang untuk
mengadilinya.
Metode Penelitian
Hasil pembahasan
5
digambarkan sebagai hak dan kekuasaan untuk melakukan suatu hal menurut hukum.
Hak, dan kekuasaan mereka harus berdasarkan peraturan perundangundangan, bukan
paksaan atau kekerasan. Dalam buku I Wayan Parthiana yang dikutip dari Americana
Encyclopedia, kata “yurisdiksi” berarti "kekuasaan atau otoritas” Ini biasanya berlaku
untuk pengadilan dan otoritas kehakiman dan menggambarkan ruang lingkup hak
untuk bertindak.
Dalam kaitannya dengan negara bagian atau negara, istilah ini
menggambarkan hukum dan menjelaskan. Ini berarti kekuasaan untuk menjalankan. I
Wayan Parthiana menjelaskan yurisdiksi negara adalah kekuasaan atau kewenangan
suatu negara untuk membuat dan menegakkan hukum yang dibuat oleh negara itu
sendiri. Dalam hukum antariksa internasional, "itu mendahului istilah yurisdiksi
negara."
Yurisdiksi dalam hukum internasional publik mengacu pada hukum nasional
dengan tindakan legislatif. Departemen administratif atau yudisial mengenai hak-hak
individu, properti atau properti mereka, tindakan atau peristiwa Ini bukan hanya
masalah rumah tangga. Demikian pula FAMann dalam bukunya Studies in
International Law memberikan definisi oleh Imre Anthony Csabafi. Mengatur isu-isu
yang tidak hanya tentang kepentingan politik dalam negeri mereka.” (Ketika
pengacara internasional menangani masalah yurisdiksi, mereka mempertimbangkan
hukum internasional negara untuk mengatur pelaksanaan masalah tersebut, bukan
hanya di dalam negeri). Maka dari penjelasan di atas yurisdiksi suatu negara adalah
kekuasaan negara itu untuk menegakkan, atau memaksakan berlakunya undang-
undang domestiknya di luar negara tersebut. Menurut O'Brien, negara berdaulat
memiliki tiga yurisdiksi.
Kelayakan Pensiun Nasional Ketentuan Hukum untuk Orang, Benda,
peristiwa dan Tindakan di Wilayah (yurisdiksi legislatif atau peraturan). Hak negara
(penegakan atau penegakan yurisdiksi) untuk menegakkan hukum domestik.
Kewenangan pengadilan negara untuk membuat dan mengeluarkan keputusan
peradilan (yurisdiksi). Dengan cara ini, negara dapat memberlakukan undang-undang
atau standar di dalam wilayahnya yang harus dipatuhi oleh penduduk wilayah
tersebut. Suatu negara dapat menegakkan atau menerapkan hukumnya di luar
wilayahnya, jika kejahatan itu dianggap sebagai kejahatan internasional, maka setiap
negara memiliki kewajiban untuk memberantasnya. Bagaimanapun, Negara memiliki
kekuasaan untuk mengambil keputusan dan mengambil keputusan hukum untuk
6
menjamin keamanan dan ketertiban Negara terhadap tindakan ilegal oleh orang asing.
Asas teritorial dibagi menjadi 2 mode yaitu asas teritorial subjektif dan asas teritorial
objektif.
Prinsip teritorial subjektif. Menurut asas ini, suatu negara mempunyai
kekuasaan hukum atas seseorang yang kejahatannya telah terjadi di wilayahnya,
sekalipun kejahatan itu tidak berakhir di negaranya sendiri atau kerugian yang
diakibatkan oleh kejahatan itu tidak berada di dalam negara atau wilayahnya. Oleh
karena itu, berdasarkan asas ini, negara tempat kejahatan itu dimulai atau dilakukan
dapat menuntutnya. Prinsip teritorial objektif adalah kebalikan dari teritorial subjektif.
Menurut asas ini, sekalipun kejahatan itu terjadi di negara lain, jika kerusakan yang
diakibatkan oleh kejahatan itu terjadi di wilayahnya, negara memiliki yurisdiksi atas
pelakunya. Dapat dikatakan bahwa negara bertanggung jawab atas hal itu menurut
kewarganegaraan para pihak, yang merupakan prinsip yurisdiksi yang lebih tua
daripada prinsip teritorial. Pasal 2 Konvensi Den Haag tentang IsuIsu Khusus Terkait
Hukum Kewarganegaraan menyatakan bahwa untuk menentukan kewarganegaraan
seseorang: Secara umum, masalah kebangsaan didasarkan pada hubungan dengan
negara dan mungkin karena lahir di wilayah negara itu (jus soli) atau memiliki
keturunan atau orang tua. Warga negara (ius sanguinis).
