Syarat Dan Rukun Nikah (Fiqih Munakahat)
Syarat Dan Rukun Nikah (Fiqih Munakahat)
Disusun Oleh:
RihhadatullAisyi : 220102113
Zakia : 220102191
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pendapat ulama tentang syarat dan rukun nikah?
2. Bagaimana syarat dan rukun nikah menurut fukaha mazhab?
3. Bagaimana keberadaan wali dan perannya?
4. Bagaimana hirarki wali dalam pernikahan?
5. Bagaimana saksi dan syarat-syaratnya?
6. Bagaimana akad nikah, sighat, ijab dan qabul?
C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui pendapat ulama tentang syarat dan rukun nikah.
2. Mengetahui syarat dan rukun nikah menurut fukaha mazhab.
3. Mengetahui keberadaan wali dan perannya.
4. Mengetahui hirarki wali dalam pernikahan.
5. Mengetahui saksi dan syarat-syaratnya.
6. Mengetahui akad nikah, sighat, ijab dan qabul.
1
II. PEMBAHASAN
A. Pendapat Ulama Tentang Syarat dan Rukun Nikah
Di dalam Undang-undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam para
ulama kebingungan terhadap apa yang disebut rukun dengan apa yang disebut
syarat.
Beberapa pendapat ulama terhadap hal yang termasuk rukun dan syarat,
diantaranya adalah:
1. Abdurrahman al-Jaziri menyebut yang termasuk rukun adalah al-ijab dan
al-qabul dimana tidak ada nikah tanpa keduanya. 1
2. Sayyid Sabiq juga menyimpulkan menurut fuqaha, rukun nikah terdiri
dari al-Ijab dan al-Qabul, sedangkan yang lain termasuk dalam syarat. 2
3. Hanifah, nikah itu terdiri dari syarat-syarat yang terkadang berhubungan
dengan sighat, dua calon mempelai, dan kesaksian.
4. Syafi’iyyah, melihat syarat perkawinan itu adakalanya menyangkut
sighat, wali, calon suami istri dan juga syuhud, sedangkan yang berkenaan
dengan rukun menyangkut calon suami-istri, wali, dua orang saksi dan
sighat.3
Jelaslah para ulama tidak hanya berbeda dalam menggunakan kata rukun
dan syarat tetapi juga berbeda dalam definisi detailnya, misalnya Malikiyyah
tidak menempatkan saksi sebagai rukun, sedangkan syafi’I menjadikan dua
orang saksi sebagai rukun.
Menurut Jumhur ulama, rukun perkawinan ada lima dan masing-masing
rukun itu memiliki syarat-syarat tertentu. Untuk memperjelas pembahasan,
maka uraian rukun perkawinan disamakan dengan uraian syarat-syarat dari
rukun tersebut.4
a) Calon suami, syarat-syaratnya:
1. Beragama Islam.
1
Abdurrahman al-Jaziri, Kitab al-Fiqh ‘ala Mazahib al-‘Arba’ah, Juz IV, (Dar al-Fikr, t.t), h.12.
2
Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Juz II, (Beirut: Dar al-Fikr, 1983), h. 29.
3
Abdurrahman al-Jaziri, op.cit, h.12.
4
Ahmad Rafiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 1998), h. 71.
2
2. Laki-laki.
3. Jelas orangnya.
4. Dapat memberikan persetujuan.
5. Tidak terdapat halangan perkawinan.
b) Calon Istri, sayarat-syaratnya:
1. Beragama meskipun yahudi atau nasrani.
2. Perempuan.
3. Jelas orangnya.
4. Dapat dimintai persetujuannya.
5. Tidak terdapat halangan perkawinan.
c) Wali Nikah, syarat-syaratnya:
1. Laki-laki
2. Dewasa
3. Mempunyai hak perwalian
4. Tidak terdapat halangan perwaliannya
d) Saksi Nikah, syarat-syaratnya:
1. Minimal dua orang laki-laki
2. Hadir dalam ijab qabul
3. Dapat mengerti maksud akad
4. Islam
5. Dewasa
e) Ijab Qabul, syarat-syaratnya:
1. Adanya pernyataan mengawinkan dari wali
2. Adanya pernyataan penerimaan dari calon mempelai
1. Memakai kata-kata nikah, tazwij atau terjemahan dari kedua kata
tersebut.