Prinsip yurisdiksi kewarganegaraan meliputi: Prinsip kewarganegaraan positif.
Menurut asas ini, pelaku mempunyai relasi dengan negara yang bersangkutan,
sehingga negara mempunyai yurisdiksi atas warga negara yang melakukan kejahatan
di luar neger. 2) Asas Kewarganegaraan Pasif. Menurut asas ini, Negara memiliki
yurisdiksi atas warga negara yang menjadi korban kejahatan yang dilakukan di luar
negeri oleh orang asing. Asas ini Fokus pada kewarganegaraan korban kejahatan,
bahkan jika kejahatan itu dilakukan oleh orang asing di luar wilayah. Dengan kata
lain, Malcolm N. Shaw menunjukkan bahwa dengan menerapkan prinsip ini, suatu
negara dapat mengklaim yurisdiksi untuk mengadili siapa pun di luar negeri yang
dicurigai atau merugikan kepentingannya. Selain itu, dikenal asas universal, asas
perlindungan, dan asas universal untuk kepentingan kepentingan yang dilanggar.
Menurut prinsip ini, setiap negara memiliki hak untuk membawa pelaku kejahatan
internasional yang dilakukan di mana saja, tanpa memandang kebangsaan pelaku atau
korban
7
Pada praktik litigasi internasional, penentuan dasar yurisdiksi suatu pengadilan
umumnya dibedakan ke dalam yurisdiksi in personam dan yurisdiksi in rem, dan
dalam keadaan-keadaan khusus berkembang pula konsep yurisdiksi quasi in rem.
Yurisdiksi in personam, umumnya dianggap sebagai unlimited jurisdiction (yurisdiksi
tidak terbatas) karena pengadilan yang memiliki yurisdiksi atas persons (orang),
khususnya “seorang tergugat”, maka pengadilan tersebut akan dianggap memiliki
kewenangan untuk memutus perkara atas tergugat itu untuk jumlah yang tidak
terbatas dan menyangkut seluruh aset miliknya. Di lain pihak, yurisdiksi in rem
adalah things/res (yurisdiksi atas benda) yang berada di wilayah hukum suatu
pengadilan yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan perkara yang
sedang dihadapi. Dengan kata lain, pengadilan yang memiliki kewenangan yurisdiksi
in rem, memiliki kewenangan untuk mengadili sengketa-sengketa yang berkaitan
dengan title (kepemilikan) atas benda-benda tertentu yang berada di wilayah
hukumnya.
Dalam litigasi transnasional, azas actor sequituur forum rei (azas yang
menetapkan bahwa “tempat tergugat berada menentukan tempat pengadilan”) yang
umumnya digunakan untuk menetapkan yurisdiksi pengadilan dalam perkara-perkara
lokal, ternyata tidak selalu dapat digunakan secara efektif karena connection dalam
perkara dibidang HPI seringkali dibentuk melalui titik-titik taut lain, seperti
pelaksanaan kontrak atau tempat perbuatan melawan hukum di negara forum.
Penentuan dasar yurisdiksi suatu pengadilan dalam praktik litigasi internasional,
umumnya dibedakan ke dalam yurisdiksi in personam dan yurisdiksi in rem, dan
dalam keadaan khusus berkembang pula konsep quasi in rem, yaitu:
a. Yurisdiksi in Personam
Kehadiran (presence)
Tempat kediaman (domicile)
Penundukan sukarela (consent)
8
Pertautan minimum (minimum contacts)
b. Yurisdiksi in Rem
Asas lain yang dapat dijumpai dalam praktik internasional adalah asas forum
rei sitae, yang menerbitkan kewenangan yurisdiksional pada forum dari tempat letak
benda yang melekat pada gugatan pihak tergugat. Dasar lain yang juga bersifat
kontroversial untuk menetapkan kewenangan yurisdiksional adalah kehadiran fisik
(physical presence) dari tergugat di wilayah forum. Prinsip ini juga diberlakukan atas
badan hukum.