4. Antara ijab dan qabul jelas bersambungan.
5. Antara ijab dan qabul jelas maksudnya.
6. Orang yang terkait dengan ijab dan qabul tidak sedang ihram haji atau
umrah.
3
7. Majlis ijab dan qabul itu harus dihadiri minimum empat orang yaitu
calon mempelai atau wakilnya, wali dari mempelai wanita dan dua
orang saksi.
Kendatipun dalam hal-hal tertentu, seperti wali dan saksi masih ikhtilaf
dikalangan ulama, namun mayoritas sepakat dengan rukun yang lima ini.
5
Abdurrahman Al-Jazairi, Kitaabul Fiqhi ‘Alal Mazaahib al-Arba’ah, Beirut: Darul Kutub al-
Ilmiah, tahun 2010, Cet. 4, Jil. 2, hal. 712.
6
Abdurrahman Al-Jazairi, Kitaabul Fiqhi ‘Alal Mazaahib al-Arba’ah, Beirut: Darul Kutub al-
Ilmiah, tahun 2010, Cet. 4, Jil. 2, hal. 716.
4
b. Mazhab Syafi’iyyah
Dalam mazhab syafi’i rukun-rukun pernikahan terdiri dari lima rukun
juga, yakni: (1). Suami, (2). Isteri, (3). Wali, (4). Dua orang saksi, dan (5).
Shighat.
Para imam mazhab syafi’iyah menggolongkan dua saksi ke dalam bagian
syarat nikah. Mereka beralasan karena saksi berada diluar esensi akad
(mahiyatul aqdi) nikah. Hikmah menetapkan dua saksi sebagai satu rukun
tersendiri, sementara suami-isteri sebagai satu rukun untuk masing-
masingnya, bahwa syarat-syarat dua orang saksi sama, sedangkan syarat-
syarat suami dan isteri berbeda. 7
Menurut mereka, syarat-syarat pernikahan sebagiannya berhubungan
dengan shighat, sebagian dengan wali, sebagian dengan suami-isteri dan
sebagian lagi berhubungan dengan saksi. 8
Dari ketentuan rukun-rukun di atas, maka tidak tersebut mahar. Dengan
demikian, mahar bukan rukun nikah menurut mereka.
c. Mazhab Hanafiyyah
Menurut mereka, ada beberapa syarat nikah yang sebagiannya
berhubungan dengan shighat, sebagiannya berhubungan dengan dua pihak
yang melakukan akad, dan sebagian lagi berhubungan dengan saksi. 9 Wali
nikah menurut mazhab ini bukanlah syarat sah nikah. Abu Hanifah, Zufar,
Al-Sya’bi dan Al-Zuhri, mereka berpendapat bahwa apabila seorang wanita
melakukan akad nikah untuk dirinya tanpa wali, dengan laki-laki yang kuf-ah,
maka hukumnya boleh. 10
Dari itu, dapat disimpulkan bahwa rukun nikah menurut mereka ada tiga,
yakni (1) sighat (akad), (2). Dua pihak yang berakad, (3). Saksi.
Berarti menurut mereka, mahar dan wali bukan rukun nikah dan bukan
syarat.
7
Ibid. hal. 712.
8
Ibid. hal. 715.
9
Ibid. hal. 713.
10
Ibnu Rusyd, Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid, Beirut: Darul Kutub, jil.2, hal. 7.
5
d. Mazhab Hanabilah
Menurut mazhab Hanabilah bahwa dalam pernikahan ada empat syarat
yakni: (1). Tertentu suami-isteri, (2). Kemauan sendiri dan rela (al-ikhtiyar
wa al- ridha), (3). Wali, dan (4). Saksi.11
Dengan demikian, menurut mereka, hal-hal tersebut hanya sebagai
syarat, bukan rukun. Di sana tidak disebutkan shighad (akad) dan mahar. Ini
boleh jadi menurut mereka sebagai rukun, bukan syarat.
Berikut tabel perbandingan antara empat mazhab dalam penetapan syarat
nikah dan rukun nikah:
11
Abdurrahman Al-Jazairi, Kitaabul Fiqhi ‘Alal Mazaahib al-Arba’ah, Beirut: Darul Kutub al-
Ilmiah, tahun 2010, Cet. 4, Jil. 2, hal. 716.
6
Mahar menjadi wajib
dengan tiga sebab; 1.
Mewajibkan oleh hakim.