11
memiliki wewenang penuh kepada kapal-kapal asing yang melakukan pelayaran di
wilayah perairan pedalaman negaranya untuk tunduk dengan yurisdiksi Negara Pantai
tersebut. Hal ini berarti bahwa Negara Pantai mengatur pelayaran di perairan tersebut
sehingga Negara Pantai memiliki hak memberikan batas ataupun melarang kepada
kapalkapal asing manapun untuk melakukan pelayaran di wilayah perairan
pedalamannya, walaupun Negara Pantai diharapkan untuk terlebih dahulu
memberikan pemberitahuan yang memadai kepada kapal-kapal asing tersebut
mengenai tindakan-tindakan kebijakan Negara Pantai tersebut.
Namun, terdapat pengecualian terhadap kebijakan hal ini yaitu kepada kapal-
kapal perang asing. Ini dikarenakan yurisdiksi Negara Pantai tidak berlaku di atas
kapal-kapal perang tersebut. Selain itu, pengecualian ini juga berlaku bagi kapal-kapal
milik negara lain yang dioperasikan untuk tujuan-tujuan non komersial. Pengecualian
terhadap kapal-kapal ini baik kapal-kapal perang asing maupun kapal-kapal milik
negara lain yang beroperasi untuk tujuan non komersial ini didasari pada prinsip
umum hukum internasional bahwa tidak satu pun negara mempunyai yurisdiksi
terhadap negara lainnya karena setiap negara mempunyai otoritas tunggal yang tidak
tunduk kepada kekuasaan negara asing.
12
Selain memberikan wewenang kepada Negara Pantai dalam pelaksanaan
kedaulatannya secara penuh di atas wilayah perairan pedalamannya, Konvensi
Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut 1982 juga memberikan hak lintas
damai kepada semua kapal-kapal yang melalui laut wilayah sesuai dengan ketentuan
yang terdapat pada Konvensi. Konsep mengenai lintas dan damai telah diberi definisi
dalam Konvensi ini. Lintas adalah kegiatan melintasi laut teritorial tanpa memasuki
perairan pedalaman (atau berhenti di pangkalan laut atau fasilitas pelabuhan di luar
perairan tersebut) dan melintasi laut teritorial ke atau dari perairan pedalaman atau
berhenti di pangkalan laut atau fasilitas pelabuhan di luar perairan tersebut.
Mengenai penjelasan tentang hak lintas damai, dijelasakan pada pasal 14 ayat
4 Konvensi Jenewa dan pasal 19 ayat 1 Konvensi Perserikatan BangsaBangsa tentang
Hukum Laut 1982 yang berbunyi:
Hak lintas damai yang dijelaskan pada pasal di atas membuat Negara Pantai
tidak diperbolehkan untuk menghalangi lintas damai suatu kapal sebagaimana telah
ditetapkan dalam pasal 24 Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum
Laut 1982. Nmun, lintas damai suatu kapal asing yang melintas di wilayah perairan
Negara Pantai akan dianggap membahayakan kedamaian, ketertiban ataupun
keamanan dari Negara Pantai apabila kapal tersebut di laut teritorial melakukan salah
satu kegiatan yang dijelaskan pada pasal 19 ayat 2 Konvensi Perserikatan Bangsa-
Bangsa tentang Hukum Laut 1982 sebagai berikut:
13
4. Setiap perbuatan propaganda yang bertujuan mempengaruhi pertahanan
atau keamanan Negara Pantai.
7. Bongkar atau muat setiap komoditi, mata uang atau orang secara
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan bea cukai, fiskal, imigrasi
atau saniter Negara Pantai.