2. Mewajibkan oleh suami
sendiri. 3. Dengan terjadi
jima’ (persetubuhan)
setelah nikah. Penyebutan
mahar dalam akad hanya
sunnah, maka sah nikah
meskipun tidak disebutkan
saat akad.
4 Hanabilah 1. Sighat 1. Tertentu suami dan Sighat dan mahar tidak
2. Mahar isteri tersebut dalam urutan
2. Kemauan sendiri dan syarat. Berarti keduanya
ridha masuk dalam rukun.
3. Wali
4. Saksi
12
Mahmud Junus, Perkawinan Dalam Islam, Jakarta, Penerbit Bulan Bintang, 1964, Hal. 53.
7
tidak bisa mengijinkan, kedudukan wali dalam akad nikah tetap
dipertahankan dengan diganti oleh wali hakim.
Dengan demikian adanya wali nikah dalam perkawinan dapat berperan
untuk melindungi kaum wanita dari kemungkinan yang merugikan dalam
kehidupan perkawinannya. 13
13
Abdullah Kelib, Hukum Islam, semarang, Penerbit PT. Tugu Muda Indonesia, 1990, Hal. 8.
14
Sakban Lubis dkk, Fiqh Munakahat(Jambi: PT Sonpedia Publishing Indonesia, 2023), hal. 103.
8
1. Kelompok kerabat laki-laki garis lurus keatas yakni ayah. Kakek dari
pihak ayah dan seterusnya.
2. Kelompok kerabat saudara laki-laki kandung atau saudara laki-laki
seayah dan keturunan laki-laki mereka.
3. Kelompok kerabat paman, yakni saudara laki-laki kandung ayah, dan
keturunan laki-laki mereka.
4. Kelompok saudara laki-laki kandung kakek, saudara laki-laki seayah
dan keturunan laki-laki mereka.
b. Apabila dalam satu kelompok wali nikah terdapat beberapa orang yang
sama berhak menjadi wali, maka yang paling berhak menjadi wali ialah
yang lebih dekat derajat kerabatnya dengan calon mempelai wanita.
c. Apabila dalam satu kelompok sama derajat kerabatnya. maka yang paling
berhak menjadi wali nikah kerabat kandung dari kerabat yang hanya
seayah.
d. Apabila dalam satu kelompok derajat kerabatnya sama, yakni sama-sama
derajat kandung atau sama-sama derajat kerabat seayah, mereka sama-
sama berhak menjadi wali nikah dengan mengutamakan yang lebih tua
dan memenuhi syarat-syarat wali. 15
15
Dapertemen Agama RI..Kompilasi Hukum Islam (Jakarta:Karta Anda, th.). hal. 27.
9
6. Berakal
7. Adil
Perlunya dua orang saksi dalam pernikahan adalah:
1. Untuk menjaga apabila ada tuduhan atau kecurigaan polisi atau orang lain
terhadap pergaulan mereka.
2. Untuk menguatkan janji mereka berdua, begitu pula terhadap
keturunannya.
16
Achmad Kuzari, Nikah sebagaiPerikatan, Jakarta: Raja GrafindoPersada, 1995, Cet. 1, hlm. 34.
17
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, Jakarta: Prenada Media, Cet. 2,
T.th., hlm. 61
18
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: Akademika Pressindo Edisi
Pertama, 1995, hlm. 113.
19
Kamal Muchtar, Asas-Asas Hukum Islam TentangPerkawinan, Jakarta: Bulan Bintang, 1974,
Cet.1, hlm. 73.
10
Akad nikah merupakan wujud nyata sebuah ikatan antara seorang pria
yang menjadi suami dengan seorang wanita sebagai istri, yang dilakukan di
depan (paling sedikit) dua orang saksi, dengan menggunakan sighat ijab dan
qabul. Jadi, akad nikah adalah perjanjian dalam suatu ikatan perkawinan yang
dilakukan oleh mempelai pria atau yang mewakilinya, dengan wali dari pihak
Wanita calon pengantin atau yang mewakilinya, dengan menggunakan sighat
ijab dan qabul. Pernyataan yang menunjukkan kemauan membentuk
hubungan suam iistri dari pihak mempelai wanita disebut ijab. Sedangkan
pernyataan yang diucapkan oleh pihak mempelai pria untuk menyatakan ridha
dan setuju disebut qabul. 20
Kedua pernyataan antara ijab dan qabul inilah yang dinamakan akad
dalam pernikahan.
Ijab merupakan pernyataan pertama yang dikemukakan oleh salah satu
pihak, yang mengandung keinginan secara pasti untuk mengikat diri.