12. Setiap kegiatan lainnya yang tidak berhubungan langsung dengan lintas.
Ketika kapal asing yang melintasi wilayah perairan Negara Pantai dinilai
melakukan kegiatan-kegiatan yang telah dijelaskan di atas, maka demi mengutamakan
perlindungan keamanan dalam negerinya Negara Pantai dapat melakukan
penangguhan atas hak lintas damai bagi kapal-kapal yang melintas di daerah-daerah
tertentu dari laut wilayahnya karena telah sesuai dengan wewenang Negara Pantai
yang telah dijelaskan pada pasal 25 Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang
Hukum Laut 1982 di atas. Kapal-kapal dagang dan kapal-kapal yang beroperasi untuk
tujuan komersial apabila melaksanakan hak lintas damai pada prinsipnya tidak tunduk
kepada yurisdiksi Negara Pantai. Yurisdiksi kriminal Negara Pantai tidak dapat
diterapkan dan dilaksanakan di atas kapal asing yang sedang melintasi wilayah laut
Negara Pantai, tetapi pasal 27 ayat 1 Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang
Hukum Laut 1982 memberikan pengecualian atas prinsip tersebut sebagai berikut:40
14
3. Apabila telah diminta bantuan penguasa setempat oleh nahkoda kapal atau
oleh wakil diplomatik atau pejabat konsuler bendera.
4. Apabila tindakan demikian diperlukan untuk menumpas perdagangan gelap
narkotika atau bahan psikotropika.
Kebebasan berlayar bagi kapal-kapal dapat dinikmati oleh semua negara dan
termasuk juga negara-negara yang tidak berpantai sebagaimana diatur dalam pasal 90
Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut 1982. Di dalam
melakukan pelayaran internasional setiap negara diwajibkan untuk menetapkan
persyaratan bagi kapal-kapalnya dalam pemberian kebangsaan pada kapal tersebut
dan untuk mengibarkan bendera negaranya agar kapal tersebut memiliki kebangsaan
negara dari bendera yang sah dikibarkan oleh kapal tersebut yang memiliki suatu
ikatan sungguh-sungguh antara negara dengan kapal itu sebagaimana telah diatur
dalam pasal 91 ayat 1 Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut
1982. Mengenai status kapal yang diatur dalam pasal 92 ayat 1 Konvensi Perserikatan
Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut 1982 dijelaskan bahwa ketika melakukan
pelayaran internasional setiap kapal diharuskan berlayar di bawah satu bendera suatu
negara saja dan harus tunduk pada yurisdiksi eksklusif Negara Bendera yang
dikibarkan di atas kapal pada saat berada di laut lepas.
Dari uraian-uraian tersebut di atas dapat dilihat bahwa hak lintas damai
melalui laut wilayah tunduk kepada pembatasan-pembatasan yang penting. Negara
pantai memiliki wewenang untuk membuat peraturan perundangundangan tentang
bagaimana hak lintas damai itu dapat dilaksanakan, kapalkapal apa saja yang dapat
melaksanakannya, dan kewenangan-kewenangan khusus yang dapat dilaksanakan
untuk membatasi lintas kapal-kapal berbendera asing dan dalam keadaan-keadaan
15
tertentu Negara Pantai dapat menangguhkan hak lintas damai tersebut bagi kapal-
kapal berbendera asing yang ingin melintas di wilayah perairan
yurisdiksi teritorial menunjuk pada yurisdiksi yang berlaku atas orang ataupun
benda yang titik beratnya menunjuk pada wilayah di mana orang ataupun benda
berada. Menurut Georg Schwarzenberger (1976: 74), adalah suatu otoritas atas suatu
bagian permukaan bumi serta ruang di atas dan tanah di bawahnya, yang ditentukan
secara geografis dan di- klaim sebagai teritorial kedaulatannya, termasuk semua orang
dan benda di atasnya. Yurisdiksi teritorial diterapkan terhadap warga negara sendiri
dan warga negara asing (ataupun benda) yang berada di wilayah teritorial suatu
negara. Di dalam setiap wilayah teritorial negara, yurisdiksi teritorial ini mencakup
warga negara beserta harta bendanya. Menurut hukum kebiasaan internasional
pelaksanaan yurisdiksi ini tidak terbatas. Negara berdasarkan yurisdiksi teritorial
berhak menerapkan hukum terhadap orang asing walaupun orang asing itu tinggal
sementara ataupun bertempat tinggal secara permanen.
16
Orang asing tidak dapat menuntut pembebasan diri atas yurisdiksi teritorial,
kecuali yang bersangkutan memiliki hak imunitas (hak kekebalan hukum). Hak ini
menurut hukum internasional hanya diberikan kepada:
1. kepala negara atau pemerintah dan perwakilan diplomatik
2. utusan khusus
3. kapal pemerintah asing
4. kapal perang, dan
5. organisasi internasional di suatu negara.