Sedangkan qabul adalah pernyataan pihak lain yang mengetahui dirinya
Menerima pernyataan ijab tersebut.21 Ijab dilakukan oleh pihak wali
mempelai wanita atau wakilnya, sedangkan qabul dilakukan oleh mempelai
pria atau wakilnya. 22 Qabul yang diucapkan, hendaknya dinyatakan dengan
kata-kata yang menunjukkan kerelaan secara tegas.23
20
Tihami dan SohariSahrani, FikihMunakahat: Kajian Fikih Nikah Lengkap, Jakarta: Rajawali
Pers, 2013, Cet. 3, hlm. 79.
21
Dahlan Aziz (Ed), Ensiklopedi Hukum Islami, Jakarta: PT. Ikhtiar Baru Van Hoeke, hlm. 1331.
22
Djamaan Nur, Fiqh Munakahat, Semarang: Dina Utama Semarang (DIMAS) (Toha Putra
Group), 1993, Cet.1, hlm. 22.
23
Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Imam Ja‟far Shadiq, terj. Abu Zainab AB, Jakarta:
Lentera, 2009, Cet. 1, hlm. 262.
11
III. PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Meskipun terdapat perbedaan pendapat, mayoritas ulama sepakat bahwa
ada lima rukun perkawinan yang mencakup syarat-syarat tertentu: a) Calon
suami, b) Calon istri, c) Wali nikah, d) Dua saksi nikah, e) Ijab qabul.
Meskipun terdapat ikhtilaf (perbedaan pendapat) dalam hal-hal seperti
wali dan saksi, mayoritas ulama sepakat dengan lima rukun perkawinan ini
sebagai panduan dalam perkawinan Islam.
2. Ulama mazhab berbeda pendapat terkait jumlah rukun dan syarat nikah,
yaitu:
a. Mazhab Malikiyah: Mengakui lima rukun pernikahan, mahar bukan
rukun, saksi bukan rukun.
b. Mazhab Syafi'iyyah: Mengakui lima rukun pernikahan, mahar bukan
rukun, saksi dianggap syarat.
c. Mazhab Hanafiyyah: Mengakui tiga rukun pernikahan, mahar dan wali
bukan rukun atau syarat.
d. Mazhab Hanabilah: Mengakui empat syarat pernikahan, mahar dan
sighat mungkin rukun, bukan syarat.
3. Wali nikah adalah rukun penting dalam perkawinan menurut Imam Maliki
dan Imam Syafi'i. Tanpa wali, perkawinan dianggap tidak sah. Wali nikah
berperan dalam melindungi hak-hak wanita dalam perkawinan dan
memastikan sahnya akad nikah. Jika tidak ada wali, wali hakim dapat
menggantikannya. Ini adalah langkah penting untuk memastikan
perkawinan sesuai dengan prinsip-prinsip Islam.
4. Ada berbagai jenis wali nikah dalam Islam yang harus mengikuti urutan
tertentu, termasuk ayah, kakek, saudara laki-laki, paman, dan lainnya. Jika
semua wali tidak tersedia, pemerintah (KUA) dapat menjadi wali. Urutan
wali ini diatur oleh Kompilasi Hukum Islam, dengan ayah dan kakek
diutamakan. Jika ada beberapa wali dalam satu kelompok, yang lebih
dekat dalam derajat kerabatnya memiliki hak lebih tinggi. Jika derajat
12
kerabat sama, yang lebih tua diutamakan dengan memenuhi syarat-syarat
wali nikah.
5. Dalam pernikahan Islam, saksi adalah orang yang menyaksikan ijab dan
qabul. Pernikahan sah memerlukan wali dan dua saksi. Syarat-syarat saksi
termasuk laki-laki, beragama Islam, dewasa, berakal, dan adil. Saksi
diperlukan untuk menjaga integritas pernikahan, menguatkan janji
pasangan, serta melindungi mereka dari tuduhan atau kecurigaan.
6. Akad nikah adalah perjanjian perkawinan dalam Islam yang terdiri dari
ijab (pernyataan kesepakatan) dan qabul (pernyataan penerimaan). Ini
adalah kesepakatan antara calon suami dan istri dihadiri oleh dua saksi.
Ijab biasanya dari pihak wanita atau wakilnya, dan qabul dari pihak pria
atau wakilnya.
13
DAFTAR PUSTAKA
14