Akan tetapi, harus diingat bahwa di lapangan hukum perdata, hak imunitas ini
tidak dapat berlaku mutlak. Dalam masa-masa selanjutnya, sesuai dengan
perkembangan model-model kejahatan, maka ditumbuhkan konsepsi yurisdiksi
dengan asas teritorial objektif dan yurisdiksi teritorial subjektif. Keduanya sangat
berguna untuk menjadi landasan hukum dalam rangka mengantisipasi perkembangan
perkembangan kejahatan yang bersifat lintas batas.
Diplomat atau perwakilan negara ini dapat mempunyai berbagai jabatan mulai
dari besar, konsulat, atase, staf ahli, dan sebagainya. Mereka mempunyai 2 hak, yang
dikenal juga dengan contoh kekebalan diplomatik dalam hubungan internasional. Hak
istimewa tersebut, yaitu :
Hak Ekstratritorial
Hak ekstra territorial adalah hak atau kebebasan yang dimiliki perwakilan
suatu negara (diplomat) di negara lain terhadap segala sesuatu di daerah
perwakilannya, di mana tetap berlaku hukum negara asal. Hak ini berlaku di tempat /
rumah / gedung yang ditempati perwakilan, termasuk bangunan dan perlengkapannya.
Hak Imunitas
Hak imunitas adalah hak untuk tidak tunduk pada yuridiksi negara tempat
seorang perwakilan negara bertugas, baik secara pidana maupun perdata. Jadi, para
perwakilan negara dan keluarganya tidak dapat dituntut secara hukum atas kejahatan
yang kemungkinan dilakukannya dan tidak dapat dinterogasi kecuali atas
persetujuannya.
17
Menurut Konvensi Wina yang terus diperbaharui, pada tahun 1961, hak yang
dimiliki oleh diplomat atau perwakilan negara diberikan dengan tujuan tertentu,
menjaga hubungan antar dua negara. Tujuan diberikannya hak istimewa, antara lain:
Menjamin pelaksanaan tugas negara yang diberikan oleh negara yang mewakilkan
perwakilannya. Jika tidak diberikan hak, maka ada kemungkinan akan ada banyak
pekerjaan sampingan yang harus dikerjakan dan dapat mengabaikan tugas utamanya.
Dalam kaitannya dengan sengketa internasional, ada baiknya kita melihat pada
definisi sengketa internasional terlebih dahulu. Mahkamah Internasional
(International Court of Justice) berpendapat bahwa sengketa internasional adalah
suatu situasi di mana dua negara mempunyai pandangan yang bertentangan mengenai
dilaksanakan atau tidak dilaksanakannya kewajiban-kewajiban yang terdapat dalam
perjanjian (Huala Adolf, “Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional”, hal. 3).
- Negara
- Organisasi Internasional
- Tahta suci vatikan
- Palang merah internasional
- Kelompok pemberontak
- Perusahaan multinasional
- Individu
Negara (dalam hal ini Indonesia) sebagai subyek utama hukum internasional mempunyai
kedaulatan. Sebagaimana dikemukakan oleh Dr. Boer Mauna dalam bukunya “Hukum
Internasional” (hal. 25), bahwa:
18
1. Kedaulatan dapat berarti bahwa negara tidak tunduk pada ketentuan-ketentuan hukum
internasional yang mempunyai status yang lebih tinggi.
2. Kedaulatan berarti bahwa negara tidak tunduk pada kekuasaan apapun dan dari
manapun datangnya tanpa persetujuan negara yang bersangkutan.
19
1. bisa bernilai sebagai akta otentik yang memiliki kekuatan pembuktian yang
sempurna dan mengikat; atau
2. hanya sebagai fakta hukum yang dinilai secara bebas sesuai dengan pertimbangan
hakim.
Kesimpulan
Konflik yurisdiksi adalah konflik yang timbul ketika dua atau lebih hakim atau
pengadilan, tergantung pada kasusnya, memiliki yurisdiksi yang sama untuk
menangani masalah tertentu, sehingga konflik harus diselesaikan sebelum
melanjutkan penyelesaian sengketa. Jenis-jenis konflik ini dapat bersifat nasional,
yang memengaruhi tatanan hukum satu negara, atau internasional, yang memengaruhi
dua atau lebih sistem hukum. Yurisdiksi adalah kekuasaan atau wewenang yang
berasal dari kekuasaan yang diberikan Negara, untuk dapat menyelesaikan konflik
yang warga negara mungkin telah menggunakan undang-undang sebagai alat tekanan
sehingga dipatuhi oleh apa yang ditentukan oleh hakim.
Yurisdiksi terdiri dari kekuatan yang dimiliki oleh Negara secara keseluruhan
untuk dapat menyelesaikan konflik-konflik tertentu melalui pengenaan Hukum dan
Hukum. Kekuasaan ini diberikan kepada badan negara, yang dalam hal ini adalah
badan peradilan. Dengan kata lain, itu adalah kekuatan bahwa Negara harus dapat
menyelenggarakan keadilan melalui organ-organ Kehakiman, tergantung pada apa
yang diatur dalam Konstitusi negara tertentu.
Daftar pustaka
Agustina, Shinta, Pengantar Hukum Pidana Internasional (Dalam Teori dan Praktek), Padang:
UNAND Press, 2006.
20
Ariadno, Melda Kamil, Hukum Internasional, Edisi Pertama, Diadit Media, Jakarta, 2007.
Atmasasmita, Romli, Pengantar Hukum Pidana Internasional II, Jakarta: PT. Hecca Mitra Utama,
2004.
Dam, Syamsumar, Politik Kelautan, Edisi Pertama, Jakarta: Bumi Aksara, 2010.
Mauna, Boer, Hukum Internasional, Bandung: P.T Alumni, 2005.
Hardjowahono, Bayu Seto. 2013. Dasar-Dasar Hukum Perdata Internasional (Buku Kesatu). Citra
Aditya Bakti. Bandung
Khairandy, Ridwan. 2007. Pengantar Hukum Perdata Internasional. FH UII Press. Yogyakarta
Black, Henry Campbell, Black’s Law Dictionary, West Publishing comp, St Paul Minn, edisi ke-5,
1979, hlm 1262.
Boer Mauna, Hukum Internasional: Pengertian Peranan Dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global, PT.
Alumni, Bandung, edisi ke-2, 2008, hlm 17.
Masyhur Effendi, Moh. Ridwan, Muslich Subandi, Pengantar dan Dasar-Dasar Hukum Internasional,
IKIP Malang, Malang, 1995, hlm 89.
Huala Adolf, Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, Sinar Grafika, Bandung, 2004, hlm 145.
Starke, J.G., 1989, Introduction To International Law, Pengantar Hukum Internasional, Terjemahan
oleh Bambang Iriana Djajaatmadja, Jakarta, Sinar Grafika, 2010, hlm 273.
Parthiana, I Wayan, Pengantar Hukum Internasional, Edisi Pertama, Bandung: Mandar Maju, 1990.
R.R. Churchill and A.V. Lowe, The Law Of The Sea, Manchester: Manchester University Press, 1983.
Sefriani, Hukum Internasional, Jakarta: Rajawali Pers, 2010.
Tamburaka, Apriadi, 47 Hari dalam Sandera Perompak Somalia, Cetakan Pertama, Yogyakarta:
Cakrawala, 2011.
Thontowi, Jawahir dan Pranoto Iskandar, Hukum Internasional Kontemporer, Bandung: PT. Refika
Aditama, 2006. Tirtamulia, Tjondro, Zona-Zona Laut UNCLOS, Surabaya: Brilian Internasional, 2011
Ilhami Ginang: Penerapan Forum Rei 1 YURIDIKA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS AIRLANGGA
Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Jalan Dharmawangsa Dalam Selatan Surabaya, 60286
Indonesia, +6231-5023151/5023252 Fax +6231-5020454, E-mail: yuridika@fh.unair.ac.id Yuridika
(ISSN: 0215-840X | e-ISSN: 2528-3103) by http://e-journal.unair.ac.id/index.php/YDK/index under a
Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License. Volume 30 No 1,
Januari 2015 Article history: Submitted 17 November 2014; Accepted 15 January 2015;
Fatimahn, Nur, 2019, Yurisdiksi dalam Hukum Internasional, Cakupan, dan Jenis Perluasannya.
Online. https://pelayananpublik.id/2019/08/07/yurisdiksi-dalam-hukum-internasional-cakupan-dan-
jenis-perluasannya/ di akses pada 17 september 2023
21